Referat Sirosis Hepatis
-
Upload
billghoesto -
Category
Documents
-
view
298 -
download
25
description
Transcript of Referat Sirosis Hepatis
REFERAT
“SIROSIS HEPATIS”
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSU PKU Muhammadiyah Delanggu
Diajukan Kepada:
Pembimbing I : dr. Prawoto, Sp.PD
Pembimbing II : dr. Rendra Perwira
Disusun Oleh :
Radita Dwihaning Putri
H2A011035
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
RUMAH SAKIT UMUM PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU
Periode 6 Juli 2015 – 12 September 2015
LEMBAR PENGESAHAN
KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
REFERAT
“SIROSIS HEPATIS”
Disusun Oleh :
Radita Dwihaning Putri H2A011035
Dipresentasikan Oleh :
Radita Dwihaning Putri H2A011035
Telah dipresentasikan di hadapan Dokter Pembimbing
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang
Pada 11 September 2015 dan telah diperbaiki sesuai dengan saran-saran yang
diberikan.
Delanggu, September 2015
2
Pembimbing II
dr. Rendra Perwira
Pembimbing I
dr. Prawoto, Sp.PD
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL............................................................................................ 4
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ 5
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7
A. Definisi.................................................................................................... 7
B. Etiologi.................................................................................................... 7
C. Patogenesis.............................................................................................. 9
D. Patofisiologi............................................................................................ 10
E. Klasifikasi................................................................................................ 12
F. Manifestasi Klinis.................................................................................... 16
G. Diagnosis................................................................................................. 18
H. Penatalaksanaan...................................................................................... 20
I. Komplikasi............................................................................................... 21
J. Prognosis................................................................................................. 24
BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 27
3
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL Hal
Tabel 1
Tabel 2
Perbedaan etiologi hipertensi porta dan non-hipertensi porta
Klasifikasi Child-Pugh
15
24
4
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR Hal
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 1. Patogenesis-patofisiologi terjadinya
hipertensi portal
Patofisiologi terjadinya asites
Patofisiologi terjadinya kegagalan hati akibat sirosis
hepatis
Gambaran sirosis hepatis mikronodular
Gambaran sirosis hepatis makronodular
Sirosis hepatis kompensata dan sirosis hepatis
dekompensata
10
11
12
12
13
14
5
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis hepatis merupakan penyakit dengan perubahan struktur
jaringan hepar yang ditandai dengan regenerasi nodular yang bersifat difus dan
dikelilingi oleh septa-septa fibrosis. Perubahan (distorsi) struktur tersebut dapat
mengakibatkan peningkatan aliran darah portal, disfungsi sintesis hepatosit, serta
meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler (KHS).1,2
Prevalensi sirosis hepatis sulit dinilai karena stadium awal bersifat
asimtomatis. Namun, sirosis hepatis tercatat sebagai penyakit dengan kematian
tersering urutan ke-14 pada dewasa di dunia dengan angka kematian sekitar 1,04
juta jiwa per tahun. Sirosis hepatis juga menjadi indikasi utama untuk 5.000
tranplantasi hepar per tahun di negara maju.1,2
Lebih dari 40% pasien sirosis hepatis asimtomatis. Keseluruhan insidensi
sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya
sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di
Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama
akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Gejala awal sirosis hepatis
(kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki – laki dapat
timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis hepatis dekompensata), gejala – gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi.
Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam tergantung
lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan
berlangsung terus menerus atau tidak. 1,2
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran
ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps
disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi
nodularis parenkim hati.1
B. ETIOLOGI
1. Alcoholic liver disease
Sirosis hepatis alkoholik terjadi pada sekitar 10-20% peminum alkohol
berat. Alkohol menghalangi metabolisme normal protein, lemak, dan
karbohidrat.2,3
2. Hepatitis C kronis
Infeksi virus hepatitis C menyebabkan peradangan dan kerusakan hati
yang selama beberapa dekade dapat mengakibatkan sirosis hepatis. Dapat
didiagnosis dengan tes serologi yang mendeteksi antibodi hepatitis C atau
RNA virus.2,3
3. Hepatitis B kronis
Virus hepatitis B menyebabkan peradangan dan kerusakan hati yang
selama beberapa dekade dapat mengakibatkan sirosis hepatis. Hepatitis
D tergantung pada kehadiran hepatitis B, tetapi mempercepat sirosis
hepatis melalui ko-infeksi. Hepatitis B kronis dapat didiagnosis dengan
deteksi HbsAg > 6 bulan setelah infeksi awal. HBeAg dan HBV DNA
bermanfaat untuk menilai apakah pasien perlu terapi antiviral.2,3
4. Non-alcoholic steatohepatitis (NASH)
Pada NASH, terjadi penumpukan lemak dan akhirnya menjadi penyebab
jaringan parut di hati. Hepatitis jenis ini dihubungkan dengan diabetes,
7
kekurangan gizi protein, obesitas, penyakit arteri koroner, dan
pengobatan dengan obat kortikosteroid. Penyakit ini mirip dengan
penyakit hati alkoholik tetapi pasien tidak memiliki riwayat alkohol.
Biopsi diperlukan untuk diagnosis.4
5. Sirosis bilier primer
Mungkin tanpa gejala atau hanya mengeluh kelelahan, pruritus, dan
nonikterik hiperpigmentasi dengan hepatomegali. Umumya disertai elevasi
alkali fosfatase serta peningkatan kolesterol dan bilirubin..2,3
6. Kolangitis sklerosis primer
PSC adalah gangguan kolestasis progresif dengan gejala pruritus,
steatorrhea, kekurangan vitamin larut lemak, dan penyakit tulang
metabolik.2,3
7. Autoimmune hepatitis
Penyakit ini disebabkan oleh gangguan imunologis pada hati yang
menyebabkan inflamasi dan akhirnya terjadi jaringan parut dan sirosis
hepatis. Temuan yang umum didapatkan yaitu peningkatan globulin dalam
serum, terutama globulin gamma.2,3
8. Sirosis jantung
Karena gagal jantung kronis sisi kanan yang mengarah pada kerusakan
hati.2,3
9. Penyakit Keturunan dan metabolik, antara lain:1,2,3
a. Defisiensi alpha1-antitripsin
b. Hemakhomatosis herediter
c. Penyakit Wilson
d. Penyakit Gaucher
e. Penyakit simpanan glikogen tipe IV
f. Tirosinemia herediter
g. Galaktosemia
h. Intoleransi fruktosa herediter
10. Infeksi parasit yang berat seperti skistosomiasis, toksoplasmosis, dsb.1,2,3
8
C. PATOGENESIS
Sirosis hepatis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis),
sesuai dengan etiologinya. Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian
terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel Stelata (Stellate cell). Dalam
keadaan normal sel Stelata mempunyai peranan dalam penyimpanan retinoid
(vitamin A). Selain itu, berperan dalam keseimbangan pembentukan matriks
ekstraselular (kolagen tipe I dan III, proteoglikan sulfat, dan glikoprotein) dan
proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu (misalnya hepatitis virus, bahan-
bahan hepatotoksik), maka sel Stelata akan menjadi sel yang membentuk
kolagen. Jika proses berjalan terus, maka fibrosis terjadi terus menerus dan
jaringan hati normal akan diganti oleh jaringan ikat.1,2
Sel Stelata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang
cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan
kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak
vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hepatosit dan
pada akhirnya sel hepatosit mati, kematian hepatosit dalam jumlah yang besar
akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan
banyak gejala klinis.1,2,3
D. PATOFISIOLOGI
1. Hipertensi Porta dan Kondisi Hiperdinamik
Hipertensi porta adalah keadaan dimana terjadi peningkatan gradien
tekanan vena hepatik > 5 mmHg. Hipertensi porta terjadi akibat
peningkatan resistensi terhadap aliran darah porta dan peningkatan aliran
darah masuk ke vena porta. Peningkatan resistensi tersebut disebabkan
oleh perubahan struktur parenkim hati (deposisi jaringan fibrosis dan
regenerasi nodular), serta mekanisme vasokonstriksi pembuluh darah
sinusoid hati (utamanya akibat defisiensi nitrit oksida/NO).
Adanya hipertensi porta akan berdampak pada:
9
a. Pembesaran limpa dan sekuestrasi trombosit (tahap lanjut menjadi
hiperspleenisme)
b. Terjadi aliran darah balik dan terbentuk pirau (shunt) dari sistem porta
ke pembuluh darah sistemik (portosistemik). Aliran portosistemik akan
menurunkan kemampuan metabolisme hati, fungsi retikuloendotelial,
dan mengakibatkan hiperamonemia. Meskipun demikian, kolateral
portosistemik tetap tidak adekuat dalam mengurangi tekanan vena
porta. Sebaliknya justru meningkatkan produksi NO sehingga terjadi
vasodilatasi splanknikus dan peningkatan aliran darah ekstrahepatik
(sementara kadar NO intrahepatik tetap rendah).2
2. Asites
Asites pada pasien sirosis hepatis terjadi akibat vasodilatasi splanknikus,
yang berdampak pada:
a. Ekstravasasi cairan ke rongga peritoneum secara langsung (akibat
perbedaan tekanan hidrostatik)
10
Gambar 1. Patofisiologi terjadinya hipertensi portal1
di ruang Disse perisinusoid
Hambat pertukaran zat antara sinusoid darah dan hepatosit
Sirkulasi hiperdinamik(defisiensi NO vasokontriksi pemuluh darah
sinusoid sirkulasi imbalance)
Memicu sistem adrenegik dan
sistem RAA
Aliran darah ke vena porta Resistensi terhadap aliran
darah porta
Gambar 1. Patogenesis-patofisiologi terjadinya hipertensi portal1,2,5
b. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) / mekanisme
arterial underfilling, sehingga terjadi vasokonstriksi arteri renalis dan
retensi natrium. Retensi natrium akan meningkatkan tekanan pembuluh
darah arteri splanknikus sistemik, yang mengakibatkan asites dan
edema perifer
c. Penurunan tekanan onkotik vaskular akibat hipoalbuminemia pada
sirosis hepatis.2
3. Insufisiensi hati
Perubahan struktur histologis hati akan diiringi oleh penurunan fungsi hati,
antara lain:
a. Gangguan fungsi sintesis: hipoalbuminemia dan malnutrisi, defisiensi
vitamin K dan koagulopati (penurunan faktor koagulasi yang
membutuhkan vitamin K), serta gangguan endokrin
(hiperesterogenemia dan hiperparatiroidisme)
b. Gangguan fungsi ekskresi: kolestasis dan ikterus, hiperamonemia dan
ensefalopati
c. Gangguan fungsi metabolisme: gangguan homeostasis glukosa (dapat
menjadi diabetes mellitus), malabsorbsi vitamin D dan kalsium.
11
Gambar 2. Patofisiologi terjadinya asites1
Gambar 3. Patofisiologi terjadinya kegagalan hati akibat sirosis hepatis2
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi sirosis hepatis dikelompokkan berdasarkan morfologi, secara
fungsional dan etiologinya. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis
hepatis atas 3 jenis, yaitu : 5,6
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung nodul halus dan kecil merata di seluruh lobus. Pada
sirosis hepatis mikronodular, besar nodulnya < 3 mm. Tipe ini biasanya
disebabkan alkohol atau penyakit saluran empedu.
2. Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya, ukuran ≥ 3mm, ada daerah luas dengan parenkim yang masih
baik atau terjadi regenerasi parenkim. Tipe ini biasanya tampak pada
perkembangan hepatitis seperti infeksi virus hepatitis B.
12
Gambar 4. Gambaran sirosis hepatis mikronodular
Gambar 5. Gambaran sirosis hepatis makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikronodular dan
makronodular).
Sedangkan secara fungsional, sirosis hepatis dibagi menjadi kompensata dan
dekompensata.
1. Sirosis hepatis kompensata
Sering disebut dengan sirosis hepatis laten atau dini. Sirosis hepatis
kompensata adalah sirosis dengan kerusakan hati ringan-sedang, biasanya
bersifat asimtomatis karena komplikasi hipertensi portal yang dialami
sedang sehingga tubuh masih dapat mengkompensasi dengan
meningkatkan cardiac output dan volume plasma. Bila ada, gejala yang
muncul tidak khas seperti lemas, mudah lelah, nafsu makan berkurang,
kembung, mual, dan berat badan turun, pada laki-laki dapat impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan seksual.
2. Sirosis hepatis dekompensata
Dikenal dengan sirosis hepatis aktif. Sirosis hepatis dekompensata adalah
sirosis dengan kerusakan hati yang berat sehingga terjadi komplikasi
hipertensi portal yang berat dan kegagalan hati karena tubuh sudah tidak
dapat mengkompensasi fungsi dari hati maka terjadi gangguan cardiac
output dan kegagalan renal. Pada stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak
begitu tinggi, gangguan pembekuan darah, gusi berdarah, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah
darah dan/atau melena, ascites, serta perubahan mental meliputi mudah
lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
13
Gambar 6. Sirosis hepatis kompensata dan sirosis hepatis dekompensata
Berdasarkan stadium menurut consensus Baveno IV, sirosis hepatis dibagi
menjadi:5,6
1. Stadium 1 :tidak ada varises, tidak ada asites
2. Stadium 2 :varises, tanpa asites
3. Stadium 3 :asites dengan atau tanpa varises
4. Stadium 4 :perdarahan dengan atau tanpa varises
Sirosis hepatis kompensata termasuk dalam stadium 1 dan 2
Sirosis hepatis dekompensata termasuk dalam Stadium 3 dan 4
Berdasarkan jumlahnya, asites dibagi menjadi 3 tingkatan:
Grade 1 : Sedang, hanya tampak pada pemeriksaan USG
14
Grade 2 : Dapat terdeteksi dengan pemeriksaan puddle sign dan shifting
dullness
Grade 3 : Tampak dari pemeriksaan inspeksi, dapat dikonfirmasi dengan tes
undulasi
Secara klinis, Asites dikelompokkan menjadi eksudat dan transudat:
1. Asites eksudatif:
Biasanya terjadi pada proses peradangan (biasanya infektif, misalnya pada
tuberculosis) dan proses keganasan. Eksudat merupakan cairan tinggi
protein, tinggi LDH, ph rendah (<7,3), rendah kadar gula, disertai
peningkatan sel darah putih. Beberapa penyebab dari asites eksudatif:
keganasan (primer maupun metastasis), infeksi (tuberkulosis maupun
peritonitis bakterial spontan), pankretitis, serositis, dan sindroma nefrotik.
2. Asites transudatif:
Terjadi pada sirosis hepatis akibat hipertensi portal dan perubahan
bersihan (clearance) natrium ginjal, juga bisa terdapat pada konstriksi
perikardium dan sindroma nefrotik. Transudat merupakan cairan dengan
kadar protein rendah (<30g/L), rendah LDH, pH tinggi, kadar gula normal,
dan sel darah putih kurang dari 1 sel per 1000 mm³. Beberapa penyebab
dari asites transudatif: sirosis hepatis, gagal jantung, penyakit venaoklusif,
perikarditis konstruktiva, dan kwasiokor.
Untuk membedakan etiologi hipertensi porta dan non-hipertensi porta, dapat
digunakan indeks serum ascites albumin gradient (SAAG).
Tabel 1. Perbedaan etiologi hipertensi porta dan non-hipertensi porta
Terkait Hipertensi Porta (SAAG ≥
1.1)
Tidak Terkait Hipertensi Porta (SAAG <
1.1)
Pre-sinusoid
- Trombosis vena porta atau
splenikus
- Schistosomiasis
Sinusoid
- Hepatitis akut
Peritonitis
Karsinomatosis peritoneal
Pankreatitis
Vaskulitis
Kondisi hipoalbuminemia lain: sindroma
nefrotik
15
- Keganasan (KHS atau
metastasis)
Pasca Sinusoid
- Gagal jantung kanan
- Sindrom Budd-Chiari
Obstruksi atau infark usus
Kebocoran limfe pasca operasi
Lebih lanjut untuk SAAG ≥ 1.1, nilai ascites fluid total protein (AFTP) dapat
membedakan antara sirosis hepatis (AFTP < 2.5 g/dL) dan kausa gagal
jantung (AFTP ≥ 2.5 g/dL).
F. MANIFESTASI KLINIS1,3,6
Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena
kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis (kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul
impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, serta menurunnya dorongan
seksualitas.
Manifestasi klinis dari sirosis hepatis yang lanjut (dekompensata)
terjadi akibat tiga tipe gangguan fisiologis: kegagalan parenkim hati,
hipertensi portal, dan hiperestrogenemia.
Tanda klinis kegagalan perenkim hati, berupa:
1. Ikterus dan urin pekat seperti teh
2. Asites
3. Edema perifer
4. Kecenderungan perdarahan (hematemesis dan melena) dan kelainan sel
darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)
5. Eritema palmaris
6. Ensefalopati hepatik
Tanda klinis hipertensi portal, antara lain:
1. Varises oesophagus dan lambung
2. Splenomegali
16
3. Perubahan sumsum tulang
4. Caput medusa
5. Asites
6. Collateral vein hemorrhoid/hematochezia
7. Gastropati
Tanda klinis hiperestrogenemia, antara lain:
1. Hiperpigmentasi
2. Jerawat, white nail
3. Perubahan suara menjadi kecil
4. Ginekomastia
5. Spider naevi
6. Eritema palmar
7. Kerontokan bulu sekunder
8. Atrofi testis
9. Fetor hepatikum sebagai bau napas yang khas pada pasien sirosis hepatis
disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto
sistemik yang berat.
G. DIAGNOSIS1,2,3
Pada saat ini, penegakan diagnosis sirosis hepatis terdiri atas
pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan
pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hepatis dini.
Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik
a. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis hepatis,
bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik. Pada sirosis hepatis,
konsistensi hati biasanya kenyal/firm, tepi hati biasanya tumpul dan ada
nyeri tekan pada perabaan hati.
17
b. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali.
c. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan
ascites.
d. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider naevy pada tubuh
bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medusa, dan tubuh bagian
bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan
atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.2,5
Laboratorium
a. Amino transferase - AST dan ALT meningkat cukup tinggi, dengan
AST>ALT. Namun, aminotransferase normal tidak menyingkirkan sirosis
hepatis.
b. Alkali phosfatase - biasanya sedikit lebih tinggi, 2-3 kali batas atas. AP
tinggi pada kolangitis, sklerosis primer, dan sirosis bilier primer.
c. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih tinggi pada
penyakit hati kronis karena alkohol. (alkohol menginduksi GGT
mikrosomal dan menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit).
d. Bilirubin - dapat normal (sirosis hepatis kompensata) dan tinggi (sirosis
hepatis lanjut).
e. Albumin - rendah akibat dari menurunnya fungsi sintetis oleh hati dengan
sirosis hepatis yang semakin memburuk.
f. Waktu prothrombin – memanjang, mencerminkan derajat/tingkatan
disfungsi sintesis hati.
g. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri dari hati ke jaringan
limfoid, menginduksi produksi imunoglobulin.
h. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk
mengeluarkan air bebas akibat dari tingginya ADH dan aldosteron.
i. Trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia - karena splenomegaly
kongestif dan menurunnya sintesis thrombopoietin dari hati.
j. Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar faktor-faktor
koagulasi dan dengan demikian koagulopati berkorelasi dengan
memburuknya penyakit hati.
18
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
a. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus
untuk konfirmasi hipertensi portal.
b. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi
sirosis hepatis/hipertensi portal.
c. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan
sebagaialat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Yang dilihat pinggir hati,
pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran
vena hepatika, venaporta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo
atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion). Sonografi bisa
mendukung diagnosis sirosis hepatis terutama stadium dekompensata,
hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran
empedu, dan lain lain.
d. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites
dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi
(peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat,
dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar
protein, amilase dan lipase.
H. PENATALAKSANAAN
Etiologi mempengaruhi penanganan sirosis hepatis. Tetapi ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa
menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1
gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.1,2
Tatalaksana pasien sirosis hepatis kompensata1,2
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien
ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:
19
1. Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin bisa
menghambat kolagenik.
2. Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
3. Pada hemokromatosis, flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi
besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
4. Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis hepatis.
5. Pada hepatitis B, IFN alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan
terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg
secara oral setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin
setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi
resistensi obat. IFN Alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3
kali seminggu selama 4-6 bulan.
6. Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan 5 MIU 3 kali seminggu
dan dikombinasi dengan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.
Tatalaksana pasien sirosis hepatis dekompensata1,2
1. Asites:
a. Tirah baring
b. Diet rendah garam, 5,2 gr atau 90 mmol/ hari.
c. Diuretik, awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-
200 mg/hari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat
badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan
adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat,
bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosis hingga 160 mg/hari bila tidak
ada respon. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran
asites bisa hingga 4-6 L dan diimbangi dengan pemberian albumin
parenteral 6-8 gram.
2. Ensefalopati hepatik
20
a. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia, secara oral
dosis 60-120 ml/hari.
b. Neomisin untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diberikan
secara oral 2-4 gram/hari, metronidazol 4 x 250 mg/hari sebagai
alternatif.
c. Diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/ kgBB/ hari, terutama diberikan
yang kaya asam amino rantai cabang. Setelah ada perbaikan, pemberian
protein ditingkatkan (10 gr/hari menjadi 20 gr/hari selama 3-5 hari)
3. Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat
beta (propranolol) dosis 20 mg/hari, dapat ditingkatkan hingga 20-40
mg/hari. Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin 3,5
mcg/kgBB atau oktreotid 25 mcg/jam, diteruskan dengan tindakan
skleroterapi atau ligasi endoskopi.
4. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotika spektrum luas seperti sefotaksim IV 2 gram/ 12
jam, amoksilin IV 1 gram/8 jam, atau aminoglikosida.
5. Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati dan
mengatur keseimbangan garam dan air. Berikan vasokonstriktor seperti
terlipressin atau oktreotid yang dikombinasikan dengan infus albumin atau
koreksi albumin serum.
6. Transplantasi hati; terapi defenitif pada pasien sirosis hepatis
dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa
kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.
I. KOMPLIKASI1,5,6
Morbiditas dan mortalitas sirosis hepatis sangat tinggi. Kualitas hidup pasien
sirosis hepatis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.
1. Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis
bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien
21
ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Kriteria
diagnosis: bila ditemukan ≥ 250 sel polimorfonuklear/mm3 cairan asites
dengan hasil kultur positif patogen tunggal (biasanya E.Coli)
2. Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut. Kerusakan hati
lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
Sindrom hepatorenal dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Sindrom hepatorenal tipe 1
Penurunan fungsi ginjal, ditandai dengan peningkatan kadar creatinin
serum > 2.5 mg/dL, dalam < 2 minggu
b. Sindrom hepatorenal tipe 2
Penurunan fungsi ginjal yang berlangsung stabil atau lambat
Kriteria diagnosis:
a. Kadar creatinin serum > 1.5 mg/dL atau bersihan (clearance) kreatinin
24 jam < 40 mL/menit
b. Tidak ada syok, infeksi bakteri, kehilangan cairan maupunpenggunaan
agen nefrotoksik
c. Tidak ada respon perbaikan fungsi ginjal (kadar creatinin serum ≤ 1.5
mg/dL) setelah penghentian diuretik dan pemberian plasma expander
d. Tidak ada proteinuria (< 500 mg/hari) atau hematuria (< 50
etirosit/LPB)
e. Tidak ada keterlibatan uropati obstruktif atau penyakit parenkim ginjal
melalui USG
f. Konsentrasi natrium urin < 10 mmol/L
3. Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis hepatis dengan varises esofagus
pecah yang menimbulkan perdarahan. Adanya varises esofagus harus
dideteksi dengan endokopi dengan katagori:
a. Derajat 1: varises yang kolaps bila esofagus dikembangkan dengan
udara
b. Derajat 2: varises antara derajat 1 dan 3
c. Derajat 3: varises yang cukup besar untuk menutupi lumen
22
Untuk menilai ada/tidaknya perdarahan varises pada endoskopi, digunakan
indikator berikut
a. Perdarahan aktif yang terlihat kasat mata muncul dari varises esofagus,
biasanya menyembur atau mengalir
b. Adanya tanda bekas perdarahan berupa white nipple sign atau temuan
bekuan darah
c. Tampak varises esofagus berwarna merah dan ditemukan darah pada
lambung tanpa sumber perdarahan lain
d. Tampak varises esofagus berwarna merah dengan manifestasi
perdarahan saluran cerna tanpa darah pada lambung.
4. Ensefalopati hepatik, merupakan kelaianan neuropsikiatrik akibat
disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia),
selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.
Kriteria ensefalopati hepatik menurut West-Haven :
a. Derajat 0:
Minimal atau subklinis, susah ditemukan perubahan dalam perilaku.
Perubahan minimal dalam ingatan, konsentrasi, fungsi intelektual dan
koordinasi. Tidak ditemukan asteriksis (liver flap berupa gerakan maju
tiba-tiba dari pergelangan tangan setelah dilakukan ekstensi).
b. Derajat 1:
Kemampuan mempertahankan konsentrasi memendek. Hiperinsomnia,
insomnia ataupun perubahan dalam pola tidur. Euforia, depresi, atau
gampang teriritasi. Kebingungan ringan. Kemampuan melakukan tugas
mental melambat. Ditemukan asteriksis.
c. Derajat 2:
Letargi atau apatis. Disorientasi terutama disorientasi waktu, perilaku
tidak sesuai, bicara cadel, asteriksis jelas. Tampak mengantuk, letargi,
kesulitan mengerjakan pekerjaan mental, perubahan perilaku jelas.
d. Derajat 3:
23
Somnolen namun masih dapat dibangunkan, tidak dapat mengerjakan
tugas mental, disorientasi tempat dan waktu, kebingungan jelas,
amnesia, bicara tidak komprehensif.
e. Derajat 4:
Koma dengan atau tanpa respon terhadap stimulus nyeri.1,2
J. PROGNOSIS
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis pasien
sirosis hepatis yang akan menjalani operasi. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan
dengan kelangsungan hidup.1,2
Tabel 2. Klasifikasi Child-Pugh1,2
BAB III
KESIMPULAN
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini
terjadi akibat nekrosis hepatoselular.1
Penyebab yang sering ditemui yaitu alcoholic liver disease, hepatitis B,
dan hepatitis C kronis.1,2,3
24
Berdasarkan morfologi, dibagi menjadi 3 jenis, yaitu mikronodular (besar
nodulnya < 3 mm, biasanya disebabkan alkohol atau penyakit saluran empedu),
makronodular (besar nodul ≥ 3mm, biasanya tampak pada perkembangan hepatitis
seperti infeksi virus hepatitis B), dan campuran.5,6 Secara fisiologis, dibagi
menjadi sirosis hepatis kompensata (lemas, mudah lelah, nafsu makan berkurang,
kembung, mual, dan berat badan turun) dan sirosis hepatis dekompensata
(gangguan pembekuan darah, gusi berdarah, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena).5,6
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, hati membesar/mengecil, konsistensi
hati biasanya kenyal/firm, tepi hati biasanya tumpul dan ada nyeri tekan pada
perabaan hati, serta limpa membesar. Pada perut diperhatikan vena kolateral dan
ascites. Terdapat spider naevy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada,
pinggang, caput medusa, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya
eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai
hemoroid.2,5. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan AST dan ALT
meningkat (AST>ALT), alkali phosfatase biasanya sedikit lebih tinggi, 2-3 kali
batas atas, GGT lebih tinggi pada penyakit hati kronis karena alkohol, bilirubin
dapat normal/tinggi, hipoalbumin, waktu prothrombin memanjang, globulin
meningkat, hiponatremia, trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia, serta
terjadi defek koagulasi.1,2,3
Penatalaksanaan pada pasien sirosis hepatis kompensata, alkohol dan
bahan toksik lain dihentikan penggunaannya. Asetaminofen, kolkisin bisa
menghambat kolagenik. Bila penyebabnya penyakit hati nonalkoholik, dengan
menurunkan berat badan. Hepatitis B kronik, diberikan IFN alfa dan lamivudin
(analog nukleosida). Hepatitis C kronik, diberikan kombinasi IFN dengan
ribavirin.1,2
Penatalaksanaan pada pasien sirosis hepatis dekompensata sesuai dengan
komplikasi yang telah terjadi yaitu asites dengan tirah baring dan diet rendah
garam, 5,2 gr (90 mmol/ hari) dan diuretik spironolakton dosis 100-200 mg/hari,
kombinasi furosemid dosis 20-40 mg/hari hingga dosis 160 mg/hari, serta
parasentesis. Ensefalopati hepatik dengan laktulosa dosis 60-120 ml/hari,
25
neomisin oral 2-4 gram/hari dan diet protein sampai 0,5 gr/ kgBB/ hari. Varises
esophagus diberikan propranolol 20 mg/hari, hingga 20-40 mg/hari, somatostatin
3,5 mcg/kgBB atau oktreotid 25 mcg/jam, skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Peritonitis bakterial spontan diberikan antibiotika seperti sefotaksim IV 2
gram/12 jam, amoksilin IV 1 gram/8 jam. Sindrom hepatorenal dengan mengatasi
perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati; terapi defenitif pada pasien sirosis hepatis dekompensata.1,2
Komplikasi sirosis hepatis yaitu peritonitis bakterial spontan, sindrom
hepatorenal, varises esofagus, dan ensefalopati hepatik.1,5,6
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertai.1,2
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009.
2. Chris Tanto (ed), et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid 2. Jakarta:
Media Ausculapius.2014
3. Chung Raymond T, Padolsky Daniel K. Cirrhosis and Its Complications.
Dalam: Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. New
York: McGraw-Hill Companies. 1844-1855.
26
4. Dufour J F. Non alcoholic Steatohepatitis.
http://orpha.net/data/patho/GB/uk-NASH.pdf [diakses 25 Agustus 2015].
5. Lindseth Gleda N. Sirosis Hati. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Volume I. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005.
6. Ghany Marc, Hofnagle Jay A. Approach to the Patient With Liver Disease.
Dalam: Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. New
York: McGraw-Hill Companies. 1813
27