Referat Koriokarsinoma

42
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Istilah penyakit trofoblastik gestasional merujuk pada suatu spektrum tumor plasenta terkait kehamilan, penyakit trofoblastik gestasional dibagi menjadi tumor mola dan non- mola. Tumor non-mola dikelompokkan sebagai neoplasia trofoblastik gestasional. American College of Obstetricians and Gynecologist (2004) menyebut tumor-tumor ini sebagai penyakit trofoblastik gestasional maligna. Meskipun tumor- tumor ini secara histologis berbeda dan memiliki kecenderungan yang bervariasi untuk melakukan invasi dan metastasis, sepanjang tahun 1970an mulai terbukti bahwa konfirmasi histologis tidak diperlukan untuk memberikan terapi yang efektif. Sebaliknya diadopsi suatu sistem yang terutama didasarkan pada temuan klinis dan pengukuran serial serum human chorionic gonadotropin (β-hCG). Dalam 30 tahun terakhir ini, telah digunakan sejumlah skema untuk mengklasifikasikan tumor-tumor ini berdasarkan potensi keganasannya, dan untuk menentukan stadium klinis dan terapi optimal. Skema klasifikasi penyakit trofoblastik dari International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) sering digunakan. Jika berbagai algoritme penatalaksanaan ini diikuti, sebagian besar tumor gestasional baik jinak maupun ganas dapat disembuhkan (Berkowitz dan Goldstein, 2009). 1 Mola hidatidosa saat ini disebut dengan Penyakit Trofoblastik Gestasional (GTD). Sekitar 9-20% pasien dengan mola hidatidasa 1

description

aaaa

Transcript of Referat Koriokarsinoma

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Istilah penyakit trofoblastik gestasional merujuk pada suatu spektrum tumor

plasenta terkait kehamilan, penyakit trofoblastik gestasional dibagi menjadi tumor mola

dan non-mola. Tumor non-mola dikelompokkan sebagai neoplasia trofoblastik

gestasional. American College of Obstetricians and Gynecologist (2004) menyebut

tumor-tumor ini sebagai penyakit trofoblastik gestasional maligna. Meskipun tumor-

tumor ini secara histologis berbeda dan memiliki kecenderungan yang bervariasi untuk

melakukan invasi dan metastasis, sepanjang tahun 1970an mulai terbukti bahwa

konfirmasi histologis tidak diperlukan untuk memberikan terapi yang efektif. Sebaliknya

diadopsi suatu sistem yang terutama didasarkan pada temuan klinis dan pengukuran

serial serum human chorionic gonadotropin (β-hCG). Dalam 30 tahun terakhir ini, telah

digunakan sejumlah skema untuk mengklasifikasikan tumor-tumor ini berdasarkan

potensi keganasannya, dan untuk menentukan stadium klinis dan terapi optimal. Skema

klasifikasi penyakit trofoblastik dari International Federation of Gynecology and

Obstetrics (FIGO) sering digunakan. Jika berbagai algoritme penatalaksanaan ini diikuti,

sebagian besar tumor gestasional baik jinak maupun ganas dapat disembuhkan

(Berkowitz dan Goldstein, 2009).1

Mola hidatidosa saat ini disebut dengan Penyakit Trofoblastik Gestasional (GTD).

Sekitar 9-20% pasien dengan mola hidatidasa komplet berkembang menjadi Penyakit

Trofoblas Ganas (PTG). Jika proses tersebut terbatas pada uterus disebut dengan

neoplasma tropoblastik nonmetastatik. Di samping neoplasma pascamola, tumor

trofoblastik dapat mengikuti aborsi (30%) dan kehamilan normal (20%).1

Angka kejadian mola hidatidosa berkisar antara 0,5 sampai 8,3 tiap 1000 kelahiran

hidup, 50% penderita mengalami anemia, 10% memerlukan kemoterapi karena

berkembang menjadi khoriokarsinoma.1

Insiden mola hidatidosa di Asia 7 sampai 10 kali lebih besar jika dibandingkan

dengan di Amerika Utara dan Eropa. Tingginya insiden pada populasi tertentu juga

dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan nutrisi. Dilaporkan bahwa rendahnya

konsumsi carotene (suatu prekursorvit A berpengaruh terhadap tingginya insiden mola

1

(Level of evidence C). Mola komplet terjadi pada 1 dari 1500 kehamilan di USA dan 1

dari 400 kehamilan di Korea serta Indonesia.1

I.2. Tujuan Umum :

Mampu untuk melakukan penilaian klinik dan penatalaksanaan dari penyakit

khoriokarsinoma.

I.3. Tujuan Khusus :

- Mengenali gejala dan tanda penyakit khoriokarsinoma

- Melakukan penatalaksanaan dari penyakit khoriokarsinoma

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penyakit Trofoblas Gestasional

Penyakit trophoblas merupakan suatu kelainan berupa proliferasi sel

trophoblas kehamilan yang abnormal.2

Penyakit trofoblas gestasional (PTG)/gestasional trophoblastic disease adalah

kelainan proliferasi trofoblas pada kehamilan, berupa suatu spektrum tumor saling

berhubungan tetapi dapat dibedakan secara histologis.1-3 Trofoblas adalah jaringan

yang pertama kali mengalami diferensiasi pada masa embrional dini kemudian

berkembang menjadi jaringan ekstraembrionik dan membentuk plasenta yang

merupakan interfase janin-maternal. Penyakit trofoblas dapat berupa tumor atau

keadaan yang merupakan predisposisi terjadinya tumor.

Petanda tumor yang khas pada penyakit ini adalah subunit β human Chorionic

Gonadotropin (β-hCG) dan memiliki kecenderungan invasi lokal dan penyebaran.

Neoplasia trofoblas gestasional (NTG-Neoplasia Trophoblastic Gestasional) adalah

bagian dari PTG yang berkembang menjadi jejas keganasan.3

Penyakit trofoblas gestasional meliputi suatu spektrum luas kelainan trofoblas.

Secara klinis, WHO membagi penyakit trofoblas gestasional menjadi dua kelompok,

yaitu :

Kelompok pra maligna, meliputi mola hidatidosa komplit dan parsial.

Kelompok maligna/Gestasional Trophoblastic Neoplasia (GTN), meliputi mola

invasif, khoriokarsinoma, dan metastating mole.

Pada semua kasus, diagnosis dan perjalanan penyakit dapat dimonitor secara

kuantitatif dengan pengukuran kadar hCG dan pemeriksaan radiologis.

Placental Site Trophoblastic Tumor (PSTT)

Suatu tumor yang berasal dari trofoblas atau pembuluh darah plasenta dan

terutama terdiri dari sel-sel sitotrofoblas. Tumor ini mencakup lesi keganasan

stadium rendah dan tinggi.3

PSTT merupakan variasi dari PTG tapi harus diklasifikasikan terpisah karena

memiliki sifat khas dan penatalaksanaan yang berbeda.4

3

Penyakit trofoblas non-gestasional

Penyakit trofoblas non-gestasional adalah khoriokarsinoma pada ovarium dan

testis.

II.2. Mola Hidatidosa

(Kehamilan anggur, hydatidiform pregnancy, benign form of gestational trophoblastic

disease/GTD)

a. Definisi

Molahidatidosa adalah plasenta dengan vili korialis yang berkembang tidak

sempurna dengan gambaran adanya pembesaran, edema, dan vili vesikuler sehingga

menunjukkan berbagai ukuran trofoblas proliferatif tidak normal. Molahidatidosa

terdiri dari molahidatidosa komplit dan molahidatidosa parsial; perbedaan antara

keduanya adalah berdasarkan morfologi, gambaran klinik patologi, dan sitogenetik.

Di Asia, insiden molahidatidosa komplit tertinggi adalah di Indonesia yaitu 1

dari 77 kehamilan dan 1 dari 57 persalinan. Faktor resiko molahidatidosa adalah

nutrisi, sosioekonomi (asupan karoten rendah, defisiensi vitamin A) dan usia

maternal.

Molahidatidosa parsial merupakan triploid yang mengandung dua set

kromosom paternal dan satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid akibat dua

set kromosom maternal tidak menjadi molahidatidosa parsial. Pada molahidatidosa

parsial seringkali terdapat mudigah atau jika ditemukan sel darah merah berinti pada

pembuluh darah vili korialis.3

Kehamilan abnormal dengan ciri stroma villus khorialis langka vaskularisasi

dan edematosa. Dapat bersifat komplit dimana tidak dijumpai janin (90%) dan

parsial di mana masih dijumpai janin (10%).4

4

Gambar II.2.1 Gelembung Mola

Gambar II.2.2 Mola Hidatidosa Partialis

b. Faktor Resiko

Kejadian mola hidatidosa berkaitan faktor sosial ekonomi yang dapat memicu :

Resiko kejadian meningkat pada :

- Usia maternal yg ekstrim (>45 tahun atau <20 tahun)

- Wanita dengan riwayat mola hidatidosa

- Wanita dengan riwayat infertilitas dan abortus berulang

Kekurangan nutrisi :

- Protein dan kalori

- Defisiensi vitamin A

Studi menunjukkan bahwa wanita Asia dan Hispanik memiliki resiko yang lebih

besar. Dibanding negara maju kejadian di daerah miskin Asia termasuk Indonesia

lebih tinggi.

5

c. Penyebab

Terjadinya mola hidatidosa berkaitan dengan kromosom. Molahidatidosa

komplitus bersumber dari : fertilisasi ovum tanpa nukleus atau nukleusnya tidak

aktif sehingga tumbuh kembang didominasi inti spermatozoa. Oleh karena itu

gambaran kromosom pada mola hidatidosa komplitus : 46.XX. Pada mola hidatidosa

partialis, berlangsung pada ovum tanpa nukleus, mengalami fertilisasi ganda,

sehingga gambaran kromosomnya 46.XY.

Tidak berfungsinya atau hilangnya inti ovum, dikaitkan masalah sosial ekonomi :

Rendahnya nilai nutrisi, kekurangan protein.

Defisiensi vitamin A.

Mola hidatidosa mengalami degenerasi ganas menuju khoriokarsinoma, sekitar

10-15%. Molahidatidosa komplit hanya mengandung DNA paternal sehingga

bersifat androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel

sperma membawa kromosom 23X – melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang

tidak membawa gen maternal (tidak aktif), kemudian mengalami duplikasi

membentuk 46XX homozigot. Namun, fertilisasi juga dapat terjadi pada dua

spermatozoa yang akan membentuk 46XY atau 46XX heterozigot. Secara

makroskopis, pada kehamilan trimester dua molahodatidosa komplit berbentuk

seperti anggur karena vili korialis mengalami pembengkakan secara menyeluruh.

Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis mengandung cairan dalam jumlah

lebih sedikit, bercabang dan mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas

hiperplastik dengan banyak pembuluh darah.3

Molahidatidosa komplet dan parsial mempunyai histology, morphology,

gambaran klinik atau penyebab yang berbeda. Molahidatidosa komplet, diploidi

dengan kariotipe 46-XX, kromosomnya seluruhnya paternal. Beberapa kasus

didapatkan kariotipe triploidi ataupun tetrapoidi. Secara klinis tidak dijumpai embrio

atau fetus, fetus hanya tampak bila kehamilan tersebut kehamilan ganda/kembar

dengan satu kehamilan fetus dan yang satu menjadi molahidatidosa. Mola hidatidosa

parsial umumnya dengan kariotipe triploidi (69 kromosome), faktor paternal dan

maternal. Molahidatidosa komplet mempunyai karakteristik degenerasi hidropik vili

khorialis dan proliferasi sel trophobast. Molahodatidosa parsialis mempunyai

komponen embrio atau fetus. Sedangkan karakteristiknya berupa degenerasi

hidropik fokal dengan hyperplasia trophoblast, kejadian koriokarsinoma sangat

6

rendah pada molahidatidosa parsialis. Kurang lebih 20% molahidatidosa akan

berkembang menjadi mola invasive ataupun khoriokarsinoma. Khoriokarsinoma

secara klinik disebut sebagai Penyakit Trophoblast Ganas.2

Kemungkinan lain yang menerangkan terjadinya molahidatidosa adalah faktor

kekurangan vitamin A. Risiko terjadinya molahidatidosa pada wanita yang

menderita defisiensi vitamin A meningkat menjadi 6,29 kali.2

d. Manifestasi Klinis

Gambaran histopatologi mola hidatidosa :

Villi khorialis membentuk massa yang mengandung air.

Tidak terdapat pembuluh darah pada villi khorialisnya.

Tidak terbentuk janin.

Proliferasi sel sito dan sinsitiotrophoblas, sehingga pengeluaran hCG tinggi,

pada urina dan serum.

Bersamaan dengan terjadinya mola hidatidosa, dijumpai :

Thirotoksikosis.

Preeklampsia – eklampsia pada umur kehamilan muda.

Gejala klinik hamil muda lebih dominan :

- Emisis gravidarum.

- Hiperemesis gravidarum.

Gambar II.2.3 Mikroskopis Mola Hidatidosa

7

Akibat hidropik degenerasi villi khorialis dan proliferasi sel trophoblas dapat

terjadi :

Hidropik degenerasi menyebabkan :

- Pembesaran uterus melebihi umur kehamilannya.

- Tidak teraba janin.

- Uterus lunak menyeluruh, karena tidak terdapat air ketubannya.

- Pembukaan serviks, bila kontraksi terjadi ekspulsi gelembung mola

hidatidosa.

Tanda klinik dan keluhan klasik mola hidatidosa kompleteus :

Uterus lebih besar dari umur kehamilan

hCG diatas 100.000 ml U/ml.

Lutein kista lebih besar dari 6cm.

Dapat dijumpai preeklampsia.

Dapat disertai hipertiroidsm.

Disertai hiperemesis gravidarum.

Terjadi trophoblastik emboli.

Kini dengan pemeriksaan ultra sonografi, diagnosa mola hidatidosa dengan jelas

dapat ditegakkan.

Proliferasi sel trophoblas :

Merusak pembuluh darah, menimbulkan perdarahan (97%).

Bentuk perdarahannya dapat :

- Tertimbun intra uterin.

- Keluarnya sedikit-sedikit melalui ostium uteri eksternum.

- Perdarahan banyak pada ekspulsi gelembung mola.

e. Dasar Diagnosa Mola Hidatidosa

Klinis pembesaran uterus yang lebih besar dari usia kehamilannya, sonde

uterus yang tidak menjumpai tahanan, serta keluarnya gelembung molahidatidosa.

Pada pemeriksaan ultrasonographi mempunyai gambaran yang cukup spesifik.2

8

Gambar klinik mola hidatidosa dapat :

50% perdarahan disertai ekspulsi gelembung mola hidatidosa sehingga

diagnosanya sangat jelas.

50% perdarahan pada hamil muda diduga abortus imminens.

Dikonfirmasikan dengan pemeriksaan ultra sonografi yang memberikan diagnosa

pastinya. Pada mola hidatidosa yang masih utuh, dasar diagnosanya :

Gejala hamil muda prominen :

- Emesis gravidarum – hiperemesis gravidarum

- Terdapat komplikasi :

Thirotoksikosis 2-5%

Hipertensi – preeklampsia 10-15%

Anemia akibat perdarahan.

Perubahan hemodinamik kardiovaskuler :

Gangguan fungsi jantung.

Gangguan fungsi paru akibat edema atau emboli paru.

Pemeriksaan palpasi :

- Uterusnya mengalami :

Lebih besar dari umur hamilnya 50-60%.

Besar uterus sama dengan umur hamil 20-25%.

Uterus lebih kecil dari umur hamilnya 5-10%.

Palpasi lunak seluruhnya.

Tidak terasa teraba bagian janin.

Terdapat bentuk asimetris, bagian menonjolagak padat – mola

destruen.

Pemeriksaan USG :

- Dipastikan mola hidatidosa seperti TV mati.

- Tidak terdapat janin.

- Tampak sebagian plasenta normal dan dapat tampak janinnya.

9

Gambar II.2.4 Gambaran USG Mola Hidatidosa

Pemeriksaan laboratorium :

- Beta hCG tinggi melebihi 100.000 ml/urine.

- Beta hCG serum diatas 40.000 IU/ml.

Pemeriksaan lain yang dapat dipergunakan adalah :

Memasukkan sonde intra uterine – tanpa tahanan – Hanifa positif. Artinya

mola hidatidosa.

Suntikan bahan kontras intra uterine – foto abdomen, tampak gambaran sarang

tawon.

Pemeriksaan MRI :

- Tidak tampak janin.

- Jaringan molahidatidosanya jelas.

Pemeriksaan terakhir jarang dipergunakan karena dengan USG diagnosanya

sudah jelas. Telah dikemukakan bahwa sekitar 10% dijumpai partial mola

hidatidosa dengan kariotipe : trisomi (triploidi) dengan perbandingan patologi

klinik sebagai berikut :

10

Tabel II.1.1. Perbedaan Antara Mola Hidatidosa Komplitus dan Inkomplitus

Penampakan Mola hidatidosa

komplitus

Mola hidatidosa

inkompleteus/partial

Kariotipe Umumnya 46 XX

(homolog)

46 XY (heterolog)

Tripoloidi 69 XXY

sebagian besar

(trisomi 16).

Jarang diploidi,

paternal/maternal.

Villi Khorealis Seluruhnya

mengalami

regenerasi hidropik,

hiperplasia.

Sebagian masih

normal.

Hiperplasia moderate.

Pembuluh

darah

Tidak dijumpai,

pembuluh darah

janin hilang.

Pada plasenta normal

dijumpai pembuluh

darah janinnya.

Terdapat fetal eritrosit.

Janinnya Tidak dijumpai Dapat dijumpai janin,

pada bagian plasenta

normal, sebagian

abnormal.

Trophoblas sel Proliferasi,

hiperplasia dengan

bervariasi.

Hiperplasia sedang

dan lokal.

Beta hCG Titernya tinggi. Titernya sedang

sampai rendah.

Degenerasi

ganas

15-20% Sekitar 5%

Umur

kehamilan

8-16 minggu 12-26 minggu

11

Mola HydatidosaPenilaian Awal

Riwayat Ob/gin cbc, pembekuan (jika ada indikasi)

Pemeriksaan fisik foto dadahCG BUN creatinin LFT

Evakuasi mola

Mola kompletEvakuasi uterus dengan suksen

laminaria (pilihan)

Mola parsialLaminaria (pilihan) dilatasi dan

evakuasi D&C

Tidak ada metastase

hCG tiap minggu (catat di kertas semi log)

Resolusi spontan hCG menetap meningkat selama 14 hari atau lebihplateau lebih dari 21 hari atau lebih

Diagnosa sebagai Gestasional Trofoblastik Neoplsama (GTN)

Investigasi dan stagingLanjut diagram III.3.1

Ikuti selama 6-12 bulan sebelum mengijinkan pulang

Diagram II.2.1 Panduan untuk Manajemen Penyakit Trofoblastik

Gestasional

Catatan : Penyakit Trofoblastik Gestasional (GTD) termasuk semua aspek dalam

entitas ini. Istilah penyakit Trofoblas Ganas (PTG) khusus digunakan untuk

kelompok yang memerlukan kemoterapi dan menggantikan istilah invasif unutk

mole malignant GTD dan istilah lain. Koriokarsinoma adalah istilah patologi.

PSTT dibedakan tersendiri.

12

f. Evaluasi Mola Hidatidosa Pasca Evakuasi

Pasca Kuretase, kadar β-hCG harus dimonitor untuk menilai adanya potensi

maligna :

o Tiap minggu sampai β-hCG tidak terdeteksi (umumnya 8 minggu pasca

evakuasi)

o Setelah β-hCG tidak terdeteksi, pemeriksaan dilakukan tiap bulan selama 6

bulan, lalu tiap 2 bulan selama 6 bulan berikutnya.

Indikasi radiologis untuk dilakukan kuretase kedua :

o Persistensi gambaran massa vesikuler di dalam uterus.

o Evaluasi serial tidak menunjukkan penurunan volume uterus.

o Didapatkan gambaran adanya invasi miometrium.

o Persistensi kista teka lutein setelah 4 bulan pasca evakuasi mola.4

Gambar II.2.5 Pemantauan Kadar β-hCG Urin 24jam

II.3. Penyakit Trofoblas Ganas

a. Definisi

Penyakit trofoblas ganas ditandai oleh proliferasi trofoblas yang persisten diluar

kehamilan. Secara histopatologis, dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Penyakit trofoblas ganas jenis villosum (mola invasif).

Merupakan penyakit trofoblas ganas yaNg masih mengandung villus-villus

khorialis.

13

2. Penyakit trofoblas ganas non villosum

Merupakan spektrum penyakit trofoblas ganas di mana tidak dijumpai villi-villi

khorialis. Meliputi khoriokarsinoma dan Plasental Site Trophoblastic Tumor

(PSTT).

b. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Umumnya muncul setelah suatu mola hidatidosa, abortus, atau kehamilan normal.

Menimbulkan invasi lokal dan dapat bermetastasis ke organ jauh (terutama pada

khoriokarsinoma).

Gejala dan tanda yang dapat ditemukan :

o Amenorea, diikuti oleh perdarahan per vaginam disfungsional.

o Kadar β-hCG yang persisten atau justru meningkat setelah evakuasi suatu

kehamilan, baik kehamilan mola maupun kehamilan normal.

o Pembesaran uterus.

o Kista teka lutein ovarium akibat efek hiperstimulasi β-hCG.

Selain itu dapat ditemukan gejala-gejala akibat metastasis ke organ lain, yaitu :

o Hemoptisis, nyeri dada, dan distress pernafasan akibat metastasis paru.

o Nyeri dan perdarahan intraperitoneum akibat metastasis hati.

o Defisit neurologis akibat metastasis otak.

Kriteria diagnosis yang disetujui untuk penyakit trofoblas ganas, yaitu :

o Terjadi grafik peningkatan β-hCG paling sedikit 4x (hari 1, 7, 14, dan 21) atau

peningkatan secara bertahap selama 2 minggu atau lebih; dan

o Ditemukannya bukti metastasis paru pada pemeriksaan radiologis.

Pemeriksaan radiologis berperan dalam skrining pada pasien dengan peningkatan

β-hCG serta untuk deteksi metastasis jauh.

14

Gambar II.1.1. Khoriokarsinoma

Gambar II.1.2. Mikroskopik Mola Invasif dan Khoriokarsinoma

c. Stadium

Untuk kepentingan terapi dan prognosis, FIGO dan WHO telah mengembangkan

sistem staging klinis dari penyakit trofoblas ganas.

FIGO menyatakan semua diagnosis penyakit trofoblas ganas harus dilengkapi

dengan staging yang dinyatakan dengan angka Romawi diikuti dengan jumlah

angka resiko. Kedua angka ini dipisahkan oleh tanda baca titik dua. (misalnya :

stadium II:9 di mana angka II menandakan staging dan angka 9 menandakan

jumlah resiko).

15

Tabel II.3.1. Stadium Klinis Penyakit Trofoblas Ganas berdasarkan FIGO 2000

Stadium Deskripsi

I

II

III

IV

Penyakit terbatas pada uterus

NTG meluas keluar dari uterus tetapi terbatas pada

organ genitalia (adneksa, vagina, ligamentum

latum)

NTG meluas ke paru-paru dengan atau tanpa

melibatkan saluran genitalia

Metastase ke tempat lain

Untuk stratifikasi resiko (prognostic scoring), FIGO menggabungkan stratifikasi

resiko WHO dengan stratifikasi FIGO yang lama (1992), menjadi stratifikasi

resiko revisi FIGO 2000 (Revised 2000 FIGO Prognostic Scoring).

16

Tabel II.3.2 Sistem Skoring WHO untuk Penyakit Trofoblas Ganas

0 1 2 3

Usia (tahun)

Kehamilan sebelumnya

Jarak diagnosis dengan awal

kehamilan (bulan)

Kadar β-hCG (IU/L) sebelum

terapi

Ukuran tumor dan uterus (cm)

Lokasi metastasis

Jumlah metastasis

Kemoterapi sebelumnya

≤40

Mola hidatidosa

<4

<1000

<3

-

Paru

0

-

>40

Abortus

4-6

1000-

10.000

3-5

Limpa,

ginjal

1-4

1 obat

-

Aterm

7-12

10.000-

1000.000

>5

Saluran

cerna, hati

5-8

≥ 2 obat

-

-

>12

> 100.000

-

Otak

>8

-

Interpretasi : - PTG resiko rendah : skor < 7

- PTG resiko tinggi : skor ≥ 7

II.3.1. Mola Invasif

a. Definisi

Pertumbuhan trofoblas yang berlebihan disertai penetrasi komponen

trofoblas, termasuk villus khorialis ke dalam miometrium.

Secara patologi anatomis, penyakit ini ditandai oleh adanya :

o Invasi massa tumor ke jaringan di bawahnya.

o Proliferasi trofoblas yang berlebihan, dan

o Masih adanya gambaran villi khorialis.

b. Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit

Dijumpai pada wanita usia subur.

Umumnya berasal dari mola hidatidosa (50%); dapat pula muncul setelah

abortus (25%) dan kehamilan normal atau ektopik (25%).

Gejala dan tanda yang dapat ditemukan :

17

o Perdarahan uterus disfungsional; dapat menimbulkan perdarahan masif,

umumnya setelah evakuasi suatu mola hidatidosa.

o Kadar β-hCG yang persisten atau justru meningkat.

o Pembesaran uterus yang teraba lembek, dengan bahaya ruptur uteri.

o Kista teka lutein ovarium akibat efek hiperstimulasi β-hCG.

o Demam dan tanda-tanda sepsis dapat ditemukan bila terjadi rupture uteri.

Menimbulkan invasi lokal ke miometrium, peritoneum, parametrium, atau

vagina.

Jarang menimbulkan metastasis jauh.

Respon baik terhadap terapi (kemoterapi), dengan angka kesembuhan >

95%.

c. Pendekatan Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada kadar β-hCG yang persisten atau justru

meningkat setelah evakuasi suatu kehamilan mola hidatidosa.

Pemeriksaan radiologis umumnya kurang mampu membedakan mola

invasif dari mola hidatidosa, kecuali bila telah terjadi invasi ke parametrium

dan organ pelvis.

Petunjuk diagnostik :

o Tumor yang hipervaskularisasi.

o Massa padat endometrium dengan area-area kistik punktata (4-5mm),

dan invasi ke miometrium, parametrium, atau organ pelvis disekitarnya.

o Area abnormal fokal pada miometrium.

o USG umumnya digunakan sebagai modalitas diagnostik awal.

o CT scan dan MRI digunakan terutama untuk mendeteksi adanya

metastasis jauh.

o MRI memiliki kelebihan dalam mengevaluasi invasi miometrium.5

18

II.3.2. Khoriokarsinoma

a. Definisi

Khoriokarsinoma merupakan neoplasma dari sel trofoblast plasenta

yang invasif. Koriokarsinoma terdiri dari sejumlah sel yang menginvasi

jaringan sekitar dan menyebar melalui rongga vascular. Secara

mikroskopis, neoplasma terdiri dari invasif proliferasi tanpa villi dari

syncytiotrophoblast dan cytotrophoblast yang dikelilingi oleh jaringan

nekrosis dan perdarahan. Terdapat intermediate trophoblastic

multinucleated giant cell, pembesaran inti dan mitosis yang abnormal.

Kebanyakan khoriokarsinoma memiliki cytogenetic aneuploidi.4

Khoriokarsinoma merupakan tumor ganas yang terdiri dari lapisan-

lapisan sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas dengan perdarahan, nekrosis,

dan invasi pembuluh darah yang jelas. Tumor ini digolongkan sebagai

karsinoma epitel korionik tetapi pola pertumbuhan dan metastasisnya

bersifat sarkoma.3

Khoriokarsinoma adalah keganasan sel epitel khorionik sebagai

akibat sekunder dari pertumbuhan invasif trofoblas dan erosi pembuluh

darah. Karakteristiknya tidak dijumpai gambaran villi khorialis dan

umumnya disertai metastasis jauh.4

Metastasisnya seringkali terjadi pada tahap dini dan hematogen

karena afinitas sel-sel trofoblas terhadap pembuluh darah. Tempat

metastasis paling sering adalah paru-paru (75%) dan vagina (sekitar 50%).

Kista teka lutein ovarium dapat ditemukan pada sepertiga kasus. Metastasis

pada paru-paru memberikan empat gambaran khas : pola alveolar atau

“badai salju”, densitas bulat, efusi pleura, serta emboli akibat oklusi arteri

pulmoner dan dapat menyebabkan hipertensi pulmoner.3

Transformasi malignant pada GTD terdiri dari banyak tahap dari

perubahan seri genetik termasuk aktivasi onkogen dan inaktivasi tumor

suppresor gen. Bagaimanapun, karena sel trophoblastic, secara alami,

membelah secara cepat dan menginvasi, peningkatan expresi gen ini secara

langsung mengontrol fungsi sel. Perubahan dari gen secara signifikan

secara pathogenesis dan transformasi malignan dari GTD masih belum

dapat dijelaskan secara pasti.5-6

19

b. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda yang sering dijumpai :

o Peningkatan kadar β-hCG di luar kehamilan.

o Perdarahan uterus disfungsional.

o Bila terjadi metastasis ke paru dapat timbul gejala sesak nafas dan

hemoptisis.4

Metastasis :

Metastasis terjadi dini dan umumnya hematogenik :

Paru : 60-95%

Vagina : 40-50%

Vulva serviks : 10-15%

Otak : 5-15%

Liver : 5-15%

Ginjal : 0-5%

Spleen : 0-5%

Usus : 0-5%

Metastase pada :

Liver dan otak tergolong resiko tinggi

Metastase vagina “phatognomonis” khoriokarsinoma, sekalipun masih

bentuk mola hidatidosa.5

Konsentrasi beta hCG tinggi di atas 100.000 mIU/ml, dalam urin 24 jam

Konsentrasi dalam serum lebih dari 40.000 mIU/ml

c. Pendekatan Diagnosis

Petunjuk diagnosis adalah adanya proses invasif ada endometrium disertai

peningkatan kadar β-hCG serta metastasis ekstrauterin. USG biasanya umum

digunakan sebagai modalitas diagnostik awal, namun mungkin tidak dapat

membedakan dari mola hidatidosa. Foto polos dada dapat digunakan untuk

mendeteksi kemungkinan metastasis paru, namun CT scan umumnya lebih

sering dipakai karena sensitivitasnya yang lebih tinggi. CT scan dan MRI

digunakan terutama untuk mendeteksi adanya metastasis jauh.

20

d. Pemeriksaan USG, CT scan dan MRI

Ultrasonografi (USG)

Terlihat massa kistik ireguler, berbagai ukuran (akibat adanya

perdarahan atau nekrosis), mengisi rongga rahim, menginvasi miometrium,

serviks atau vagina. Dapat menyerupai gambaran mola hidatidosa komplit.

USG Doppler : peningkatan kecepatan dengan penurunan hambatan (low

impedance, high diastolic flow).4

CT scan

Terlihat adanya pembesaran uterus, material kistik dalam cavum uteri

yang menginvasi miometrium, dan nodul paru ireguler disertai gambaran

ground glass dengan halo di sekitarnya yang menunjukkan adanya

perdarahan.

MRI

Seperti CT scan tapi memberikan gambaran batas massa yang lebih

jelas.

e. Terapi

Terapi bergantung pada stadiumnya, tapi umumnya meliputi evakuasi

massa, pembedahan, dan kemoterapi.

Terapi Khoriokarsinoma tergantung dari metastasis yang terjadi :

1. Pada khoriokarsinoma tanpa metastasis

Histerektomi

Bilateral oophorektomi

Tambahan kemoterapi

Indikasi histerektomi :

- Khemoterapi resisten

- Granda multipara/umur diatas 40 tahun

Untuk perdarahan lokal dilakukan :

- Angiografi disertai embolisasi arteria/vena sehingga pembuluh

darahnya tertutup dan perdarahan dapat dihentikan.

2. Metastasis pada sentral nervus sistem

21

Untuk memastikan lokalisasinya dilakukan :

- Computerized tomography scanning ( CT scan)

- Magnetic resonance imaging (MRI)

Terapi yang dianjurkan adalah :

- Radiasi yang dapat :

Menghentikan perdarahan

Menyebabkan dehidrasi sel tumor – membunuhnya.

3. Metastasis pada liver

Merupakan metastasis yang serius dan mempunyai resiko tinggi

Komplikasi metastasis pada liver adalah :

- Gangguan fungsi liver yang serius

- Perdarahan mendadak sampai fatal

Terapi radiasi liver secara menyeluruh dapat menghentikan perdarahan

4. Metastasis pada paru

Metastasis masif pada paru dengan gejala :

- 50% foto paru buram dan tak berfungsi

- Anemia

- Nyeri pada dada

Terapi : extrakorporal (di luar badan)

- Perfusi oksigen

- Obat antikoagulasia, mengurangi bahaya perdarahan.6

Terapi berdasarkan stadium :

a. Pengobatan PTG Risiko Rendah

Kriteria PTG risiko rendah adalah Skor WHO ≤6. Stadium FIGO I, II, dan

III. Diberikan kemoterapi tunggal (single agent).

o Metotrexate 0,4 mg/kgBB selama 5 hari, diulangi setiap dua minggu. Ini

merupakan protokol asli dalam GTD dan digunakan di Yale. Hal ini juga

merupakan protokol di The Brewer Trophoblast Center Chicago dengan

angka kegagalan 10%.

o Metotrexate dan Leucovorin. Metotrexate 1,0 mg/kgBB setiap hari dengan

empat dosis Leucovorin 0,1 mg/kg 24 jam setelah setiap dosis metotrexate.

22

Protokol ini digunakan di Inggris dan Amerika Serikat dengan angka

kegagalan 20-25%.

o Metotrexate 50 mg/m2 setiap dua minggu. Regimen ini memiliki angka

kegagalan 30%. Bila terjadi dapat diberikan Metotrexate 0,4 mg/kgBB

selama lima hari atau diganti dengan Actinomycin-D 12 mg/kg selama lima

hari.

o Actinomycin-D 12, 25 mg/m2 setiap dua minggu (pulse regimen). Protokol

ini memiliki angka kegagalan 20%. Ini merupakan langkah alternatif dari

pemberian Metotrexate secara mingguan.

o Actinomycin –D 12 mg/kgBB IV setiap hari selama lima hari, diulangi

setiap dua minggu. Protokol ini merupakan alternatif dari protokol

pemberian Metotrexate selama lima hari. Dapat digunakan pada pasien

dengan disfungsi hepar dengan angka kegagalan 8%.

o Metotrexate 250 mg infus selama dua belas jam. MTX ini merupakan

bagian dari protokol EMA-CO dengan angka kegagalan terapi 30%.

Catatan : Actinomycin-D menyebabkan kerusakan yang parah pada

kulit jika terinfiltrasi dan harus disuntikkan melalui infus intravena yang

baru. Jika terjadi ekstravasasi, area ini harus diinfiltrasi dengan 100 mg

hidrocortisone dan 2 cc xylocaine 1%.

Pemeriksaan serial darah lengkap, platelet, kreatinin, BUN dan SGOT

dilakukan terutama pada hari pertama pemberian pengobatan.

Pengukuran kadar β-hCG setiap minggu dilakukan setelah pemberian

kemoterapi, kurva regresi kadar β-hCG merupakan dasar utama pemberian seri

kemoterapi berikutnya. Setelah pemberian kemoterapi pertama.

Kemoterapi berikutnya diberikan setelah ada penurunan yang progresif dari

kadar β-hCG.

Tidak ada patokan pasti interval pemberian seri kemoterapi berikutnya.

Seri kedua pemberian kemoterapi diberikan pada keadaan β-hCG yang

meningkat.

Kadar β-hCG mendatar (plateau) selama tiga minggu, atau naik lagi.

23

Kadar β-hCG tidak menurun 1 log selama delapan belas hari setelah

pemberian kemoterapi pertama.

Bila respons setelah pemberian pertama adekuat dosis yang diberikan tetap

sama. Respons dikatakan adekuat bila ada penurunan kadar βhCG sebesar 1

log setelah pemberian kemoterapi, bila respons tidak adekuat dosis MTX

ditingkatkan 1,0 sampai 1,5 mg/kgBB. Bila setelah pemberian dua kali

respons tetap tidak adekuat maka bisa dikatakan resisten. MTX selanjutnya

diberikan Act-D, dan bila setelah satu pemberian Act-D tidak terjadi

penurunan kadar β-hCG sebesar 1 log maka dikatakan resisten terhadap Act-

D secara agen tunggal, dan penderita memerlukan kemoterapi kombinasi.5

b. PTG Risiko Tinggi

Kriteria PTG risiko tinggi adalah Stadium FIGO I, II, III dengan Skor

WHO ≥ 7 atau Stadium 4.

Pasien dengan risiko tinggi diterapi dengan kombinasi kemoterapi yaitu

EMA-CO sebagai terapi primer. EMA-CO adalah Etoposide, Metotrexate

dengan Leucovorin dan Actinomycin, pemberian pada hari kesatu dan kedua,

sedangkan Cyclophospamide dan Vincristine (Oncovin) diberikan pada hari ke

delapan. Sejauh ini, terapi kombinasi macam ini lebih dapat diterima dan efek

toksiknya lebih rendah dibanding kemoterapi Metotrexate, Actinomycin, dan

Cytoxan (MAC)-C sebenarnya adalah Chlorambucil. EMA-CO juga telah

mendesak keberadaan regimen Bagshawe II. Namun, beberapa senter kembali

menggunakan MAC karena risiko EMA-CO berupa leukemia yang terjadi

setelah lebih dari enam kali pemberian.

Pasien harus dimonitor ketat dan pemberian EMA-CO diulangi sampai

terjadi remisi. Neupogen biasanya diberikan untuk mempertahankan sel darah

putih.

Kemoterapi tetap diberikan dua sampai tiga seri setelah bila hCG tidak

terdeteksi pertama kali. Kadar hCG yang negatif menandakan bahwa jumlah

keberadaan sel-sel ganas dalam tubuh kurang dari 100 juta sel.

Fokus metastatik tertentu membutuhkan terapi spesifik. Contohnya pada

lesi di otak diterapi dengan meningatkan dosis Metotrexate sampai 1g/m2 di

protokol EMA-CO. Tergantung dari besar dan jumlah metastase pada otak,

pasien dapat diterapi dengan radiasi sebesar 25-30 grey atau dilakukan eksisi.

24

Pasien dengan metastase pada liver dapat dilakukan radiasi sebesar 20 grey

atau infus arteri hepar. Radiasi ini digunakan untuk mencegah perdarahan yang

hebat bukan sekedar untuk mengontrol penyakitnya.

Pasien yang resisten dengan EMA-CO atau multiagen kemoterapi yang

lain bisa diterapi dengan protokol EMA-EP. Protokol ini adalah EMA

ditambah dengan Etoposide dan Platinum, untuk kasus yang resisten pada

EMA-EP, Taxol dengan Cisplatin alternating dengan Taxol-Etoposide atau

Taxol-5-FU atau Iphosphospamide-Cisplatinum-Etoposide (ICE) atau

Vinblastine-Etoposide-Cisplastin telah digunakan.5

25

Stage IFaktor risiko ≤6

Stage IIFaktor risiko ≤6

Stage IIIFaktor risiko ≤6

Agen tunggal kemoterapi

Revolusi

Ikuti secara klinis dan dengan kadar hCG Selama 12 bulan sebelum mengijinkan hamil

Ubah jadwal atau agent kemoterapi dengan satu agent(Jika regular Act-D atau MTX ubah menjadi 5 hariJika tetap gagal ganti untuk mengganti Act-D atau MTX)

Tidak respon

Tidak respon

Kombinasi kemoterapi (putuskan TAH dengan uterine lesion)Tidak respon

Diagram III.3.2

Komplet atau parsial hydatidoform mole persisten hCGGestasional trofoblastik neoplasma didiagnosa dari metastase dan peningkatan hCGHistologi diagnosa choriocancer setelah hasil aterm

Diagnosa sebagai PTG

Investigasi staging dan skor faktor risiko

hCG, CBC, platelet, BUN, creatinin, LFT, pembekuan (jika ada indikasi), foto dada, USG pelvis.Jika foto dada positif CT/USG abdoment, particulary hari, CT/MRI otak jika ada indikasi

Stage IVFaktor risiko ≥7

Diagram II.3.1 Panduan untuk Managemen Trofoblastik Neoplasia

26

Post hydatidiform moleStage IV atau faktor resiko ≥7

Nonmolar GTN didiagnosis dari metastase

Investigasi, staging dan skor faktor risiko

hCG, CBC, platelet, BUN, creatinin, LFT, pembekuan (jika ada indikasi), foto dada, USG pelvis.Jika foto dada positif CT/USG abdoment, particulary hari, CT/MRI otak jika ada indikasi

Stage I, II, III dengan faktor risiko ≥7atau stage IV

Multipel agen kemoterapi EMA-CO)(untuk metastase serebral dosis MTX ditingkatkan sampai 1 g/m2)

Resolusi Neoplasma persisten

Ikuti dengan hCG dan surveilance klinis selama 1 tahunPutuskan pembedahan untuk isolated lesi yang resectable

(umumnya paru, otak dan hati)

Lini kedua multipel agen kemoterapi (EP-EMA)

Tidak respon

Putuskan Taxoll5-FU iphosphamide

Konsul pusat trofoblas

Diagram III.3.2 Panduan untuk Manajemen Trofoblastik Neoplasia

27

f. Prognosis

Prognosis umumnya baik (survival rate 90%); prognosis lebih buruk

pada splid tumor nest serta histopatologi jaringan dengan pleomorfisme dan

aktivitas mitotik yang tinggi.4

Kesembuhan khoriokarsinoma, dengan kemoterapi mendekati 90%.

Kesembuhannya kurang 50% mempunyai masalah dan digolongkan :

Khoriokarsinoma dengan metastasis tergolong resiko tinggi.

Memerlukan kombinasi beberapa khemoterapi.

Kategori khoriokarsinoma dengan resiko tinggi adalah :

- hCG urin/24 jam lebih dari 100.000 IU

- penyakit telah melebihi 4 bulan

- metastasis pada liver dan otak

- pengobatan terdahulu gagal

- terjadi pada kehamilan aterm

- serum β-hCG lebih dari 40.000 mIU/ml

g. Evaluasi Khoriokarsinoma pasca Kemoterapi

Pasca kemoterapi, monitoring dilakukan dengan :

- Pemantauan kadar β-hCG sampai tidak terdeteksi setelah 3 minggu

berturut-turut.

- Pemantauan secara radiologis, meliputi :

Pemantauan volume tumor secara serial

Evaluasi terhadap invasi parametrium dan tanda-tanda ancaman

perforasi

Evaluasi terhadap kista teka lutein yang persisten

Perubahan gambaran vaskularisasi pada USG Doppler

Perubahan lokasi metastasis

Manajemen Pasca Evakuasi

1. Monitor kadar β-hCG

Tiap minggu sekali sampai β-hCG tidak terdeteksi yang pada

umumnya delapan minggu pasca evakuasi. Jika terdapat anemia atau

infeksi yang harus diobati.

28

Saat β-hCG sudah tak terdeteksi, pemeriksaan dilakukan tiap bulan

selama enam bulan, lalu tiap dua bulan sekali selama enam bulan

berikutnya untuk memastikan hCG tetap tidak terdeteksi.

2. Pengukuran subunit β-hCG. Kadar β-hCG ≤ 5 mIu/ml penting untuk

monitor.

3. Pemakaian kontrasepsi, lebih baik dalam bentuk pil. Jika penurunan β-hCG

konstan, pasien boleh hamil setelah enam bulan. Jika penurunan kadar β-

hCG hanya sedikit-sedikit maka perlu waktu lebih lama lagi untuk hamil.

Perlu dilakukan USG pada kehamilan awal dan pemeriksaan kadar β-hCG.

Pemantauan kadar β-hCG dilakukan sampai kadarnya negatif setelah

melahirkan.

4. Pasien dengan usia kehamilan empat minggu yang besarnya lebih dari

normal dan adanya kista theca lutein berpeluang 50% memiliki trofoblastik.

5. Jika pasien diterapi dengan menggunakan kemoterapi untuk GTD persisten,

pasien dapat dianggap mengalami remisi setelah titer β-hCG negatif selama

tiga minggu berturut-turut. Setelah remisi, follow up masih harus dilakukan

untuk mengamati terjadinya rekurensi.1

29

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit trophoblas merupakan suatu kelainan berupa proliferasi sel trophoblas

kehamilan yang abnormal. Petanda tumor yang khas pada penyakit ini adalah subunit β

human Chorionic Gonadotropin (β-hCG) dan memiliki kecenderungan invasi lokal dan

penyebaran. Neoplasia trofoblas gestasional (NTG - Neoplasia Trophoblastic Gestasional)

adalah bagian dari PTG yang berkembang menjadi jejas keganasan.

Khoriokarsinoma adalah keganasan sel epitel khorionik sebagai akibat sekunder dari

pertumbuhan invasif trofoblas dan erosi pembuluh darah. Karakteristiknya tidak dijumpai

gambaran villi khorialis dan umumnya disertai metastasis jauh. Kurang lebih 50% terjadi

setelah mola hidatidosa, 25% setelah abortus, 22,5% setelah kehamilan normal, dan 2,5%

setelah kehamilan ektopik. Gejala dan tanda yang sering dijumpai : peningkatan kadar β-hCG

di luar kehamilan, perdarahan uterus disfungsional, dan bila terjadi metastasis ke paru dapat

timbul gejala sesak nafas dan hemoptisis. Perlunya kemampuan menilai gejala klinis,

pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat diharapkan mampu mencegah invasi

dan metastasis lebih jauh.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F. Gary, et al. Obstetri Williams Vol.2 Ed 23. Alih bahasa Brahim U Pendith.

Jakarta : EGC.2013.

2. Andrijono. Sinopsis kanker ginekologi. Jakarta. 2003.

3. Prawirohardjo Sarwono. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.2010.

4. Rasjidi Imam, Muljadi Rusli, Chayono Kristianus. Imaging ginekologi onkologi. Jakarta :

Sagung Seto. 2010.

5. Rasjidi Imam. Panduan penatalaksanaan kanker ginekologi berdasarkan evidence base.

Jakarta : EGC. 2007.

6. Manuaba Ida AC, Manuaba Ida Bagus GF, Manuaba Ida Bagus G. Buku ajar penuntun

kuliah ginekologi. Den Pasar : CV Trans Info Media. 2010.

7. Rasjidi Imam. Deteksi dini kanker pada wanita. Jakarta: Sagung Seto. 2009.

31