Referat Retinopati Dm

46
REFERAT DIABETIK RETINOPATI NON PROLIFERATIF Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro ASTRI RAHMA ROSITA 22010113220172 BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 1

description

Diabetik retinopati (DR) merupakan penyulit penyakit Diabetes mellitus yang paling ditakuti.

Transcript of Referat Retinopati Dm

REFERAT

DIABETIK RETINOPATI NON PROLIFERATIF

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior

Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

ASTRI RAHMA ROSITA

22010113220172

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

1

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetik retinopati (DR) merupakan penyulit penyakit Diabetes mellitus

yang paling ditakuti. Karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosa yang

kurang baik bagi penglihatan. Meskipun dapat dihindari dengan mengontrol kadar

gula darah yang baik dan deteksi dini jika ada kelainan pada mata. Efek

perubahan persarafan di retina dan kerusakan aksi insulin di retina dalam

patogenesis awal retinopati dan mekanisme kebutaan.

Diabetik retinopati merupakan penyebab kebutaan paling sering

ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki

resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Risiko

mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya

diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetic

hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi

meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah

menderita retinopati diabetic.

Gambar I.1: Epidemiologi Diabetes Retinopati di Dunia

Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah

menderita retinopati diabetic nonproliferatif (background retinopathy). Setelah 20

2

tahun, prevalensi retinopati diabetic meningkat menjadi lebih dari 60% dalam

berbagai dereajt. Di Amerika utara, 3.6% pasien diabetes tipe 1 dan 1.6% pasien

diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris, sekitar 1000 pasien diabetes

tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.

Pada Negara berkembang, setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan

oleh diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan

meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi 20 tahun setelah menderrita diabetes.

Asosiasi diabetes Amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali

(mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan

segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe2) dengan alasan sebagai berikut

Seseorang yang mengidap retinopathy DM tanpa disadari karena penyakit

ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin

parah.

Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan

komplikasi retinopathy DM berkembang.

Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat

mengetahui dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.

Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya

setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau penyakit

mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya , mereka tidak mengetahui

bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan

yang signifikan. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan penglihatan dan

kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata tahunan

pada penderita diabetes. 

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Diabetic retinopati (DR) adalah suatu mikroangiopati progresif yang

ditandai oleh kerusakan dan subatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol

prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.

Gambar II.1 Normal Retina dibanding Retinopati Diabetic

EPIDEMIOLOGI

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan, 4,8 persen

penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopathy DM. Dalam urutan

penyebab kebutaan secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah

katarak, glaukoma, dan degenerasi makula (AMD= age-related macular

degeneration).

Diestimasi bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan

meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Di Asia

diramalkan diabetes akan menjadi ”epidemi”, disebabkan pola makan masyarakat

Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak disertai kurangnya berolahraga.

4

Akibatnya, kebutaan akibat retinopathy DM juga diperkirakan meningkat secara

dramatis.

Angka kejadian retinopathy DM diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus

(DM) dan durasi penyakit. Pada DM tipe I (insulin dependent atau juvenile DM ),

yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pada pankreas, umumnya pasien berusia

muda (kurang dari 30 tahun), retinopati diabetik ditemukan pada 13 persen kasus

yang sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 90

persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun.

Pada DM tipe 2 (non-insulin dependent DM), yang disebabkan oleh

resistennya berbagai organ tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30

tahun atau lebih), retinopati diabetik ditemukan pada 24-40 persen pasien

penderita DM kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 53-84 persen setelah

menderita DM selama 15-20 tahun.

ETIOPATOGENESIS

Penyebab pasti DR belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya

terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologis

dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.

Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang

muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini.

Hasil serupa telah diperleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan

lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.

Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan

biokimia telah dihubugkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:

Perubahan anatomis

o Capilaropathy

Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit

Proliferasi sel endotel

Penebalam membrane basalis

o Sumbatan microvaskuuler

5

Arteriovenous shunts

Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)

Neovaskularisasi

Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan

pembuluh darah baru pada retina dan discus opticus (pada

proliferative DR) atau pada iris (rubeosis iridis)

Perubahan hematologi:

o Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi

eritrosit yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas

darah.

o Abnormalitas lipid serum

o Fibrinolisis yang tidak sempurna

o Abnormalitas dari sekresi growth hormone

Perubahan biokimia

o Jalur poliol

Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi

berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan

alcohol, dalam jaringan termasuk dilensa dan saraf optic. Salah

satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati

membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak

didalam sel. Senyawa poliol menyebabkan penigkatan tekanan

osmotic sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun

fungsional sel.

o Glikasi nonenzimatik

Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi

selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan

keutuhan DNA. Protein yang teroglikosilasi membentuk radikal

bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.

o Protein kinase C

6

Protein kinase C (PKC) diketahu memiliki pengaruh terhadap

pemeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesi membrana basalis dan

proliferasi sel vascular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC

di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesi de

novo dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari

glukosa.

Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat

mempengaruhi prognosis dari DR seperti;

Arteriosklerosis dan hipertensi

Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak

Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga

mempercapat perjalanan penyakit

Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin

dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.

Frank RN mengemukakan beberapa hipotesis mengenai mekanisme

pathogenesis DR:

Tabel 1: Hipotesis mengenai mekanisme pathogenesis DR

Mekanisme Cara Kerja Terapi

Aldose reduktas Meningkatkan produksi sorbitol,

menyebabkan kerusakan sel

Aldose reduktase

inhibitor

Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit

pada endotel kapiler, hipoksia,

kebocoran, edema macula

aspirin

Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh

DAG pada hiperglikemia

Inhibitor terhadap

PKC β-isoform

ROS Menyebabkan kerusakan enzim dan

komponen sel yang penting untuk

survival

Antioksidan

AGE Mengaktifkan enzim yang merusak Aminoguanidin

NOS Meningkatkan produksi radikal Aminoguanidin

7

bebas, menghambat ekspresi gen,

menyebabkan hambatan dalam

metabolisme sel

Apoptosis sel

perisit dan sel

endotel

Penurunan aliran darah ke retina,

meingkatkan hipoksia

VEGF Meningkatkan hipoksia retina,

menimbulkan kebocoran, edema

macula, neovaskularisasi

Fotokoagulasi pan

retinal

PEDF Menghambat vaskularisasi, menurun

pada hiperglikemia

GH dan IGF-1 Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi, GH-

receptor blocker,

octreotide

Growth hormone

Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas diabetic

retinopathy. Kejadian retinopathy DM ternyata sangat rendah pada wanita dengan

perdarahan post partum akibat nekrosis pituitari. Penemuan ini memicu

dilakukannya ablatio kelenjar pituitari sebagai tindakan pencegahan dan

pengobatan pada retinopathy DM pada tahun 1950. Teknik pengobatan tersebut

sudah dilarang karena ternyata menimbulkan komplikasi sistemik dan seiring

ditemukannya teknik pengobatan laser.

Platelets dan blood viscosity

Berbagai kelainan hematologi pada DM seperti peningkatan agregasi

eritrosit, penurunan deformability eritrosit, meningkatnya agregasi trombosit dan

adhesi memicu gangguan sirkulasi, defek endotel dan oklusi kapiler fokal yang

menyebabkan iskemia retina yang pada akhirnya berkembang menjadi retinopathy

DM.

8

Aldose reductase dan vasoproliferative factors

DM menyebabkan abnormalitas dari metabolisme glukosa akibat aktivitas

atau produksi insulin yang menurun. Meningkatnya kadar glukosa darah

mempunyai dampak pada perubahan anatomis dan fungsional dari kapiler retina.

Pada DM terjadi persistensi kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan

glukosa yang berlebih dalam aldose reductase pathway terbentuk di jaringan,

yang mengubah gula menjadi alkohol (glukosa menjadi sorbitol, galaktosa

menjadi dulcitol). Perisit intramural pada kapiler retina terkena pengaruh dari

peningkatan kadar gula darah oleh karena kadar aldosteron reduktse yang tinggi

memicu hilangnya fungsi utama dari perisit dalam hal autoregulasi kapiler retina.

Hilangnya fungsi dari perisit menyebabkan kelemahan dinding kapiler sehingga

terbentuk kantung pada dinding kapiler (saccular outpouching of capillary walls)

yang dikenal sebagai mikroaneurisma. Mikroaneurisma merupakan tanda paling

awal untuk deteksi retinopathy DM.

Gambar II.2 Fundus pada Background Retinopathy DM dengan gambaran

multipel mikroaneurisma (Bhavsar, 2009)

Ruptur mikroaneurisma menyebabkan perdarahan retina yang dapat terjadi

superfisial (flame-shaped hemorrhages) atau pada lapisan retina yang lebih dalam

(blot and dot hemorrhages).

9

Gambar II.3 Background diabetic retinopathy: blot hemorrhages (kepala

panah), mikroaneurisma (panah pendek) dan hard exudates (panah panjang)

(Bhavsar, 2009)

Peningkatan permeabilitas yang terjadi menyebabkan kebocoran cairan

dan material protein yang secara klinis tampak sebagai penebalan retina dan

eksudat. Apabila pembengkakan dan eksudasi mencakup makula maka terjadi

penurunan visus. Edema makula adalah penyebab tersering penurunan visus pada

pasien dengan nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR). Gejala tersebut

tidak hanya ditemukan pada pasien denan NPDR namun juga dapat terjadi pada

pasien proliferative diabetic retinopathy (PDR).

Seiring dengan progesifitas penyakitnya dapat terjadi oklusi dari kapiler

retina yang dapat menyebabkan hipoksia. Infark pada nerve fiber layer dapat

menyebabkan terbentukanya cotton-wool spots (CWS) yang berhubungan dengan

stasis pada axoplasmic flow. Keadaan hipoksia retina lebih lanjut menyebabkan

terjadinya mekanisme kompensasi pada mata untuk menjaga suplai oksigen yang

cukup ke jaringan. Kelainan diameter vena seperti venous beading, loops, dan

dilation menandakan proses peningkatan hipoksia dan hampir selalu tampak pada

perbatasan dengan area non perfusi.

Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) menandakan adanya

proses pertumbuhan pembuluh darah baru atau remodelling dari pembuluh darah

sebelumnya melalui proliferasi endotel pada jaringan retina yang berperan sebagai

pintas (shunt) melalui daerah non perfusi. Keadaan iskemia retina lebih lanjut

memicu produksi dari faktor vasoproliferatif seperti vascular endothelial growth

factor (VEGF) yang memicu pembentukan pembuluh darah baru. Matriks

10

ekstraselular pertama-tama dihancurkan dahulu dengan protease dan pembuluh

darah baru kemudian dibentuk melalui penetrasi venula retina pada internal

limiting membrane dan dari jaringan kapiler antara permukaan dalam retina dan

bagian posterior hyaloid (the posterior hyaloid face).

Gambar II.4 Neovaskularisasi pada Permukaan Retina (Bhavsar, 2009)

Neovaskularisasi sering ditemukan pada perbatasan area perfusi dan non

perfusi dan juga pada papila nervi opticus. Neovaskularisasi tumbuh menembus

permukaan retina dan ke dalam hyaloid posterior (the scaffold of the posterior

hyaloid face). Pembuluh darah baru tersebut jarang menimbulkan gangguan

visual. Pembuluh darah tersebut rapuh dan bersifat sangat permeabel sehingga

gampang pecah oleh traksi vitreus yang menyebabkan perdarahan ke dalam

vitreus dan ruang pre retina. Neovaskularisasi ini berhubungan dengan

pembentukan jaringan fibroglial. Densitas dari neovaskular meningkat begitu pula

dengan jaringan fibrotik namun pada tahapan yang lebih lanjut pembuluh darah

ini mengalami regresi dan meninggalkan jaringan fibrotik avaskuler yang melekat

pada retina dan hyaloid posterior. Pada saat terjadi kontraksi vitreus makan terjadi

traksi pada retina melalui jaringan fibroglial yang dapat menyebabkan edema

retina, heterotropia retina dan tractional retinal detachments serta retinal tear

formation (Bhavsar, 2009).

11

PATOFISIOLOGI

Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari

bola mata. Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang.

Menurut fungsinya retina dibagi menjadi:

Pars optica retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus

penerima rangsang cahaya

Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai

sel khusus. Termasuk disini yaitu:

o Pars ciliaris retinae

o Pars iridis retinae

Batas antara pars optica dan pars coeca adalah ora serata.

Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina

yang menerima, mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai

impuls, yaitu sel fotoreseptor (sel kerucut dan batang), sel bipolar, dan sel

ganglion.

Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae

Stratum coni at bacilli

Membrana limitans externa

Stratum granularis externa

Stratum plexiformis externa

Stratum granularis interna

Stratum plexiformis interna

Stratum ganglionaris

Stratum N.optici

Membrana limitans interna

Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada

jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar

keseluruh permukaan retina kecuali pada fovea. Kelainan dasar dari berbagai

bentuk DR terletak pada kapiler retina tersebut.

12

Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel

perisit, membrane basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan

oleh pori yang terdapat pada membrane sel yang terletak diantara keduanya.

Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler

retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut

mencapai 20:1.

Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur

kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler

serta mengendalikan proliferasi endotel. Membrane basalis berfungsi sebagai

barier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.

Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks

ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein

dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk

diagnosis penyakit kapiler retina.

Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan

membrane basalis, hilangnya perist dan proliferasi endotel dimana pada keadaan

lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.

Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler:

Pembentukan microaneurisma

Peningkatan permeabilitas pembuluh darah

Penyumbatan pembuluh darah

Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di

retina

Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.

Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia

retina, sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas

kapiler itu sendiri.

Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut

Edema macula atau nonperfusi kapiler

Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi

jaringan fibrosis yang menyebabkan ablation retina (retinal detachment)

13

Pembuluh darah batu yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina

dan vitreus

Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma

Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya

menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini

menebal, untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan

melemahnya dinding kapiler, maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-

mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar macula, yang tampak

sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma

sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma

didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma

tersebut menimbulkan kebocoran, yang tempak sebagai edema, eksudat,

perdarahan (dots/ blots).

Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada

daerah macula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama

dapat menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada

makula (cystoid macular edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.

Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya

mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan

bocornya lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates),

menyerupai lilin putih kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau

cincin disekitar macula.

Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat

menimbulkan peyumbatan yang dimulai dikapiler, ke arteriol, dan pembuluh

darah besar. Akibat dari penyumbatan dapat tumbul hipoksia di ikuti dengan

adanya iskemi kecil, dan timbulnya kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya

kebocoran, neovasularisasi,dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia,

timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch yang merupakan

bercak necrosis.

Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak

teratur. Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan

14

perdarahan disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga

merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh

darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat

timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile.

Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi

preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous

shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi

arteriol.

Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian

diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut

dapat menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat

menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat

menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.

Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma

hemoragikum, yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan.

Neovaskularisasi dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang

dapat menimbulkan glaucoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh

pembuluh darah baru atau dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.

15

KLASIFIKASI

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR dibagi menjadi (menurut Early

Treatment Diabetic Retinopathy Study):

Gambar II.5 Stadium Retinopati Diabetik

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan

Background Diabetic retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma,

perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan kelainan vena

a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,

perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras

b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat

ringan, perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA

c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma

pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA

pada 1 quadran

d. Sangat berat: ditamukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.

16

2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.

a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya

neovaskular pada discus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah

diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau

neovaskularisasi dimana saja diretina (NVE) tanpa disertai

perdarahan preretina atau vitreus.

b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko

sebagai berikut

i. Ditemukan NVE

ii. Ditemukan NVD

iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat

yang mencakup > ¼ daerah diskus

iv. Perdarahan vitreus

Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau

setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,

merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada

retinopati proliferative resiko tinggi.

Airlie House Convention membagi DR menjadi 3:

1. Stadium nonproliferatif

2. Stadium preproliferatif

3. Stadium proliferatif

Pembagian stadium menurut Daniel Vaughan dkk:

Stadium I

Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan

bulat kecil didaerah papil dan macula

o Vena sedikit melebar

o Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena

didaerah nuclear luar

17

Stadium II

o Vena melebar

o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul

seperti bunga (circinair/ rosette) yang secara histologist terletak

didaerah lapisan plexiform luar

Stadium III

Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol

terminal. Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai

retinopati hipertensif atau arteriosklerose.

Stadium IV

Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan

sheathing pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada

semua lapisan retina, dapat juga preretina.

Stadium V

Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang

kemudian diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan

fibrotic yang disebtai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini

melekat pada retina yang bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina

dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.

Klasifikasi menurut FKUI

Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada

fundus okuli

Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan

atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli

Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,

neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.

Jika gambaran fundus dikedua mata tidak sama, maka penderita tergolong

pada derajat berat.

18

GEJALA KLINIS

Gejala subjekif yang dapat ditemui berupa:

Kesulitan membaca

Penglihatan kabur

Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata

Melihat lingkaran cahaya

Melihat bintik gelap dan kelap-kelip

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:

Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah

vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat

pembuluh darah terutama polus posterior

Perdarahan dapat dalam bentuk titik, daris dan becak yang biasanya

terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.

o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak

superficial, searah dengan nerve fiber.

o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada end

artery, dilapisan tengah dan compact.

Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-kelok

Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina.

Gamabarannya kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata,

membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang

dalam beberapa minggu.

Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan

terlihat becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak

dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai

pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-

mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kearah

19

preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan perdarahan

retian, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.

Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah

macula sehingga sangat mengganngu tajam pengelihatan.

PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis

Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap

lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam

penglihatan serta pandangan yang kabur.

Pemeriksaan oftalmologi

Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat dibagi menurut

Diabetic Retinopathy Severity Scale :

Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy

Nonproliferative retinopathy

Retinopathy DM merupakan progressive microangiopathy yang

mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi.

Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran

basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit. Kapiler

berkembang dengan gambaran dot-like outpouchings yang disebut

mikroaneurisma. Perdarahan dengan gambaran flame-shaped tampak jelas

(Eva, Whitcher, 2007).

o Mild nonproliferative retinopathy ditandai dengan

ditemukannya minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate

nonproliferative retinopathy terdapat mikroaneurisma

ekstensif, perdarahan intra retina, venous beading, dan/ atau

cotton wool spots (Eva, Whitcher, 2007). Kriteria lain juga

menyebutkan pada Mild nonproliferative retinopathy: kelainan

yang ditemukan hanya adanya mikroaneurisma dan moderate

20

nonproliferative retinopathy dikategorikan sebagai kategori

antara mild dan severe retinopathy DM (Ehlers, Shah, 2008).

o Severe nonproliferative retinopathy ditandai dengan

ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, and

intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Hal tersebut

didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4

kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1

kuadran (Eva, Whitcher, 2007). Kriteria lain menyebutkan

proliferative diabetic retinopathy dikategorikan jika terdapat 1

atau lebih: neovaskularisasi (seperti pada : iris, optic disc, atau

di tempat lain), atau perdarahan retina/ vitreus (Ehlers, Shah,

2008).

Proliferative Retinopathy

Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative

diabetic retinopathy. Iskemia retina yang progresif menstimulasi

pembentukan pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum

protein yang banyak. Early proliferative diabetic retinopathy memiliki

karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus

(new vessels on the optic disk (NVD)) atau pada tempat lain di retina.

Kategori high-risk ditandai dengan pembuluh darah baru pada papila yang

meluas melebihi satu per tiga dari diameter papila, pembuluh darah

tersebut berhubungan dengan perdarahan vitreus atau pembuluh darah

baru manapun di retina yang meluas melebihi setengah diameter papila

dan berhubungan dengan perdarahan vitreus.

Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior

dari vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina.

Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan

menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Resiko

berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai ketika

terjadinya complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan

proliferative diabetic retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang persisten

21

dapat berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan fibrovaskular

yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan

progressive traction retinal detachment atau apabila terjadi robekan retina

maka telah terjadi rhegmatogenous retinal detachment.

Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi

kompllikasi: iris neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular

glaucoma. Proliferative diabetic retinopathy berkembang pada 50%

penderita diabetes tipe I dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya penyakit

sistemik mereka. Hal ini kurang lazim pada penderita diabetes tipe II,

tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak

pasien dengan proliferative diabetic retinopathy memiliki tipe II dari tipe I

diabetes (Eva, Whitcher, 2007).

Gambar II.6 Moderate nonproliferative diabetic retinopathy dengan

mikroaneurisma dan cotton-wool spots (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar II.7 Proliferative Diabetic Retinopathy dengan neovaskularisasi

dan scattered microaneurysm (Ehlers, Shah, 2008)

22

Gambar II.8 Proliferative Diabetic Retinopathy dengan

neovaskularisasi pada diskus optikus (Ehlers, Shah, 2008)

Diabetic maculopathy dan Diabetic macular edema (DME)

Diabetic maculopathy tampak sebagai penebalan retina fokal atau

difus yang diakibatkan oleh rusaknya inner blood–retinal barrier pada

endotel kapiler retina yang memicu terjadinya kebocoran plasma ke

sekeliling retina. Hal tersebut lebih sering ditemukan pada DM tipe II dan

memmerlukan terapi. Diabetic maculopathy dapat diakibatkan iskemia

yang ditandai dengan edema makula, perdarahan yang dalam dan eksudasi.

FFA menunjukkan hilangnya kapiler retina dan bertambah luasnya daerah

avaskular pada fovea (Eva, Whitcher, 2007).

Dapat terjadi pada tiap tahapan dari retinopathy DM (Ehlers, Shah, 2008).

Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant

macular edema (CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa

kriteria berikut :

o Penebalan retina dalam jarak 500 µm (satu per tiga ukuran disc) dari

fovea centralis.

o Hard exudates pada jarak 500 µm dari fovea centralis apabila

berhubungan dengan penebalan retina.

23

o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari

penebalan itu mencakup area disc pada fovea centralis (Ehlers, Shah,

2008).

Gambar II.9 Nonproliferative Diabetic Retinopathy dengan edema

macula signifikan (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar II.10 Gambaran edema makula (Ehlers, Shah, 2008)

Pencitraan

Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA))

merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis

dan manajemen retinopathy DM :

o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint

yang tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.

24

o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari

mikroaneurisma karena mereka tampak hipofluoresen.

o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap

homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.

o IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai

pembuluh darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas

luar retina yang tidak mendapat perfusi.

Gambar II.11 Gambaran FFA pada Retinopathy DM

(www.kenteyesurgery.co.uk/a-z-of-eyes-view.php?/diabetic-

retinopathy)

Tes lainnya

Tes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang

menggunakan cahaya untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari

retina. Uji ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau

tidaknya pembengkakan di dalam retina akibat tarikan vitreomakular. Tes

ini juga digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular

diabetik atau edema makular yang signifikan secara klinis.

25

Gambar II.12Optical Coherence Tomography Menunjukaan Abnormalitas

Ketebalan Retina (revophth.com)

PENATALAKSANAAN

Perawatan Medis

Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien

dengan DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan

progresi retinopathy DM.  Walaupun tidak ada uji klinis yang sama untuk

pasien dengan DM tidak tergantung insulin (NIDDM), sangat logis untuk

mengasumsikan bahwa prinsip yang sama bisa diterapkan. Faktanya, ADA

menyarankan bahwa semua diabetes (NIDDM dan IDDM) harus

mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7% untuk

mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi jangka panjang dari

DM termasuk retinopathy DM.

The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study (ETDRS)

menemukan bahwa 650 mg aspirin setiap harinya tidak memberikan

keuntungan dalam pencegahan progresi retinopati diabetik. Sebagai

tambahan, aspirin tidak diobservasi dalam mempengaruhi insidensi

perdarahan vitreus pada pada pasien yang memerlukannya untuk penyakit

kardiovaskular atau kondisi yang lain.

26

Terapi Bedah

Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an

menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang

relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan

mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon

koagulasi pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetic retinopathy

(NPDR), terapi laser diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati

edema macular tergantung dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.

Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik,

pembuluh darah yang bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi

laser fokal.

Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser

diterapkan.

Terapi lainnya yang potensial untuk diabetic macular edema (DME)

meliputi intravitreal triamcinolone acetonide (Kenalog) dan bevacizumab

(Avastin). Kedua medikasi ini bisa menyebabkan penurunan atau resolusi

macular edema.

Fokus pengobatan bagi pasien retinopathy DM non proliferative tanpa

edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik

lainnya. Terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien

yang secara klinis menunjukkan edema bermakna dapat memperkecil resiko

penurunan penglihatan dan meningkatkan fungsi penglihatan. Sedangkan mata

dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya

hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.

Untuk proliferative retinopathy DM biasanya diindikasikan pengobatan

dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan

kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara

menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-

pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini

bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami

iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah

27

sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai

bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.

Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk proliferative retinopathy

DM masih tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau

memulihkan penglihatan yang baik.

Gambar II.13 Laser Fotokoagulasi (emedicine.medscape.com)

Diet

Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk

semua orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu

28

mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan

diabetes.

Aktivitas

Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting

untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa

membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal

ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat

menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopathy DM.

Medikamentosa

Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi retinopati

diabetik. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi intravitreus.

Intravitreal triamcinolone digunakan dalam terapi edema makular diabetik. 

Uji klinis dari Diabetic Retinopathy Clinical Research Network

(DRCR.net) menunjukkan bahwa, walaupun terjadi penurunan pada edema

makular setelah triamcinolone intravitreal tetapi efek ini tidak secepat yang

dicapai dengan terapi laser fokal. Sebagai tambahan, triamcinolone intravitreal

bisa memiliki beberapa efek samping, seperti respon steroid dengan peningkatan

tekanan intraocular dan katarak.

Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis

meliputi bevacizumab intravitreal (Avastin) dan ranibizumab (Lucentis). Obat-

obatan ini merupakan fragmen antibodi dan antibodi VEGF. Mereka bisa

membantu mengurangi edema makular diabetic dan juga neovaskularisasi diskus

atau retina. Kombinasi dari beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser fokal

sedang diinvestigasi dalam uji klinis.

PERJALANAN KLINIS DAN PROGNOSIS

29

Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang

memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang

setiap 1 tahun.

Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu

dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat

progresif.

Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula

yang secara klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang

setiap 4-6 bulan karena dapat berkembang menjadi clinically significant

macular edema (CSME).

Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi.

Dengan terapi fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat

berkurang 50%.

Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari

pasien DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah

75% dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu

pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4

bulan.

Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi.

Teknik yang dilakukan adalah scatter photocoagulation

Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula

menggunakan metode focal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode

fotokoagulasi metode panretina dapat menimbulkan eksaserbasi dari

edema macula, maka untuk terapi dengan metode ini harus dibagi menjadi

2 tahap.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:

Faktor prognostik yang menguntungkan

o Eksudat yang sirkuler.

o Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.

o Perfusi sekitar fovea yang baik.

30

Faktor prognostik yang tidak menguntungkan

o Edema yang difus / kebocoran yang multiple.

o Deposisi lipid pada fovea.

o Iskemia macular.

o Edema macular kistoid.

o Visus preoperatif kurang dari 20/200.

o Hipertensi.

o

BAB III

KESIMPULAN

Retinopathy DM adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh

kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler

retina, kapiler-kapiler dan vena. WHO melaporkan, 4,8 persen penduduk di

seluruh dunia menjadi buta akibat retinopathy DM. Dalam urutan penyebab

kebutaan secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah katarak,

glaukoma, dan degenerasi makula (AMD= age-related macular degeneration)

(WHO, 2004). Pemeriksaan oftalmologi retinopathy DM secara khas terbagi

dalam Diabetic Retinopathy Severity Scale meliputi : Non proliferative,

prolifertative dan maculopathy DM dengan masing-masing temuan klinis yang

khas pada tiap tingkat perkembangan penyakitnya. Fundus Fluorescein

Angiography merupakan pemeriksaan penting dalam menunjang retinopathy DM.

Terapi retinopathy DM mencakup perawatan medis untuk kontrol gula darah dan

terapi oftalmologi yang mencakup terapi bedah dan medikamentosa. Prognosis

ditentukan oleh faktor-faktor yang menguntungkan dan merugikan dalam

perjalanan penyakit ini serta tindakan yang dilakukan dalam intervensinya.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhavsar AR., Drouilhet JH. Background Retinopathy Diabetic.

Downloaded from: www.e-medicine.com. 2009.

2. Bhavsar AR., Drouilhet JH. Proliferative Retinopathy Diabetic. e-

medicine. 2009.

3. Crick RP., Khaw PT. A Text Book of Clinical Ophtalmology.3rd edition.

Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. 2003.

4. Ehlers JP., Shah CP. Wills Eye Manual, The: Office and Emergency

Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York:

Lippincott Williams & Wilkins.2008.

5. Eva PR., Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology.17th

Edition. New York: The McGraw-Hill Companies.2008.

32