REFERAT KEJANG PADA ANAK

35
BAB I PENDAHULUAN Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering pada anak. Hal ini terlihat bahwa sekitar 10% anak menderita paling tidak satu kali kejadian kejang dalam 16 tahun pertama hidupnya. Penderita tertinggi ditempati oleh anak yang berusia kurang dari tiga tahun. Data epidemiologi menunjukkan sekitar 150.000 anak mendapatkan kejang dan 30.000 diantaranya berkembang menjadi status epilepsi. 1 Kejang atau bangkitan didefinisikan sebagai kejadian mendadak yang berupa kesadaran terganggu, binggung, gerakan otot abnormal yang sifatmya involunter. 2 Definisi klasik dari epilepsi mengacu pada kejang terus menerus atau berulang yang berlangsung lebih dari 30 menit tanpa pemulihan kesadaran. Selama kejang, aliran darah otak, oksigen, konsumsi glukosa, karbon dioksida dan produksi asam laktat meningkat. Kejang singkat jarang menghasilkan efek yang berlangsung pada otak. Kejang yang berkepanjangan dapat menyebabkan asidosis metabolik, hiperkalemia, hipertermia, hipoglikemia, dan kondisi inin dapat menyebabkan kerusakan neurologis permanen. 3 Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat. 4 Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal tidak perlu untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas dan penghentian kejang adalah prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif. 2 1

description

REFERAT KEJANG PADA ANAK

Transcript of REFERAT KEJANG PADA ANAK

Page 1: REFERAT KEJANG PADA ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering pada anak. Hal ini

terlihat bahwa sekitar 10% anak menderita paling tidak satu kali kejadian kejang dalam 16

tahun pertama hidupnya. Penderita tertinggi ditempati oleh anak yang berusia kurang dari

tiga tahun. Data epidemiologi menunjukkan sekitar 150.000 anak mendapatkan kejang dan

30.000 diantaranya berkembang menjadi status epilepsi.1

Kejang atau bangkitan didefinisikan sebagai kejadian mendadak yang berupa

kesadaran terganggu, binggung, gerakan otot abnormal yang sifatmya involunter.2 Definisi

klasik dari epilepsi mengacu pada kejang terus menerus atau berulang yang berlangsung

lebih dari 30 menit tanpa pemulihan kesadaran. Selama kejang, aliran darah otak, oksigen,

konsumsi glukosa, karbon dioksida dan produksi asam laktat meningkat. Kejang singkat

jarang menghasilkan efek yang berlangsung pada otak. Kejang yang berkepanjangan dapat

menyebabkan asidosis metabolik, hiperkalemia, hipertermia, hipoglikemia, dan kondisi inin

dapat menyebabkan kerusakan neurologis permanen.3

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam,

hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan

overdosis obat.4 Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal tidak perlu

untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas dan

penghentian kejang adalah prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.2

Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang demam.

Kejang demam adalah kejang disertai demam (suhu ≥ 100.4° F atau 38°C), tanpa infeksi

sistem saraf, yang terjadi pada bayi dan anak-anak 6 sampai 60 bulan. Kejang demam terjadi

pada 2% sampai 5% dari semua anak-anak, dengan demikian menjadi bentuk yang paling

umum terjadi. Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg, menggunakan data dari National

Collaborative Perinatal Project dan ditetapkan bahwa kejang demam diklasifikasikan

sebagai simpleks atau kompleks. Kejang demam simpleks didefinisikan sebagai kejang yang

terjadi setelah demam, yang berlangsung selama kurang dari 15 menit dan tidak berulang

dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks didefinisikan sebagai kejang fokal,

berlangsung lebih dari 15 menit, dan atau berulang dalam waktu 24 jam. Anak-anak yang

mengalami kejang demam simpleks tidak terbukti meningkat risiko kematiannya, hemiplegia,

atau keterbelakangan mental. Sebuah konsensus pada tahun 1980 dari National Institutes of

Health menyimpulkan bahwa kejang demam simpleks memiliki prognosis yang sangat baik.3

1

Page 2: REFERAT KEJANG PADA ANAK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Kejang adalah perubahan aktivitas motorik abnormal yang tanpa atau disertai dengan

perubahan perilaku yang sifatnya sementara yang disebabkan akibat perubahan aktivitas

elektrik di otak5. Epilepsi adalah kondisi dimana terjadi kejang berulang karena ada proses

yang mendasari6. Sedangkan intractable seizure adalah kejang dimana penggunaan obat -

obatan tidak cukup kuat untuk menangani kejang7.

2.2. KLASIFIKASI

Menurut International League against Epilepsy, kejang dapat diklasifikasikan

menjadi6 :

1. Kejang parsial

Kejang parsial adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibatan satu hemisfer

serebri. Kejang parsial dapat berkembang menjadi kejang umum pada 30% anak yang

mengalami kejang. Pada umumnya kejang ini ditemukan pada anak berusia 3 hingga

13 tahun8. Kejang parsial dapat dikelompokkan menjadi :

Kejang parsial simpleks

Kejang parsial simpleks adalah bentuk kejang parsial yang tanpa disertai

dengan perubahan status mental. Kejang ini sering ditandai dengan perubahan

aktivitas motorik yang abnormal, sering terlihat pola aktivitas motorik yang tetap

pada wajah dan ekstremitas atas saat episode kejang terjadi. Walaupun kejang

parsial simpleks sering ditandai dengan perubahan abnormal dari aktivitas

motorik, perubahan abnormal dari sensorik, autonom, dan psikis.

Kejang parsial kompleks

Kejang parsial kompleks ditandai dengan perubahan abnormal dari persepsi

dan sensasi, dan disertai dengan perubahan kesadaran. Pada saat kejang,

pandangan mata anak tampak linglung, mulut anak seperti mengecap – ngecap,

jatuhnya air liur keluar dari mulut, dan seringkali disertai mual dan muntah.

Kejang parsial dengan kejang umum sekunder

Kejang parsial dapat melibatkan kedua hemisfer serebri dan menimbulkan

gejala seperti kejang umum. Kejang parsial dengan kejang umum sekunder

2

Page 3: REFERAT KEJANG PADA ANAK

biasanya menimbulkan gejala seperti kejang tonik klonik. Hal ini sulit dibedakan

dengan kejang tonik – klonik.

2. Kejang Umum

Kejang umum adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibata kedua hemisfer

serebri. Kejang umum disertai dengan perubahan kesadaran. Kejang umum dapat

dikelompokkan menjadi :

Kejang tonik klonik (grand mal seizure)

Kejang tonik klonik adalah bentuk kejang umum yang paling sering terjadi

pada anak. Kebanyakan kejang ini memiliki onset yang tiba – tiba, namun pada

beberapa anak kejang ini didahului oleh aura (motorik atau sensorik). Pada awal

fase tonik, anak menjadi pucat, terdapat dilatasi kedua pupil, dan kontraksi otot –

otot yang disertai dengan rigiditas otot yang progresif. Sering juga disertai dengan

inkontinensia urin atau inkontinensia tinja. Kemudian pada fase klonik, terjadi

gerakan menghentak secara ritmik dan gerakan fleksi yang disertai spasme pada

ekstremitas. Terjadi perubahan kesadaran pada anak selama episode kejang

berlangsung dan bisa berlanjut hingga beberapa saat setelah kejang berhenti.

Kejang tonik

Bentuk kejang ini sama seperti kejang tonik klonik pada fase tonik. Anak tiba-

iba terdiam dengan seluruh tubuh menjadi kaku akibat rigiditas otot yang

progresif.

Kejang mioklonik

Kejang mioklonik ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara tiba –

tiba dan disertai dengan fleksi lengan. Kejang tipe ini dapat terjadi hingga ratusan

kali per hari.

Kejang atonik

Kejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot secara tiba – tiba.

Kejang absens

Kejang absens dapat dibagi menjadi kejang absens simpel (tipikal) atau

disebut juga petit mal dan kejang absens kompleks (atipikal). Kejang absens

tipikal ditandai dengan berhentinya aktivitas motorik anak secara tiba – tiba,

kehilangan kesadaran sementara secara singkat, yang disertai dengan tatapan

kosong. Sering tampak kedipan mata berulang saat episode kejang terjadi. Episode

kejang terjadi kurang dari 30 detik. Kejang ini jarang dijumpai pada anak berusia

kurang dari 5 tahun. Kejang absens atipikal ditandai dengan gerakan seperti

3

Page 4: REFERAT KEJANG PADA ANAK

hentakan berulang yang bisa ditemukan pada wajah dan ekstremitas, dan disertai

dengan perubahan kesadaran7.

3. Kejang tak terklasifikasi

Kejang ini digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk kejang yang tidak

dapat dimasukkan dalam bentuk kejang umum maupun kejang parsial. Kejang ini

termasuk kejang yang terjadi pada neonatus dan anak hingga usia 1 tahun6.

2.3. ETIOLOGI

Penyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial dan

ekstrakranial.

1. Intrakranial

Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.

Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder dapat

disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti hidrosefalus,

infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala.

2. Ekstrakranial

Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme seperti

hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia, hiperproteinemia,

hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia. Penyebab ekstrakranial dapat juga

disebabkan oleh metastasis keganasan ke otak9.

2.4. DIAGNOSIS

2.4.1. Anamnesa

1. Kejadian Pre-Iktal

Berikut ini adalah pertanyaan yang perlu ditanyakan mengenai kejadian

sebelum episode kejang terjadi :

Apakah ada kejadian yang merangsang terjadinya kejang seperti keadaan

stres, rangsangan nyeri, dan sebagainya?

Apakah sebelum kejang terjadi, terdapat aura seperti mencium bau –

bauan, melihat cahaya yang sangat terang, mendengar suara – suara,

mual, merasa ketakutan dan sebagainya?

Apa yang dilakukan anak sesaat sebelum kejang terjadi?

Apakah beberapa jam atau beberapa menit sebelum kejang anak

mengkonsumsi obat – obatan tertentu?

4

Page 5: REFERAT KEJANG PADA ANAK

Apakah anak sedang menderita penyakit tertentu? Apakah anak sedang

demam sebelum kejang terjadi?

Apakah anak pernah mengalami kejang sebelumnya?

Jika anak pernah mengalami kejang, apakah bentuk kejang terdahulu

sama seperti bentuk kejang yang baru saja terjadi?

Jika anak pernah mengalami kejang, apakah anak berobat rutin dan

mengkonsumsi obat anti kejang secara teratur?

Apakah anak pernah mengalami trauma, terutama di bagian kepala,

beberapa jam atau hari sebelum kejang?

2. Kejadian saat kejang

Berikut ini adalah pertanyaan yang perlu ditanyakan mengenai kejadian saat

episode kejang terjadi :

Berapa lama kejang berlangsung?

Seperti apa bentuk kejang yang terjadi?

Apakah anak kehilangan kesadaran saat kejang?

Berapa kali kejang terjadi dan berapa lama setiap satu episode kejang

terjadi?

Apabila kejang terjadi lebih dari satu kali, apakah anak tetap sadar atau

tidak sadar, di antara epdisode kejang yang terjadi?

3. Kejadian post – iktal

Apakah anak langsung sadar setelah kejang berhenti?

Apakah anak merasa lemas, mual, muntah setelah kejang berhenti atau

anak tampak seperti tidak terjadi apa – apa?

Apakah anak mengingat kejadian saat kejang berlangsung?

2.4.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh. Tanda-tanda vital meliputi

denyut nadi, laju pernapasan dan terutama suhu tubuh harus diperiksa, karena demam

merupakan penyebab utama kejang pada anak-anak. Periksa kepala apakah ada kelainan

bentuk, tanda-tanda trauma kepala, serta tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Periksa leher apakah terdapat kaku kuduk. Pemeriksaan neurologis secara menyeluruh juga

penting dilakukan.

2.4.3. Pemeriksaan Penunjang

5

Page 6: REFERAT KEJANG PADA ANAK

Penentuan ada tidaknya kejang ditentukan oleh kondisi klinis pasien yang tepat sesuai

klinis, tetapi pemeriksaan penunjang juga dapat membantu dalam mempertajam diagnosis

dari kejang tersebut. Pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan adalah :

1. Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal tidak dianjurkan pada anak-anak dengan hemodinamik yang

tidak stabil. Sangat dipertimbangkan untuk melakukan pungsi lumbal pada anak

kurang dari 12 bulan dan anak kurang dari 18 bulan. Pungsi lumbal dianjurkan

pada :

- Anak yang telah menerima antibiotik sebelum kejang dan didiagnosa sebagai

meningitis, dalam kasus ini dilakukan pungsi lumbal tanpa memandang usia.

Bahkan jika pungsi lumbal dilakukan dan hasilnya negatif, dapat dipertimbangkan

untuk pemberian pengobatan meningitis, karena cairan cerebrospinal (CSF)

mungkin normal pada fase awal perjalanan penyakit meningitis.1

- Iritasi meningens didefinisikan sebagai adanya Brudzinski sign (fleksi leher

menyebabkan fleksi dari pinggul pasien dan lutut), Kernig sign (nyeri muncul

ketika adanya fleksi 90◦ dari fleksi sendi pinggul dan ekstensi sendi lutut), kaku

kuduk yaitu kekakuan leher pada anak yang lebih tua dari usia 1 tahun. Pada anak-

anak berusia kurang dari 1 tahun, tanda-tanda iritasi meningens adalah tanda-tanda

di atas atau rasa gelisah atau rewel selama manipulasi kepala atau kaki oleh dokter

dan atau menggembungnya fontanel. Perlu ditekankan bahwa tanda-tanda klinis

meningitis tidak sensitif dan jika klinisi curiga bahwa meningitis positif, pungsi

lumbal tidak boleh ditunda sampai tanda-tanda ini muncul.1

2. Pencitraan

Neuroimaging tidak diindikasikan setelah episode kejang demam sederhana,

tapi bisa dipertimbangkan ketika ada fitur klinis dari gangguan neurologis,

misalnya mikrosefali atau makrosefali, defisit neurologis yang sudah ada, defisit

neurologis post-iktal bertahan selama lebih dari beberapa jam, atau ketika ada

kejang demam berulang yang kompleks, atau kejang yang dicurigai bukan kejang

demam Magnetic Resonance Imaging lebih sensitif dibandingkan Computed

Tomography untuk mendeteksi proses intrakranial yang dapat menyebabkan

kejang.1

3. Electroencephalography (EEG)

Kelainan epileptiform relatif umum didapatkan pada anak-anak dengan kejang

demam. EEG sendiri memiliki sensitivitas yang rendah pada anak di bawah usia

6

Page 7: REFERAT KEJANG PADA ANAK

tiga tahun dengan kejang dan peran yang terbatas dalam diagnosis gangguan

ensefalopatik akut.1

2.5. GEJALA KLINIS

Ketika anak menampakkan gejala klinis seperti kejang, maka pemeriksa harus segera

menentukkan sebab dari kejang tersebut. Penting untuk mengetahui apakah yang dialami

seorang anak benar adalah kejang atau bukan kejang. Berikut adalah beberapa kondisi

pediatrik yang dapat disalahartikan sebagai kejang :

1. Sinkop

Sinkop biasanya didahului oleh dizziness, pandangan yang kabur, penderita tahu jika

sebentar lagi akan kehilangan kesadaran, dan pucat. Sinkop biasanya terjadi pada

siang hari dan posisi penderita sedang berdiri. Sedangkan kejang terjadi secara tiba –

tiba, kapan saja, dan dimana saja.

2. Breath holding spells

Breath holding spells merupakam salah satu episode apnea pada anak – anak,

biasanya berkaitan dengan penurunan kesadaran. Breath holding spells terjadi pada

5% anak – anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun. Ada beberapa tipe dari Breath

holding spells yang menyerupai episode kejang, yaitu cyanotic spell dan pallid spell.

Pada cyanotic spell, anak menangis kuat diikuti dengan menahan napas, sianosis,

rigiditas otot dan pincang, serta seringkali disertai dengan gerakan seperti kejang pada

ekstremitas. Pallid spell terjadi dengan rangsangan nyeri, diikuti dengan penderita

tampak pucat dan kehilangan kesadaran yang singkat.

3. Migrain

Pada anak dengan migrain, anak dapat kehilangan kesadaran, yang sering diawali

dengan pandangan kabur, dizziness, dan kehilangan postur tubuh.

4. Paroxysmal movement disorders

Paroxysmal movement disorders melibatkan aktivitas motorik yang abnormal dan

dapat menyerupai kejang dan penurunan kesadaran jarang terjadi. Tics adalah gerakan

berulang dan singkat dan dapat terjadi pada bagian tubuh manapun. Tics muncul

terutama pada keadaan stres dan biasanya dapat ditekan kemunculannya. Shuddering

attacks adalah tremor pada seluruh tubuh yang berlangsung selama beberapa detik dan

setelah itu kembali ke aktivitas normal. Distonia akut ditandai dengan kontraksi wajah

dan batang tubuh secara involunter dengan postur yang abnormal dan wajah yang

meringis.

7

Page 8: REFERAT KEJANG PADA ANAK

5. Pseudoseizures

Pseudoseizures dapat muncul dengan gerakan seperti pada paroxysmal movement

disorders. Pseudoseizures sulit dibedakan dengan kejang yang sebenarnya dan sering

terjadi pada anak – anak dengan riwayat epilepsi.

6. Gangguan tidur

Gangguan tidur dapat dibedakan dengan kejang dengan melihat karaterisktik

perubahan perilaku yang terjadi. Night terrors terjadi pada anak usia sebelum masuk

sekolah. Anak tiba – tiba terbangun dari tidurnya, diikuti dengan menangis, berteriak

dan tidak bisa didiamkan. Lalu anak kembali ke tidurnya dan tidak dapat mengingat

kejadian tersebut. Sleepwalking atau somnabulisme dapat ditemukan pada anak usia

sekolah yang terbangun dari tidurnya dan berjalan tanpa tujuan dan disertai dengan

pandangan kosong lalu anak tersebut kembali ke tidurnya. Narcolepsy sering

ditemukan pada anak usia remaja dengan perubahan kesadaran disertai rasa kantuk tak

tertahan. Narcolepsy sering disertai dengan katapleksi, yaitu kehilangan tonus otot

secara tiba – tiba7.

2.6. TATALAKSANA

2.6.1. Penilaian Awal

Langkah pertama dalam pengelolaan pasien yang mengalami kejang adalah untuk

menilai dan mendukung saluran napas, pernapasan dan sirkulasi. Ini akan memastikan

bahwa kejang tidak membahayakan pasokan darah beroksigen ke otak dan tidak

menyebabkan cedera sekunder terhadap hipoksia dan atau iskemia.2,4 Penilaian awal

terdiri dari :

1. Airway

Saluran napas yang bebas adalah syarat pertama. Lakukan penilaian patensi

jalan napas dengan metode look, listen dan feel. Jika jalan napas tidak bebas,

maka kita harus membuka dan menjaganya dengan cara head tilt- chin lift

atau jaw thrust manuver dan memberikan ventilasi dengan bag-valve-mask

jika perlu. Jika jalan napas terganggu karena kejang, mengendalikan kejang

dengan antikonvulsan umumnya akan mengontrol jalan napas. Bahkan jika

jalan napas telah bebas, orofaring mungkin perlu dibersihkan dari sekret oleh

suction. 2,4

2. Breathing

Penilaian kemampuan pernapasan dilihat dari laju pernapasan, suara napas

8

Page 9: REFERAT KEJANG PADA ANAK

yang merintih, ekspansi dada, denyut jantung dan warna kulit. Pemantauan

saturasi oksigen dilakukan dengan menggunakan pulse oksimetry. Jika anak

menderita hipoventilasi, respirasi harus didukung dengan oksigen melalui

perangkat bag-valve - mask. 2,4

3. Circulation

Menilai kecukupan sirkulasi dilakukan dengan palpasi denyut nadi. Capillary

refill time yang lebih dari dua detik, pucat, sianosis serta akral yang dingin

menunjukkan sirkulasi perifer yang tidak adekuat. Jika perlu, lakukan

pemberian cairan intravena. Jika akses pembuluh darah tidak dapat

diperoleh, pemberian antikonvulsan harus diberikan melalui rektal,

intramuskular atau rute bukal. Intraosseous acces (IO) dipergunakan pada

anak-anak dengan tanda-tanda syok jika akses intravena tidak dapat

diperoleh. Akses IO mungkin dibutuhkan untuk administrasi long acting

antikonvulsan jika tidak ada akses intravena setelah dua dosis benzodiazepin.

Berikan 20 mL/kg BB bolus cepat normal saline untuk setiap pasien dengan

tanda-tanda syok, lalu periksa tekanan darah segera setelah pemberian

normal saline atau setelah kejang selesai. Pengambilan tes glukosa darah dan

uji laboratorium tetap diperlukan. Jika terdapat hipoglikemi berikan dextrose

10% sebanyak 5 mL/kg untuk pasien yang hipoglikemi tersebut. 2,4

4. Disability

Menilai fungsi neurologis dengan skor AVPU (Alert, Voice, Pain,

Responsive) tidak dapat diukur secara bermakna selama kejang yang disertai

dengan penurunan kesadaran. Ukuran dan reaksi pupil harus diperhatikan.

Perubahan pupil dapat terjadi selama kejang tetapi mungkin juga hasil dari

keracunan opiat, amfetamin, atropin dan trisiklik atau peningkatan tekanan

intrakranial.2,4 Perhatikan tanda-tanda defisit neurologis fokal, baik selama

atau setelah kejang dan perhatikan postur anak, apakah terdapat dekortikasi

atau deserebrasi sikap dimana sebelumnya postur anak normal. Hal ini

menunjukan bahwa terdapat peningkatan tekanan intrakranial, tetapi postur

ini kadang dapat keliru untuk fase tonik-klonik. Carilah kaku kuduk pada

anak dan fontanelle yang membubung pada bayi, yang dapat menunjukkan

tanda – tanda meningitis. Perlu diingat bahwa penggunaan berkepanjangan

atau berulang-ulang dari obat anti konvulsan dapat menyebabkan depresi

kesadaran. 2,4

9

Page 10: REFERAT KEJANG PADA ANAK

5. Exposure

Carilah ruam dan memar sebagai tanda-tanda cedera. 2,4

2.6.2. Menilai Kembali ABC

Tanda-tanda vital harus dinilai ulang setiap 15 menit sementara kejang

berlangsung atau setiap 30 menit setelah kejang sampai tingkat kesadaran kembali ke

normal atau setelah setiap pemberian dosis obat anti – epilepsi. Jika memungkinkan

beri pula pemantauan dengan ECG dan pulse-oksimetri. 2,4

2.6.3. Medikasi Pada Kejadian Akut (first and second line anticonvulsant)

Pengobatan dengan obat anti kejang diberikan setelah ABC di stabilisasi. Dahulu

di tahun 1960an obat antiepilepsiyang digunakan dalam pengelolaan kejang telah

berkembang karena ketersediaan obat diazepam intravena. Sekarang obat anti kejang

yang menjadi pilihan pertama adalah benzodiazepin. Hal ini dikarenakan

benzodiazepin dapat dengan cepat mengkontrol kejang dengan efek samping yang

minimal. Selain itu benzodiazepin dapat diberikan dari beberapa rute dan dapat

diberikan kembali dalam waktu singkat.2

Obat anti kejang yang menjadi pilihan kedua, untuk kejang refrakter harus

kompatibel dengan obat pilihan pertama. Idealnya bekerja secara sinergis tanpa efek

samping dan menjadi lebih efektif dalam mencegah berkelanjutan kejang. Pilihan obat

lini kedua tersebut adalah fenitoin dan fenobarbital.2

Dalam pemilihan obat anti konvulsan, hasil yang diinginkan adalah yang paling

cepat menghentikan kejang akut dengan efek samping terkecil dan biaya yang

minimal. Persyaratan obat tersebut belumlah cukup karena harus pula meliputi

kemudahan pemberian dan tersedianya obat tersebut di pasaran. Pengobatan dini

sangat penting,karena setelah kejangditetapkan selama lebih dari 15 menit,

penangannanya akan lebih sulit. Protokol penanganan kejang berbasis lini ini

digunakan di tiga rumah sakit anak-anakdi New South Wales. Protokol inipun telah di

akui oleh Advance Paediatric Life Support (APLS) di Inggris pada tahun 2000.2

2.6.3.1. Terapi Lini Pertama

1. Diazepam

Digunakan secara intravena dan rectal sejak 1965. Pemberian

intravena menghasilkan kontrol kejang yang cepat pada sekitar 80%

pasien. Setelah pemberian rektal, kadar serum terapeutik terlihat dalam

lima menit dan kontrol kejang yang cepat terjadi pada hingga 80%.

10

Page 11: REFERAT KEJANG PADA ANAK

Sementara mungkin ada manfaat dari diazepam intravena berikutnya di

pasien yang tidak responsif terhadap terapi, kejang menetap

terhadapdosis rektal tunggal (kejang resisten) maka pasien tersebut

membutuhkan pengobatan lini kedua 2

2. Midazolam

Midazolam sekarang telah menggantikan diazepam sebagai obat

pilihan pertama sebelum akses vena dapat diperoleh, karena rute

pemberian yang lebih disukai yaitu melalui bukal tidak seperti diazepam

yang melalui rektal. Midazolam sangat efektif sebagai lini pertama

antikonvulsan karena menghentikan sebagian besar kejang dalam satu

menit setelah injeksi intravena dari 0,1-0,3 mg/kg dan secara

intramuskular dalam waktu 5-10 menit. Dosis tunggal midazolam bukal

0,5mg /kg telah terbukti meminimalisir risiko depresi pernapasan.2

3. Paraldehyde

Paraldehyde telah digunakan sebagai supposituria untuk pengobatan

kejang sejak awal 1930. Paraldehyde sekarang diberikan secara rektal

Administrasi dubur dapat ditoleransi dengan baik dan menghasilkan

onset kontrol kejang yang cepat dan efek depresi pernafasan yang kurang

minimal.2

2.6.3.2. Terapi Lini Kedua (epilepsi status refraktori)

1. Fenitoin

Fenitoin dikenal sebagai non sedating anti - convulsant pertama. Dalam

dosis intravena 20 mg/kg untuk anak-anak, kejang terkontrol dengan

baik di 60-80% pasien dalam 20 menit. Fenitoin memiliki efek depresi

pernapasan yang lebih kecil daripada fenobarbital. Fenitoin telah diakui

sebagai pilihan pertama anti konvulsan lini kedua oleh British Working

Party.2

2. Fenobarbital

Fenobarbital telah digunakan dalam kontrol kejang sejak tahun 1912 dan

digunakan di seluruh dunia. Jika dibandingkan dengan anti konvulsan

yang lainnya, fenobarbital dianggap lebih murah dan sangat efektif.

Setelah pemberian intravena terdapat distribusi bifasik dan sangat

menyebar melalui seluruh pembuluh darah termasuk pembuluih darah

11

Page 12: REFERAT KEJANG PADA ANAK

otak. Meskipun penetrasi ke otak telah dilaporkan terjadi 12-60 menit

setelah pemberian, penetrasi ini terjadi lebih cepat dalam status

epileptikus karenapeningkatan aliran darah otak. Fenibarbital digunakan

sebagai anti konvulsan lini kedua pada periode neonatal. Dosis

pemberian adalah 5-10 mg/kg.2

Gambar 1. Assesment and Initial Management of Seizures in Children2

2.6.4. Tatalaksana Kejang Demam

12

Page 13: REFERAT KEJANG PADA ANAK

Kecenderungan sifat kejang demam adalah singkat dan kejang biasanya telah

berhenti saat sampai diruang UGD. Penatalaksanaan kejang demam pada anak

mencakup tiga hal yaitu :

1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi

vital tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan

utama, oleh karena mempunyai masa kerja yang singkat. Jika tidak ada

diazepam, dapat digunakan luminal suntikan intramuskular ataupun yang

lebih praktis midazolam intranasal.10 Jika kejang masih terlihat maka

penanganan dengan intra vena diazepam dan lorazepam adalah mutlak.1

2. Mencari dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan pungsi

lumbal pada saat pertama kali terjadinya kejang demam. Pungsi lumbal

dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun karena gejala neurologis sulit

ditemukan.10

3. Pengobatan profilaksis

Hilang timbul (intermittent) : anti konvulsan segera diberikan pada waktu

pasien demam (suhu rektal lebih dari 38◦C) dengan menggunakan diazepam

oral atau rektal, klonazepam atau kloralhidrat supositoria.10

Terus menerus : dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat tiap hari

untuk mencegah berulangnya kejang demam10

Diazepam rektal (0,5 mg /kg) atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus diberikan jika akses

intravena tidak dapat diberikan. Midazolam yang diberikan secara bukal (0,5 mg/kg; dosis

maksimal 10 mg/kg) lebih efektif daripada diazepam rektal untuk anak.1 Pemberian

midazolam secara bukal dicapai dengan mengalirkan sesuai dosis antara pipi dan gusi dari

rahang bawah dengan pasien dalam posisi pemulihan dari fase kejang. Penyerapan teknik

ini secara langsung melalui mukosa bukal, memberikan hasil yang lebih cepat daripada

midazolam yang ditelan.2 Lorazepam yang diberikan secara intravena setidaknya sama

efektifnya dengan diazepam intravena dan berhubungan dengan efek samping yang lebih

sedikit (termasuk depresi pernafasan) dalam pengobatan kejang tonik klonik akut.1

13

Page 14: REFERAT KEJANG PADA ANAK

Gambar 2. Alur Penangan Kejang Demam1

2.6.5. Tatalaksana Intractable Seizures

Pada penanganan intractable seizure, terdapat beberapa obat yang masih

digunakan. Penggunaan obat – obatan tersebut hanya dipakai pada beberapa kasus

penyakit dengan kondisi intactable seizure, obat – obatan tersebut adalah :

1. Valproate (Depacote)

Asam valproat dapat digunakan pada penanganan kasus kejang Lennox

– Gustaut Syndrome. Dosis maintenance yang dipakai sekitar 10-60

mg/kg/hari, diberikan sebanyak 2 hingga 4 kali sehari. Dosis harian harus

dimulai pada dosis 10 mg/kg/hari dan ditingkatkan sebanyak 10 mg/kg/hari

setiap minggunya sampai level serum terapeutik tercapai yaitu 50-100 µg/ml.

14

Page 15: REFERAT KEJANG PADA ANAK

Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan traktus gastrointestinal,

kenaikan berat badan, mengantuk, dan alopesia. Tremor dan trombositopenia

merupakan dose related effect. Untuk anak dibawah usia 2 tahun dapat

meningkatkan resiko toksisitas hepar dan pankreatik. Asam valproat juga

mengganggu metabolisme dari obat antikonvulsan lain yaitu meningkatkan

jumlah obat fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, diazepam, clonazepam, dan

ethosuksamid di dalam darah.7

2. Lamotrigine (Lamictal)

Obat ini juga dapat digunakan untuk pengobatan kejang pada Lennox –

Gustaut syndrome. Dosis maintenance yang digunakan sekitar 5-15

mg/kg/hari, tetapi dikarenakan obat ini mengganggu kerja antikonvulsan

lainnya, penetapan dosis harus dilakukan ketika diberikan bersamaan dengan

antikonvulsan lainnya. Lamictal harus diberikan dosis rendah pada awal

pemberian jika diberikan pada pasien yang mengkonsumsi asam valproat dan

pada dosis tinggi jika diberikan pada pasien yang juga meminum fenitoin,

karbamezepin, fenobarbital, atau pirimidon. Efek samping dari obat ini

adalah gangguan traktus gastrointestinal, somnolen, pusing, sakit kepala, dan

diplopia. Efek yang paling mengkhawatirkan adalah munculnya ruam

kemerahan di kulit yang dapat merupakan tanda – tanda dari Stevens –

Johnson syndrome7. Pada studi yang dilakukan pada Shahid Sadoughi

Hospital di Iran yang dilakukan oleh Fallah R, et al, meneliti 22 anak laki –

laki dan 18 anak perempuan yang mengalami intractable epilepsy dengan

Lennox –Gastaut syndrome didapatkan hasil nilai rata – rata angka kejadian

kejang selama penelitian yang dihitung setiap minggu dan dilakukan sebelum

dan sesudah pemberian lamotrigin mengindikasikan bahwa penggunaan

lamotrigin efektif dalam mengurangi kejang dan disarankan menjadi terapi

tambahan pada penanganan intractable epilepsi pada kasus Lennox –Gastaut

syndrome.11

3. Felbamate (Felbatole)

Obat ini dipakai untuk refractory seizure yang tidak dapat ditangani

dengan pengobatan lain. Penggunaan obat ini sebagian besar dipakai untuk

Lennox – Gustaut syndrome. Dosis yang diberikan sekitar 15-45 mg/kg,

diberikan 3 sampai 4 kali sehari. Pemberian harus dimulai dengan dosis yang

paling rendah berdasarkan kisaran dosis terapeutik dan harus digunakan

15

Page 16: REFERAT KEJANG PADA ANAK

sebagai terapi tunggal dikarenakan resiko terjadinya efek samping lebih

tinggi jika diberikan bersamaan dengan antikonvulsan lain. Pada interaksi

obat, felbamat meningkatkan kadar serum fenobarbital, fenitoin, asam

valproat, dan menurunkan kadar karbamazepin. Efek samping yang dapat

disebabkan obat ini adalah anoreksia, nausea, vomiting, insomnia, dan letargi

dengan efek samping yang dikhawatirkan yaitu anemia aplastik dan

hepatotoksisitas berat. Semua anak yang mendapatkan obat ini disarankan

untuk selalu dipantau dengan pemeriksaan laboratorium darah rutin dan

fungsi hati.7

4. Vigabatrin (Sabril)

Obat ini efektif digunakan pada kasus refractory partial seizure. Dosis

maintenance yang dipakai adalah 30-150 mg/kg/hari dan diberikan sehari

atau dua hari sekali. Jika setelah pemberian, kondisi kejang pasien tidak

terdapat kemajuan, hal tersebut berarti obat tersebut resisten.7

5. Topiramate (Topamax)

Obat ini efektif digunakan pada pengobatan Lennox – Gustaut

syndrome dan refractory complex partial seizure. Dosis yang diberikan

pertama kali yaitu 1 mg/kg/hari dengan dosis target maintenance sebesar 3-9

mg/kg/hari. Interaksi dengan obat antikonvulsan lainnya sangat sedikit.

Topiramat memiliki beberapa efek samping yang sangat mengkhawatirkan

yaitu masalah kepribadian yang paling umum terjadi pada anak – anak. Efek

samping lain yang dapat terjadi adalah anoreksia, penurunan berat badan,

masalah dalam tidur, kelelahan, sakit kepala, diplopia, gangguan bicara. Efek

samping yang serius dari topiramat adalah nefrolitiasis dan harus hati – hati

pada pemberian topiramat kepada pasien yang memiliki riwayat batu ginjal

atau sedang dalam ketogenic diet.7

6. Tiagabine (Gabitril)

Obat ini dipakai untuk terapi tambahan pada kasus refractory partial

seizure. Dosis pemberian diawali dengan 0,1 mg/kg/hari dan dinaikkan

hingga mencapai dosis target yaitu 0,5-1 mg/kg/hari sampai dapat

mengontrol kejang secara adekuat. Efek samping yang disebabkan oleh obat

ini adalah kelelahan, pusing, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, dan mood

depresi.7

7. Levetiracetam (Keppra)

16

Page 17: REFERAT KEJANG PADA ANAK

Obat ini efektif sebagai terapi tambahan pada refractory partial

seizures pada anak – anak usia 6 sampai 12 tahun. Dosis maintenance sekitar

10 sampai 60 mg/kg/hari. Efek samping pada anak – anak adalah sakit

kepala, anoreksia, kelelahan, dan infeksi termasuk rinitis, otitis media,

gastroenteritis, dan faringitis. Pemakaian pada orang dewasa dilaporkan

dapat mengakibatkan leukopenia tetapi tidak pernah didapatkan pada pasien

anak.7

8. Oxcarbazepine (Trileptal)

Pada suatu studi yang dilakukan di Iran University of Medical Science

dan Shahid Beheshti of Medical Science di Iran yang dilakukan oleh Azita

Tavassoli, et al, menyimpulkan oxcarbazepin efektif untuk mengontrol

intractable seizure pada anak – anak. Respon yang paling baik ditunjukkan

oleh pasien dengan partial epilepsy dan pasien dengan mixed type seizure

memberikan respon yang paling sedikit. Dosis rata – rata untuk mengontrol

kejang adalah 45 mg/kg/hari. Pada studi ini didapatkan efek samping

kemerahan pada kulit dan didapatkan riwayat reaksi kulit terhadap

karbamazepin pada pasien tersebut sehingga harus dikeluarkan dari studi.

Dan efek samping lain yang ditunjukkan adalah pada pemberian dosis yang

tinggi menyebabkan diplopia dan pusing kepala yang langsung menghilang

jika dosis obatnya diturunkan. Efek samping lain yang terlihat yaitu

asimptomatik transient hyponatremia, mengantuk, sakit kepala, nausea dan

muntah, ataksia dan agitasi. Semua efek samping tersebut terlihat pada

pemberian awal dan menghilang setelah beberapa hari. Pada studi ini,

komplikasi serius seperti depresi sumsum tulang dan gangguan pada hepar

maupun ginjal ntidak ditemukan.12

Jika pada pemakaian obat – obatan tersebut tidak terdapat adanya kemajuan berarti

penanganan dengan menggunakan obat sudah gagal dalam mengendalikan kejang dan harus

disarankan untuk dilakukan penanganan dengan cara lain. Salah satunya adalah dengan cara

diet ketogenik.7

Diet ini juga efektif sebagai penanganan infantile spasm dan Lennox – Gastaut

syndrome. Hasil studi yang dilakukan menyatakan terjadi pengurangan sekitar 50% sampai

70% kejang pada anak – anak dengan penanganan diet ketogenik ini. Inti dari terapi ini

adalah puasa. Dimana kondisi puasa dalam jangka waktu panjang akan menciptakan kondisi

ketosis yang mengurangi kejang pada anak. Terapi dengan cara ini dilakukan sekitar 5 hingga

17

Page 18: REFERAT KEJANG PADA ANAK

7 hari dengan dirawat di rumah sakit hingga kondisi ketosis dicapai. Terapi ini dapat

menyebabkan hipoglikemia selama fase puasa dan kadar gula darah pasien harus selalu

dipantau selama dilakukannya terapi ini. Muntah dan dehidrasi terkadang juga terjadi selama

fase terapi ini. Lalu diet dengan 3 atau 4 porsi lemak dan 1 porsi karbohidrat dalam sehari

diberikan dan pemberian suplemen diberikan untuk menghindari defisiensi vitamin. Pada

terapi ini, abnormalitas metabolik dapat terjadi yaitu renal tubular asidosis, hypoproteinemia,

dan elevasi kadar enzim hati dan pankreas. Efek lain yang dapat terjadi yaitu infeksi dan QT

interval yang memanjang. Oleh karena itu, pemeriksaan EKG dan evaluasi kondisi metabolik

pasien harus diperhatikan sebelum diet ini dimulai. Evaluasi laboratorium harus dilakukan

sepanjang diet ini dilakukan.7

Selain penanganan dengan diet ketogenik ini dapat juga dilakukan penanganan lain.

Ketika seseorang mengalami kondisi intractable seizure dan tidak memberi respon terhadap

pemberian obat terdapat pendekatan lain yang harus dilakukan untuk menangani kejang

tersebut. Salah satu caranya dengan stimulasi nervus vagus.13

Nervus vagus berjalan mulai dari leher ke dada hingga ke abdomen dan serat

tambahan menghubungkan nervus vagus ke otak. Stimulasi nervus vagus mengganggu

kerentangan otak untuk mengalami serangan kejang. Beberapa studi ilmiah, yang hasilnya

disetujui oleh US Food and Drug Administration, menunjukkan penurunan kejang ketika

nervus vagus di stimulasi oleh listrik. Stimulasi listrik dilakukan melalui battery – powered

metal stimulator yang ditanam di bawah kulit dada pasien lalu dihubungkan dengan kabel

yang menghubungkan kabel ke nervus vagus sinistra dan lalu dialiri listrik sebagai stimulasi

pada siklus yang diprogram. Biasanya stimulasi dilakukan selama 30 detik dan diistirahatkan

selama 5 menit. Beberapa orang terkadang mendapatkan hasil yang memuaskan tetapi

terkadang terdapat beberapa orang yang tidak merasakan perubahan apapun. Hasil terapi

stimulasi nervus vagus tidak dapat diprediksi. Kejang yang dialami pasien bisa berkurang

secara drastis tetapi tidak dapat menghilangkan kejang tersebut secara total. Efek samping

penggunaan cara ini adalah batuk dan suara nafas deperti mendengkur dan terjadi biasanya

pada saat stimulasi dilakukan.13

Selain penanganan dengan stimulasi nervus vagus, yang dapat dilakukan pada

intractable seizure yaitu operasi pada area otak yang mencetuskan terjadinya kejang.13

Operasi biasanya menjadi pilihan terakhir dalam penanganan kejang. Rasio

kesuksesan unruk menghentikan kejang sekitar 50– 90% tergantung penyebab dari kejang

tersebut dan lokasi dari kelainan yang terdapat di otak.13

18

Page 19: REFERAT KEJANG PADA ANAK

2.6.6. Edukasi Keluarga Perjalanan Penyakit dan Rekurensi

Edukasi pasien dan pendidikan keluarga merupakan bagian integral dari pengelolaan

kejang demam. Langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain:

1. Membantu keluarga untuk mengatasi pengalaman yang menakutkan dan

menyingkirkan asumsi bahwa anak mereka akan meninggal saat kejang

demam pertama dengan kesepakatan keluarga untuk memahami prognosis

dari kejang.

2. Memastikan keluarga mengerti bahwa tidak ada peningkatan risiko

keterlambatan intelektual jika kejang kurang dari 30 menit.

3. Memberikan keluarga informasi tentang risiko kekambuhan kejang

berikutnya.1

2.6.7. Rekurensi

Risiko untuk terjadinya kekambuhan setelah kejang pertama adalah sekitar 33%.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan kekambuhan meliputi kejang

demam pertama pada usia muda, riwayat keluarga kejang demam, durasi pendek demam

sebelum kejang atau demam yang relatif rendah pada saat kejang awal. Terdapat faktor

genetik yang mempengaruhi terjadinya kejang. Hal ini terlihat dari risiko saudara kandung

untuk menderita kejang adalah sekitar 10-20% dan dapat lebih tinggi jika orang tua juga

memiliki riwayat kejang. Profilaksis terus menerus dengan obat antiepilepsi tidak

dianjurkan.1

2.6.8. Penanganan Pertama Saat di Rumah

Hal yang harus dilakukan pertama saat dirumah dan berhadapan dengan anak yang

sedang kejang adalah tetap tenang dan jangan panik, jangan memaksa atau memasukkan

sesuatu ke dalam mulut. Pastikan pasien aman dengan menempatkan mereka pada lantai dan

menyingkirkan benda-benda yang bisa melukai mereka. Perhatikan waktu saat mulai dan

berhentinya kejang, karena hal ini penting untuk diketahui dokter. Setelah kejang berhenti,

tempatkan pasien dalam posisi tidur pada salah satu sisinya dan membuat mereka nyaman.

Jangan mengguncang pasien untuk membangunkan mereka atau menahan pasien saat pasien

mengalami kejang aktif. Bawalah pasien ke dokter atau instansi kesehatan setempat sesegera

mungkin.14

19

Page 20: REFERAT KEJANG PADA ANAK

BAB III

KESIMPULAN

Kejang adalah perubahan aktivitas motorik abnormal yang tanpa atau disertai dengan

perubahan perilaku yang sifatnya sementara yang disebabkan akibat perubahan aktivitas

elektrik di otak.

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam,

hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan

overdosis obat. Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal tidak perlu

untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas dan

penghentian kejang adalah prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.

Penatalaksanaan kegawatdaruratan kejang harus diketahui dan dilakukan dengan

tepat. Pertama kali yang harus dilakukan adalah menilai dan mendukung saluran napas,

pernapasan dan sirkulasi untuk memastikan bahwa kejang tidak membahayakan pasokan

darah beroksigen ke otak dan tidak menyebabkan cedera sekunder terhadap hipoksia dan atau

iskemia.

Penatalaksanaan kedua adalah tanda-tanda vital harus dinilai ulang setiap 15 menit

sementara kejang berlangsung atau setiap 30 menit setelah kejang sampai tingkat kesadaran

kembali ke normal atau setelah setiap pemberian dosis obat anti-epilepsi.

Pengobatan dengan obat anti kejang diberikan setelah ABC di stabilisasi. Terapi lini

pertama adalah diazepam, midazolam dan paraldehyde. Terapi lini kedua adalah fenitoin dan

fenobarbital.

Edukasi terhadap keluarga juga sangat penting dalam penanganan kegawatdaruratan

pasien kejang di rumah. Keluarga harus tetap tenang dan jangan panik, jangan memaksa atau

memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Pastikan pasien aman dengan menempatkan mereka

pada lantai dan menyingkirkan benda-benda yang bisa melukai mereka. Perhatikan waktu

saat mulai dan berhentinya kejang, karena hal ini penting untuk diketahui dokter Setelah

kejang berhenti, tempatkan pasien dalam posisi tidur pada salah satu sisinya dan membuat

mereka nyaman. Jangan mengguncang pasien untuk membangunkan mereka atau menahan

pasien saat pasien mengalami kejang aktif dan bawalah sesegera mungkin pasien ke dokter

untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

20

Page 21: REFERAT KEJANG PADA ANAK

DAFTAR PUSTAKA

1. Guidelines and Protocols Advisory Committe. Febrile Seizure. British Columbia

Medical Association. 2010.

2. Children and Infants with Seizures-Acute Management Clinical Guidelines. NSW

Department of Health. 2009.

3. Febrile Seizures: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child With a

Simple Febrile Seizure. Pediatrics. 2011 Feb:2(127);390-394

4. Convulsions in Children. Pediatric Guidelines. 2006. October;1-3

5. Sampson HA dan Leung D. Seizures in Childhood. Di dalam: Kliegman et al. Nelson

Textbook of Pediatrics, 18th edition. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007.

6. Fauci A, Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, et al. Epilepsy. Di

Dalam: Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition: McGraw Hill. 2008.

7. Friedman M.J, Sharrieff G. Q. Seizures in Children. Pediatric Clin N Am.

2006;53:257-277

8. Major P, Thiele E.A. Seizures in Children: Determining the Variation. Pediatrics in

Review. 2007;28:363-371.

9. Breton A. N. Seizures: Stages, Types, and Care. 10th Emergency & Critical Care UK

Annual Congress. 2013

10. Deliana M. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2002:2(4);59-62.

11. Fallah R, Karbasi A.S, Golestan M. Efficacy and Safety of Lamotrigene in Lennox –

Gastaut Syndrome. Iran Journal Child Neurology. 2009 December;33-38.

12. Tavazolli A,Ghofrani M,Rouzrokh M,Eznollah A.Efficacy of Oxarbazepine Add – On

Therapy on Intractable Seizures in Children. Journal of Neuroscience and Behavioural

Health, 2010 September;3:30-34.

13. Rudolph C, Rudolph A, Lister G, First L, Gershon A. Rudolph’s Pediatrics 22nd

Edition. San Fransisco:McGraw-Hill. 2012.

14. Febrile Convulsions in Children. Victoria Departement of Health. December 2010.

21