Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

27
PENDAHULUAN Infertilitas sekunder adalah kegagalan hamil pada pasangan pasutri yang sebelumnya sudah punya anak selama satu tahun atau lebih tanpa menggunakan kontrasepsi meskipun melakukan hubungan seksual secara teratur. 1 La poran WHO (2009), infertilitas mempengaruhi lebih dari 80 juta orang di seluruh dunia, dimana sebanyak 15-25% pada setiap 100 pasutri, yang sudah mempunyai anak dan menginginkan anak kembali berada dibawah tingkat kesuburan normal. 2 Tercatat kasus infertilitas sekunder mencapai sekitar 3 juta wanita di Amerika Serikat tahun 2009. 3 Para ahli di Indonesia memastikan angka infertilitas telah meningkat mencapai 15-20 persen pada sekitar 50 juta pasangan usia suburpada tahun 2009, 4 dimana dari 15% infertilitas , sebanyak 5% adalah infertilitas sekunder. Jumlah WUS (Wanita Usia Subur) di Indonesia terus meningkat sebesar 0,11% dari tahun 2004 sampai tahun 2009 yang seiring dengan bertambahnya jumlah aseptor KB sebesar 0,4 % dengan rata-rata 1

Transcript of Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

Page 1: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

PENDAHULUAN

Infertilitas sekunder adalah kegagalan hamil pada pasangan pasutri yang

sebelumnya sudah punya anak selama satu tahun atau lebih tanpa menggunakan

kontrasepsi meskipun melakukan hubungan seksual secara teratur.1 Laporan

WHO (2009), infertilitas mempengaruhi lebih dari 80 juta orang di seluruh dunia,

dimana sebanyak 15-25% pada setiap 100 pasutri, yang sudah mempunyai anak

dan menginginkan anak kembali berada dibawah tingkat kesuburan normal.2

Tercatat kasus infertilitas sekunder mencapai sekitar 3 juta wanita di Amerika

Serikat tahun 2009.3

Para ahli di Indonesia memastikan angka infertilitas telah meningkat

mencapai 15-20 persen pada sekitar 50 juta pasangan usia suburpada tahun 2009,4

dimana dari 15% infertilitas , sebanyak 5% adalah infertilitas sekunder. Jumlah

WUS (Wanita Usia Subur) di Indonesia terus meningkat sebesar 0,11% dari tahun

2004 sampai tahun 2009 yang seiring dengan bertambahnya jumlah aseptor KB

sebesar 0,4 % dengan rata-rata pemakai KB sebanyak 60% dari total penduduk

wanita usia subur.6 Begitu juga WUS infertil juga bertambah sebesar 4,5%. 5

Data RSUP M. Djamil Padang didapatkan 96% wanita dari pasangan

yang memeriksakan diri ke SMF Obstetri mengalami infertilitas primer dan

sekunder. Jumlah WUS di Sumatera Barat mengalami peningkatan sebesar 0,1%

dari total jumlah penduduk perempuan dari tahun 2004 sampai 2009, dan WUS

infertil meningkatan 1,73% dari tahun 2005 sampai tahun 2008.7

Kabupaten Padang Pariaman adalah kabupaten dengan kasus infertilitas

sekunder terbanyak, dalam empat tahun terakhir terus terjadi peningkatan sebesar

1

Page 2: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

0,4%-4%, dimana pada tahun 2008 kejadiannya mencapai lebih dari separuh

(51,8%).8 Dari data Kantor Cabang KB Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang

Pariaman pada lima korong terluas terdapat 9% kejadian infertlitas dan lima orang

wanita mantan pengguna kontrasepsi hormonal mengalami infertil sekunder.

Menurut Ingerslev penyebab infertilitas ada lima kelompok yaitu faktor

anatomi, endokrin, suami, kombinasi, dan tidak diketahui (unexplained

infertility).9 Sebanyak 40-50% infertilitas sekunder disebabkan oleh faktor wanita

(disfungsi ovulasi).10 Penelitian sejumlah spesialis infertilitas Barat menemukan

adanya faktor antibodi antisperma pada wanita bisa memicu kegagalan

kehamilanpada penyebab yang tidak diketahui. Diduga penggunaan kontrasepsi

hormonal dalam jangka waktu tertentu jadi penyebab meningkatnya antibody

antisperma.11

Franklin dan Dukes menemukan kadar antibody antisperma yang tinggi

dalam serum wanita infertil. Antibody imobilisasi sperma baik dalam serum

maupun dalam saluran reproduksi, dibawakan oleh kelas IgG. Sel sperma

difagosit oleh makrofag yang ada pada saluran reproduksi wanita, kemudian

diproses dan dibawa ke daerah kelenjar limfe untuk dipersentasikan kepada

limfosit T maupun B, sehingga terjadi antibody antispema baik dalam sirkulasi

darah maupun dalm getah serviks.12 Sperma akan teraglutinasi dalam berbagai

corak/tipe, baik tipe head to head, tail to tail maupun tail to head agglutination

sehingga sperma tidak mampu melanjutkan perjalanannya ke tuba Fallopii.

Meskipun terkadang ada sperma yang lolos dan sampai tuba Falopii namun tidak

mampu menembus ovum karena disebabkan oleh akrosomnya terhalang antibodi

antisperma.12

2

Page 3: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

Hasil penelitian M. Blum dan teman-teman di Netherlands (1989) pada 35

wanita muda pengguna kontrasepsi oral (kelompok A) dan dua puluh empat non-

pengguna (kelompok B) dibandingkan usia dan latar belakang terhadap adanya

antibodi antisperm serum, dimana terdapat peningkatan frekuensi antibodi

antisperma pada serum pengguna kontrasepsi oral.14

Pada pasangan yang menggunakan kontrasepsi hormonal terjadi

pembentukan antibodi terhadap sperma yang semakin lama kadarnya semakin

tinggi dan pertahanannya semakin kuat. Diduga, inilah pemicu utama kesulitan

mendapatkan keturunan. Dengan kata lain, dalam tubuh si wanita telanjur timbul

“kontrasepsi alami”, atau tercipta antibodi kuat penolak kehadiran sperma yang

hendak membuahi sel telurnya. Kalaupun sampai terjadi pembuahan, bisa jadi,

akan membentuk efektor imun lebih dahsyat yang mampu menimbulkan

peradangan terhadap janin dan plasenta yang mulai berkembang dalam rahim sang

ibu sehingga berujung pada keguguran.10 Pada penelitian tentang hubungan lama

penggunaan kontrasepsi oral berkaitan dengan kesuburan ditemukan asosiasi

terkuat setelah 3-5 tahun penggunaan.

Dampak infertilitas bisa terjadi secara ekonomi dan psikologis yang

berujung pada tekanan psikologis pasangan suami isteri juga dapat menjadi akar

terjadinya perceraian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

penggunaan KB hormonal dengan infertilitas sekunder di Kecamatan Patamuan

Kabupaten Padang Pariaman tahun 2010.

3

Page 4: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan case control yang dilakukan di

Pariaman bulan Juni-Agustus tahun 2010. Populasi penelitian adalah wanita yang

pernah melahirkan namun kesulitan mendapatkan anak selanjutnya. Sebagai kasus

adalah wanita infertil sekunder yang berusia 19-49 tahun yang berjumlah 72

orang, sedangkan kontrol adalah wanita yang bukan infertil sekunder yang berusia

19-49 tahun yang berjumlah 728 orang dengan kriteria yang dipasangkan adalah

umur, pekerjaan, dan pendidikan. Dengan menggunakan rumus didapatkan jumlah

sampel untuk kasus dan kontrol adalah sebanyak masing-masing 61 orang dengan

teknik Simple Random Sampling.14

Data yang dikumpulkan berupa data primer dari kuesioner dengan cara

wawancara dan data sekunder mengenai infertilitas sekunder dan pemakaian

kontrasepsi hormonal. Pengolahan data dilakukan dengan proses editing, coding

dan tabulasi. Setelah itu data dianalisa secara univariat dalam bentuk table

distribusi dan bivariat dengan uji Chi-Square (X2) dengan α = 0,05 untuk melihat

ada pengaruh kontrasepsi hormonal terhadap kejadian infertilitas sekunder dan

dengan menghitung Odds Ratio, dimana jika OR>1 menunjukkan merupakan

faktor resiko, OR<1 faktor protektif dan jika OR = 1 maka tidak ada asosiasi

antara kontrasepsi hormonal dengan infertilitas sekunder.15

Didefenisikan infertilitas sekunder jika kesulitan hamil lagi walaupun

sebelumnya pernah hamil melakukan hubungan seksual 2-3 kali perminggu tanpa

kontrasepsi selama ≥ 12 bulan dengan jarak anak terakhir dengan anak

sebelumnya minimal 3 tahun atau tidak memiliki keturunan setelah 3 tahun

4

Page 5: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

sampai pada saat wawancara dilakukan dengan skala ordinal dan hasil ukur

berupa fertil dan infertil. Sedangkan kontrasepsi hormonal adalah pemakaian

hormon estrogen dan progesterone (pil, suntik, implan) dengan skala ordinal dan

hasil ukur berupa memakai jika responden menggunakan kontrasepsi hormonal ≥

3 tahun pemakaian terus menerus dan tidak memakai jika tidak memakai atau

memakai kontrasepsi hormonal < 3 tahun pemakaian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecamatan Patamuan bagian dari Kabupaten Padang Pariaman. Terdiri

dari kenagarian Sungai Durian dan Tandika, dengan 7 Pos KB dan akseptor KB

sebanyak 743 orang.

Tabel 1. Distribusi frekwensi responden berdasarkan pemakaian kontrasepsi

hormonal, lama pemakaian, lama waktu pembertisn

Variabel Infertil Fertilf % f %

Pemakaian Kontrasepsi HormonalMemakai

Tidak memakai

35

26

57,3

42,6

7

54

11,4

88,5

Lama pemakaian kontrasepsi hormonal< 3 tahun

3 tahun

> 3 tahun

Tidak memakai

5

14

21

21

8,2

2,9

34,4

34,4

13

6

1

41

21,3

9,8

1,6

67,2

5

Page 6: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

Lama Setelah Pemberhentian Kontrasepsi Hormonal . < 12 bulan12-24 bulan24-36 bulan36 bulan Tidak Memakai

1

14

111421

1,622.918,022,934,4

973141

14,711,44,911,667,2

Didapatkan penggunaan kontrasepsi hormonal sebesar 34,4% memakai

dan 65,6% tidak memakai kontrasepsi hormonal, dengan kelompok kasus lebih

banyak menggunakan kontrasepsi hormonal dibandingkan dengan kelompok

kontrol. Merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh A. Farrow didapatkan

hasil asosiasi terkuat penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kesuburan

selanjutnya adalah setelah 3-5 tahun penggunaan. Studi berbeda dengan studi

yang dilakukan di Australia oleh Ford dan MacCormac tahun 1995. Penelitian ini

terbatas pada wanita yang telah melahirkan saja, didapakan hasil bahwa,

mengindikasikan jangka panjang penggunaan kontrasepsi oral dikaitkan dengan

penurunan risiko yang berkaitan dengan usia keguguran27.

Dari hasil penelitian pada kelompok kontrol maupun kelompok kasus dari

hasil analisis univariat didapatkan bahwa jenis kontraspsi yang dominan

digunakan adalah suntik. Secara keseluruhan, responden dalam penelitian ini

banyak menggunakan kontrasepsi jenis suntik yaitu sebesar 29,51% dari yang

pernah menggunakan kontrasepsi hormonal. Hal ini sesuai pula dengan

penggunaan jenis kontrasepsi bedasarkan status responden (fertil dan infertil),

yang masing – masing kelompok responden banyak yang menggunakan

kontrasepsi jenis suntik. Pada kelompok kasus penggunaan jenis suntik adalah

sebanyak 37,7% dan pada kelompok kontroladalah sebanyak 21%. Menurut

6

Page 7: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

responden dari hasil wawancara didapatkan pernyataan bahwa mereka lebih

banyak memilih kontrasepsi jenis suntik karena mudah penggunaanya dan hanya

memerlukan waktu sekali tiga bulan untuk pemakaian jenis kontrasepsi suntik ini.

Sementara itu untuk jenis kontrasepsi hormonal yang lain seperti implant, dalam

penelitian ini adalah jenis kontrasepsi yang digunkan paling sedikit, hal ini karena

responden khawatir dengan efek samping yang dihasilkan seperti perdarahan yang

berhubungan dengan infeksi.

Penelitian ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur Afni

pada tahun 2005, di Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah. Dalam

penelitiannya pada kelompok umur 20-35 tahun didapatkan kontrasepsi hormonal

yang paling banyak digunakan adalah suntik yaitu sebanyak 65%34.

Hasil penelitian yang didapatkan ini berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ani Lestari di wilayah kerja KEPIL 2 Jakarta menunjukan

responden yang menjadi responden penelitian penggunaan kontrasepsi hormonal

pil (61,5%), suntik (33,3%), implant (50%). Hal yang sama juga terjadi pada

penelitian yang dilakukan oleh NDHS (National Demographic And Health

Survey) di Philipina tahun 1998, dimana dalam penelitian ini responden yang

pernah menggunakan alat kontrasepsi paling banyak menggunakan pil

dibandingkan suntik yang hanya sebanyak 6,5% 35. Hal ini sesuai juga dengan

hasil penelitian yang yang dilakukan di Nikaragua tahun 1998 yang dilakukan

oleh NDHS menunjukkan pemakaian jenis kontrasepsi pil lebih banyak digunakan

dibandingkan suntik yang hanya sebesar 19.3% dari keseluruhan responden yang

menggunakan kontrasepsi metode modern34.

7

Page 8: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

Responden paling lama menggunakan kontrasepsi hormonal adalah

>3tahun. Namun rata – rata responden baik itu kelompok kasus paling banyak

menggunakan kontrasepsi hormonal selama >3 tahun (34,4%). Sedangkan kontrol

paling banyak menggunakan kontrasepsi hormonal adalah <3 tahun (21,3%).

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Farrow dan

kawan-kawan di Inggris tahun 2002. Pada penelitian Farrow ini didapatkan bahwa

pengguna kontrasepsi hormonal paling banyak menggunakan selama 5 tahun 55%

dan responden yang menggunakan 3 tahun sebesar 22,3%. Hal ini karena menurut

responden dalam penelitian ini jika menggunakan kontrasepsi terlalu lama akan

menimbulkan ketidakcocokan dan akan menimbulkan efek samping yang

merugikan. Selain itu mereka tidak menginginkan jarak anak yang terlalu jarang,

oleh karena itu dalam penelitian ini responden banyak menggunakan kontrasesi

hormonal selama 3 tahun. Hasil yang didapat oleh Ford dan MacCormac tahun

1995 berbeda dengan penelitian ini. Ford dan MacCormac melakukan penelitian

pada responden yang telah melahirkan. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa

penggunaan kontrasepsi hormonal jenis pil dalam waktu yang panjang

berhubungan dengan penurunan resiko lama keguguran 27. Jadi dalam penelitian

ini didapatkan bahwa lama penggunaan kontrasepsi hormonal jenis pil tidak akan

dirugikan untuk kembali ke masa subur.

Dalam penelitian yang dilakukan di Kecamatan Patamaun Kabupaten

Padang Pariaman ini responden yang bisa hamil setelah pencopotan alat

kontrasepsi sebanyak 17,2% hamil di tahun ke -2 dan sebanyak 8,1% bisa hamil

di tahun pertama. Namun dari hasil analisis univariat didapatkan hasil, responden

kelompok kasus lebih banyak bisa hamil di tahun ke-2 dan ke-4 yaitu sebanyak

8

Page 9: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

22,9% sedangkan kelompok kontrol lebih banyak bisa hamil setelah tahun

pertama yaitu sebesar 14,7%. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Farrow dan kawan-kawan di Inggris mereka menemukan untuk

12,106 pasangan yang awalnya memenuhi syarat untuk studi di antaranya 8,497

(70,6%) telah sengaja hamil, dan sebanyak 3,545 (29,4%) tidak menginginkan

kehamilan. Dari mereka yang kehamilan direncanakan, 99,5% menyatakan waktu

yang dibutuhkan untuk hamil yaitu sebanyak 74,2% bisa hamil kembali dalam 6

bulan pertama, 13,9% dalam 6 bulan kedua, 8,5% di tahun-tahun 2 dan 3, dan

3,4% setelah 3 tahun setelah menggunakan kontrasepsi hormonal jenis pil27.

Dalam penelitian Farrow ini responden banyak bisa hamil kembali dalam tahun

pertama.

Perbedaan hasil penelitian yang didapat, berbeda dengan penelitian Farrow

ini karena disebabkan karena pemakaian jenis kontrasepsi yang digunakan. Dalam

penelitian ini jenis kontrasepsi yang digunakan adalah paling banyak jenis suntik,

sedangkan dalam penelitian Farrow, jenis kontrasepsi yang digunakan adalah pil.

Keprihatinan mengenai kemungkinan gangguan kesuburan setelah penggunaan

kontrasepsi hormonal telah berkembang selama dua dekade terakhir dan

penundaan sementara dalam konsepsi dibandingkan dengan metode kontrasepsi

lainnya telah dilaporkan oleh Vessey tahun 1978, Linn tahun 1982, Harlap dan

Barlas, 1984, Chasan-Taber 1997. Kumpulan literatur kehamilan dalam

docstoc.com dijelaskan bahwa mengapa setelah penggunaan kontrasepsi dapat

memicu ketidaksuburan. Dalam tubuh hormone buatan yang dibawa oleh media

kontrasepsi berupa suntik, pil, dan implant akan disimpan dalam jaringan lemak

tubuh. Dengan demikian meskipun sudah berhenti menggunakan kontrasepsi

9

Page 10: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

hormonal, secara substansial masih ada dalam darah. Inilah yang menyebabkan

ketidaksuburan sementara setelah menggunakan kontrasepsi hormonal.

Waktu Untuk Hamil Kembali

Status Responden TotalKasus Kontrolf % f % F %

< 12 bulan 1 1,6 9 14,7 10 8,112 - < 24 bulan 14 22,9 7 11,4 21 17,2

24 - < 36 bulan 11 18,0 3 4,91 14 11,4≥ 36 bulan 14 22,9 1 1,6 15 12,2

Tidak memakai 21 34,4 41 67,2 62 50,8Total 61 100 61 100 122 100

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kecamatan patamuan

kabupaten padang pariaman didapatkan bahwa wanita dengan status infertil

(kasus) lebih banyak mempunyai riwayat menggunakan kontrasepsi hormonal

yaitu sebesar 57,3% dibandingkan dengan kelompok kontrolyang menggunkan

kontrasepsi hormonal sebesar 11,4%. Hasil analisis bivariat juga menunjukan

adanya hubungna yang bermakna antara penggunaan kontrasepsi hormonal

dengan infertilitas sekunder (p=0.000). Dari teori tersebut jika dihubungkan

dengan hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa penggunaan kontrasepsi

hormonal memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian infertilitas

sekunder. Dari hasil analisis bivariat terlihat bahwa jika semakin banyak kejadian

infertilitas sekunder, maka semakin banyak pula penggunaan kontrasepsi

hormonal. Sebaliknya pada kelompok kontrol ( fertil) banyak yang tidak

menggunakan kontrasepsi hormonal. Dimana sebanyak 88,5% dari seluruh

responden yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal adalah kelompok

kontrol (fertil) sedangkan dari seluruh responden yang pernah menggunakan

kontrasepsi hormonal 57,3% nya adalah kelompok kasus ( infertil). Jadi terlihat

10

Page 11: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

disini bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal merupakan faktor resiko

terjadinya kasus infertilitas sekunder.

Arjatmo Tjokronegoro dalam ilmu kebidanan mengatakan bahwa uraian

tentang kemungkinan timbulnya reaksi imun terhadap sperma maupun plasenta

dan janin, telah menimbulkan berbagai pemikiran kearah pengembangan dan

pemanfaatan mekanisme imunologis sebagai metode Keluarga Berencana. Saat ini

telah tersedia berbagai cara meregulasi fertlitas manusia, namun sering

dipertanyakan keamanannya. Kemungkinan jika metode imunologis dimanfaatkan

untuk keperluan pembatasan kelahiran salah satu cara yang lebih ampuh dan jauh

dari efek samping yan merugikan. Memang saat ini belum ada satupun metode

kontraseptif yang benar-benar ampuh dan cukup aman tanpa efek samping yang

merugikan tubuh. Berdasarkan fakta inilah maka penelitian ke arah pencarian

metode kontraseptif baru tetap berjalan terus bahkan telah mendapat dukungan

dari dunia internasional 26 .

Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang

Pariaman ini sesuai juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Williamson

dan kawan-kawan di enam Negara dari Subsahara Afrika dan satu dari Asia

Tenggara dengan kisaran usia 13-19 tahun. Empat dari studi didasarkan

perkotaan, satu desa, satu semi-pedesaan, dan satu dicampur (terutama pedesaan).

Penggunaan metode hormonal dibatasi oleh karena kurangnya pengetahuan

responden, keprihatinan atas efek samping, dan terutama takut terhadap

infertilitas34.

Penelitian yang lain juga bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan di

Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang Pariaman adalah penelitian yang

11

Page 12: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

dilakukan oleh M. Blum, J. Pery dan I. Blum. Pada penelitian ini didapatkan

bahwa adanya hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan infertilitas.

Dalam penelitian yang dilakukan M. Blum dkk ini terdeteksi antibody antisperma

setelah penggunaan kontraasepsi hormonal yang merupakan penyebab

unexplained infertility pada kelompok responden yang pernah menggunakan

kontrasepsi hormonal jenis pil dengan p < 0.05 29. Bebagai laporan penelitian

memberikan informasi yang berbeda, sehingga konklusi tentang peranan antibody

antisperma belum dapat disimpulkan secara gamblang.

Franklin dan Dukes menemukan menemukan antibody antisperma cukup

tinggi dalam serum wanita infertil, sedangkan Isojima dkk, melaporkan adanya

kadar antibody antisperma yang juga tinggi dalam serum wanita yang sedang

hamil 26.

Dengan banyaknya pendapat para ahli tentang pengaruh penggunaan

kontrasepsi hormonal dengan kejadian infertil dapat ditarik kesimpulan sementara

bahwa kemungkinan penggunaan kontrasepsi hormonal merupakan faktor resiko

terjadinya infertilitas sekunder. Hal serupa juga terjadi pada penelitian yang

dilakukan di Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang Pariaman ini. Dalam

penelitian ini didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan

kontrasepsi hormonal dengan kejadian infertilitas sekunder. Penelitian tentang

penggunaan kontrasepsi hormonal dengan infertil masih dalam pengembangan

namun dari hasil studi yang dilakukan di dunia barat, memang ada ditemukan

hubungan yang bermakna dan dukung pula dengan pendapat famakolog. Para

farmakolog itu mengatakan bahwa kontrasepsi hormonal yang digunakan bersifat

Abocificient atau bersifat mematikan embrio 28.

12

Page 13: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

Kecamatan Patamuan adalah bagian dari Kabupaten Padang Pariaman

yang memiliki cakupan daerah yang luas sekaligus kejadian infertilitas lebih

banyak di bandingkan kabupaten yang lain. Dalam survai awal yang dilakukan

sebelum penelitian didapatkan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal di

Kecamatan Patamuan tiap tahunya mencapai target bahkan ada yang melampaui

batas target yang ditetapakan. Jadi masyarakat kecamatan patamuan banyak yang

berkeinginan untuk menolak kahamilan sementara. Sementara itu penggunaan

kontrasepsi yang terlalu lama, tiga tahun atau lebih dapat beresiko terhadap

kejadian infertil. Bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan di Kecamatan

Patamuan responden banyak menggunakan kontrsepsi hormonal tiga tahun lebih.

Jadi memang kuat dugaan bahwa kontrasepsi hormonal memang merupakan

faktor resiko terjadi infertilitas sekunder.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

6.1.1 Penggunaan kontrasepsi hormonal dibagi menjadi responden yang

menggunakan kontrasepsi hormonal, jenis kontrasepsi yang digunakan,

lama penggunaan kontrasepsi hormonal dan waktu yang dibutuhkan untuk

kembali hamil setelah tidak menggunakan kontrasepsi hormonal lagi.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat uraianya sebagai berikut :

a. Secara umum sebagian besar responden kasus menggunakan

kontrasepsi hormonal jika dilihat dari status responden (infertil dan

fertil) pada kelompok infertil sebagian besar adalah pengguna

kontrasepsi hormonal yaitu sebesar 57,3%.

13

Page 14: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

b. Baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol paling banyak

menggunakan kontrasepsi hormonal jenis suntik. Kelompok kasus

( infertil) sebesar 57,5% dari total pengguna kontrasepsi hormonal,

dan kelompok kontrol 65% dari total pengguna kontrasepsi hormonal.

c. Berdasarkan hasil penelitian kelompok kasus paling banyak

menggunakan kontrasepsi hormonal adalah selama > 3 tahun dan

kelompok kontrol paling banyak menggunakan kontrasepsi hormonal

selama < 3 tahun.

d. Waktu yang dibutuhkan responden untuk bisa hamil kembali setelah

tidak menggunakan kontrasepsi hormonal adalah bervariasi. Kelompok

kasus paling banyak bisa hamil kembali setelah tahun ke-2 (21,3%)

dan tahun ke-4 (19,7%). Sedangkan kelompok kontrol paling banyak

bisa hamil kembali setelah tahun ke-2 (8,2%) dan tidak ada yang bisa

hamil di tahun ke-4.

6.1.2 Ada pengaruh pada responden yang menggunkan kontrasepsi hormonal

dengan kejadian infertilitas sekunder di Kecamatan Patamuan Kabupaten

Padang Pariaman Tahun 2010

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat

dalam penurunan resiko infertil sekunder maka diharapkan :

6.2.1 Kepada WUS

Kepada WUS disarankan agar dalam pemilihan alat kontrasepsi

mengkonsultasikan terlebih dahulu kepada pihak yang berkompeten dalam

14

Page 15: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

masalah ini. Dan juga disarankan agar tidak menggunakan kontrasepsi hormonal

lebih dari 4 atau 5 tahun.

6.2.2 Kepada BKKBN

Untuk dapat mengembangkan penelitian terkait dengan substansi yang

dikandung oleh kontrasepsi hormonal dan BKKBN juga diharapkan bekerja sama

dengan Badan Kefarmasian untuk dapat melakukan penekanan efek samping

yang merugikan pemakai. Selain itu disarankan agar Badan Kefarmasian juga bisa

menciptakan kontrasepsi hormonal yang bersesuaian dengan sistem imunologis

seperti yang saat ini sedang dikembangkan oleh dunia internasional.

6.2.3 Kepada Peneliti lain

Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar menggunakan rancangan

penelitian kohort sehingga terhindar dari recall bias dan dalam penarikan

kesimpulan bahwa pemakaian kontrasepsi hormonal merupakan faktor resiko

terjadinya infertilitas sekunder lebih bisa dibuktikan dengan jelas.

KEPUSTAKAAN

1. Abdelrahman M. Abdelkader dan Yeh, John. 2009. The Potential Use of Intrauterine Insemination as a Basic Option for Infertility: A Review for Technology-LimitedMedicalSettings.Dalam http://www.hindawi.com/journals.

2. Gambaran Pengetahuan Pasangan Infertile Tentang Infertlitas Di Desa. 2009. Dalam www. Mantri-suster.co.cc

3. Harris, Lynn. 2010. Secondary infertlity and miscarriages. Dalam http://www.babble.com/pregnancy/conception/secondary-infertility-miscarriages.

4. Infertilitas Pasutri (1). 2009. dalam www.muslimah.or.id.5. Pusdiknas.2001.Infertil Dapat Terjadi Pada Pria Maupun Wanita.Dalam

www. Pusdiknas.or.id 6. BKKBN.2009.Hasil Mini Survey Peserta KB Aktif Tahun 2004-20087. BKKBN. 2009. Proyeksi Jumlah Wanita Subur Menurut Provinsi Tahun

2004-20098. BKKBN. 2009.Unmet need Menurut Alasan/ Latar Belakang dan

Kabupaten/ Kota Hasil Mini Survey 2006

15

Page 16: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

9. Infertilitas.2010.Dalamhttp://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/infertilitas

10. Suzilawati. 2007. Jangan Tunda Kehamilan Anak Pertama dalam www.sehatgroup.web.id.

11. Hartanto.2004.Kontrasepsi Hormonal. Dalam http://harnawatiaj.wordpress.com

12. Tjokronegoro, Arjatmo. 2005. Peranan immunologis pada sistem reproduksi wanita. Dalam ilmu kebidanan Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

13. M. Blum, J. Pery and I. Blum.2006. Antisperm Antibodies In Young Oral Contraceptive Users. Dalam http://www.springerlink.com

14. Susah Punya Anak Apakah Infertil .2008. Dalam http://www.blogdokter.net Budiarto, Eko.2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. EGC: Jakarta

15. Notoatmodjo,Soekidjo.2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta

16.

1. Arimurti,Ida.2005.BegituMenikah,JanganTundaKehamilan.Dalamwww.mail-archive.com/[email protected]

2. Djuwantono, Tono dkk. 2008. Hanya 7 Hari Memahami Infertilitas. Bandung : Refika Aditama

3. Hartanto, Hanafi.1996. KB. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta 4. Affandi B. 2003 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta5. Konsul weddingku.2009. dalam http://www.drdidispog.com. 6. KontrasepsiHormonal .2009.dalam http://:medisdankomputer.com7. Everett, Suzanne. 2008. Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduktif.

Jakarta: EGC 8. Susah Punya Anak Apakah Termasuk Kemandulan (Infertilitas).

Wordpress Ummukautsar.2009. Dari http://ummukautsar.wordpress.com9. Susah Punya Anak Apakah Infertil .2010. Dalam

http://www.blogdokter.net10. antibody antisperma : Etiologi, patenogenesis, diagnosa dan

pengobatan.dalam www.fertstert.org/article 11. Mazumdar, Setu dan Levine, Adam. 1998. Antibodi Antisperma : etiologi,

patogenesis,diagnosis, dan pengobatan. Dalam www.fertstert.org./aeticel12. Farrow, Alexandra, G.R. Hull, K. Northstone, H. Taylor, W.C.L. Ford,

and Jean Golding.2002. Prolonged use of oral contraception before a planned pregnancy is associated with a decreased risk of delayed

16

Page 17: Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.

conception.oxford journal human reproduktion. Dalam http://humrep.oxfordjournals.org

13. Wilks J. 2003. Is the Oral Contraceptive Pill an Abortifacient.Dalam http://www.spuc.org.uk

14.15. Bachtiar Adang, Ahmad Kusnidar, Dan Hartiyanti Yayuk. 2000.

Metodologi Penelitian Kesehatan. Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat.

16. Biostatistik. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas17. Afni, Nur. 2005. Gambaran Efek Samping Penggunaan Kontrasepsi

Hormonal Pada Ibu-Ibu Usia 20-35 Tahun Di Kecamatan Jelai Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah.Dalam Skripsi: University Diponegoro.

18. Demographic and Health Survey. 2000. Data. Dalam study in family planing Journal. Volume 31 no. 2. tahun 2000

17