Referat Marasmus-kwarshiorkor, Dr.lilly

download Referat Marasmus-kwarshiorkor, Dr.lilly

of 31

description

ilmu pediatri

Transcript of Referat Marasmus-kwarshiorkor, Dr.lilly

BAB IPENDAHULUAN

Kekurangan Energi Protein atau Protein Energy Malnutrition merupakan suatu penyakit gangguan gizi yang banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. KEP sering terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun (balita), ibu yang sedang mengandung atau menyusui. Pada KEP dapat ditemukan berbagai macam keadaan patologis. KEP yang timbul dapat mengakibatkan derajat kekurangan gizi dari yang ringan sampai berat. Pada keadaan yang ringan kemungkinan tidak banyak tanda yang dapat ditemukan, hal ini mungkin dapat dilihat dari berat badan yang kurang, sedangkan gejala klinis lain tidak ditemukan. Pada keadaan yang berat ditemukan 3 tipe, yaitu tipe marasmus, tipe kwarsiorkor dan gabungan dari keduanya marasmus kwarsiorkor. Masing-masing tipe tersebut memiliki gejala yang khas baik secara klinis maupun biokimia.Data gizi buruk di Indonesia di daerah Sulawesi Utara pada tahun 2012 sebanyak 327 kasus, hal ini mengalami penurunan dibanding tahun 2011 yaitu 508 kasus yang tersebar di seluruh wilayah Sulawesi Utara. Sedangkan di Sumatera Selatan terdapat 106 kasus pada tahun 2012 dan 112 kasus pada tahun 2011, di Selawesi Tenggara 327 kasus pada tahun 2012 dan 508 kasus pada tahun 2011 , dan di Karawang terdapat 63 kasus pada tahun 2012 dan113 kasus pada tahun 2010.Apabila gizi buruk tidak segera diatasi, maka akan mengakibatkan banyaknya kematian pada anak yang menderita gizi buruk tersebut. Namun apabila anak tersebut dapat hidup tetapi penanganan yang dilakukan tidak tepat, maka dapat mengakibatkan IQ yang buruk pada anak-anak tersebut.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAMARASMUS KWARSHIORKOR

II.1 DEFINISIKurang Energi Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defesiensi energi saja atau protein dan energi baik secara kuantitatif atau kualitatif yang biasanya sebagai akibat atau berhubungan dengan beberapa faktor penyebab penyakit infeksi (1).

II.2 EPIDEMIOLOGISalah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya di Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang menonjol diantaranya karena keadaan gizi yang kurang baik atau gizi buruk.Riskesdas 2010 menunjukkan jumlah wilayah yang memiliki persentase penderita gizi kurang dan buruk, sekitar 8 provinsi telah mencapai presentase kurang dari 15% . Sementara 15 provinsi lainnya memiliki presentase lebih dari 20%. Secara umum, persentase penderita gizi buruk mengalami penurunan dari 7,2 persen pada tahun 1989 menjadi 4,9 persen pada 2010. Dengan tren peningkatan tersebut, angkanya dinilai sudah mendekati target yang ditetapkan dalam MDGs 2015 yakni 3,6 persen(2). II.3 ETIOLOGIKurang Energi-Protein merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu, ada beberapa faktor pendukung penyebab terjadinya penyakit tersebut antara lain, faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan(3).a. Peranan DietDiet yang mengandung cukup energi namun kurang protein, akan menyebabkan anak menderita kwarsiorkor. Namun apabila diet yang dikonsumsi mengandung cukup protein namun kurang energi akan mengekibatkan anak menderita marasmus. Apabila diet yang dikonsumsi kurang mengandung protein dan karbohidrat, maka gejala yang akan muncul adalah marasmus kwarshiorkor. Pada tahun 1971, Gopalan dan Narasnya melakukan penelitian dengan melakukan diet yang kurang-lebih sama, pada beberapa anak timbul kwarshiorkor, dan anak lainnya mendapat marasmus. Kesimpulan yang didapatkan bahwa diet bukan merupakan satu-satunya faktor penting, namun perlu dicari faktor lain(3).

b. Peranan Faktor sosialTradisi suatu daerah atau keagamaan yang melarang untuk mengkonsumsi bahan makanan tertentu secara turun-temurun dapat mempengaruhi terjadinya KEP. Tradisi suatu daerah mungkin dapat diatasi dengan memberikan penyuluhan tentang pentingnya mengkonsumsi suatu bahan makanan. Namun, jika berdasarkan keagamaan akan sulit untuk dirubah(3).

c. Peranan Kepadatan PendudukDalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama(3).

d. Peranan PenyakitPenyakit infeksi dan malnutrisi memiliki hubungan sinergitas. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi meskipun masih ringan mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap suatu penyakit(3).

e. Peranan KemiskinanPenyakit KEP merupakan masalah di negara miskin, hal ini juga ditekankan oleh Oda Advisory Committee on Protein pada tahun 1947. Mereka menganggap bahwa kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP(3).

II.4. KLASIFIKASI KURANG ENERGI PROTEINTujuannya adalah untuk menentukan prevalensi KEP di suatu daerah, sehingga dapat menentukan presentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut(3).II.4.1 Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP

a. Klasifikasi menurut GomezKlasifikasi tersebut berdasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan berat badan yang diharapakan pada anak sehat yang seumur. Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson, 1945). Gomez mengelompokkan KEP dalam KEP ringan, sedang, dan berat(3).

Tabel 2.1. Klasifikasi KEP menurut Gomez(3)Derajat KEPBerat Badan % dari baku*

0 = normal 90 %

1 = ringan89-75 %

2 = sedang74-60 %

3 = berat< 60 %

*Baku = persentil 50 Harvard

b. Modifikasi Bengoa atas Klasifikasi GomezBengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez, yang hanya didasarkan pada defisit berat badan saja. Penderita KEP dengan edema, tanpa menlihat defisit berat badannya digolongkan oleh Bengoa dalam derajat 3. Penderita kwarsiorkor berat badannya jarang menurun hingga kurang dari 60% disebabkan oleh adanya edema, sedangkan lemak tubuh dan otot-ototnya tidak mengurang sebanyak seperti pada keadaan marasmus. Padahal kwarshiorkor merupakan penyakit yang serius dengan angka kematian tinggi(3).

c. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I.Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi program-program pangan dan gizi serta kesehatan masyarakat, maka Lokakarya Antropometri Gizi Departemen Kesehatan R.I yang diadakan pada tahun 1975 membuat keputusan yang merupakan modifikasi klasifikasi Gomez. Berbeda dengan penggolongan yang ditetapkan Gomez, lokakarya mengklasifikasikan status gizi dalam gizi lebih, gizi kurang, dan gizi buruk(3).

Tabel 2.2. Klasifikasi KEP menurut Dep.Kes (1975) (3)Derajat KEPBerat badan % dari baku*

0 = normal 80%

1 = gizi kurang60-79 %

2 = gizi buruk< 60 %

*Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 Harvard.

II.4.2 Klasifikasi menurut tipe (Klasifikasi Kualitatif).Klasifikasi ini menggolongkan KEP menurut tipenya: gizi kurang, marasmus, kwarshiorkor, dan marasmus-kwarshiorkor.a. Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust (FAO/WHO Exp.Comm.,1971).Cara Wellcome Trust dapat dipraktekan dengan mudah, tidak ditemukan penentuan gejala klinis maupun laboratories, dan dapat dilakukan oleh para tenaga medis setelah diberi latihan seperlunya. Cara ini dapat digunakan untuk survei lapangan, namun apabila dilakukan pada penderita yang sudah mengalami perawatan dan pengobatan selama beberapa hari dapat membuat diagnosa menjadi salah. Misalnya pada penderita kwarshiorkor dengan berat badan > 60%, jika dirawat selama 1 minggu maka edema akan hilang dan berat badan menjadi < 60% walaupun gejala lainnya masih ada. Dengan berat badan < 60% dan tidak ada edema, maka penderita tersebut dapat didiagnosa sebagai marasmus dengan menggunakan metode Wellcome Trust(3).Tabel 2.3. Klasifikasi Kualitatif KEP menurut Wellcome Trust(3).Berat badan % dari baku*Edema

Tidak adaAda

>60%Gizi kurangKwarshiorkor

4.00> 7.750

Penentuan tipe didasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan dari tiap penderita:0 3 angka = marasmus4 8 angka = marasmic-kwarshiorkor9 15 angka = kwarshirkorCara demikian dapat mengurangi kesalahan jika dibandingkan dengan cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan bantuan laboratorium(3).

c. Klasifikasi KEP menurut WaterlowWaterlow (1973) membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan menahun. Beliau berpendapat, bahwa defisit berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus-kering), sedangkan defisit tinggi badan menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat tersebut dapat mengganggu laju pertumbuhan tinggi badan, sehingga anak menjadi pendek (stunting) untuk umurnya. Waterlow membagi keadaan wasting dan stunting dalam 3 kategori(3).

Tabel 2.5. Klasifikasi KEP menurut Waterlow(3).Derajat gangguanStunting(tinggi menurut umur)Wasting(berat terhadap tinggi)

0>95%>90%

195 90 %90 80 %

280 70 %80 70 %

3< 70 %< 70 %

Lokakarya Antropometri Dep.Kes. R.I pada tahun 1975 memutuskan untuk mengambil baku Harvard persentil 50 sebagai patokan dan menggolongkannya sebagai berikut:Bagi tinggi menurut umurTinggi normal : diatas 85% Harvard persentil 50Tinggi kurang : 70 84 % Harvard persentil 50Tinggi sangat kurang : < 70% Harvard persentil 50

Bagi berat terhadap tinggiGizi baik : 90% Harvard persentil 50Gizi kurang dan buruk : < 90% Harvard persentil 50

Beberapa cara membuat klasifikasi direncanakan sedemikian, sehingga hanya memerlukan alat-alat yang sederhana, tidak diperlukan untuk menkalkulir hasilnya, tidak perlu mengetahui umur yang akan diperiksa, sehingga dapat dilakukan oleh tenaga paramedik atau sukarelawan setelah mendapat petunjuk seperlunya. Cara Quack stick (Arnold, 1969) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan, dengan mengukur lingkar lengan dan tinggi badan(3).

Gizi buruk juga dapat dikaslifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebagai berikut:1. Marasmus (atrofi, infantile, kelemahan, insufisiensi nutrisi bayi (athrepesia))Malnutrisi berat pada bayi sering terdapat di daerah dengan makanan yang tidak cukup atau hygiene jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan makan yang tidak tepat seperti pada hubungan orang tua dan anak yang terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi(4).Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit, sehingga kulit menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipi adalah bagian yang terakhir hilang, sehingga dalam beberapa waktu wajah bayi tampak terlihat relatif normal sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot akibat hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme dasar cenderung menurun. Mula-mula mungkin bayi rewel, tapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi,tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit(4).

2. Malnutrisi protein (Malnutrisi protein kalori, kwarshiorkor).Anak harus mengkonsumsi cukup makanan nitrogen untuk mempertahankan keseimbangan positif (karena sedang dalam masa pertumbuhan). Walaupun defisiensi kalori dan nutrient lain mempersulit gambaran klinik dan kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masuknya protein tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada diare kronis, kehilangan protein abnormal seperti proteinuria atau nefrosis, infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein seperti pada penyakit hati kronis(4).Kwarshiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolic yang disebabkan oleh infeksi kronis, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda dan gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan menonjol di dunia saat ini terutama pada daerah industri belum berkembang. Kwarshiorkor berarti anak tersingkirkan yaitu anak yang tidak lagi mengisap, dapat menjadi jelas sejak masa bayi sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal(4).

II.5. PATOFISIOLOGIKurang Energi-Protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG), dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Makanan dengan kadar gizi yang tidak adekuat akan menyebabkan tubuh memakai cadangan makanan yang tersedia untuk menghasilkan energi atau kalori untuk mempertahankan kehidupan. Pemakaian cadangan makanan ini dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat, bila karbohidrat habis, maka tubuh akan membakar cadangan lemak, dan terakhir tubuh akan membakar cadangan protein setelah cadangan lemak habis. Bila terjadi stress metabolik (infeksi), maka kebutuhan protein akan meningkat sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif. Apabila kondisi tersebut terjadi pada status gizi diatas -3 SD (-2 SD3 SD) maka terjadi kwarshiorkor. Pada kondisi seperti ini peranan radikal bebas dan anti oksidan sangat penting. Bila stess metabolik terjadi pada status gizi dibawah -3 SD, maka terjadilah marasmus-kwarshiorkor. Bila kekurangan ini dapat diataptasi secara terus-menerus sampai dibawah -3 SD, maka akan terjadi marasmus. Dengan demikian, pada malnutisi dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekabalan tubuh dan berbagai sistem enzim(5).Pada keadaan marasmus yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan suatu proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak terpenuhi pada intake yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan protein tubuh sebagai sumber energi(5).Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti berbagai asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu pada marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan kadar asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk albumin(5).Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolisme dan perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hati, sehingga kemudian timbul edema(5).Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta sehingga transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hati(5).

II.6. GAMBARAN KLINISAnak dengan Kurang Energi-Protein ringan dan sedang hanya terlihat kurus sebagai gejala klinisnya. Namun, untuk gejala klinis KEP buruk secara garis besar dapat dibedakan menjadi marasmus, kwarshiorkor, dan marasmic-kwarshiorkor(3,4,5).a. Marasmus Tampak sangat kurus, hanya tulang berbungkus kulit. Wajah seperti orang tua (old man face). Cengeng, rewel. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada. Perut cekung. Iga gambang. Sering disertai penyakit infeksi kronis berulang, diare kronik, atau susah buang air besar.

Gambar. 1. Marasmus.

b. Kwarshiorkor Edema, umumnya pada seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki. Wajah bulat dan sembab. Pandangan mata sayu. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok. Signa de bandera merupakan kelainan rambut yang rumbuh dengan warna berbeda bergantung kepada asupan makanan yang masuk pada saat rambut tersebut akan tumbuh. Perubahan status mental, apatis, dan rewel. Pembesaran hati. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).

Gambar 2. Kwarshiorkor.

c. Marasmus Kwarshiorkor.Penyakit marasmic kwarshiorkor memperlihatkan gejala campuran antara penyakit marasmus dan kwarshiorkor. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan dibawah 60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda kwarshiorkor berupa edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan terlihat pula kelainan biokimiawi (3,4,5). Gambar 3. Marasmus-Kwarshiorkor.

II.7. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan untuk KEP berat/Gizi buruk dengan menggunakan 10 langkah dalam penatalaksanaan KEP(4,6,7,8,9,10).Tabel 2.6.Tatalaksana Gizi Buruk(5). a. Sepuluh Langkah Utama pada Tatalaksana KEP Berat/Gizi Buruk1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemi (Gula Darah < 54 mh/dl) Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah, kesadaran menurun, keringat dingin, pucat, lemah, dan bisa terjadi kejang. Terapi dengan menggunakan dextrose 10% 50 ml. Bila anak sadar, berikan 1 sendok teh gula ditambah 3,5 sendok makan air dan berikan tiap 2 jam. Bila anak tidak sadar, gunakan sonde. Evaluasi setiap 30 menit, apabila masih hipoglikemi ulangi pemberian(5).

2. Mencegah dan Mengatasi Hipotermia (suhu tubuh 5x/menit dan denyut nadi > 25x/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti sebelumnya. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.

Setelah fase transisi terlampaui, anak diberikan: Formula WHO 100/pengganti Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering. Energi: 150-220 Kkal/kgbb/hari. Protein 4-6 gr/kgbb/hari. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan pemberian ASI, ditambah dengan makanan formula, karena energi dan protein ASI tidak akan cukup untuk tumbuh kejar. Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.

Pemantauan Fase Rehabilitasi(5,6,7)Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan: Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan. Setiap minggu, kenaikan berat badan dihitung. Baik bila kenaikan BB 50 gr/kgbb/minggu. Kurang bila kenaikan BB < 50 gr/kgbb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.

Tabel 2.8. Tahapan Pemberian Diet.TAHAPAN PEMBERIAN DIET

FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTIFASE TRANSISI : FORMULA WHO 75, FORMULA WHO 100 ATAU PENGGANTIFASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)

MAKANAN KELUARGA

8. Lakukan Penaggulangan Kekurangan Zat Gizi Mikro.Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mnegalami kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, namun jangan tergesa-gesa dalam memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke-2). Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya(5,6,7).Berikan setiap hari: Tambahkan multivitamin lain. Bila berat badan mulai naik, berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut.

Tabel 2.9. Dosis pemberian Tablet Besi (Fe) Folat dan Sirup BesiUMUR DAN BERAT BADANTABLET BESI/FOLATSulfas ferosus 200 mg +0,25 mg Asam Folat, diberikan 3x/hariSIRUP BESISulfa ferosus 150 ml, diberikan 3x/hari

6 12 bulan (7- < 10 kg) tablet2,5 ml ( sendok teh)

12 bulan 5 tahun tablet5 ml (1 sendok teh)

Bila anak diduga menderita cacingan, berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal sebagai berikut:Tabel 2.10. Pemberian Pirantel Pamoat.Umur atau Berat BadanPirantel Pamoat (125 mg/tablet) dosis tunggal

4 bulan 9 bulan (6 - < 8 kg) tablet

9 bulan 1 tahun (8 - < 10 kg) tablet

1 tahun 3 tahun (10 - < 14 kg)1 tablet

3 tahun 5 tahun (14 - < 19 kg)1 tablet

Anak juga dapat menderita defisiensi vitamin A. Gejalanya dapat berupa konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot, ulkus kornea, dan keratomalasia.

Gambar 4. Bercak Bitot pada mataOleh karena itu, untuk pencegahan dapat diberikan vitamin A dengan dosis sebagai berikut:Tabel 2.11. Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosisUmurDosis

< 6 bulan6 12 bulan1-5 tahun50.000 (1/2 kapsul biru)100.000 ( 1 kapsul biru)200.000 (1 kapsul merah)

Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A

9. Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukungan Emosional(5,6,7)Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenannya diberikan: Kasih sayang Ciptakan lingkungan yang menyenangkan Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari Rencanakan aktivitas fisik segera setelah sembuh Tingkatkan ketelibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dll)

10. Persiapan untuk Tindak Lanjut di RumahBila berat anak sudah berada di garis warna kuning, anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan desa. Pola makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan, dan aktivitas bermain(5.6,7).

Nasihatkan kepada orang tua untuk: Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur ke puskesmas. Pelayanan di PPG untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasihat pemberian makanan, berat badan anak harus selalu di timbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas. Pemberian makanan yang sering dengan kandungan energi dan nutrient yang padat. Penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau posyandu. Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal. Anjurkan pemerian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI) sesuai umur anak setiap bulan Februari dan Agustus.

TATALAKSANA DIET PADA GIZI BURUKPenanganan Gizi Buruk/KEP Berat dilaksanakan dengan(7,8) :1. Perawatan di Rumah Sakit2. Perawatan tindak lanjut di rumah.Dimana penatalaksanaan Gizi Buruk dengan 4 langkah: Fase Stabilisasi (Rumah sakit/ Puskesmas) Fase Transisi (Rumah sakit/ Puskesmas) Fase Rehabilitasi (Rumah sakit/ Puskesmas) Fase Tindak Lanjut (di rumah) dengan pemberian PMT Pemulihan.

1. Tatalaksana Tingkat Rumah Tangga Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada anak sesuai dengan kebutuhan. Teruskan pemberian ASI sampai usia 2 bulan.2. Tingkat Posyandu PPG(7,8) Anjurkan ibu untuk memberikan makanan kepada anak di rumah sesuai usia anak, jenis makanan yang diberikan mengikuti anjuran makanan. Selain hal diatas, dalam rangka pemulihan kesehatan anak, perlu mendapatkan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) dengan komposisi gizi mencukupi, minimla 1/3 dari kebutuhan 1 hari, yaitu: energi 350-400 kalori, protein 10-15 gr. Bentuk makanan PMT-Pemulihan Makanan yang diberikan berupa: Kudapan/makanan kecil yang dibuat dari bahan makanan setempat/lokal. Bahan makanan mentah berupa tepung beras atau tepung lainnya, tepung susu, gula, minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk-pauk lainnya. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P)yang dibawa pulang. Lama PMT-P, pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan kepada anak setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari).3. Cara Penyelenggaraan(7,8,9).Makanan kudapan diberikan setiap hari di Psat Pemulihan Gizi (PPG) atau kelompok terdekat, dua minggu sekali kader melakukan demonstrasi pemberian makanan pendamping ASI/makanan anak, dan membagikan makanan tersebut kepada balita KEP, selanjutnya kader membagikan paket bahan mentah untuk kebutuhan 6 hari.4. Pemantauan(7,8,9)a. Timbang berat badan seminggu sekali, bila tidak naik, kaji penyebabnya (asupan gizi tidak cukup, kekurangan zat gizi, infeksi/radang, adanya penyakit, masalah psikologi).b. Bila asupan gizi kurang, modifikasi diet sesuai selera.c. Bila ada gangguan saluran cerna (diare, kembung, muntah pada pemberian susu formula) menunjukkan bahwa formula tidak sesuai kondisi anak, maka gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan hiperosmolar. Missal susu rendah laktosa atau formula tempe yang ditambah dengan tepung-tepungan. d. Kejadian penurunan gula darah (hipoglikemia): beri minuman air gula atau makanan tiap 2 jam.5. Penyuluhan Gizi(9,10)a. Menggunakan leaflet khusus yang berisis jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian makanan tambahan.b. Selalu memberikan contoh menu.c. Mempromosikan ASI bila anak kurang dari 2 tahun.d. Memperhatikan riwayat gizi.e. Mempertimbangkan sosial ekonomi keluarga.f. Memberikan demonstrasi dan praktik memasak makanan balita.6. Tindak Lanjut.a. Merencanakan kunjungan rumah.b. Merencanakan pemberdayan keluarga.7. Pelaporan.

II.8 KOMPLIKASIGizi buruk atau KEP berat seperti marasmus-kwashiorkor memiliki komplikasi-komplikasi yaitu : Perkembangan mentalMwnurut Winick dan Rosso (1975) bahwa KEP yang diderita pada masa dini perkembangan otak akan mengurangi sintesis protein DNA, dengan akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak normal. Jika KEP terjadi setelah masa divisi otak berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal namun dengan ukuran yang lebih kecil. Dari hasil penelitian Karyadi (1975) terhadap 90 anak yang pernah menderita KEP bahwa terdapat deifisit IQ pada anak-anak tersebut, deficit tersebut meningkat pada penderita KEP lebih dini. Didapatkan juga hasil pemeriksaan EEG yang abnormal mencapai 30 persen pada pemeriksaan setelah 5 tahun lalu meningkat hinggal 65 persen pada pemeriksaan ulang 5 tahun setelahnya(3).

NomaNoma atau stomatitis gangrenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat prograsif hingga dapat menembus pipi, bibir, dan dagu, biasanya disertai nekrosis sebagian tulang rahang yang berdekatan dengan lokasi noma tersebut. Noma merupakan salah satu penyakit yang menyertai KEP berat akibat imunitas tubuh yang menurun, noma timbul umumnya pada tipe kwashiorkor(3).

Gambar 5. Noma.

XeroftalmiaMerupakan penyakit penyerta KEP berat yang sering ditemui akibat defisiensi dari vitamin A umumnya pada tipe kwashiorkor namun dapat juga terjadi pada marasmus. Penyakit ini perlu diwaspadai pada penderita KEP berat karena ditakutkan akan mengalami kebutaan(3).

KematianKematian merupakan efek jangka panjang dari KEP berat. Pada umumnya penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru, radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Tidak jarang pula ditemukan tanda-tanda penyakit gizi lainnya. Maka dapat dimengerti mengapa angka mortalitas pada KEP berat tinggi. Daya tahan tubuh pada penderita KEP berat akan semakin menurun jika disertai dengan infeksi, sehingga perjalanan penyakit infeksi juga akan semakin berat(3).

II.9 DIAGNOSIS BANDING Oedem anasarka Pada sindroma nefrotik dan gagal jantung kanan, terdapat oedema anasarka yaitu udema di seluruh bagian tubuh. Pada awalnya oedem hanya ada pada kelopak mata, namun pada siang hari setelah beraktivitas oedem tersebut akan turun ke pretibial. Pada fase lanjut, akan tampak oedem seluruh tubuh dengan bagian bahu yang besar. Pada pemberian diuretik oedem tersebut akan berangsur-angsur menghilang. Pada kwarshiorkor, terdapat pula oedema anasarka, namun oedem ini tidak akan berpindah pada perubahan posisi. Selain itu, bahu anak yang menderita kwarshiorkor akan tampak sangat kecil. Pada pemberian diuretik tidak berpengaruh.

Crazy pavement dermatosis Pada pellagra merupakan penyakit akibat defisiensi niacin yang merupakan akibat kurangnya niacin atau triptofan di dalam diet. Hal ini mengakibatkan adanya kelaian kulit berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan terkelupas. Kelainan ini terjadi pada kulit yang terkena sinar matahari secara langsung. Pada kwarshiorkor, terdapat pula kelainan kulit berwarna merah muda meluas dan berubah menjadi cokelat kehitaman. Namun kelainan ini terjadi pada lipatan-lipatan kulit.

II.10 PENYAKIT PENYERTA GIZI BURUK DiarePada gizi buruk, sering terjadi diare karena mukosa usus yang tidak dapat berfungsi dengan baik. Selain itu, karena tidak adanya makanan yang masuk, asam lambung dapat dengan mudah masuk ke usus halus, sehingga merusak mukosa usus halus. Cacingan Pada gizi buruk, terdapat pertahanan tubuh yang kurang terhadap berbagai macam penyakit. Sehingga bila anak memakan makanan yang tidak bersih, terutama telah terkontaminasi oleh cacing, maka cacing tersebut dapat dengan leluasa untuk berkembang biak. TB paruKuman TB merupakan kuman yang lemah, namun kuman ini dapat berkembang biak didalam penjamu yang rentan. Pada gizi buruk, pertahanan tubuh terhadap penyakit sangat kurang, sehingga kuman TB dapat berkembang biak dengan baik.

II.11 PROGNOSISMalnutrisi yang berat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari,mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari set-sel tubuh akibat gizi buruk/KEP berat(9,10).

BAB IIIRINGKASAN DAN SARAN

Kurang Energi-Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defisiensi energi saja atau defisiensi protein dan energi baik secara kualitatif atau kuantitatif yang biasanya sebagai akibat atau berhubungan dengan proses infeksi. Pada KEP terdapat faktor pendukung penyebab terjadinya penyakit tersebut antara lain, faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan. Dalam penatalaksanaannya harus ketat dan berkesinambungan. Tatalaksana yang digunakan adalah dengan menggunakan 10 Langkah Tatalaksana KEP berat. Pada anak yang gizi buruk, mudah terserang penyakit infeksi seperti diare, cacingan, dan TB paru. Prognosis KEP berat tergantung dari cepat atau tidaknya seorang anak yang menderita KEP diobati, karena semakin lama anak tidak diobati maka prognosisnya makin buruk. SARANPenderita gizi buruk biasanya berada di daerah pedesaan, meskipun mempunyai lahan yang luas untuk bercocok tanam atau beternak namun hasil tersebut lebih diutamakan untuk dijual terutama hasil panen yang baik, sehingga orang-orang desa tersebut hanya memakan makanan dari hasil kebun namun yang berkualitas sangat buruk atau hampir busuk. Oleh karena itu, sebaiknya disarankan kepada orang desa tersebut untuk mengambil sebagian hasil panen atau ternak yang terbaik untuk dikonsumsi sendiri. Selain itu, pemerintah desa juga sebaiknya turut membantu pendistribusian bahan makanan pendamping seperti minyak, garam dan sebagainya, agar makanan yang dikonsumsi tersebut dapat terserap dengan baik.Di daerah perkotaan juga tidak luput dari kejadian gizi buruk. Hal ini mungkin dikarenakan malasnya penduduk kota untuk mengolah makanan secara sehat dan lebih memilih makanan cepat saji. Oleh karena itu, masyarakat kota terutama yang memiliki kegiatan dalam bidang kesehatan sebaiknya mendirikan pos pemulihan gizi. Dimana pada pos tersebut ibu-ibu didaerah yang terlibat diajarkan untuk membuat makan yang sehat dan padat gizi yang dapat diperoleh dengan mudah di lingkungan sekitar.Pemerintah menggalakan kembali program Keluarga Berencana melalui puskesmas-puskesmas maupun pusat kseshatan lain yang tersebar di kota maupun di daerah tertinggal untuk menekan tingkat pertumbuhan penduduk sehingga dengan rendahnya pertumbuhan penduduk maka akan meningkatkan tingkat kesejahteraan individu dan keluarga teruama anak-anak, Sehingga kasus gizi buruk pada anak-anak dapat ditekan serendah mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sujana IW. Kekurangan Energi Protein. Ikatan Dokter Indonesia Jembrana Bali [IDI JEMBRANA website]. April 14, 2011 (cited 2013, April 27). Available at: http://www.idijembrana.or.id/index.php?module==artikel&kode==102. Menkes Optimis Gizi Buruk Teratasi pada 2015. Desember 20, 2010 (cited 2013, April 27). Available at: http://desentralisasi-kesehatan.net3. Pudjiadi S. Ilmu Gizi Klinis. Penyakit KEP (Kurang Energi-Protein). Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 1990. p.95-139.4. Behrman RE, Kleigman R, Arvin AM. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th edition. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2009 p.225-32.5. Israr YA, Putra CA, Julianti R, Tambunan R, Hasriani A. Gizi Buruk (severe malnutrition) [FK UNRI website]. 2009 (cited 2013, April 27). Available at: http://www.Files-of-DrsMed.tk6. Pedoman Gizi. (cited at 2013, April 27). Available at:http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/download/ped-tata-kurang-protein-pkm-rt.doc 7. Depkes RI. Buku Bagan Tatalaksana Gizi Buruk Anak Gizi Buruk. Jilid 1. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2003.8. WHO. Management of the Child with a Serious Infection or Severe Malnutrition. WHO; 2000. P.80-919. Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Gizi Buruk di PNPM [PNPM website]. April 2, 2010 (cited 2013, April 27). Available at: http://www.pnpm-perdesaan.or.id/admin/uploads/files/Juknis%20-%20Gizi%20Buruk%20-%20draft%20finish.pdf10. Krisnansari D. Nutrisi dan Gizi Buruk (Mandala of Health website). Januari , 2010 (cited 2013, april 2007). Available at: http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Jurnal/mandala%20jan%202010%20pdf/NUTRISI%20DAN%20GIZI%20BURUK.pdf

1