REFERAT MARASMUS

56
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekurangan energi protein (KEP) merupakan salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia selain dari gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI), anemia defisiensi besi, dan defisiensi vitamin A 1,2 . KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Marasmus merupakan salah satu dari tiga bentuk KEP berat. Dua bentuk lainnya adalah kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. Gizi buruk (severe malnutrition) merupakan suatu istilah teknis yang menunjukkan keadaan kekurangan energi protein (KEP) yang berat. Anak usia dibawah 5 tahun atau balita adalah golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya adalah masalah kurang energi protein (KEP) 3,6 . Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Indonesia menempati urutan ke-5 negara dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita terbanyak di Dunia, setelah India, Nigeria, Pakistan, Bangladesh 4 . Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U < -3 SD Z- score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3 % 1

Transcript of REFERAT MARASMUS

Page 1: REFERAT MARASMUS

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekurangan energi protein (KEP) merupakan salah satu dari empat

masalah gizi utama di Indonesia selain dari gangguan akibat kekurangan

iodium (GAKI), anemia defisiensi besi, dan defisiensi vitamin A 1,2. KEP

adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan

protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka

kecukupan gizi. Marasmus merupakan salah satu dari tiga bentuk KEP berat.

Dua bentuk lainnya adalah kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. Gizi

buruk (severe malnutrition) merupakan suatu istilah teknis yang menunjukkan

keadaan kekurangan energi protein (KEP) yang berat. Anak usia dibawah 5

tahun atau balita adalah golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan

gizi, diantaranya adalah masalah kurang energi protein (KEP) 3,6.

Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah

Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Indonesia menempati

urutan ke-5 negara dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita

terbanyak di Dunia, setelah India, Nigeria, Pakistan, Bangladesh 4. Data

Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U < -3 SD Z-score

WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun

1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Upaya Pemerintah

antara lain melalui pemberian makanan tambahan dalam jaringan pengaman

sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan

tatalaksana gizi buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka

gizi buruk menjadi 10,5% pada tahun 1998, 8,1% pada tahun 1999, dan 6,3%

tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8%

dan pada tahun 2003 menjadi 8,3%, pada tahun 2005 meningkat lagi menjadi

8,8 % 1,2. Pada Tahun 2009 bahkan mencapai 11 % 1,2.

KEP pada anak-anak berdampak menghambat pertumbuhan fisik,

menurunnya daya tahan tubuh yang berakibat rentan terhadap penyakit

infeksi, menurunnya tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa, berdampak

menurunkan produktifitas kerja, menurunkan derajat kesehatan, rentan

1

Page 2: REFERAT MARASMUS

terhadap serangan penyakit. Hal-hal berikut tadi berdampak akhir berupa mutu

sumber daya manusia yang dihasilkan rendah, beban negara semakin

bertambah 2,5.

Marasmus disebut juga KEP non-edematous, karakteristik khasnya adalah

gagal tumbuh dan rewel, diikuti dengan penurunan berat badan. Turgor kulit

akan hilang, tampak keriput, dan kehilangan lemak subkutan. Abdomen

tampak distended dan datar serta tampak pola dan pergerakan usus. Terdapat

atrofi otot dan hipotonis otot. Suhu tubuh subnormal dengan nadi lemah. Anak

biasanya konstipasi, tetapi dapat juga mengalami starvation diarrhea dengan

lendir pada feses 3.

Sekuele klinis marasmus adalah adanya adapatasi yang muncul dari

insufisiensi asupan energi pada anak. Marasmus muncul sebagai akibat dari

ketidakseimbangan energi. Ketidakseimbangan itu sendiri muncul sebagai

akibat dari penurunan asupan energi, peningkatan kehilangan energi dari

makanan (misalnya kaena muntah, diare, dan luka bakar), peningkatan

penggunaan energi atau kombinasi dari ketiga faktor 3.

Pedoman WHO untuk penatalaksanaan marasmus adalah sesuai dengan 10

langkah penatalaksanaan malnutrisi, yaitu mengatasi hipoglikemia,

hipotermia, dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, dan defisiensi

mikronutrien, pemberian makanan, mencapai kejar-tumbuh, memberikan

stimuli fisik, sensorik, dan dukungan emosional, persiapan tindak lanjut

setelah perawatan 6.

B. Tujuan penulisan

Mengetahui tentang kurang energi protein (KEP) pada umumnya, dan

marasmus khusunya secara menyeluruh yang meliputi pemahaman yang

lengkap mengenai definisi, klasifikasi, etiologi, faktor resiko, patofisiologi,

kriteria diagnosis, komplikasi dan penatalaksanaannya.

C. Manfaat penulisan

1. Menambah wawasan tentang marasmus, mulai dari definisi hingga

tatalaksana.

2. Sebagai referensi untuk dapat memberikan informasi tentang kurang

energi protein, khususnya marasmus.

2

Page 3: REFERAT MARASMUS

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

KEP

Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang

disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-

hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi 3,6.

Marasmus

Bentuk malnutrisi energi protein yang terutama disebabkan kekurangan

kalori berat dalam jangka waktu lama, terutama terjadi selama tahun pertama

kehidupan, yang ditandai dengan retardasi pertumbuhan dan pengurangan

lemak bawah kulit dan otot secara progresif tetapi biasanya masih ada nafsu

makan dan kesadaran mental 3.

B. Klasifikasi KEP

Tujuannya adalah untuk menentukan prevalensi KEP di suatu daerah,

sehingga dapat menentukan presentasi gizi-kurang dan berat di daerah

tersebut 3.

Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP

1) Klasifikasi menurut Gomez3

Gomez ( 1956 ) merupakan orang pertama yang mempublikasikan cara

pengelompokan kasus KEP. Klasifikasi tersebut berdasarkan atas berat badan

individu dibandingkan dengan berat badan yang diharapakan pada anak sehat

yang seumur. Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 baku Harvard (Stuart

dan Stevenson, 1945). Gomez mengelompokkan KEP dalam KEP ringan,

sedang, dan berat.

Derajat KEP Berat Badan % dari baku*

0 = normal ≥ 90 %1 = ringan 89-75 %2 = sedang 74-60 %3 = berat < 60 %Tabel.1. Klasifikasi KEP menurut Gomez3

3

Page 4: REFERAT MARASMUS

2) Klasifikasi KEP menurut Bengoa3

Bengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez,

yang hanya didasarkan pada defisit berat badan saja. Penderita KEP dengan

edema, tanpa menlihat defisit berat badannya digolongkan oleh Bengoa

dalam derajat 3.

Penderita kwashiorkor, berat badannya jarang menurun hingga kurang dari

60% disebabkan oleh adanya edema, sedangkan lemak tubuh dan otot-ototnya

tidak mengurang sebanyak seperti pada keadaan marasmus. Padahal

kwarshiorkor merupakan penyakit yang serius dengan angka kematian tinggi

Menurut Bengoa, KEP cukup dikelompokkan menjadi 3 kategori dan

seluruh penderita yang menampakkan tanda edema dinilai sebagai KEP

derajat III.

Derajat KEP Berat badan/usia (%)KEP I KEP II KEP III

90-7675-61Semua penderita edema

Tabel 2. Klasifikasi KEP menurut Bengoa 3.

3) Klasifikasi KEP berdasarkan WHO-NCHS 3

Menurut baku median WHO – NCHS, KEP dibagi menjadi:

KEP Ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80 % dan/atau

berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median

WHO-NCHS.

KEP Sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau

BB/TB 70-80% baku median WHO-NCHS.

KEP Berat bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS dan/atau

BB/TB <70% baku median WHO-NCHS.

4) Klasifikasi KEP menurut Depkes RI th 2000 3

Departemen kesehatan RI (2000), merekomendasikan baku WHO – NCHS

untuk digunakan sebagai baku antropometris di Indonesia. Klasifikasi KEP

menurut Depkes 2000 adalah:

4

Page 5: REFERAT MARASMUS

Tabel 3. Klasifikasi KEP menurut Depkes RI th 2000 3

5) Menurut WHO-UNICEF Tahun 2009, kriteria malnutrisi akut berat

(MAB) yaitu 9:

Terlihat sangat kurus

Edema nutrisional

BB/TB <-3 SD

Lingkar Lengan Atas (LILA) < 115 mm

Klasifikasi menurut tipe (Klasifikasi Kualitatif)

Klasifikasi ini menggolongkan KEP menurut tipenya: gizi kurang, marasmus,

kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.

1) Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust (FAO/WHO

Exp.Comm.,1971)3.

Cara Wellcome Trust dapat dipraktekan dengan mudah, tidak ditemukan

penentuan gejala klinis maupun laboratories, dan dapat dilakukan oleh para

tenaga medis setelah diberi latihan seperlunya. Cara ini dapat digunakan untuk

survei lapangan, namun apabila dilakukan pada penderita yang sudah

mengalami perawatan dan pengobatan selama beberapa hari dapat membuat

diagnosa menjadi salah. Misalnya pada penderita kwarshiorkor dengan berat

badan > 60%, jika dirawat selama 1 minggu maka edema akan hilang dan berat

badan menjadi < 60% walaupun gejala lainnya masih ada. Dengan berat badan

5

Page 6: REFERAT MARASMUS

< 60% dan tidak ada edema, maka penderita tersebut dapat didiagnosa sebagai

marasmus dengan menggunakan metode Wellcome Trust.

Berat badan % dari baku* Edema

Tidak ada Ada

>60% Gizi kurang Kwarshiorkor

<60% Marasmus Marasmic-Kwarshiorkor

Tabel 4. Klasifikasi Kualitatif KEP menurut Wellcome Trust 3

2) Klasifikasi Kualitatif menurut McLaren, dkk (1967) 3.

McLaren mengklasifikasikan golongan KEP berat dalam 3 kelompok

menurut tipenya. Gejala klinis edema, dermatosis, edema disertai dermatosis,

perubahan pada rambut, dan pembesaran hati diberi angka bersama-sama

dengan menurunnya kadar albumin atau total protein serum. Cara seperti ini

dikenal sebagai scoring system McLaren.

Gejala klinis/laboratoris Angka

Edema 3

Dermatosis 2

Edema disertai dermatosis 6

Perubahan pada rambut 1

Hepatomegali 1

Albumin serum atau protein

total serum/g %

< 1.00 < 3.25 7

1.00 – 1.49 3.25 – 3.99 6

1.50 – 1.99 4.00 – 4.75 5

2.00 – 2.49 4.75 – 5.49 4

2.50 – 2.99 5.50 – 6.24 3

3.00 – 3.49 6.25 – 6.99 2

3.50 – 3.99 7.00 – 7.74 1

>4.00 > 7.75 0

Tabel 5. Cara Pemberian Angka menurut McLaren 3

6

Page 7: REFERAT MARASMUS

Penentuan tipe didasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan dari

tiap penderita:

0 – 3 angka = marasmus

4 – 8 angka = marasmic-kwarshiorkor

9 – 15 angka = kwarshirkor

Cara demikian dapat mengurangi kesalahan jika dibandingkan dengan cara

Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan

bantuan laboratorium.

3) Klasifikasi KEP menurut Waterlow 3

Waterlow (1973) membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan

menahun. Beliau berpendapat, bahwa defisit berat badan terhadap tinggi badan

mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting

(kurus-kering), sedangkan defisit tinggi badan menurut umur merupakan akibat

kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat tersebut dapat

mengganggu laju pertumbuhan tinggi badan, sehingga anak menjadi pendek

(stunting) untuk umurnya. Waterlow membagi keadaan wasting dan stunting

dalam 3 kategori.

Gangguan

Derajat

Stunting

(tinggi menurut

umur)

Wasting

(berat terhadap

tinggi)

0

1

2

3

> 95 %

95-90 %

89-85 %

< 85 %

> 90 %

90-80 %

80-70 %

< 70%

Tabel. 6. Klasifikasi KEP menurut Waterlow 3

C. Etiologi

Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional

serta memiliki penyebab yang saling berkaitan. Penyebab menurut kerangka

konseptual UNICEF dapat dibedakan menjadi penyebab langsung, penyebab

tidak langsung dan penyebab dasar 4.

7

Page 8: REFERAT MARASMUS

KURANG GIZI

MakanTidak Seimbang Penyakit Infeksi

Tidak CukupPersediaan Pangan

Pola Asuh AnakTidak Memadai

Sanitasi dan AirBersih/PelayananKesehatan DasarTidak Memadai

Kurang Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan

Kurang pemberdayaan wanitadan keluarga, kurang pemanfaatan

sumberdaya masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

Krisis Ekonomi, Politik,dan Sosial

Dampak

Penyebablangsung

Penyebab Tidak langsung

Pokok Masalahdi Masyarakat

Akar Masalah(nasional)

Bagan 1. Etiologi Malnutrisi (UNICEF, 2009) 4.

1) Penyebab Langsung

Diet

Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang

terutama dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung

cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi

penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi

esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita

marasmus.

Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak

sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya

anak usia tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum

dianjurkan untuk usianya, penyapihan yang terlalu dini desertai dengan

pemberian makanan tambahan yang kurang. Sebaliknya anak telah

melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya

8

Page 9: REFERAT MARASMUS

sudah tidak diberikan lagi pada usianya, contohnya adalah pemberian ASI

yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.

Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau keluarga dalam

pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu akan

memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.

Peranan penyakit atau infeksi

Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah

asupan makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya

hubungan yang erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di

negara tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana

kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan

adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada

anak-anak.

Berikut ini adalah contoh-contoh penyakit dan infeksi yang sering

menyebabkan malnutrisi:

Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral misalnya

tuberculossis, infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia,

pielonephiritis dan sifilis kongenital.

Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis

pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.

Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus.

Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic

hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.

Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan

bila penyebab maramus yang lain disingkirkan.

Kaitan antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan,

karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi

kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada akhirnya

memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga

memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.

9

Page 10: REFERAT MARASMUS

2) Penyebab tidak langsung

Ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku (tingkat pengetahuan

ibu tentang gizi, pola asupan gizi, pola asuhan), pelayanan kesehatan,

tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkat frekuensi

penyuluhan gizi, tingkat kunjungan ke posyandu, riwayat imunisasi.

Kemiskinan salah satu determinan sosial – ekonomi, merupakan akar dari

ketiadaan pangan, tempat pemukiman yang berjejalan, kumuh dan tidak

sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan.

3) Penyebab Dasar

Kondisi sosial, politik dan ekonomi negara. Malnutrisi bukan hanya

permasalahan di tingkat rumah tangga, namun juga permasalahan di

tingkat negara, sehingga upaya untuk mengatasinya memerlukan tindakan

secara berkesinambungan dengan melibatkan berbagai sektor.

D. Dampak Gizi Buruk

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja

terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di

samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi

buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi

buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan

mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan

memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme

maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi 2,5,10.

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa

karena berberbagai disfungsi yang dialami. Ancaman yang timbul antara lain

hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia

(kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan

elektrolit dan cairan tubuh 2,5,10.

Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik,

akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya, maka

dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan

maupun perkembangannya 2,5.

10

Page 11: REFERAT MARASMUS

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance

anak, kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan

perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan

mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu

pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi

fatal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak 2,5,10.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk

terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami

gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak

jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn

kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian,

gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi

anak2,5,10.

E. Patogenesis

Marasmus

Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme

adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi (kalori) dalam waktu yang lama.

Dalam keadaan kekurangan asupan kalori, menyebabkan tubuh memakai

cadangan makanan yang tersedia untuk menghasilkan energi atau kalori untuk

mempertahankan kehidupan 7.

Pemakaian cadangan makanan ini dimulai dengan pembakaran cadangan

karbohidrat, bila karbohidrat habis, maka tubuh akan menggunakan cadangan

lemak, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton

bodies. Terakhir tubuh akan menggunakan cadangan protein setelah cadangan

lemak habis. Pemecahan cadangan gula otot (glikogen) menjadi glukosa di

hati, katabolisme protein menghasilkan asam amino yang segera diubah

menjadi glukosa di hepar dan di ginjal. Sehingga pada keadaan marasmus

yang menyolok mengakibatkan pertumbuhan yang kurang atau terhenti

disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit, namun tidak

disertai edema pitting, dikarenakan pada marasmus ketersediaan asam amino,

yang merupakan hasil katabolisme protein, biasanya jumlahnya masih dalam

batas normal, sehingga hati masih dapat untuk membentuk albumin 7.

11

Page 12: REFERAT MARASMUS

Kwashiorkor

Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolisme dan perubahan sel

menyebabkan edema dan perlemakan hati. Pada penderita defisiensi protein

tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan

energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun

kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam

amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin. Oleh karena dalam

diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan

sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut

akan disalurkan ke otot 7.

Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya

pembentukan albumin oleh hati, menyebabkan hipoalbuminemia sehingga

kemudian timbul edema 7.

Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta

sehingga transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan

akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hati 7.

F. Gejala dan Tanda Klinis KEP berat

Gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi

marasmus, kwarshiorkor, dan marasmic-kwarshiorkor.

1) Marasmus 3,4,8,10

Tampak sangat kurus, hanya tulang berbungkus kulit.

Pertumbuhan terhenti.

Rambut mudah dicabut, kusam, kemerahan namun tidak seberat

kwashiorkor.

Wajah seperti orang tua (old man face).

Cengeng, rewel.

Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada,

pada bagian bokong “baggy pants”.

Perut cekung, iga gambang.

Sering disertai penyakit infeksi kronis berulang, diare kronik, atau

susah buang air besar.

Tidak ada oedem.

12

Page 13: REFERAT MARASMUS

Baggy Pants

Gambar. 1. Gambaran Klinis Marasmus.

2) Kwashiorkor 3,4,8,10

Billateral Pitting Edema, dimulai dari kaki dan tungkai bawah,

dapat menjadi edema seluruh tubuh ke tangan, lengan, wajah.

Wajah bulat dan sembab (moon face).

13

Page 14: REFERAT MARASMUS

Berkurangnya jaringan lemak dan otot yang tertutupi oleh edema.

Kulit kering, hiperpigmentasi dan bersisik. Terdapat lesi di kulit

berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna

menjadi cokelat kehitaman dan terkelupas terutama pada bagian

tubuh yang mendapat tekanan (crazy pavement dermatosis), yang

mengakibatkan rentan terkena infeksi.

Perubahan pada warna rambut menjadi kemerahan seperti warna

rambut jagung, rambut menjadi tipis, kering, mudah dicabut tanpa

rasa sakit, rontok.

Perubahan status mental menjadi apatis, letargi, iritabel.

Pembesaran hati.

Sering disertai penyakit infeksi, anemia, diare.

Defisiensi vitamin A:

o Buta senja (hemeralopia)

o Sklera kering

o Kornea kering

o Ulkus kornea

o Bitot spot

o Keratomalasia

14

Page 15: REFERAT MARASMUS

Gambar 2. Gambaran Skematik Tanda Klinis Kwashiorkor

Gambar 3. Tanda Klinis Kwashiorkor

3) Marasmik – Kwashiorkor 3,4,8.

Marasmik–kwashiorkor memperlihatkan gejala dan tanda klinis

campuran antara marasmus dan kwarshiorkor. Makanan sehari-hari tidak

cukup mengandung protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal.

Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik

kwashiorkor dan marasmus. Dengan BB/U < 60% / BB/TB < -3 SD baku

median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok, hanya pada

kedua anggota gerak bawah, biasanya pada punggung kaki dan tungkai

bawah.

15

Page 16: REFERAT MARASMUS

Gambar 4. Gambaran Klinis Marasmik-Kwashiorkor.

G. Diagnosis

Penegakkan Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran

antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila 8:

BB/TB < -3 SD atau 70% dari median (marasmus)

Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:

BB/TB > -3 SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB < -3 SD)

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa

anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai

jaringan lemak di bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat

dan paha; tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema. Anak-

anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak

tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus.

Pengukuran LILA (lingkar lengan atas) 9

LILA merupakan indikator nutrisi paling unggul untuk seleksi kasus

penderita gizi buruk dibandingkan antropometri lain. Jika didapatkan

16

Page 17: REFERAT MARASMUS

LILA berada di bagian pita berwarna merah (LILA < 115 mm) disebut gizi

buruk akut 9.

Kekurangan LILA hanya dapat digunakan pada usia 6-59 Bulan dan

mempunyai PB atau TB antara 65-110 cm, karena pada kondisi tersebut

nilai LILA relatif sama 9.

Penilaian Awal Anak Gizi Buruk

Pada setiap anak gizi buruk, lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan 8.

Anamnesis awal (untuk kedaruratan) 8

Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan

muntah dan diare (encer/darah/lendir)

Kapan terakhir berkemih

Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin

Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami

dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera.

Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tata laksana

selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani) 8

Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit

Riwayat pemberian ASI

Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari

terakhir

Hilangnya nafsu makan

Kontak dengan pasien campak atau TB paru

Pernah sakit campak dalam 3 Bulan terakhir

Batuk kronik

Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung

Berat badan lahir

Riwayat tumbuh kembang : duduk, berdiri, bicara dan lain-lain

Riwayat imunisasi

Apakah ditimbang setiap bulan

Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)

17

Page 18: REFERAT MARASMUS

Diketahui atau tersangka infeksi HIV

Pemeriksaan Fisik 8

Apakah anak tampak sangat kurus, adakah ada edema. Tentukan status

gizi menggunakan BB/TB-PB

Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor kulit buruk

Adakah tanda syok (tangan kaki dingin, capillary refill time yang

lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran menurun

Demam (suhu aksilar ≥ 37,5 0C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35,50C)

Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung

Pucat

Pembesaran hati dan ikterus

Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites,

tanda defisiensi vitamin A pada mata : konjungtiva atau kornea yang

kering, bercak bitot; ulkus kornea; keratomalasia

Ulkus pada mulut

Fokus infeksi: telinga, tenggorokan, paru, kulit

Lesi kulit pada kwashiorkor: Dermatosis

Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir)

Tanda dan gejala infeksi HIV.

Pemeriksaan Penunjang 8

Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama

jenis normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis

akibat hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi

yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu

dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun.

Pada pemeriksaan darah dilakukan pengukuran kadar zat gizi dan bahan-

bahan yang tergantung kepada kadar zat gizi (misalnya hemoglogbin, hormon

tiroid dan transferin). Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk

menemukan adanya kelainan pada paru.

Pemeriksaan Laboratorium WHO merekomendasikan tes laboratorium

berikut 8:

Glukosa darah

18

Page 19: REFERAT MARASMUS

Pemeriksaan Pap darah dengan mikroskop atau pengujian deteksi

langsung

Hemoglobin

Pemeriksaan urine pemeriksaan dan kultur

Pemeriksaan tinja dengan mikroskop untuk telur dan parasit

Serum albumin

Tes HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua anak)

Elektrolit

H. Penatalaksanaan Gizi Buruk

Tatalaksana Perawatan

Pada saat masuk rumah sakit 8:

Anak dipisahkan dari pasien infeksi

Ditempatkan di ruangan yang hangat (25-300C, bebas dari angin)

Dipantau secara rutin

Memandikan anak dilakukan seminimal mungkin dan harus segera

dikeringkan

Demi keberhasilan tata laksana diperlukan 8:

Fasilitas dan staf yang professional (Tim Asuhan Gizi)

Timbangan badan yang akurat

Penyediaan dan pemberian makan yang tepat dan benar

Pencatatan asupan makanan dan berat badan anak, sehingga kemajuan

selama perawatan dapat dievaluasi

Keterlibatan orang tua

Tata Laksana Umum 8,9

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tata laksana syok pada

anak dengan gizi buruk. Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat

tetes mata kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kassa yang

telah dibasahi dengan larutan garam normal, dan dibalut. Jangan beri obat

mata yang mengandung steroid. Jika terdapat anemia berat, diperlukan

penanganan segera 8.

Menurut buku panduan tatalaksana anak gizi buruk yang diterbitkan oleh

kementrian kesehatan Tahun 2000, disusun berdasarkan buku management of

19

Page 20: REFERAT MARASMUS

severe malnutrition WHO (1999), terdapat 10 langkah penting tatalaksana

rutin KEP berat/ gizi buruk, yaitu meliputi 6,8,9:

1. Atasi/cegah hipoglikemia.

2. Atasi/cegah hipotermia.

3. Atasi/cegah dehidrasi.

4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit.

5. Obati/cegah infeksi.

6. Koreksi defisiensi nutrient mikro.

7. Mulai pemberian makanan awal (Initial Refeeding).

8. Fasilitasi tumbuh kejar (“Catch-up Growth”).

9. Lakukan stimulasi sensorik dan emosional.

10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut pasca perbaikan.

Dalam proses pengobatan KEP berat/ gizi buruk, terdapat 4 fase, yaitu

fase stabilisasi (hari 1-7), fase transisi (hari 8-14), fase rehabilitasi (minggu ke

3-6), fase tindak lanjut (minggu ke 7-26). Tatalaksana ini digunakan pada

semua penderita KEP berat/gizi buruk (marasmus, kwashiorkor, marasmik-

kwashiorkor) 6,8,9.

Tabel 2. Sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk dan perkiraan waktu setiap fase 9

20

Page 21: REFERAT MARASMUS

Langkah 1. Atasi/ Cegah Hipoglikemia 8,9

Semua anak gizi buruk berisiko untuk terjadi hipoglikemia (kadar gula

darah < 3 mmol/dl atau < 54 mg/dl), yang seringkali merupakan penyebab

kematian pada 2 hari pertama perawatan.

Hipoglikemia dapat terjadi karena adanya infeksi berat atau anak tidak

mendapat makanan selama 4-6 jam. Hipoglikemia dan hipotermia seringkali

terjadi bersamaan dan biasanya merupakan pertanda adanya infeksi. Pemberian

makanan dengan frekuensi sering (setiap 2-3 jam) sangat penting dalam mencegah

dua kondisi tersebut.

Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula

darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan

segera ditangani sesaui panduan.

Tatalaksana

Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya

memungkinkan.

Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml

larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml

air) secara oral atau melalui NGT.

Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2-3 jam, siang dan malam selama

minimal dua hari.

Bila masih mendapat ASI, teruskan pemberian ASI di luar jadwal

pemberian F-75.

Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara

intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kgBB, atau larutan glukosa/larutan gula

pasir 50 ml dengan NGT.

Beri antibiotik spektrum luas.

Pemantauan

Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30

menit.

Jika kada gula darah di bawah 3 mmol/L (<54 mg/dl), ulangi pemberian

larutan glukosa atau gula 10%.

21

Page 22: REFERAT MARASMUS

Jika suhu rektal < 35,50C atau bila kesadaran memburuk, mungkin

hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula

darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).

Pencegahan

Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin, atau jika perlu

lakukan rehidrasi terlebih dahulu. Pemberian makanan harus teratur setiap 2-3

jam, siang malam.

Langkah 2. Atasi/ Cegah Hipotermia 8,9

Diagnosis: Jika suhu aksila < 35,0 0C, suhu rektal <35,50C.

Tatalaksana

Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi dulu)

Hangatkan anak. Pastikan anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup

dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung

kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada

dada ibunya (dari kulit ke kulit: metode kangguru). Bila menggunakan

lampu listrik, letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh

anak.

Beri antibiotik sesuai pedoman.

Pemantauan

Ukur suhu aksillar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi

36,50C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu setiap setengah

jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36,5oC.

Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada

malam hari.

Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia.

Pencegahan

Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas

angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/ selimut.

Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap

kering.

Hindarkan anak dari suasana dingin (misal sewaktu dan setelah mandi,

atau selama pemeriksaan medis).

22

Page 23: REFERAT MARASMUS

Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat,

terutama di malam hari.

Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera

mungkin, sepanjang hari, siang dan malam.

Langkah 3. Atasi/ Cegah Dehidrasi 8,9

Tidak mudah menentukan adanya dehidrasi pada anak gizi buruk karena

tanda dan gejala dehidrasi seperti turgor kulit dan mata cekung sering didapati

pada gizi buruk walaupun tidak dehidrasi. Disisi lain, pada anak gizi buruk,

keadaan dehidrasi walaupun ringan dapat menimbulkan komplikasi lain

(hipoglikemia, letargi) sehingga memperberat kondisi klinis. Karenanya perlu

diantisipasi terjadinya dehidrasi pada anak gizi buruk dengan riwayat diare atau

muntah dan melakukan tindakan pencegahan. Diagnosis pasti adanya dehidrasi

adalah dengan pengukuran berat jenis urin (>1.030), selain tanda dan gejala klinis

khas bila ada, antara lain rasa haus dan mukosa mulut kering. Hipovolemia dapat

terjadi bersamaan dengan edema.

Tatalakasana

Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat

dengan syok.

Sulit untuk memperkirakan status rehidrasi dengan melihat klinis saja pada

anak malnutrisi berat. Maka asumsikan bahwa setiap anak dengan diare

cair dapat mengalami dehidrasi.

Beri ReSoMal (rehidration solution for malnutrition), secara oral atau

melalui NGT, lakukan lebih lambat dibandingkan jika melakukan rehidrasi

pada anak dengan gizi baik.

o Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama.

o Setelah 2 jam, beri ReSoMal 5-10 ml/kgBB/jam berselang seling

dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.

Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam.

Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 Thn: 50-

100 ml setiap buang air besar, usia ≥1 Tahun: 100-200 ml setiap buang air

besar.

23

Page 24: REFERAT MARASMUS

Pemantauan

Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap

setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya.

Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan dapat

mengakibatkan gagal jantung dan kematian. Periksa: frekuensi napas, frekuensi

nadi, frekuensi miksi dan jumlah produksi urin, frekuensi buang air besar dan

muntah.

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai

ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan fontanel

berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi,

tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut, walaupun

rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat

badan.

Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit

dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ ReSoMal segera dan

lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.

Pencegahan

Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak

gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sbagai pengganti larutan oralit

standar.

Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI.

Pemberian F-75 sesegera mungkin.

Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

Langkah 4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit 8,9

Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang

mungkin membutuhkan waktu 2 Minggu atau lebih untuk memperbaikinya.

Terdapat keleibihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium serum

mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan oleh keadaan ini. Jangan obati edema

dengan diuretikum. Memberikan natrium berlebihan dapat menyebabkan

kematian.

24

Page 25: REFERAT MARASMUS

Tatalaksana

Untuk mengatasi gangguan elektrolit, diberikan kalium dan magnesium,

yang sudah terkandung di dalam larutan mineral-mix yang ditambahkan ke

dalam F-75, F-100, atau ReSoMal.

Ekstra kalium 3-4 mmol/kg/hari

Ekstra magnesium 0,4 – 0,6 mmol/kg/hari

Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi.

Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

Langkah 5. Obati/ Cegah Infeksi 8,9

Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali

tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena

itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka

datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan

hipotermia merupakan tanda infeksi berat.

Tatalaksana

Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:

Antibiotik spektrum luas

Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 Bulan dan belum pernah

mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 Bulan dab sudah pernah

diberi vaksin sebelum berumur 9 Bulan. Tunda imunisasi jika anak syok.

Pilihan antibiotik spektrum luas:

Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri kotrimoksazol

per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/ kgBB setiap 12 jam) selama 5 hari.

Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis

atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

Ampicillin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari),

dilanjutkan dengan amoksisillin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama

5 hari) atau, jika tidak tersedia amoksisillin, beri ampisilin per oral (50

mg/kgBB setiap 6 jam selama hari) sehingga total selama 7 hari,

ditambah gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7

hari.

25

Page 26: REFERAT MARASMUS

Jika anak tidak membaik dalam 48 jam, tambahkan kloramfenikol (25

mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.

Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan

obati dengan kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari.

Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (pneumonia, tuberkulosis, malaria,

disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai.

Pengobatan terhadap parasit cacing:

Jika terdapat bukti adanya infeksi cacing, beri mebendazol (100 mg/hari) selama 3

hari atau albendazol (20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari

perawatan, walaupun belum terbukti adanya investasi cacing.

Pemantauan

Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan

sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan

penilaian ulang menyeluruh pada anak. Periksa fokal infeksi dan organisme

potensial untuk resisten dan pastikan bahwa suplemen vitamin dan mineral telah

diberikan secara benar.

Langkah 6. Koreksi Defisiensi Mikronutrien 8,9

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun

sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu

sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat

badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi

dapat memperparah infeksi.

Tatalaksana

Suplemen multivitamin

Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)

Zinc 2 mg/kgBB/hari

Tembaga 0,3 mg/kgBB/hari

Ferosulfat 3 mg/kg/hari setelah berat badan naik (mulai pada fase

rehabilitasi)

Vitamin A; diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah

diberikan sebelum dirujuk), dengan dosis:

o < 6 Bulan 50.000 (1/2 kapsul biru)

26

Page 27: REFERAT MARASMUS

o 6-12 Bulan 100.000 (1 kapsul biru)

o 1-5 Tahun 200.000 (1 kapsul merah).

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam tiga

bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai usia umur, pada hari ke

1, 2, dan 15.

Langkah 7. Pemberian Makanan Awal (initial feeding) 8,9

Pada fase stabilisasi diperlukan pendekatan yang hati-hati karena kondisi

fisiologis anak yang rapuh dan berkurangnya kapasitas homeostasis. Pemberian

makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pasien masuk dan harus

dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein secukupnya untuk

mempertahankan proses fisiologi dasar.

Hal-hal penting dalam pemberian makan pada fase stabilisasi adalah sebagai

berikut:

a) Pemberian makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering, rendah

osmolaritas, rendah laktosa.

b) Berikan secara oral atau melalu NGT, hindari penggunaan parenteral

c) Energi : 100 kkal/kgBB/hari

d) Protein: 1-1,5 g/ kgBB/ hari

e) Cairan: 130 ml/ kgBB/ hari, bila edema berat 100 ml/kgBB/ hari.

f) Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-

75 yang ditentukan harus dipenuhi.

Formula F-75 mengandung 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein/100 ml,

cukup memenuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak. Berikan dengan

menggunakan cangkir atau sendok. Anak yang sangat lemah mungkin

perlu diberikan dengan sendok atau secara drop atau dengan spuit.

Jadwal yang direkomendasikan, dimana volume secara bertahap

ditingkatkan dan frekuensi secara bertahap dikurangi, adalah sebagai

berikut

27

Page 28: REFERAT MARASMUS

Hari ke- Frekuensi Vlume/kgBB/

Pemberian

Volume/kgBB/Hari

1-2 Setiap 2 jam 11 ml 130 ml

3-5 Setiap 3 jam 16 ml 130 ml

6 dst Setiap 4 jam 22 ml 130 ml

Tabel 3. Pemberian F-75 8

Perubahan frekuensi makan dari tiap 2 jam menjadi 3 jam dan 4 jam dilakukan

bila anak mampu menghabiskan porsinya. Untuk anak dengan nafsu makan yang

baik dan tanpa edema, jadwal ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari (contoh: 24

jam untuk tiap tahap). Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk memberi

makan setiap 2 jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan

bila terpaksa upayakan paling tidak 3 jam pada fase permulaan. Libatkan dan ajari

orang tua atau penunggu pasien. Pemberian makan sepanjang malam hari sangat

penting agar anak tidak terlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat

meningkatkan risiko kematian).

Pemantauan

Pantau dan catat setiap hari:

Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan

Muntah

Frekuensi defekasi dan konsistensi feses

Berat badan

Langkah 8. Mencapai Kejar-Tumbuh 8,9

Pada fase rehabilitasi perlu pendekatan yang baik untuk pemberian makan dalam

pencapaian asupan yang tinggi dan kenaikan berat badan yang cepat (>10

g/kg/hari). Formula yang dianjurkan pada fase ini adalah F100 yang mengandung

100 kkal/100 ml dan 2,9 g protein/ 100 ml.

Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah kembalinya

nafsu makan, edema minimal atau hilang (pada kwashiorkor).

Tatalaksana

Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-

kejar (F-100) (fase transisi):

28

Page 29: REFERAT MARASMUS

Ganti F-75 dengan F-100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75

selama 2 hari berurutan.

Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian

sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal

ini terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/ kgBB/ hari. Dapat

pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi

sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.

Setelah transisi bertahap, beri anak:

o Pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai

kemampuan anak).

o Energi: 150-220 kkal/kgBB/hari

o Protein: 4-6/ kgBB/ hari.

Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak

sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup

energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use

therapeutic food = RUTF), yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/ sachet

92 gram, dapat digunakan pada fase rehabilitasi.

Pemantauan

Hindari terjadinya gagal jantung. Amati gejala dini gagal jantung (nadi

cepat dan napas cepat). Jika nadi maupun frekuensi napas meningkat

(pernapasan naik 5x/menit dan nadi naik 25x/menit), dan kenaikan ini

menetap selama 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-turut,

maka hal ini merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya).

Lakukan segera:

Kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari menjadi 24 jam

Kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:

o 115 ml/kgBB/ hari selama 24 jam berikutnya

o 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya

o Selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml

sebagaimana dijelaskan berikutnya.

o Atasi penyebab

29

Page 30: REFERAT MARASMUS

Penilaian kemajuan

Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah tahap transisi

dan mendapat F-100:

Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan.

Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari.

Jika kenaikan berat badan:

Kurang (< 5 gram/kgBB/hari), anak membutuhnkan penilaian

lengkap.

Sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan

terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang tidak terdteksi.

Baik (>10 g/ kgBB hari).

Langkah 9. Memberikan stimuli fisik, sensorik, dan dukungan emosional 8,9

Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,

karenannya diberikan:

Ungkapan kasih sayang

Ciptakan lingkungan yang menyenangkan, ceria

Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari

Rencanakan aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

Tingkatkan ketelibatan ibu (menghibur, memberi makan, memandikan,

bermain, dll)

Langkah 10. Pemulangan dan tindak lanjut 8,9

Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan > 80%) dapat dianggap anak

telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak

berperawakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap

dilanjutkan di rumah.

Tunjukkan kepada orang tua atau pengasuh bagaimana:

Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta

frekuensi pemberian makan yang sering.

Terapi bermain yang terstruktur.

Sarankan :

Membawa anak kontrol secara teratur.

Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan.

30

Page 31: REFERAT MARASMUS

Mengikuti program pemberian vitamin A setiap 6 Bulan.

Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu

untuk pemulangan harus mempertimbangan manfaat dan faktor risiko. Faktor

sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan

melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah

kekambuhan.

Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:

Anak seharusnya:

Telah menyelesaikan program antibiotik

Mempunyai nafsu makan baik

Menunjukkan kenaikan berat badan yang baik

Edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang

Ibu atau pengasuh seharusnya:

Mempunyai waktu untuk mengasuh anak

Memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis,

jumlah dan frekuensi)

Mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak mungkin,

nasihati tentang dukungan yang tersedia.

Penting untuk mempersiapkan orang tua dalam perawatan di rumah. Hal ini

mencakup:

Pemberian makanan seimbang dengan bahan lokal yang terjangkau

Pemberian makanan minimal 5 kali sehari termasuk makanan selingan

tinggi kalori di antara waktu makan (misal: susu, pisangm roti, biskuit).

Bila ada, RUTF dapat diberikan pada anak di atas 6 Bulan.

Bantu dan bujuk anak untuk menghabiskan makanannya.

Beri anak makanan tersendiri/ terpisah, sehingga asupan makan anak dapat

dicek.

Beri suplemen mikronutrien dan elektrolit.

ASI diteruskan sebagai tambahan.

Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh

Jika anak dipulangkan lebih awal, buat rencana untuk tindak lanjut sampai anak

sembuh:

31

Page 32: REFERAT MARASMUS

Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan lokal

untuk melakukan supervisi dan pendampingan.

Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan

kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi

penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.

I. Penanganan Kondisi Penyerta 8,9

1. Masalah pada mata

Jika anak mempunyai gejala defisiensi vitamin A, lakukan hal seperti di

bawah ini

Gejala Tindakan

Hanya bercak Bitot saja (tidak ada gejala

mata yang lain)

Tidak memerlukan obat tetes mata

Nanah atau peradangan Beri tetes mata kloramfenikol atau

tetrasiklin (1%)

Kekeruhan pada kornea

Ulkus pada kornea

Tetes mata kloramfenikol 0,25% - 1%

atau tetes tertasiklin (1%); 1 tetes, 4x

sehari, selama 7-10 hari.

Tetes mata atropin (1%); 1 tetes, 3x

sehari, selama 3-5 hari jika perlu, kedua

jenis obat tetes mata tersebut dapat

diberikan secara bersamaan

Tabel 4. Penanganan Masalah Penyerta Pada Mata

Beri Vitamin A

Diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan

sebelum dirujuk), dengan dosis:

o < 6 Bulan 50.000 (1/2 kapsul biru)

o 6-12 Bulan 100.000 (1 kapsul biru)

o 1-5 Tahun 200.000 (1 kapsul merah).

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam

tiga bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai usia umur,

pada hari ke 1, 2, dan 15.

32

Page 33: REFERAT MARASMUS

2. Anemia Berat

Transfusi darah diperlukan jika Hb < 4 g/dl, Hb 4-6 g/dl dan anak

mengalami gangguan pernapasan atau tanda gagal jantung.

Pada anak gizi buruk, transfusi harus diberikan secara lebih lambat dan

dalam volume lebih kecil dibanding anak sehat. Beri:

Darah utuh (Whole Blood), 10 ml/kgBB secara lambat selama 3

jam.

Furosemid, 1 mg/kg IV pada saat transfusi dimulai.

Bila terdapat gejala gagal jantung, berikan komponen sel darah merah

(PRC) 10 ml/kgBB. Anak dengan kwashiorkor mengalami redistribusi

cairan, sehingga terjadi penurunan Hb yang nyata dan tidak membutuhkan

transfusi

3. Dermatosis

Kompres dengan larutan KMnO4 0,01% selama 10 menit/hari

Beri salep/krim (Zn dengan minyak kastor) pada daerah yang kasar,

dan bubuhi gentian violet (atau jika tersedia salep nistatin) pada lesi

kulit yang pecah-pecah

Usahakan daerah perineum tetap kering.

Umumnya terdapat defisiensi seng: beri preparat Zn per oral

4. Parasit/cacing

Jika terbukti adanya infestasi cacing, beri Mebendazole 100 mg/kgBB

selama 3 hr atau albendazol (20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol

setelah 7 hari perawatan, walau belum terbukti adanya infestasi cacing.

5. Diare persisten

a. Giardiasis dan kerusakan mukosa usus:

Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab

melanjutnya diare. Jika mungkin lakukan pemeriksaan mikroskopis atas

specimen feses. Jika ditemukan kista atau trofozoit Giardia lamblia beri

Metronidazol 7,5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.

b. Intoleransi laktosa:

Diare jarang disebabkan oleh intoleransi laktosa saja. Tatalaksana ini

hanya diberikan jika diare terus-menerus ini mnghambat perbaikan

33

Page 34: REFERAT MARASMUS

secara umum. Formula F-75 sudah merupakan formula rendah laktosa.

Pada kasus tertentu ganti formula dengan yoghurt atau susu formula

bebas laktosa, dan pada fase rehabilitasi formula yang mengandung

susu diberikan kembali secara bertahap.

c. Diare osmotik:

Jika diare makin memburuk pada pemberian F-75 maka gunakan F-75

berbahan dasar serealia yang osmolaritasnya lebih rendah. Kemudian

berikan F-100 untuk tumbuh kejar secara bertahap.

6. TBC:

Lakukan tes Tuberkulin dan Roentgen foto thorax. Bila positif atau sangat

mungkin TB, obati sesuai pedoman pengobatan TB.

J. Komplikasi

Gizi buruk atau KEP berat seperti marasmus-kwashiorkor memiliki

komplikasi-komplikasi yaitu 3:

Perkembangan mental

Mwnurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada

masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA,

dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun

besarnya otak normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti,

hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang

normal namun dengan ukuran yang lebih kecil.

Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak yang pernah

menderita KEP bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, deficit

tersebut meningkat pada penderita KEP lebih dini.

Didapatkan juga hasil pemeriksaan EEG yang abnormal mencapai

30 persen pada pemeriksaan setelah 5 tahun lalu meningkat hinggal 65

persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya.

Noma

Noma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa

mulut yang bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan

dagu, biasanya disertai nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan

dengan lokasi noma tersebut. Noma merupakan salah satu penyakit yang

34

Page 35: REFERAT MARASMUS

menyertai KEP berat akibat imunitas tubuh yang menurun, noma timbul

umumnya pada tipe kwashiorkor(3).

Gambar 5. Noma.

Xeroftalmia

Merupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui akibat

defisiensi dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat

juga terjadi pada marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita

KEP berat karena ditakutkan akan mengalami kebutaan

Kematian

Angka kematian penderita gizi buruk sekitar 20-30%. Kematian

merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya penderita

KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru, radang

paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tanda-

tanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka

mortalitas pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada penderita KEP

berat akan semakin menurun jika disertai dengan infeksi, sehingga

perjalanan penyakit infeksi juga akan semakin berat.

K. Diagnosis Banding

Oedem anasarka 3

o Pada sindroma nefrotik dan gagal jantung kanan, terdapat oedema

anasarka yaitu udema di seluruh bagian tubuh. Pada awalnya oedem

hanya ada pada kelopak mata, namun pada siang hari setelah

beraktivitas oedem tersebut akan turun ke pretibial. Pada fase lanjut,

akan tampak oedem seluruh tubuh dengan bagian bahu yang besar.

35

Page 36: REFERAT MARASMUS

Pada pemberian diuretik oedem tersebut akan berangsur-angsur

menghilang.

o Pada kwarshiorkor, terdapat pula oedema anasarka, namun oedem ini

tidak akan berpindah pada perubahan posisi. Selain itu, bahu anak yang

menderita kwarshiorkor akan tampak sangat kecil. Pada pemberian

diuretik tidak berpengaruh.

Crazy pavement dermatosis 3

o Pada pellagra merupakan penyakit akibat defisiensi niacin yang

merupakan akibat kurangnya niacin atau triptofan di dalam diet. Hal ini

mengakibatkan adanya kelaian kulit berwarna merah muda yang meluas

dan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan terkelupas. Kelainan

ini terjadi pada kulit yang terkena sinar matahari secara langsung.

o Pada kwarshiorkor, terdapat pula kelainan kulit berwarna merah muda

meluas dan berubah menjadi cokelat kehitaman. Namun kelainan ini

terjadi pada lipatan-lipatan kulit.

L. Prognosis 8,9,10

Malnutrisi yang berat mempunyai angka kematian sekitar 20-30%,

kematian sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan

antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis

tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa

hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif

kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang

irreversibel dari set-sel tubuh akibat gizi buruk/KEP berat

36

Page 37: REFERAT MARASMUS

III. RINGKASAN

1. Empat masalah utama gizi di Indonesia yaitu kekurangan energi protein (KEP),

gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI), anemia defisiensi besi, dan

defisiensi vitamin A.

2. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang

disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari

sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.

3. Penyebab malnutrisi dapat dibedakan menjadi penyebab langsung, penyebab

tidak langsung dan penyebab dasar.

4. Klasifikasi KEP dibagi menjadi KEP ringan, sedang, berat.

5. KEP berat secara klinis terdapat tiga tipe, yaitu marasmus, kwashiorkor,

marasmik-kwashiorkor.

6. Tatalaksana gizi buruk secara umum, khusunya pada fase stabilisasi, tetap

mengikuti panduan Kementrian Kesehatan RI yang mengacu pada panduan

WHO, yaitu berupa sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk.

7. Komplikasi gizi buruk diantaranya adalah gangguan perkembangan mental,

noma, xeroftalmia, kematian.

8. Gizi buruk mempunyai angka kematian sekitar 20-30%, kematian sering

disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian

karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri.

37