Referat Jiwa Skizofrenia thariq muslim

49
TUGAS REFERAT “SKIZOFRENIA” Disusun dalam rangka kepaniteraan klinik bagian ilmu Psikiatri di RSAL dr. Midiyato Suratani - Tanjung Pinang Oleh : THARIQ MUSLIM 61111039 Dokter Muda

description

referat skizofrenia Thariq muslim

Transcript of Referat Jiwa Skizofrenia thariq muslim

TUGAS REFERATSKIZOFRENIADisusun dalam rangka kepaniteraan klinik bagian ilmu Psikiatridi RSAL dr. Midiyato Suratani - Tanjung Pinang

Oleh :THARIQ MUSLIM61111039Dokter Muda

Ilmu Kedokteran JiwaRumah Sakit TNI-AL dr. Midiyato Suratani Tanjung PinangTahun 2015KATA PENGANTARPuji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan sesuai waktu yang telah ditentukan. Dalam menyusun referat ini, penulis banyak menghadapi kesulitan-kesulitan baik dari penelitian sumber data maupun penyusunan kata yang tepat. Namun, karena beberapa bantuan dari beberapa sumber, maka penulis dapat sedikit mengatasi kesulitan yang ada sehingga referat ini dapat diselesaikan. Demikian kata pengantar ini saya buat. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata dan Terima Kasih

Tanjung Pinang, Mei 2015

Thariq MuslimBAB IPENDAHULUAN

Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan indsutrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya, yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia.Gangguan jiwa merupakan gangguan pada pikiran, perasaan, atau perilaku yang mengakibatkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari. Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu.Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi.1

BAB IIPEMBAHASAN

A. DefinisiSkizofrenia berasal dari bahasa Yunani, pecah, dan phren yang artinya jiwa. Ketidak serasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif, dan gangguan dalam hubungan interpersonal. Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai realitas. Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan komunikasi sosial yang nyata. Sering terjadi pada dewasa muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien dan dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan laboratorium.Menurut Selti Rosani dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi 4, 2015 skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.B. EpidemiologiData WHO tahun 2000 menunjukan prevalensi skizofrenia adalah 0,5%, sedangkan berdasarkan National Institute of Mental Health, prevalensi skizofrenia di seluruh dunia adalah sekitar 1,1% dari populasi di atas usia 8 tahun, atau sekitar 51 juta orang di seluruh dunia menderita skizofrenia. Jika prevalensi jiwa berat 1% berarti ada 220 000 orang penderita gangguan jiwa di Indonesia dan 10% (22000 orang) membutuhkan perawatan. Prevalensi terjadinya lebih sering pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan wanita. Data yang diperolah dari data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan prevalensi masyarakat indonesia yang mengalami gangguan mental emosi sebesar 11,6% pada penduduk berusia di atas 15 tahun7.C. EtiologiSkizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak dulu. Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor penyebab dan patogenesisnya masih minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain:1. GenetikDapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu ttelur (monozigot) 61-86%. Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.2. MetabolismeGejala psikotik pada pasien skizofrenia diperkirakan karena adanya gangguan neurotransmiter sentral, yaituyaitu peningkata aktivitas dopamine (hipotesis dopamine). Teori lain mengatakan terjadinya peningkatan neurotransmitter serotonin (5-HT2A) dan norepinefrin pada sistem limbic.D. Pemeriksaan Fisik1. Status fisik Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu pemeriksaan fisik lengkap. Gejala fisik seperti nyeri kepala dan palpitasi memerlukan pemeriksaan medis yang menyeluruh untuk menentukan bagian dari proses somatik. Bila ada, yang berperan menyebabkan penderitaan tersebut. Hal yang sama dapat digunakan pada gejala mental misalnya depresi, ansietas, halusinasi, dan waham kejar, yang bisa jadi merupakan ekspresi dan proses somatik. Terkadang keadaan menyebabkan kita perlu menunda pemeriksaan medis lengkap. Misalnya, pasien dengan waham atau panik dapat menunjukkan perlawanan sikap bertahan atau keduanya. Pada keadaan ini, riwayat medis harus diperoleh dari anggota keluarga bila memungkinkan. Namun, kecuali ada alasan mendesak untuk melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu sebaiknya ditunda sampai pasien menurut. 2. Pemeriksaan Neurologis Selama proses anamnesis pada kasus tersebut, tingkat kesadaran dan atensi pasien terhadap detil pemeriksaan, pemahaman, ekspresi wajah, cara bicara, postur, dan cara berjalan perlu diperhatikan. Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk dua tujuan. Tujuan pertama dicapai melalui pemeriksaan neurologis rutin, yaitu terutama dirancang untuk mengungkap asimetri fungsi motorik, persepsi, dan refleks pada kedua sisi tubuh yang disebabkan oleh penyakit hemisferik fokal. Tujuan kedua tercapai dengan mencari untuk memperoleh tanda yang selama ini dikaitkan dengan disfungsi otak difus atau penyakit lobus frontal. Tanda ini meliputi refleks mengisap, mencucur, palmomental, dan refleks genggam serta menetapnya respons terhadap ketukan di dahi. Sayangnya, kecuali refleks genggam, tanda seperti itu tidak berkaitan erat dengan patologi otak yang mendasari.23. Status mentala. Deskripsi umum 1) Penampilan Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. Penampilan pasien skizofrenia dapat berkisar dari orang yang sangat berantakan, menjerit-jerit, dan teragitasihingga orang yang terobsesi tampil rapi, sangat pendiam dan imobil. 2) Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata Kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku motorik pasien. Termasuk diantaranya adalah manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan, perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan. 3) Sikap terhadap pemeriksa Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif, bersahabat, penuh perhatian, tertarik, balk-blakan, seduktif, defensif, merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak, atau berhati-hati. b. Mood dan afek Mood didefinisikan sebagai emosi menetap dan telah meresap yang mewarnai persepsi orang tersebut terhadap dunia. Afek didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang tersirat dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan kisaran perilaku ekspresif. c. Kakteristik gaya bicara Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, fasihm pendiam, tidak spontan, atau terespons normal terhadap petunjuk dari pewawancara. Gaya bicara dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan, emosional, dramatis, monoton, keras, berbisik, cadel, terputus-putus, atau bergumam. Gangguan bicara, contohnya berbisik, dimasukkan dalam bagian ini.

d. Persepsi Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat (contohnya: auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi tersebut harus dijelaskan. e. Halusinasi senestik Halusinasi senestik merupakan sensasi tak berdasar akan adanya keadaan organ tubuh yang terganggu. Contoh halusinasi senestik mencakup sensasi terbakar pada otak, sensasi terdorong pada pembuluh darah, serta sensasi tertusuk pada sumsum tulang. f. Ilusi Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra yang nyata, sementara halusinasi tidak didasarkan pada citra atau sensasi yang nyata. Ilusi dapat terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif, namun dapat pula terjadi dalam fase prodromal dan selama periode remisi. g. Isi pikir dan kecenderungan mental 1) Proses pikir (bentuk pemikiran) Seorang pasien dapat menunjukkan cara berpikir yang lambat atau tertahan. Gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang bersifat tangensial, sirkumstansial, meracau, suka mengelak, atau perseveratif. Bloking adalah suatu interupsi pada jalan pemikiran sebelum suatu ide selesai diungkapkan. Sirkumstansial mengisyaratkan hilangnya kemampuan berpikir yang mengarah ke tujuan dalam mengemukakan suatu ide, pasien menyertakan banyak detail yang tidak relevan dan komentar tambahan namun pada akhirnya mampu ke ide semula. Tangensialitas merupakan suatu gangguan berupa hilangnya benang merah pembicaraan pada seorang pasien dan kemudian Ia mengikuti pikiran tangensial yang dirangsang oleh berbagai stimulus eksternal atau internal yang tidak relevan dan tidak pernah kembali ke ide semula. Gangguan proses pikir dapat tercermin dari word salad (hubungan antarpemikiran yang tidak dapat dipahami atau inkoheren), clang association (asosiasi berdasarkan rima), punning (asosiasi berdasarkan makna ganda), dan neologisme (kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien melalui kombinasi atau pemadatan kata-kata lain).2) Isi pikir Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi, obsesi, kompulsi, fobia, rencana, niat, ide berulang mengenai bunuh diri atau pembunuhan, gejala hipokondriakal, dan kecenderungan antisosial tertentu. 3) Sensorium dan kognisi Pemeriksaan ini berusaha mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi pasien, kemampuan berpikir abstrak, serta derajat tilikan dan daya nilai. h. Kesadaran Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan organik pada otak.i. Orientasi dan memori Ganggaun orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat, dan orang. j. Konsentrasi dan perhatian Konsentrasi pasien terganggu karena berbagai allasan. Gangguan kognitif, ansietas, depresi, dan stimulus internal, seperti halusinasi auditorik, semuanya dapat berperan menyebabkan gangguan konsentrasi.4) Membaca dan menulisa. Kemampuan visuospasialPasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan jam dinding atau segilima bertumpuk.b. Pikiran abstrakKemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin memiliki gangguan dalam membuat konsep atau menangani ide.c. Informasi dan inteligensi 5) Impulsivitas, Kekerasan, Bunuh diri, dan Pembunuhan Pasien mungkin tidak dapat mengendalikan impuls akibat suatu gangguan kognitif atau psikotik atau merupakan hasil suatu defek karakter yang kronik, seperti yang dijumpai pada gangguan kepribadian. Perilaku kekerasan lazim dijumpai di antara pasien skizofrenik yang tidak diobati. Waham yang bersifat kejar, episode kekerasan sebelumnya, dan defisit neurologis merupakan faktor resiko perilaku kekerasan atau impulsif. Kurang lebih 50 persen pasien skizofrenik mencoba bunuh diri, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenia meninggal akibat bunuh diri. Mungkin faktor yang paling tidak diperhitungkan yang terlibat dalam kasus bunuh diri pasien ini adalah halusinasi auditorik yang memerintahkan pasien mebunuh diri sendiri.Saat seorang pasien skizofrenik benar-benar melakukan pembunuhan, hal itu mungkin dilakukan dengan alasan yang aneh atau tak disangka-sangka yang didasarkan pada halusinasi atau waham.E. Gambaran klinisSkizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatk periode residual, pasien lebih menarik diri-gejala atau penyakit biasanya terlihat lebih jelas oleh orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang tidak dapat dimengerti. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat mempertahankan inteligensia yang mendekati normal, sebagian besar performa uji kognitifnya buruk. Pasien dapat menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteorisasi yaitu perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur.1. Gejala Positif dan NegatifGejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial.2. Gangguan Pikirana. Gangguan proses pikir Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering tidak dapat dimengerti oleh orang lain dann terlihat tidak logis. Tanda-tandanya adalah: 1) Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut seolah dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan sehingga membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi misalnya di pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak koheren. 2) Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus mengalami gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan. 3) Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka meungkin mengandung arti simbolik) 4) Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan kalimat) dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya dengan topik lain. Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi. 5) Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan bunyi kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya. 6) Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja diucapkan oleh seseorang. 7) Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat buruk kemampuan berpikir abstraknya. 8) Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disengaja (miskin pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat sedikit ide yang disamapaikan (miskin isi pembicaraan). b. Gangguan isi pikir 1) Waham: suatu kepercayaan palsu yang menetap yang taksesuai dengan fakta dan kepercayaan tersebut mungkin aneh atau mungkin dan tetap dipertahankam meskipun telah diperlihaykan bukti-bukti yang jelas untuk mengkoreksinya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui waham disorganisasi atau waham tidak sistematis: Waham kejar Waham kebesaran Waham rujukan Waham penyiaran pikiran Waham penyisipan pikiran 2) Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhaap pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain.

c. Gangguan Persepsi1) Halusinasi Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran dapat pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras. Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal skizofrenia. 2) Ilusi dan depersonalisasi Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata. d. Gangguan PerilakuSalah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik yang dapat berupa stupor atauh gaduh gelisah. Paien dengan stupor tidak bergerak, tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya sadar. Sedangkan pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas motorik yang tidak terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa didapati fleksibilitas serea dan katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Sedangkan fleksibilitas serea adalah bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan posisi itu dipertahankan agak lama.Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manerisme. Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut stereotipi. Misalnya, menarik-narik rambutnya, atau tiap kali bila mau menyuap nasi mengetuk piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigrasi, kata atau kalimat diulang-ulangi, hal ini sering juga terdapat pada gangguan otak orgnaik. Manerisme adalah stereotipi tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan.e. Gangguan AfekKedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri sepertti keadaan keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi, apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah. Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of affect dalam bahasa inggris dan inadequat dalam bahasa belanda.Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya seperti tertawa.semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah:Emosi berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada penderita sedang bersandiwara.Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya kepribadian, maka dual hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama, misalnya mencintai dan membenci satu orang yang sama; menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi afektif.1-3F. DiagnosisAdanya halusinasi atau waham tidak mutlak untuk diagnosis skizofrenia; gangguan pada pasien didiagnosis sebagai skizofrenia apabila pasien menunjukkan dua gejala yang terdaftar sebagai gejala 3 sampai 5 pada kriteria A (1.waham 2. Halusinasi 3. Bicara kacau 4. Perilaku yang sangat kacau/katatonik 5. Gejala negatif, yaitu: afek medatar, alogia, atau anhedonia). Hanya dibutuhkan satu gejala kriteria A bila wahamnya bizare atau halusinasinya terdiri atas suara yang terus-menerus memberi komentar terhadap perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap. Kriteria B membutuhkan adanya hendaya fungsi, meski tidak memburuk, yang tampak selama fase aktif penyakit. Gejala harus berlangsung selama paling tidak 6 bulan dan diagnosis gangguan skizoafektif atau gangguan mood harus disingkirkan. Setidaknya salah satu hal ini harus ada:1. Gema pikiran (thought echo) 2. Waham kendali, pengaruh, atau pasivitas 3. Suara-suara halusinasi yang terus-menerus mengomentari perilaku pasien atau saling mendiskusikan pasien, atau suara halusinasi lain yang berasal dari bagian tubuh tertentu; dan 4. Waham persisten jenis lain yang secara budaya tidak sesuai dan sangat tidak masuk akal. Diagnosis juga dapat ditegakkan bila setidaknya dua hal berikut ada:1. Halusinasi persisten dalam modalitas apapun, bila terjadi setiap hari selama sekurangnya 1 bulan, atau bila disertai waham 2. Neologisme, kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan menggabungkan suku kata atau dari kata-kata lain. 3. Perilaku katatonik, seperti eksitasi, postur atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, dan stupor 4. Gejala negatif, seperti apatis yang nyata, miskin isi pembicaraan, dan respons emosional tumpul serta ganjil (harus ditegaskan bahwa hal ini bukan disebabkan depresi atau pengobatan antipsikotik).

G. Jenis Jenis Skizofrenia1. Tipe paranoid Skizofrenia tipe ini ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang sering serta tidak adanya perilaku spesifik yang sugestif untuk tipe hebrefrenik atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid terutama ditandai dengan adanya waham kejar atau kebesaran. Pasien skizofrenia paranoid biasanya mengalami episode pertama penyakit pada usia yang lebih tua dibanding pasien skizofrenia hebefrenik dan katatonik. Pasien yang skizofrenianya terjadi pada akhir usia 20-an atau 30-an biasanya telah memiliki kehidupan sosial yang mapan yang dapat membantu mengatasi penyakitnya, dan sumber ego pasien paranoid cenderung lebih besar dibanding pasien skizofrenia hebefrenik atau katatonik. Pasien skizofrenia paranoid menunjukkna regresi kemampuan mental, respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien skizofrenia tipe lain. Pasien skizofrenia paranoid biasanya tegang, mudah curiga, berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap bermusuhan atau agresif, namun mereka kadang-kadang dapat mengendalikan diri mereka secara adekuat pada situasi sosial. Inteligensi mereka dalam area yang tidak dipengaruhi psikosisnya cenderung tetap utuh. 2. Tipe disorganized Skizofrenia tipe disorganized (sebelumnya disebut hebefrenik) ditandai dengan regresi nyata ke perilaku primitif, tak terinhibisi, dan kacau serta dengan tidak adanya gejala yang memenuhi kriteria tipe katatonik. Onset subtipe ini biasanya dini, sebelum usia 25 tahun. Pasien hebefrenik biasanya aktif namun dalam sikap yang nonkonstruktif dan tak bertujuan. Gangguan pikir menonjol dan kental dengan realitas buruk. Penampilan pribadi dan perilaku sosial berantakan, respons emosional mereka tidak sesuai dan tawa mereka sering meledak tanpa alasan jelas. Seringai atau meringis yang tak pantas lazim dijumpai pada pasien inim yang perilakunya paling baik dideskripsikan sebagai konyol atau tolol.3. Tipe katatonik Pasien mempunyai paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia: Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap lingkungan atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di sekitarnya. Negativsme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau usaha-usaha untuk menggerakkan fisiknya. Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigid. Postur katatonik yaitu pasein mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh. Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat mengancam jiwanya (misalnya, karena kelelahan). 4. Tipe tak tergolongPasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol (misalnya: kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan depresi pasca skizofrenia. 5. Tipe residual Pasien dalam keadaan remmsi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis).

6. Skizofrenia simpleks Skizofrenia simpleks adalah suatu diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinka karena bergantung pada pemastian perkembangan yang berlangsung perlahan, progresif dari gejala negatif skizofreni yang residual tanpak khas adanya riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya, dan disertai degan perubahan-perubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, kemalasan, dan penarikan diri secara sosial.1,3H. Patofisiologi1. Neuroanatomik, Neurofungsional, dan NeurokognitifCT-scan dan MRI secara konsisten menunjukkan peningkatan volume ventrikel lateral dan ketiga pada pasien skizofrenia. Studi ini umumnya juga menunjukkan pengurangan volume otak secara keseluruhan pasien skizofrenia dan pengurangan tertentu dalam ukuran dari struktur lobus temporal medial, seperti amigdala dan hipokampus. Selain itu, penelitian telah melaporkan penurunan ukuran dari thalamus dan kelainan pada garis tengah daerah perkembangan. Tak satu pun dari perubahan ini spesifik untuk skizofrenia, meskipun beberapa telah terbukti ada pada pasien dengan episode penyakit pertama dan tidak menggunakan obat sebelumnya.Teknik fungsional neuroimaging, seperti Tomografi Emisi Positron (PET), menunjukkan secara in vivo pengukuran metabolisme glukosa regional atau aliran darah otak, dimana keduanya mencerminkan aktivitas neuron regional. Sebagian besar penelitian telah mendeteksi perubahan aktivitas di korteks prefrontal, struktur ganglia basalis, daerah temporo-limbik, dan thalamus, menunjukkan fungsi sirkuit cortico-striato-thalamo-kortikal yang terganggu. Penurunan aktivitas dalam korteks prefrontal pada pasien skizofrenia sering diamati selama tugas aktivasi kognitif dan memori kerja. Selama halusinasi pendengaran aktif, aktivasi abnormal thalamus, striatum, limbik, dan daerah paralimbik telah terdeteksi. Pasien skizofrenia yang menampilkan kelainan pada bagian prefrontal, thalamic, dan cerebellar, menunjukkan gangguan dalam sirkuit pontine-cerebellar-thalamic-frontal.2. NeurokimiaPenemuan menunjukkan bahwa disregulasi dopamin yang kompleks terjadi dengan aktivitas hiperdopaminergik dalam proyeksi mesencephalic ke striatum limbik dan aktivitas hipodopaminergik di neokorteks. Bukti dari kegiatan hiperdopaminergik termasuk hubungan antara efektivitas dopamin reseptor yang mengikat obat dan pengurangan gejala positif serta peningkatan reseptor D2 dalam studi postmortem dan PET.Penelitian terbaru menunjukkan bahwa berbagai gejala positif berhubungan dengan kelainan dalam penyimpanan dopamin presynaptic, pelepasan, transportasi, dan reuptake dalam sistem mesolimbik. Hipo-aktivitas dari sistem dopamin ditunjukkan dari penemuan penurunan onset dopamin pada pasien dengan gejala negatif, dan dalam beberapa penelitian agonis dopamin telah terbukti memperbaiki gejala negatif. Pencitraan fungsional juga menunjukkan bahwa hipo-frontalitas akan lebih parah pada pasien dengan gejala negatif.Serotonergik, glutamatergic, dan sistem neurotransmitter lainnya (misalnya, gamma-aminobutyric acid [GABA]) telah diselidiki pada skizofrenia, terutama mengacu pada interaksi dengan sistem dopaminergik.. Dalam studi tentang sistem GABAergic, penurunan dekarboksilase asam glutamat, enzim GABA-sintesis, telah diamati dalam korteks prefrontal pada pasien skizofrenia, dan perubahan dalam subtipe neuron GABAergic telah dilaporkan.Sistem opioid juga telah dianggap sebagai kandidat yang berpotensial yang terlibat dalam skizofrenia, didasarkan terutama pada kesamaan antara efek farmakologis dari terjadinya tanda opioid dan kejiwaan. Hipotesis telah diusulkan pada peningkatan maupun penurunan level dari berbagai peptide opioid sebagai faktor yang mendasari sebagai penyebab gejala skizofrenia. Namun, penelitian klinis berdasarkan hipotesis sering menghasilkan hasil variable atau bermacam-macam.5I. Differential Diagnose1. Gangguan Psikotik LainGejala psikotik pada skizofrenia dapat identik dengan gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, gangguan skizoafektif, dan gangguan waham. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia berupa gejala yang berdurasi setidaknya 1 bulan tapi kurang dari 6 bulan. Gangguan psikotik singkat merupakan diagnosis yang sesuai bila gejala berlangsung setidaknya 1 hari tapi kurang dari 1 bulan dan bila pasien tidak kembali ke keadaan fungsi pramorbidnya dalam waktu tersebut. Jika suatu sindrom manik atau depresif terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang tepat. Waham nonbizar yang timbul selama sekurangnya 1 bulan tanpa gejala skizofrenia lain atau gangguan mood patut didiagnosis sebagai gangguan waham.2. Gangguan KepribadianBerbagai gangguan kepribadian mungkin memiliki sebagian gambaran yang sama dengan skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang parah dapat menyamarkan suatu proses skizofrenik yang mendasari. Tak seperti skizofrenia, gangguan kepribadian memiliki gejala ringan dan riwayat terjadi seumur hidup pasien. Gangguan ini juga tidak memiliki tanggal awitan yang dapat diidentifikasi.3. Gangguan WahamKonsep utama mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaanya dengan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan waham lebih jarang daripada skizofrenia maupun gangguan mood, onsetnya lebih lambat daripada skizofrenia dan dominasi perempuan kurang nyata daripada gangguan mood. 3Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Waham.3

Waham tidak bizar ( melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan nyata, seperti merasa diikuti, diracuni, terinfeksi, dicintai dari jauh, atau dikhianati pasangan atau kekasih, atau menderita suatu penyakit) sekurang-kurangnya 1 bulan.

Kriteria A skizofrenia tidak terpenuhi. Catatan: halusinasi taktil dan olfaktori dapat terjadi gangguan waham jika sesuai dengan tema waham.

Berbeda dengan dampak waham atau hasil akhirnya, fungsi tidak terganggu secara nyata dan perilaku tidak secara jelas, aneh, atau bizar

Jika episode mood telah terjadi bersamaan dengan waham, durasi totalnya singkat dibandingkan durasi periode waham

Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis suatu zat secara langsung (c/o: penyalahgunaan, suatu obat) atau kondisi medis umum

Jenis-jenis waham.3Waham erotomaniaPada tipe waham ini, oranglain biasanya dengan status lebih tinggi jatuh cintah kepada dirinya

Waham kebesaranPada tipe waham ini, terdapat kekuatan, pengetahuan, penghargaan, identitas yang berlebihan atau hubungan khusus terhadap orang yang terkenal atau dewa

Waham cemburuPada tipe waham ini, pasagan seksual seseorang dianggap tidak setia

Waham kejarPada tipe ini, orang (seseorang yang dekat) dianggap diperlakukan dengan kasar

Waham somatikPada tipe waham ini, orang mempunyai beberapa cacat fisik atau kondisi medis umum

Waham campuranPada tipe waham ini, ciri khas lebih dari satu tipe di atas tetapi ada tema yang menonjol

J. PenatalaksanaanPengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.1. FarmakoterapiIndikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.2. Antagonis Reseptor DopaminAntagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu aalah akatisia adan gejala lir-parkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik maligna.3. Antagonis Serotonin-DopaminSDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada, berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit sertlebih efektif dalam menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia.Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan skizofrenia.2,3,6Kategori obat: Antipsikotik memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.4Nama ObatMekanisme Obat

Haloperidol(Haldol)Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara pada anak dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan, tetapi diseleksi oleh competively blocking postsynaptic dopamine (D2) reseptor dalam sistem esolimbic dopaminergic; meningkatnya dopamine turnover untuk efek tranquilizing. Dengan terapi subkronik, depolarization dan D2 postsynaptic dapat memblokir aksi antipsikotik.

Risperidone(Risperdal)Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2 dopamine selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5-HT2. Juga mengikat reseptor alpha1-adrenergic dengan afinitas lebih rendah dari H1-histaminergic dan reseptor alpha2-adrenergic. Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian pada efek ekstrapiramdal

Olanzapine(Zyprexa)Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi system reseptor (seperti serotonin, dopamine, kolinergik, muskarinik, alpha adrenergik, histamine). Efek antipsikotik dari perlawanan dopamine dan reseptor serotonin tipe-2. Diindikasikan untuk pengobatan psikosis dan gangguan bipolar.

Clozapine(Clozaril)Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir aktifitas, tetapi nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin, dan reaksi arousal menghambat efek signifikan. Tepatnya antiserotonin. Resiko terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien nonresponsive atau agen neuroleptik klasik tidak bertoleransi.

Quetiapine(Seroquel)Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya distonia, parkinsonism, dan tardive diskinesia.

Aripiprazole(Abilify)Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari antipsikotik lainnya. Aripiprazole menimbulkan partial dopamine (D2) dan serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis serotonin (5HT2A).

Nama ObatSediaanDosis Anjuran

Haloperidol (Haldol)Tab. 2 5 mg515 mg/hari

Risperidone(Risperdal)Tab. 1 2 3 mg26 mg/hari

Olanzapine (Zyprexa)Tab. 5 10 mg1020 mg/hari

Clozapine (Clozaril)Tab. 25 100 mg25100 mg/hari

Quetiapine (Seroquel)

Tab. 25 100 mg200 mg

50400 mg/hari

Aripiprazole (Abilify)Tab. 10 15 mg1015 mg/hari

K. Profil Efek SampingEfek samping obat anti-psikosis dapat berupa: Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun). Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan miksi&defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung). Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akathisia, sindrom parkinson: tremor, bradikinesia, rigiditas). Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang. Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang sampai membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis.Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang menguntungkanInteraksi Obat : Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung). Antipsikosis + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat. Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar. Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah antipsikosis Haloperidol. Antipsikosis + antasida = efektivitas obat antipsikosis menurn disebabkan gangguan absorpsi.

Terapi Psikososial : Pelatihan keterampilan sosial Peatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi keterampilan perilaku. Terapi ini secara langsung dapat mendukung dan berguna untuk pasien bersama dengan terapi farmakologis. Selain gejala yang biasa tampak pada pasien skizofrenia, beberapa gejala yang paling jelas terlihat melibatkan hubungan orang tersebut dengan orang lain, termasuk kontak mata yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh, kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi yang tidak akurat atau kurangnya persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan keterampilan perilaku diarahkan ke perilaku ini melalui penggunaan video tape berisi orang lain dan si pasien, bermain drama dalam terapi, dan tugas pekerjaan rumah untuk keterampilan khusus yang dipraktekkan. Terapi kelompok Terapi kelompok untuk orang dengan skizofrenia umumnya berfokus pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata atau keluarga. Kelompok dapat berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif keluarga. Terapi perilaku kognitif Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenia untuk memperbaiki distorsi kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta mengoreksi kesalahan daya nilai. Terdapat laporan adanya waham dan halusinasi yang membaik pada sejumlah pasien yang menggunakan metode ini. Pasien yang mungkin memperoleh manfaat dari terapi ini umumnya aalah yang memiliki tilikan terhadap penyakitnya. Psikoterapi individual Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk membangun hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas terapis, jarak emosional antaraterapis dengan pasien, serta ketulusan terapis sebagaimana yang diartikan oleh pasien, semuanya mempengaruhi pengalaman terapeutik. Psikoterapi untuk pasien skizofrenia sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan dalamm jangka waktu dekade, dan bukannya beberapa sesi, bulan, atau bahakan tahun. Beberapa klinisi dan peneliti menekankan bahwa kemampuan pasien skizofrenia utnuk membentuk aliansi terapeutik dengan terapis dapat meramalkan hasil akhir. Pasien skizofrenia yang mampu membentuk aliansi terapeutik yang baik cenderung bertahan dalam psikoterapi, terapi patuh pada pengobatan, serta memiliki hasil akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2 tahun. Tipe psikoterapi fleksibel yang disebut terapi personal merupakan bentuk penanganan individual untuk pasien skizofrenia yang baru-baru ini terbentuk. Tujuannya adalah meningkatkan penyesuaian personal dan sosial serta mencegah terjadinya relaps. Terapi ini merupakan metode pilihan menggunakan keterampilan sosial dan latihan relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri, kesadaran diri, serta eksplorasi kerentanan individu terhadap stress. 2,3

L. KomplikasiBeberapa individu yang mengalami skizofrenia dapat terkena stroke dan mengalami kerusakan otak, yang tidak disadarinya. Kurangnya kesadaran tentang skizofrenia dan penyakit manik-depresi merupakan keadaan biasa dialami penderita yang tidak memperhatikan pengobatannya. Terdapat pula komplikasi sosial, dimana penderita dikucilkan oleh masyarakat. Setelah itu dapat juga menjadi korban kekerasan dan melukai diri sendiri. Pada komplikasi depresi, penderita dapat melakukan tindakan bunuh diri. Disamping bunuh diri karena depresi dan halusinasi, penderita skizofrenia yang tadinya tidak merokok, banyak menjadi perokok berat ini diperkirakan karena faktor obat, yang memblok satu reseptor dalam otak (nikotin). Reseptor nikotin yang menimbulkan rasa senang, pikiran jernih, mudah menangkap sesuatu. Akibatnya penderita skizofrenia mencari kompensasi dengan mengambil nikotin dari luar, dari rokok. Dan resiko dari perokok memperpendek usia, karena adanya penyakit saluran pernapasan, kanker, jantung, dan penyakit fisik lainnya.Kemudian, dengan penggunaan antipsikotik, ada tekanan terhadap hormon estrogen, testosteron, dan hormon-hormon tersebut memproteksi tulang sehingga dapat terjadi osteoporosis.4M. PrognosisSejumlah studi menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10 tahun setelah rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar 10-20% persen yang dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang baik. Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil akhir yang buruk, dengan rawat inap berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood mayor, dan percobaan bunuh diri. Namun, skizofrenia tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang memburuk dan sejumlah faktor dikaitkan dengan prognosis yang baik. Angka pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 10-60%, dan taksiran yang masuk akal adalah bahwa 20-30% pasien terus mengalami gejala sedang, dan 40-60% pasien tetap mengalami hendaya secara signifikan akibat gangguan tersebut selama hidup mereka.3

BAB IIIKESIMPULAN

Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai realitas. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain genetik, metabolisme, neurokimia. Pada Skizofrenia terdapat gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial. Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin. Mengingat belum bisa diketahui penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak bisa dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka deteksi dan pengendalian dini penting,terutama bila sudah ditemukan adanya gejala. Dengan pengobatan dini, bila telah didiagnosis dapat membuat penderita normal kembali, serta mencegah terjadinya gejala skizofrenia berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h.173-202. 2. Amir N. Skizofrenia. Semijurnal farmasi & kedokteran Feb 2006;24:31-40. 3. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadocks concise textbook of clinical psychiatry. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.h.147-75. 4. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga University Press; 2009.h.195-277. 5. Sobell JL, Mikesell MJ, Mcmurray CT. Genetics and etiopathophysiology of schizophrenia. Mayo Clin Proc Oct 2005;77:1068-82. 6. Safitri A, penyunting. Obat antipsikosis. Dalam: Neal MJ. Medical pharmacology at a glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.60-1.7. Sulistiana D et al, Gambaran kebutuhan hidup penyandang skizofrenia. Volume 63 No.3. J Indon Assoc Maret 2013