Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.
-
Upload
faculty-of-public-health-andalas-university-padang-indonesia -
Category
Health & Medicine
-
view
485 -
download
0
Transcript of Kontrasepsi hormonal dan infertilitas sekunder.
PENDAHULUAN
Infertilitas sekunder adalah kegagalan hamil pada pasangan pasutri yang
sebelumnya sudah punya anak selama satu tahun atau lebih tanpa menggunakan
kontrasepsi meskipun melakukan hubungan seksual secara teratur.1 Laporan
WHO (2009), infertilitas mempengaruhi lebih dari 80 juta orang di seluruh dunia,
dimana sebanyak 15-25% pada setiap 100 pasutri, yang sudah mempunyai anak
dan menginginkan anak kembali berada dibawah tingkat kesuburan normal.2
Tercatat kasus infertilitas sekunder mencapai sekitar 3 juta wanita di Amerika
Serikat tahun 2009.3
Para ahli di Indonesia memastikan angka infertilitas telah meningkat
mencapai 15-20 persen pada sekitar 50 juta pasangan usia suburpada tahun 2009,4
dimana dari 15% infertilitas , sebanyak 5% adalah infertilitas sekunder. Jumlah
WUS (Wanita Usia Subur) di Indonesia terus meningkat sebesar 0,11% dari tahun
2004 sampai tahun 2009 yang seiring dengan bertambahnya jumlah aseptor KB
sebesar 0,4 % dengan rata-rata pemakai KB sebanyak 60% dari total penduduk
wanita usia subur.6 Begitu juga WUS infertil juga bertambah sebesar 4,5%. 5
Data RSUP M. Djamil Padang didapatkan 96% wanita dari pasangan
yang memeriksakan diri ke SMF Obstetri mengalami infertilitas primer dan
sekunder. Jumlah WUS di Sumatera Barat mengalami peningkatan sebesar 0,1%
dari total jumlah penduduk perempuan dari tahun 2004 sampai 2009, dan WUS
infertil meningkatan 1,73% dari tahun 2005 sampai tahun 2008.7
Kabupaten Padang Pariaman adalah kabupaten dengan kasus infertilitas
sekunder terbanyak, dalam empat tahun terakhir terus terjadi peningkatan sebesar
1
0,4%-4%, dimana pada tahun 2008 kejadiannya mencapai lebih dari separuh
(51,8%).8 Dari data Kantor Cabang KB Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang
Pariaman pada lima korong terluas terdapat 9% kejadian infertlitas dan lima orang
wanita mantan pengguna kontrasepsi hormonal mengalami infertil sekunder.
Menurut Ingerslev penyebab infertilitas ada lima kelompok yaitu faktor
anatomi, endokrin, suami, kombinasi, dan tidak diketahui (unexplained
infertility).9 Sebanyak 40-50% infertilitas sekunder disebabkan oleh faktor wanita
(disfungsi ovulasi).10 Penelitian sejumlah spesialis infertilitas Barat menemukan
adanya faktor antibodi antisperma pada wanita bisa memicu kegagalan
kehamilanpada penyebab yang tidak diketahui. Diduga penggunaan kontrasepsi
hormonal dalam jangka waktu tertentu jadi penyebab meningkatnya antibody
antisperma.11
Franklin dan Dukes menemukan kadar antibody antisperma yang tinggi
dalam serum wanita infertil. Antibody imobilisasi sperma baik dalam serum
maupun dalam saluran reproduksi, dibawakan oleh kelas IgG. Sel sperma
difagosit oleh makrofag yang ada pada saluran reproduksi wanita, kemudian
diproses dan dibawa ke daerah kelenjar limfe untuk dipersentasikan kepada
limfosit T maupun B, sehingga terjadi antibody antispema baik dalam sirkulasi
darah maupun dalm getah serviks.12 Sperma akan teraglutinasi dalam berbagai
corak/tipe, baik tipe head to head, tail to tail maupun tail to head agglutination
sehingga sperma tidak mampu melanjutkan perjalanannya ke tuba Fallopii.
Meskipun terkadang ada sperma yang lolos dan sampai tuba Falopii namun tidak
mampu menembus ovum karena disebabkan oleh akrosomnya terhalang antibodi
antisperma.12
2
Hasil penelitian M. Blum dan teman-teman di Netherlands (1989) pada 35
wanita muda pengguna kontrasepsi oral (kelompok A) dan dua puluh empat non-
pengguna (kelompok B) dibandingkan usia dan latar belakang terhadap adanya
antibodi antisperm serum, dimana terdapat peningkatan frekuensi antibodi
antisperma pada serum pengguna kontrasepsi oral.14
Pada pasangan yang menggunakan kontrasepsi hormonal terjadi
pembentukan antibodi terhadap sperma yang semakin lama kadarnya semakin
tinggi dan pertahanannya semakin kuat. Diduga, inilah pemicu utama kesulitan
mendapatkan keturunan. Dengan kata lain, dalam tubuh si wanita telanjur timbul
“kontrasepsi alami”, atau tercipta antibodi kuat penolak kehadiran sperma yang
hendak membuahi sel telurnya. Kalaupun sampai terjadi pembuahan, bisa jadi,
akan membentuk efektor imun lebih dahsyat yang mampu menimbulkan
peradangan terhadap janin dan plasenta yang mulai berkembang dalam rahim sang
ibu sehingga berujung pada keguguran.10 Pada penelitian tentang hubungan lama
penggunaan kontrasepsi oral berkaitan dengan kesuburan ditemukan asosiasi
terkuat setelah 3-5 tahun penggunaan.
Dampak infertilitas bisa terjadi secara ekonomi dan psikologis yang
berujung pada tekanan psikologis pasangan suami isteri juga dapat menjadi akar
terjadinya perceraian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
penggunaan KB hormonal dengan infertilitas sekunder di Kecamatan Patamuan
Kabupaten Padang Pariaman tahun 2010.
3
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan case control yang dilakukan di
Pariaman bulan Juni-Agustus tahun 2010. Populasi penelitian adalah wanita yang
pernah melahirkan namun kesulitan mendapatkan anak selanjutnya. Sebagai kasus
adalah wanita infertil sekunder yang berusia 19-49 tahun yang berjumlah 72
orang, sedangkan kontrol adalah wanita yang bukan infertil sekunder yang berusia
19-49 tahun yang berjumlah 728 orang dengan kriteria yang dipasangkan adalah
umur, pekerjaan, dan pendidikan. Dengan menggunakan rumus didapatkan jumlah
sampel untuk kasus dan kontrol adalah sebanyak masing-masing 61 orang dengan
teknik Simple Random Sampling.14
Data yang dikumpulkan berupa data primer dari kuesioner dengan cara
wawancara dan data sekunder mengenai infertilitas sekunder dan pemakaian
kontrasepsi hormonal. Pengolahan data dilakukan dengan proses editing, coding
dan tabulasi. Setelah itu data dianalisa secara univariat dalam bentuk table
distribusi dan bivariat dengan uji Chi-Square (X2) dengan α = 0,05 untuk melihat
ada pengaruh kontrasepsi hormonal terhadap kejadian infertilitas sekunder dan
dengan menghitung Odds Ratio, dimana jika OR>1 menunjukkan merupakan
faktor resiko, OR<1 faktor protektif dan jika OR = 1 maka tidak ada asosiasi
antara kontrasepsi hormonal dengan infertilitas sekunder.15
Didefenisikan infertilitas sekunder jika kesulitan hamil lagi walaupun
sebelumnya pernah hamil melakukan hubungan seksual 2-3 kali perminggu tanpa
kontrasepsi selama ≥ 12 bulan dengan jarak anak terakhir dengan anak
sebelumnya minimal 3 tahun atau tidak memiliki keturunan setelah 3 tahun
4
sampai pada saat wawancara dilakukan dengan skala ordinal dan hasil ukur
berupa fertil dan infertil. Sedangkan kontrasepsi hormonal adalah pemakaian
hormon estrogen dan progesterone (pil, suntik, implan) dengan skala ordinal dan
hasil ukur berupa memakai jika responden menggunakan kontrasepsi hormonal ≥
3 tahun pemakaian terus menerus dan tidak memakai jika tidak memakai atau
memakai kontrasepsi hormonal < 3 tahun pemakaian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecamatan Patamuan bagian dari Kabupaten Padang Pariaman. Terdiri
dari kenagarian Sungai Durian dan Tandika, dengan 7 Pos KB dan akseptor KB
sebanyak 743 orang.
Tabel 1. Distribusi frekwensi responden berdasarkan pemakaian kontrasepsi
hormonal, lama pemakaian, lama waktu pembertisn
Variabel Infertil Fertilf % f %
Pemakaian Kontrasepsi HormonalMemakai
Tidak memakai
35
26
57,3
42,6
7
54
11,4
88,5
Lama pemakaian kontrasepsi hormonal< 3 tahun
3 tahun
> 3 tahun
Tidak memakai
5
14
21
21
8,2
2,9
34,4
34,4
13
6
1
41
21,3
9,8
1,6
67,2
5
Lama Setelah Pemberhentian Kontrasepsi Hormonal . < 12 bulan12-24 bulan24-36 bulan36 bulan Tidak Memakai
1
14
111421
1,622.918,022,934,4
973141
14,711,44,911,667,2
Didapatkan penggunaan kontrasepsi hormonal sebesar 34,4% memakai
dan 65,6% tidak memakai kontrasepsi hormonal, dengan kelompok kasus lebih
banyak menggunakan kontrasepsi hormonal dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh A. Farrow didapatkan
hasil asosiasi terkuat penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kesuburan
selanjutnya adalah setelah 3-5 tahun penggunaan. Studi berbeda dengan studi
yang dilakukan di Australia oleh Ford dan MacCormac tahun 1995. Penelitian ini
terbatas pada wanita yang telah melahirkan saja, didapakan hasil bahwa,
mengindikasikan jangka panjang penggunaan kontrasepsi oral dikaitkan dengan
penurunan risiko yang berkaitan dengan usia keguguran27.
Dari hasil penelitian pada kelompok kontrol maupun kelompok kasus dari
hasil analisis univariat didapatkan bahwa jenis kontraspsi yang dominan
digunakan adalah suntik. Secara keseluruhan, responden dalam penelitian ini
banyak menggunakan kontrasepsi jenis suntik yaitu sebesar 29,51% dari yang
pernah menggunakan kontrasepsi hormonal. Hal ini sesuai pula dengan
penggunaan jenis kontrasepsi bedasarkan status responden (fertil dan infertil),
yang masing – masing kelompok responden banyak yang menggunakan
kontrasepsi jenis suntik. Pada kelompok kasus penggunaan jenis suntik adalah
sebanyak 37,7% dan pada kelompok kontroladalah sebanyak 21%. Menurut
6
responden dari hasil wawancara didapatkan pernyataan bahwa mereka lebih
banyak memilih kontrasepsi jenis suntik karena mudah penggunaanya dan hanya
memerlukan waktu sekali tiga bulan untuk pemakaian jenis kontrasepsi suntik ini.
Sementara itu untuk jenis kontrasepsi hormonal yang lain seperti implant, dalam
penelitian ini adalah jenis kontrasepsi yang digunkan paling sedikit, hal ini karena
responden khawatir dengan efek samping yang dihasilkan seperti perdarahan yang
berhubungan dengan infeksi.
Penelitian ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Nur Afni
pada tahun 2005, di Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah. Dalam
penelitiannya pada kelompok umur 20-35 tahun didapatkan kontrasepsi hormonal
yang paling banyak digunakan adalah suntik yaitu sebanyak 65%34.
Hasil penelitian yang didapatkan ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ani Lestari di wilayah kerja KEPIL 2 Jakarta menunjukan
responden yang menjadi responden penelitian penggunaan kontrasepsi hormonal
pil (61,5%), suntik (33,3%), implant (50%). Hal yang sama juga terjadi pada
penelitian yang dilakukan oleh NDHS (National Demographic And Health
Survey) di Philipina tahun 1998, dimana dalam penelitian ini responden yang
pernah menggunakan alat kontrasepsi paling banyak menggunakan pil
dibandingkan suntik yang hanya sebanyak 6,5% 35. Hal ini sesuai juga dengan
hasil penelitian yang yang dilakukan di Nikaragua tahun 1998 yang dilakukan
oleh NDHS menunjukkan pemakaian jenis kontrasepsi pil lebih banyak digunakan
dibandingkan suntik yang hanya sebesar 19.3% dari keseluruhan responden yang
menggunakan kontrasepsi metode modern34.
7
Responden paling lama menggunakan kontrasepsi hormonal adalah
>3tahun. Namun rata – rata responden baik itu kelompok kasus paling banyak
menggunakan kontrasepsi hormonal selama >3 tahun (34,4%). Sedangkan kontrol
paling banyak menggunakan kontrasepsi hormonal adalah <3 tahun (21,3%).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Farrow dan
kawan-kawan di Inggris tahun 2002. Pada penelitian Farrow ini didapatkan bahwa
pengguna kontrasepsi hormonal paling banyak menggunakan selama 5 tahun 55%
dan responden yang menggunakan 3 tahun sebesar 22,3%. Hal ini karena menurut
responden dalam penelitian ini jika menggunakan kontrasepsi terlalu lama akan
menimbulkan ketidakcocokan dan akan menimbulkan efek samping yang
merugikan. Selain itu mereka tidak menginginkan jarak anak yang terlalu jarang,
oleh karena itu dalam penelitian ini responden banyak menggunakan kontrasesi
hormonal selama 3 tahun. Hasil yang didapat oleh Ford dan MacCormac tahun
1995 berbeda dengan penelitian ini. Ford dan MacCormac melakukan penelitian
pada responden yang telah melahirkan. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa
penggunaan kontrasepsi hormonal jenis pil dalam waktu yang panjang
berhubungan dengan penurunan resiko lama keguguran 27. Jadi dalam penelitian
ini didapatkan bahwa lama penggunaan kontrasepsi hormonal jenis pil tidak akan
dirugikan untuk kembali ke masa subur.
Dalam penelitian yang dilakukan di Kecamatan Patamaun Kabupaten
Padang Pariaman ini responden yang bisa hamil setelah pencopotan alat
kontrasepsi sebanyak 17,2% hamil di tahun ke -2 dan sebanyak 8,1% bisa hamil
di tahun pertama. Namun dari hasil analisis univariat didapatkan hasil, responden
kelompok kasus lebih banyak bisa hamil di tahun ke-2 dan ke-4 yaitu sebanyak
8
22,9% sedangkan kelompok kontrol lebih banyak bisa hamil setelah tahun
pertama yaitu sebesar 14,7%. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Farrow dan kawan-kawan di Inggris mereka menemukan untuk
12,106 pasangan yang awalnya memenuhi syarat untuk studi di antaranya 8,497
(70,6%) telah sengaja hamil, dan sebanyak 3,545 (29,4%) tidak menginginkan
kehamilan. Dari mereka yang kehamilan direncanakan, 99,5% menyatakan waktu
yang dibutuhkan untuk hamil yaitu sebanyak 74,2% bisa hamil kembali dalam 6
bulan pertama, 13,9% dalam 6 bulan kedua, 8,5% di tahun-tahun 2 dan 3, dan
3,4% setelah 3 tahun setelah menggunakan kontrasepsi hormonal jenis pil27.
Dalam penelitian Farrow ini responden banyak bisa hamil kembali dalam tahun
pertama.
Perbedaan hasil penelitian yang didapat, berbeda dengan penelitian Farrow
ini karena disebabkan karena pemakaian jenis kontrasepsi yang digunakan. Dalam
penelitian ini jenis kontrasepsi yang digunakan adalah paling banyak jenis suntik,
sedangkan dalam penelitian Farrow, jenis kontrasepsi yang digunakan adalah pil.
Keprihatinan mengenai kemungkinan gangguan kesuburan setelah penggunaan
kontrasepsi hormonal telah berkembang selama dua dekade terakhir dan
penundaan sementara dalam konsepsi dibandingkan dengan metode kontrasepsi
lainnya telah dilaporkan oleh Vessey tahun 1978, Linn tahun 1982, Harlap dan
Barlas, 1984, Chasan-Taber 1997. Kumpulan literatur kehamilan dalam
docstoc.com dijelaskan bahwa mengapa setelah penggunaan kontrasepsi dapat
memicu ketidaksuburan. Dalam tubuh hormone buatan yang dibawa oleh media
kontrasepsi berupa suntik, pil, dan implant akan disimpan dalam jaringan lemak
tubuh. Dengan demikian meskipun sudah berhenti menggunakan kontrasepsi
9
hormonal, secara substansial masih ada dalam darah. Inilah yang menyebabkan
ketidaksuburan sementara setelah menggunakan kontrasepsi hormonal.
Waktu Untuk Hamil Kembali
Status Responden TotalKasus Kontrolf % f % F %
< 12 bulan 1 1,6 9 14,7 10 8,112 - < 24 bulan 14 22,9 7 11,4 21 17,2
24 - < 36 bulan 11 18,0 3 4,91 14 11,4≥ 36 bulan 14 22,9 1 1,6 15 12,2
Tidak memakai 21 34,4 41 67,2 62 50,8Total 61 100 61 100 122 100
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kecamatan patamuan
kabupaten padang pariaman didapatkan bahwa wanita dengan status infertil
(kasus) lebih banyak mempunyai riwayat menggunakan kontrasepsi hormonal
yaitu sebesar 57,3% dibandingkan dengan kelompok kontrolyang menggunkan
kontrasepsi hormonal sebesar 11,4%. Hasil analisis bivariat juga menunjukan
adanya hubungna yang bermakna antara penggunaan kontrasepsi hormonal
dengan infertilitas sekunder (p=0.000). Dari teori tersebut jika dihubungkan
dengan hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa penggunaan kontrasepsi
hormonal memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian infertilitas
sekunder. Dari hasil analisis bivariat terlihat bahwa jika semakin banyak kejadian
infertilitas sekunder, maka semakin banyak pula penggunaan kontrasepsi
hormonal. Sebaliknya pada kelompok kontrol ( fertil) banyak yang tidak
menggunakan kontrasepsi hormonal. Dimana sebanyak 88,5% dari seluruh
responden yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal adalah kelompok
kontrol (fertil) sedangkan dari seluruh responden yang pernah menggunakan
kontrasepsi hormonal 57,3% nya adalah kelompok kasus ( infertil). Jadi terlihat
10
disini bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal merupakan faktor resiko
terjadinya kasus infertilitas sekunder.
Arjatmo Tjokronegoro dalam ilmu kebidanan mengatakan bahwa uraian
tentang kemungkinan timbulnya reaksi imun terhadap sperma maupun plasenta
dan janin, telah menimbulkan berbagai pemikiran kearah pengembangan dan
pemanfaatan mekanisme imunologis sebagai metode Keluarga Berencana. Saat ini
telah tersedia berbagai cara meregulasi fertlitas manusia, namun sering
dipertanyakan keamanannya. Kemungkinan jika metode imunologis dimanfaatkan
untuk keperluan pembatasan kelahiran salah satu cara yang lebih ampuh dan jauh
dari efek samping yan merugikan. Memang saat ini belum ada satupun metode
kontraseptif yang benar-benar ampuh dan cukup aman tanpa efek samping yang
merugikan tubuh. Berdasarkan fakta inilah maka penelitian ke arah pencarian
metode kontraseptif baru tetap berjalan terus bahkan telah mendapat dukungan
dari dunia internasional 26 .
Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang
Pariaman ini sesuai juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Williamson
dan kawan-kawan di enam Negara dari Subsahara Afrika dan satu dari Asia
Tenggara dengan kisaran usia 13-19 tahun. Empat dari studi didasarkan
perkotaan, satu desa, satu semi-pedesaan, dan satu dicampur (terutama pedesaan).
Penggunaan metode hormonal dibatasi oleh karena kurangnya pengetahuan
responden, keprihatinan atas efek samping, dan terutama takut terhadap
infertilitas34.
Penelitian yang lain juga bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan di
Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang Pariaman adalah penelitian yang
11
dilakukan oleh M. Blum, J. Pery dan I. Blum. Pada penelitian ini didapatkan
bahwa adanya hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan infertilitas.
Dalam penelitian yang dilakukan M. Blum dkk ini terdeteksi antibody antisperma
setelah penggunaan kontraasepsi hormonal yang merupakan penyebab
unexplained infertility pada kelompok responden yang pernah menggunakan
kontrasepsi hormonal jenis pil dengan p < 0.05 29. Bebagai laporan penelitian
memberikan informasi yang berbeda, sehingga konklusi tentang peranan antibody
antisperma belum dapat disimpulkan secara gamblang.
Franklin dan Dukes menemukan menemukan antibody antisperma cukup
tinggi dalam serum wanita infertil, sedangkan Isojima dkk, melaporkan adanya
kadar antibody antisperma yang juga tinggi dalam serum wanita yang sedang
hamil 26.
Dengan banyaknya pendapat para ahli tentang pengaruh penggunaan
kontrasepsi hormonal dengan kejadian infertil dapat ditarik kesimpulan sementara
bahwa kemungkinan penggunaan kontrasepsi hormonal merupakan faktor resiko
terjadinya infertilitas sekunder. Hal serupa juga terjadi pada penelitian yang
dilakukan di Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang Pariaman ini. Dalam
penelitian ini didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan
kontrasepsi hormonal dengan kejadian infertilitas sekunder. Penelitian tentang
penggunaan kontrasepsi hormonal dengan infertil masih dalam pengembangan
namun dari hasil studi yang dilakukan di dunia barat, memang ada ditemukan
hubungan yang bermakna dan dukung pula dengan pendapat famakolog. Para
farmakolog itu mengatakan bahwa kontrasepsi hormonal yang digunakan bersifat
Abocificient atau bersifat mematikan embrio 28.
12
Kecamatan Patamuan adalah bagian dari Kabupaten Padang Pariaman
yang memiliki cakupan daerah yang luas sekaligus kejadian infertilitas lebih
banyak di bandingkan kabupaten yang lain. Dalam survai awal yang dilakukan
sebelum penelitian didapatkan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal di
Kecamatan Patamuan tiap tahunya mencapai target bahkan ada yang melampaui
batas target yang ditetapakan. Jadi masyarakat kecamatan patamuan banyak yang
berkeinginan untuk menolak kahamilan sementara. Sementara itu penggunaan
kontrasepsi yang terlalu lama, tiga tahun atau lebih dapat beresiko terhadap
kejadian infertil. Bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan di Kecamatan
Patamuan responden banyak menggunakan kontrsepsi hormonal tiga tahun lebih.
Jadi memang kuat dugaan bahwa kontrasepsi hormonal memang merupakan
faktor resiko terjadi infertilitas sekunder.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
6.1.1 Penggunaan kontrasepsi hormonal dibagi menjadi responden yang
menggunakan kontrasepsi hormonal, jenis kontrasepsi yang digunakan,
lama penggunaan kontrasepsi hormonal dan waktu yang dibutuhkan untuk
kembali hamil setelah tidak menggunakan kontrasepsi hormonal lagi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat uraianya sebagai berikut :
a. Secara umum sebagian besar responden kasus menggunakan
kontrasepsi hormonal jika dilihat dari status responden (infertil dan
fertil) pada kelompok infertil sebagian besar adalah pengguna
kontrasepsi hormonal yaitu sebesar 57,3%.
13
b. Baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol paling banyak
menggunakan kontrasepsi hormonal jenis suntik. Kelompok kasus
( infertil) sebesar 57,5% dari total pengguna kontrasepsi hormonal,
dan kelompok kontrol 65% dari total pengguna kontrasepsi hormonal.
c. Berdasarkan hasil penelitian kelompok kasus paling banyak
menggunakan kontrasepsi hormonal adalah selama > 3 tahun dan
kelompok kontrol paling banyak menggunakan kontrasepsi hormonal
selama < 3 tahun.
d. Waktu yang dibutuhkan responden untuk bisa hamil kembali setelah
tidak menggunakan kontrasepsi hormonal adalah bervariasi. Kelompok
kasus paling banyak bisa hamil kembali setelah tahun ke-2 (21,3%)
dan tahun ke-4 (19,7%). Sedangkan kelompok kontrol paling banyak
bisa hamil kembali setelah tahun ke-2 (8,2%) dan tidak ada yang bisa
hamil di tahun ke-4.
6.1.2 Ada pengaruh pada responden yang menggunkan kontrasepsi hormonal
dengan kejadian infertilitas sekunder di Kecamatan Patamuan Kabupaten
Padang Pariaman Tahun 2010
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat
dalam penurunan resiko infertil sekunder maka diharapkan :
6.2.1 Kepada WUS
Kepada WUS disarankan agar dalam pemilihan alat kontrasepsi
mengkonsultasikan terlebih dahulu kepada pihak yang berkompeten dalam
14
masalah ini. Dan juga disarankan agar tidak menggunakan kontrasepsi hormonal
lebih dari 4 atau 5 tahun.
6.2.2 Kepada BKKBN
Untuk dapat mengembangkan penelitian terkait dengan substansi yang
dikandung oleh kontrasepsi hormonal dan BKKBN juga diharapkan bekerja sama
dengan Badan Kefarmasian untuk dapat melakukan penekanan efek samping
yang merugikan pemakai. Selain itu disarankan agar Badan Kefarmasian juga bisa
menciptakan kontrasepsi hormonal yang bersesuaian dengan sistem imunologis
seperti yang saat ini sedang dikembangkan oleh dunia internasional.
6.2.3 Kepada Peneliti lain
Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar menggunakan rancangan
penelitian kohort sehingga terhindar dari recall bias dan dalam penarikan
kesimpulan bahwa pemakaian kontrasepsi hormonal merupakan faktor resiko
terjadinya infertilitas sekunder lebih bisa dibuktikan dengan jelas.
KEPUSTAKAAN
1. Abdelrahman M. Abdelkader dan Yeh, John. 2009. The Potential Use of Intrauterine Insemination as a Basic Option for Infertility: A Review for Technology-LimitedMedicalSettings.Dalam http://www.hindawi.com/journals.
2. Gambaran Pengetahuan Pasangan Infertile Tentang Infertlitas Di Desa. 2009. Dalam www. Mantri-suster.co.cc
3. Harris, Lynn. 2010. Secondary infertlity and miscarriages. Dalam http://www.babble.com/pregnancy/conception/secondary-infertility-miscarriages.
4. Infertilitas Pasutri (1). 2009. dalam www.muslimah.or.id.5. Pusdiknas.2001.Infertil Dapat Terjadi Pada Pria Maupun Wanita.Dalam
www. Pusdiknas.or.id 6. BKKBN.2009.Hasil Mini Survey Peserta KB Aktif Tahun 2004-20087. BKKBN. 2009. Proyeksi Jumlah Wanita Subur Menurut Provinsi Tahun
2004-20098. BKKBN. 2009.Unmet need Menurut Alasan/ Latar Belakang dan
Kabupaten/ Kota Hasil Mini Survey 2006
15
9. Infertilitas.2010.Dalamhttp://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/infertilitas
10. Suzilawati. 2007. Jangan Tunda Kehamilan Anak Pertama dalam www.sehatgroup.web.id.
11. Hartanto.2004.Kontrasepsi Hormonal. Dalam http://harnawatiaj.wordpress.com
12. Tjokronegoro, Arjatmo. 2005. Peranan immunologis pada sistem reproduksi wanita. Dalam ilmu kebidanan Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
13. M. Blum, J. Pery and I. Blum.2006. Antisperm Antibodies In Young Oral Contraceptive Users. Dalam http://www.springerlink.com
14. Susah Punya Anak Apakah Infertil .2008. Dalam http://www.blogdokter.net Budiarto, Eko.2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. EGC: Jakarta
15. Notoatmodjo,Soekidjo.2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta
16.
1. Arimurti,Ida.2005.BegituMenikah,JanganTundaKehamilan.Dalamwww.mail-archive.com/[email protected]
2. Djuwantono, Tono dkk. 2008. Hanya 7 Hari Memahami Infertilitas. Bandung : Refika Aditama
3. Hartanto, Hanafi.1996. KB. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta 4. Affandi B. 2003 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta5. Konsul weddingku.2009. dalam http://www.drdidispog.com. 6. KontrasepsiHormonal .2009.dalam http://:medisdankomputer.com7. Everett, Suzanne. 2008. Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduktif.
Jakarta: EGC 8. Susah Punya Anak Apakah Termasuk Kemandulan (Infertilitas).
Wordpress Ummukautsar.2009. Dari http://ummukautsar.wordpress.com9. Susah Punya Anak Apakah Infertil .2010. Dalam
http://www.blogdokter.net10. antibody antisperma : Etiologi, patenogenesis, diagnosa dan
pengobatan.dalam www.fertstert.org/article 11. Mazumdar, Setu dan Levine, Adam. 1998. Antibodi Antisperma : etiologi,
patogenesis,diagnosis, dan pengobatan. Dalam www.fertstert.org./aeticel12. Farrow, Alexandra, G.R. Hull, K. Northstone, H. Taylor, W.C.L. Ford,
and Jean Golding.2002. Prolonged use of oral contraception before a planned pregnancy is associated with a decreased risk of delayed
16
conception.oxford journal human reproduktion. Dalam http://humrep.oxfordjournals.org
13. Wilks J. 2003. Is the Oral Contraceptive Pill an Abortifacient.Dalam http://www.spuc.org.uk
14.15. Bachtiar Adang, Ahmad Kusnidar, Dan Hartiyanti Yayuk. 2000.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat.
16. Biostatistik. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas17. Afni, Nur. 2005. Gambaran Efek Samping Penggunaan Kontrasepsi
Hormonal Pada Ibu-Ibu Usia 20-35 Tahun Di Kecamatan Jelai Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah.Dalam Skripsi: University Diponegoro.
18. Demographic and Health Survey. 2000. Data. Dalam study in family planing Journal. Volume 31 no. 2. tahun 2000
17