RefErat THT OMA Fin

33
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Otitis media akut (OMA) merupakan infeksi telinga bagian tengah akut yang paling sering terjadi pada anak- anak. OMA terutama disebabkan oleh bakteri, seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis. Virus yang menyerang respirasi juga berperan sebagai kopatogen 1 . Prevalensi puncak kasus OMA terjadi pada anak berusia 6-18 bulan 2 . OMA merupakan penyebab paling umum anak dibawa berobat dan diresepkan antibiotika di Amerika Serikat 2,3 . Selama tahun 1990, terdapat sekitar 25 juta kunjungan anak dengan OMA ke dokter, dengan 809 peresepan antibakterial per 1000 kunjungan, dengan total lebih dari 20 juta peresepan antibiotik terkait OMA 3 . Beban ekonomi dan kesehatan yang diakibatkan OMA berkisar 3 juta dolar pada tahun 1995 4 . Keputusan klinik untuk menggunakan atau tidak antibiotik pada anak dengan OMA pada saat diagnosis ditegakkan belumlah jelas. Berdasarkan guideline US yang 1

description

referat OMA

Transcript of RefErat THT OMA Fin

Page 1: RefErat THT OMA Fin

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Otitis media akut (OMA) merupakan infeksi telinga bagian tengah akut yang

paling sering terjadi pada anak-anak. OMA terutama disebabkan oleh bakteri, seperti

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis. Virus

yang menyerang respirasi juga berperan sebagai kopatogen1. Prevalensi puncak kasus

OMA terjadi pada anak berusia 6-18 bulan2.

OMA merupakan penyebab paling umum anak dibawa berobat dan diresepkan

antibiotika di Amerika Serikat2,3. Selama tahun 1990, terdapat sekitar 25 juta

kunjungan anak dengan OMA ke dokter, dengan 809 peresepan antibakterial per

1000 kunjungan, dengan total lebih dari 20 juta peresepan antibiotik terkait OMA3.

Beban ekonomi dan kesehatan yang diakibatkan OMA berkisar 3 juta dolar pada

tahun 1995 4.

Keputusan klinik untuk menggunakan atau tidak antibiotik pada anak dengan

OMA pada saat diagnosis ditegakkan belumlah jelas. Berdasarkan guideline US yang

relevan, faktor-faktor yang mempengaruhi pertimbangan keputusan klinik tersebut

meliputi usia, derajat kepastian diagnosis, dan derajat keparahan penyakit1. Bagi

klinisi, pemilihan jenis obat antibiotik yang tepat menjadi aspek kunci

penatalaksanaan3. Tujuan terapi pada OMA adalah memulihkan gejala dan

menurunkan kekambuhan. Kebanyakan anak dengan OMA (70-90%) mengalami

resolusi spontan dalam 7-14 hari; sehingga antibiotik pada awalnya tidak perlu

diresepkan secara rutin pada semua anak. Penundaan terapi antibiotik pada pasien

tertentu dapat menurunkan biaya terapi dan efek samping dan meminimalkan

resistensi kuman4.

1

Page 2: RefErat THT OMA Fin

B. TUJUAN PENULISAN

Untuk mengetahui manajemen pemberian antibiotika pada anak dengan otitis

media akut.

C. MANFAAT PENULISAN

Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis

maupun pembaca mengenai manajemen antibiotik pada anak dengan otitis media

akut.

2

Page 3: RefErat THT OMA Fin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BATASAN

Otitis media akut (OMA) didefinisikan sebagai suatu proses inflamasi akut

pada telinga bagian tengah yang berlangsung selama kurang dari atau sama dengan 3

minggu5.

B. EPIDEMIOLOGI

OMA dapat terjadi pada semua usia, namun 80-90% kasus terjadi pada anak

berusia kurang dari 4-5 tahun. Prevalensi puncak OMA terjadi pada anak berusia 6-18

bulan2. Mortalitas terkait OMA di era pengobatan modern saat ini jarang terjadi.

Perbedaan ras terjadi pada insidensi OMA, dimana ras Amerika asli dan Inuit

memiliki angka infeksi telinga akut dan kronik yang tinggi, sementara ras Afrika-

Amerika memiliki angka yang sedikit lebih rendah dalam komunitas yang sama.

Insidensi OMA sedikit lebih tinggi pada laki-laki dibanding pada perempuan5.

C. ETIOLOGI

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella

catarrhalis paling sering diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak dengan OMA.

S. pneumoniae resisten terhadap penisilin adalah penyebab paling umum OMA

rekuren dan persisten4.

3

Page 4: RefErat THT OMA Fin

Tabel 1. Organisme penyebab otitis media akut (Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill W. 2007)

Tabel 2. Faktor resiko otitis media akut (Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill W. 2007)

4

Page 5: RefErat THT OMA Fin

D. PATOFISIOLOGI

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan

faring. Secara fisiologis, terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke

dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi. OMA

terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu6. Pada kebanyakan kasus, alergi

atau infeksi traktus respirasi bagian atas menyebabkan kongesti dan pembengkakan

mukosa nasal, nasofaring, dan tuba Eustachius5. Perluasan radang atau infeksi dari

hidung atau nasofaring ke dalam kavum timpani dimungkinkan akibat adanya

hubungan langsung antara hidung dengan kavum timpani melalui tuba Eustachius

serta persamaan jenis mukosa antara kedua tempat tersebut7. Obstruksi pada ismus

tuba Eustachius (yaitu bagian tersempit tuba) menyebabkan akumulasi sekresi telinga

tengah; infeksi bakteri atau virus pada efusi menyebabkan supurasi dan menyebabkan

OMA4.

Pada bayi dan anak, semakin sering anak terkena infeksi saluran napas, makin

besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh

tuba Eustachius yang lebih lebar, lebih lurus, lebih pendek dan letaknya agak

horisontal6. Posisi tuba Eustachius ini mempermudah cairan yang diminum (susu)

masuk ke dalam kavum timpani. Hal ini terjadi jika bayi tersebut menyusui dengan

posisi berbaring atau jika bayi muntah. Keadaan ini digolongkan sebagai penyebab

rhinogen7.

Meskipun jarang, OMA dapat terjadi melalui robekan membran timpani yang

terjadi akibat fraktur basis kranii, trauma akibat ledakan, pukulan, atau membran

timpani tertusuk lidi. Selanjutnya, kuman dari meatus akustikus eksternus

(MAE) masuk ke dalam kavum timpani melalui robekan tersebut. Hal ini tergolong

sebagai penyebab eksogen. Penyakit ini juga dapat terjadi secara hematogen, yaitu

pada penyakit yang berat atau jika daya tahan tubuh penderita sangat buruk (misalnya

pada morbili, tuberkulosis paru, malnutrisi)7.

5

Page 6: RefErat THT OMA Fin

Progresi OMA dipengaruhi oleh disfungsi tuba auditiva karena edema, tumor,

adenoid, atau tekanan negatif intratimpani yang memudahkan penyebaran infeksi ke

talinga tengah. Pada anak, bentuk tuba Eustachius yang lebih pendek dan posisi yang

lebih horisontal, sistem imun yang belum matang, dan infeksi berulang berperan

dalam perkembangan OMA. OMA memiliki onset yang cepat dan berkaitan dengan

salah satu gejala seperti otalgia, demam, otore, iritabilitas (terutama pada bayi),

muntah, diare, anoreksia. Derajat keparahan penyakit tergantung dari gejalanya.

OMA yang berat dikarakteristikkan sebagai otalgia berat dan atau temperatur tubuh

39°C atau lebih2.

Virus penyebab infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) merupakan faktor

resiko perkembangan OMA, seperti respiratory syncytial virus, parainfluenza virus,

adenovirus, rhinovirus. Selain faktor infeksi, faktor pejamu yang berpengaruh pada

perkembangan OMA berupa sistem imun, predisposisi familier, abnormalitas

anatomi, faktor terkait alergi, dan faktor lingkungan (pemberian makan, paparan asap

rokok)2.

Stadium OMA

Dalam perjalanannya, OMA dibagi menjadi 5 stadium, yaitu: stadium oklusi tuba

Eustachius, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi, dan stadium

resolusi.

Stadium oklusi tuba Eustachius. Peradangan pada mukosa hidung dan nasofaring

akibat ISPA berlanjut ke mukosa tuba Eustachius dan mukosa kavum timpani.

Akibatnya, mukosa tuba Eustachius mengalami edema yang akan menyempitkan

lumen tuba Eustachius. Keadaan ini mengakibatkan fungsi tuba Eustachius (fungsi

drainase dan ventilasi) terganggu. Gangguan fungsi ini mengakibatkan berkurangnya

pemberian O2 ke dalam kavum timpani, padahal zat tersebut selalu dibutuhkan untuk

kehidupan mukosa kavum timpani. Akibatnya, tekanan udara di dalam kavum

6

Page 7: RefErat THT OMA Fin

timpani berkurang (hipotensi), menjadi kurang dari 1 atmosfer dan disebut vakum7.

Tanda adanya oklusi tuba Eustachius adalah adanya gambaran retraksi membran

timpani akibat terjadinya tekanan negatif di telinga tengah, akibat absorbsi udara.

Kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin

telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis

media serosa yang disebabkan virus atau alergi6.

Stadium Hiperemis (Stadium Presupurasi). Pada stadium ini, tampak pembuluh

darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak

hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat

serosa sehingga sulit dilihat6.

Stadium Supurasi. Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah, hancurnya sel

epitel superfisial, dan terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani

menyebabkan gambaran membran timpani menonjol (bulging) ke arah telinga luar6.

Perubahan yang terjadi pada mukosa kavum timpani akibat adanya vakum pada

stadium kataralis menyebabkan pertahanan mukosa lokal menurun. Kuman yang

berasal dari hidung dan nasofaring mampu mengadakan penetrasi ke dalam jaringan

mukosa kavum timpani. Pus dengan cepat terbentuk sehingga tekanan di dalam

kavum timpani berubah menjadi lebih tinggi (hipertensi)7. Apabila tekanan pus di

kavum timpani tidak berkurang, terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler,

serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan

submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih

lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak

dilakukan miringotomi, kemungkinan besar membran timpani akan ruptur6.

Stadium Perforata. Apabila tidak dilakukan miringotomi pada stadium ini, dapat

terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama (jika hanya diberi antibiotik saja)

yaitu mukopus yang tersisa dapat mengalami organisasi sehingga timbul jaringan ikat

di dalam kavum timpani yang dapat mengganggu sistem konduksi. Kemungkinan lain

7

Page 8: RefErat THT OMA Fin

adalah timbul perforasi spontan membran timpani akibat terkumpulnya mukopus

yang menyebabkan tekanan yang tinggi pada kavum timpani. Mukopus kemudian

mengalir ke meatus akustikus eksternus (MAE), tekanan di dalam kavum timpani

menurun7.

Stadium Resolusi (Penyembuhan). Pada stadium ini, terjadi proses penyembuhan.

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan akan

normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan

akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka

resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi otitis media

supuratif kronis (OMSK) bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-

menerus atau hilan gitmbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa

otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa adanya perforasi6.

Gambar 1. Otitis media akut (Donaldson JD, 2010)

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Stadium Oklusi Tuba

Gangguan pada telinga timbul terutama akibat adanya vakum dan hydrops ex

vacuo. Keluhan pada telinga yang dirasakan berupa telinga terasa penuh

seperti kemasukan air, pendengaran terganggu, kadang disertai otalgia, tinitus.

Penderita dapat mengalami ISPA sebelumnya yang ditandai dengan demam,

batuk, dan pilek7.

8

Page 9: RefErat THT OMA Fin

Pada pemeriksaan otoskopi, didapatkan gambaran membran timpani retraksi

(tertarik ke medial) yang ditandai dengan membran timpani tampak lebih

cekung, brevis lebih menonjol, manubrium malei lebih horisontal dan lebih

pendek, tidak tampak plika anterior, refleks cahaya hilang atau berubah7.

2. Stadium Hiperemis (presupurasi)

Pada pemeriksaan otoskopi, membran timpani tampak hiperemis dan edema6.

Kadang tampak adanya air fluid level (gambaran cairan yang berbatas jelas

dengan udara dalam kavum timpani) dan air bubles (gelembung udara

bercampur dengan cairan di dalam kavum timpani)7.

3. Stadium Supurasi

Tekanan dalam kavum timapni yang menjadi lebih tinggi akibat pus

memberikan gejala otalgia hebat. Penderita bayi atau anak menjadi rewel dan

gelisah. Pada umumnya, penderita juga mengalami demam tinggi, nadi

meningkat, dan pasien tampak sangat sakit6,7. Keluhan yang dialami pada

stadium kataralis masih dirasakan, bahkan kualitasnya meningkat. Demikian

juga ISPA yang diderita sebelumnya masih ada7.

Pada MAE tidak didapatkan sekret. Membran timpani tampak sangat

hiperemis, cembung ke lateral (bombans), terkadang tampak adanya pulsasi

(keluarnya nanah dari lubang perforasi sesuai dengan denyutan nadi)6.

4. Stadium Perforasi

Mukopus yang mengalir melalui perforasi ke MAE mengakibatkan tekanan

dalam kavum timpani menurun, sehingga gejala otalgia juga berkurang.

Penderita mengeluh adanya otore. Selain itu, dirasakan adanya kurang

pendengaran dan masih didapatkan keluhan infeksi saluran napas atas7.

5. Stadium Resolusi

Pada stadium ini, kebanyakan penderita masih merasakan gangguan

pendengaran. Keluhan yang dialami pada stadium sebelumnya sudah tidak

dirasakan lagi7.

9

Page 10: RefErat THT OMA Fin

Pada pemeriksaan otoskopi, didapatkan MAE yang bersih tanpa sekret,

membran timpani tidak lagi hiperemis dan warnanya kembali seperti mutiara.

Posisi membran timpani telah normal kembali. Lubang perforasi masih

tampak, biasanya pada pars tensa6.

F. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis OMA meliputi onset gejala yang akut, adanya efusi telinga

tengah, dan gejala dan tanda inflamasi telinga tengah, seperti yang tercantum pada

tabel 2. Gejala OMA non-spesifik (e.g., demam, sakit kepala, iritabilitas, batuk,

rinitis, lesu, anoreksia, muntah, diare, menarik-narik telinga) biasa terjadi pada bayi

dan anak. Otalgia jarang terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun, dan lebih

umum terjadi pada remaja dan dewasa. Namun, otalgia, gerakan menggosok atau

menarik-narik telinga, dan kecurigaan orang tua mengenai adanya OMA dapat

membantu menegakkan diagnosis4.

Tabel 3. Kriteria Diagnosis OMA (American Academy of Pediatrics and American Academy of Family Physicians, 2004)

10

Page 11: RefErat THT OMA Fin

Deteksi efusi telinga tengah dengan otoskop pneumatik merupakan kunci

untuk menegakkan diagnosis OMA. Membran timpani normal berbentuk konveks,

mobil, translusen, dan intak; warna membran timpani yang normal serta mobilitas

membran mengindikasikan bukan OMA. Membran yang mengalami bulging

meningkatkan kemungkinan otitis media, seperti halnya gangguan mobilitas

membran, dan membran yang kemerahan. Penggunaan otoskop pneumatik dengan

timpanometri meningkatkan ketepatan diagnosis. Timpanometer menyediakan

informasi kuantitatif mengenai fungsi struktural dan adanya efusi telinga tengah,

adanya membran yang mengalami retraksi atau bulging4.

G. PENATALAKSANAAN

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi

tuba Eustachius, pengobatan ditujukan untuk mengembalikan fungsi tuba Eustachius,

sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk itu diberikan tetes hidung

vasokonstriktor yang dapat mengatasi penyempitan tuba Eustachius akibat edema.

Obat yang digunakan adalah HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak

berusia <12 tahun atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia >

12 tahun dan dewasa. Obat-obatan lain diberikan dengan maksud untuk mengatasi

sumber infeksi, misalnya golongan aspirin untuk ISPA, antibiotik diberikan apabila

penyebab penyakit adalah bakteri bukan oleh virus atau alergi6,7.

Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotika, obat tetes hidung, dan

analgetika. Antibiotika yang dianjurkan adalah golongan penisilin atau ampisilin.

Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang

adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gejala sisa

berupa gangguan pendengaran, dan kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan

minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, diberikan eritromisin.

Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam

11

Page 12: RefErat THT OMA Fin

4 dosis. Amoksisilin diberikan 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Eritromisin

diberikan dengan dosis 40 mg/kgBB/hari 6.

Pada stadium supurasi, hipertensi dalam kavum timpani menyebabkan otalgia

hebat dan febris tinggi, sehingga perlu dilakukan drainase mukopus dari kavum

timpani. Dilakukan insisi membran timpani pada daerah postero-inferior7. Dengan

miringotomi, gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari6. Antibiotik

mutlak harus diberikan. Drainase juga tetap diusahakan melewati tuba Eustachius

dengan menggunakan obat tetes hidung serta obat lain untuk mengatasi ISPA7.

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret dalam jumlah banyak dan

kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan

adalah obat cuci telinga H2O2 3% yang diberikan selama 3-5 hari serta antibiotika

yang adekuat6. Obat tetes hidung dan obat-obat lain untuk ISPA tetap diberikan. Jika

membran timpani masih tampak bombans, masih perlu dilakukan parasentesis dengan

melebarkan lubang perforasi atau tetap dilakukan di daerah poster-inferior7.

Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal, tidak ada lagi

sekret, dan perforasi membran timpani (jika tidak lebar) akan menutup6. Pada stadium

ini penderita sudah tidak lagi memerlukan obat-obatan, karena kebanyakan ISPA

telah menyembuh. Penderita diberi saran agar menjaga kebersihan telinganya, telinga

tidak boleh kemasukan air ataupun dikorek-korek untuk menghindari kekambuhan7.

Masa penyembuhan OMA berkisar antara 10 hari sampai 2 minggu. Lubang

perforasi, jika tidak lebar, masih ada kemungkinan untuk tertutup oleh jaringan

sikatrik. Fungsi pendengaran, apabila tidak terjadi perlekatan tulang pendengaran

oleh jaringan ikat, akan normal kembali setelah 1-2 bulan7.

Bila tidak terjadi resolusi, biasanya akan tampak sekret mengalir di liang

telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan

karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan ini, antibiotika

12

Page 13: RefErat THT OMA Fin

dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila setelah 3 minggu sekret masih banyak,

kemungkinan telah terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret

dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media

supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu

setengah atau dua bulan, keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK)6.

Berdasarkan American Academy of Family Physicians (AAFP), dalam

manajemen OMA, tujuan terapi pada OMA adalah memulihkan gejala dan

menurunkan kekambuhan. Kebanyakan anak dengan OMA (70-90%) mengalami

resolusi spontan dalam 7-14 hari; sehingga antibiotik pada awalnya tidak perlu

diresepkan secara rutin pada semua anak. Penundaan terapi antibiotik pada pasien

tertentu dapat menurunkan biaya terapi dan efek samping dan meminimalkan

resistensi kuman4.

Terapi Simtomatik

Manajemen nyeri penting dalam dua hari pertama setelah diagnosis ditegakkan.

Analgesik yang dapat dipilih antara lain asetaminofen (15 mg/kgBB setiap 4-6 jam)

dan ibuprofen (10 mg/kgBB setiap 6 jam). Suspensi Antipyren/benzocaine otic

(Auralgan) dapat digunakan sebagai analgesia lokal4.

Antihistamin dapat mengatasi alergi nasal, namun antihistamin dapat

memperpanjang efusi telinga tengah. Sedangkan dekongestan oral dapat digunakan

untuk mengurangi kongesti nasal. Namun, antihistamin maupun dekongestan tidak

meningkatkan kesembuhan atau meminimalkan komplikasi OMA, sehingga tidak

direkomendasikan untuk penggunaan rutin. Antihistamin dan dekongestan sebaiknya

tidak diresepkan pada anak dengan OMA atau otitis media dengan efusi. Penggunaan

kortikosteroid tidak bermanfaat pada OMA4.

13

Page 14: RefErat THT OMA Fin

Antibiotik

Sebuah metaanalisis dari penelitian-penelitian uji random acak membuktikan bahwa

antibiotik paling bermanfaat jika diberikan pada anak berusia <2 tahun dengan OMA

bilateral dan pada anak dengan OMA dan otore. Antibiotik direkomendasikan untuk

semua anak berusia <6 bulan, usia 6 bulan sampai 24 bulan dengan diagnosis pasti,

dan pada anak dengan infeksi berat (yang didefinisikan sebagai otalgia sedang sampai

berat atau temperatur >39°C) 4.

Tindakan observasi tanpa pemberian antibiotik merupakan salah satu pilihan

pada anak tertentu dengan OMA. Antibiotik dapat ditunda pada anak sehat berusia 6

bulan sampai 2 tahun dengan otitis ringan dimana diagnosisnya belum dapat

dipastikan, dan pada anak berusia >2 tahun dengan gejala ringan atau diagnosis

belum pasti. Jika dokter memilih untuk menunda pemberian antibiotik, harus

diinformasikan pada pengasuh anak untuk mengobservasi anak, mengenali tanda

penyakit jika tambah berat, dan dapat dengan mudah mengakses pelayanan

kesehatan4.

Pilihan Antibiotik

Dosis tinggi amoksisilin (80-90 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis selama

10 hari) direkomendasikan sebagai terapi pilihan pertama pada hampir semua anak

dengan OMA. Pada anak yang berusia > 6 tahun dengan penyakit ringan sampai

sedang, pemberian antibiotik selama 5 sampai 7 hari sudah adekuat. Amoksisilin

merupakan obat yang efektif, aman, relatif tidak mahal, dan memiliki spektrum

mikrobiologi sempit. Terapi pilihan pertama amoksisilin tidak direkomendasikan

pada anak yang juga mengalami konjungtivitis purulenta, setelah terapi antibiotik

dalam bulan sebelumnya, pada anak yang menggunakan amoksisilin sebagai

kemoprofilaksis terhadap OMA berulang atau infeksi saluran kemih, dan pada anak

yang alergi penisilin4.

14

Page 15: RefErat THT OMA Fin

Sefalosporin dapat digunakan pada anak yang alergi terhadap penisilin jika

tidak terdapat riwayat urtikari atau reaksi anafilaksis terhadap penisilin. Jika terdapat

riwayat urtikari akibat penisilin atau reaksi anafilaksis, makrolide (e.g.,

azithromycin [Zithromax], clarithromycin [Biaxin]) or clindamycin [Cleocin]) dapat

digunakan. Dosis tunggal seftriakson parenteral (Rocephin, 50 mg per kg) dapat

bermanfaat pada anak dengan muntah. Dosis tunggal azithromycin cukup aman dan

efektif pada OMA tanpa komplikasi4.

OMA persisten

Jika tidak terdapat perbaikan klinis dalam 48-72 jam, pasien harus diperiksa ulang

untuk memastikan diagnosis, mengeksklusikan penyebab lain penyakit, dan memulai

terapi antibiotik - pada kasus yang hanya diberikan obat simtomatik saja. Pasien yang

sudah menerima terapi antibiotik sebaiknya terapi antibiotik diubah menjadi terapi

antibiotik lini kedua4.

Pilihan antibiotiknya meliputi dosis tinggi amoksisilin/clavunate

(Augmentin), cephalosporins, dan makrolide. Ceftriaxone parenteral diberikan selama

3 hari bermanfaat pada anak dengan emesis atau resisten terhadap

amoksisilin/clavunate. Pada anak yang tidak berspon terhadap antibiotik lini kedua,

clindamycin dan timpanosentesis menjadi pilihan yang tepat. Walaupun tidak terbukti

penggunaannya pada anak-anak, levofloxacin (Levaquin) efektif pada anak yang

mengalami OMA rekuren atau persisten4.

Timpanosentesis yang diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah

berguna pada anak yang sangat sakit, yang gagal dengan serangkaian antibiotik, atau

dengan defisiensi imun. Walaupun kultur nasofaring berkorelasi baik dengan kultur

cairan telinga tengah yang negatif, namun hal ini tidak direkomendasikan untuk

penggunaan rutin. Computed tomography (CT) bermanfaat jika dicurigai adanya

15

Page 16: RefErat THT OMA Fin

keterlibatan tulang. Magnetic resonance imaging lebih baik daripada CT dalam

mengevaluasi komplikasi potensial intrakranial4.

Pemeriksaan pendengaran dan bicara direkomendasikan pada anak dengan

dugaan gangguan pendengaran atau efusi persisten paling tidak 3 bulan, dan pada

anak dengan gangguan perkembangan4.

OMA berulang (rekuren)

Kebanyakan anak dengan OMA rekuren membaik dengan watchful waiting.

Walaupun antibiotik profilaksis dapat menurunkan kekambuhan, namun tidak

terdapat rekomendasi luas yang diterima untuk penggunaan antibiotik profilaksis baik

jenis antibiotik maupun lama pemberiannya. Meminimalkan faktor resiko dapat

menurunkan kekambuhan. Vaksin heptavalent pneumococcal (Prevnar) menurunkan

insidensi OMA tapi tidak menurunkan kekambuhan4.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi OMA meliputi5:

1. Intratemporal

Perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paralisis nervus fasialis,

labirinitis akut, petrositis, otitis nekrotik akut, atau berkembangnya otitis

media kronik.

2. Intrakranial

Meningitis, encephalitis, abses otak, otitis hydrocephalus, abses subaraknoid,

abses subdural, thrombosis sinus sigmoid.

3. Sistemik

16

Page 17: RefErat THT OMA Fin

Bakteremia, artritis septik, atau endokarditis bakterial

I. PROGNOSIS

Dengan terapi antibiotik, tanda sistemik berupa demam dan letargi menjadi

berkurang bersamaan dengan nyeri lokal dalam waktu 48 jam. Efusi telinga tengah

dan tuli konduksi dapat bertahan selama proses terapi, dengan 70% anak akan

mengalami efusi telinga tengah setelah 14 hari, 50% pada 1 bulan, 20% pada 2 bulan,

dan 10% setelah 3 bulan. Anak yang mengalami kurang dari 3 episode OMA,

memiliki kecenderungan untuk sembuh dengan satu seri antibiotik5.

17

Page 18: RefErat THT OMA Fin

Tabel 4. Obat-obatan yang digunakan pada otitis media akut (Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill W. 2007)

18

Page 19: RefErat THT OMA Fin

Gambar 2. Manajemen otitis media akut (Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill W. 2007)

19

Page 20: RefErat THT OMA Fin

BAB III

SIMPULAN

Otitis media akut (OMA) merupakan suatu proses inflamasi akut pada telinga

bagian tengah yang berlangsung selama kurang dari atau sama dengan 3 minggu,

yang disebabkan oleh bakteri (terutama Streptococcus pneumoniae, Haemophilus

influenza, dan Moraxella catarrhalis) dan virus. OMA dapat terjadi pada semua umur

dengan prevalensi puncak pada anak berusia 6-18 bulan. Insidensi pada laki-laki lebih

tinggi sedikit daripada perempuan.

Dalam perjalanan penyakitnya, OMA dibagi menjadi lima stadium, yaitu:

stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis (presupurasi), stadium supuratif,

stadium perforasi, dan stadium resolusi. Manifestasi klinis OMA tergantung pada

stadium OMA.

Kriteria diagnosis OMA meliputi onset gejala yang akut, adanya efusi telinga

tengah, dan adanya gejala dan tanda inflamasi telinga tengah. Gejala non-spesifik

OMA meliputi demam, sakit kepala, iritabilitas, batuk, rinitis, lesu, anoreksia,

muntah, diare, dan gerakan menarik-narik telinga.

OMA merupakan penyebab paling umum anak dibawa berobat dan diresepkan

antibiotika di Amerika Serikat. Pemilihan jenis obat antibiotik yang tepat menjadi

aspek kunci penatalaksanaan OMA. Kebanyakan anak dengan OMA (70-90%)

mengalami resolusi spontan dalam 7-14 hari; sehingga antibiotik pada awalnya tidak

perlu diresepkan secara rutin pada semua anak.

Pemberian antibiotik direkomendasikan pada semua anak berusia kurang dari

6 bulan, usia 6 bulan sampai 24 bulan dengan diagnosis pasti, dan pada anak dengan

infeksi berat. Dosis tinggi amoksisilin (80-90 mg/kgBB/hari) direkomendasikan

sebagai terapi pilihan pertama. Antibiotik makrolid, clindamycin, sefalosporin

20

Page 21: RefErat THT OMA Fin

merupakan alternatif pada anak yang sensitif terhadap penisilin dan pada anak dengan

infeksi resisten. Pasien yang tidak berespon terhadap terapi perlu diperiksa ulang.

Tindakan observasi tanpa pemberian antibiotik merupakan salah satu pilihan

pada anak tertentu dengan OMA, seperti pada kasus anak dengan gejala ringan.

Penundaan terapi antibiotik pada pasien tertentu dapat menurunkan biaya terapi dan

efek samping dan meminimalkan resistensi kuman.

Pasien dengan OMA yang gagal dengan terapi awal dalam 48-72 jam harus

diperiksa ulang untuk memastikan diagnosis. Jika diagnosis telah ditegakkan,

pemberian antibiotik dapat dimulai pada pasien yang awalnya belum diberikan

antibiotik, dan antibiotik yang berbeda sebaiknya diresepkan pada pasien yang

sebelumnya sudah mendapat antibiotik. Antihistamin dan dekongestan sebaiknya

tidak diresepkan secara rutin pada anak dengan OMA atau otitis media dengan efusi.

Komplikasi yang dapat terjadi pada OMA meliputi komplikasi intratemporal,

intrakranial, dan sistemik. Anak yang mengalami kurang dari 3 episode OMA,

memiliki kecenderungan untuk sembuh dengan satu seri antibiotik.

21

Page 22: RefErat THT OMA Fin

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Vouloumanou EK, Karageorgopoulos DE, Kazantzi MS, Kapaskelis AM, Falagas ME. 2009. Antibiotics versus Placebo or Watchful Waiting for Acute Otitis Media: A Meta-analysis of Randomized Controlled Trials. Journal of Antimicrobial Chemotherapy (2009) 64, 16-24. Diakses dari http://jac.oxfordjournals.org/content/64/1/16.full.pdf+html pada 31 Janari 2011

2. Pavlovcinova G, Jakubikova J, Hromadkova P, Mohammed E. 2006. Clinical Study Severe Acute Otitis Media in Children. Diakses dari http://www.bmj.sk/2008/10905-04.pdf pada 2 Februari 2011.

3. American Academy of Pediatrics and American Academy of Family Phisicians. 2004. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. Diakses dari http://aappolicy.aappublications.org/cgi/reprint/pediatrics;113/5/1451.pdf pada 2 Februari 2011.

4. Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill W. 2007. Diagnosis and Treatment Otitis Media. American Family Physicians. Diakses dari http://www.aafp.org/afp/2007/1201/p1650.html pada 2 Februari 2011.

5. Donaldson JD. 2010. Middle Ear, Acute Otitis Media, Medical Treatment. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview pada 2 Februari 2011.

6. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007:p.66-68

7. Herawati S, Rukmini S. Otitis Media Purulenta Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta. EGC, 2004:p. 25-29

22