referat jadi!

40
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru. ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandaidengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.. Seperti definisi yang berkembang pada tahun 1994 oleh American- European Consensus Conference (AECC) pada ARDS. Istilah acute respiratory distress syndrome lebih lanjut digunakan daripada istilah adult respiratory distress syndrome karena sindrom tersebut terjadi pada anak-anak dan dewasa. 1,2,3 ARDS merupakan bentuk Acute Lung Injury yang berat, suatu bentuk diffuse alveolar injury. Berdasarkan AECC, ARDS didefinisikan sebagai kondisi akut dengan karakteristik bilateral infiltrate pulmonal dan hipoksemia berat. Menurut kriteria ini, keparahan hipoksemia pada ARDS diartikan dengan rasio PaO 2 /FiO 2, rasio tekanan parsial pada arteri pasien terhadap oksigen dalam udara inspirasi. Pada ARDS, rasio ini kurang dari 200, dan pada acute lung injury (ALI) rasionya kurang dari 300. Tambahan pada edema kardiogenik pulmonal mempunyai 1

description

sadasd

Transcript of referat jadi!

Page 1: referat jadi!

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah keadaan darurat

medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun

tidak langsung dengan kerusakan paru. ARDS mengakibatkan terjadinya

gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandaidengan sesak napas yang

berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.. Seperti

definisi yang berkembang pada tahun 1994 oleh American-European Consensus

Conference (AECC) pada ARDS. Istilah acute respiratory distress syndrome

lebih lanjut digunakan daripada istilah adult respiratory distress syndrome karena

sindrom tersebut terjadi pada anak-anak dan dewasa.1,2,3

ARDS merupakan bentuk Acute Lung Injury yang berat, suatu bentuk

diffuse alveolar injury. Berdasarkan AECC, ARDS didefinisikan sebagai kondisi

akut dengan karakteristik bilateral infiltrate pulmonal dan hipoksemia berat.

Menurut kriteria ini, keparahan hipoksemia pada ARDS diartikan dengan rasio

PaO2/FiO2, rasio tekanan parsial pada arteri pasien terhadap oksigen dalam udara

inspirasi. Pada ARDS, rasio ini kurang dari 200, dan pada acute lung injury (ALI)

rasionya kurang dari 300. Tambahan pada edema kardiogenik pulmonal

mempunyai tekanan kapiler pulmonal kurang dari 18 mmHg pada pasien dengan

kateter Swan-Ganz.4

National Institutes of Health (NIH) memperkirakan bahwa kejadian

tahunan di di Amerika Serikat yaitu 75 per 100.000 populasi. Penelitian terbaru

melaporkan tingkat kejadian yang lebih rendah dari 1,5 hingga 8,3 per 100.000

populasi. Namun, penelitian epidemiologi pada tahun 1994 dilaporkan tingginya

insidensi tahunan di Skandinavia yaitu 17,9 per 100.000 untuk acute lung injury

dan 13,5 per 100.000 pada acute respiratory distress syndrome. Pada dasarnya

hasil penyaringan sejumlah besar pasien dengan NIH Acute Respiratory Distress

Syndrome melebihi tiga tahun yang lalu, beberapa investigator percaya bahwa

perkiraan hasil 75 per 100.000 per tahun itu akurat.5

1

Page 2: referat jadi!

2

ARDS merupakan tipe gagal nafas yang merupakan hasil dari beberapa

bentuk penyakit yang menyebabkan sejumlah besar cairan terkumpul dalam paru

yang bukan disebabkan oleh kelainan jantung (edema paru non cardiac), onsetnya

berlangsung cepat. Berdasarkan penyebabnya secara garis besar ARDS

disebabkan oleh dua hal, yang pertama yaitu disebabkan oleh Hipoksia atau

kegagalan sirkulasi, dan yang kedua karena paparan iritan paru akut. Pada

beberapa kasus, penyebab ARDS tidak spesifik, namun yang pasti perkembangan

ARDS berlangsung dalam waktu yang cepat berkisar antara 12-48 jam sampai

beberapa hari setelah pemicu awal.3

Pada paru-paru terdapat kapiler-kapiler yang berhubungan dengan

alveolus pada bronkus. Ini merupakan tempat yang penting dimana oksigen lewat

dari udara yang diinhalasi ke dalam darah, yang kemudian membawa oksigen ke

seluruh tubuh. Trauma pada paru yang merusak alveolocapillary junction

menyebabkan kebocoran cairan ke dalam alveoli yang memenuhi alveoli sehingga

udara tidak dapat masuk. kerusakan membran kapiler alveoli, kemudian terjadi

peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli yang

mengakibatkan edema alveoli dan interstitial. Adanya peningkatan permeabilitas

kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli,

menyebabkan edema paru dan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan

volume paru, paru menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun.

Kapasitas sisa berfungsi (fungsional residual capacity) juga menurun.1,2

Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom gagal

pernafasan pada orang dewasa dan penyebab hipoksemia adalah ketidak

seimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venus (aliran darah mengalir ke

alveoli yang kolaps) dan kelainan difusi alveoli-kapiler sebab penebalan dinding

alveoli-kapiler. Penanganan yang lambat pada pasien ARDS akan menyebabkan

terjadinya kematian, maka diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai

gejala dan patofisiologi dari ARDS.1,2,3

Page 3: referat jadi!

3

I.2 Perumusan Masalah

Adapun permasalah dari penulisan referat ini adalah:

I.2.1. Apa pengertian ARDS

I.2.2. Bagaimana proses patofisiologi ARDS

I.2.3. Bagaimana penatalaksanaan ARDS

I.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah:

I.3.1. Untuk mengetahui pengertian ARDS

I.3.2. Untuk mengetahui proses patofisiologi ARDS

I.3.3. Untuk mengetahui pengobatan ARDS

Page 4: referat jadi!

4

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Anatomi

Sistem Pernafasan Atas

Page 5: referat jadi!

5

Sistem Pernafasan Bawah

II.2. Fisiologi Paru

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang

terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah

diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks

bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot

yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan

interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas

dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding

dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan

volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan

intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan

atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara

dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi

membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong

Page 6: referat jadi!

6

untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan

parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada

waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan

mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi

berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi

anatomik saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara

darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi

kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler

darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak

selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup

cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal

dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu

berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung

terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama.

II.3. Sistem Pertahanan Paru

Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai

kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh.

Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan

seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru

dibagi atas :

1. Filtrasi udara

Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :

Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.

Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke paru-paru

Yang berdiameter 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat

pula di keluarkan bersama sekresi.

2. Mukosilia

Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan

oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini

tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia

yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun

hiperkapnia.

Page 7: referat jadi!

7

3. Sekresi Humoral Lokal

Zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :

Lisozim, dimana dapat melisis bakteri

Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik

Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan

dalam membunuh virus.

Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya

infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru

yang berulang.

4. Fagositosis

Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan

kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit

berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.

Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :

Gerakan mukosiliar.

Faktor humoral lokal.

Reaksi sel.

Virulensi dari kuman yang masuk.

Reaksi imunologis yang terjadi.

Bergai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti

alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.

II.4. Sistem Pernapasan

1. Definisi

Pernafasan atau ekspirasi adalah menghirup udara dari luar yang

mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang

banyak mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar

tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.

2. Fungsi Pernafasan

Fungsi pernafasan adalah:

a. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-

selnya)

untuk mengadakan pembakaran.

Page 8: referat jadi!

8

b. Mengeluarkan karbondioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran,

kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak

berguna lagi oleh tubuh).

c. dan melembabkan udara.

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara

berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan

di dalamnya aliran udara timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi

oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga

berlaku untuk gas dan uap yang terhirup paru-paru merupakan jalur masuk

terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja.

Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan

beberapa tahap yaitu:

a. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.

b. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.

c. Transportasi gas melalui darah.

d. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan

dalam.

Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut pernapasan

seluler.

Page 9: referat jadi!

9

II.5. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan

Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu:

a. Inspirasi (menarik napas)

b. Ekspirasi (menghembus napas)

Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra

pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa,

tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi

dalam tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan

intra pulmonal pada waktu inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga

toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi.

Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan

intra pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak

keluar paru. Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume

rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya

elastis jaringan paru. Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai

relaksasi. Pada proses ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara ±1

mmHg sampai ±3 mmHg.

Page 10: referat jadi!

10

II.6. Volume Udara Pernapasan

Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500

cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia.

Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses

bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat

digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara

sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan

seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum.

Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup

dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc

volume udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah

jumlah udara yang keluar masuk paru-paru pada pernapasan normal. Dalam

keadaan luar biasa, inspirasi maupun ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500

cc udara pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume =

1500 cc). Lihat skema udara pernapasan berikut ini.

Page 11: referat jadi!

11

II.7. Kontrol Pernapasan

II.8. Definisi ARDS

ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) merupakan sindrom yang ditandai

oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar – kapiler terhadap air, larutan dan

protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim

paru yang mengandung protein.

Dasar definisi yang dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa

tahun 1994 terdiri dari:

1. Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut;

2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang

diinspirasi (PaO2 / FIO2) < 200 mmHg – hipoksemia berat;

3. Radiografi dada : infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru;

Page 12: referat jadi!

12

4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18

mmHg, tanpa tanda tanda klinis (rontgen,dan lain-lain) adanya hipertensi atrial

kiri / (tanpa adanya tanda gagal jantung kiri).

Bila PaO2 / FIO2 antara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury (ALI).

Konsensus juga mensyaratkan terdapatnya faktor resiko terjadinya ALI dan tidak adanya

penyakit paru kronik yang bermakna.

II.9. Epidemiologi

Insiden ARDS sangat bervariasi, sebagian karena penelitian telah menggunakan

definisi yang berbeda dari penyakit. Selain itu, untuk menentukan perkiraan yang akurat

dari insiden, semua kasus ARDS dalam populasi tertentu harus ditemukan dan disertakan.

Meskipun ini mungkin bermasalah, data terakhir yang tersedia dari Amerika Serikat dan

studi internasional yang dapat menjelaskan kejadian yang sebenarnya dari kondisi ini.

Pada 1970-an, ketika sebuah penelitian Institut Kesehatan Nasional (NIH) ARDS

sedang direncanakan, frekuensi tahunan diperkirakan adalah 75 kasus per 100.000

penduduk. Penelitian selanjutnya, sebelum pengembangan definisi AECC, yaitu aspek

melaporkan angka jauh lebih rendah. Sebagai contoh, sebuah studi dari Utah

menunjukkan kejadian diperkirakan 4,8-8,3 kasus per 100.000 penduduk.

Data yang diperoleh baru – baru ini oleh Jaringan Studi NIH disponsori ARDS

menunjukkan bahwa kejadian ARDS sebenarnya mungkin lebih tinggi dari perkiraan

semula dari 75 kasus per 100.000 penduduk. Sebuah penelitian prospektif dengan

menggunakan definisi 1994 AECC dilakukan di King County, Washington, dari April

1999 sampai Juli 2000 dan menemukan bahwa kejadian yang disesuaikan menurut umur

dari ALI adalah 86,2 per 100.000 orang – tahun.

Meningkat dengan usia, mencapai 306 per 100.000 orang – tahun untuk orang di

usia 75-84 tahun. Berdasarkan statistik ini, diperkirakan 190.600 kasus ada di Amerika

Serikat setiap tahun dan bahwa kasus – kasus yang berhubungan dengan 74.500

kematian. Internasional statistik Studi pertama yang menggunakan definisi AECC 1994

dilakukan di Skandinavia, yang melaporkan tingkat tahunan 17,9 kasus per 100.000

penduduk untuk ALI dan 13,5 kasus per 100.000 penduduk untuk ARDS.

ARDS dapat terjadi pada orang dari segala usia. Insiden meningkat dengan usia

lanjut, mulai dari 16 kasus per 100.000 orang – tahun pada mereka yang berusia 15-19

Page 13: referat jadi!

13

tahun untuk 306 kasus per 100.000 orang – tahun pada mereka yang berusia antara 75 dan

84 tahun. Distribusi usia mencerminkan kejadian penyebab yang mendasari.

Untuk ARDS berhubungan dengan sepsis dan penyebab lain, tidak ada perbedaan

insidens antara pria dan wanita tampaknya ada. Namun, pada pasien trauma saja, insiden

penyakit ini mungkin sedikit lebih tinggi di antara perempuan.

II.10. Etiologi

ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa

trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa

penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:

1. Trauma langsung pada paru

a. Pneumoni virus, bakteri

b. Contusio paru

c. Aspirasi cairan lambung

d. Inhalasi asap berlebih

e. Inhalasi toksin

f. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama

2. Trauma tidak langsung

a. Sepsis

b. Shock, Luka bakar hebat, tenggelam

c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)

d. Pankreatitis

e. Uremia

f. Overdosis obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin

g. Idiophatic (tidak diketahui)

h. Bedah Cardiobaypass yang lama

i. Transfusi darah yang banyak

j. PIH (Pregnant Induced Hipertension)

k. Peningkatan TIK

l. Terapi radiasi

m. Trauma hebat, Cedera pada dada

Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau

cedera. SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan

kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko dari SGPA

Page 14: referat jadi!

14

adalah merokok sigaret.Angka kejadian SGPA adalah sekitar 14 diantara 100.000

orang/tahun.

Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya

ARDS adalah:

1. Sistemik:

a. Syok karena beberapa penyebab

b. Sepsis gram negatif

c. Hipotermia

d. Hipertermia

e. Overdosis obat ( Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone,

Bleomisin )

f. Gangguan hematology ( DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal )

g. Eklampsia

h. Luka bakar

2. Pulmonal:

a. Pneumonia (viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)

b. Trauma (emboli lemak, kontusio paru)

c. Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)

d. Pneumositis

3. Non-Pulmonal:

a. Cedera kepala

b. Peningkatan TIK

c. Pascakardioversi

d. Pankreatitis

e. Uremia

II.11. Faktor Resiko

Kerusakan (Injury) langsung pada epitel alveolus:

1. Aspirasi isi gaster;

2. Infeksi paru difus;

3. Kontusio paru;

4. Tenggelam;

5. Inhalasi toksik.

Page 15: referat jadi!

15

Kerusakan (Injury) tidak langsung:

1. Sepsis;

2. Trauma nontoraks;

3. Transfusi produk darah berlebihan;

4. Pankreatitis;

5. Pintas kardiopulmoner.

II.12. Patologi

Epitelium alveolar dan endotelium mikrovaskular mengalami kerusakan pada

ARDS. Kerusakan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas barier alveolar dan

kapiler sehingga cairan masuk ke dalam ruang alveolar. Derajat kerusakan epithelium

alveolar ini menentukan prognosis.

Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sel pneumosit tipe I dan sel

pneumosit tipe II. Permukaan alveolar 90% terdiri dari sel pneumosit tipe I berupa sel

pipih yang mudah mengalami kerusakan. Fungsi utama sel pneumosit tipe I adalah

pertukaran gas yang berlangsung secara difusi pasif. Sel pneumosit tipe II meliputi 10%

permukaan alveolar terdiri atas sel kuboid yang mempunyai aktivitas metabolik

intraselular, transport ion, memproduksi surfaktan dan lebih resisten terhadap kerusakan.

Kerusakan epitelium alveolar yang berat menyebabkan kesulitan dalam

mekanisme perbaikan paru dan menyebabkan fibrosis. Kerusakan pada fase akut terjadi

pengelupasan sel epitel bronkial dan alveolar, diikuti dengan pembentukan membran

hialin yang kaya protein pada membran basal epitel yang gundul. Neutrofil memasuki

endotel kapiler yang rusak dan jaringan interstitial dipenuhi cairan yang kaya akan

protein.

Keberadaan mediator anti inflamasi, interleukin-1-receptor antagonists, soluble

tumor necrosis factor receptor, auto antibodi yang melawan Interleukin/IL-8 dan IL-10

menjaga keseimbangan alveolar.

Page 16: referat jadi!

16

Page 17: referat jadi!

17

II.13. Patogenesis

ALI / ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel

mikrovaskular. Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak langsung.

Kedua hal tersebut mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi dalam tiga fase yang

dapat dijumpai secara tumpang tindih: inisiasi, amplifikasi, dan injury.

Pada fase inisiasi, kondisi yang menjadi faktor resiko akan menyebabkan sel – sel

imun dan non – imun melepaskan mediator – mediator dan modulator – modulator

inflamasi di dalam paru dan ke sistemik. Pada fase amplifikasi, sel efektor seperti netrofil

teraktivasi, tertarik dan tertahan di dalam paru. Di dalam organ target tersebut mereka

melepaskan mediator inflamasi, termasuk oksidan dan protease, yang secara langsung

merusak paru dan mendorong proses inflamasi selanjutnya. Fase ini disebut fase injury.

Kerusakan pada membrane alveolar – kapiler menyebabkan peningkatan

permeabilitas membran, dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang alveolar.

Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan terjadi

kerusakan lebih jauh. Terdapat tiga fase kerusakan alveolus :

Page 18: referat jadi!

18

1. Fase eksudatif: ditandai edema interstitial dan alveolar, nekrosis sel pneumosit

tipe I dan denudasi / terlepasnya membran basalis, pembengkakan sel endotel

dengan pelebaran intercellular junction, terbentuknya membran hialin pada

duktus alveolar dan ruang udara, dan inflamasi neutrofil. Juga ditemukan

hipertensi pulmoner dan berkurangnya compliance paru;

2. Fase proliferatif: paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai

proliferasi sel epitel pneumosit tipe II;

3. Fase fibrosis: kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis.

II.14. Patofisiologi

Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru interstistial

dan penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena atelektasis kongestif difus.

Keadaan normal, filtrasi cairan ditentukan oleh hukum Starling yang menyatakan filtrasi

melewati endotel dan ruang intertisial adalah selisih tekanan osmotik protein dan

hidrostatik :

Q = K (Pc-Pt) – D (c-t)

Q : kecepatan filtrasi melewati membran kapiler

Pt : tekanan hidrostatik interstitial

K : koefisien filtrasi

c : tekanan onkotik kapiler

D : koefisien refleksi

Page 19: referat jadi!

19

t : tekanan onkotik interstitial

Pc : tekanan hidrostatik kapiler

Perubahan tiap aspek dari hukum Starling akan menyebabkan terjadinya edema

paru. Tekanan hidrostatik kapiler (Pc) meningkat akibat kegagalan fungsi ventrikel kiri

akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan dari kapiler ke interstitial. Cairan kapiler

tersebut akan mengencerkan protein interstitial sehingga tekanan osmotik interstitial

menurun dan mengurangi pengaliran cairan ke dalam vena.

Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya pada ARDS

menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler (terutama sel

pneumosit tipe I) sehingga cairan kapiler merembes dan berkumpul didalam jaringan

interstitial, jika telah melebihi kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli

(alveolar flooding) sehingga alveoli menjadi kolaps (mikroatelektasis) dan compliance

paru akan lebih menurun. Merembesnya cairan yang banyak mengandung protein dan sel

darah merah akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik.

Cairan bercampur dengan cairan alveoli dan merusak surfaktan sehingga paru

menjadi kaku, keadaan ini akan memperberat atelektasis yang telah terjadi.

Mikroatelektasis akan menyebabkan shunting intrapulmoner, ketidakseimbangan

(mismatch) ventilasi-perfusi (VA/Q) dan menurunnya KRF, semua ini akan menyebabkan

terjadinya hipoksemia berat dan

progresivitas yang ditandai dengan pernapasan cepat dan dalam. Shunting intrapulmoner

menyebabkan curah jantung akan menurun 40%.

Hipoksemia diikuti asidemia, mulanya karena pengumpulan asam laktat

selanjutnya merupakan pencerminan gabungan dari unsur metabolik maupun respiratorik

akibat gangguan pertukaran gas. Penderita yang sembuh dapat menunjukan kelainan faal

paru berupa penurunan volume paru, kecepatan aliran udara dan khususnya menurunkan

kapasitas difusi.

II.15. Manifestasi Klinis

Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas

spontan.

Page 20: referat jadi!

20

Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit

tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda

dini dari hipoksemia.

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:

a. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea, pernafasan menggunakan otot

aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.

b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai sehari.

c. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor,

wheezing.

d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.

e. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop

Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah kelainan

dasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan

yang cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat

atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi.

Hilangnya oksigen karena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain

segera setelah sindroma terjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan

penderita tidak membaik.

Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius seperti

gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila

pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena penderita kurang

mampu melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam

perjalanan penyakitnya.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

a. Cemas

b. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh

kegagalan organ lain)

c. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak

sangat sakit.

Page 21: referat jadi!

21

II.16. Diagnosis Banding

a. Edema paru kardiogenik

b. Infeksi paru : viral, bakterial, fungal

c. Edema paru yang berhubungan dengan ketinggian (high – altitude pulmonary

edema = HAPE)

d. Edema paru neurogenik

e. Edema paru diinduksi laringospasme

f. Edema paru diinduski obat : heroin, salisilat, kokain

g. Pneumonitis radiasi

h. Sindrom emboli lemak

i. Stenosis mitral dengan perdarahan alveolar

j. Vaskulitis

k. Pneumonitis hipersensitivitas

i. Penyakit paru interstisial

II.17. Pemeriksaan Fisik

Temuan fisik sering tidak spesifik dan termasuk takipnea, takikardia, dan

kebutuhan untuk sebagian kecil tinggi oksigen terinspirasi (FiO2) untuk mempertahankan

saturasi oksigen. Pasien mungkin demam atau hipotermia. Karena ARDS sering terjadi

dalam konteks sepsis, hipotensi terkait dan vasokonstriksi perifer dengan ekstremitas

dingin mungkin ada. Sianosis pada bibir dan kuku tempat tidur dapat terjadi. Pemeriksaan

paru – paru dapat mengungkapkan rales bilateral. Rales mungkin tidak hadir meskipun

keterlibatan luas. Karena pasien sering diintubasi dan ventilasi mekanik, bunyi nafas

menurun lebih dari 1 paru – paru dapat menunjukkan pneumotoraks atau tabung

endotrakeal turun bronkus utama kanan.

Manifestasi dari penyebab yang mendasari misalnya, temuan perut akut dalam

kasus ARDS disebabkan oleh pankreatitis. Pada pasien septik tanpa sumber yang jelas,

perhatikan selama pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi penyebab potensial dari

sepsis, termasuk tanda-tanda konsolidasi paru-paru atau temuan konsisten dengan

abdomen akut. Hati-hati memeriksa situs garis intravaskuler, luka bedah, situs tiriskan,

dan ulkus dekubitus untuk bukti infeksi. Periksa subkutan udara, manifestasi infeksi atau

barotrauma. Karena edema paru kardiogenik harus dibedakan dari ARDS, hati-hati

Page 22: referat jadi!

22

mencari tanda-tanda gagal jantung kongestif atau kelebihan beban volume intravaskular,

termasuk distensi vena jugularis, murmur jantung dan gallop, hepatomegali, dan edema.

II.18. Pemeriksaan Penunjang

Dalam ARDS, jika tekanan parsial oksigen dalam darah arteri pasien (PaO2)

dibagi oleh fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FiO2), hasilnya adalah 200 atau kurang.

Untuk pasien bernafas oksigen 100%, ini berarti bahwa PaO2 kurang dari 200. Pada

cedera paru akut (ALI), rasio PaO2/FIO2 kurang dari 300.

Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan alkalosis

pernapasan. Namun, dalam ARDS terjadi dalam konteks sepsis, asidosis metabolik

dengan atau tanpa kompensasi pernapasan mungkin ada.

Saat kondisi berlangsung dan pekerjaan peningkatan pernapasan, tekanan parsial

karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat dan alkalosis pernapasan memberikan cara

untuk asidosis pernafasan. Pasien pada ventilasi mekanik untuk ARDS mungkin

diperbolehkan untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif) untuk mencapai tujuan dari

volume tidal rendah dan terbatas dataran tinggi strategi ventilator tekanan yang bertujuan

untuk membatasi ventilator terkait cedera paru-paru.

Untuk mengecualikan edema paru kardiogenik, mungkin akan membantu untuk

mendapatkan plasma B-type natriuretic peptide (BNP) nilai dan ekokardiogram. Tingkat

BNP kurang dari 100 pg / mL pada pasien dengan infiltrat bilateral dan hipoksemia

nikmat diagnosis ARDS / cedera paru akut (ALI) daripada edema paru kardiogenik.

Echocardiogram yang menyediakan informasi tentang fraksi ejeksi ventrikel kiri, gerakan

dinding, dan kelainan katup.

Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab atau

komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk yang berikut:

1. Laboratorium

a. Analisis gas darah : hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hiperventilasi),

hiperkapnia (pada emfisema atau keadaan lanjut). Alkalosis respiratorik pada

awal proses, akan berganti menjadi asidosis respiratorik.

b. Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi

sistemik dan injuri endotel), peningkatan kadar amilase (pada pankreatitis).

Page 23: referat jadi!

23

c. Gangguan fungsi ginjal dan hati, tanda koagulasi intravaskular diseminata

(sebagai bagian dari MODS / multiple organ dysfunction syndrome).

d. Sitokin – sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8, yang meningkat

dalam serum pasien pada risiko ARDS

2. Pencitraan

a. Foto dada : pada awal proses, dapat ditemukan lapangan paru yang relatif

jernih, kemudian tampak bayangan radioopak difus dan tidak terpengaruh

gravitasi, tanpa gambaran kongesti jantung.

b. CT scan : pola heterogen, predominasi infiltrat pada area dorsal paru (foto

supine).

II.19. Tatalaksana

1. Ambil alih fungsi pernapasan dengan ventilator mekanik.

Prinsip pengaturan ventilator untuk pasien ARDS meliputi:

Volume tidal rendah (4-6 mL/kgBB).

Positive end expiratory pressure (PEEP) yang adekuat, untuk memberikan

oksigenasi adekuat (PaO2 > 60 mmHg) dengan tingkat FiO2 aman.

Menghindari barotrauma (tekanan saluran napas <35cmH2O atau di bawah

titik refleksi dari kurva pressure-volume).

Menyesuaikan rasio I:E (lebih tinggi atau kebalikan rasio waktu inspirasi

terhadap ekspirasi dan hiperkapnia yang diperbolehkan).

2. Obat – obatan :

a. Kortikosteroid pada pasien dengan fase lanjut ARDS / ALI atau fase

fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia berat yang persisten, pada

atau sekitar hari ketujuh ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini masih

menunggu hasil studi multisenter RCT besar yang sedang berlangsung.

b. Inhalasi nitric oxide (NO) memberi efek vasodilatasi selektif pada area paru

yang terdistribusi, sehingga menurunkan pirau intrapulmoner dan tekanan

arteri pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi arterial.

Diberikan hanya pada pasien dengan hipoksia berat dengan refrakter.

3. Posisi pasien : posisi telungkup meningkatkan oksigenasi, tetapi tidak mengubah

mortalitas. Perhatian terutama saat merubah posisi telentang ke telungkup, dan

mencegah dekubitus pada area yang menumpu beban.

4. Cairan : pemberian cairan harus menghitung keseimbangan antara :

Page 24: referat jadi!

24

a. Kebutuhan perfusi organ yang optimal

b. Masalah ekstravasasi cairan ke paru dan jaringan : peningkatan tekanan

hidrostatik intravaskular mendorong akumulasi cairan di alveolus.

Fokus utama ialah mempertahankan perfusi yang adekuat tanpa mengorbankan

oksigenasi. Restriksi cairan paling baik dimonitor dengan kateter arteri pulmonal, dan

cairan dipertahankan pada level dimana tekanan hidrostatik intravaskular terendah, tetapi

curah jantung adekuat. Tetapi hal ini tidak terbukti memperbaiki hasil pengobatan.

II.20. Komplikasi

a. Multiorgan dysfunction syndrome (MODS)

b. Pneumonia nosokomial

c. Barotraumas, pneumotoraks

d. Sinusitis

e. Trauma laring

f. Trakeomalasia

g. Fistula trakeo – esophageal

h. Erosi arteri inominata

i. Kematian

Page 25: referat jadi!

25

II.21. Prognosis

Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh:

a. Faktor resiko, ada tidaknya sepsis, pasca trauma, dan lain – lain

b. Penyakit dasar

c. Adanya keganasan

d. Adanya atau timbulnya disfungsi organ multipel

e. Usia

f. Riwayat penggunaan alkohol

g. Ada atau tidaknya perbaikan dalam indeks pertukaran gas, seperti rasio PaO2

/ FIO2 dalam 3-7 hari pertama.

Pasien yang membaik akan mengalami pemulihan fungsi paru dalam 3 bulan dan

mencapai fungsi maksimum yang dapat dicapai pada bulan keenam setelah ekstubasi.

50% pasien tetap memiliki abnormalitas, termasuk gangguan restriksi dan penurunan

kapasitas difusi. Juga terjadi penurunan kualitas hidup.

Page 26: referat jadi!

26

BAB III

KESIMPULAN

ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) merupakan sindrom yang

ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar – kapiler terhadap air,

larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi

cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein.

Dasar definisi yang dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS

Amerika-Eropa tahun 1994 terdiri dari :

1. Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut;

2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang

diinspirasi (PaO2 / FIO2) < 200 mmHg – hipoksemia berat;

3. Radiografi dada : infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema

paru;

4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18

mmHg, tanpa tanda tanda klinis (rontgen,dan lain-lain) adanya hipertensi

atrial kiri / (tanpa adanya tanda gagal jantung kiri).

Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak

langsung melukai paru-paru seperti: pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio

paru, aspirasi cairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin, menghisap

O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama, sepsis, shock, luka bakar hebat,

tenggelam,dsb.

Onset akut umumnya ialah 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi yang

menjadi faktor resiko ARDS. Tanda pertama ialah takipnea. Dapat ditemui

hipotensi, febris. Pada auskultasi ditemukan ronki basah. Pemeriksaan penunjang

laboratorium yang dapat membantu menegakkan diagnosis seperti analisis gas

darah, darah rutin, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal, serta sitokin. Pemeriksaan

pencitraan seperti foto dada dan CT scan juga dapat membantu diagnosis ARDS.

Penanganan untuk ARDS berupa pemakaian ventilator mekanik, obat –

obatan, posisi pasien dan terapi cairan. Fokus utama ialah mempertahankan

perfusi yang adekuat tanpa mengorbankan oksigenasi. Restriksi cairan paling baik

dimonitor dengan kateter arteri pulmonal, dan cairan dipertahankan pada level

Page 27: referat jadi!

27

dimana tekanan hidrostatik intravaskular terendah, tetapi curah jantung adekuat.

Tetapi hal ini tidak terbukti memperbaiki hasil pengobatan.

Page 28: referat jadi!

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. (2010), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V, Jakarta,

Interna Publishing

2. Corwin, Elizabeth J. (2009), Patofisiologi, Jakarta, EGC Ashbaugh DG, Bigelow

DB, Petty TL. Acute respiratory distress in adults. Lancet. Aug 12

1967;2(7511):319-23.

3. Guerin C, Gaillard S, Lemasson S. Effects of systematic prone positioning in

hypoxemic acute respiratory failure: a randomized controlled trial. JAMA. Nov

17 2004;292(19):2379-87.

4. Calfee CS, Matthay MA, Eisner MD, Benowitz N, Call M, Pittet JF, et al. Active

and Passive Cigarette Smoking and Acute Lung Injury Following Severe Blunt

Trauma. Am J Respir Crit Care Med. Mar 18 2011

5. Glavan BJ, Holden TD, Goss CH, Black RA, Neff MJ, Nathens AB, et al.

Genetic variation in the FAS gene and associations with acute lung injury. Am J

Respir Crit Care Med. Feb 1 2011;183(3):356-63.

6. Rubenfeld GD, Caldwell E, Peabody E, Weaver J, Martin DP, Neff M. Incidence

and outcomes of acute lung injury. N Engl J Med. Oct 20 2005;353(16):1685-93.

7. Luhr OR, Antonsen K, Karlsson M. Incidence and mortality after acute

respiratory failure and acute respiratory distress syndrome in Sweden, Denmark,

and Iceland. The ARF Study Group. Am J Respir Crit Care Med. Jun

1999;159(6):1849-61.

8. http://medicastore.com/penyakit/106/

Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.ht.ml09.42,140909)

9. Eloise M. Harman, MD. Rajat, Walia, MD. 2005. Acute Respiratory Distress

Syndrome ( http://www.emedicine.com/med/topic70.htm )

10. Mark J D Griffiths dan Timothy W Evans, 2003. Acute Respiratory Distress

Syndrome dalam Respiratori Medicine, volume I Edisi 3, RDC Group LTD.