Referat Labio Gnato Platoskisis

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG (Cleft Lips) Celah Bibir dan (Cleft Palate) Celah Langit- langit adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut. Celah bibir (biasa disebut secara ‘Bibir sumbing’) adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan, antara lain processus frontonasalis, processus nasalis medialis dan lateralis, processus maxillaries, dan processus mandibularis. Kegagalan penyatuan processus maxilla dan processus nasalis medial akan menimbulkan celah pada bibir (labioschisis) yang terjadi unilateral atau bilateral. Bila processus nasalis medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara maxilla, gagal menyatu maka terjadi celah pada atap mulut atau langitan yang disebut palatoschisis. Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan 1

description

REFERAT

Transcript of Referat Labio Gnato Platoskisis

Page 1: Referat Labio Gnato Platoskisis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

(Cleft Lips) Celah Bibir dan (Cleft Palate) Celah Langit-langit  adalah suatu kelainan

bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras

mulut. Celah bibir (biasa disebut secara ‘Bibir sumbing’) adalah suatu ketidaksempurnaan

pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Cleft

palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan

dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan,

mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas

nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut.

Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan, antara lain

processus frontonasalis, processus nasalis medialis dan lateralis, processus maxillaries, dan

processus mandibularis. Kegagalan penyatuan processus maxilla dan processus nasalis

medial akan menimbulkan celah pada bibir (labioschisis) yang terjadi unilateral atau bilateral.

Bila processus nasalis medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara maxilla, gagal

menyatu maka terjadi celah pada atap mulut atau langitan yang disebut palatoschisis.

Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana

atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa

kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah

cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu,

pada palatoschisis, anak biasanya pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau.

Cleft palate dapat terjadi pada bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari

langitan mulut yaitu hard palate atau bagian belakang dari langitan mulut yang lunak yaitu

soft palate.

Kasus kelainan kongenital pada bayi baru lahir merupakan hal tidak jarang dijumpai

di dunia, baik kelainan organik maupun fungsional. Kasus bibir sumbing terjadi cukup

banyak di wilayah Asia dan rendah pada golongan kulit hitam. Di Indonesia, kasus

terjadinya bibir sumbing, baik hanya celah pada bibir maupun dengan celah pada langit-langit

mulut (palatum) mendapati presentase 6-9 kelahiran dari 1000 kelahiran. Dengan demikian

penting bagi tenaga kesehatan terutama dokter untuk mengetahui apakah yang dimaksud

dengan bibir sumbing sehingga mampu mengambil sikap dengan tepat.

1

Page 2: Referat Labio Gnato Platoskisis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Celah bibir (cleft lip) merupakan kelainan kongenital yang disebabkan gangguan

perkembangan wajah pada usia emmbrio. Dapat terjadi pada bibir (labioschisis), langit-langit

mulut (palatum) (palatoschisis), celah pada prosess alveolaris (gnatoschisis). Dapat terjadi

sendiri, kombinasi maupun pada keduanya (labiopalatoschisis) maupun ketiganya

(labiognatopalatoschisis).

2.2. ETIOLOGI

Penyebab sumbing bibir dan langitan sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.

Beberapa hipotesis yang dikemukakan dalam perkembangan kelainan ini antara lain :

1. Insufisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh-kembang organ-

organ terkait selama masa embrional, seperti juga pada anomali kongenital lainnya.

2. Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratologik, termasuk jamu-

jamuan dan penggunaan kontrasepsi hormonal.

3. Infeksi khususnya infeksi viral dan khlamidial (toksoplasmosis).

4. Faktor genetik, yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat kelainan

yang sama.

Insufisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh-kembang organ-

organ terkait selama masa embrional disebabkan beberapa hal :

1. Kuantitas; misalnya gangguan sirkulasi feto-maternal, termasuk stress pada masa

kehamilan dan syok hipovolemik terutama pada trismester pertama kehamilan.

2. Kualitas; defisiensi gizi (vitamin dan mineral; khususnya asam folat, vitamin C dan

Zn/seng),anemi dan kondisi hipoksik. Defisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan

menyebabkangangguan dan / atau hambatan pada pusat pertumbuhan dan rangkaian

proses kompleks yang dijelaskan di atas.

3. Teori bioseluler; Perkembangan palatum melibatkan interaksi mesenkhim

epitelial. Proses signaling melibatkan molekul matriks dan growth factor yang

mempengaruhi ekspresi genetik dari sel-sel neural crest yang mengalami migrasi dan

kematian sel terprogram (dan ini dipengaruhi oleh asam retinoat, glukokortikoid); dan

2

Page 3: Referat Labio Gnato Platoskisis

gen-gen yang terpengaruh ini akanmengakibatkan timbulnya gangguan fusi. Mediator-

mediator yang kemudian diketahui mempengaruhi gen-gen tersebut antara lainHox B

(murine Hox2), Transforming Growth Factor (TGFA&B), Epidermal Growth

Factor (EGF), Retinoic Acid Receptor (RARA), Insulin Growth Factor (IGF1&2). Pola

ekspresi darigen-gen ini melibatkan proses replikasi mRNA dan penurunan kadar

protein, sehingga sel yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan bermigrasi,

proliferasi, dsb.

Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu X-linked

gen, yaitu Xq 13-21 pada lokus 6p 243 pada pasien sumbing bibir dan langitan. Kenyataan

lain yang menunjang, bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai celah bibir dan

langitan (khususnya jenis bilateral), melibatkan anomali skeletal, maupun defek lahir lainnya.

2.3. EPIDEMIOLOGI

Insiden celah bibir dengan atau tanpa adanya celah pada palatum, kira-kira terdapat

pada 1:600 kelahiran; insiden celah palatum saja sekitar 1:1000 kelahiran. Bibir sumbing

lebih lazim terjadi pada laki-laki. Kemungkinan penyebabnya meliputi ibu yang terpajan

obat, kompleks sindrom malformasi, murni tak diketahui atau genetik. Faktor genetik pada

bibir sumbing, dengan atau tanpa celah palatum, lebih penting daripada celah palatum saja.

Namun, keduanya dapat terjadi secara sporadis. Insiden tertinggi terdapat pada orang Asia

dan terendah pada orang kulit hitam. Di Indonesia total kasus tertinggi ialah di NTT dengan

6-9 orang per 1000 penduduk.

2.4. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis Labiognatopalatoschisis tidak sukar dilakukan karena pada

pemeriksaan fisik jelas dan spesifik menunjukkan kelainan yang mengarah kepada

labiognatopalatoschisis. Namun, alur diagnosis yang tepat dan benar harus dilakukan dengan

tepat yang berupa anamnesis dan pemeriksaan fisik.

2.4.1. ANAMNESIS

Anamnesa dilakukan pada kedua orang tua bayi tersebut – aloanamnesa. Setelah

ditanya mengenai identitas, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan mengenai kasus yang

dialami oleh anak. Pertanyaannya bisa seperti berikut ini;

3

Page 4: Referat Labio Gnato Platoskisis

Apakah ada anggota keluarga yang mengalami kelainan yang sama.

Menanyakan riwayat kehamilan sang bayi.

Menanyakan kebiasaan ibu sewaktu mengandung anak tersebut.

Obat-obat yang pernah diminum oleh ibu tersebut.

Menanyakan keluhan ataupun kesulitan yang dialami oleh bayi karena kelainan

tersebut.

Menanyakan keluhan ataupun kesulitan dari orang tua karena kelainan tersebut.

2.4.2. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik sangat berperan penting dalam kasus seperti ini. Dokter harus

melihat dan memeriksa bagian facial bayi tersebut serta memeriksa juga rongga mulutnya.

Bagian-bagian mana yang tidak menyatu dengan sempurna harus dapat ditentukan dengan

tepat. Sehubungan dengan kasus di atas, didapatkan data pemeriksaan fisik seperti berikut :

Sumbing bibir kanan dan kiri.

Celah rahang kanan dan kiri.

Pemisahan dari bibir dan palatum

Variasi distorsi dari hidung

Infeksi telinga yang berulang

Regurgitasi nasal karena menggunakan botol susu

Retardasi pertumbuhan

Kegagalan penyusunan gigi secara merata

Cara bicara yang kurang baik

Kesulitan memakan makanan oral

Sumbing langit-langit.

Selain itu diperiksa juga karakter dan struktur dari jaringan lunak, otot-otot laring, ada

tidak infeksi pada otitis media dan sebagainya.

2.5. PATOFISIOLOGI

2.5.1. Embriogenesis dan Patofisiologi

Secara embriologik rangka dan jaringan ikat pada muka (kecuali kulit dan otot),

termasuk  palatum, berasal dari sel-sel neural crest di cranial, sel-sel inilah yang memberikan

pola pada pertumbuhan dan perkembangan muka. Pertumbuhan fasial sendiri dimulai sejak

penutupan neuropore (neural tube) pada minggu ke 4 masa kehamilan; yang kemudian

4

Page 5: Referat Labio Gnato Platoskisis

dilanjutkan dengan rangkaian proses kompleks berupa migrasi, kematian sel terprogram,

adhesi dan proliferasi sel-sel neural crest.

Ada 3 pusat pertumbuhan fasial, yaitu :

1 . Sentra prosense fa l ik  

Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak, tulang

frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksila dan septum nasal

(regiofronto-nasal).

2 . R o m b e n s e f a l i k  

Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian bawah

(regiolatero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang tindih (overlap)

akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut diacephalic borders.

3 . D i a s e f a l i k  

Diacephalic borders pertama yaitu sela tursika, orbitadan ala nasi, selanjutnya ke arah

filtrum; dan filtrum merupakan pertanda (landmark) satu-satunya dari diacephalic

borders yang bertahan seumur hidup. Diacephalic borders kedua adalah regio spino-

kaudal dan leher.

Gambar 2.1. Embryo berusia 2 minggu dengan sentra-sentra pertumbuhan : a. sentra

prosensefalik b. sentradiasefalik & c. sentra rombensefalik

Gangguan pada pusat-pusat pertumbuhan maupun rangkaian proses kompleks sel-sel

neuralcrest menyebabkan malformasi berupa aplasi, hipoplasi dengan atau tanpa displasi,

normoplasi dan hiperplasi dengan atau tanpa displasi. Perkembangan palatum berlangsung

5

Page 6: Referat Labio Gnato Platoskisis

pada minggu ke 4 – 12 kehamilan. Setelah penutupan neuropore (pada minggu ke-4), primary

palate membentuk premaksila (sentra prosensefalik). Rangkaian prosesnya terdiri dari

inisialisasi, proliferasi neural crest dan pertumbuhan mesenkim membentuk prosesus

frontonasal. Secondary palate (90% hard palate dan 10%soft palate) dibentuk dari segmen

lateral (sentra rombensefalik, pada minggu ke-6), yang kemudian akan mengalami fusi

dengan median plane (akhir minggu ke-7).

Palatine shelves mulanya berkembang ke arah bawah, membentuk lidah. Bersamaan

dengan pertumbuhan mandibula, palatine shelves terproyeksi pada bidang horizontal;

mengalami fusi di medial dengan septum nasi (minggu ke 9-10); proses fusi ini membentuk

palatum bagian anterior sampai posterior. Kematian sel epitel (terprogram) di sisi median

memungkinkan proses penyatuan sel-sel mesenkhim pada saat mencapai garis tengah,

membentuk palatum secara utuh.

Secara ringkas, rangkaian proses pembentukan secondary palate terdiri dari

pertumbuhan sel mesenkim (proliferasi dan migrasi) dilanjutkan elevasi palatine shelves,

proses fusi yang terdiri dari kontak epitel, epithelial breakdown (programmed cell death)

dilanjutkan oleh penggantian sel- mesenkim sel di garis median.

Pembentukan bibir atas melalui rangkaian proses sebagaimana berikut. Sisi lateral

bibir atas,dibentuk oleh prominensi maksila kiri dan kanan; sisi medial (filtrum) dibentuk

oleh fusi premaksila dengan prominensi nasal. Ketiga prominensi ini kemudian mengalami

kontak membentuk seluruh bibir atas yang utuh. Gangguan yang terjadi pada rangkaian

proses sebagaimana diuraikan diatas akan menyebabkan adanya celah baik pada bibir

(jaringan lunak) maupun gnatum, palatum, nasal, frontal bahkan maksila dan orbita (rangka

tulang). Dan berdasarkan teori ini, dikatakan bahwa sumbing bibir dan langitan, merupakan

suatu bentuk malformasi (aplasi-hipoplasi) yang paling ringan dari facial cleft,yang

mencerminkan gangguan pertumbuhan pada sentra prosensefalik rombensefalik dan

diasefalik.

2.6. MANIFESTASI KLINIS

Palatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioschisis atau disertai

dengan labioschisis. Palatoschisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah

hanya pada palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa. Celah pada keseluruhan

palatum terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup palatum durum dan palatum

6

Page 7: Referat Labio Gnato Platoskisis

molle, dimulai dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal). Palatoschisis

juga dapat bersifat unilateral atau bilateral.

Gambar 2.2 Klasifikasi Veau untuk sumbing bibir dan palatum

Klasifikasi Jalur-Y untuk cleft lip dan palate berdasarkan modifikasi Millard dari

Kernohan. Lingkaran kecil mengindikasikan foramen insisivum; segitiga mengidikasikan

ujung nasal dan dasar nasal. Klasifikasi Veau untuk sumbing bibir dan palatum digunakan

secara luas oleh klinikus untuk menggambarkan variasi sumbing bibir dan palatum.

Klasifikasi ini terbagi dalam empat kategori utama berdasarkan derajat sumbing.

Sumbing bibir dapat bervariasi, dari pit atau takik kecil pada tepi merah bibir sampai

sumbing yang meluas ke dasar hidung.

Kelas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir

Kelas II : bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai

dasar hidung.

Kelas III : sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar

hidung

Kelas IV : setiap sumbing bilateral pada bibir menunjukkan takik tak sempurna atau

merupakan sumbing yang sempurna.

Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam empat tipe klinis, yaitu :

Kelas I : sumbing yang terbatas pada palatum lunak

Kelas II : cacat pada palatum keras dan lunak, meluas tidak melampaui foramen

insisivum dan terbatas hanya pada palatum sekunder

7

Page 8: Referat Labio Gnato Platoskisis

Kelas III : sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing

palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen

insisivum. Sumbing tidak komplet meliputi palatum lunak dan bagian

palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen insisivum. Sumbing

unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen insisivum di

garis tengah dan prosesus alveolaris unilateral juga termasuk kelas III.

Kelas IV : sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta prosesua

alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan

seringkali bergerak.

Sumbing submukosa tidak termasuk sistem klasifikasi ini, tetapi dapat diidentifikasi secara

klinis dengan adanya bifid uvula, takik yang lunak pada bagian posterior palatum keras

dan lunak serta adanya daerah cerah pada selaput tipis translusen yang menutupi daerah

yang cacat. Sumbing palatum lunak dan submukosa seringkali berhubungan dengan

gangguan fungsi faringeal dan tuba eustachii. Otitis media rekuren dan gangguan

pendengaran merupakan komplikasi yang umum ditemukan. Gangguan palatal-faringeal

disebabkan gagalnya palatum lunak dan dinding faringeal berkontak selama penelanan dan

bicara sehingga mencegah penutupan otot yang diperlukan antara hidung dan faring. Suara

seringkali ditandai oleh pengeluaran udara dari hidung sehingga menjadi sengau.

Prevalensi anomali gigi yang berhubungan dengan sumbing bibir dan palatum sering

terlihat. Kelainan dalam jumlah, ukuran, morfologi, kalsifikasi dan erupsi gigi dapat

ditemukan. Baik gigi susu maupun gigi tetap, dapat terkena. Insisif lateral sekitar sumbing

seringkali terkena tetapi gigi-geligi di luar daerah sumbing juga dapat menunjukkan cacat

perkembangan sampai pada derajat berat.

Insiden gigi missing kongenital (hipodonsia) yang tinggi ditemukan terutama untuk

gigi insisif lateral atas susu dan permanen di sekitar daerah sumbing. Prevalensi hipodontia

meningkat secara langsung sesuai dengan derajat sumbing. Sumbing alveolar unilateral dan

bilateral yang komplet seringkali berhubungan dengan gigi berlebih, umumnya insisif lateral

atas. Pembentukan gigi seringkali terlambat serta hipoplasia email, mikrodontia, makrodontia

dan gigi yang berfusi sering terlihat.

2.7. PENATALAKSANAAN

8

Page 9: Referat Labio Gnato Platoskisis

Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana,

melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk

mencegah menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis.

Speech therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-

tindih tapi saling saling melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna.

1. Terapi Non-bedah

Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis

khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari

intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis

terlebih dahulu sebelum diperbaiki.

Perawatan Umum Pada Cleft Palatum

Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan

cleft palate yakni:

a. Intake makanan

Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan

karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan

menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat

mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum

oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus

yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri

dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi

tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu

dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut

dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan obturator

untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok dengan

posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau

memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang

panjang untuk mencegah aspirasi.

b. Pemeliharaan jalan nafas

9

Page 10: Referat Labio Gnato Platoskisis

Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi

(dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus

hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat

inspirasi (The Pierre Robin Sindrom)

c. Gangguan telinga tengah

Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi

pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi

masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya

pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi

hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami

gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk

ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat

dicegah.

2. Terapi bedah

Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi,

dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi

bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada

proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft

palate dapat berfungsi dengan baik.Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa

digunakan untuk memperbaiki celah palatum, yaitu:

1. Teknik von Langenbeck

Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi

tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel

mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang

ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah

palatum.

2. Teknik V-Y push-back

10

Page 11: Referat Labio Gnato Platoskisis

Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum

unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial

sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah

panjang palatum yang diperbaiki.

3. Teknik double opposing Z-plasty

Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat

suatu fungsi dari m.levator.

4. Teknik Schweckendiek

Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum

molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si

anak mendekati usia 18 bulan.

5. Teknik palatoplasty two-flap

Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap

pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini

kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.

Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun

untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi

suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara

yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah.

Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan

pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia

4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai

persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan

operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.

Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan

minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan

biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan

setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama

tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien

11

Page 12: Referat Labio Gnato Platoskisis

harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh

makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi

dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari

jebolnya daerah post operasi.

2.8. PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN LABIOGNATOPLATOSCHIZIS

1. Asupan makanan

Asam folat adalah vitamin B yang diperkirakan berperan dalam perkembangan janin otak

dan sumsum tulang belakang terutama selama trimester pertama kehamilan. Departemen

Kesehatan merekomendasikan semua wanita mengambil suplemen harian 0,4 mg asam folat

sebelum mereka hamil dan selama 12 minggu pertama kehamilan. Asam folat merupakan

vitamin penting yang ditemukan dalam daging, buah segar, dan sayur-sayuran.

2. Merokok dan alkohol

Ibu hamil disarankan untuk menghindari rokok dan merokok pasif selama kehamilan.

Hindari juga alkohol selama kehamilan.

3. Obat – obatan yang dikonsumsi selama kehamilan

Obat –obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid (golongan

vitamin A), dan steroid beresiko menimbulkan sumbing pada bayi.

4. Infeksi pada bayi

Infeksi selama kehamilan semester pertama seperti infeksi rubella dan cytomegalovirus,

dihubungkan dengan terbentuknya celah.

2.9. EDUKASI

1. Pre operasi

Pemberian makan dan minum

Gunakan dot botol yang lunak dan besar atau dot khusus dengan lubang yang sesuai untuk

pemberian minum.

Tempatkan dot pada samping mulut bayi dan usahakan lidah mendorong makanan atau

minuman ke dalam.

Posisi tegak lurus atau duduk selama makan.

12

Page 13: Referat Labio Gnato Platoskisis

Tepuk punggung bayi setiap 15 ml sampai 30 ml minuman yang diminum, tapi jangan

angkat dot selama bayi masih menghisap.

Berikan makan pada anak sesuai jadwal dan kebutuhan, beri posisi yang tepat setelah

makan, miring ke kanan, kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan

mencegah aspirasi.

2. Post operasi

Setelah sadar, anak boleh minum dan makanan cair sampai tiga minggu, dan selanjutnya

makan makanan biasa.

Jaga kebersihan oral dengan memberikan air putih setelah makan

Pemberian antibiotik selama tiga hari.

Posisi tidur anak dimiringkan atau tengkurap untuk mencegah aspirasi jika terjadi

perdarahan.

Jangan makan/minum terlalu panas atau terlalu dingin yang bisa mengakibatkan

vasodilatasi

Tidak boleh menghisap / menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari

jebolnya daerah post operasi.

2.10. KOMPLIKASI

Otitis media berulang dan ketulian seringkali terjadi. Jarang dijumpai kasus karies

gigi yang berlebihan. Koreksi ortodontik dibutuhkan apabila terdapat kesalahan dalam

penempatan arkus maksilaris dan letak gigi-geligi. Cacat wicara bisa ada atau menetap

meskipun penutupan palatum secara anatomik telah dilakukan dengan baik. Cacat wicara

yang demikian ditandai dengan pengeluaran udara melalui hidung dan ditandai dengan

kualitas hipernasal jika membuat suara tertentu. Baik sebelum maupun sesudah operasi

palatum, cacat wicara disebabkan oleh fungsi otot-otot palatum dan faring yang tidak

adekuat. Selama proses menelan dan pada saat mengeluarkan suara tertentu, otot-otot

palatum molle dan dinding lateral serta posterior nasofaring membentuk suatu katup yang

memisahkan nasofaring dengan orofaring. Jika katup tersebut tidak berfungsi secara adekuat,

orang itu akan sukar menciptakan tekanan yang cukup di dalam mulutnya untuk membuat

suara-suara ledakan seperti p, b, d, t, h, y atau bunyi berdesis s, sh, dan ch; sehingga kata-kata

seperti “cats”, “boats”, dan “sisters” menjadi tidak jelas.

13

Page 14: Referat Labio Gnato Platoskisis

2.11. PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada derajat sumbing. Pertimbangan estetik serta gangguan

bicara dan pendengaran merupakan problem signifikan yang kemudian terjadi. Dibutuhkan

terapi yang bersifat kronologis, seringkali membutuhkan konsep tim multidisiplin. Tim untuk

menangani anomali kraniofasial atau sumbing palatum terdiri atas dokter bedah mulut, bedah

umum, tenaga sosial kesehatan, ahli perkembangan anak, serta ahli terapi pendengaran dan

bicara.

Umumnya, sumbing bibir diperbaiki sedini mungkin selama masa bayi, sebelum

memasuki fase anak, dan berat bayi minimal 5kg dengan kadar hemoglobin 10 mg/dl.

Seringkali cheiloplasty dibutuhkan kemudian. Penutupan sumbing palatum lunak dengan

sliding flap phary ngeal, dianjurkan pada usia 1 tahun untuk membantu mendorong

perkembangan bicara yang normal. Obturator palatal sering dibuat untuk bayi dengan

sumbing palatum yang mengalami kesukaran meyusui atau mengalami gangguan masuknya

makanan atau cairan melalui rongga hidung. Evaluasi bicara dan pendengaran yang dini

sangat dianjurkan dan alat bantu pendengaran sering digunakan untuk mencegah timbulnya

masalah belajar pada anak dengan sumbing palatum yang seringkali juga mendapat serangan

otitis media.

Tindakan dokter gigi sebagai pencegahan sangat penting dan merupakan dasar untuk

terapi ordonti selanjutnya. Terapi seringkali membutuhkan perbaikan cacat perkembangan

gigi. Terapi ordonti kadang dimulai pada fase gigi susu untuk memperbaiki gigitan silang

posterior atas unilateral dan bilateral serta untuk memperbaiki segmen premaksila yang

berubah letak.

BAB III

KESIMPULAN

14

Page 15: Referat Labio Gnato Platoskisis

Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital pada wajah berupa celah pada bibir

(labioschisis), langit-langit mulut (palatum), maupun prosesus alveolaris (gnatoschisis) yang

terjadi pada masa embrional. Disebabkan oleh multifaktor, antaranya genetik, pola hidup ibu

ketika mengandung, obat-obatan yang dikonsumsi ketika hamil, dan lain-lain.

Penatalaksanaan bibir sumbing dilakukan dalam beberapa tahap sesuai usia dan sesuai

dengan perkembangan gizi anak tersebut. Komplikasi dari bibir sumbing antara lain

mudahnya tersedak ketika minum ASI, gangguan bicara, serta mudah terkena infeksi telinga

antara lain Otitis Media berulang. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan

mempersiapkan gizi ibu hamil dengan baik dan cukup, menghindari obat-obatan teratogenik

ketika hamil, serta hidup dengan pola yang sehat.

15