referat infertilitas
-
Upload
sinta-sintaa -
Category
Documents
-
view
65 -
download
6
Transcript of referat infertilitas
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50 % pasangan infertile memperoleh
anak yang diinginkannya. Itu berarti separuh lagi terpaksa menempuh hidup tanpa anak,
megadopsi anak, poligini, atau bercerai. Berkat kemajuan tekonologi kedokteran, beberapa
pasangan telah dimungkinkan memperoleh anak dengan jalan inseminasi buatan donor, “bayi
tabung”, atau membesarkan janin di rahim wanita lain. Di Indonesia masih langka sekali dokter
yang berminat dalam ilmu infertilitas.
Apabila banyaknya pasangan infertil di Indonesia dapat diperhitungkan dari banyaknya
wanita yang pernah kawin dan tidak mempunyai anak yang masih hidup, maka sensus penduduk
terdapat 12 % baik di desa maupun di kota, atau kira-kira 3 juta pasangan infertile di sleuruh
Indonesia.
Sesuai dengan definisi fertilitas yaitu kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil dan
melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya,maka pasangan infertil haruslah
dilihat sebagai satu kesatuan. Penyebab infertilitaspun harus dilihat pada kedua belah pihak
yaitu isteri dan suami. Salah satu bukti bahwa pasangan infertil harus dilihat sebagai satu
kesatuan adalah adanya faktor imunologi yang memegang peranan dalam fertilitas suatu
pasangan. Faktor imunologi ini erat kaitannya dengan faktor semen/sperma, cairan/lendir
serviks dan reaksi imunologi isteri terhadap semen/sperma suami. Termasuk juga sebagai faktor
imunologi adanya autoantibodi.
Lebih kurang seperlima pasangan usia subur di Amerika Serikat adalah pasangan
infertil. Limabelas persen diantaranya tergolong infertil yang tidak jelas penyebabnya
(unexplained infertility). Banyak bukti yang menjelaskan bahwa ada peranan faktor
imunomodulasi pada pasangan ini. Aspek penting dari imunomodulasi ini adalah adanya
antibodi anti sperma (ASA).
Beberapa penelitian telah dilakukan terutama dinegara maju untuk mengetahui hubungan
faktor imunologi ini dengan fungsi reproduksi suatu pasangan. Diantara penelitian ini yaitu
menemukan antigen pada sperma, cara-cara identifikasi antigen/antibodi dalam tubuh, dan
penatalaksanaan apa yang memungkinkan diberikan pada pasangan infertil dengan faktor
imunologi ini. Terjadinya infertilitas pada suatu pasangan yang mempunyai antibodi antisperma
secara teoritis dikarenakan tingginya kadar antibodi antisperma pada cairan vagina, serviks, 1
uterus atau tuba. Walaupun antibodi antisperma terdapat dalam serum seseorang, belum tentu
orang tersebut mempunyai antibodi antisperma yang tinggi kadarnya dalam cairan genitalianya.
Penemuan antibodi antisperma juga memberiakan suatu ide bagi beberapa ilmuwan untuk
mengembangkan suatu vaksin kontrasepsi berdasarkan antigen sperma.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak
hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya. Jadi, fertilitas adalah fungsi satu pasangan
yang sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidup.
Infertilitas diklasifikasikan menjadi infertilitas primer dan sekunder. Infertilitas primer
bila istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan
kehamilan selama 12 bulan. Infertilitas sekunder bila istri pernah hamil, akan tetapi
kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun pasangan bersenggama dan dihadapkan
kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.
2.2 Epidemiologi
Kenyataan menunjukkan, 40 persen masalah yang membuat sulit punya anak terdapat
pada wanita, 40 persen pada pria, dan 30 persen pada keduanya. Walaupun masalah
infertilitas tidak berpengaruh terhadap aktivitas fisik sehari-hari dan tidak mengancam jiwa,
bagi banyak pasangan hal ini berdampak besar terhadap kehidupan berkeluarga. Faktor
psikokultural mempengaruhi sikap pasangan terhadap masalah ini, termasuk upaya-upaya
irasional untuk punya anak. Memang apa yang dilakukan penderita tidak dapat disalahkan
sepenuhnya, karena ilmu kedokteran yang mutakhir sekalipun belum dapat menjawab
seluruh masalah infertilitas secara memuaskan.
Sekitar 10 persen pasangan suami-istri mengalami kesulitan memperoleh keturunan
sehingga memerlukan bantuan medis untuk mendapatkan keturunan. Penyebab infertilitas
terbesar, yaitu 30-50 persen, ialah gangguan pada sperma. Jumlah pasangan subur di
Indonesia sampai akhir tahun 2009 sekitar 15 juta, dengan demikian 1,5 juta hingga 2 juta
pasangan mengalami masalah infertilitas.
2.3 Etiologi
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa seorang wanita tidak bisa atau sukar
menjadi hamil setelah kehidupan seksual normal yang cukup lama. Diantara faktor-faktor
tersebut yaitu faktor organik/fisiologik, faktor ketidakseimbangan jiwa dan kecemasan
berlebihan. Dimic dkk di Yugoslavia mendapatkan 554 kasus (81,6%) dari 678 kasus
pasangan infertil disebabkan oleh kelainan organik, dan 124 kasus (18,4%) disebabkan oleh
faktor psikologik. Ingerslev dalam penelitiannya mengelompokkan penyebab infertilitas 3
menjadi 5 kelompok yaitu faktor anatomi, endokrin, suami, kombinasi, dan tidak diketahui
(unexplained infertility).
Sumapraja membagi masalah infertilitas dalam beberapa kelompok yaitu air mani,
masalah vagina, masalah serviks, masalah uterus, masalah tuba, masalah ovarium, dan
masalah peritoneum.
1. Masalah air mani
Penampungan air mani
Air mani ditampung dengan jalan masturbasi, setelah abstinensia 3-5 hari.
Karakteristik air mani
- Koagulasi dan likuefaksi
Air mani akan segera menjadi agar atau koagulum, lalu melikuefaksi dalam 5-20
menit menjadi cairan yang agak pekat.
- Viskositas
Setelah berlikuefaksi, ejakulat akan menjadi cairan homogeny yang agak pekat, yang
dapat membenang kalau dicolek dengan sebatang lidi. Daya membenangnya dapat
mencapai 3-10 cm. Makin panjang membenangnya, makin tinggi viskositasnya.
Lebih tepat bila menggunakan pipet Eliasson, viskositas normal memerlukan waktu
1-2 detik, dikatakan tinggi bila lebih dari 5 detik. Bila kadar spermatozoa <60 juta/ml
viskositas tinggi air mani itu sangat menghambat gerakan spermatozoa.
- Rupa dan bau
Air mani yang baru diejakulasikan rupanyaputih-kelabu, seperti agar-agar. Setelah
berlikuefaksi menjadi cairan, kelihatannya jernih atau keruh, tergantung dari
konsentrasi spermatozoa yang dikandung. Baunya langu, seperti bau bunga akasia.
- Volum
Setelah abstinensia selama 3 hari, volum air mani berkisar antara 2,0-5,0 ml. Volum
kurang dari 1 ml atau lebih dari 5 ml biasanya disertai kadar spermatozoa rendah.
- pH
Air mani yang diejakulasikan pH-nya berkisar antara 7,3-7,7, yang bila dibiarkan
lebih lama, akan meningkat karena penguapan CO2 nya. Bila pH lebih dari 8,
mungkin disebabkan oleh peradangan mendadak kelenjar atau saluran genital, bila pH
<7,2 mungkin disebabkan peradangan menahun kelenjar. Secret kelenjar prostat pH
nya <7 4
- Fruktosa
Merupakan hasil dari vesikula seminalis yang menunjukkan adanya rangsangan
andogen.
Pemeriksaan mikroskopik
1. Konsentrasi spermatozoa
Cairan pengencernya adalah larutan George yang mengandung formalin 40 %,
sehingga spermatozoa menjadi tidak bergerak. Untuk menghitung kadar spermatozoa
yang bergerak digunakan larutan NaCl 0,9 %, yang tidak membunuh spermatozoa
yang bergerak. Tahun 1929, Macomber dan Saunders menyatakan konsentrasi
spermatozoa yang bisa menghamilkan adalah 60 juta/ml. Amelar, tahun 1966, 40
juta/ml atau 125 juta/ejakulat asal morfologi dan gerakan spermatozoa normal.
Macleod, menyatakan >20 juta/ml. makin rendah konsentrasi spermatozoa, makin
kurang kemungkinan menghamilkannya, dan bila konsentrasi <10 juta/ml, sangat
jarang terjadi kehamilan.
2. Motilitas spermatozoa
Lebih penting dari pada konsentrasi. Pada pemeriksaan pasca senggama segera
ternyata spermatozoa dapat mencapai lender serviks dalam 1 ½ menit setelah
ejakulasi, dan tidak dapat hidup lama dalam secret vagina karena keasamannya yang
tinggi.
3. Morfologi spermatozoa
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan dengan pulasan sediaan usap air mani, lalu
menghitung jenis spermatozoanya.
Uji ketidakcocokan imunologik
Uji kontak air mani dengan lender serviks (sperm cervical mucus contact test-
SCMC Test) yang dapat menunjukkan adanya antibody local pada pria atau wanita.
2. Masalah vagina
Bila terdapat peradangan atau sumbatan. Sumbatan psikogen disebut vaginismus atau
disparenia, sedangkan sumbatan anatomic dapat karena bawaan atau didapat.
5
3. Masalah serviks
Migrasi spermatozoa ke dalam lender serviks sudah dapat terjadi pada hari ke-8
atau 9, mencapai puncaknya saat ovulasi, lalu terhambat pada 1-2 hari setelah ovulasi.
Spermatozoa sudah dapat sampai di lendir serviks 1 ½ - 3 menit post
ejakulasi.spermatozoa yang tertinggal dalam lingkungan vagina lebih dari 35 menit tidak
lagi mampu bermigrasi ke lender serviks. Spermatozoa motil dapat hidup dalam lender
serviks sampai 8 hari setelah sanggama.
Bila terdapat sumbatan kanalis servikalis, lender serviks yang abnormal,
malposisi, atau kombinasi. Kelainan anatomi, seperti polip, atresia, stenosis karena
trauma, peradangan menahun (servisitis).
- Uji pascasanggama
Kebanyakan peneliti bersepakat untuk melakukannya pada tengah siklus haid. Uji
pasca sanggama dilakukan secepatnya setelah sanggama. Jette dan Glass menemukan
peningkatan persentase kehamilan yang secara statistic bermakna kalau terdapat lebih
dari 20 spermatozoa/LPB; dan tidak berbeda bermakna pada golongan 1-5, 6-10, atau
11-20 spermatozoa/LPB.
Cara pemeriksaan
Setelah abstinensia selama 2 hari, pasangan dianjurkan lakukan sanggama 2 jam
sebelum saat yang ditentukan. Dengan speculum kering serviks ditampilkan, lalu
lendir dibersihkan dengan kapas kering. Jangan gunakan kapas basah oleh antiseptic
karena dapat mematikan spermatozoa. Diliat di bawah mikroskop.
- Uji in vitro
1. Uji gelas objek
Dengan menempatkan setetes air mani dan setetes lendir serviks pada gelas objek,
lalu disinggungkan. Spermatozoa akan tampak menyerbu ke lendir serviks.
2. Uji kontak air mani dengan lendir serviks
Menurut Kremer & Jager, pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan maju
spermatozoa akan berubah menjadi terhenti, atau gemetar di tempat kalau
bersinggungan dengan lendir serviks, ini menandakan adanya antibody pada
serum serviks terhadap spermatozoa. Uji dilakukan dengan cara setetes lendir
serviks dicampur dan diaduk dengan tetesan air mani di atas gelas objek, lalu
bandingkan motilitas spermatozoa dengan tetesan air mani di sebelahnya. Uji ini 6
untuk menyelidiki adanya factor imunologi apabila ternyata uji pascasanggama
selalu negative atau kurang baik, sedangkan kualitas air mani dan lendir serviks
normal. Perbandingan banyaknya spermatozoa yang gemetar di tempat, yang
maju pesat, dan yang tidak bergerak mungkin menentukan prognosis fertilitas
pasangan.
4. Masalah uterus
Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba fallopii manusia secepat 5 menit setelah
inseminasi. Kontraksi uterus dan vagina berperan penting dalam transportasi
spermatozoa. Kurang nya prostaglandin dalam air mani dapat merupakan masalah
infertilitas, karena berperan dalam transportasi spermatozoa dengan jalan membuat uterus
berkontraksi. Selain itu dapat disebabkan distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma,
polip, peradangan endometrium, dan lain-lain.
- Biopsi endometrium
Bila ingin mengetahui pengaruh hormone estrogen atau yang lain selain
hormonal, maka biopi dilakukan pada hari ke-14. Bila ingin mengetahui peradangan
menahun (TBC), ovulasi, atau neoplasia, biopsy dilakukan setelah ovulasi. Umumnya
waktu yang terbaik untuk biopsy adalah 5 – 6 hari setelah ovulasi, yaitu sesaat
sebelum terjadinya implantasi blastosis pada pemukaan endometrium.
Bila terjadi defek fase luteal yaitu korpus luteum tidak menghasilkan cukup
progesterone, menurut Speroff et al., siklus haid dengan defek luteal yang berulang
hanya terjadi pada kurang dari 4 % pasangan infertil.
- Histerosalpingografi (HSG)
Menyuntikkan kontras dengan kateter pediatric foley, diawasi dengan fluoroskopi.
HSG yang baik dapat memberikan keterangan tentang seluk-beluk kavum uteri,
patensi tuba, bila tuba paten dapat perlihatkan peritoneum.
- Histeroskopi
Adalah peneropongan kavum uteri yang sebelumnya telah digelembungkan dengan
media dekstran 32 %, glukosa 5 %, garam fisiologik, atau gas CO2.
Dilakukan pada infertilitas, dengan:
1. Kelainan pada HSG
2. Riwayat abortus habitualis
3. Miom atau polip submukosa7
4. Perdarahan abnormal dari uterus
5. Sebelum lakukan bedah plastic tuba, untuk menempatkan kateter sebagai splint
pada bagian proksimal tuba.
Tidak dilakukan biladiduga ada infeksi akut rongga panggul, kehamilan, atau
perdarahan banyak dari uterus
6. Masalah tuba
- Pertubasi
Atau uji rubin, bertujuan memeriksa patensi tuba dengan jalan meniupkan gas
CO2 melalui kanula atau kateter foley yang terpasang pada kanalis servikalis. Apabila
kanalis servikouteri dan salah satu atau kedua tubanya paten, maka gas akan
mengalir bebas ke dalam kavum peritonei.patensi tuba akan dinilai dari cacatan
tekanan aliran gas sewaktu dilakukan peniupan, terdengarnya pada auskultasi
suprasimpisis tiupan gas masuk ke dalam kavum peritonei seperti bunyi jet atau nyeri
bahu segera setelah pasien dipersilakan duduk sehabis pemeriksaan, akibat terjadi
penggumpalan gas di bawah diafragma.
Indikasi kontra adalah kehamilan yang belum disingkirkan, peradangan alat
kelamin, perdarahan uterus, dan kuretase yang baru dilakukan. Saat terbaik untuk
dilakukan pertubasi adalah setelah haid bersih dan sebelum ovulasi, atau pada hari ke
10 siklus haid.
7. Masalah ovarium
Ovulasi yang jarang terjadi dapat menyebabkan infertilitas. Bagi pasangan
infertile yang bersenggama teratur, cukup dianjurkan senggama 2 hari sekali pada
minggu dimana ovulasi diharapkan akan terjadi.
Masalah ovulasi dapat dilihat dari pengamatan korpus luteum, siklus haid yang
tidak teratur dengan lama haid yang tidak sama sangat mungkin disebabkan anovulasi.
Amenore hamper selalu disertai kegagalan ovulasi. Nyeri perut bawah kiri atau kanan
sebagai tanda ovulasi. Keputihan, ketegangan jiwa, nyeri payudara sering terjadi pada
siklus haid yang berovulasi.
- Perubahan lendir serviks
Diperiksa berdasarkan perubahan:
1. Bertambah besarnya pembukaan ostium eksterna serviks
8
2. Bertambah banyaknya jumlah, bertambah panjangnya daya membenang,
bertambah jernih, bertambah rendahnyaviskositas
3. Bertambah tingginya daya serbu spermatozoa
4. Peningkatan persentase sel-sel kariopiknotik dan eosinofilik pada usap vagina.
- Catatan suhu basal
Pada pembacaan kurva suhu basal badan, ovulasi terjadi setelah permulaan
peningkatan suhu basal badan.
- Sitologi vagina hormonal
Menyelidiki sel-sel yang terlepas dari selaput lendir vagina, sebagai pengaruh
hormone-hormon ovarium. Pemeriksaan ini sangat sederhana, mudah, tidak
menimbulkan nyeri, sehingga dapat dilakukan berkala pada siklus haid. Tidak ada
indikasi kontra.
Tujuan :
1. Memeriksa pengaruh estrogen dengan mengenal perubahan sitologik yang khas
pada proliferasi
2. Memeriksa adanya ovulasi dengan melihat perubahan sitologik fase luteal lanjut
3. Menentukan saat ovulasi
4. Memeriksa kelainan fungsi ovarium pada siklus haid yang tidak berovulasi.
Oei melakukan pemeriksaan dengan cara ;
1. Tablet nimorazol dimasukkan ke vagina 2 hari sebelum pemeriksaan
2. Pemeriksaan terencana hari ke 8, 12, 18, 24 dari siklus haid.
3. Dilarang sanggama, periksa dalam, atau bilas ke dalam vagina, dalam 24 jam
pemeriksaan
4. Lihat forniks lateral dengan speculum
5. Lendir vagina di oleskan ke gelas objek
6. Difiksasi dengan alcohol
7. Diwarnai dengan pulasan Harris-shorr
- Pemeriksaan hormonal
Dilakukan pemeriksaan terhadap FSH, LH, estrogen dan progesterone. Pemeriksaan
estrogen serum atau urin memberikan banyak informasi tentang aktivitas ovarium dan
penentuan saat ovulasi. Pemeriksaan progesterone plasma atau pregnandiol urin
berguna untuk menunjukkan ovulasi. Ovulasi akan diikuti oleh peningkatan 9
progesterone, yang dapat diukur mulai 2 hari sebelum ovulasi, dan sangat nyata pada
3 hari setelah ovulasi.
- Biopsi endometrium
Jarang dilakukan.
8. Masalah peritoneum
Dengan menggunakan laparoskopi diagnostik, Esposito menganjurkan sebaiknya
dilakukan 6-8 bulan setelah pemeriksaan infertilitas dasar selesai dilakukan.
Albano, indikasi laparoskopi diagnostic;
1. 1 tahun pengobatan belum juga hamil
2. Siklus haid tidak teratur, atau suhu badan basal monofasik
3. Istri berumur >28 tahun, atau infertile selama >3 tahun
4. Riwayat laparotomi
5. Pernah HSG
6. Riwayat apendisitis
7. Pertubasi abnormal
8. Tersangka endometriosis
9. Akan lakukan inseminasi buatan
Waktu terbaik adalah segera setelah ovulasi. Laparoskopi untuk melihat kelainan tuba
seperti tuba fimosis, melihat rongga perut, melihat adanya endometriosis, dan lain-lain.
2.4 Penanggulangan
Air mani abnormal
Lakukan sanggama berencana pada saat subur istri
Varikokel
Lakukan operasi. Dua pertiga pria dengan varikokel yang dioperasi akan alami perbaikan
dalam motilitas spermatozoanya.
Sumbatan vas
Operasi vasoepididimostomi belum memuaskan hasilnya.
Infeksi
Diberikan antibiotik, dengan pilihan yang dapat terkumpul dalam traktus genitalis dalam
jumlah besar, seperti eritromisin, dimetilklortetrasiklin, dan trimetoprimsulfametoksazol.
Defisiensi gonadotropin
10
Diberikan LH dalam bentuk HCG selama 3 bulan dengan dosis 1000 dan 3000 IU, dua atau
tiga kali seminggu. pada beberapa orang terkadang memerlukan pengobatan HCG dan FSH
untuk merangsang spermatogenesis. Diberikan preparat 3-4 ampul setiap minggu, dengan
lama pengobatan bervariasi antara 4 bulan sampai 2 tahun, hingga ditemukannya
spermatozoa dalam ejakulatnya. Oleh karena itu, monitor air mani setiap bulan.
Hiperprolaktinemia
Dengan memberikan dopamine agonis 2-bromo-alfa-ergo-kriptin.
Uji pascasanggama yang abnormal
Diberikan Dietil stillbestrol (DES) dengan dosis 0,1-0,2 mg per hari dimulai pada hari ke
lima sampai keduapuluh dari siklus haid, baik bila penyebabnya adalah kualitas dan jumlah
lendir serviks yang sedikit. Klomifen sitrat digunakan bila penyebabnya lendir serviks yang
kurang baik akibat perkembangan folikular yang tidak adekuat. Inseminasi buatan dapat
dilakukan pada kasus normospermia volum rendah dna oligospermia ringan.
Mioma uteri
Dilakukan miomektomi
Masalah tuba yang tersumbat
Bila dengan riwayat infeksi pelvik, dapat diberikan antibiotic jangka panjang selama 6-12
bulan. Endometriosis dapat diobati dengan pil-kb, progesterone, atau danazol. Dilakukan
pembedahan, atas indikasi tersumbatnya seluruh atau sebagian tuba, tidak dapat dilakukan
bila kalau hasil analisis air mani suami abnormal, dan penyakit pada istri yang tidak
dibolehkan hamil. Tujuannya adalah untuk memperbaiki dan mengembalikan anatomi
tubadan ovarium. Saat yang paling tepat dilakukan pembedahan adalah pada tengah
proliferasi, dan jangan fase sekresi.
Endometriosis
1. Menunggu sampai kehamilan sendiri
Dengan mempertimbangkan usia dan lama infertilitas
2. Hormonal
Pil KB yang berkhasiat kuat seperti noretinodrel 5 mg + mestranol 75 mikrogram
(enovid), dengan 1-2 tablet sehari, lalu dinaikkan dengan 1-2 tablet setiap minggu,
sampai pasien mendapat 20 mg (4 tablet) sehari, selama 6-9 bulan. Danazol dengan dosis
200mg, 2 kali 2 kapsul atau 4 kali 1 kapsul sehari, selama 6 bulan atau hingga hasil
memuaskan.11
Induksi ovulasi dengan klomifen sitrat
Klomifen sebagai pilihan utama pasien dengan siklus haid yang tidak berovulasi dan
oligomenore, amenore sekunder yang kadar FSH, LH, dan prolaktin normal. Bila haid
klomifen diberikan pada hari kelima sampai hari kesembilan selama 5 hari. Bila tidak haid,
buat perdarahan surut dengan 5 mgnoretisteron, 2 kali sehari selama 5 hari, klomifen
diberikan hari ke lima setelah perdarahan surut. Dosis nya adalah 50 mg perhari selama 5
hari.
Terdapat 4 kemungkinan hasil, yaitu
1.Terjadi ovulasi.
2. Hanya pematangan folikel, mungkin dengan ovulasi yang terjadi lambat atau defek
korpus luteul
3. Pematangan folikel tanpa ovulasi
4. Tak ada reaksi sama sekali
Bila kemungkinan 1, pengobatan diulang, kemungkinan 2 pengobatan diulang, bila
hasil sama dosis dinaikkan. Kemungkinan 3, pengobatan diulang, dosis sama ditambah
HCG 3000-5000 IU selama 5-7 hari setelah dosis klomifen dimakan. Kemungkinan 4, dosis
dinaikkan setiap siklus, dimulai dengan 100 mg perhari selama 5 hari dan berakhir dengan
dosis maksimal 200 mg per hari selama 5 hari
2.5 Prognosis
Menurut Behrman&Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur
suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi
sanggama, dan lamanya perkawinan). Karena adanya pengelolaan mutakhir, 50 % pasangan
dapat hamil. Jones & Pourmand, pasangan yang tidak hamil selama 3 tahun, dapat
mengharapkan kehamilan 50 %, yang lebih dari 5 tahun, menurun menjadi 30 %. Turner et
al., menyatakan bahwa lamanya infertilitas sangat mempengaruhi prognosis kehamilan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infertilitas diklasifikasikan menjadi infertilitas primer dan sekunder. Infertilitas
primer bila istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada
kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Infertilitas sekunder bila istri pernah hamil, akan
tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun pasangan bersenggama dan
dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.
Sumapraja membagi masalah infertilitas dalam beberapa kelompok yaitu air mani,
masalah vagina, masalah serviks, masalah uterus, masalah tuba, masalah ovarium, dan
masalah peritoneum.
Menurut Behrman&Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada
umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi
sanggama, dan lamanya perkawinan). Karena adanya pengelolaan mutakhir, 50 % pasangan
dapat hamil. Jones & Pourmand, pasangan yang tidak hamil selama 3 tahun, dapat
mengharapkan kehamilan 50 %, yang lebih dari 5 tahun, menurun menjadi 30 %. Turner et
al., menyatakan bahwa lamanya infertilitas sangat mempengaruhi prognosis kehamilan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Pritchard, dan MacDonald, G. (2001), Obstetri Williams, Edisi Ketujuhbelas, Airlangga
University Press, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: 2008.
Mochtar, R. (2004), Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, Edisi III, EGC, Jakarta.
Achadiat, C.M. (2004), Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, EGC, Jakarta.
Depkes RI, (2002), Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar, Pelayanan Kesehatan
Neonatal Esensial, Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan
Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Jakarta.
Manuaba, I.B.G. (2001), Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.
14