Referat Ruptura Uteri

13
BAB I PENDAHULUAN Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus. Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di samping preeklampsi/eklampsi dan infeksi. perdarahan dalam bidang obstetri dapat dibagi menjadi perdarahan pada kehamilan muda (<22 minggu), perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan, dan perdarahan pasca persalinan. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan dalah perda- rahan intrapartum sebelum kelahiran. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan ruptur uteri, diantaranya adalah adanya jaringan parut pada uterus (biasanya akibat melahirkan cesar) dan penggunaan obat-obat penginduksi persalinan. Kelahiran spontan pasca kelahiran cesar pada kehamilan sebelumnya (vaginal birth after cesarean/VBAC) dituding berpe- ran besar terhadap kasus ruptur uteri. Ruptura uteri dalam kehamilan merupakan komplikasi yang bersifat katastropik dengan morbiditas maternal dan fetal yang tinggi , namun jarang terjadi. Sejumlah faktor meningkatkan resiko terjadinya ruptura uteri , namun bahkan pada kelompok resiko tinggi, angka kejadian ruptura uteri sangat rendah. 1

description

Ruptur Uteri

Transcript of Referat Ruptura Uteri

Page 1: Referat Ruptura Uteri

BAB I

PENDAHULUAN

Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus. Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di samping preeklampsi/eklampsi dan infeksi. perdarahan dalam bidang obstetri dapat dibagi menjadi perdarahan pada kehamilan muda (<22 minggu), perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan, dan perdarahan pasca persalinan.

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan dalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.

Beberapa kondisi yang berhubungan dengan ruptur uteri, diantaranya adalah adanya jaringan parut pada uterus (biasanya akibat melahirkan cesar) dan penggunaan obat-obat penginduksi persalinan.

Kelahiran spontan pasca kelahiran cesar pada kehamilan sebelumnya (vaginal birth after cesarean/VBAC) dituding berperan besar terhadap kasus ruptur uteri.

Ruptura uteri dalam kehamilan merupakan komplikasi yang bersifat katastropik

dengan morbiditas maternal dan fetal yang tinggi , namun jarang terjadi. Sejumlah faktor

meningkatkan resiko terjadinya ruptura uteri , namun bahkan pada kelompok resiko tinggi,

angka kejadian ruptura uteri sangat rendah.

Gejala dan tanda awal ruptura uteri tidak spesifik sehingga diagnosis sulit ditegakkan

dan kadang-kadang menyebabkan tindakan definitif yang terlambat. Sejak diagnosa

ditegakkan sampai tindakan, hanya tersedia waktu 10 – 30 menit sebelum morbiditas janin

menjadi tak terelakkan.

Morbiditas janin terjadi akibat perdarahan dan atau anoksia janin. Tanda yang tak

jelas dan terlambat menyebabkan kejadian ruptura uteri ini merupakan episode yang sangat

mencemaskan.

1

Page 2: Referat Ruptura Uteri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ruptura uteri dalam kehamilan adalah kejadian yang jarang dan membahayakan jiwa ibu

dan atau anak. Dehisensi jaringan parut uterus jarang berlangsung secara total sehingga

tidak terjadi perdarahan.

Dehisensi jaringan parut uterus yang terjadi secara total menyebabkan :

1. Perdarahan uterus yang masif

2. Gawat janin

3. Protrusi atau ekspulsi plasenta dan atau janin kedalam rongga abdomen

4. Tindakan sectio caesar cito dan histerorafi atau histerektomi

Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan

miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam

cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet , robekan rahim secara parsial

dan peritoneum masih utuh.

Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi

pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau

pasca sectio caesar) serta dapat terjadi dalam pada ibu yang sedang inpartu (awal

persalinan) atau belum inpartu (akhir kehamilan)

Angka kejadian

Meta-analisa dari 20 data penelitian sejak 1976 – 2009 menunjukkan bahwa angka

kejadian ruptura uteri adalah 1 : 1536 persalinan ( 0.07%). Dari data yang terbatas, terdapat

data bahwa angka kejadian ruptura uteri spontan pada uterus yang utuh 1 : 8434 kehamilan

(0.012%).

Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar 40% ;

ruptura uteri yang berkaitan dengan low segmen caesarean section ( insisi tranversal )

adalah kurang dari 1% dan pada classical caesarean section ( insisi longitudinal ) kira kira 4%

- 7%

2

Page 3: Referat Ruptura Uteri

Etiologi

Kausa terpenting ruptur uteri adalah terpisahnya jaringan parut bekas seksio sesarea

sebelumnya. Keadaan ini meningkat karena timbulnya kecenduraan untuk melakukan partus

percobaan pada kehamilan dengan riwayat seksio sesarea. Farmer dkk. (1991) melaporkan

bahwa pada lebih dari 11.000 wanita dengan riwayat seksio sesarea,dua pertiganya

menjalani partus percobaan dengan insiden ruptur uteri yang termanifestasi sebesar 0,8

persen.

Dalam studi yang disebut diatas oleh Miller dan Paul (1996) hanya 11 dari 153 kasus ruptur

uteri tidak berkaitan dengan riwayat seksio sesarea. Ruptur uteri midtrimester jarang terjadi

namun,wanita yang menjalani terminasi kehamilan pada pertengahan usia kehamilan

dengan riwayat seksio sesarea memperlihatkan risiko ruptur 3,8 % (Chapman dkk,1996).

Faktor predisposisi ruptur uteri lain yang sering dijumpai adalah riwayat manipulasi atau

operasi traumatik,misalnya kuretase,perforasi,atau miomektomi.

Jaringan parut pada seksio sesarea segmen bawah versus klasik

Untuk pasien dengan riwayat seksio sesarea,American Colege of Obstetricians and

Gynecologist (1999) mencantumkan angka-angka berikut mengenai partus percobaan dan

ruptur uteri : 1 sampai 7 persen ada riwayat insisi seksio sesarea vertikal rendah, 4 sampai 9

persen pada insisi bentuk T dan 4 smapai 9 persen pada jaringan parut insisi klasik. Yang

penting,pada sepertiga kasus ruptur jaringan parut klasik sebelum persalinan,proses tidak

jarang terjadi beberapa minggu sebelum aterm. Kami baru-baru ini menjumpai seorang

wanita dengan kehamilan abdomen aterm yang jaringan parut insisi seksio sesarea klasiknya

terlepas beberapa minggu sampai bulan sebelum ia melahirkan dengan seksio sesarea lagi.

Ruptur jaringan parut seksio sesarea

Kecendrungannya sekarang adalah menawarkan atau bahkan menganjurkan

dilakukannya partus percobaan bagi wanita yang pernah satu kali menjalani seksio searea

transversal (American College of Obstreticians and Gynecologist,1999). Kekurangan utama

metode ini adalah bahwa pemisahan jaringan parut lama menjadi penyulit pada sekitar 1

3

Page 4: Referat Ruptura Uteri

dari 200 partus percobaan. Angka ini lebih tinggi pada wanita dengan riwayat operasi dua

kali atau lebih yang menjalani partus percobaan,baik spontann atau dengan stimulasi.

Morbiditas dan mortalitas

Risiko pada ibu berkaitan dengan apakah terjadi ruptur pada uterus utuh atau

jaringan parut seksio sesarea. Terpisahnya jaringan parut setelah partus percobaan pada

seorang wanita dengan riwayat insisi transversal belum pernah menimbulkan kematian ibu.

Sebaliknya pada 24 kasus ruptur uteri yang pada dasarnya tidak berkaitan dengan riwayat

insisi, Eden dkk (1986) melaporkan 1 kematian ibu dan 46 %kematian perinatal. Demikian

juga rachagan dkk (1991) melaporkan angka kematian bayi hampir 70 persen pada ruptur

uteri spontan atau traumatik. Morbiditas dan mortalitas perinatal dapat cukup besar pada

ruptur selama persaalinan dnegan riwayat insisi uterus.

Ruptur uteri tanpa jaringan parut

Ruptur traumatik

Walaupun uterus ternyata sangat tahan terhadap trauma tumpul,wanita hamil yang

mengalami trauma tumpul pada abdomen harus mewaspadai timbulnya tanda-tanda ruptur

uteri. Miller dan paul (1996) hanya melaporkan tiga kasus yang disebabkan oleh trauma

pada lebihdari 150 wanita dengan ruptur uteri. Trauma tumpul lebih besar kemungkinannya

menyebabkan solusio plasenta. Sebaliknya,luka tembus abdomen cenderung mengenai

uterus yang hamil besar.

Dahulu,ruptur traumatik sewaktu pelahiran sering disebabkan oleh ekstraksi atau versi

podalik interna. Kausa lain ruptur traumatik antara lain pelahiran forseps yang sulit,ekstraksi

bokong dan pembesaran janin yang tidak lazim,misalnya hidrosefalus.

Ruptur spontan

Dalam studi oleh miller dan paul (1996) disebutkan Insiden ruptur uteri spontan

hanya sekitar 1 per 15.000 pelahiran. Mereka juga menemukan bahwa ruptur lebih besar

kemungkinannnya terjadi pada wanita dengan paritas tinggi (Miller dkk,1997) . stimulasi

persalinan dengan oksitoksin agak sering dikatikan dengan ruptur terutama pada wanita

dengan paritas tinggi (fuchs dkk,1985; Rachagan dk,1991). Maymon dkk, (1991) serta

4

Page 5: Referat Ruptura Uteri

Bennet (1997) melaporkan ruptur uteri pada induksi persalinan yang mengggunakan gel

prostaglandin E2 atau tablet vagina prostaglandin E1. Karena itu,pemberian oksitosin untuk

menstimulasi persalinan pada wanita dengan paritas tinggi harus dilakukan secara hati-hati.

Demikian juga,pada wanita dengan parias tinggi,partuspercobaan pada kehamilan yang

dicurigai mengalami disproporsi sevalopelvik atau presentasi abnormal seperti dahi,harus

dilakukan dengan hati-hati.

Patologi anatomi

Peran peregangan berlebihan segmen bawah uterus disertai pembentukan cincin

retraksi patologis pada ruptur uterus. Ruptur pada uterus yang sebelumnya utuh saat

persalinan paling sering mengenai segmen bawah uterus yang menipis. Robekan,apabila

terletak dekat dengan uterus sering meluas secara melintang atau oblik. Robekan biasanya

longitudinal apabila terjadi di bagian uterus yang terletak dekat dengan ligamentum latum.

Walaupun terutama terbentuk di segmen bawah uterus,laserasi biasanya meluas ke atas

menuju korpus uterus atau ke bawah melewati serviks menuju vagina. Kadang-kadang

kandung kemih juga mengalami laserasi (Rachagan dkk,1991). Setelah ruptur komplit isi

uterus keluar dan memasuki rongga peritoneum kecuali apabila bagian terbawah janin

sudah benar-benar cakap,saat hanya sebagian janin yang mungkin keluar dari uterus.

Pada ruptur uteri dengan peritoneum yang tetap utuh,perdarahan sering meluas ke

ligamentum latum. Pada keadaan ini,perdarahan cenderung tidak begitu parah

dibandingkan dengan ruptur intraperitoneum. Perdarahan semacam ini,menimbulkan

pembentukan hematom retroperitoneum besar yang dapat menyebabkan kekurangan

darah hebat yang menimbulkan kematian. Kehilangan darah yang fatal juga dapat terjadi

apabila hematom pecah sehingga efek tamponade ligamentum latum yang utuh hilang.

Faktor risiko :

Kelainan kongenital uterus, multiparitas, riwayat miomektomi dan riwayat

persalinan dengan sectio caesar, makrosomia, induksi persalinan, persalinan dengan

instrumen dan trauma uterus adalah faktor yang meningkatkan resiko ruptura uteri.:

Faktor kehamilan yang meningkatkan risiko ruptura uteri

5

Page 6: Referat Ruptura Uteri

1) Grande multipara ( persalinan spontan dengan janin variabel lebih dari 6 kali)

2) Usia ibu

3) Plasentasi (akreta, perkreta dan inkreta serta solusio plaenta

4) Kehamilan di cornu

5) Regangan berlebihan ( hidramnion, gemeli)

6) Distocia ( makrosomia, panggul sempit )

7) Invasi trofoblas pada miometrium (mola hidatidosa, choriocarcinoma)

8) Induksi persalinan

9) Partus macet

Diagnosis dan Penatalaksanaan

Gejala dan tanda ruptura uteri sangat ber variasi.

Secara klasik, ruptura uteri ditandai dengan nyeri abdomen akut dan perdarahan

pervaginam berwarna merah segar serta keadaan janin yang memburuk.

Gejala ruptura uteri ‘iminen’ :

1. Lingkaran retraksi patologis Bandl

2. Hiperventilasi

3. Gelisah - cemas

4. Takikardia

6

Page 7: Referat Ruptura Uteri

Lingkaran Retraksi Patologis ( Lingkaran Bandl )

Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu

penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang merata dan disertai dengan gejala dan tanda:

1. Abnormalitas detik jantung janin (gawat janin sampai mati)

2. Pasien jatuh kedalam syok

3. Bagian terendah janin mudah didorong keatas

4. Bagian janin mudah diraba melalui palpasi abdomen

5. Contour janin dapat dilihat melalui inspeksi abdomen

7

Page 8: Referat Ruptura Uteri

Robekan utrerus saat laparotomi

Bila sudah diagnosa dugaan ruptura uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus

diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan

tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan ke sarana fasilitas yang

lebih lengkap.

Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila tobekan melintang dan tidak mengenai daerah

yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ; namun bila robekan uterus

mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan

terbaik adalah histerektomi

Pencegahan

Resiko absolut terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat

bervariasi tergantung pada kelompok tertentu :

1. Kasus uterus utuh

2. Uterus dengan kelainan kongenital

3. Uterus normal pasca miomektomi

8

Page 9: Referat Ruptura Uteri

4. Uterus normal dengan riwayat sectio caesar satu kali

5. Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali

Pasien dengan uterus normal dan utuh memiliki resiko mengalami ruptura uteri paling

kecil ( 0.013% atau 1 : 7449 kehamilan )

Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah

pasien dengan resiko ; kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:

1. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali

2. Riwayat SC classic ( midline uterine incision )

3. Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision “

4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis

5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun

6. LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital

7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam

8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC

9. Riwayat SC dengan janin makrosomia

10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi

Ibu hamil dengan 1 kriteria diatas akan memiliki resiko 200 kali lebih besar

dibandingkan ibu hamil umumnya

Prognosis

Dengan terjadinya ruptur dan ekspulsi janin ke dalam rongga, peritoneum, maka

peluang kelangsungan hidup janin yang utuh tidak baik, dan angka mortalitas yang

dilaporkan berkisar 50 hingga 75 persen. Saat ruptur, satu-satunya peluang kelangsungan

hidup janin adalah pelahiran segera, paling sering dengan laparotomi. Kalau tidak, hipoksia

akibat pemisahan plasenta dan hipovolemia pada ibu tidak dapat dihindari lagi. Apabila

9

Page 10: Referat Ruptura Uteri

tidak diterapi,sebagian besar wanita meninggal segera akibat perdarahan atau yang lebih

jarang,belakangan akibat infeksi. Diagnosis yang cepat, operasi segera, ketersediaan darah

yang banyak, serta terapi antimikroba telah sangat memperbaiki prognosis.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Leveno, dkk. 2005. Obstetri Williams edisi 23. Jakarta : EGC.

http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/ruptura-uteri-dalam-kehamilan.html

10