Referat Meningitis on Progress (Repaired)

43
PRESENTASI REFERAT MENINGITIS SEROSA Pembimbing: Dr. Hot, SpA Disusun Oleh : Rina Caroline Widjaja 030.07.219 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD BUDI ASIH 1

description

ff

Transcript of Referat Meningitis on Progress (Repaired)

Page 1: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

PRESENTASI REFERAT

MENINGITIS SEROSA

Pembimbing:

Dr. Hot, SpA

Disusun Oleh :

Rina Caroline Widjaja

030.07.219

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN

ANAK

RSUD BUDI ASIH

PERIODE 9 April 2012 – 16 Juni 2012

1

Page 2: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

TRISAKTI

JAKARTA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan anugerahnya referat kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak yang

berjudul “Meningitis Serosa” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Referat ini disusun untuk melengkapi tugas dalam kepaniteraan klinik

Ilmu Kesehatan Anak periode 9 April 2012 - 16 Juni 2012 di RSUD Budhi

Asih – Jakarta Timur.

Pertama penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dokter

pembimbing dr. Hot, Sp.A, serta kepada semua staff pengajar bagian Ilmu

Kesehatan Anak RSUD Budi Asih yang telah bersedia memberikan kesempatan

dan waktu hingga terselesaikan referat ini.

Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga,

rekan-rekan co-ass dan berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam

menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya.

Akhir kata, penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi yang

membacanya.

Jakarta, Mei 2012

2

Page 3: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

Rina Caroline Widjaja

030.07.219

LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi referat yang berjudul “Meningitis Seorsa”

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Jakarta, Mei 2012

Pembimbing

(dr. Hot, Sp.A)

3

Page 4: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

LEMBAR PENGESAHAN 3

DAFTAR ISI 4

BAB I PENDAHULUAN 5

BAB II PEMBAHASAN 6

I. Definisi 6

II. Etiologi 7

IV. Epidemiologi 7

V. Patolofisiologi 8

VI. Patologi 9

VII. Manifestasi Klinis 13

VIII Diagnosis 17

IX. Pemeriksaan Penunjang 19

X. Penatalaksanaan 22

XI. Pencegahan 24

XII. Komplikasi 24

XIII. Prognosis 26

BAB III KESIMPULAN 27

DAFTAR PUSTAKA 28

4

Page 5: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

BAB I

PENDAHULUAN

Meningitis ada;ah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater (lapisan

dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan

otak dan medula spinalis yang superfisial.

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada

cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai

dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.

Penyebab paling sering dijumpai adalah kuman Tuberkulosis dan virus. Meningitis purulenta

atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat

berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis

meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

Meningitis Serosa tuberkulosa (aseptik) adalah radang selaput otak arakhnoid,

piamater, dan cairan serebrospinal yang sering disebabkan oleh kuman spesifik seperti

Mycobacterium tuberculosa dan virus. Istilah meningitis aseptik mengacu pada kasus dimana

pasien dengan gejala meningitis tapi pertumbuhan bakteri pada kultur tidak ditemukan.

Sampai saat ini tuberkulosa merupakan masalah besar di Indonesia maupun negara

berkembang lainnya, dan dapat menimbulkan beberapa penyulit. Meningitis tuberkulosa

merupakan salah satu komplikasi tuberkulosa primer. Terjadi akibat penyebaran infeksi

secara hematogen ke meningen. Penyakit ini masih banyak ditemukan di Indonesia dan

insidensinya sebanding dengan insidens tuberkulosis itu sendiri. Dalam referat ini akan

dibahas lebih lanjut mengenai Meningitis Serosa Tuberkulosa dan meningitis virus.

5

Page 6: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

MENINGITIS SEROSA

I. DEFINISI

Meningitis Serosa adalah radang selaput otak arakhnoid dan piamater yang sering

disebabkan oleh kuman spesifik seperti Mycobacterium tuberculosa dan virus.

Virus yang menyerang susunan saraf pusat dapat berupa meningitis aseptik (non

purulenta) dan ensefalitis. Meningitis aseptik mempunya gambaran yang khas, adanya

demam disertai tanda rangsang meningeal, gangguan kesadaran tidak begitu dalam,

peningkatan jumlah sel dengan dominasi sel limfosit dan tidak didapatkan bakteri pada

pewarnaan gram dan biakan.

Virus penyebab meningitis aseptik dapat juga mengenai otak yang biasa disebut

meningoensefalitis, ensefalitis akut, ensefalomielitis. Batas antara meningitis akut dan

ensefalitis kadang tidak jelas, beberapa penulis memakai tingkat kesadaran untuk

membedakannya. Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan ensefalitis yang

terbanyak adanya : Herpes simplex, abrovirus, Eastern and Western Equine St Louis

encephalitis. Penyebab yang jarang adalah Enterovirus, parotitis, adenovirus, Lassa virus,

rabies, dan CMV.

Meningitis Tuberkulosa adalah infeksi mycobacterium tuberculosis yang

mengenai arachnoid, piameter dan cairan cerebrospinal di dalam sistem ventrikel. Penyakit

ini merupakan meningitis yang sifatnya subakut atau kronis dengan angka kematian dan

kecacatan yang cukup tinggi. Meningitis tuberkulosa merupakan radang selaput otak

akibat komplikasi primer, secara histologik meningitis tuberkulosa merupakan meningo–

enfefalitis (tuberkulosa) di mana terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan sarat pusat

6

Page 7: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

II. ETIOLOGI

Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa dan virus. Meningitis yang

disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan sembuh

sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus,

Echovirus, dan Coxsackie virus, sedangkan Herpes simplex, Herpes zooster, dan enterovirus

jarang menjadi penyebab meningitis aseptik (virus).

III. EPIDEMIOLOGI

Insidens meningitis tuberkulosa sangat bervariasi dan bergantung kepada tingkat

sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat, umur, status gizi serta faktor genetik yang

menentukan respons imun seseorang. Sejak tahun 1930-1953, Koch dan Carson menemukan

23% kasus meningitis tuberkulosa dari 248 ksus meningitis bakterial. Menurut Auerbach,

insidens tuberkulosa sebanyak 42,2% dari 97% anak yang meninggal karena tuberkulosis.

Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosio ekonomi

rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, perumahan tidak memenuhi

syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur berdesakan, kekurangan gizi, higiene

yang buruk, faktor suku atau ras, kurang atau tidak mendapat fasilitas imunisasi dsb.

Meningitis tuberkulosa dapat terjadi pada setiap umur terutama pada anak-anak antara 6

bulan sampai 5 tahun. Jarang terdapat di bawah umur 6 bulan kecuali apabila angka kejadian

tuberkulosa sangat tinggi. Paling sering terjadi di bawah umur 2 tahun, yaitu antara 9 sampai

15 bulan.

7

Page 8: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

IV. PATOFISIOLOGI

Kuman dapat tumbuh dan berkembang biak tergantung pada kondisi ruang

lingkupnya, kuman yang sudah masuk dalam tubuh dapat berbiak subur atau tidak, proses

multiplikasi ini tidak berlalu tanpa pergulatan antara kuman dan unsur-unsur sel dan zat

biokimiawi tubuh yang dikerahkan untuk mempertahankan keutuhan tubuh. Aksi kuman dan

reaksi tubuh setempat menghasilkan runtuhan kuman dan unsur-unsur tubuh yang merupakan

racun bagi tubuh.

Setelah kuman berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba

disusunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Pada kuman yang bersarang di

mastoid dapat menjalar ke otak perkontinuitatum. Sutura memberikan kesempatan untuk

invasi semacam itu. Invasi hematogenik melalui arteria intraserebral merupakan penyebaran

ke otak secara langsung.

Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal

yang terkena radang dahulu. Dari arteri ini kuman dapat tiba di likuor dan invasi kedalam

otak melalui penerobosan dari piamater. Akhirnya, saraf – saraf tepi dapat digunakan juga

sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba disusunan saraf pusat.

Faktor predisposisi infeksi susunan saraf pusat. Daya pertahanan susunan saraf pusat

untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah

otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik, hormonal

dan seluler yang berfungsi sempurna.

Meningitis tuberkulosa selalu terjadi sekunder dari proses tuberculosis primer di luar

otak. Focus primer biasanya di paru-paru, tetapi bisa juga pada kelenjar getah bening, sinus

nasalaes, traktus gatro-intestinalis, ginjal dan sebagainya. Dengan demikian meningitis

tuberkulosa terjadi sebagai komplikasi penyebaran tuberculosis paru-paru.

Terjadinya meningitis bukan karena peraadangan langsung pada selaput otak oleh

penyebaran hematogen, tetapi melalui pembentukan tuberkel-tuberkel kecil (beberapa

millimeter sampai 1 sentimeter), berwarna putih. Terdapat pada permukaan otak, selaput

otak, sum-sum tulang belakang, tulang. Tuberkel tadi kemudian melunak, pecah dan masuk

kedalam ruang subaraknoid, dam ventrikulus, sehingga terjadi peradangan yang difus. Secara

mikroskopik tuberkel-tuberkel ini tidak dapat di bedakan dengan tuberkel-tuberkel dibagian

lain dari kulit di mana terdapat pengujian sentral dan di kelilingi oleh sel-sel raksasa, limfosit,

sel-sel plasma dan di bungkus oleh jaringan ikat sebagai penutup atau kapsul. Penyebaran

dapat pula terjadi secara per kontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat

selaput otak seperti proses dinasofaring, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis, otitis

8

Page 9: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

media, mastoiditis, trombosis sinus, kavernosus, atau spondilitis, penyebaran kuman dalam

ruang subaraknoid, menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid., CSS, ruang

subaraknoid dan ventrikulus.

Akibat reaksi radang ini adalah terbentuknya eksudat kental, serofibrinosa dan gelatinosa

oleh kuman-kuman dan toksin yang mengandung sel-sel mononuclear, limfosit, sel plasma,

makrofag, sel raksasa dan fibroblast. Eksudat ini tidak terbatas di dalam ruang subaraknoid

saja, tetapi teruatama terkumpul di dasar tengkorak. Eksudat juga meyebar melalui

pembuluh-pembuluh darah pia dan menyerang jaringan otak di bawahnya, sehingga proses

sebenarnya adalah moningo-ensefalitis. Eksudat juga dapat menyumbat akuaduktus Sylvii,

foramen Magendi, foramen Luschka dengan akibat terjadinya hidrosefalus, edema papil dan

peningkatan tekanan intrakanial. Kelainan juga terjadi pada pembulu-pembulu darah yang

berjalan dalam ruang subaraknoid berupa kongesti, peradangan dan penyumbatan, sehingga

selain ateritis dan flebitis juga mengakibatkan infrak otak terutama pada bagian korteks,

medulla oblongata dan nganglia basalis yang kemudian mengakibatkan perlunakan otak

dengan segala akibatnya.

Lapisan-lapisan selaput otak

V. PATOLOGI

Gambaran patologi pada meningitis tuberkulosa ada 4 tipe, yaitu :

1. Disseminated miliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier.

2. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan

meningitis yang difus.

3. Acute inflammatory caseous meningitis:

9

Page 10: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks

Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid

4. Meningitis proliferatif:

Terlokalisasi, pada selaput otak

Difus dengan gambaran tak jelas

Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada setiap

pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur,

berat, dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang

diberikan, virulensi dan jumlah basil juga merupakan faktor yang mempengaruhi.

Selaput Otak, Ependim, Pleksus Koroideus, Pembuluh Darah, dan Otak

Eksudat meningeal yang kekentalannya bervariasi dapat disebarkan sekitar vena

serebral, sinus venosus, lengkungan otak, dan serebelum serta dalam sulkus, fisura sylvian,

sisterna basalis dan medulla spinalis. Ventrikulitis dengan bakteria dan sel radang dalam

cairan ventrikel mungkin ada, seperti efusi subdural dan terkadang empiema. Infiltrat radang

perivaskuler dapat juga ada, dan membrane ependimal dapat terganggu. Perubahan vaskuler

dan parenkim serebral ditandai dengan infiltrate polimorfonuklear yang meluas sampai

daerah subintima arteri-arteri dan vena-vena kecil, vasospasme, vaskulitis, thrombosis vena

koteks kecil, penyumbatan sinus venosus besar, arteritis nekrotikans menyebabkan

perdarahan subarachnoid, dan jarang nekrosis nekrosis korteks serebri bila tidak ada

thrombosis yang dapat dikenali pada autopsi. Infark serebral merupakan sekuele

penyumbatan vaskuler yang lazim karena radang, vasospasme dan thrombosis. Ukuran infark

berkisar dari mikroskopik sampai keterlibatan seluruh hemisphere.

Radang saraf dan radiks spinal menimbulkan tanda-tanda meningeal, dan radang saraf

cranial menghasilkan neuropati saraf kranial, optikus, okulomotorius, fasialis dan auditorius.

Kenaikan tekanan intrakranial juga menghasilkan kelumpuhan saraf okulomotorius karena

adanya kompresi saraf lobus temporalis saat herniasi tentorial. Kelumpuhan saraf abdusens

dapat merupakan tanda kenaikan tekanan intrakranial, bukan setempat.

Kenaikan tekanan intrakranial adalah karena kematian sel (edema otak sitotoksik),

kenaikan permeabilitas kapiler vaskuler akibat sitokin (edema serebral vasogenik), dan

mungkin kenaikan tekanan hidrostatik (edema otak interstitial) pasca penyerapan kembali

LCS yang tersumbat pada vilus arakhnoideus atau obstruksi atau obstruksi aliran cairan ke

dalam atau keluar dari ventrikel. Tekanan intrakranial sering melebihi 300 mmH2O; perfusi

otak dapat selanjutnya terganggu jika tekanan perfusi otak kurang daripada 50 cm H2O (rata-

10

Page 11: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

rata tekanan arterial dikurangi tekanan intrakranial) karena aliran darah otak menggurang.

Sekresi hormone antidiuretik yang tidak tepat dapat menghasilkan retensi air berlebihan,

sehingga menambah risiko kenaikan tekanan intrakranial. Hipotonisitas sela ekstraseluler

otak dapat menyebabkan edema sitotoksik menyertai pembengkakan sel dan lisis. Sindrom

herniasi terjadi pada 5% bayi dan anak dengan meningitis, dan akan memberi kesan kenaikan

tekanan intrakranial yang mencolok, abses otak, atau empiema subdural. Herniasi tentorial,

falks atau serebeler biasanya tidak terjadi karena kenaikan tekanan kranial dijalarkan ke

seluruh sela subarachnoid dan ada sedikit perpindahan structural. Lagipula, jika fontanela

masih terbuka, kenaikan tekanan intrakranial mudah dihilangkan.

Hidrosefalus adalah komplikasi meningitis akut yang tidak lazim terjadi pada masa

neonates. Paling sering hidrosefalus ini mempengaruhi bentuk hidorsefalus komunikans

karena penebalan vili arakhnoid sekeliling sisterna pada dasar otak. Dengan demikian

mengganggu resorpsi LCS normal. Jarang terjadi, hidrosefalus obstruktif pasca-fibrosis dan

glikosis aqueduktus sylvii atau foramen magendie dan luschka.

Kenaikan kadar protein LCS sebagian karena kenaikan permeabilitas vaskuler sawar

darah otak dan kehilangan cairan yang kaya albumin dari kapiler dan vena yang melewati

sela subdural. Transudasi terus-menerus yang dapat berakibat efusi subdural, ditemukan pada

fase lanjut meningitis bakteri akut. Hipoglikorakhia (kadar glukosa LCS berkurang) adalah

karena penurunan pengangkutan glukosa oleh jaringan otak. Yang terakhir ini dapat

menyebabkan asidosis laktat lokal.

Cedera pada korteks serebri dapat karena pengaruh penyumbatan vaskuler setempat

atau difus (infark, nekrosis), hipoksia, invasi bakteri (serebritis), ensefalopati toksik (asidosis

laktat), kenaikan tekanan intrakranial, ventrikulitis dan transudasi (efusi subdural). Hasilnya

manifestasi gangguan kesadaran, kejang-kejang, hidrosefalus, defisit saraf kranial, defisit

motorik dan sensoris, dan kemudian retardasi psikomotor yang dapat dijelaskan oleh satu

faktor patologi atau lebih yang dibahas sebelumnya.

Derajat dan luasnya kelainan otak sangat bervariasi. Kelainan jaringan otak yang

penting adalah:

A. BorderZone Reaction

Jaringan otak di bawah eksudat mengalami edema, infiltrasi perivaskuler dan reaksi

mikroglial dalam derajat yang bervariasi. Edema dapat menyebabkan penurunan

kesadaran, kejang, dan peningkatan tekanan intrakranial yang menimbulkan gejala-

11

Page 12: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

gejala sakit kepala, muntah, edema papil dan pada bayi berupa penonjolan ubun-

ubun besar.

B. Iskemia dan Infark

Kerusakan pembuluh darah menimbulkan iskemia dan infark, yang kadang-kadang

disertai perdarahan. Sebagian besar infark tampak superfisial di daerah a. Serebri

media, tetap sering sampai ganglia basalis dan hipotalamus, bahkan pernah

ditemukan dalam batang otak. Infark akan menyebabkan terbentuknya jaringan

parut, dan bila terbentuk di hipotalamus atau di dekat sisterna basalis akan

menyebabkan gangguan endokrin berupa obesitas, diabetes insipidus maupun

retardasi pertumbuhan.

C. Hidrosefalus

Hampir selalu ditemukan pada pasien yang bisa bertahan sampai lebih 4-6

minggu, dan paling sering ditemukan pada anak usia di bawah 10 tahun.

Hidrosefalus baik yang komunikan maupun yang obstruktif sering ditemukan pada

anak dan disebabkan oleh peradangan di selaput otak & vili araknoidalis. Yang

terbanyak adalah hidrosefalus tipe komunikan, yang disebabkan adanya eksudat di

sisterna basalis pada stadium awal atau oleh perlengketan araknoid pada stadium

akhir.

Hidrosefalus tipe obstruksi jarang ditemukan, disebabkan penyempitan atau

penutupan aquaduktus, atau hambatan pada foramen di ventrikel IV. Penyempitan

aquaduktus biasanya disebabkan oleh edema midbrain atau penekanan pada batang

otak oleh eksudat di sekitarnya atau oleh debris dan eksudat di ependim. Jarang

tuberkuloma subependim atau sumbatan diependim menimbulkan sumbatan dari

dalam.

D. Ensefalopati Tuberkulosis

Ini adalah sindrom yang jarang ditemukan , terutama menyerang anak. Kelainan

berupa kerusakan otak yang difus, edema difus di substansia alba, penipisan mielin,

kadang perdarahan tanpa infark dan hidrosefalus. Ditandai dengan kejang, stupor,

atau koma tanpa gejala-gejala meningitis. Diduga disebabkan reaksi alergi terhadap

protein yang dilepas oleh Mycobcterium tuberculosa yang lisis.

E. Tuberkuloma

Cenderung multipel dan pada anak-anak paling sering di fosa posterior, dengan

kelainan berupa granuloma yang padat. Mula-mula merupakan tuberkel kecil

dengan perkijuan atau nekrosis di bagian tengah dan dikelilingi jaringan otak yang

12

Page 13: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

edema, lama-lama timbul kapsul gelatinosa warna abu-abu dan bila mencapai

permukaan otak akan mengadakan perlekatan dengan selaput otak sehingga dapat

menyerupai meningioma.

F. Abses Tuberkulosa di Otak

Sangat jarang ditemukan dan tidak ada perubahan granulomatosa. Diduga akibat

ketidakmampuan menimbulkan reaksi granulomatosa kegagalan mekanisme imun

tubuh.

VI. MANIFESTASI KLINIS

Secara klinis kadang-kadang belum timbul gejala meningitis yang jelas, walaupun

selaput otak sudah terkena. Manifestasi klinis yang timbul berkaitan dengan kelainan

patologis yang terjadi yaitu:

1. Eksudat tipis di dasar otak bisa menyebabkan paralisis saraf kranial dan

hidrosefalus

2. Vaskulitis dan oklusi pembuluh darah akan menimbulkan tanda neurologis fokal.

3. Reaksi alergi terhadap tuberkuloprotein menyebabkan perubahan cairan

serebrospinal.

4. Edema pada otak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kejang, dan

peningkatan tekanan intrakranial.

5. Adanya tuberkuloma akan menimbulkan gejala proses desak ruang.

Pada fase awal belum timbul menifestasi neurologis, biasanya gejalanya

tidak khas dan timbul perlahan-lahan dan berlangsung kurang lebih 2 minggu sebelum

timbul tanda-tanda rangsang meningeal. Gejala berupa rasa lemah, kenaikan suhu

yang ringan, anoreksia, tidak mau bermain-main, tidurnya terganggu, mual, muntah,

sakit kepala, dan apatik. Pada bayi, iritabel dan ubun-ube=un besar menonjol

merupakan manifestasi yang sering ditemukan, sedang pada anak yang lebih besar,

mungkin tanpa demam dan timbul kejang yang intermiten. Kejang bersifat umum dan

didapatkan sekitar 10-15%. Kadang-kadang tanda kenaikan tekanan intrakranial

timbul, mendahului tanda rangsang meningeal. Stadium ini berlangsung selama 1-3

minggu dan bila tuberkelnya pecah langsung ke dalam ruang subaraknoid, maka fase

ini berlangsung singkat dan langsung ke stadium III.

Fase selanjutnya dusebut stadium meningitis, yang ditandai dengan

memberatnya penyakit. Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak, sehingga

13

Page 14: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

sakit kepala dan muntah menjadi keluhan utamanya. Pasien muntah dan sakit kepala

yang terus menerus, menjadi mudah terangsang dan drowsiness dan disorientasi. Pada

anak usia dibawah 3 tahun iritabel dan muntah adalah gejala utamanya, sedang sakit

kepala jarang dikeluhkan, sebaliknya pada anak yang lebih besar, sakit kepala adalah

keluhan utamanya, dan kesadaran makin menurun. Pada fase ini eksudat yang

mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan

hidrosefalus, gangguan fokal, saraf kranial dan kadang-kadang medulla spinallis.

Mungkin timbul kelemahan otot, kehilangan sendori dan bahkan pergerakan

involunter seperti hemibalismus atau hemikorea serta kejang yang dapat tumbul pada

setiap fase penyakit. Hemiparesis mungkin timbul pada stadium ini, biasanya

disebabkan iskemia atau infark. Quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau

edema otak yang berat, sedang monoparesis jarang ditemukan dan biasanya

disebabkan lesi pada pembuluh darah.

Kaku kuduk yang timbulnya bertahap, tanda Kernig, dan Brudzinsky sering

ditemukan pada fase ini kecuali pada bayi. Kelumpuhan saraf kranial terjadi sekitar

20-30% dan mula-mula unilateral kemudian menjadibilateral. Paling sering mengenai

saraf VI, kemudian saraf kranial III dan IV yang memberi gerjala strabismus dan

diplopia. Sedang saraf kranial VI jarang terkena, demikian juga saraf kranial yang lain

meskipun keterlibatan saraf kranial II dapat menyebabkan atrofi dan kebutaan.

Gangguan pendengaran terjadi akibat keterlibatan saraf VIII.

Tanda peningkatakn tekanan intrakranial menjadi lebih jelas, yaitu

pembesaran kepala dan ubun-ubun besar pada bayi serta papil edema pada anak yang

lebih besar. Gejala-gejala hidrosefalus juga lebih jelas yaitu berupa sakit kepala,

diplopia, dan penglihatan kabur. Pada stadium selanjutnya sesuai dengan berlanjutnya

proses penyakit, maka gangguan fungsi otak menjadi semakin jelas yaitu kesadaran

makin menurun, iritabel, dan apatis, mengantuk, stupor, dan koma atau koma menjadi

lebih dalam, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme sehingga seluruh tubuh menjadi

kaku dan timbul opistotonus, oleh karena dekotrikasi atau deserabrasi. Stadium ini

berlangsung 2-3 minggu. Pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan

pernapasan menjadi tidak teratur, timbul hiperpireksia dan akhirnya pasien

menigggal. Tinbulnya gambaran klinis gangguan fungsi batang otak ini disebabkan

karena infark pada batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh

eksudat yang mengalami organisasi.

14

Page 15: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

Lincoln membagi meningitis tuberkulosa menjadi 3 stadium:

I. Stadium I

Stadium prodromal berlangsung lebih kurang 2 minggu sampai 3 bulan. Permulaan

penyakit bersifat subakut, sering panas atau kenaikan suhu yang ringan atau hanya

dengan tanda-tanda infeksi umum, muntah-muntah, tak ada nafsu makan, murung, berat

badan turun, tak ada gairah, mudah tersinggung, cengeng, tidur terganggu dan gangguan

kesadaran berupa apatis. Gejala-gejala tadi lebih sering terlihat pada anak kecil. Anak

yang lebih besar mengetahui nyeri kepala, tak ada nafsu makan, obstipasi, muntah-

muntah, pola tidur terganggu. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,

nyeri kepala, konstipasi, tak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi,

delusi dan sangat gelisah.

Kenaikan suhu tubuh yang berkisar antara 38,2 – 38,90 C

Nyeri kepala

Mual dan muntah

Tidak ada nafsu makan

Penurunan berat badan

Apatis dan malaise

Kaku kuduk dengan brudzinsky dan kernig tes positif

Defisit neurologi fokal : hemiparesis dan kelumpuhan saraf otak

Gejala TTIK seperti edema papil, kejang – kejang, penurunan kesadaran sampai

koma, posisi dekortikasi atau deserebrasi

II. Stadium II

Gejala-gejala terlihat lebih berat, terdapat kejang umum atau fokal terutama pada

anak kecil dan bayi. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat

menjadi kaku dan timbul opostitinus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan

intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Nyeri kepala yang bertambah

berat dan progresif menyebabkan si anak berteriak dan menangis dengan nada yang khas

yaitu meningeal cry. Kesadaran makin menurun. Terdapat gangguan nervi kranialis,

antara lain N.II, III, IV, VI, VII dan VIII. Dalam stadium ini dapat terjadi defisit

neurologis fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infark otak dan rigiditas

15

Page 16: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

deserebrasi. Pada funduskopi dapat ditemukan atrofi N.II dan koroid tuberkel yaitu

kelainan pada retina yang tampak seperti busa berwarna kuning dan ukurannya sekitar

setengah diameter papil.

III. Stadium III

Dalam stadium ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebabkan oleh

terganggunya regulasi pada diensefalon. Pernafasan dan nadi juga tidak teratur dan

terdapat gangguan pernafasan dalam bentuk cheyne-stokes atau kussmaul. Gangguan

miksi berupa retensi atau inkontinensia urin. Didapatkan pula adanya gangguan

kesadaran makin menurun sampai koma yang dalam. Pada stadium ini penderita dapat

meninggal dunia dalam waktu 3 minggu bila tidak memperoleh pengobatan sebagaimana

mestinya.

Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lainnya,

tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal, menurut

Holt berlangsung 2,5 minggu, sedang Meyers menemukan sekitar 17-43 hari sebelum

meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebut berlangsung 1 minggu.

Gambaran Gejal Klinis pada bayi :

Gejala klinis meningitis tuberculosa disebabkan 4 macam efek terhadap sistem saraf pusat

yaitu

1. Iritasi mekanik akibat eksudat meningen, menyebabkan gejala perangsangan

meningens, gangguan saraf otak dan hidrosefalus.

16

Page 17: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

2. Perluasan infeksi ke dalam parenkim otak, menyebabkan gejala penurunan kesadaran,

kejang epileptik serta gejala defisit neurologi fokal.

3. Arteritis dan oklusi pembuluh darah menimbulkan gejala defisit neurologi fokal.

4. Respons alergi atau hipersensitifitas menyebabkan edema otak hebat dan tekanan

tinggi intrakranial tanpa disertai hidrosefalus.

Gambaran klasik meningitis tuberkulosa terdiri dari :

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis meningitis tuberkulosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, riwatay

ada kontak dengan pasien TBC yang kadang-kadang asimptomatik, uji tuberkulin positif,

dan kelainan cairan serebrospinal. Uji tuberkulin anergi terdapat pada 36% pasien. Foto

Rontgen thorax normal terdapat pada 43% pasien, penyebaran milier pada 23% dan

kalsifikasi dalam paru pada 10% kasus.

Pada anamnesis yang ditanyakan adalah ada tidaknya gejala prodromal berupa

nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam subfebris, disertai dengan perubahan

tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset sub akut, riwayat penderita TB atau adanya

fokus infeksi sangat mendukung. Anamnesis diarahkan pada riwayat kontak dengan

pasien penderita tuberkulosa, keadaan sosio-ekonomi, imunisasi dan sebagainya.

Sementara itu gejala-gejala yang khas untuk meningitis tuberkulosa ditandai dengan

tekanan intrakranial meninggi, muntah yang hebat, nyeri kepala yang progresif dan pada

bayi terdapat fontanela yang menonjol.

Pemeriksaan fisis yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis meningitis serosa adalah

1. Pemeriksaan rangsang meningeal dengan pemeriksaan kaku kuduk. Biasanya

pada pasien meningitis terdapat kaku kuduk yang positif

17

Page 18: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

2. Pemeriksaan nervi craniales yaitu N III, N IV, N VI, N VII, N VIII, biasanya

kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai

PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL

Gejala rangsangan meningeal didapatkan pada kurang lebih 50% penderita

meningitis bakterialis. Jika rangsang meningen tidak ada, kemungkinan

meningitis belum dapat disingkirkan. Perasat ini negatif pada anak yang sangat

muda, debilitas, bayi malnutrisi.

a. Kaku kuduk positif.

b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif, namun pemeriksaan ini kurang diandalkan

jika dibanding dengan pemeriksaan kaku kuduk.

Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi lumbal untuk

mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).

Pemeriksaan laboratorium rutin relatif tidak mempunyai arti hanya laju endap

darah yang kadang meninggi kira-kira pada 80% kasus. Pada kasus cairan serebrospinal

terdapat kelainan yang khas berwarna jernih, bila dibiarkan mengendap akan

membentuk batang-batang, kadang-kadang dapat ditemukan mikroorganisme

didalamnya. Dapat juga berwarna xantokrom bila penyakit berlangsung lama dan ada

hambatan di medula spinalis. Inimenandakan kadar proteinnya tinggi. Jumlah sel

berkisar antara 200-500.mm3. mula-mula sek polimorfonuklear dan limfosit dalam

proporsi sama atau kadang0kadang sel PMN lebih banyak, selanjutnya limfosit yang

lebih banyak. Kadang-kadang jumlah sel pada fase akut dapat mencapai kurang lebih

1000/mm3. Kadar protein meninggi, dan glukosa menurun. Diagnosis meningitis

18

Page 19: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

tuberkulosa dapat ditegakkan secara cepat dengan pemeriksaan PCR, ELISA, dan

aglutinasi lateks. Kultur cairan serebrospinal hanya memberikan hasil positif kira-kira

setengahnya dan hasilnya lama.

Pemeriksaan EEG menunjukkan kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan

difus atau fokal. CT-Scan kepala dapat mendeteksi adanya dilatasi ventrikel dan infark .

Hidrosefalus berat ditemukan pada 87% kasus dan infark pada 28%. Adanya

tuberkulosis dapat ditentukan dengan pemeriksaan CT-scan atau MRI dengan kontras.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan cairan serebrospinal ( CSS )

Pemeriksaan CSS merupakan kunci diagnostik untuk meningitis tuberkulosis.

Pemeriksaan CSS akan memberikan gambaran jernih / opalesen, kekuningan

sampai dengan xantokrom, tekanan meninggi.

Tes Nonne dan Pandy positif kuat menunjukkan peningkatan kadar protein.

Hitung sel meningkat 100 – 500, terutama limfositik mononuklear.

Kadar glukosa menurun < 40mg% tetapi tidak sampai 0 mg%.

Pada pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan biakan akan ditemukan kuman

mycobacterium tuberkulosis.

Bila beberapa cc CSS dibiarkan dalam tabung reaksi selama 24 jam akan

terbentuk endapan fibrin berupa sarang laba – laba.

Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal

Tes Meningitis Bakterial Meningitis Virus Meningitis TBCTekanan LPWarnaJumlah selJenis selProteinGlukosa

MeningkatKeruh> 1000/mlPredominan PMNSedikit meningkatNormal/menurun

Biasanya normalJernih< 100/mlPredominan MNNormal/meningkatBiasanya normal

BervariasiXanthochromiaBervariasiPredominan MNMeningkatRendah

 

19

Page 20: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

Agent

Opening

Pressur

e

WBC

count per

mL

Glucose

(mg/dL)

Protein

(mg/dL)Microbiology

Bacterial

meningitis200-300

100-5000;

>80%

PMNs*

<40 >100

Specific pathogen

demonstrated in 60% of

Gram stains and 80% of

cultures

Viral meningitis 90-200

10-300;

lymphocyte

s

Normal ,

reduced

in LCM

and

mumps

Normal

but may

be

slightly

elevated

Viral isolation, PCR† assays

Tuberculous

meningitis180-300

100-500;

lymphocyte

s

Reduced,

<40

Elevated,

>100

Acid-fast bacillus stain,

culture, PCR

Cryptococcal

meningitis180-300

10-200;

lymphocyte

s

Reduced 50-200India ink, cryptococcal

antigen, culture

Aseptic

meningitis90-200

10-300;

lymphocyte

s

Normal

Normal

but may

be

slightly

elevated

Negative findings on

workup

Normal values 80-200

0-5;

lymphocyte

s

50-75 15-40Negative findings on

workup

Tabel 1. Gambaran Liquor Cerebrospinal pada meningitis berdasarkan agen

etiologiknya.

Pada bayi-bayi yang menderita sepsis pungsi lumbal harus dilakukan oleh karena 20%

pasien sepsis pada neonatus juga menderita meningitis. Pungsi lumbal juga dilakukan pada

anak-anak yang menderita bakteriemia dengan demam tidak turun-turun atau curiga adanya

20

Page 21: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

rangsang meningeal. Oleh karena meningitis bakterialis bersifat progresif, hasil pemeriksaan

cairan serebrospinal yang normal pada pemeriksaan pertama pada pasien yang diduga

menderita meningitis jangan sampai menghilangkan kewaspadaan dokter akan kemungkinan

terjadinya meningitis. Observasi ketat pasien diperlukan sampai pasien kembali normal,

pungsi lumbal dapat diulangi setelah 8 jam apabila memang diperlukan.

Indikasi Lumbal Pungsi adalah sebagai berikut:

1. Setiap penderita dengan kejang atau twitching baik yang diketahui dari

anamnesis atau yang didapatkan bersamaan pada pemeriksaan.

2. Adanya paresis atau paralisis. Dalam hal ini termasuk strabismus karena

paresis N. VI.

3. Koma.

4. Kaku kuduk dengan penurunan kesadaran.

Kontraindikasi pungsi lumbal:

o Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari

infeksi ini dapat menyebabkan meningitis.

o Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh karena

pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau sereberal.

o Kelainan pembekuan darah.

o Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan

jarum pada ruang interspinal.

Pemeriksaan radiologi:

o X-foto dada: untuk mencari kausa meningitis

o CT Scan kepala: dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan

intrakranial dan lateralisasi

Pemeriksan lain:

21

Page 22: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

o Darah: LED, lekosit, hitung jenis, biakan

o Air kemih: biakan

o Uji tuberkulin

o Biakan cairan lambung

2. Pemeriksaan darah

Terdapat kenaikan laju endap darah ( LED )

Jumlah leukosit dapat meningkat sampai 20.000

3. Tes tuberkulin

Tes tuberkulin seringkali positif tetapi dapat negatif bila keadaan umum penderita

buruk.

4. Foto roentgen thoraks

Umumnya menunjukkan tanda infeksi tuberkulosis aktif (infiltrat terutama di apex

paru)

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan meningitis serosa tuberkulosa:

1. Umum

Penderita meningitis tuberkulosa harus dirawat di Rumah Sakit, dibagian perawatan

intensif. Dengan menentukan diagnosis secepat dan setepat mungkin, pengobatan dapat

segera dimulai. Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus diperhatikan

dengan sungguh-sungguh, antara lain kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan gizi

pada umumnya, posisi penderita, perawatan kandung kemih dan defekasi, serta

perawatan umum lainnya diarahkan kepada hiperpireksia, gelisah atau kejang, serta

nyeri dan kerewelan lainnya.

2. Terapi kausal : kombinasi anti tuberkulosa

Pengobatan meningitis tuberkulosa harus tepat dan adekuat, termasuk kemoterapi yang

sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan peningkatan tekanan

22

Page 23: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

intrakranial. Pengobatan biasanya terdiri dari kombinasi INH, rifampisin, dan

pyrazinamide. Kalau berat dapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Pengobatan

minimal 9 bulanm dapat lebih lama.

obat-obat lini pertama : terapi obat lini pertama untuk meningitis tuberkulosa

terdiri atas dua macam obat, isoniazid (INH) dan rifampisin. Isoniazid diberikan

oral dengan dosis 10 -20 mg/KgBB/hari dengan dosis maksimal 300 mg/hari untuk

anak-anak dan 600 mg/hari untuk dewasa. Pemberian minimal selama 1 tahun.

Komplikasi pemberian INH berupa neuropati perifer dan dapat dicegah dengan

pemberian piridoksin 25-50 mg/hari. Pemberian piridoksin pada bayi dan anak

tidak begitu perlu, yang perlu pada adolesens. Apabila INH diberikan bersama-

sama dengan rifampisin, kejadian hepatotoksik meningkat terutama apabila dosis

melebihi 10 mg/kgBB/hari.

Rifampisin bersifat bakteriostatik diberikan dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari

secara oral sebelum makan selama minimal 9 bulan. Rifampisin menyebabkan

urinpasien berwarna merah. Efek samping berupa hepatitis, kelainan

gastrointestinal, dan trombositopenia. 3. Obat-obat lini kedua : terdapat tiga obat antituberkulosa lini kedua untuk meningitis

tuberkulosa yang digunakan sebagai tambahan ataupun pengganti INH dan

rifampisin. Ethambutol, pyrazinamid dan ethionamid sangat efektif penetrasinya

ke dalam cairan serebrospinal untuk menghilangkan inflamasi. PZA bersifat

bakteriostatik diberikan secara oral dengan dosis 20-40 mg/kgBB/hari atau 50-70

mg/kgBB 2 kali seminggu dibagi dalam 2-3 dosis diberiksan selama 2 bulan secara

oral. Etambutol bakteriostatik diberikan dengan dosis 15-15 mg/kgBB/hari atau 50

mg/kgBB dua kali seminggu secara oral selama minimal 9 bulan. Pada anak usia

muda dapat terjadi neuritis optika atau atrofi optik, sehingga diberikan pada anak di

atas 5 tahun.

4.Obat-obat lini ketiga : lima obat yang paling sering digunakan adalah

aminoglikosida pada terapi tuberkulosis adalah golongan aminoglikosida yaitu

streptomisin, capreomisin, kanamisin, viomisin dan amikatin. Kesemuanya adalah

antibiotik polipeptida dan kesemunya berpotensi menimbulkan nefrotoksik dan

ototoksik. Kelima obat tersebut penetrasinya sangat jelek kedalam otak atau cairan

serebrospinal. Dosisnya adalah 20mg/kgBB/hari (sudah tidak digunakan).

Regimen yang diberikan dalam 2 bulan pertama :

23

Page 24: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

INH              : 300 mg / hari

Rifampisin : 450 mg / hari

Etambuthol  : 1000 mg / hari

Pirazinamid  : 1500 mg / hari

Bila terdapat induced hepatitis, pemberian rifampisin dan pirazinamid dihentikan dan diganti

dengan streptomisin 1 gram.

Regimen yang diberikan 10 bulan berikutnya :

Rifampisin 600 mg / hari

INH 400 mg / hari

5. Pemberian kortikosteroid sebagai antiinflamasi, menurunkan tekanan intrakranial dan

mengobati edema otak. Pemberian kortikosteroid selama 2-3 minggu kemudian

diturunkan secara bertahap sampai lama pemberian 1 bulan. Ada yang memberikan

sampai 3 bulan. Kortikosteroid biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2-3

mg/kg BB/hari (dosis normal 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 2-4 minggu

kemudian diteruskan dengan dosis 1 mg/kg BB/hari selama 1-2 minggu. Pemberian

kortikosteroid seluruhnya adalah lebih kurang 3 bulan.

X. PENCEGAHAN

Vaksinasi BCG

Vaksinasi ini tidak mencegah infeksi Tuberculosis tetapi mengurangi resiko

tuberculosis berat seperti meningitis tuberkulosa dan tuberkulosa milier.

XI. KOMPLIKASI

Selama pengobatan, komplikasi meningitis karena pengaruh infeksi CSS atau sistemik

adalah lazim. Komplikasi neurologis termasuk kejang-kejang, kenaikan tekanan intracranial,

kelumpuhan saraf cranial, stroke, thrombosis sinus venosus dura, dan efusi subdural.

Komplikasi yang timbul pada meningitis tuberkulosis :

Oftalmoplegia

Pan arteritis hemiplegia

Hidrosefalus

24

Page 25: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

Arachnoiditis

Kumpulan cairan dalam sela subdural terjadi pada 10-30% penderita meningitis dan

tidak bergejala pada 85-90% penderita. Efusi subdural bergejala dapat menyebabkan

pencembungan fontanela, pelebaran sutura, pembesaran lingkar kepala, muntah, kejang-

kejang, demam dan hasil transiluminasi cranial abnormal. Namun banyak dari manifestasi ini

juga ada pada penderita meningitis tanpa efusi subdural. CT-scan akan memperkuat diagnosis

efusi sibdural. Bila ada kenaikan tekanan intrakranial atau penurunan tingkat kesadaran, efusi

pleura bergejala harus diobati dengan aspirasi melalui pembukaan fontanela. Demam saja

tidak merupakan indikasi untuk aspirasi.

Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (syndrome of inappropriate

secretion of antidiuretic hormone [SI-ADH]) terjadi pada kebanyakan penderita meningitis,

menimbulkan hiponatremia dan penurunan osmolaritas serum pada 30-50%. Ini dapat

memperburuk edema serebral dan secara tidak langsung menyebabkan kejang-kejang

hiponatremia. Kemudian dalam perjalanan terapi, diabetes insipidus sentral dapat terjadi

sebagai akibat dari disfungsi hipotalamus atau pituitaria.

Sekuelae jangka panjang didapat pada 30% penderita dan bervariasi tergantung

etiologi, usia penderita, gejala klinis dan terapi. Pemantauan ketat berskala jangka panjang

sangat penting untuk mendeteksi sekuelae.

Sekuelae pada SSP meliputi tuli, buta kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia

otot, ataxia, kejang kompleks, retardasi motorik, kesulitan belajar, hidrocephalus non-

komunikan, atropi serebral.

Gangguan pendengaran terjadi pada 20-30% anak. Gangguan pendengaran berat dapat

menganggu perkembangan bicara sehingga evaluasi audiologis rutin dan pemantauan

perkembangan dilakukan tiap kali kunjungan ke petugas kesehatan. Jika ditemukan sekuelae

motorik maka perlu dilakukan terapi fisik, okupasional, rehabilitasi untuk menghindari

kerusakan di kemudian hari dan mengoptimalkan fungsi motorik.

XII. PROGNOSIS

Meningitis tuberkulosa sudah jarang ditemukan dan sekarang sudah dapat

diobati. Tetapi, prognosisnya buruk jika pengobatannya terlambat. Oleh karena itu,

penyakit ini harus dicurigai pada pasien – pasien :

Dengan gambaran klinis meningitis yang timbul dalam waktu beberapa

minggu.

25

Page 26: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

Dengan hitung sel limfosit kurang dari 300 sel disertai kadar glukosa

yang menurun

Dengan kelumpuhan saraf kranialis bagian bawah.

Dengan riwayat sebelumnya atau bukti klinis tuberkulosis paru atau

organ lainnya.

Angka kematian pada umumnya 50%. Prognosis buruk pada bayi dan orang tua. Bila

meningitis tuberkulosa tidak diobati, prognosisnya jelek sekali. Penderita dapat meninggal

dalam waktu 6-8 minggu.Prognosis ditentukan oleh kapan pengobatan dimulai dan pada

stadium berapa. Umur penderita juga mempengaruhi prognosis. Anak dibawah 3 tahun dan

dewasa diatas 40 tahun mempunyai prognosis yang jelek

BAB IV

KESIMPULAN

Meningitis Serosa Tuberkulosa adalah radang selaput otak arakhnoid dan piamater

yang sering disebabkan oleh kuman spesifik seperti Mycobacterium tuberculosa. Meningitis

Tuberkulosa adalah infeksi mycobacterium tuberculosis yang mengenai arachnoid, piameter

dan cairan cerebrospinal di dalam sistem ventrikel. Penyakit ini merupakan meningitis yang

26

Page 27: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

sifatnya subakut atau kronis dengan angka kematian dan kecacatan yang cukup tinggi.

Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa cairan

serebrospinal dari pungsi lumbal. Umumnya memiliki prognosis yang buruk pada bayi dan

orang tua. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Penderita harus mendapatkan

perawatan yang intensive dan mendapatkan pengobatan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman dkk. Nelson ( e.d Bahasa Indonesia ). Ilmu kesehatan Anak e.d 15 , EGC;

Jakarta. 2000.

2. Rudolph, Abraham. M. Hofman, Julien. I. E. Rudolph, Colin. D. Buku Ajar Pediatri

e.d 20, EGC. 1996.

27

Page 28: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta:

IDAI, edisi I. 2004.

4. Staf. Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian

Kesehatan Anak FKUI, edisi VII. 1985.

5. Tim Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IKA FKUI-RSCM. Update in Neonatal

Infection. Jakarta. Dept. IKA FKUI-RSCM, cetakan pertama. 2005.

6. Hugnes, james G. Pediatric In General Practice. Mc Grawhill book company.

Newyork. 2000.

7. Kumar, A. 2005. Bacterial meningitis. Department of Pediatrics and Human

Development Michigan State University . College of Medicine and En Sparrow

Hospital .www.emedicine.com/PED/topic198.htm.

8. Razonables R.R. 2005. Meningitis. Division of Infectious Diseases Department of

Medicine. Mayo Clinic College of

Medicine. www.emedicine.com/med/topic2613.htm

9. BostonHealthCommission,http://www.helid.desastres.netdocuments/Meningitis/

CDC_meningitis_providers.pdf

10. Pediatrica , Buku Saku Anak e.d I, Tosca Enterprise – UGM Jogjakarta , 2005.

11. Soetomenggolo, Taslim.S. Ismael, Sofyan. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta :

IDAI. 2000.

12. Meningitis Serosa Tuberkulosa. Available from :

http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/28/meningitis-tbc/

13. Meningitis Serosa. Available from :

http://medicaltextbooks.blogspot.com/2008/05/meningitis-serosa-pendahuluan-

penyakit.html

14. Meningitis Tuberkulosa. Available at http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-

nofareni.pdf

15. Meningitis tuberkulosa. Available at

http://ns-nining.blogspot.com/2009/06/meningitis-tuberkulosa.html

16. Meningitis Tuberkulosis. Available from :

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_InfeksiIntrakranial.pdf/

10_InfeksiIntrakranial.html

17. Meningitis Tuberkulosa. Available from :

http://ns-nining.blogspot.com/2009/06/meningitis-tuberkulosa.html

28

Page 29: Referat Meningitis on Progress (Repaired)

18. Meningitis Serosa. Available from :

http://medicaltextbooks.blogspot.com/2008/05/meningitis-serosa-pendahuluan-

penyakit.html

19. Meningitis. Available from : www.pediatrik.com

29