referat respirasi

10
V. DIAGNOSIS Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan : A. Gambaran klinis a. Anamnesis - Keluhan - Riwayat penyakit - Faktor predisposisi b. Pemeriksaan fisis B. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan rutin b. Pemeriksaan khusus A. Gambaran Klinis a. Anamnesis - Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan - Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja - Riwayat penyakit emfisema pada keluarga - Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara - Batuk berulang dengan atau tanpa dahak - Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi b. Pemeriksaan fisis

description

bahan pbl respirasi

Transcript of referat respirasi

Page 1: referat respirasi

V. DIAGNOSIS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

A. Gambaran klinis

a. Anamnesis

- Keluhan

- Riwayat penyakit

- Faktor predisposisi

b. Pemeriksaan fisis

B. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan rutin

b. Pemeriksaan khusus

A. Gambaran Klinis

a. Anamnesis

- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi

saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

• Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Page 2: referat respirasi

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai

Penampilan pink puffer atau blue bloater

• Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

• Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong

ke bawah

• Auskultasi

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed - lips breathing

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme

Page 3: referat respirasi

tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

B. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin

1. Faal paru

• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan

memantau perjalanan penyakit.

-Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun

kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi

dan sore, tidak lebih dari 20%

• Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.

-Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian

dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan

< 200 ml

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin

Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

Page 4: referat respirasi

- Diafragma mendatar

Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik :

• Normal

• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1. Faal paru

- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,

VR/KPT meningkat

- DLCO menurun pada emfisema

- Raw meningkat pada bronkitis kronik

- Sgaw meningkat

- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2. Uji latih kardiopulmoner

- Sepeda statis (ergocycle)

- Jentera (treadmill)

- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti

bronkus derajat ringan

4. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau

metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1

pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan

faal paru setelah pemberian kortikosteroid

Page 5: referat respirasi

5. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi

- CT - Scan resolusi tinggi

- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak

terdeteksi oleh foto toraks polos

- Scan ventilasi perfusi

Mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

8. Ekokardiografi

Menilai funfsi jantung kanan

9. bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk

mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng

merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

10. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi

antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf jurnal

Page 6: referat respirasi

Standar untuk diagnosis dan pengobatan pasien dengan COPD: ringkasan dari kertas posisi ATS / ERSTabel 1Klasifikasi spirometri penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)Kerasnya Postbronchodilator FEV1 /

FVCFEV 1% pred

Beresiko # > 0,7 ≥80

COPD ringan ≤0.7 ≥80

COPD moderat ≤0.7 50-80

COPD parah ≤0.7 30-50

PPOK sangat parah

≤0.7 <30

FEV 1: volume ekspirasi paksa dalam satu detik FVC: paksa kapasitas vital #: Pasien yang merokok atau memiliki paparan polutan, batuk,

sputum atau sesakDiagnosis PPOK harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang memiliki berikut: gejala batuk; produksi sputum; atau sesak; atau riwayat pajanan faktor risiko untuk penyakit ini.Diagnosis memerlukan spirometri; pasca-bronkodilator volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) / kapasitas vital paksa (FVC) ≤0.7 menegaskan kehadiran keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel (tabel 1 ⇓ ).Spirometri harus diperoleh dalam semua orang dengan berikut sejarah: paparan rokok; dan / atau polusi lingkungan atau pekerjaan; dan / atau adanya batuk, produksi sputum atau sesak. Klasifikasi spirometri telah terbukti berguna dalam memprediksi status kesehatan 4 , pemanfaatan sumber daya kesehatan 5 , pengembangan eksaserbasi 6 , 7 dan kematian 8 pada PPOK. Hal ini dimaksudkan untuk dapat diterapkan pada populasi 9 , bukan untuk menggantikan penilaian klinis dalam evaluasi tingkat keparahan penyakit pada pasien individu.

Lihat tabel ini:

Dalam jendela ini   Di jendela baru

Tabel 1 

Klasifikasi spirometri penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)Hal ini diterima bahwa pengukuran tunggal dari FEV 1 tidak sempurna merupakan konsekuensi klinis kompleks COPD. Sebuah sistem pementasan yang bisa menawarkan gambaran komposit keparahan penyakit sangat diinginkan, meskipun saat ini tidak tersedia. Namun, klasifikasi spirometri berguna dalam memprediksi hasil seperti status kesehatan dan kematian, dan harus dievaluasi.Selain FEV1, indeks massa tubuh (BMI) 10 , 11 dan dyspnoea 12 telah terbukti berguna dalam memprediksi hasil seperti kelangsungan hidup, dan dokumen ini merekomendasikan bahwa mereka dievaluasi pada semua pasien.

Page 7: referat respirasi

BMI mudah diperoleh dengan membagi berat badan (dalam kg) lebih dari tinggi badan (dalam m 2). Nilai <21 kg · m -2 berhubungan dengan peningkatan mortalitas.Dyspnoea fungsional dapat dinilai dengan skala dyspnoea Medical Research Council sebagai berikut. 0: tidak bermasalah dengan sesak napas kecuali dengan latihan berat. 1: terganggu oleh sesak napas ketika bergegas atau berjalan atas bukit sedikit. 2: berjalan lebih lambat dari orang pada usia yang sama karena sesak napas atau harus berhenti untuk menarik napas ketika berjalan dengan kecepatan sendiri pada tingkat. 3: berhenti untuk menarik napas setelah berjalan sekitar 100 m atau setelah beberapa menit pada tingkat. 4: terlalu terengah-engah untuk meninggalkan rumah atau sesak napas ketika berpakaian atau membuka baju.Keterbatasan aliran udara buruk reversibel yang berhubungan dengan bronkiektasis, fibrosis kistik dan fibrosis akibat TBC tidak termasuk dalam definisi PPOK, dan harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding nya.Pasien dengan keterbatasan aliran udara pada usia yang relatif dini (4 atau 5 dekade) dan terutama mereka yang memiliki riwayat keluarga PPOK harus diuji untuk α 1 -antitrypsin kekurangan.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2996146/

diagnosis kanker paru1. Radiologi Foto Thorax Posterior-Anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada.Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagianhilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.

2)Bronkhografi.Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.Laboratorium.

1)Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).Dilakukan untuk mengkaji adanya/ ahap karsinoma.

2)Pemeriksaan fungsi paru dan GDA

Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.

3)Tes kulit,

jumlah absolute limfosit.Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).Histopatologi.

1)Bronkoskopi.

Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).

Page 8: referat respirasi

2)Biopsi Trans Torakal (TTB).

Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.

3)Torakoskopi

Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.

4)Mediastinosopi.

Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.

5)Toraktomi.

Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam-macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.Pencitraan.

1)CT-Scanning,

untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.

2)MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum

https://id.scribd.com/doc/139720556/Makalah-Kanker-Paru-Paru