referat urtikaria
description
Transcript of referat urtikaria
REFERAT KASUS MINICEXURTIKARIA
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUP DR SARDJITO
Diajukan kepada:
Dr. Rusetianti Nurwestu, M.Kes, Sp.KK
Oleh:
Hilma Kholida A
10/304831/KU/14175
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS GADJAH MADA
2014YOGYAKARTA
URTIKARIA
Hilma Kholida A
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUD Wonosari
Yogyakarta
LATAR BELAKANG
Urtikaria atau yang sering disebut dengan hives, merupakan kondisi pada kulit, terutama lapisan
dermis yang sering dijumpai. Manifestasi yang ditimbulkan dapat berupa makula (lesi yang datar),
ataupun tapak seperti edema superficial pada kulit, yang biasanya tampak kemerahan dan gatal.
Terdapat dua tipe urtikaria berdasarkan durasi dan lamanya lesi muncul, yaitu urtikaria kronis dan akut.
Urtikaria akut biasanya berkaitan dengan respon alergi ataupun sel mast. Sedangkan urtikaria kronis
dapat berkaitan dengan reaksi autoimun, dan jarang berkaitan dengan reaksi alergi. Namun pada
dasarnya, secara klinis manifestasi klinis yang ditimbulkan biasanya hampir mirip. Angioedema biasanya
dikaitkan dengan urtikaria, namun pada angioedema, akumulasi plasma yang terjadi pada lapisan
subkutan . Usia onset penderita urtikaria biasanya bervariasi, bisa muncul ketika masa anak-anak
ataupun ketika sudah dewasa. Insidensi urtikaria di populasi dunia, diperkirakan sekitar 15-23%.. Untuk
melakukan diagnosis pada urtikaria haruslah berhati-hati, sehingga pentingnya anamnesis dan penilaian
klinis yang baik.
KASUS
Paseien Tn S, usia 252 tahun, datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Wonosari dengan keluhan
gatal-gatal di seluruh tubuh. 5 bulan sebelum periksa ke Rumah sakit, pasien mengeluhkan gatal-gatal
yang secara tiba-tiba muncul di seluruh tubuh. Tampak kemerahan pada seluruh tubuh seperti digigit
nyamuk. Dan keluhan dirasakan semakin memberat setelah mengkonsumsi makanan, seperti capcay,
telur, terutama setelah makan malam. Gatal-gatal tidak dapat menghilang secara spontan, sehingga
pasien memeriksakan ke dokter dan diberi obat cetirizin. Pasien memiliki riwayat penggunaan obat
untuk mengatasi GERD yang pernah dialami., namun pasien lupa nama obat tersebut. Pasien juga
pernah melakukan pemeriksaan skin prick test, dan hasilnya positif memiliki alergi pada makanan asia
dan alergi substansi hirup (pasien lupa). Selain itu pasien juga pernah melakukan pemeriksaan serum IgE
dan ANA test, hasil keduanta positif.
3 hari sebelum periksa rumah sakit, pasien mengalami gatal terus-menerus dan dirasa membaik
setelah mengkonsumsi cetirizine. Namun bila pasien tidak minum obat, gatal-gatal akan mulai muncul
kembali.
Pada hari periksa ke rumah sakit, pasien datang dengan kondisi tubuh terdapat bercak
kemerahan, namun sudah tidak terlalu gatal karena pada pagi harinya pasien sudah minum cetirizin.
Pasien tidak pernah memiliki riwayat penyakit serupa, riwayat alergi makanan asia dan substansi
hirup yang diketahui setelah melakukan skin prick test, riwayat memiliki GERD, dan riwayat dermatitis
atopik, alergi, hipertensi, diabetes mellitus, ataupun asthma pada pasien disangkal.
Riwayat penyakit serupa pada keluarga juga disangkal. Riwayat dermatitis atopik, asthma, alergi,
hipertensi, dan diabetes mellitus juga tidak terdapat pada keluarga.
Pada pemeriksaan fisik tampak keadaan umum pasien kompos mentis dan kesan gizi baik. Status
dermatologi pada badan dan kedua lengan, tampak adanya lesi berupa plak eritem, anular dan arsinar,
batas tegas, pada bagian tengah terlihat lebih pucat, multipel, diskret. Pada palpasi, tidak ditemukan
nyeri tekan dan teraba adanya peninggian pada tepi lesi. Saat dilakukan scratching test, hasilnya negatif.
Diagnosis banding pada pasien adalah urtikaria kronis, psoriasis anular, dan cutaneus lupus
eritematosus. Sementara ini pasien diterapi dengan manajemen untuk urtikaria kronis, yaitu dengan
tablet cetirizin 10mg dan ranitidine 150 mg. kemudian untuk pemeriksaan penunjang dapat diulangi
pemeriksaan skin prick test, untuk memastikan alergi yang dialami.
PEMBAHASAN
Urtikaria terdiri dari suatu transient edematous papules dan plak, yang biasanya dirasakan
sangat gatal dan disebabkan oleh lapisan papilaris yang mengalami edema. Lesi biasanya superficial
dengan batas yang tegas. Sedangkan angioedema, merupakan lesi yang mengalami edema lebih besar
lagi dobandingkan dengan urtikaria, yang ,meliputi lapisan dermis dan jaringan subkutan, sehingga lebih
dalam serta batasnya tidak terlalu jelas. Urtikaria dan angioedema memiliki proses edema yang sama,
namun kedalamanya berbeda. Hal tersebut dilihat dari keterlibatan pleksus vaskularnya.
Terdapat klasifikasi urtikaria berdasarkan etiologinya
IMUNOLOGIK Degranulasi sel mast, pseudoalergen, ACE inhibitor
IgE-mediated Idiopatik
Complement-mediated Non immune
autoimun Antibody anti IgE atau anti FoeRI
Immune contact
FISIK herediter
dermografism Angioedema-urtikaria-eosinoflia sindrom
Cold urtikaria
Solar urtikaria
Kolinergik urtikaria
Pressure urtikaria
Vibratory urtikaria
URTIKARIA IgE-MEDIATED
Lesi yang terbentuk disebabkan oleh terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe 1. Reaksi ini diawali
adanya pajanan allergen yang menginduksi aktivasi IgE, yang kemudian bila terjadi pajanan ulang, dapat
menginduksi terjadinya degranulasi sel mast. Pelepasan mediator tersebut dapat meningkatkan
permeabilitas vascular, sehingga menyebabkan plasma leakage dan menimbulkan lesi berupa urtikaria.
COMPLEMENT-MEDIATED
Kompleks imun yang terbentuk dapat mengaktifkan komplemen dan melepaskan anafilatoksin
yang kemudian dapat menginduksi degranulasi sel mast. Proses tersebut dapat dilihat pada serum
sickness, transfusi darah, dan immunoglobulin.
AUTOIMUN
Biasanya terjadi pada urtikaria kronik, yaitu diduga adanya autoantibodi anti FcRI dan atau anti
IgE. Secara klinis, pasien yang meemiliki autoantibody ini sulit dibedakan pada pasien urtikaria non
autoantibody. Manajemen yang dilakukan pada pasien ini, biasanya berupa plasma pharesis, IVIG, dan
siklosporin.
IMUNOLOGIC KONTAK
Biasanya terjadi pada anak dengan dermatitis atopic yang tersensitasi oleh allergen atau
individu yang tersensitasi oleh lateks.
DERMOGRAFISM
Lesi urtikaria linear yang muncul setelah kulit digaruk atau di gesek, selain itu akan muncul rasa
gatal yang kemudian akan menghilang dalam 30 menit.
COLD URTIKARIA
Biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Urtikaria akan muncul ketika dilakukan uji
Ice Cube. Setelah pajanan dingin dihilangkan, beberapa menit kemudian urtikaria akan muncul.
SOLAR URTIKARIA
Urtikaria muncul setelah kulit terpajan sinar matahari. Biasanya pada spectrum 290-500nm.
Selain munculnya urtikaria, pasien juga akan mengalami bersin-bersin, mungkin bisa mengalami
penurunan kesadaran.
KOLINERGIK URTIKARIA
Aktivitas fisik yang dapat memicu produksi keringat, dapat menimbulkan urtikaria yang berupa
papul kecil dan sangat gatal. Kemungkinan dapat disertai dengan gejala bersin-bersin.
AQUAGENIC URTIKARIA
Sangat jarang terjadi, biasanya muncul setelah kontak dengan air, namun pada suhu tertentu.
Manifestasi yang muncul mirip dengan kolinergik urtikaria.
PRESSURE ANGIOEDEMA
Pembengakakan yang eritem yang di induksi oleh suatu tekanan, misalnya pantat yang
mengalami pembengkakan setelah duduk. Biasanya muncul 30menit- 1 jam setelah induksi. Sensasi
nyeri biasanya akan menetap hingga beberapa hari. Pada pemeriksaan penunjang tidak ditemukan hasil
abnormal, namun pasien bisa mengalami demam.
VIBRATORY ANGIOEDEMA
Kemungkinan bersifat genentik, dan merupakan automosal dominan. Patomekanisme pada tipe
ini dimungkinan terjadi akibat stimulus vibrasi yang menyebabkan lepasnya histamine dari sel mast.
PATHOGENESIS KONDILOMA AKUMINATA
Indurasi pada urtikaria disebabkan karena terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler kulit dan
vena. Mediator utama pada pembentukan lesi dan sensasi gatal yang ditimbulkan diakibatkan oleh
adanya histamine yang dilepaskan oleh sel mast. Histamin tersebut dilepaskan menuju reseptor H1 pada
kulit untuk menginisiasi suatu respon, oleh karena itu pemberian antihistamin sangat berguna untuk
mengatasi urtikaria. Mediator inflamasi yang lain juga berperan pada pathogenesis urtikaria, seperti
pelepasan sitokin oleh leukosit. Aktivasi sel mast non-alergik dapat dipicu oleh neuropeptida (substansi
P), obat-obatan ( aspirin, morfin, kodein), dan makanan. Sedangkan untuk aktivasi sel mast tipe alergik
dapat menginiasiasi respon imunologis yang meliputi IgE dan pelepasan histamine, serta beberap
mediator inflamasi lain, seperti prostaglandin,leukotrien, interleukin, dan sitokin.
PENGOBATAN URTIKARIA
Berdasarkan pathogenesis urtikaria, dapat dilihat bahwasanya manajemen yang dapat diberikan
untuk pengobatan urtikaria adalah antihistamin, terutama antihistamin H1. Pada urtikaria kronis,
beberapa penelitian menunjukan keefektifan pemberian antihistamin H1 dan H2 dibandingkan hanya
pemberian anthistamin H1 saja. Sedangkan untuk urtikaria tipe IgE-mediated, pentingnya menghindari
pajanan allergen sangatlah efektif. Pada urtikaria kronis tipe autoimun, dapat dilakukan plasma pharesis.
DAFTAR PUSTAKA
Buchanan, P., Courtenay, M. Prescribing in Dermatology. 2006. Cambridge: Cambridge Universuty Press
Braun-Falco, O., Plewig, G., Wolff, HH., Burgdorf, WH. 2000. Dermatology. 2nd ed. New york: Springer
Djuanda, Adhi, Hamzah, Mochtar, Aisah, Siti. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Etnawati, K., Soedarmadi. 1990. Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin. Yogyakarta: Laboratorium Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Habif, TP. 2004. Clinical Dermatology: a Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th ed. Philadelpia:
Elsevier
Partogi, Donna. 2009. Dermatitis Kontak Iritan. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik/RS. Dr. Pirngadi, Medan, 2008
Wolf, K., Johnson, RA., Suurmond, D. 2007. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 5th ed.
McGraw-Hill