REFERAT SKIZOFRENIA

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi pe (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kr atau "deteriorating" ) yang luas, serta sejumlahakibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan social budaya. Dalam kasus berat, tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kronisi sekalikali bisa menimbulkan serangan. !arang bisa terjadi pemulihan dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas y rusak. " Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak #ajar (in atau tumpul (bluntted ). $esadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, #alaupun kemunduran kognitif tertentu berkembang kemudian. Secara garis besar skizofrenia dapat digolongkan beberapa tipe yaitu skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi pasca skizofrenia, skizofrenia re skizofrenia simpleks. " Di %merika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secar bervariasi terentang dari " sampai ",& ' konsisten dengan angka tersebut, p Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Ins Mental Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar ", '. Denga hanya beberapa kemungkinan pengecualian, prevalensi di seluruh dunia skizofre sangat mirip diantara semua budaya. Skizofrenia paling sering dimulai pada ma 1

description

skizofrenia

Transcript of REFERAT SKIZOFRENIA

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSkizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan social budaya. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kronisitas, tetapi sekali-kali bisa menimbulkan serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak.1Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropiate) atau tumpul (bluntted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Secara garis besar skizofrenia dapat digolongkan kepada beberapa tipe yaitu skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi pasca skizofrenia, skizofrenia residual, dan skizofrenia simpleks.1----Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka tersebut, penelitian Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institue of Mental Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %. Dengan hanya beberapa kemungkinan pengecualian, prevalensi di seluruh dunia skizofrenia sangat mirip diantara semua budaya. Skizofrenia paling sering dimulai pada masa remaja akhir atau dewasa awal dan jarang terjadi sebelum masa remaja atau setelah 40 tahun.2Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang.2Gejala pada skizofrenia terdiri atas indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi, wajah dingin, wajah tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi : pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadangf menyimpang (tangensial) atau berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi : penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku : menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.1,2Penanganan pasien skizofrenia dibagi secara garis besar menjadi : Terapi somatik, terdiri dari obat anti psikotik Terapi psikososial Perawatan rumah sakit (Hospitalize)Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis. Farmakologis digunakan untuk mengobati ketidakseimbangan kimia, sedangkan nonfarmakologis berkaitan dengan masalah nonbiologikal. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen obat dan harus mendukung regimen tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial.8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiSkizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan social budaya.1,2

2.2 Pedoman diagnostik berdasarkan ICD-10 dan PPDGJ-III 1Berikut ini merupakan pedoman diagnostik untuk Skizofrenia :Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas).a. Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.b. Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar. Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.c. Halusinasi auditorik : suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara). jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh.d. Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain). Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas.e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.f. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.h. Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.i. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri secara sosial.

Pedoman Diagnostik1

1. Minimal satu gejala yang jelas (dua atau lebih, bila gejala kurang jelas) yang tercatat pada kelompok a sampai d diatas, atau paling sedikit dua gejala dari kelompok e sampai h, yang harus ada dengan jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan pada gejala tersebut tetapi lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau tidak) harus didiagnosis sebagai gangguan psikotik lir skizofrenia akut. 2. Secara retrospektif, mungkin terdapat fase prodromal dengan gejala-gejala dan perilaku kehilangan minat dalam bekerja, adalam aktivitas (pergaulan) sosial, penelantaran penampilan pribadi dan perawatan diri, bersama dengan kecemasan yang menyeluruh serta depresi dan preokupasi yang berderajat ringan, mendahului onset gejala-gejala psikotik selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Karena sulitnya menentukan onset, kriteria lamanya 1 bulan berlaku hanya untuk gejala-gejala khas tersebut di atas dan tidalk berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal. 3. Diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan bila terdapat secara luas gejala-gejala depresif atau manic kecuali bila memang jelas, bahwa gejala-gejala skizofrenia itu mendahului gangguan afektif tersebut. 4. Skizofrenia tidak dapat didiagnosis bila terdapat penyakit otak yang nyata, atau dalam keadaan intoksikasi atau putus zat. ----2.3 Penatalaksanaan Skizofrenia2.3.1 Terapi Somatik (Medikamentosa)----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).3,4,5,6a. Antipsikotik Generasi Pertama (Konvensional /Atipikal)3,4,5,6Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain : Haldol (haloperidol) Stelazine ( trifluoperazine) Mellaril (thioridazine) Thorazine ( chlorpromazine) Navane (thiothixene) Trilafon (perphenazine) Prolixin (fluphenazine)Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensionaltanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.

b. Generasi Kedua (Atypcal Antipsycotic)3,4,5,6Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :Risperdal (risperidone)Seroquel (quetiapine)Zyprexa (olanzopine)Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.Tabel 2.1. Daftar Obat Antipsikotika, Dosis dan SediaannyaObat AntipsikotikaDosis Anjuran (mg/hari)Bentuk Sediaan

Antipsikotika Generasi I (APG-I)

Klorpromazin 300-1000tablet (25 mg,100 mg)

Perfenazin 16-64tablet (4 mg)

Trifluoperazin 15-50tablet (1 mg, 5 mg)

Haloperidol 5-20tablet (0.5, 1 mg, 1.5 mg, 2 mg, 5 mg) injeksi short acting (5 mg/mL), tetes (2 mg/5 mL), long acting (50 mg/mL)

Fluphenazine decanoate 12.5-25long acting (25 mg/mL)

Anti Psikotik Generasi II (APG-II)

Aripriprazol 10-30tablet (5 mg, 10 mg, 15 mg), tetes (1 mg/mL), discmelt (10 mg, 15 mg), injeksi (9.75 mg/mL)

Klozapin 150-600tablet (25 mg, 100 mg)

Olanzapin 10-30tablet (5 mg, 10 mg), zydis (5 mg, 10 mg), injeksi (10 mg/mL)

Quetiapin 300-800tablet IR (25 mg, 100 mg, 200 mg, 300 mg), tablet XR (50 mg, 300 mg, 400 mg)

Risperidon 2-8tablet ( 1 mg, 2 mg, 3 mg), tetes ( 1 mg/mL), injeksi Long Acting (25 mg, 37.5 mg, 50 mg)

Paliperidon 3-9tablet (3 mg, 6 mg, 9 mg)

Zotepin 75-150tablet (25 mg, 50 mg)

Antipsikosis golongan pertama1. Klorpromazin Indikasi: Antipsikosis tipikal dengan mekanisme kerja dalam menghambat berbagai reseptor adrenergik, muskarinik, histamine H1 dan reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda. Efek samping: Sedasi, gejala ektrapiramidal (distonia akut, akatasia, parkinsonisme dan sindrom neuroleptik malignant), hiperprolaktinemia, hipotensi ortostatik dan gejala idiosinkrasi (ikterus, dermatitis, leukopenia).Interaksi obat: Chlorpromazine dapat menghambat metabolisme hati darin asam valproat yang dapat bersifat toksik.2. FluphenazineIndikasi: Antipsikosis atipikalEfek samping: Sedasi, hiperprolektinemia, efek samping ekstrapiramidal.Interaksi obat: Karbamazepine dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat meningkatkan metabolisme dari obat antipsikosis seperti haloperidol, clozapine, flupenasin.

3. HaloperidolIndikasi: Antipsokosis yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit mania depresif dan skizofrenia.Farmakokinetik: Cepat diserap disaluran pencernaan, cp max dalam waktu 2-6 jam, ekskresinya lewat ginjal lambat, kira kira 40% dikeluarkan selama 5 hari.Efek samping: Reaksi ekstrapiramidal, leucopenia, agranulosis.Kontraindikasi: Sebaiknya tidak diberikan kepada wanita hamil.Interaksi obat: Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat meningkatkan metabolisme dari obat antipsikosis seperti haloperidol, clozapine, flupenasin, olanzapin.

4. LoxapinIndikasi: Mengobati skizofrenia dan psikosis lainnya, disamping itu memiliki efek antiemetik, sedatif, antikolinergik dan anti adrenergik.Farmakokinetik: Diabsorbsi baik peroral, Cp max 1 jam (IM) dan 2 jam (oral), t1/2 3 jam.Efek samping: Insiden reaksi ekstrapiramidal.Kontraindikasi: Harus hati hati penggunaannya untuk pasien dengan riwayat kejang.

5. MolindonIndikasi: Antipsikosis, antiemetik, meningkatkan efek stimulasi dari dihidroksifenilanin dan 5-hidroksitriptopan tanpa inhibitor MAO.Farmakokinetik: Cepat diabsorbsi di GI 76% molidon yang terikat pada protein plasma, t1/2 nya 2 jam.Efek samping: Sedasi, hiperprolaktinemia, efek samping ekstrapiramidal, efek endokrin, pigmentasi kulit.Kontraindikasi: Kontraindikasi untuk pasien comatose, pasien yang mengalami depresi SSP dan mengalami hipersensivitas.Interaksi obat: Menghambat absorbsi bersama dengan fenitoin atau tetrasiklin.

6. Mesoridazine, pherpherazineIndikasi: Antipsikosis, skizofreniaEfek samping: Pruritus, fotosensosifitas, eosinofilia, trombositopenia, hiperprolaktinemia, konstipasi, dyspepsia, reaksi ektrapiramidal.Kontraindikasi: Kontraindikasi untuk pasien comatose, pasien yang mengalami depresi SSP, kerusakan otak subkortikal, kelainan sumsum tulang.Interaksi obat: Biasanya dikombinasi dengan depresan SSP seperti opiate, analgetik, barbiturate, dan sedative untuk menghindari efek sedasi yang tinggi atau depresi SSP.

Antipsikosis golongan kedua1. Klozapin Indikasi : mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif (iritabilitas) maupun yang negatif (personal neatness).Farmakokinetik: diabsorbsi secara cepat dan sempurna, Cp max nya 1,6 jam, t1/2, 11,8 jam.Efek samping : agranulositosis, hipertmia, takikardi, sedasi, pusing kepala, hipersalivasi.Kontraindikasi: penggunaan dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi psikosis yang lain.Interaksi Obat: kombinasi klozapin dan karbamazepin tidak direkomendasikan karena kemungkinan terjadi kompresi sumsum tulang dengan kedua agent tersebut.

2. Risperidon Indikasi: terapi skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif. Disamping itu diindikasikan pula untuk gangguan bipolar, depresi ciri psikosis dan Tourette Syndrome.Farmakokinetik: bioavailibilitas oral 70%, ikatan protein plasma 90%, dan di eliminasi lewat urin dan sebagian lewat feses.Efek samping: insomnia, agitas, ansietas, somnolen, mual, muntah, peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia dan reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia.Interaksi Obat: paraoxetin dilaporkan dapat meningkatkan total risperidon dalam plasma sebanyak 76% kalinya.

3. Olanzapine Indikasi: terapi skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif dan sebagai antimania.Farmakokinetik: diabsorbsi baik pada pemberian oral, Cp 4-6 jam, eksresi lewat urin.Efek samping: reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia, peningkatan berat badan, intoleransi glukosa, hiperglikemia, hiperlipidemia.Interaksi Obat: karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat meningkatkan metabolisme dari obat antipsikosis seperti haloperidol, clozapin, flupenasin, olanzapin.

4. Quetiapin Indikasi: terapi skizofrenia baik untuk gejala positif maupun negatifFarmakokinetik: absorpsi cepat, Cp max 1-2 jam, ekskresi sebagian besar lewat urin dan sebagian kecil lewat feses.Efek samping: sakit kepala, somnolen dan dizziness, efek samping ekstrapiramidalnya rendah, peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia.Interaksi Obat: jika penghambat CYP 3A4 (seperti cimetidine, ketoconazole, nefazodone, jus anggur, dan erythromycin) dikombinasikan dengan quetiapin maka peningkatan efek samping (seperti sedasi, ortostatik) mungkin dapat terjadi.

5. ZiprasidoneIndikasi: mengatasi keadaan akut skizofrenia dan gangguan bipolarFarmakokinetik: absorpsinya cepat dan ikatan protein plasmanya 99%.Efek samping:sakit kepala, somnolen dan dizziness, efek samping ekstrapiramidalnya rendah, peningkatan berat badan, hiperprolatinemia.Interaksi Obat: kombinasi antara antipsikotik dengan pengkonduksi miokardial dapat meningkatkan efek samping dari antipsikosis.

2.3.2Fase Akut Pada Fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau orang lain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala psikotik dan gejala terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan gaduh gelisah. a) Langkah Pertama, berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan. b) Langkah Kedua, keputusan untuk memulai pemberian obat. Pengikatan atau isolasi hanya dilakukan bila pasien berbahaya terhadap dirinya sendiri dan orang lain serta usaha restriksi lainnya tidak berhasil. Pengikatan dilakukan hanya boleh untuk sementara yaitu sekitar 2-4 jam dan digunakan untuk memulai pengobatan. Meskipun terapi oral lebih baik, pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan segera perlu dipertimbangkan. Obat injeksi 1. Olanzapine, dosis 10mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maksimum 30mg/hari. 2. Aripriprazol, dosis 9,75mg/injeksi (dosis maksimal 29,25mg/hari), intramuskulus.3. Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap setengah jam, dosis maksimum 20mg/hari. 4. Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis maksimum 30mg/hari.

Obat oral

Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh pengalaman pasien sebelumnya dengan antipsikotika misalnya, respons gejala terhadap antipsikotika, profil efek samping, kenyamanan terhadap obat tertentu terkait cara pemberiannya. Pada fase akut, obat segera diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis anjuran dinaikkan perlahan-lahan secara bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala.

Cara penggunaan1. Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.2. Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.3. Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama.4. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

5. Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan : Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu. Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam. Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien.6. Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis), dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal, dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi), diturunkan setiap 2 minggu dosis maintenance, dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu), tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop.7. Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.8. Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.9. Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu 2 bulan.10. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.11. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari).12. Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.13. Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM). Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari.

Psikoedukasi

Tujuan Intervensi adalah mengurangi stimulus yang berlebihan, stresor lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Memberikan ketenangan kepada pasien atau mengurangi keterjagaan melalui komunikasi yang baik, memberikan dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan yang nyaman, toleran perlu dilakukan.

Terapi lainnya, perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)

Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.2Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.2Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.2Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.2,7Pada pelaksanaan terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut : Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung. Penderita harus puasa Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras. Bagian kepala yang akan dipasang elektroda (antara os prontal dan os temporalis) dibersihkan. Diantara kedua rahang diberi bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya.2,7,9,10

Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi : 2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari 2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan Maintenance tiap 2-4 minggu Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi.2,7Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik.7 Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak.7,9,10Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.7,9,10

2.3.3 Fase Stabilisasi Farmakoterapi Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau untuk mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery). Setelah diperoleh dosis optimal, dosis tersebut dipertahankan selama lebih kurang 8-10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase ini dapat juga diberikan obat anti psikotika jangka panjang (long acting injectable), setiap 2-4 minggu.

Psikoedukasi Tujuan Intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang dengan skizofrenia dan keluarga dalam mengelola gejala. Mengajak pasien untuk mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala, merawat diri, mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik intervensi perilaku bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.

Terapi perilaku2Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.

Psikoterapi individual2Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.

2.3.4Fase Rumatan

Farmakoterapi Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut, pertama kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis dengan beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan seumur hidup.

Psikoedukasi Tujuan Intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan masyarakat. Modalitas rehabilitasi spesifik, misalnya remediasi kognitif, pelatihan keterampilan sosial dan terapi vokasional, cocok diterapkan pada fase ini. Pada fase ini pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali dan mengelola gejala prodromal, sehingga mereka mampu mencegah kekambuhan berikutnya.

Terapi berorintasi-keluarga2Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

Terapi kelompok2Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.

2.3.5Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama3,4,5,6----Newer atypical antipsycotic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episodepertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril). Clozaril merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus - kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi.

2.3.6Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)3,4,5,6Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti denganobat lain yang efek sampingnya lebih rendah.Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat denganinjeksi lebih simpel dalam penerapannya.Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.

2.3.7Pengobatan Selama fase Penyembuhan3,4,5,6Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.

2.3.8Efek Samping Obat-obat Antipsikotik10,11Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Bila tidak dapat ditanggulangi, berikan obat-obat antikolinergik, misalnya triheksilfenidil, benztropin, sulfas atropin atau difenhidramin injeksi IM atau IV. 10,11

Tabel 2.2. Daftar Obat yang dipakai mengatasi Efek Samping Anti Psikotik11Nama Generik Dosis (mg/hari)Waktu paruh eliminasi (jam)Target efek samping ekstrapiramidal

Triheksilfenidil 1-154Akatisia, distonia, parkinsonisme

Amantadin 100-30010-14Akatisia, parkinsonisme

Propranolol 30-903-4Akatisia

Lorazepam 1-612Akatisia

Difenhidramin 25-504-8Akatisia, distonia, parkinsonisme

Sulfas Atropin 0.5-0.7512-24Distonia akut

Untuk efek samping tardif diskinesia, dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Bila gejala psikotik tidak bisa diatasi dengan penurunan dosis antipsikotika atau bahkan memburuk, hentikan obat dan ganti dengan golongan antispikotika generasi kedua terutama klozapin. Kondisi Sindroma Neuroleptik Malignansi (SNM) memerlukan penatalaksanaan segera atau gawat darurat medik karena SNM merupakan kondisi akut yang mengancam kehidupan.10,11 Dalam kondisi ini semua penggunaan antipsikotika harus dihentikan. Lakukan terapi simtomatik, perhatikan keseimbangan cairan dan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, temperatur, pernafasan dan kesadaran). Obat yang perlu diberikan dalam kondisi kritis adalah dantrolen 0.8-2.5 mg/kgBB/hari atau bromokriptin 20-30 mg/hari dibagi dalam 4 dosis. Jika terjadi penurunan kesadaran, segera dirujuk untuk perawatan intensif (ICU).10,11

Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.10,11Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.10,11

BAB IIIKESIMPULAN

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan social budaya.Penanganan pasien skizofrenia dibagi secara garis besar menjadi : Terapi somatik, terdiri dari obat anti psikotik Terapi psikososial Perawatan rumah sakit (Hospitalize)Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia adalah antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik generasi pertama (konvensional), generasi kedua (atypical), dan Clozaril (Clozapine).Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis. Farmakologis digunakan untuk mengobati ketidakseimbangan kimia, sedangkan nonfarmakologis berkaitan dengan masalah nonbiologikal. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen obat dan harus mendukung regimen tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT. Nuh Jaya. 2003. hal 46-59 2. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. hal 147-1853. National Institue of Mental Health, National Institues of Health. www.nimh.nih.gov diakses tanggal 8 Mei 2007.4. Expert Consensus Treatment Guidelines for Schizophrenia: A Guide for Patients and Families. www.nmah.com diakses tanggal 8 Mei 2007.5. Pratiwi A. Penatalaksanaan Skizofrenia. Fakultas farmasi Universitas Hasanudin Makassar. 2010.6. Schizophrenia. www.emedicine.com diakses tanggal 9 Mei 2007.7. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta : PT Nuh Jaya. 2007. hal 14-228. Schizophrenia Treatment. www. Psychiatrist4u.co.uk diakses tanggal 9 Mei 2007.9. Introducing Schizophrenia. www. Emedicine.com diakses tanggal 9 Mei 2007.10. American Psychiatric Association. Practice Guideline for the Treatment of Patients With Schizophrenia. Second Edition.200411. Amir N, dkk. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/ Psikiatri (PNPK Jiwa / Psikiatri). PP PDSKJI. 2012. hal 42-62 26