referat tyroid.doc

60
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul “ Thyroid”. Referat ini saya susun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam BLUD RS Sekarwangi. Saya mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Camelia Khairun Nissa Sp. PD yang telah membimbing dan membantu saya dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini. Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran saya terima dengan tangan terbuka. Akhir kata saya berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua pihak yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang “ Thyroid”. Cibadak, 10 Agustus 2015 1

Transcript of referat tyroid.doc

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,

saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul “ Thyroid”. Referat ini saya

susun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam BLUD RS

Sekarwangi.

Saya mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Camelia

Khairun Nissa Sp. PD yang telah membimbing dan membantu saya dalam melaksanakan

kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini.

Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini. Oleh

karena itu, segala kritik dan saran saya terima dengan tangan terbuka.

Akhir kata saya berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua pihak

yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang “ Thyroid”.

Cibadak, 10 Agustus 2015

Penyusun

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 1

DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 3

BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................... 4

2.1. Embriologi kelenjar Thyroid .......................................................... 5

2.2. Anatomi kelenjar tiroid ................................................................... 5

2.2.1.Topografi Kelenjar Thyroid ............................................. 6

2.2.2.Vaskularisasi Kelenjar Thyroid ....................................... 7

2.2.3.Innervasi Kelenjar Thyroid............................................... 8

2.2.4.Aliran Limfe Kelenjar Thyroid ........................................ 9

2.2.5.Struktur Histologis Kelenjar Thyroid................................ 9

2.3.Fisiologi kelenjar Tyroid................................................................... 11

2.3.1.Sintesis Hormon Tiroid..................................................... 11

2.3.2.Sekresi Hormon Thyroid .................................................. 13

2.3.3.Transport dan Metabolisme Hormon Thyroid.............. 14

2.3.4.Mekanisme Kerja Hormon Thyroid............................... 15

2.3.5.Efek Metabolik Hormon Tiroid ..................................... 15

2.3.6.Efek Fisiologik Hormon Tiroid ..................................... 16

2

2.3.7.Pengaturan Faal Kelenjar Tiroid...................................... 17

2.4 Kelainan Fungsi Tiroid............................................................. 18

2.5 Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 26

BAB III. KARSINOMA TIROID

3.1.Definisi....................................................................................... 28

3.2.Epidemiologi.............................................................................. 28

2.3.Etiologi...................................................................................... 29

2.4.Faktor resiko ............................................................................ 29

2.5.Macam-macam neoplasma tiroid ...................................... 29

2.6.Klasifikasi karsinoma tiroid....................................................... 30

2.7.Diagnosis.................................................................................. 34

2.8.Penatalaksanaan....................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 38

3

BAB I

PENDAHULUAN

Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat

mekanisme : yaitu sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-tirotropin

hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang-tiroid hipofisis

anterior (TSH), yang kemudian pada gilirannya merangsang sekresi hormon dan pertumbuhan

oleh kelenjar tiroid; kemudian deiodininase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari

T4 dan T3; autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya

dengan suplai iodinnya; dan stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor

TSH .

Pengelolaan kelainan kelenjar tiroid dilakukan dengan melakukan uji kadar hormon TSH

dan tiroksin bebas, didasari atas patofisiologi yang terjadi, sehingga akan didapatkan pengelolaan

menyeluruh. Diagnosis dari penyakit tiroid telah banyak disederhanakan dengan

dikembangkannya assay yang peka untuk TSH dan tiroksin bebas. Suatu peningkatan TSH dan

tiroksin bebas yang rendah menetapkan diagnosis dari hipotiroidisme, dan TSH yang tersupresi

dan FT4 yang meningkat menetapkan diagnosis dari hipertiroidisme.

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Embriologi kelenjar Thyroid

Kelenjar thyroid berkembang mulai pada minggu keempat kehidupan fetal dengan

membentuk endoderm di medial, tumbuh ke bawah dari pangkal lidah. Proses tumbuh ke bawah

ini dengan cepat membentuk saluran yang disebut ductus thyroglossus. Saluran ini bermuara

pada lidah berhubungan dengan foramen secum. Ujung bawah terbelah menjadi dua lobus dan

akhirnya terletak berhubungan dengan trachea pada sekitar minggu ketujuh. Ductus thyroglossus

kemudian menghilang, tetapi bagian terbawah sering tetap ada dalam bentuk lobus piramidalis.

Melalui pertumbuhan ke dalam dari mesenkim vaskular yang mengelilinginya, sel-sel

endodermal dipisahkan menjadi kelompokan sel kecil, yang dengan cepat membentuk suatu

lumen yang dikelilingi oleh selapis sel-sel. Koloid tampak dalam lumen pada sekitar minggu

kesebelas dan strukturnya sekarang disebut folikel.

Tiroksin tampak ada dalam kelenjar pada perkembangan saat ini. Bersamaan dengan

pembentukan lobus thyroid, berkembang pula badan ultimobranchial dari kantong insang

keempat. Badan ini terdiri atas sel-sel yang berasal dari krista neuralis. Badan ultimobranchial

menjadi satu dengan primordium thyroid dan sel-selnya menyebar menjadi sel-sel C.

2.2. Anatomi kelenjar Thyroid

Thyroid adalah suatu kelenjar endokrin yang sangat vaskular, berwarna merah kecoklatan

dengan konsistensi yang lunak. Kelenjar thyroid terdiri dari dua buah lobus yang simetris.

Berbentuk konus dengan ujung cranial yang kecil dan ujung caudal yang besar. Antara kedua

lobus dihubungkan oleh isthmus, dan dari tepi superiornya terdapat lobus piramidalis yang

bertumbuh ke cranial, dapat mencapai os hyoideum. Pada umumnya lobus piramidalis berada di

sebelah kiri linea mediana.

Setiap lobus kelenjar thyroid mempunyai ukuran kira-kira 5 cm, dibungkus oleh fascia

propria yang disebut true capsule, dan di sebelah superficialnya terdapat fascia pretrachealis

yang membentuk false capsule.

5

2.2.1. Topografi Kelenjar Thyroid

Kelenjar thyroid berada di bagian anterior leher, di sebelah ventral bagian caudal larynx

dan bagian cranial trachea, terletak berhadapan dengan vertebra C 5-7 dan vertebra Th 1. Kedua

lobus bersama-sama dengan isthmus memberi bentuk huruf “U”. Ditutupi oleh m.

sternohyoideus dan m.sternothyroideus. Ujung cranial lobus mencapai linea obliqua cartilaginis

thyreoideae, ujung inferior meluas sampai cincin trachea 5-6. Isthmus difiksasi pada cincin

trachea 2,3 dan 4. Kelenjar thyroid juga difiksasi pada trachea dan pada tepi cranial cartilago

cricoidea oleh penebalan fascia pretrachealis yang dinamakan ligament of Berry. Fiksasi-fiksasi

tersebut menyebabkan kelenjar thyroid ikut bergerak pada saat proses menelan berlangsung.

Topografi kelenjar thyroid adalah sebagai berikut:

• Di sebelah anterior terdapat m. infrahyoideus, yaitu m. sternohyoideus, m.

sternothyroideus, m. thyrohyoideus dan m. omohyoideus.

• Di sebelah medial terdapat larynx, pharynx, trachea dan oesophagus, lebih ke bagian

profunda terdapat nervus laryngeus superior ramus externus dan di antara oesophagus

6

dan trachea berjalan nervus laryngeus recurrens. Nervus laryngeus superior dan nervus

laryngeus recurrens merupakan percabangan dari nervus vagus. Pada regio colli, nervus

vagus mempercabangkan ramus meningealis, ramus auricularis, ramus pharyngealis,

nervus laryngeus superior, ramus cardiacus superior, ramus cardiacus inferior, nervus

laryngeus reccurens dan ramus untuk sinus caroticus dan carotid body.

• Di sebelah postero-lateral terletak carotid sheath yang membungkus a. caroticus

communis, a. caroticus internus, vena jugularis interna dan nervus vagus. Carotid sheath

terbentuk dari fascia colli media, berbentuk lembaran pada sisi arteri dan menjadi tipis

pada sisi vena jugularis interna. Carotid sheath mengadakan perlekatan pada tepi foramen

caroticum, meluas ke caudal mencapai arcus aortae. Fascia colli media juga membentuk

fascia pretrachealis yang berada di bagian profunda otot-otot infrahyoideus. Pada tepi

kelenjar thyroid, fascia itu terbelah dua dan membungkus kelenjar thyroid tetapi tidak

melekat pada kelenjar tersebut, kecuali pada bagian di antara isthmus dan cincin trachea

2, 3 dan 4.8.

2.2.2.Vaskularisasi Kelenjar Thyroid

Kelenjar thyroid memperoleh darah dari arteri thyroidea superior, arteri thyroidea inferior

dan kadang-kadang arteri thyroidea ima (kira-kira 3 %). Pembuluh darah tersebut terletak antara

kapsula fibrosa dan fascia pretrachealis.

Arteri thyroidea superior merupakan cabang pertama arteri caroticus eksterna, melintas

turun ke kutub atas masing-masing lobus kelenjar thyroid, menembus fascia pretrachealis dan

membentuk ramus glandularis anterior dan ramus glandularis posterior.

Arteri thyroidea inferior merupakan cabang truncus thyrocervicalis, melintas ke

superomedial di belakang caroted sheath dan mencapai aspek posterior kelenjar thyroid. Truncus

thyrocervicalis merupakan salah satu percabangan dari arteri subclavia. Arteri thyroidea inferior

terpecah menjadi cabang-cabang yang menembus fascia pretrachealis dan memasok darah ke

kutub bawah kelenjar thyroid.

7

Arteri thyroidea ima biasanya dipercabangkan oleh truncus brachiocephalicus atau

langsung dipercabangkan dari arcus aortae.

Tiga pasang vena thyroidea menyalurkan darah dari pleksus vena pada permukaan

anterior kelenjar thyroid dan trachea. Vena thyroidea superior menyalurkan darah dari kutub

atas, vena thyroidea media menyalurkan darah dari bagian tengah kedua lobus dan vena

thyroidea inferior menyalurkan darah dari kutub bawah. Vena thyroidea superior dan vena

thyroidea media bermuara ke dalam vena jugularis interna, dan vena thyroidea inferior bermuara

ke dalam vena brachiocephalica.

2.2.3.Innervasi Kelenjar Thyroid

Persarafan simpatis diperoleh dari ganglion cervicalis superior dan ganglion cervicalis

media yang mencapai kelenjar thyroid dengan mengikuti arteri thyroidea superior dan arteri

thyroidea inferior atau mengikuti perjalanan nervus laryngeus superior ramus eksternus dan

nervus laryngeus recurrens. Serat-serat saraf simpatis mempunyai efek perangsangan pada

aktifitas sekresi kelenjar thyroid.3, 8.

Nervus laryngeus superior mengandung komponen motoris untuk m. cricothyroidea, dan

komponen sensoris untuk dinding larynx di sebelah cranial plica vocalis. Nervus laryngeus

recurrens mengandung komponen motoris untuk semua otot intrinsik laryngeus dan komponen

sensoris untuk dinding larynx di sebelah caudal dari plica vocalis.

8

Nervus laryngeus superior mempercabangkan ramus internus dan ramus eksternus.

Ramus internus berjalan menembus membrana thyrohyoidea, dinding anterior fossa piriformis

dan mencapai otot-otot lateral serta membawa komponen sensoris untuk dinding larynx di

cranial plica vocalis dan aditus laryngeus. Sedangkan ramus eksternus mempersarafi m.

cricothyroidea. Kerusakan pada nervus laryngeus superior menyebabkan perubahan suara yang

khas dan hilangnya sensasi dalam larynx di cranial plica vocalis.8

Nervus laryngeus recurrens yang terletak dalam sulkus tracheoesophagus memasuki

pharynx dengan melewati bagian profunda tepi inferior m. constrictor pharyngeus inferior dan

berada pada bagian dorsal articulatio cricothyroidea. Kerusakan pada nervus recurrens

menyebabkan paralisis plica vocalis.

2.2.4. Aliran Limfe Kelenjar Thyroid

Pembuluh limfe kelenjar thyroid melintas di dalam jaringan ikat antar lobulus dan

berhubungan dengan anyaman pembuluh limfe kapsular. Dari sini pembuluh limfe menuju ke

lymphonodus cervicalis anterior profunda prelaryngealis, lymphonodus cervicalis anterior

profunda pretrachealis dan lymphonodus cervicalis anterior profunda paratrachealis.

Di sebelah lateral, pembuluh limfe mengikuti vena thyroidea superior dan melintas ke

lymphonodus cervicalis profunda.

2.2.5. Struktur Histologis Kelenjar Thyroid

Kelenjar thyroid hampir seluruhnya terdiri atas kista-kista bulat yang disebut folikel.

Folikel adalah unit struktural dan unit fungsional, terdiri atas epitel selapis kubis yang

mengelilingi suatu ruangan yang berisi koloid. Folikel-folikel bervariasi ukurannya dari diameter

sekitar 50 μm sampai 1 mm dan yang terbesar tampak secara makroskopis. Folikel

dikelilingi oleh membrana basalis yang tipis dan jaringan ikat interstisial membentuk jala-jala

retikulin sekeliling membrana basalis.

Sel-sel folikular biasanya berbentuk kubis, tetapi tingginya berbeda-beda, tergantung

pada keadaan fungsional kelenjar itu. Jika thyroid secara relatif tidak aktif, sel-selnya hampir

9

gepeng. Sedangkan dalam keadaan kelenjar sangat aktif, sel-sel akan berbentuk kolumnar.

Namun keadaan fungsional kelenjar tidaklah harus secara ekslusif berdasarkan pada tingginya

epitel.

Sel-sel folikular semuanya membatasi lumen dan mempunyai inti bulat dengan warna

agak pucat. Di ruang interfolikular, terdapat fibroblast yang tersebar dan serat-serat kolagen yang

tipis. Selain itu, terdapat sejumlah besar kapilar tipe fenestrata yang sering berhubungan

langsung dengan lamina basalis folikel.

Ultrastruktur sel-sel folikular memperlihatkan semua ciri-ciri sel yang pada saat yang

sama membuat, mengekskresikan, menyerap dan mencerna protein. Bagian basal sel-sel ini

penuh dengan retikulum endoplasma kasar. Inti umumnya bulat dan terletak di pusat sel.

Kompleks Golgi terdapat pada kutub apikal. Di daerah ini terdapat banyak lisosom dan beberapa

fagosom besar. Membran sel kutub apikal memiliki mikrovili. Mitokondria, retikulum

endoplasma kasar dan ribosom tersebar di seluruh sitoplasma. Sel-sel C terletak di antara

membrana basalis dan sel-sel folikular. Berbentuk lonjong, lebih besar dan lebih pucat daripada

sel folikular dan juga berisi inti lebih besar dan lebih pucat.

Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang menyatu di bagian tengah

oleh bagian sempit kelenjar, sehingga kelenjar ini tampak seperti dasi kupu-kupu. Kelenjar ini

bahkan terletak pada posisi yang tepat untuk pemasangan dasi kupu-kupu yaitu berada di atas

trakea, tepat di bawah laring. Sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi gelembung-

gelembung berongga, yang masing-masing membentuk unit fungsional yang disebut folikel.

Dengan demikian sel-sel sekretorik ini sering disebut sebagai sel folikel. Pada potongan

mikroskopik, folikel tampak sebagai cincin-cincin sel folikel yang memenuhi lumen bagian

dalam yang dipenuhi koloid, suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstrasel

“pedalaman” untuk hormon-hormon tiroid.

Konstituen utama koloid adalah molekul besar dan kompleks yang dikenal sebagai

tiroglobulin, yang didalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam berbagai tahapan

pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang mengandung iodium yang

berasal dari asam amino tirosin:

10

- tetraiodotironin (T4 atau tiroksin)

- triiodotironin (T3)

awalan tetra dan tri serta angka 4 dan 3 di bawahnya menandakan jumlah atom iodium yang

terdapat dalam setiap molekul hormon. Kedua hormon ini, yang secara kolektif disebut sebagai

hormoe tiroid, merupakan regulator penting bagi laju metabolisme basal keseluruhan.

Di ruang interstisium di antara folikel-folikel terdapat sel sekretorik jenis lain, yaitu sel C

(disebut demikian karena mengeluarkan hormon peptida kalsitonin) yang berperan dalam

metabolisme kalsium. Kalsitonin sama sekali tidak berkaitan dengan kedua hormon tiroid utama

di atas.

2.3. Fisiologi kelenjar Tyroid

2.3.1. Sintesis Hormon Tyroid

Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang keduanya harus

diserap darah oleh sel-sel folikel. Tirosin, suatu asam amino, disintesis dalam jumlah memadai

oleh tubuh, sehingga bukan merupakan kebutuhan esensial dalam makanan. Di pihak lain,

iodium yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari makanan.

Pembentukan, penyimpanan, dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut:

1. Semua langkah sintesis hormone tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam

koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks Golgi/reticulum endolasma di

sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar

ini diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari

sel folikel ke dalam koloid melalui eksositosis.

2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui

suatu “pompa iodium” yang sangat aktif atau :iodine trapping mechanism –protein

pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang terletak di membran luar sel

folikel. Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien konsentrasinya ke

kelenjar tiroid untuk mensintesis hormon tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid,

iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh.

3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam molekul

tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT).

Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT).

11

4. Terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium untuk

membentuk hormone tiroid. Penggabungan dua DIT (masing-masing mengandung dua

atom iodium) menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid

dengan empat iodium. Penggabungan satu MIT (dengan satu iodium) dan satu DIT

menghasilkan triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium). Penggabungan tidak terljadi

antara dua molekul MIT.

Karena reaksi-reaksi ini berlangsung dalam molekul tiroglobulin, semua produk tetap

melekat ke protein besar tersebut. Hormon-hormon tiroid tetap disimpan dalam bentuk ini di

koloid sampai mereka dipecah dan disekresikan. Diperkirakan bahwa jumlah hormone tiroid

yang secara normal disimpan di koloid cukup untuk memasuk kebutuhan tubuh untuk beberapa

bulan.

Pengeluaran hormone-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan proses yang

agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan, T3 dan T4 tetap terikat ke molekul

tiroglobulin. Kedua, hormon-hormon itu disimpan di tempat ekstrasel pedalaman, lumen folikel;

sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang berjalan di ruang interstisium, mereka harus

diangkut menembus sel folikel. Sekresi hormon tiroid pada dasarnya melibatkan “penggigitan”

sepotong koloid oleh sel folikel, sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagian-

bagiannya, dan “peludahan” T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang

sesuai untuk mengeluarkan hormon tiroid , sel-sel folikel memasukkan sebagian dari kompleks

hormone-tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid.

Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang

enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormone tiroid yang aktif secara biologis, T4 dan T3,

serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT. Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik,

dengan mudah melewati membran luar sel folikel dan masuk ke dalam darah. MIT dan DIT tidak

memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang dengan cepat

mengeluarkan iodium dari MIT dan DIT, sehingga iodium yang dibebaskan dapat didaur ulang

untuk sintesis lebih banyak hormon. Enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium

hanya dari MIT dan DIT yang tidak berguna, bukan dari T4 dan T3.

12

Sekitar 90% produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar tiroid adalah dalam bentuk

T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten dibandingkan T4.

Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3 atau diaktifkan

melalui proses pengeluaran satu iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal

dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran iodium di jaringan perifer. Dengan demikian,

T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel, walaupun tiroid

mengeluarkan lebih banyak T4.

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik dengan cepat

berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap

berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa

hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan

mampu menimbulkan suatu efek.

terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid: globulin

pengikat tiroksin (thyroxine binding globulin) yang secara selektif mengikat hormon tiroid –55%

dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi –walaupun namanya hanya menyebutkan secara khusus

“tiroksin” (T4); albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk

10% dari T4 dan 35% dari T3; dan thyroxine-binding prealbumin yang mengikat 35% T4.

2.3.2. Sekresi Hormon Thyroid

Sel-sel thyroid mengambil koloid melalui proses endositosis. Di dalam sel, globulus koloid

menyatu dengan lisosom. Ikatan peptida antara residu beriodium dengan tiroglobulin terputus

oleh protease di dalam lisosom, dan T4, T3, DIT serta MIT dibebaskan ke dalam sitoplasma. T4

dan T3 bebas kemudian melewati membran sel dan dilepaskan ke dalam sirkulasi.

MIT dan DIT tidak disekresikan ke dalam darah karena iodiumnya sudah dibebasakan

sebagai akibat dari kerja intraselular iodotirosin dehalogenase. Hasil dari reaksi enzimatik ini

adalah iodium dan tirosin. Iodium digunakan kembali oleh kelenjar dan secara normal

menyediakan iodium dua kali lipat dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh pompa iodium.

13

2.3.3.Transport dan Metabolisme Hormon Thyroid

Hormon thyroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma, yaitu:

globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin, TBG), prealbumin pengikat tiroksin

(thyroxine-binding prealbumin, TBPA) dan albumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding

albumin, TBA). Kebanyakan hormon dalam sirkulasi terikat pada protein-protein tersebut dan

hanya sebagian kecil saja (kurang dari 0,05 %) berada dalam bentuk bebas.

Hormon yang terikat dan yang bebas berada dalam keseimbangan yang reversibel.

Hormon yang bebas merupakan fraksi yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang lebih

banyak dan terikat pada protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran.

Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG merupakan protein pengikat yang paling

spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini

dibandingkan dengan triiodotironin. Akibatnya triiodotironin lebih mudah berpindah ke jaringan

sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktifitas metabolik triiodotironin lebih

besar.

Perubahan konsentrasi TBG dapat menyebabkan perubahan kadar tiroksin total dalam

sirkulasi. Peningkatan TBG, seperti pada kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi, hepatitis, sirosis

primer kandung empedu dan karsinoma hepatoselular dapat mengakibatkan peningkatan kadar

tiroksin yang terikat pada protein. Sebaliknya, penurunan TBG, misalnya pada sindrom nefrotik,

pemberian glukokortikoid dosis tinggi, androgen dan steroid anabolik dapat menyebabkan

penurunan kadar tiroksin yang terikat pada protein.

Hormon-hormon thyroid diubah secara kimia sebelum diekskresi. Perubahan yang

penting adalah deiodinasi yang bertanggung jawab atas ekskresi 70 % hormon yang disekresi. 30

% lainnya hilang dalam feses melalui ekskresi empedu sebagai glukuronida atau persenyawaan

sulfat. Akibat deiodinasi, 80 % T4 dapat diubah menjadi 3,5,3’-triiodotironin, sedangkan 20 %

sisanya diubah menjadi reverse 3,3’,5’-triiodotironin (rT3) yang merupakan hormon metabolik

yang tidak aktif.

14

2.3.4.Mekanisme Kerja Hormon Thyroid

Mekanisme kerja hormon thyroid ada yang bersifat genomik melalui pengaturan ekspresi

gen, dan non genomik melalui efek langsung pada sitosol sel, membran dan mitokondria.

Mekanisme kerja yang bersifat genomik dapat dijelaskan sebagai berikut, hormon thyroid yang

tidak terikat melewati membran sel, kemudian masuk ke dalam inti sel dan berikatan dengan

reseptor thyroid (TR). T3 dan T4 masing-masing berikatan dengan reseptor tersebut, tetapi

ikatannya tidak sama erat. T3 terikat lebih erat daripada T4.

Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA melalui jari-jari “zinc” dan

meningkatkan atau pada beberapa keadaan menurunkan ekspresi berbagai gen yang mengkode

enzim yang mengatur fungsi sel. Ada dua gen TR manusia, yaitu gen reseptor α pada kromosom

17 dan gen reseptor β pada kromosom 3. Dengan ikatan alternatif, setiap gen membentuk paling

tidak dua mRNA yang berbeda, sehingga akan terbentuk dua protein reseptor yang berbeda.

TRβ2 hanya ditemukan di otak, sedangkan TRα1, TRα2 dan TRβ1 tersebar secara luas. TRα2

berbeda dari ketiga reseptor yang lain, yaitu tidak mengikat T3 dan fungsinya belum diketahui.

Reseptor thyroid (TR) berikatan dengan DNA sebagai monomer, homodimer dan heterodimer

bersama dengan reseptor inti yang lain. Dalam hampir semua kerjanya, T3 bekerja lebih cepat

dan 3-5 kali lebih kuat daripada T4. Hal ini disebabkan karena ikatan T3 dengan protein plasma

kurang erat, tetapi terikat lebih erat pada reseptor hormon thyroid.

2.3.5. Efek Metabolik Hormon Tiroid

Hormon tiroid dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh termasuk proses metabolisme. Efek

metaboliknya antara lain:

- Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan temperature

suboptimal) dan kalorigenik.

- Metabolisme protein . Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolic, tetapi dalam

dosis besa bersifat katabolik.

- Metabolisme karbohidrat bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal meningkat,

cadangan glikogen hati menipis , demikian pula glikogen otot menipis dan degradasi

insulin meningkat.

15

- Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid.

Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia, kulit kekuningan.

- Lain-lain: gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus

gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare; gangguan faal

hati; anemia defisiensi Fe dan hipertiroidisme.

2.3.6. Efek Fisiologik Hormon Tiroid

Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari. Efek genomnya menghasilkan

panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi otak dan susunan saraf yang

melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor beta adrenergik yang bertambah. Tetapi

ada juga efek yang nongenomik misalnya meningkatnya transport asam amino dan glukosa,

menurunnya enzim tipe 2 5’ –deyodinasi di hipofisis.

- Pertumbuhan fetus. Sebelum minggu 11 tiroid fetus belum bekerja, juga TSHnya. Dalam

keadaan ini karena DIII tinggi di plasenta hormon tiroid bebas yang masuk fetus amat

sedikit, karena diinaktivasi di plasenta. Meski amat sedikit krusial, tidak adanya hormon

yang cukup menyebabkan lahirnya bayi kretin (retardasi mental dan cebol)

- Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas. Kedua peristiwa di

atas dirangsang oleh T3, lewat Na+K+ATPase di semua jaringan kecuali otak, testis dan

limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid meurunkan kadar superoksida

dismutase hingga radikal bebas anion superoksida meningkat.

- Efek kardiovaskular. T3 menstimulasi a) transkrpsi myosin hc-β dan menghambat myosin

ke hc-β, akibatnya kontraksi otot miokard menguat. b) transkripsi Ca++ATPase di

retikulum sarkoplasma meningkatkan tonus diastolic. c) mengubah konsentrasi protein G,

reseptor adrenergik, sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya yonotropik positif. Secara

klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardia.

- Efek simpatik. Karena bertambahnya reseptor adrenergik-beta miokard, otot skelet,

lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunnya reseptor adrenergik alfa

miokard, maka sensitivitas terhadap katekolamin amat tinggi pada hipertiroidisme dan

sebaliknya pada hipotiroidisme.

16

- Efek hematopoetik. Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidisme menyebabkan

eritropoesis dan produksi eritropoetin meningkat. Volume darah tetap namun red cell

turnover meningkat.

- Efek gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat. Kadang ada diare.

Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung melambat. Hal ini dapat

menyebabkan bertambah kurusnya seseorang.

- Efek pada skelet. Turnover tulang meningkat resorpsi tulang lebih terpengaruh daripada

pembentukannya. Hipertiroidisme dapat menyebabkan osteopenia. Dalam keadaan berat

mampu menghasilkan hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan penanda hidroksiprolin dan cross

link piridium

- Efek neuromuskular. Turnover yang meningkat juga menyebabkan miopati disamping

hilangnya otot. Dapat terjadi kreatinuria spontan. Kontraksi serta relaksasi otot meningkat

(hiperrefleksia)

- Efek endokrin. Sekali lagi, hormon tiroid meningkatkan metabolik turnover banyak

hormon serta bahan farmakologik. Contoh: waktu paruh kortisol adalah 100 menit pada

orang normal tetapi menurun jadi 50 menit pada hipertiroidisme dan 150 menit pada

hipotiroidisme. Untuk ini perlu diingat bahwa hipertiroidisme dapat menutupi (masking)

atau memudahkan unmasking kelenjar adrenal.

2.3.7. Pengaturan Faal Kelenjar Tiroid

1. Autoregulasi

Seperti disebutkan diatas, hal ini lewat terbentuknya yodolipid pada penberian yodium

banyak dan akut, dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff. Efek ini bersifat selflimitting.

Dalam beberapa keadaan mekanisme escape ini dapat gagal dan terjadilah

hipotiroidisme.

2. TSH

TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Banyak homologi dengan LH dan FSH.

Ketiganya terdiri dari subunit α dan β dan ketiganya mempunyai subunit α yang sama,

namun berbeda subunit β. Efek pada tiroid akan terjadi dengan ikatan TSH dengan

reseptor TSH (TSHr) di membrane folikel. Sinyal selanjutnya terjadi lewat protein G

17

(GsA). Dari sinilah terjadi perangsangan protein kinase Aoleh cAMP untuk ekspresi gen

yang penting untuk fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg, pertmbuhan sel tiroid dan

TPO, serta faktor transkripsi TTF1, TTF2 dan PAX8. Efek klinisnya terlihat sebagai

perubahan morfologi sel, naiknya produksi hormone, folikel dan vaskularisasinya

bertambah oleh pembentukan gondok, dan peningkatan metabolisme.

3. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)

Hormon ini satu tripeptida, dapat disintesis neuron yang korpusnya berada di nucleus

paraventrikularis hipotalamus (PVN). TRH ini melewati median eminence, tempat ia

disimpan dan dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.

Akibatnya TSH meningkat. Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya growth hormone

dan ACTH, terapi TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang FSH dan LH. Apabila

TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid mengalami hiperplasi dan hiperfungsi.

Sekresi hormone hipotalamus dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme umpan

balik), TSH, dopamine, hormone korteks adrenal dan somatostatin, serta stress dan sakit

berat (non thyroidal illness)

Kompensasi penyesuaian terhadap proses umpan balik ini banak member informasi

klinis. Sebagai contoh, naiknya TSH serum serig menggambarkan produksi hormone

tiroid oleh kelenjar tiroid yang kurang memadai. Sebaliknya respon yang rata (blunted

response) TSH terhadap stimulasi TRH eksogen menggambarkan supresi kronik di

tingkat TSH karena kebanyakan hormon, dan sering merupakan tanda dini bagi

hipertiroidisme ringan atau subklinis.

2.4.Kelainan kelenjar thyroid

Di luar kelainan bawaan, kelainan kelenjar tiroid dapat digolongkan menjadi dua

kelompok besar, yaitu penyakit yang menyebabkan perubahan fungsi, seperti hipertiroidisme dan

penyakit yang menyebabkan perubahan jaringan dan bentuk kelenjar, seperti struma noduler.

Fungsi tiroid dapat berkurang, normal atau bertambah. Pengurangan fungsi atau hipotiroidisme

dapat disebabkan oleh penyakit hipotalamus, kerusakan kelenjar hipofisis, defisiensi yodium,

obat antitiroid, dan tiroiditis. Juga terdapat keadaan yang dikenal dengan hipotiroidisme

iatrogenik, yang terjadi sesudah tiroidektomi atau setelah terapi dengan yodium radioaktif.

Hipertiroid dapat terjadi pada struma toksik difus (penyakit Graves), struma nodosa toksik,

18

pengobatan berlebihan dengan tiroksin, tiroiditis, struma ovarium rang), dan metastasis luas

karsinoma tiroid terdeferensiasi.

Gangguan autoimun dengan atau tanpa reaksi radang dapat menyebabkan struma

Graves yang bergejala hipertiroid dan struma Hashimoto yang akhirnya mengakibatkan

hipotiroid. Contoh kelainan hiperplasia ialah struma koloid dan struma endemik. Keganasan

terutama disebabkan oleh adeniokarsinoma. Tumor ganas kelenjar tiroid dapat dibagi sesuai

tingkat keganasannya.

Kelainan Fungsi Tiroid

Disfungsi Tiroid Penyebab Konsentrasi Plasma Hormon

yang Bersangkutan

Gondok?

Hipotiroidisme Kegagalan primer kelenjar

tiroid

T3 dan T4, TSH Ya

Sekunder akibat

kegagalan hipotalamus

atau hipofisis anterior

T3 dan T4, TRH dan/atau

TSH

Tidak

Kekurangan iodium dalam

makanan

T3 dan T4, TSH Ya

Hipertiroidisme Adanya immunoglobulin

perangsang TSI (penyakit

Grave)

T3 dan T4, TSH Ya

Sekunder akibat kelebihan

sekresi hipotalamus atau

hipofisis anterior

T3 dan T4, TRH dan/atau

TSH

Ya

Hipersekresi tumor tiroid T3 dan T4, TSH Tidak

Menurut American society for Study of Goiter, struma terbagi menjadi Struma Non

Toxic Diffusa, Struma Non Toxic Nodusa, Struma Toxic Diffusa (grave disease), Struma Toxic

Nodusa (Plummer disease). Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari

segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa

dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

19

1. Struma non toxic nodusa = adenomatous goiter

Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.

Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau

ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa

besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau

trakea (sesak napas) Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di

dalam nodul Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme atau hipertiroidisme.

2. Struma Toxic Diffusa

Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave disease, yang merupakan penyakit

autoimun. Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s terjadi

akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas

tiroid itu sendiri. Penyakit Grave merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah suatu

penyakit otonium yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja

mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari

hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus,

oftamopati (eksoftalmus/mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati

Etiologi

Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai

hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari

keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya.

Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi

pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahunsampai40tahun.

Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui

dengan palpasi atau auskultasi :

- Bentuk kista : struma kistik: mengenai 1 lobus, bulat, batas tegas, permukaan licin,

sebesar kepalan, kadang multilobaris, fluktuasi (+)

- Bentuk Noduler : struma nodusa, batas jelas, konsistensi kenyal sampai keras, bila keras

curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea

20

- Bentuk diffusa : struma diffusa, batas tidak jelas, Konsistensi biasanya kenyal, lebih

kearah lembek

- Bentuk vaskuler : struma vaskulosa, tampak pembuluh darah, berdenyut, Auskultasi :

Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa, kelejar getah bening: para trakheal dan

jugular vein.

Dari faalnya struma dibedakan menjadi : Eutiroid, Hipotiroid, Hipertiroid.

Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi : Nontoksik : eutiroid/hipotiroid, Toksik:

Hipertiroid.

Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid:

- Sangat mencurigakan: riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare, cepat membesar

terutama dengan terapi dengan levotirosin, nodul padat atau keras, sukar digerakkan atau

melekat pada jaringan sekitar, paralisis pita suara, metastasis jauh(paru-

paru),limfadenopati servikal

- Kecurigaan sedang: umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun, pria, riwayat iradiasi

pada leher dan kepala,nodul >4cm atau sebagian kistik,keluhan penekanan termasuk

disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk.

- Nodul jinak :riwayat keluarga: nodul jinak,struma difusa atau multinodosa, besarnya

tetap

FNAB: jinak,kista simpleks,nodul hangat atau panas,mengecil dengan terapi supresi

levotiroksin.

- Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak – anak atau dewasa ( juga meningkatkan

insiden penyakit nodul tiroid jinak ).

Pada hipertiroidisme, apapun penyebabnya, terjadi peningkatan fungsi tubuh, tanda dan

gejala-gejalanya : keringat berlebihan, ketidaktoleranan panas, kulit hangat dan basah, rambut

rontok (alopecia), pergerakan-pergerakan usus besar yang meningkat, gemetaran /tremor,

kegelisahan, agitasi, denyut jantung yang cepat, kadang sesak setelah beraktivitas, kehilangan

berat badan namun nafsu makan meningkat, kelelahan, konsentrasi yang berkurang, sulit tidur,

hiperaktivitas, perubahan pada mata : bengkak di sekitar mata, bertambahnya pembentukan air

mata, iritasi dan peka terhadap cahaya, pandangan kabur, double. Gejala ini akan segera

21

menghilang setelah pelepasan hormon tiroid terkendali, kecuali pada penyakit Graves yang

menyebabkan gangguan mata khusus, Bruit(+).

Gejala dan tanda-tandanya Penyebab

berat badan menurun disertai

dengan nafsu makan

meningkat, takikardi,

kelemahan serta atrofi otot.

Manifestasi hipermetabolisme (basal metabolisme rate

meningkat) dan akibat aktivitas simpatis berlebihan

Jantung berdetak lebih cepat,

berdebar-debar

Metabolisme yang cepat membutuhkan lebih banyak oksigen

sehingga jantung memompa lebih banyak dan cepat

Banyak keluar keringat, kulit

lembab(hangat dan basah)

Hormon tiroid berfungsi untuk meningkatkan metabolisme.

Metabolisme yang cepat menghasilkan banyak panas

Lebih suka hawa dingin,

tidak tahan panas

Keringat yang banyak keluar

Tremor halus ( gemetar ) Pengaruh terhadap saraf simpatis

Lemas, cepat merasa lelah pembakaran kalori yang lebih cepat daripada kecepatan

normal, katabolisme protein berlebih

Eksophthalmus pembengkakan otot-otot ekstraokulus dan pada jaringan

retroorbital. Hal ini mendorong mata ke depan.

Pembengkakan disebabkan oleh infiltrasi limfositik pada

jaringan orbital disertai cairan edema dan mukopolisakarida.

oftalmopati dan infiltrasi

kulit lokal yang biasanya

terbatas pada tungkai bawah.

Manifestasi ekstratiroid

Gejala dan Tanda Penyakit Graves

Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan

ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat

hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.

22

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang

berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila

panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi,

diare dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi

kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50%

sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang,

lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi.

Gambaran klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter

difus dan eksoftalmus.

Perubahan pada mata (oftalmopati Graves) , menurut the American Thyroid Association

diklasifikasikan sebagai berikut (dikenal dengan singkatan NOSPECS) :

Kelas Uraian

0 Tidak ada gejala dan tanda

1 Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid retraction, stare, lid lag)

2 Perbahan jaringan lunak orbita

3 Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel exphtalmometer)

4 Keterlibatan otot-otot ekstraokular

5 Perubahan pada kornea (keratitis)

6 Kebutaan (kerusakan nervus opticus)

Tiroiditis de Quervain: kelainan ini ditemukan sebagai pembengkakan yang nyeri pada

leher bagian anterior, dan berlangsung selama1 atau 2 bulan dan kemudian menghilang spontan

tanpa gejala sisa. Kelenjar tiroid membesar secara simetris dan kadang-kadang terasa nyeri.

Kelenjar tiroid menjadi lunak Nyeri bisa berpindah dari satu sisi ke sisi lainnya, menyebar ke

rahang dan telinga dan terasa lebih nyeri jika penderita menggerakkan kepalanya atau jika

penderita menelan Kulit diatasnya sering tampak kemerahan dan terasa hangat

Tiroiditis Hashimoto: Tidak menimbulkan nyeri atau rasa penuh di leher. Jika diraba,

kelenjar terasa membesar, teksturnya seperti karet tetapi tidak lembut; kadang terasa berbenjol-

benjol. 20% penderita memililki kelenjar tiroid yang kurang aktif, sisanya memiliki kelenjar

yang berfungsi normal. Banyak penderita yang juga memiliki kelainan endokrin lainnya seperti

diabetes (kencing manis)

23

Supuratif akut : bacterial :Kelainan yang tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses.

Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri

bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan

tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan.

Index New castle dan index Wayne

INDEX WAYNE

Gjl Subjektif Angka Gjl objektif Ada Tidak

Dyspnoe

d’effort

+1 Tiroid teraba +3 -3

Palpitasi +2 Bruit di atas

systole

+2 -2

Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -

Suka panas -5 Lid retraction +2 -

Suka dingin +5 Lid lag +1 -

Keringat

banyak

+3 Hiperkinesis +4 -2

Nervous +2 Tangan panas +2 -2

Tangan basah +1 Nadi

Tangan panas -1 80x/mnt - -3

Nafsu makan ↑ +3 80-90x/mnt -

Nafsu makan↓ -3 >90x/mnt +3

BB↑ -3

BB↓ +3

Fibrilasi atrium +4

24

INDEX NEW CASTLE

KLINIS SKOR

Umur mulai timbul gejala 15-24 thn 0

25-34 thn 4 √

35-44 thn 8

45-54 thn 12

>55 thn 16

Psychological precipitant -5

Frequent checking -3

Severe antiopathy anxietas -5

Nafsu makan naik +5

Tiroid teraba +3

Bruit +18

Eksoftalamus +19

Lid retraction +9

Hiperkinesis +4

Tremor halus +4

Nadi > 90 +16

80-90 +8

<80 0

- Indeks New Castle Interprestasinya : -11-(+23) =eutiroid

24-39 =ragu-ragu

40-80 =hipertiroid

- Index Wayne Interprestasinya : <11 = eutiroid

11-18= normal

>19 = hipertiroid

25

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang diagnostik untuk mengevaluasi nodul tiroid dapat berupa

pemeriksaan laboratorium untuk penentuan status fungsi dengan memeriksa kadar TSHs dan

hormon tiroid,(T3 dan T4), pemeriksaan Ultrasonografi, sidik tiroid, CT scan atau MRI, serta

biopsi aspirasi jarum halus dan terapi supresi Tiroksin untuk diagnostik.

Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves

maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves.

Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada

eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas. Pemeriksaan

penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk menegakkan diagnosis penyakit

Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes supresi tiroksin

Pemeriksaan sidik tiroid. Pemeriksaan tersebut dapat memberikan gambaran morfologi

fugsional, berarti hasil pencitraan merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid. Bahan

radioaktif yang digunakan I-131 dan Tc-99m.Pada sidik tiroid 80-85% nodul tiroid memberikan

hasil dingin (cold), sedangkan 10-15% mempunyai risiko ganas. Nodul panas (hot) dijumpai

sekitar 5% dengan risiko ganas paling rendah, sedang nodul hangat (warm) 10-15% dari seluruh

nodul dengan risiko ganas kurang dari 10%.

Pemeriksaan CT scan dan MRI. Pemeriksaan CT scan (Computed Tomographic

scanning) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) tidak direkomendasikan untuk evaluasi

keganasan tiroid. Karena disamping tidak memberikan keterangan berarti untuk diagnosis, juga

sangat mahal. CT scan atau MRI baru diperlukan bila ingin mengetahui adanya perluasan struma

substernal atau terdapat kompresi/penekanan pada jalan nafas.

Pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum Halus. Pemeriksaan ini dianggap sebagai metode

yang efektif untuk membedakan nodul jinak atau ganas pada nodul tiroid yang soliter maupun

pada yang multinoduler.

Termografi: Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu

keganasan.

26

BAB III

KARSINOMA TIROID

3.1.Definisi

Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari sel) yang terjadi

pada kelenjar tiroid

Gambar 1. Nodul Pada glandula tiroid

3.2.Epidemiologi

Karsinoma tiroid agak jarang di dapat, yaitu sekitar 3-5 % dari semua tumor maligna.

Insiden karsinoma tiroid diperkirakan berkisar antara 36-60 kasus per satu juta populasi per

tahun. Di Amerika Serikat, insiden karsinoma tiroid adalah 4 per 100.000 populasi atau sekitar

0,004% per tahun. Insiden lebih tinggi di negara dengan struma endemik, terutama jenis tidak

berdiferensiasi. Karsinoma tiroid didapat pada semua usia dengan puncaknya pada usia muda (7-

20 tahun) dan usia setengah baya (40-60tahun). Karsionoma jarang ditemukan pada anak-anak

dan insiden meningkang sejalan dengan peningkatan usia. Rasio perbandingan insiden antara

wanita dan pria dilaporkan 2,5 : 1.

27

2.3.Etiologi

Radiasi merupakan merupakan salah satu faktor resiko yang bermakna. Kurang lebih

25% orang yang mengalami radiasi pada usia muda kemudian timbul struma nodosa dan kurang

lebih 25% dari struma ini akan menjadi adenokarsinoma tiroid. Bila radiasi tersebut terjadi pada

usia lebih dari 20 korelasinya kurang bermakna. Masa laten mungkin lama sekali, sampai

puluhan tahun seperti terlihat pada penduduk hiroshima dan penderita lain yang mengalami

radiasi pada lehernya dalam bentuk apappun.

Stimulasi TSH yang lama merupakan salah satu faktor etiologi karsinoma tiroid.

Pemberian diet tanpa garam Jodium pada binatang percobaan, pemberian zat radioaktif atau sub

total tiroidektomi berakibat stimulasi STH meninngkat dan dalam jangka waktu yang lama dapat

terjadi karsinoma tiroid (SOEKIMIN). Faktor lain yang dijuga dilaporkan berhubungan dengan

terdinya karsinoma tiroid adalah jenis kelamin dan kelainan benigna pada tiroid.

2.4.Faktor resiko

Faktor resiko adanya malignansi pada nodul tiroid :

1. Umur <20 tahun, dan > 50 tahun

2. Jenis kelamin laki-laki

3. Pemberian radioterapi sebelumnya pada daerah leher

4. Family MEN II (Multiple Endocrine Neoplasma tipe II)

2.5.Macam-macam neoplasma tiroid

1. Benigna

Penampilan sebagai nodul soliter dari tiroid dengan sisa jaringan palpable. Teoritis

ada adenoma papiler tetapi kebanyakan adenoma folikular. Sangat sukar dibedakan dengan

karsinoma. Oleh karena itu, tindakan selalu pembedahan karena berdasar morfologi sendiri

adenoma selalu tidak dapat dibedakan dengan karsinoma, diagnosis hanya dikonfirmasikan

histologi yang dapat menunjukkan invasi ke kapsula atau ke pembuluh darah.

28

2. Maligna

Rosai J. membedakan tumor tiroid atas adenoma folikular, karsinoma papillare,

karsinoma folikular, “hurtle cell tumors”, “clear cell tumors”, tumor sel skuamous, tumor

musinus, karsinoma medulare, dan karsinoma anaplastik.

Karsinoma tiroid sering hormone-dependent. Misalnya pada TSH dimana mengatur

sekresi normal dari tiroid. Hormone-dependent maksimal pada Ca papiller dan praktis nol

pada tipe anaplastik dan folikuler bervariasi responnya.

2.6.Klasifikasi karsinoma tiroid

1. Klasifikasi karsinoma tiroid menurut WHO :

a. Tumor epitel maligna

· Karsinoma folikulare

· Karsinoma papilare

· Campuran karsinoma folikulare – papilare

· Karsinoma anaplastik (undifferentiated)

· Karsinoma sel skuamosa

· Karsinoma tiroid medulare

b. Tumor non-epitel maligna

· Fibrosarkoma

· Lain-lain

c. Tumor maligna lainnya

· Sarcoma

· Limfoma maligna

· Hemangiotelioma maligna

· Teratoma maligna

d. Tumor sekunder dan unclassified tumor

2. Klasifikasi karsinoma tiroid berdasarkan histopatologi mayor, antara lain :

a. Karsinoma papiler

Karsinoma ini merupakan jenis karsinoma yang banyak diderita pada umur

muda. Sebanyak 1/3 penderita umumnya menunjukkan metastase intraglanduler

29

lymphatic (yang sebelumnya dianggap multisentrik). Metastasis yang paling sering

terutama ke limfonodi servikal, namun karsinoma ini relatif tidak terlalu ganas.

Secara histologis, terciri atas struktur papiler yang sangat bercabang dilapisi sel-

sel yang tersusun tidak teratur dengan inti yang umumnya jernih opaque. Benda-benda

psamoma (konkremen kapur dengan susunan berlapis konsentris) sering didapatkan. Di

samping daerah papiler, sering terdapat campuran dengan bagian folikuler.

b. Karsinoma folikuler

Karsinoma folikuler biasanya terjadi pada penderita yang lebih tua. Karsinoma

ini bersifat lebih ganas dibandingkan tipe papiler. Selain itu, karsinoma ini sering

merupakan komplikasi dari adenoma benigna soliter ataupun struma multinoduler.

Metastasis jauh sering ditemukan terutama secara hematogen ke dalam otot dan paru.

Secara histologi, sering menyerupai jaringan kelenjar tiroid normal. sel

berukuran medium dan teratur dalam berkas atau trabekula dengan daerah folikuler

yang teratur. Oleh karena secara mikroskopik terlihat sel teratur dalam bentuk aciner

(sel kolumner rendah atau kuboid), terkadang digambarkan seperti halnya karsinoma

alveolar. Bentuk khusus karsinoma folikular adalah karsinoma sel hurtle, terdiri dari sel-

sel eosinofil, granular halus yang mengandung banyak mitokondria.

c. Karsinoma anaplastik

Karsinoma jenis ini merupakan tumor yang tidak menunjukkan diferensiasi ke

arah folikuler ataupun papiler dan terdiri dari rangkaian sel-sel solid yang tidak

mempunyai aspek khas untuk karsinoma meduler. Biasanya diderita pada usia lanjut.

Penyebaran biasanya secara limfogen ataupun hematogen pada stadium awal.

Secara histologi, terdapat 2 tipe sel yaitu tipe small cell dan giant cell. Kedua

tipe menunjukkan gambaran pleomorphi tetapi tipe giant cell lebih ganas.

d. Karsinoma meduler

Karsinoma ini berasal dari sel parafolikuler C (derivat dari corpus

ultimobranchial) dan beberapa ragu-ragu bahwa ini berasal dari jaringan tiroid. Ada 2

tipe, yaitu familial dan sporadis. Tipe familial sering melibatkan dua lobus dan dapat

berasal multifocal sebagai sel parafolikular pada jaringan interstisial dari kelenjar tiroid.

Metastasis dengan limfonodi dalam persentase yang tinggi penderita dan

prognosis buruk. Tipe sporadis biasanya unilobar dan kurang malignant.

30

Histologi menunjukkan karakter undifferentiated terdiri dari berkas-berkas gel

bulat dan dapat menyerupai tumor karsinoid. Karakteristik adanya amiloid baik

mikroskopik maupun makroskopik. Tumor juga menyebabkan kelainan biokimia karena

kenaikan sekresi dari :

· Kalsitonin (hipokalsemia, osteoporosis, pembesaran paratiroid, dan sakit tulang)

· 5-hidroksitriptamine seperti pada karsinoid (dengan manifestasi diare)

· ACTH (nampak cushingoid)

e. Karsinoma epidermoid

Karsinoma ini merupakan kanker sekunder berasal dari luar, biasanya dari

perluasan sekunder kanker esofagus atau faring. Dalam klinik terkadang ditemukan

adenoma maligna (perubahan menjadi ganas dalam adenoma. Karsinoma yang terjadi

awalnya dapat berupa struma nodular soliter. Bisa berupa occult (tersembunyi) bila

yang primer tidak palpabel tetapi pasien biasanya menampilkan metastasis pada

limfonodi di dekatnya (thyroid aberrant lateral).

Klasifikasi TNM Karsinoma Tiroid

T – Tumor primer

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak didapatkan tumor primer

T1 Tumor ? 1 cm, terbatas di tiroid

T2 Tumor > 1cm tapi tidak lebih dari 4 cm, masih terbatas di tiroid

T3 Tumor > 4cm, terbatas di tiroid atau tumor ukuran berapapun dengan ekstensi

ekstra tiroid yang minimal (misal ke m. sternocleidomastoideus atau kelenjar

paratiroid

T4a Tumor telah berekstensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi daerah berikut :

jaringan subkutis, laring, trakea, esophagus, n. laryngeus reccurens

T4b Tumor menginvasi fascia prevertebralis, pembuluh mediastinal atau arteri karotis

T4a* Tumor ukuran berapapun yang masih terbatas pada tiroid

T4b* Tumor ukuran berapapun yang berekstensi keluar kapsul tiroid

*khusus pada karsinoma anaplastik

N – Kelenjar limfe regional

31

Nx Kelenjar limfe tidak dapat dinilai

N0 Tidak didapatkan metastase kelenjar limfe

N1 Terdapat metastase kelenjar limfe

N1a Metastase kelenjar limfe servikal ipsilateral

N1b Metastase kelenjar limfe bilateral, midline, atau cervical kontralateral atau

mediastinum

M – Metastase jauh

Mx Metastase tidak dapat dinilai

M0 Tidak ada metastase jauh

M1 Terdapat metastase jauh

Stadium Klinis Karsinoma Tiroid

1. Karsinoma tiroid papilare atau folikulare < 45 tahun

Stadium Tumor (T) Nodul (N) Metastasis jauh (M)

Stadium I Tiap T Tiap N M0

Stadium II Tiap T Tiap N M1

2. Karsinoma tiroid papilare dan folikulare umur ? 45 tahun dan medulare

Stadium Tumor

(T)

Nodul

(N)

Metastasis jauh

(M)

Stadium I T1 N0 M0

Stadium II T2 N0 M0

Stadium III T3

T1, T2, T3

N0

N1a

M0

M0

Stadium

IVA

T1, T2, T3

T4a

N1b

N0, N1

M0

M0

Stadium

IVB

T4b Tiap N M0

Stadium Tiap T Tiap N M1

32

IVC

3. Karsinoma anaplastik / undifferentiated (semua kasus pada stadium IV)

Stadium Tumor

(T)

Nodul

(N)

Metastasis jauh

(M)

Stadium

IVA

T4a Tiap N M0

Stadium

IVB

T4b Tiap N M0

Stadium

IVC

Tiap T Tiap N M1

2.7.Diagnosis

Prosedur diagnostik dari karsinoma tiroid adalah :

1. Anamnesis

a. Pengaruh usia dan jenis kelamin

Apabila nodul tiroid terjadi pada usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun dan jenis

kelamin laki-laki mempunyai resiko malignansi lebih tinggi

b. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala

Radiasi pada masa anak-anak dapat menyebabkan malignansi pada tiroid ± 33-37 %

c. Kecepatan tumbuh tumor

· Nodul jinak membesar dalam waktu yang tidak terlalu cepat

· Nodul ganas membesar dalam waktu yang cepat

· Nodul anaplastik membesar dengan sangat cepat

· Kista dapat membesar dengan cepat

d. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher

Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak, perubahan suara dan nyeri dapat terjadi

akibat desakan dan/atau infiltrasi tumor.

e. Riwayat penyakit serupa pada keluarga

33

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multipel dengan konsistensi

yang bervariasi dari kistik sampai dengan keras bergantung kepada jenis patologi

anatominya.

b. Perlu diketahui ada atau tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.

c. Perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria, tulang belakang, klavikula, sternum, dll,

serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu paru-paru, hati dan otak.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

· Human Thyroglobulin ; suatu tumor marker untuk keganasan tiroid ; jenis yang

berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.

· Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid

· Kadar kalsitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler.

b. Pemeriksaan radiologis

· Dilakukan pemeriksaan foto paru posterior anterior, untuk menilai ada tidaknya

metastasis, foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode “soft tissue

technique” dengan posisi leher hiper ekstensi, bila tumor besar. Untuk melihat ada

atau tidaknya mikrokalsifikasi.

· Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke

esophagus

· Pembuatan foro tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang

bersangkutan

c. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul posterior yang secara

klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul

yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tidakan biopsi.

d. Pemeriksaan sidik tiroid

Bila nodul menangkap lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut

nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warm

nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (Hot nodule).

34

Karsinoma tiroid sebagai besar adalah nodul dingin. Sekitar 10-17% struma

dengan nodul dingin ternyata adalah suatu keganasan. Bila akan dilakukan pemeriksaan

sidik tiroid, maka obat-obatan yang mengganggu penangkapan iodium oleh tiroid harus

dihentikan selama 2-4 minggu sebelumnya.

e. Pemeriksaan sitologi BAJAH.

Keberhasilan dan ketepatan hasil BAJAH tergantung atas 2 hal yaitu faktor

kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog

sehingga angka akurasinya sangat bervariasi. Ketepatan pemeriksaan ini pada

karsinoma tiroid anaplastik, medulare dan papilare hampir mendekati 100%, tetapi jenis

folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatosus

goiter, adenoma folikulare dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari

gambaran invasinya ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran

histopatologi.

f. Pemeriksaan histopatologi

· Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa, setelah dilakukan

tindakan lobektomi atau isthmolobektomi

· Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biosi insisi.

2.8.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan karsinoma thyroid tergantung pada jenis, penyebaran sel kanker,

ketersedian alat, dan ketersedian sumber daya manusia yang mengerjakanya. Pada penderita

karsinoma thyroid dilakukan tindakan pembedahan yang bisa dikuti dengan radioterapi

tergantung jenis histopatologis dan stadiumnya. Pemeriksaan klinis penting untuk menentukan

apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna.

Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau

inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan

pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan

radiasi eksterna atau kemoradioterapi.

35

Gambar 1. bagan penatalaksanaan neoplasma tiroid

Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi

dan pemeriksaan potong beku (VC). Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :

1. Lesi jinak maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi

2. Karsinoma papilare.

Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES. Bila

risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. Bila risiko tinggi

dilakukan tindakan tiroidektomi total.

3. Karsinoma Folikulare à dilakukan tindakan tiroidektomi total

4. Karsinoma Medulare à dilakukan tindakan tiroidektomi total

5. Karsinoma Anaplastik

36

Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total. Bila tidak memungkinkan,

cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau

khemoradioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB/BAJAH (Biospi

Aspirasi Jarum Halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :

1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”.

Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

2. Hasil FNAB benigna

Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian

dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila

nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar.sebaiknya.dilakukan tindakan

isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

37

Daftar Pustaka

1. Ganong, William. Kelenjar Thyroid, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi kedua puluh.

Jakarta, McGraw-Hill & EGC. 2003.

2. Guyton, Arthur C. Hormon Thyroid, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, edisi ketiga.

Jakarta, EGC. 1995.

3. Geneser, Finn. Kelenjar Thyroid, Buku Teks Histologi, jilid 2, edisi pertama. Jakarta,

Binarupa Aksara.1994.

4. Sadler, T. W. Glandula Thyroidea, Embriologi Kedokteran Langman, edisi ketujuh. Jakarta,

EGC. 2000.

5. Sabiston, David C. Glandula Thyroidea, Buku Ajar Ilmu Bedah, jilid 1. Jakarta, EGC. 1995.

6. Sloane, Ethel. Kelenjar Thyroid, Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, edisi pertama. Jakarta,

EGC.2004.

7. Guibson, John. Kelenjar Thyroid, Fisiologi & Anatomi untuk Perawat, edisi kedua. Jakarta,

EGC. 2003.

8. Moore, Keith L. and Anne M. R. Agur. Glandula Thyroidea, Anatomi Klinis Dasar. Jakarta,

Hipokrates. 2002.

9. Putz, R. and R. Pabst. Neck, Sobotta, Atlas of Human Anatomy, part 1, 12th edition. Los

Angeles, Williams & Wilkins. 1999.

10. Kierszenbaum, Abraham L. Endocrine System, Histology and Cell Biology, an Introduction

to Pathology, 1st edition. Philadelphia, Mosby, Inc. 2002.

11. Junqueira, L. Carlos, et al. Tiroid, Histologi Dasar, edisi kedelapan. Jakarta, EGC. 1998.

12. Price, Sylvia Anderson, et. al. Gangguan Kelenjar Thyroid, Patofisiologi, Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit, edisi keenam. Jakarta, EGC. 2006.

38

13. Syaifuddin. Kelenjar Thyroid. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia, edisi pertama.

Jakarta, Widya Medika. 2002.

14. Schwartz, Seymour I., et. al. Tiroid dan Paratiroid, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, edisi

keenam. Jakarta, EGC. 2000.

39