57121454 Referat Hipertensi Portal Dan Koma Hepatikum Pd Sirosis Hepatis

download 57121454 Referat Hipertensi Portal Dan Koma Hepatikum Pd Sirosis Hepatis

of 25

Transcript of 57121454 Referat Hipertensi Portal Dan Koma Hepatikum Pd Sirosis Hepatis

BAB I PENDAHULUAN Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke-7 penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Penyebab terbanyak sirosis hati di Asia Tenggara adalah akibat komplikasi infeksi (hepatitis) virus hepatitis B dan C, demikian juga di Indonesia. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma hepatikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carsinoma.1,8 Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.1 Gambaran klinis pada sirosis hati muncul akibat kegagalan hepatoseluler dan terjadinya hipertensi portal. Hipertensi portal ini disebabkan oleh karena meningkatnya resistensi vaskular hati terhadap aliran darah portal dan diperberat oleh peningkatan aliran darah portal yang timbul akibat dilatasi arteri splanknik. Komplikasi sirosis dapat terjadi secara fungsional, anatomi ataupun neoplastik. Kelainan fungsi hepato-selular disebabkan gangguan kemampuan sintesis, detoksifikasi ataupun kelaian sistemik yang sering melibatkan organ ginjal dan endokrin. Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parenkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal, dengan perubahan alur pembuluh darah balik yang menuju viseral berupa pirau baik intra maupun ekstra hepatal. Sirosis yang dibiarkan dapat berlanjut dengan proses degeneratif yang neoplastik dan dapat menjadi karsinoma hepato-selular. Komplikasi dari sirosis dapat berupa kelainan ginjal berupa sindroma hepatorenal, nekrosis tubular akut. Juga dapat terjadi ensefalopati porto-sistemik, perdarahan varises, peritonitis bakterialis spontan.1,8

BAB II1

SIROSIS HEPATIS Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap, Sirosis Hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.9

II.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI HATI Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare -area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.10 Macam-macam ligamennya: 1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.

falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis : Merupakan

bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.4. Ligamentum Coronaria Anterior kika dan Lig. coronaria posterior ki-ka:

Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.2

5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar. Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig. falciformis membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.9,10 II.1.1 Secara Mikroskopis Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenkim hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoidsinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terdiri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yang merupakan cabang dari venavena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan. Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yang terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.8,9,10

3

II.2 FISIOLOGI HATI Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu : Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan : Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).10

4

Fungsi hati sebagai metabolisme lemak Hati tidak hanya membentuk/mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen : 1. Senyawa 4 karbon KETON BODIES 2. Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol) 3. Pembentukan cholesterol 4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum kolesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.10 Fungsi hati sebagai metabolisme protein Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000. 10 Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya : membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer agar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.9,10 Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K Fungsi hati sebagai detoksikasi Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

5

Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai imun livers mechanism. Fungsi hemodinamik Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari dan shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.10 II.3 KLASIFIKASI Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis Hati atas 3 jenis, yaitu : 1. Mikronodular 2. Makronodular 3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular) Secara Fungsional Sirosis terbagi atas : 1. Sirosis hati kompensata Sering disebut dengan Laten Sirosis Hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. 2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis Hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterus.1

6

II.4 ETIOLOGI1,8 1. Virus hepatitis (B,C,dan D) 2. Alkohol 3. Kelainan metabolic : 1. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi) 2. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga) 3. Defisiensi Alpha-antitripsin 4. Glikonosis type-IV 5. Galaktosemia 6. Tirosinemia 4. Kolestasis Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary Atresia. Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary Atresia berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu. 5. Sumbatan saluran vena hepatica - Sindroma Budd-Chiari - Payah jantung 6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid) 7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lainlain) 8. Operasi pintas usus pada obesitas 9. Kriptogenik 10. Malnutrisi 11. Indian Childhood Cirrhosis

7

II.5 GEJALA KLINIS1 Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang tersebut di bawah ini : 1. Kegagalan Parekim hati 2. Hipertensi portal 3. Asites 4. Ensefalophati hepatitis Keluhan dari sirosis hati dapat berupa : a. Merasa kemampuan jasmani menurun b. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap d. Pembesaran perut dan kaki bengkak e. Perdarahan saluran cerna bagian atasf. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic

Enchephalopathy) g. Perasaan gatal yang hebat Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh

Child A : 5 6 (life expectancy 15-20 years) Child B : 7 9 (indication transplant evaluation) Child C : 10 15 (life expectancy 1-3 years)

8

BAB III HIPERTENSI PORTAL III.1 DEFINISI Tekanan portal normal berkisar antara 5-10mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap diatas nilai normal. Disebut hipertensi portal bila tekanan portal lebih dari 20cm air atau 15mmHg.3 III.2 PATOGENESIS Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parenkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal. Hipertensi portal merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem portal. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktif- kan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik di atur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan di perkuat oleh vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ketidak seimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi portal ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskular sistemik. Vasodilatasi arteri splanknik mendahului peningkatan aliran darah portal, yang selanjutnya menjadikan hipertensi portal yang lebih berat. Vasodilatasi arteri splanknik berasal dari pelepasan vasodilator endogen seperti nitric oksida, glukagon dan peptide vasointestianal aktif. Peningkatan gradien tekanan portocava mendahului terjadinya kolateral vena portal sistemik sebagai usaha untuk dekompresi sistem vena portal. Varises esophagus adalah kolateral yang paling penting karena tingginya kecendrungan untuk terjadinya perdarahan. Varises esophagus terjadi ketika gradien tekanan vena portal meningkat di atas 10 mmHg. 3,4,7

9

Semua faktor yang meningkatkan hipertensi portal bisa meningkatkan resiko perdarahan termasuk perburukan penyakit hati, intake makanan, kegiatan fisik dan peningkatan tekanan intra abdominal. Faktor-faktor yang merubah dinding varises seperti NSAID dapat juga meningkatkan resiko perdarahan. Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan apabila tanpa perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam penampilannya, yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi berbaring). Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam usus-usus, contohnya; usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis. Infeksi bakteri bisa menyebabkan perdarahan awal dan perdarahan berulang.3,4,7

Gambar. Mekanisme gangguan fungsi liver berkaitan dengan hipertensi portal III.3 ETIOLOGI

10

Hipertensi portal dapat terjadi karena sebab prehepatik, post hepatik maupun sebab hepatik. Pada orang dewasa penyebab hipertensi portal dapat dikatakan selalu terkait dengan sirosis hati, meskipun beberapa penyebab lain dapat menjadi penyebab meningkatnya tekanan vena portal.3 III.4 DIAGNOSIS Diagnosis hipertensi portal sering baru dibuat setelah terjadi perdarahan saluran cerna bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Pemeriksaan endoskopi merupakan pemeriksaan yang sangat penting untnuk menetapkan ada tidaknya varises esofagus. Selain itu karena hipertensi portal biasanya disebabkan oleh penyakit hati yang menahun, maka beberapa cara diagnosis berikut ini dapat dipakai untuk membantu diagnosis pasien yaitu: 1. Gambaran klinis dan laboratorium 2. Pemeriksaan non-invasif: a) Foto barium SCBAb) USG dengan atau tanpa doppler

c) CT-Scan d) MRI e) Radionuclide angiography 3. Pemeriksaan invasif: a) Arterial portography b) Spleno-porthography c) Transhepatic venography. 4. Biopsi hati Pengukuran tekanan portal sendiri dapat dikerjakan dengan cara tak langsung dengan mengukur gradien tekanan vena hepatika (HVPG = hepatic vein pressure gradient) yang merupakan perbedaan antara tekanan wedge vena hepatika (WHVP = wedge hepatic vein pressure) dengan free hepatic vein pressure (FHVP). Ketiga tekanan vena hepatika ini dapat diukur dengan cara kateterisasi vena hepatica. Pengukuran tekanan portal juga dapat dikerjakan dengan cara langsung dengan teknik pungsi splein pada saat mengerjakan pemeriksaan splenophotografi atau melalui pungsi varises esofagus pada saat endoskopi.3 III.5 TATA LAKSANA

11

Terapi medikamentosa terutama ditujukan terhadap penyebab dari hipertensi portal. Perdarahan dari varises gastro-esophageal merupakan komplikasi yang paling dramatik dan mempunyai komplikasi yang cukup besar untuk menyebabkan suatu kematian. Terapi medikal yang dibahas terutama adalah pada varises gastro-esophageal yang meliputi terapi emergensi, profilaktik primer, dan terapi elektif.4 III.5.1 Terapi emergensi4,5 : Perdarahan yang berasal dari varises oesophagus :1.

Biasanya terjadi spontan pada sekitar 40% penderita. Masing-masing

perdarahan varises dengan episode yang berulang berhubungan dengan angka mortalitas sebesar 30%. Keadaan ini terjadi pada penyakit hepar yang berat dan terdapat perdarahan berulang yang segera. Perdarahan berulang ini terjadi pada 40% dari penderita dalam waktu 6 minggu. 2. Setelah dilakukan resusitasi, terapi dari perdarahan varises akut termasuk kontrol perdarahan (setelah 24 jam tanpa perdarahan, 48 jam ke dua segera dilakukan terapi) dan tindakan preventif untuk mencegah perdarahan berulang. Initial resusitasi dengan mengganti volume darah yang hilang.1. Darah harus sesegera mungkin diganti dengan target hematokrit 25-30%

2.Hindari volume intra vascular untuk mencegah perdarahan berulang. Diagnosa sumber perdarahan Pencegahan komplikasi (hepatic encephalopathy, aspirasi bronkial,gagal ginjal, infeksi sistemik ) 1. Semua penderita dengan sirosis dan perdarahan saluran cerna atas mempunyai resiko untuk terjadinya infeksi bakteri yang berat. 2. Sehingga dalam hal ini sesuai dengan rekomendasi Rimola tahun 2000 dapat dilakukan pemberian antibiotic broad spectrum. Antibiotik ini digunakan sebagai profilaksis. Terapi spesifik untuk lesi yang mengalami perdarahan

Terapi farmakologi :

12

1. Somatostatin adalah suatu hormon endogenous yang menurunkan aliran darah portal dengan cara vasokontriksi pada pembuluh darah splnik tanpa adanya suatu efek samping yang cukup signifikan2. Octreotide : merupakan suatu sintetik analog dari somatostatin.

Diberikan secara konstan melalui infus dengan dosis 50mcg/jam. Octreotide cukup efektif untuk mengurangi komplikasi dari perdarahan varises setelah scleroterapi emergensi atau ligasi varises.3. Vasopressin : merupakan vasokonstriktor splanik yang paling poten

untuk mengurangi aliran darah keseluruh splanik organ. Penggunaan vasokonstriktor ini terbatas karena efek samping yang disebabkan antara lain adalah bowel iskemia, myocardial iskemia. Dosis yang diberikan adalah 0,2-0,4 IU/m melalui infus (pemberian tidak boleh lebih dari 0,8IU/m). Karena efek samping yang terjadi, maka pemberian vasopressin disertai dengan pemberian nitroglyserin secara intra vena dengan dosis 40 mcg/m (tidak boleh melebihi 400mcg/m) untuk mempertahankan tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg.4. Terlipressin : merupakan suatu sintetik analog vasopressin yang

mempunyai efek yang lebih panjang dengan efek samping yang lebih rendah dibandingkan vasopressin. Penelitian akhir-akhir ini secara randomized control trial memperlihatkan bahwa pemberian octreotide hanya mengurangi tekanan portal sementara saja.

Terapi endoscopy : Keuntungan yang dicapai untuk control perdarahan adalah 80% dengan Kegagalan terapi endoscopy yang pertama dapat diulangi sampai kedua

1.2.

efektifitas sebesar 70% pada 5 hari pertama karena adanya perdarahan berulang. kali, tetapi bila masih didapatkan kegagalan maka harus segera dilakukan trans jugular intra hepatic portosistemik shunt, atau dengan terapi bedah.3.

Endoscopy

dengan

injeksi

sclerosan

ke

dalam

varises

akan

menyebabkan obliterasi lumen karena suatu trombosis atau terjadi inflamasi karena suatu fibrosis. Jenis sclerosan yang tersedia adalah 5% sodium morrhuate, 1-3% sodium tetradecyl sulphate, dan 5% ethanolamine oleate. Volume injeksi adalah 1-2 cc dengan total volume sebanyak 10-15cc.

13

Komplikasi yang terjadi karena injeksi sclerosan adalah demam, strriktur, disfagia, perforasi, nyeri dada, mediastinitis, ulserasi dan efusi pleura. Hal ini disebabkan karena toksisitas dari zat tersebut. 4. Ligasi varises dengan menggunakan endoscopy. Tindakan ini komplikasinya lebih berkurang bila dibandingkan dengan penggunaan sclerosan. Penggunaan tehnik ini lebih sulit, dan tergantung dengan pengalaman operator.5.

Intervensi lain adalah dengan tamponade menggunakan balon.

Digunakan pada perdarahan masif dan bersifat sementara. Komplikasi yang dapat terjadi dari teknik ini adalah terjadi ulserasi pada gaster dan oesophagus, pneumonia aspirasi sampai perforasi.

III.5.3 Terapi primer profilaksis4,5,7 Dilakukan pada penderita dengan resiko tinggi terjadinya perdarahan. Pada penderita ini biasanya terdapat varises berukuran yang besar, berwarna kemerahan, dan disertai dengan gagal hati yang berat. Obat-obatan yang digunakan antara lain : Beta bloker : termasuk yang digunakan adalah propanolol dan nadolol. Beta

bloker merupakan suatu obat-obatan non kardioselektif dan mengurangi aliran darah portal dan aliran darah kolateral. Penggunaan obat-obatan ini akan menyebabkan pengurangan cardiac output. Vasokonstriktor dari splanik dapat terjadi. Pada suatu penelitian metaanalisis pada penggunaan non selektif beta bloker memperlihatkan terjadi suatu pencegahan terhadap perdarahan berulang sebesar 15 % bila dibandingkan dengan kontrol sebesar 25%. Propanolol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 12 jam. Sedangkan nadolol dosisnya diberikan setengah dosis propanolol dan diberikan sehari satu kali. Propanolol merupakan kontraindikasi pada penderita dengan astma, COPD, atrioventricular blok, intermitten claudicatio. Efek samping yang ditimbulkan antara lain nyeri kepala, fatiq, dyspneu, insomnia, bronchospasm, impotent. Vasodilator : obat yang digunakan antara lain isosorbide mononitrate (ISMN).

ISMN ini terbukati mengurangi HPVG pada kondisi akut tetapi pada pemberian dengan jangka waktu yang lama, maka kefektifannya akan berkurang. Pemberian

14

vasodilator juga akan mengurangi tekanan varises oesophageal. Pada penderita sirosis yang sudah lanjut, pemberian vasodilator dapat mengurangi tekanan arteri dan akan mengaktivasi vasoaktif system endogenous yang akan menyebabkan retensi air dan natrium. Kombinasi terapi : terapi digunakan kombinasi antara vasodilator dan betabloker. Terapi kombinasi ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut sehingga tidak direkomendasikan untuk dipakai. Scleroterapi profilaktik : pada suatu penelitian randomize kontrol trial

memperlihatkan bahwa pada penderita yang dilakukan scleroterapi ternyata memperlihatkan outcome yang buruk. Profilaksis ligasi varises melalui endoscopi : tindakan ini memperlihatkan efektifitas yang lebih baik untuk mencegah terjadinya perdarahan varises. Tindakan ini mempunyai nilai yang sama dengan penggunaan beta bloker untuk mencegah terjadinya perdarahan varises tetapi meningkatkan efek samping. Tindakan ini tidak direkomendasikan menjadi suatu tindakan rutin untuk tindakan preventif primer, tetapi merupakan salah satu opsi pilihan pada penderita dengan varises grade 3, atau pada penderita yang tidak dapat menggunakan beta bloker. Terapi elektif dipakai untuk mencegah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada varises mempunyai rekurensi selama 2 tahun sebesar 80%. Obat-obatan yang dipakai antara lain : Non selektif beta bloker Endoscopy scleroterapi : digunakan dengan interval 1 minggu dengan 4-5 kali sesi Ligasi varises dengan endoscopy : penggunaan ligasi ini berhubungan dengan terjadinya perdarahan berulang dan striktur yang cukup rendah. Kombinasi penggunaan ligasi dengan terapi secara farmasi yaitu dengan menggunakan nadolol dan sucralfat memperlihatkan hasil yang cukup efektif untuk mencegah terjadinya perdarahan berulang bila dibandingkan dengan terapi ligasi sendiri.TATALAKSANA INISIAL Resusitasi, NGT, laktulosa/neomisin,H2 antagonis Ocreotide bolus-rumatan-48 jam

15

Perdarahan (+) Ligasi/ skleroterapi Tamponade balon +/- Octriotide Nitrat

Perdarahan (-) Ligasi/skleroter

Perdarahan (+) Operatif Ablasi, Transeksi esophagus,

Tatalaksana rumatan blocker dan nitrat Spironolakton +/- parasentesis Restriksi air, garam

Gambar 3. ALGORITMA PERDARAHAN AKUT VARISES ESOFAGUS

BAB IV KOMA HEPATIKUM16

IV.1. DEFINISI Koma hepatikum dapat timbul akibat gagal hati yang fluminan (fluminant hepatic failure), misalnya pada infeksi hepatitis virus, hepatitis toksik karena obatobatan dan perlemakan hati akut pada kehamilan. Pada penyakit hati menahun (sirosis hepatis) kerusakan sel-sel bukan merupakan faktor satu-satunya, tetapi timbulnya sirkulasi kolateral baik intra maupun ekstra hepatic (portal-systemic encephalopathy), dan berbagai faktor pencetus merupakan pula faktor-faktor yang penting untuk terjadinya koma hepatic (koma eksogen).2 IV.2 PATOGENSIS1,2 Koma hepatic adalah suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan adanya perubahan kesadaran, penurunan intelektual dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan-kelainan parenkim hati. Walaupun patogenesis koma hepatikum belum diketahui secara menyeluruh namun berdasarkan hasil-hasil penelitian pada binatang percobaan maupun pada pasien-pasien sendiri, diajukan beberapa konsep patogenesis sebagai berikut:1. Koma hepatikum merupakan gangguan proses metabolic dan neurofisiologik,

sering tanpa disertai lesi structural otak, sehingga berpotensi untuk menjadi normal kembali dengan sempurna, tanpa ditemukan gejala-gejala sisa neurologic atau kelainan structural. Pada koma hepatikum tidak diketahui secara pasti daerah mana di otak yang terpengaruh. Diduga sistema aktivasi reticular pada batang otak (yang memelihara fungsi normal kesadaran dan perubahan korteks) merupakan daerah yang terkena.2. Koma hepatikum merupakan kelaianan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Dapat disebabkan oleh interaksi secara sinergis bebrapa faktor pada otak seperti kelebihan ammonia ; asam lemak berantai pendek maupun panjang, merkapten, gangguan keseimbangan asam amino dan neurotransmitter atau mungkin oleh karena kekurangan faktor-faktor vital yang melindungi otak.

Pada koma portosistemik bermacam-macam zat perusak dan gangguan fisiologik seperti azotemia, infeksi dan alkalosis hipokalemik dapat berkerja sama dengan toksin-toksin yang diduga sebagai pencetus koma hepatikum.17

Disamping itu pada koma portosistemik sensitivitas otak dapat meningkat terhadap berbagai bahan toksin antara lain seperti infeksi dan obat-obat sedatif, karena metabolisme obat menurun akibat kerusakan sel-sel hati, terjadi penimbunan obat dan selanjutnya dapat meningkatkan influx obat kedalam otak dengan plasma protein, serta peningkatan sensitivitas reseptor otak terhadap obat yang secara keselurhan menyebabkan kepekaan timbulnya koma hepatikum.3. Walaupun kelainan dasar molecular yang tepat pada koma hepatikum belum

diketahui dengan pasti, namun mekanisme-mekanisme yang diduga mendasari terjadinya koma hepatikum adalah perubahan energi metabolisme otak, gangguan/kekacauan fungsi membran-membran neuron, perubahan transmisi sinaptik sebagai akibat gangguan keseimbangan neurotransmitter otak atau kombinasi beberapa mekanisme tersebut diatas. Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmitter yang merangsang dan menghambat fungsi otak merupakan faktor yang berperan dan kelihatannya merupakan pejelasan yang terbaik saat ini yang dapat menerangkan mekanisme terjadinya koma hepatikum. Ketidakseimbangan ini terdiri dari menurunnya neurotransmitter yang mempunyai efek merangsang seperti glutamate, aspartat dan dopamine sebagai akibat menigkatnya ammonia dan peningkatan kerja gamma aminobutirat (GABA) yang mempunyai efek menghambat transmisi impuls. Efek GABA yang meningkat bukan oleh karena influknya kedalam otak yang meningkat namun oleh karena perubahan reseptor GABA di otak yang disebabkan oleh suatu substansi mirip Benzodiazepine. Reseptor ini merupakan suatu bagian dari kompleks supramolekular yang meningkatkan sensitivitas otak terhadap obat seperti benzodiazepine dan barbiturate pada pasien penyakit hati menahun.

Patogenesis yang dikemukakan di atas merupakan suatu konsep uniform, namun antara koma portosistemik dan koma pada kegagalan hati fluminan, terdapat perbedaanperbedaan patogenesis yaitu pada koma portosistemik terdapat beberapa faktor yang diduga berkerjasama seperti:218

Sensitivitas yang berlebihan pada perubahan fisiologis pasien sirosis hepatis, misalnya stupor dapat tercetus oleh adanya infeksi atau pemberian obat sedatif sedangkan pada pasien tanpa penyakit hati hal ini tidak terjadi.

Toksin serebral tertimbun secara perlahan dan bila disertai faktor pencetus dapat terjadi koma hepatikum. Akibat kerusakan sel-sel parenkim hati bahan-bahan pelindung yang dibuat dihati dan dilepas secara normal seperti albumin dan glukosa akan menurun atau berkurang. Pada koma hepatic fluminan, karena proses begitu fluminan maka faktor utama yang berperan adalah influx bahan toksis secara tiba-tiba kedalam otak, menghilangnya bahan pelindung, perubahan sawar darah otak dan edema serebri.

Toksin 1. Ammonia

Mekanisme kerja Berpengaruh langsung terhadap fungsi membrane sel neuron, menurunkan spike potensial dan mengubah permeabilitas membrane untuk air dan elektrolit. Perubahan rasio NADH/NAD sitoplasma/mitokondria dan reaksiulang alik malat-aspartat. Menurunkan kadar neuro transmitter yang merangsang (glutamate-aspartat) Mengganggu metabolisme energy otak dengan mengikat ATP dan meningkatkan laju produksi asam laktat.

2. Merkaptan

Mengacaukan kegiatan membrane sel-sel neuron dengan mempengaruhi kegiatan Na+K+ATPase Merusak detoksikasi ammonia. Merusak hambatan glutamate detoksikasi ammonia melalui sintesis urea dan pembetuka

3. Asam-asam lemak

Pengaruh-pengaruh langsung terhadap membrane neuron dengan menggangu influx ion-ion dan penyebaran impuls. 4. Berbagai amino macam asam Mengacaukan keseimbangan neurotransmitter diotak yang mempunyai efek merangsang dan efek menghambat transmisi rangsangan. Sumber pembentukan ammonia dan merkaptan.

19

5. Substansi-substansi lain

Mempengaruhi reseptor GABA sehingga meningkatkan sensitivitas serebral pada penderita.

IV.3 GEJALA KLINIS Koma hepatikum merupakan suatu sindrom neuropsikiatrik yang dapat ditemukan pada pasien dengan kegagalan fungsi hati yang akut maupun yang kronik. Gambaran klinis umum semua bentuk koma hepatikum adalah ditemukannya perubahan-perubahan atau kelaianan mental, kelainan neurologis , adanya penyakit parenkim hati dan beberapa kelainan laboratorium yang khas tetapi tidak spesifik.2 Pada penyakit hati kronik dengan koma portosistemik perjalanannya tidak progresif sehingga gejala-gejala neuropsikiatrik timbul dengan perlahan dan biasanya dicetuskan oleh berbagai macam faktor pencetus.2 Gambaran gannguan mental umumnya sama pada semua bentuk koma hepatikum, hanya tergantung dari berat ringannya koma. Gangguan mental mungkin hanya berupa perubahan dalam pengambilan keputusan , atau proses berfikir lainnya, perubahan kepribadian dan kelakukan yang tidak spesifik. Kemampuan motorik (misalnya menyetir) secara khusus mungkin terganggu dan dapat dideteksi dengan uji psikomotor. Penilaian keadaan intelektual dapat dikerjakan dengan menyuruh pasien membuat gambar seperti bintang sudut lima (secara grafis) atau menghubungkan beberapa angka secara berurutan selama jangka waktu tertentu. Pada koma portositemik yang lebih berat terjadi perubahan cara tidur yang progresif. Pasien mengantuk, apatis dan selanjutnya akan terjadi koma yang dalam.1,2,7

Fetor hepatic (bau nafas seperti bau buah-buahan atau bau hati yang busuk) dapat ditemukan pada 50% pasien koma portosistemik. Bau ini mungkin disebabkan oleh merkaptan atau derivatnya berupa mataniol dan etaniol yaitu produk metionin yang

20

dipecahkan oleh bakteri dalam usus dan tidak dapat dimetabolisme oleh hati yang rusak atau lewat pintasan portosistemik, sehingga banyak dilepaskan dalam nafas.2 Tanda neurologis yang paling khas pada koma portosistemik adalah flapping tremor yaitu suatu gerakan yang tidak disengaja oleh perubahan aktivitas neuromuskuler yang disebut asteriksis. Gerakan ini dapat dilihat dengan jelas dengan mengulurkan lengan, pergelangan tangan hiperekstensi dan jari-jari tangan dipisahkan satu dengan yang lain akan terjadi gerakan fleksi ekstensi jari tangan. Asteriksis biasanya terjadi bilateral tetapi tidak singkron dan biasanya didahului dengan tremor lateral jari-jari tangan. Tanda-tanda neurologis lain pada koma hepatikum klasik juga disebabkan oleh gangguan metabolic, bukan gangguan struktural otak. Perubahan hanya bersifat sementara dan berpotensi kembali normal. Pada tingkat awal koma, pasien dapat memperlihatkan tanda-tanda hiperefleksi, respon plantar ekstensor yang bervariasi, kekakuan, dan pada koma yang berlangsung lebih lama lagi biasanya reflek tendon yang dalam tertekan atau menghilang.2 Tabel tingkat derajat koma hepatik Tingkat Prodromal Gejala Tanda-tanda EEG Afektif hilang, euphoria, Asteriksis, kesulitan () depresi, apatis, kelakuan bicara, kesulitan menulis. yang tidak wajar, perubahan kebiasaan tidur (++) Pasien kebingungan, Asteriksis, fetor hepatic. disorientasi, mengantuk. Asteriksis, fetor hepatic, Kebingungan, mengantuk lengan kaku, hiperfleksia, (+++) namun masih bisa klonus, reflex dibangunkan, rekasi menggenggam dan terhadap rangsang (+). menghisap. Tidak sadar, hilang reaksi Fetor hepatic, tonus otot pada rangsang, refleks menghilang menurun.

Koma yang mengancam

Koma yang ringan

(++++)

Koma yang dalam

IV.4 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING1,2,7 Sesuai dengan gambaran klinis, diagnosis KH dapat ditegakkan atas dasar:

21

1. Kelainan neuropsikiatrik berupa perubahan tingkat kesadaran dan intelektual dalam berbagai tingkat, adanya flapping tremor dan kelainan EEG setalah menyingkirkan kemungkinan penyebab lain. 2. Adanya tanda-tanda atau kelaianan gagal hati fluminan maupun gagal hati kronis. 3. Gejala-gejala yang berhubungan dengan faktor-faktor pencetus misalnya adanya pendarahan saluran cerna 4. Ammonia yang meningkat khususnya dalam darah arterial dan dalam pemeriksaan laboratorium lainnya. Diagnosa banding koma hepatikum: 1. Koma oleh sebab gangguan metabolisme lainnya seperti uremia, koma hiper/hipoglikemi. 2. Koma akibat intoksikasi obat-obatan dan intoksikasi alcohol. 3. Trauma kepala berat seperti comutio serebri, kontusio serebri, perdarahan subdural dan epidural. 4. Tumor otak. 5. Epilepsi. IV.5 PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN Penatalaksanaan dan pencegahan koma hepatikum meliputi upaya-upaya:2 1. Mengobati penyakit dasar jika memungkinakan. 2. Mengidentifikasi dan menghilangkan fakto-faktor yang merupakan pencetus. 3. Mencegah/mengurangi pembentukan atau influx toksin-toksin nitrogen ke dalam otak dengan jalan: 3.1 3.2 3.3 mengubah, menurunkan atau menghentikan makanan-makanan yang mengandung protein. Menggunakan laktulosa, antibiotic atau keduanya. Membersihkan saluran cerna bagian bawah.

4. Upaya suportif dengan menjaga kecukupan masukan kalori dan mengobati komplikasi kegagalan hati seperti hipoglikemi, perdarahan saluran cerna, aturan keseimbangan elektrolit. Mengurangi atau menghentikan pemberian protein, atau menghindari sumber bahan-bahan toksik nitrogen, tergantung dari tingkat kelainan mental pasien. Perlu dipahami bahwa pada penyakit hati kronis pasien tetap membutuhkan protein untuk22

regenerasi sel-sel hati. Oleh karena itu bila masukan protein dihentikan hendaknya dalam waktu yang singkat saja. Apabila tingkat kesadaran sudah baik maka protein secara bertahap kembali dinaikkan dan disesuaikan dengan respon klinis, bila keadaan sudah cukup stabil, 40-60gram protein/hari dianggap cukup. Kualitas atau jenis protein yang diberikan juga penting, protein nabati lebih baik dibandingkan dengan protein hewani, hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya jumlah serat dalam protein nabati yang akan meningkatkan pengikatan dan selanjutnya pengeluaran nitrogen toksik oleh bakteri feses sehingga kadar ammonia akan menurun. Disamping itu protein nabati mempunyai efek laksansia.2 Standar terapi lain pada komaportosistemik termasuk pula penggunaan laktulosa, antibiotic atau keduanya. Laktulosa merupakan galaktosida fruktosa sintetik, diberikan secara oral dengan dosis 60-120 cc/hari untuk merangsang defekasi 2-3kali/hari. Laktulosa tidak diabsorpsi dan mempunyai efek: 1. Dipecah oleh bakteri usus menjadi asam organic yang menurunkan pH sehingga menurunkan absorpsi ammonia yang tidak terionisasi dan memberikan peluang bertambahnya bakteri yang lebih lambat memproduksi ammonia. 2. Berperan sebagai substrat bagi bakteri yang menggunakan ammonia 3. Mendorong pengikatan nitrogen oleh bakteri feses4. Merangsang percepatan pengeluaran toksin nitrogen dari usus.2

Antibiotik yang paling sering digunakan adalah Neomisin dengan dosis 2-4 gram/hari secara oral atau dengan enema dalam larutan 1%. Pemberian oral lebih baik kecuali jika terdapat tanda-tanda ileus. Dengan ini maka bakteri yang memproduksi toksin nitrogen menjadi inaktif. Metronidazol 4x250mg/hari merupakan alternatif lain dan juga sangat bermanfaat. Namun waspada akan efek samping berupa neuropati perifer dan kelainan susunan syaraf pusat termasuk kejang bila digunakan dalam jangka waktu yang lama. Upaya lain adalah dengan membersihkan saluran cerna bagian bawah terutama jika terjadi perdarahan (hematemesis/melena) agar bekuan darah yang merupakan toksis nitrogen dapat dikeluarkan dengan segera. Pemecahan protein endogen hendaknya sedini mungkin dicegah agar ammonia tidak meningkat dengan memelihara masukan dalam bentuk larutan glukosa 10-20% intrvena paling kuran 1600kal/hari.

23

Gangguan elektrolit khususnya alkalosis hipokalemik memerlukan terapi yang cermat oleh karena alkalosis metabolic yang resisten akan menyebabkan meningkatnya pembentukan ammonia yang tidak terionisasi. Influksnya ke dalam otak yang suasananya asam juga meningkat. Pengobatan dilakukan dengan memberikan arginin hidroklorida atau larutan NaCl encer.1,2,7 IV.6 PROGNOSIS2 Pada koma portosistemik hepatic dengan pengobatan standar seperti tersebut diatas, 80% pasien akan sadar kembali. Prognosis buruk bila ada tanda-tanda klinis berat misalnya adanya ikterus, asites, kadar albumin yang rendah. Untuk koma hepatic pada gagal hati fulminan kemungkinan hanya 20% pasien dapat sadar dan hidup setelah dirawat pada pusat-pusat medis. Beberap indicator digunakan untuk meramal prognosis pada gagal hati fulminan seperti Hepatocyte Volume Fraction (HVF) dengan melakukan biopsy hati dan bila nilainya kurang dari 35% berarti tidak ada perbaikan, sedangkan nilai HVF lebih besar dari 35% mungkin pasien akan sadar dan hidup dengan komplikasi atau meninggal. Pengujian lain seperti pemeriksaan faktor VII dan alfafetoprotein dapat dilakukan. AFP memberikan gambaran kapasitas regenerasi selsel hati.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Nurdjanah S (2006) Sirosis Hati, dalam buku aja ilmu penuakit dalam, jilid I Edisi IV, pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI, Jakarta

24

2.

Jubir N (2006) Koma Hepatik, dalam buku aja ilmu penuakit dalam, jilid I Edisi IV, pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI, Jakarta. Kusumobroto H (1996) Hipertensi Portal, dalam buku aja r ilmu penyakit dalam, jilid I Edisi III, pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI, Jakarta. Herrin SK. Advances in the Treatment of Complications of Cirrhosis and Portal Hypertension-Variceal Bleeding. www.medscape.com Siellaff T.D., Curley S.A. (2005) Liver. dalam : Schwartzs Principle of surgery. 8th edition. McGraw-Hill. Shahara AI dan Rockey DC. Gastroesophageal variceal hemorrhage. Review article. NEJM 2001; 345, 9; 669-70. Jutabha R., Jensen DM., (2002) Acute Upper Gastrointestinal bleeding dalam Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology McGraw-Hill/Appleton & Lange. Friedman LS., (2004) Liver, Biliary Tract, & Pancreas dalam Current Medical Diagnosis & Treatment 2004, McGraw-Hill/Appleton & Lange. Wilson LM., Lester LB., (1994) Hati, saluran empedu, dan pankreas. Wijaya C, editors.\Patofisiologi dalam buku 1. Edisi empat. Jakarta : Penerbit buku kedokteran ECG;.

3.

4.

5.

6.

7.

8.9.

10. Guyton & Hall Textbook Of Medical Physiology 11th Edition, saunders.

25