Referat-kandidiasis

34
BAB I PENDAHULUAN Kandidiasis adalah infeksi jamur tersering pada manusia. Di Amerika Serikat, 80 juta penduduk menderita gangguan kesehatan yang disebabkan Candida. Kandidiasis terjadi di seluruh dunia dan menyerang segala usia, baik laki-laki maupun wanita, tetapi data menunjukkan 70% penderitanya adalah wanita. Di Indonesia, dialaporkan 84% penderita AIDS yang dirawat di RSCM juga menderita kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur oportunistik candida albicans (Kuswadji, 2006). Candida merupakan jamur komensal yang antara lain hidup dalam rongga mulut, saluran pencernaan, dan vagina. Akan tetapi, jika keseimbangan flora normal seseorang terganggu atatupun pertahanan imunnya menurun, maka sifat komensal candida ini d ini dapat berubah menjadi pathogen. Beberpaa spesies antara lain C. albicans, C. stellatoidea, dan C. tropicalis yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Dari beberapa spesies tersebut, C. albicans dianggap sebagai spesies paling pathogen dan menjadi penyebab utama terjadinya kandidiasis (Kuswadji, 2006; Madgalena, 2009). Meningkatnya prevalensi kendidiasis juga disebabkan oleh berbagai faktor predisposisi, seperti rendahnya daya tahan tubuh hospes; pasien menjalani pengobatan dengan antibiotik spectrum luas dalam jangka lama; 1

description

kandida

Transcript of Referat-kandidiasis

Page 1: Referat-kandidiasis

BAB I

PENDAHULUAN

Kandidiasis adalah infeksi jamur tersering pada manusia. Di Amerika

Serikat, 80 juta penduduk menderita gangguan kesehatan yang disebabkan

Candida. Kandidiasis terjadi di seluruh dunia dan menyerang segala usia, baik

laki-laki maupun wanita, tetapi data menunjukkan 70% penderitanya adalah

wanita. Di Indonesia, dialaporkan 84% penderita AIDS yang dirawat di RSCM

juga menderita kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur oportunistik candida

albicans (Kuswadji, 2006).

Candida merupakan jamur komensal yang antara lain hidup dalam rongga

mulut, saluran pencernaan, dan vagina. Akan tetapi, jika keseimbangan flora

normal seseorang terganggu atatupun pertahanan imunnya menurun, maka sifat

komensal candida ini d ini dapat berubah menjadi pathogen. Beberpaa spesies

antara lain C. albicans, C. stellatoidea, dan C. tropicalis yang dapat menyebabkan

infeksi pada manusia. Dari beberapa spesies tersebut, C. albicans dianggap

sebagai spesies paling pathogen dan menjadi penyebab utama terjadinya

kandidiasis (Kuswadji, 2006; Madgalena, 2009).

Meningkatnya prevalensi kendidiasis juga disebabkan oleh berbagai faktor

predisposisi, seperti rendahnya daya tahan tubuh hospes; pasien menjalani

pengobatan dengan antibiotik spectrum luas dalam jangka lama; iritasi kronik

akibat pemakaian protesa yang tidak sesuai (Kuswadji, 2006).

1

Page 2: Referat-kandidiasis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kandidiasis adalah penyakit infeksi primer atau sekunder yang

menyerang kulit, kuku, selaput lendir dan alat dalam yang disebabkan oleh

berbagai spesies Candida (Sutanto, 2008).

2.2. Etiologi

Penyebab yang tersering ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari

kulit, mulut, selaput mukosa vagina. Genus Candida merupakan sel ragi

uniseluler yang termasuk ke dalam Fungi imperfecti atau Deuteromycota,

kelas Blastomycetes yang memperbanyak diri dengan cara bertunas, famili

Cryptococcaceae. Genus ini terdiri lebih dari 80 spesies, yang paling patogen

adalah C. albicans selain itu adalah C. Glabrata, C. tropicalis, C.

parapsilosis, C. guillermondii dan C. Krusei. C.albicans merupakan

penyebab tersering (60-75%) berbagai manifestasi klinis (Syarifuddin, 2002).

Candida adalah penyebab tersering ruam bokong pada bayi, dimana

daerah tersebut sangat lembab. Infeksi kandida umumnya terjadi terutama

pada penderita diabetes dan obesitas. Antibiotik dan kontrasepsi oral

meningkatkan risiko terjadinya kandidiasis kutaneus (Scott, 2009).

2.3. Epidemiologi

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur,

baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak

jelas tetapi insidensi diduga lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini

lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi

(Kuswadji, 2008; Siregar, 2004). Infeksi superfisialis pada umumnya

disebabkan oleh Candida albicans, sedangkan infeksi sistemik lebih

bervariasi, kurang dari 50 % disebabkan oleh Candida non Candida albicans

(Sutanto, 2008).

2

Page 3: Referat-kandidiasis

2.4. Faktor Risiko

Faktor risiko yang berperan dalam perubahan sifat Candida dari

komensal menjadi patogen meliputi faktor endogen dan faktor eksogen. Pada

faktor endogen dipengaruhi oleh keadaan fisiologik, faktor yang berpengaruh

antara lain kehamilan, usia pasien yang sangat muda atau sangat tua serta

siklus menstruasi pada pasien wanita, selain itu beberapa faktor yang turut

mempengaruhi perubahan tersebut diantaranya adalah keadaan malnutrisi

(defisiensi riboflavin) penyakit endokrin seperti diabetes melitus serta

penyakit keganasan. Di samping itu pengobatan dengan antibiotik,

kortikosteroid, sitostatik maupun imunosupresan juga dapat meningkatkan

prevalensi kandidiasis.

Sementara faktor eksogen yang berpengaruh terhadap terjadinya

kandidiasis antara lain adalah iklim panas dan kelembaban menyebabkan

perspirasi meningkat, kebersihan kulit, kebiasaan berendam kaki dalam air

yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur,

ontak dengan penderita (misal pada trush atau balanopositis) (Kuswadji,

2008). Faktor risiko berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida

albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia

karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. (Sutanto, 2008).

2.5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang muncul dapat berupa gatal yang mungkin sangat

hebat. Terdapat lesi kulit yang kemerahan atau terjadi peradangan semakin

meluas, makula atau papul, mungkin terdapat lesi satelit (lesi yang lebih kecil

yang kemudian menjadi lebih besar). Lesi terlokalisasi di daerah lipatan kulit,

genital, bokong, di bawah payudara atau di daerah kulit yang lain. Infeksi

folikel rambut (folikulitis) mungkin seperti “pimple like appearance” (Scott,

2009).

Berdasarkan tempat yang terkena Conant dkk. (1971), membaginya

menjadi kandidiasis selaput lendir, kandidiasis kutis, kandidiasis sistemik,

dan reaksi id. (kandidid).

3

Page 4: Referat-kandidiasis

1. Kandidiasis selaput lendir

a. Kandidiasis oral (thrush),

b. Perleche

c. Vulvovaginitis

d. Balanitis atau balanopostitis

e. Kandidiasis mukokutan kronik

f. Kandidiasis bronkopulmonar dan paru.

2. Kandidiasis kutis meliputi

a. Lokalisata yaitu daerah intertriginosa dan daerah perianal

b. Generalisata

c. Paronikia dan onikomikosis

d. Kandidiasis kutis granulomatosa.

3. Kandidiasis sistemik meliputi

a. Endokarditis

b. Meningitis

c. Pielonefritis

d. Septikemia

4. Reaksi id. (kandidid)

1) Kandidiasis selaput lendir

a. Trush

Merupakan Pseudomembranous candidiasis atau biasa disebut

thrush merupakan jenis oral candidiasis yang paling sering dijumpai.

Jenis ini biasanya dijumpai pada bayi dan orang yang sangat lemah.

Thrush pada dewasa bisa merupakan pertanda adanya gangguan

kekebalan, kemungkinan akibat diabetes atau AIDS. Jenis ini juga

dijumpai pada orang yang melakukan terapi kortikosteroid dan yang

mengalami penurunan sistem imun seperti HIV. Jenis ini dapat dikenali

dengan adanya lesi berwarna putih menyerupai gumpalan keju atau susu

pada mukosa bukal mulut. Lesi putih tersebut tersusun atas kumpulan

hype kusut, ragi, sel-sel epitel, sel api, fibrin dan debris (Neville, 2002).

Lesi ini umumnya tidak nyeri dan dapat dilepaskan dengan mudah akan

4

Page 5: Referat-kandidiasis

tetapi meninggalkan permukaan yang berdarah. Pada orang dewasa lebih

sering terjadi inflamasi, eritema, dan terkikisnya bagian mulut yang

menimbulkan rasa menyakitkan (Kuswadji, 2008).

Gejala lain yang dialami pasien yang timbul akibat

pseudomembranous candidiasis ini yaitu rasa makanan buruk dan

terkadang tidak berasa serta sensasi terbakar pada mulut dan

kerongkongan. Selain itu, lesi putih tersebut sering hilang secara spontan

sebagai akibat dari meningkatnya kondisi pasien (Brooks, 2007). Pada

glositis kronik, lidah tampak halus dengan papila yang atrofik atau lesi

berwarna putih di tepi atau di bawah permukaan lidah. Bercak putih tidak

tampak jelas bila penderita sering merokok.

Gambar 2.1. Trush

b. Perleche

Perleche merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang

menyebabkan retakan dan sayatan kecil. Bisa berasal dari gigi palsu yang

letaknya bergeser dan menyebabkan kelembaban di sudut mulut sehingga

tumbuh jamur. Lesi berupa fisur pada sudut mulut, lesi ini mengalami

maserasi, erosi, basah dan dasarnya eritematosa. Faktor predisposisinya

adalah defisiensi riboflavin (Kuswadji, 2006).

Gambar 2.2. Perleche

5

Page 6: Referat-kandidiasis

c. Kandidiasis vulvovagina

Radang pada vulva dan vagina biasanya sering terdapat pada

penderita diabetes melitus (kencing manis) karena kadar gula di dalam

darah dan air seni yang tinggi dan pada wanita hamil karena

penimbunan glikogen dalam epitel vagina. Keluhan utama ialah gatal

di daerah vulva. Pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri

sesudah BAK, dan nyeri saat senggama.

Pada pemeriksaan yang ringan, tampak kemerahan di bibir vagina

dan vagina terutama 1/3 bagian bawah. Sering pula terdapat kelainan

yang khas ialah bercak-bercak putih kekuningan. Pada kelainan yang

berat juga terdapat bengkak pada bibir vagina dan luka yang dangkal

pada bibir vagina dan sekitar vagina.

Keputihan pada kandidosis vagina berwarna kekuningan. Tanda

yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalan seperti kepala susu

berwarna putih kekuningan. Gumpalan tersebut berasal dari bagian

yang terlepas dari dinding vagina terdiri atas sel-sel yang mati, sel-sel

epitel, dan jamur (Kuwadji, 2008).

Gambar 2.3. Kandidiasis Vulvovagina

d. Balanitis

Sering terjadi pada penderita diabetes atau pria yang pasangannya

menderita infeksi vagina. Biasanya infeksi menyebabkan ruam bersisik

pada bagian bawah penis, dan menimbulkan nyeri, gatal, timbulnya

bercak putih pada glans penis, dan mudah berdarah. (Kuswadji, 2008)

6

Page 7: Referat-kandidiasis

Gambar 2.4. Balanitis

e. Kandidiasis mukokutan kronik

Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan fungsi leukosit atau

sistem hormonal, biasanya terdapat pada penderita dengan bermacam-

macam defisiensi yan bersifat genetik, umumnya terdapat pada anak-

anak. Gambaran klinisnya mirip penderita dengan defek poliendokrin.

2) Kandidiasis kutis

a. Kandidiasis intertriginosa

Terjadi di lipatan ketiak, lipat paha, lipat payudara, antara jari

tangan dan kaki dan umbilikalis. Biasanya terjadi pada orang-orang

gemuk. Gejalanya berupa bercak kemerahan berbatas tegas, bersisik,

basah, dan dikelilingi lesi-lesi satelit berupa vesikel-vesikel dan

pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah

yang erosif dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi

primer (Kuswadji, 2008).

Gambar 2.5. Kandidiasis Intertriginosa

b. Kandidiasis perianal

Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah.

Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.

7

Page 8: Referat-kandidiasis

Gambar 2.6. Kandidiasis Perianal

c. Kandidiasis kutis generalisata

Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga pada lipat

payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis,

stomatitis dan paronikia. Lesi berupa ekzematoid dengan vesikel-

vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi

karena ibunya menderita kandidiasis vagina atau gangguan

imunologik (Kuswadji, 2008).

d. Paronikia dan onikomikosis (jamur pada kuku)

Infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitarnya ini menyebabkan

rasa nyeri dan peradangan sekitar kuku. Kadang-kadang kuku rusak

dan menebal. Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya

berhubungan dengan air, bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa

kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal,

mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang berwarna kecoklatan,

tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah

kuku seperti pada tinea unguium.

Gambar 2.7. Paronikia Dan Onikomikosis

8

Page 9: Referat-kandidiasis

e. Diaper-rash

Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang

diganti sehingga dapat menimbulkan dermatitis iritan (perdadangan

kulit karena kontak dengan bahan yang menyebabkan iritasi), juga

sering diderita bayi sebagai gejala sisa peradangan kulit di mulut atau

sekitar anus.

Gambar 2.8. Diaper-rash

f. Kandidiasis granulomatosa

Kelainan ini merupakan bentuk yang jarang dijumpai. Manifestasi

kulit berupa pembentukan granuloma yang terjadi akibat penumpukan

krusta serta hipertrofi setempat. Houser dan Rothman melaporkan

bahwa penyakit ini sering menyerang anak-anak, lesi berupa papul

kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan

melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk

sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku,

badan, tungkai, dan tenggorokan (Kuswadji, 2008).

3) Kandidiasis sistemik

a. Endokarditis (peradangan pada katup jantung)

Sering terdapat pada penderita morfinis sebagai akibat komplikasi

penyuntikan yang dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh penderita

sesudah operasi jantung.

b. Meningitis (radang selaput otak)

Terjadi karena penyebaran jamur melalui pembuluh darah,

gejalanya sama dengan meningitis tuberkulosis atau karena bakteri

lain.

9

Page 10: Referat-kandidiasis

4) Reaksi id (Kandidid)

Reaksi yang terjadi akibat adanya metabolit kandida, klinisnya

berupa vesikel-vesikel yang bergerombol, terdapat pada sela jari tangan

atau bagian badan lainnya, mirip dermatofitoid.

Di tempat tersebut tidak ada elemen jamur. Bila lesi kandidosis

diobati, kandidid kan menyembuh. Jika dilakukan uji kulit dengan

kandidin (antigen kandida) memberi hasil positif.

2.6. Patogenesis

Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi

yang komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan gejala klinis, yaitu:

1. Faktor penentu patogenitas kandida adalah (Madgalena, 2009; Conny,

2006):

a) Spesies

Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan

dapat menyebabkan proses pathogen pada manusia.   C. albicans adalah

kandida yang paling tinggi patogenitasnya.

b) Daya lekat

Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube,

sedang germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting

untuk melekat adalah suatu glikoprotein permukaan atau

mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan.

c) Dimorfisme

C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam

kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat

dalam patogenitas kandida. Bentuk blastospora diperlukan untuk

memulai suatu lesi pada jaringan dengan mengeluarkan enzim hidrolitik

yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk hifa yang

melakukan invasi.

10

Page 11: Referat-kandidiasis

d) Toksin

Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen

toksik. Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai

adhesion dalam kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein

intraseluler diproduksi bila C. albicans dirusak secara mekanik.

e) Enzim

Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan

oleh C. albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.

2. Mekanisme pertahanan pejamu (Kuswadji, 2006) : 

a. Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi

kandida. Kerusakan mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor

predisposisi terjadinya kandidiasis.

b. Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan

cairan dalam mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non

spesifik menghambat atau membunuh mikroba. 

c. Fagositosis dan intracellular killing 

Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk memakan dan

membunuh spesies kandida merupakan mekanisme yang sangat penting

untuk menghilangkan atau memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan

bentuk kandida yang siap difagosit oleh granulosit. Sedangkan

pseudohifa karena ukurannya, susah difagosit. Granulosit dapat juga

membunuh elemen miselium kandida. Makrofag berperan dalam

melawan kandida melalui pembunuhan intraseluler melalui system

mieloperoksidase (MPO).

d. Respon imun spesifik

Imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan melawan

infeksi kandida. Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas

seluler pada penderita kandidiasi mukokutan kronik, pengobatan

imunosupresif dan penderita dengan infeksi HIV. Sistem imunitas

humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta yang memperlihatkan

titer antibodi antikandida yang tinggi dapat menghambat fagositosis.

11

Page 12: Referat-kandidiasis

1) Mekanisme imun seluler dan humoral

Tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah menempelnya

kandida pada sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein

permukaan kandida dengan sel epitel. Kemudian kandida

mengeluarkan zat keratinolitik (fosfolipase), yang menghidrolisis

fosfolipid membran sel epitel. Bentuk pseudohifa kandida juga

mempermudah invasi jamur ke jaringan. Dalam jaringan kandida

mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan

reaksi radang akut (Kuswadji, 2006). Lapisan luar kandida

mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan

mengaktifasi komplemen dan merangsang terbentuknya

imunoglobulin. Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigen-

antibodi di permukaan sel kandida, yang dapat melindungi kandida

dari fungsi imunitas tuan rumah. Selain itu kandida juga akan

mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain (Kuswadji,

2006). 

2) Mekanisme non imun

Interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan

mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.

Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi

syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui

bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai

oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan

reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-

molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin,

komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga

berperan dalam aktifitas adhesif. Pada umumnya Candida

albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi baru

terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu (Kuswadji,

2006).

12

Page 13: Referat-kandidiasis

3. Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun

eksogen, antara lain (Kuswadji, 2006; Madgalena, 2009):

a. Faktor endogen :

1) Perubahan fisiologik (Kehamilan, karena perubahan pH dalam

vagina, kegemukan, karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik,

endokrinopati, gangguan gula darah kulit, penyakit kronik :

tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang buruk).

2) Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status

imunologiknya tidak sempurna.

3) Imunologik : penyakit genetik.

b. Faktor eksogen :

1) Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat

2) Kebersihan kulit

3) Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan

maserasi dan memudahkan masuknya jamur.

4) Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.                  Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida

albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia

karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora

berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak

jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan

oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam

jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-

enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase (Madgalena, 2009).

Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut,

feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat

membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh.

Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan sifat

jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai

parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan

lebih lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan

ditemukannya Candida albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam

13

Page 14: Referat-kandidiasis

jaringan. Terjadinya kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya

nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh. Pada

keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan bebas, tetapi yang

masih memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa (Madgalena, 2009).

Rippon (1974) mengemukakan bahwa bentuk blastospora diperlukan

untuk memulai suatu lesi pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa

yang melakukan invasi. Dengan proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada

kandidosis akut biasanya hanya terdapat blastospora, sedang pada yang

menahun didapatkan miselium. Kandidiasis di permukaan alat dalam

biasanya hanya mengandung blastospora yang berjumlah besar, pada stadium

lanjut tampak hifa. Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil

pemeriksaan bahan klinik, misalnya dahak, urin untuk menunjukkan stadium

penyakit. Kelainan jaringan yang disebabkan oleh Candida albicans dapat

berupa peradangan, abses kecil atau granuloma (Madgalena, 2009).

2.8. Diagnosis

Diagnosis kandidiasis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis dapat

diketahui faktor predisposisi dan gejala klinis pada pasien. Tergantung dari

jenis kandidiasis yang dialami.

Dari hasil anamnesis biasanya didapatkan pasien mengeluh gatal-gatal

diserati kemerahan. Gatal-gatal yang dirasakan muncul tiba-tiba dan semakin

lama semakin meluas. Gatal diikuti dengan adanya rasa perih dan awalnya

basah. Karakteristik dari kandidiasis plak eritem batas tegas disertai lesi papul

eritem disekelilingnya (lesi satelit), pseudomembran (pada

mukosa/intertriginosa/interdigitalis).

Efloresensi atau sifat-sifatnya yaitu kulit berupa daerah eritematosa,

erosif, kadang-kadang dengan papula dan bersisik. Pada keadaan kronik,

daerah-daerah likenifikasi, hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan terkadang

berfisura. Sedangkan pada kuku berupa kuku tak bercahaya, berwarna hitam

coklat, menebal, kadang-kadang bersisik. Sekitar kuku eritematosa, erosif

dengan vesikel (Siregar, 2004).

14

Page 15: Referat-kandidiasis

Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat dibantu dengan

adanya pemeriksaan penunjang, antara lain (Kuswadji, 2006):

1. Pemeriksaan langsung

Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH

10% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa

semu.

2. Pemeriksaan biakan

Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa

Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk

mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar

atau lemari suhu 37°C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like

colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan membiakkan

tumbuhan tersebut pada corn meal agar.

3. Pemeriksaan pH vagina

Pada kandidiasis vulvovaginalis pH vagina normal berkisar antara 4,0-

4,5 bila ditemukan pH vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan adanya

bakterial vaginosis, trikhomoniasis atau adanya infeksi campuran.

2.9. Diagnosis Banding

1. Kandidiasis kutis lokalisata dengan (Kuswadji, 2006):

a. Eritrasma

b. Dermatitis intertriginosa

c. Dermatofitosis ( tinea )

2. Kandidiasis kuku dengan tinea unguium

3. Kandidiasis vulvovaginitis dengan :

a. Trikomonas vaginalis

b. Gonore akut

c. Leukoplakia

d. Liken planus 

15

Page 16: Referat-kandidiasis

2.10. Penatalaksanaan

Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian

secara topikal maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis akut maupun

kronik. Kecenderungan saat ini adalah pemakaian regimen antimikosis oral

maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi. Antimikosis untuk

pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk, misalnya krim,

lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam

pemilihan bentuk obat topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan

dengan penderita sebelum memilih bentuk yang lebih nyaman untuk pasien.

Untuk keradangan pada vulva yang ekstensi mungkin lebih baik dipilih

aplikasi lokal bentuk krim. Hendaklah mengingatkan pasien untuk

menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi (Sandy et al, 2000).

Penatalaksanaan untuk kandidiasis antara lain (Kuswadji, 2006):

Non Medikamentosa :

1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi :

a. Pemakaian antibiotik secara hati-hati

b. Menghindari obesitas

c. Menghindari bekerja pada tempat-tempat yang lembap/banyak air

(Siregar, 2004).

2. Higiene sanitasi yang baik :

3. Menghentikan pemakaian obat-obatan yang tidak perlu

4. Mengobati penyakit sistemik yang mendasari

Medikamentosa

1.      Topikal

Obat topikal untuk kandidiasis meliputi:

a.     Larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit,

dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari,

b.    Nistatin: berupa krim, salap, emulsi,

c.     Amfoterisin B,

d.    Grup azol antara lain:

1)      Mikonazol 2% berupa krim atau bedak

2)      Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim

16

Page 17: Referat-kandidiasis

3)      Tiokonazol, bufonazol, isokonazol

4)      Siklopiroksolamin 1% larutan, krim

5)      Antimikotik yang lain yang berspektrum luas (Kuswadji, 2006).

2.      Sistemik

a.    Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna,

obat ini tidak diserap oleh usus.

b.     Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik

c.      Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per

vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200

mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau

dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.

d.    Itrakonazol bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk

orang dewasa 2 x 100 mg sehari selama 3 hari.

3. Khusus:

a. Kandidiasis intertriginosa : pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit

tetap kering dengan penambahan bedak nistatin topikal, klotrimazol

atau mikonazol 2 kali sehari. Pasien dengan infeksi yang luas

ditambahkan dengan flukonazol oral 100 mg selama 1-2 minggu atau

itrokonazol oral 100 mg 1-2 minggu.

b. Diaper disease : Mengurangi waktu area diaper terpapar kondisi panas

dan lembab. Pengeringan udara, sering mengganti diaper dan selalu

menggunakan bedak bayi atau pasta zinc oxide merupakan tindakan

pencegahan yang adekuat. Terapi topikal yang efektif yaitu dengan

nistatin, amfoterisin B, mikonazol atau klotrimazol.

b. Paronikia : pengobatan dengan obat topikal biasanya tidak efektif tetapi

dapat dicoba untuk paronikia kandida yang kronis. Solusio kering atau

solusio antifungi dapat digunakan.Terapi oral yang dianjurkan dengan

itrakonazol atau terbinafin (Lies, 2005).

Penggolongan obat antimikotik

17

Page 18: Referat-kandidiasis

1. Polyenes

Antimikotik golongan polyenes ditemukan pada awal tahun 1950-an.

Golongan polyenes efektif untuk melawan semua spesies ragi karena

berikatan dengan membran sel jamur. Efek pengrusakan membran sel

tergantung kuatnya ikatan antara polyenes dengan sterol khususnya

ergosterol yang banyak dikandung oleh dinding sel jamur, sedangkan

dinding sel manusia banyak mengandung kolesterol (Wolfk et al, 2007).

Golongan polyenes yang paling banyak dipakai adalah nystatin. Obat

ini juga aman diberikan pada wanita hamil. Pemberian peroral tidak dapat

diserap oleh usus dan hanya diberikan peroral untuk mengobati

kandidiasis gastrointestinal saja. Golongan polyenes yang lain adalah

amphoterisin B. Golongan polyenes bekerja dengan cara merusak

membran sel eukariota dan menimbulkan efek toksik pada membran

jamur. Efek kerusakan membran tersebut karena polyenes mempunyai

daya ikat yang tinggi dengan ergosterol yang membentuk membran sel

jamur (Wolfk et al, 2007).

2. Azol

Golongan azol dikembangkan sekitar akhir tahun 1960-an dan

tersedia dalam bentuk sediaan topikal dan sistemik.

3. Imidazol

a. Imidazol merupakan generasi pertama kelompok azol. Mikonazol

adalah imidazol yang pertama di pasaran, yang lainnya adalah:

klotrimazol, ekonazol, ketokonazol, isokonazol, omokonazol,

oksikonazol, fentikonazol dan tiokonazol. Dari semua imidazol hanya

ketokonazol yang mempunyai bentuk oral dan sistemik (Unair, 2007).

b. Cara kerja azol termasuk di sini derivat imidazol maupun triazol adalah

melakukan penghambatan 14a-demethylase, suatu enzim dependent

cytochrom p 450 yang sangat diperlukan untuk sintesa ergosterol.

Golongan imidazol mempunyai efek penyembuhan klinis dan mikologis

sebesar 85-95%. Pemakaian yang hanya satu kali perhari dan lama

18

Page 19: Referat-kandidiasis

pemakaian hanya 1 sampai 7 hari yang dirasakan lebih nyaman untuk

penderita maka banyak dipakai sehingga menggeser pemakaian nystatin

(Conny, 2006).

c. Berbagai macam derivat imidazol digunakan secara topikal, berbagai

penelitian yang telah dilakukan tidak membuktikan bahwa obat yang

satu lebih superior dari yang lainnya. Semuanya menunjukkan

efektifitas yang sama bila diberikan secara topikal, serta bebas dari efek

samping sistemik (Conny, 2006).

d. Sejak imidazol topikal pertama diperkenalkan, klotrimazol 100 mg

selama 6 hari, merupakan terapi jangka panjang. Selanjutnya

kecenderungan terapi diarahkan menjadi jangka pendek, klotrimazol

200 mg diberikan selama 3 hari. Akhir-akhir ini dosis tinggi lokal yang

diberikan hanya 1 kali menjadi lebih disukai (klotrimazol 500 mg)

dibandingkan dengan dosis tunggal peroral dari azol generasi yang

berikutnya. Ketokonazol adalah satu-satunya imidazol yang dapat

diberikan peroral dan sekarang mulai digeser pemakaiannya dengan

azol yang lainnya (Conny, 2006).

4. Triazol

a. Azol generasi ketiga adalah goongan triazol yang dikembangkan pada

tahun 1980. Derivat triazol yang pertama adalah itrakonazol, dan yang

lainnya adalah flukonazol dan terkonazol (Scott, 2009).

b. Efek terapi itrakonazol dosis tunggal yang diteliti pada tikus percobaan

menunjukkan dalam waktu 24 jam obat telah mempengaruhi perubahan

ultrastruktur dinding sel dan dalam waktu 3 hari jamur tereradikasi

sempurna dari epitel vagina. Penelitian lanjutan terhadap jaringan

vagina manusia menunjukkan 200 mg dosis tunggal itrakonazol peroral

memberikan efek penghambatan dalam waktu 3 hari. Pemanjangan efek

itrakonazol diakibatkan karena adanya kemampuan lipofilik obat

tersebut. Akhirnya angka penyembuhan klinis dan mikologis tidak

berbeda untuk terapi jangka pendek peroral dari itrakonazol dengan

pemakaian topikal golongan imidazol (Scott, 2009).

19

Page 20: Referat-kandidiasis

c. Efek samping pemberian obat antimikotik golongan azol umumnya

adalah rasa tidak nyaman pada daerah gastrointestinal, dapat terjadi

gejala hepatotoksis pada pemberian ketokonazol (jarang), sedangkan

reaksi anafilaksis sangat jarang terjadi. Flukonazol secara umum dapat

ditoleransi dengan baik walaupun mempunyai efek gastro intestinal

(mual, muntah) (Scott, 2009).

d. Triazol yang ketiga adalah terkonazol. Terkonazol adalah satu-satunya

triazol yang tersedia dalam bentuk topikal, dengan efektifitas yang sama

dengan triazol bentuk oral. Di Amerika, terkonazol tersedia dalam

bentuk krim 0,4 untuk regimen 7 hari dan 0,8% untuk regimen 3 hari,

selain itu tersedia juga bentuk supossitoria vagina 80 mg untuk regimen

3 hari. Derivat triazol ini mempunyai spektrum aktivitas yang luas,

awal kerja yang lebih cepat, lebih efektif dan lebih kecil efek

sampingnya. Pada saat ini terkonazol belum tersedia di Indonesia

(Scott, 2009).

2.11. Komplikasi

Adapun komplikasi kandidiasis yang bisa terjadi, antara lain :

1. Rekurens atau infeksi berulang kandida pada kulit

2. Infeksi pada kuku yang mungkin berubah menjadi bentuk yang aneh dan

mungkin menginfeksi daerah di sekitar kuku

3. Disseminated candidiasis yang mungkin terjadi pada tubuh yang

immunocompromised (Scott, 2009).

2.12. Pencegahan

Keadaan umum dan higienitas yang baik dapat membantu pencegahan

infeksi kandida, yaitu dengan menjaga kulit selalu bersih dan kering. Bedak

yang kering mungkin membantu pencegahan infeksi jamur pada orang yang

mudah terkena. Penurunan berat badan dan kontrol gula yang baik pada

penderita diabetes mungkin membantu pencegahan infeksi tersebut (Scott,

2009).

20

Page 21: Referat-kandidiasis

2.13. Prognosis

Prognosis kandidiasis superfisialis pada pasien imunokompeten cukup

baik, sedangkan pada penderita HIV/AIDS, penggunaan obat antiretroviral

menurunkan angka kandidiasis orofaring secara bermakna. Pada kandidiasis

sistemik, diagnosis dini dan pemberian dosis antifungi yang sesuai

memberikan prognosis cukup baik, kecuali bila keadaan penyakit sudah lanjut

(Kuswadji, 2006).

21

Page 22: Referat-kandidiasis

BAB III

KESIMPULAN

1. Kandidiasis merupakan penyakit infeksi primer atau sekunder yang

menyerang kulit, kuku, selaput lendir dan alat dalam yang disebabkan oleh

berbagai spesies Candida

2. Penyebab tersering dari Candida albicans adalah yang dapat diisolasi dari

kulit, mulut, selaput mukosa vagina.

3. Faktor risiko yang berperan dalam perubahan sifat Candida dari komensal

menjadi patogen meliputi faktor endogen dan faktor eksogen.

4. Gejala klinis yang muncul dapat berupa gatal dan terdapat lesi kulit yang

kemerahan atau terjadi peradangan semakin meluas, makula atau papul.

Lesi terlokalisasi di daerah lipatan kulit, genital, bokong, di bawah

payudara atau di daerah kulit yang lain.

5. Penatalaksanaan terpenting dari kandidiasis adalah menghindari atau

menghilangkan faktor predisposisi yang meliputi pemakaian antibiotik

secara hati-hati, menghindari obesitas, dan menghindari bekerja pada

tempat-tempat yang lembab atau banyak air.

22