Referat Ileum

26
BAB I PENDAHULUAN Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit dan organ lain. Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya. Secara umum, limfoma diklasifikasikan menjadi dua, yaitu limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan histopatologis dari kedua penyakit di atas, di mana pada limfoma hodgkin terdapat suatu gambaran yang khas yaitu adanya sel Reed-Sternberg. Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi.

description

jjj

Transcript of Referat Ileum

BAB I

PENDAHULUAN

Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan

imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran

kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat

juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus

digestivus, paru, kulit dan organ lain.

Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia menduduki urutan

keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit

ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini

memperkuat dugaan adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi

sebelumnya.

Secara umum, limfoma diklasifikasikan menjadi dua, yaitu limfoma hodgkin dan

limfoma non-hodgkin. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan histopatologis dari kedua

penyakit di atas, di mana pada limfoma hodgkin terdapat suatu gambaran yang khas yaitu adanya

sel Reed-Sternberg.

Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyulit dalam

terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting dalam

terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini, angka

harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor yang tepat dan

tersedianya kemoterapi dan radioterapi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ileum

Ileum atau usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan

manusia ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan

dilanjutkan olehusus buntu . Ileum memiliki PH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan

berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

Awal intestinum jejunum terdapat pada flexura duodenojejunalis, dan intestinum ileum

berakhir pada ileocecal junctions, pertemuan ileum dengan caecum. Panjang jejunum dan ileum

bersama adalah 6-7 cm, dari sepanjang ini dua perlima bagian adalah jejunum dan sisanya

ileum. Bagian terbesar jejunum terletak di regio umbilikal, sedangkan ileum terutama terdapat

di regio suprapubik dan regio inguinal kanan. Bagian akhir ileum biasanya terdapat dalam

pelvis dan dari sini melintas ke kranial untuk berakhir pada permukaan medial caecum.

Meskipun tidak terdapat garis batas yang jelas antara jejunum dan ileum, masing-masing bagian

memiliki sifat berbeda yang paling dalam ilmu bedah.

Sebuah mesenterium menghubungkan bagian terbesar intestinum tenue pada dinding

abdomen dorsal. Radix mesenterii (panjangnya kira-kira 15 cm) mulai dari sisi vertyebra L2,

melintas serong ke kaudal kanan sampai di articulatio sacroiliaca dextra.

Radix mesenterii menyilang menjadi :

1. Pars horizontalis duodenum

2. Pars abdominalis aortae

3. Vena cava inferior

4. Musculus psoas major dekster

5. Ureter dexter

6. Pembuluh testicularis atau ovarica.

Arteria mesenterica superior mengantar darah kepada jejunum dan ileum. Pembuluh ini

melintas antara lembar-lembar mesenterium dan melepaskan 15-18 cabang intestinum. Cabang-

cabang ini saling berhubungan dengan membentuk anastomosis berupa arcus, dikenal sebagai

lengkung-lengkung arterial yang melepaskan vasa recta. Vena mesenterica superior membawa

balik darah dari jejunum dan ileum. Vena ini terletak ventral kanan dari arteri mesenterica

superior dalam radix mesenterii. Vena mesenterica superior berakhir dorsal dari collum

pancreas pada persatuannya dengan vena splenica (lienalis) membentuk vena portae hepatis.

Pembuluh limfe jejunum dan ileum melintas antar lembar-lembar mesenterium ke nodi

lymphoidei mesenterici yang terletak :

1. Dekat pada dinding intestinum

2. Antara lemgkung-lengkung arterial

3. Sepanjang bagian proksimal areteria mesenterica superior.

Saraf simpatis untuk jejunum dan ileum berasal dari segmen medulla spinalis T5-T9 damn

mencapai pada coeliacus melalui kedua truncus sympathicus dan nervus splanchnicus major.

Serabut praganglion bersinaps dalam ganglia coeliaca dan ganglion mesenterium superius. Saraf

parasimpatis berasal dari truncus vagalis posterior. Serabut simpatis pascaganglion dan serabut

parasimpatis praganglion mengadakan sinaps dalam pleksusd mienterik dan pleksus submukosa

dinding intestinum. Pada umumnya, rangsang simpatis menurunkan peristaltic dan sekresi yang

berperan sebagai vasokontriktor, sedangkan rangsang parasimpatis meniungkatkan peristaltic

dan sekresi. Terdapat pula serabut sensoris. Intestinum tidak peka terhadap rangsang nyeri

terbanyak.

Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2 lapis,

yaitu: lapisan otot polos longitudinal yang terletak dibagian luar dan lapisan otot sirkuler yang

terletak disebelah dalam. Lapisan otot sirkuler lebih tebal dari lapisan otot longitudinal, dan

kedua lapisan otot semakin kearah distal akan semakin tipis sampai mencapai ileocaecal

junction.

Usus halus mendapat persarafan dari susunan saraf otonom dan susunan saraf enteric

melalui pleksus mienterikus yang terdapat diantara lapisan otot longitudinal dan sirkuler, serta

pleksus submukosa.

2.2 Histologi Ileum

1) Mukosa

Epitel selapis silindris

vili tinggi-tinggi dengan banyak sel goblet

Tunika propria : Plaque peyers

2) Submukosa : Diisi nodulus lomfatikus

3) Tunika muskularis : terdiri dari dua lapisan, sirkuler dan longitudinal.

a.Potongan melintang ileum memperlihatkan keempat lapisan dinding usus . vili menurut

berbagai bidang irisan tampak tidak teratur. Kelenjar intestinal (kripte lieberkuhn)

trdapat didalam lamina propria, dua diantaranya bermuara kedalam ruang intervili.

Ciri khas ileum adalah kumpulan limfonoduli yang disebut plaque peyer. Setiap plkaque

peyer adalh gabungan atau lebih limfonoduli yang terdapat pada dinding ileum berhadapan

dengan perlekatan mesenterium. Bagian plaque peyer menampakkan Sembilan limfonodulus

dan sebagian besar mempunyai pusat germinal. Limfonoduli menyatu dan batas diantaranya

biasanya tidak jelas lagi.

Nodul ini berasal dari jaringan limfoid difus lamina propria. Vili tidak terdapat pada daerah

lumen usus tempat nodule mencapai permukaan mukosa. Biasanya limfonoduli ini meluas

kedalam submukosa, menembus muskularis mukosa, dan menyebar di jaringan ikat longgar dari

submukosa.

Limfonoduli plaque peyer mengandung limfosit B, sedikit limfosit T, makrofag dan sel

plasma. Diatas nodule plaque peyer terdapat sel M (epitel membranosa) yang akan

menggantikan sel epitel silindris usus halus. Sel M secara tetap memantau antigen lumen usus,

mengingesti antigen, dan menyajikannya untuk limfosit dan makrofag di lamina propria

dibawahnya tempat antibody spesifik dan respons terhadap antigen asing dikembangkan.

2.3 Limfoma

2.3.1 Definisi

Limfoma adalah sekelompok kanker di mana sel-sel limfatik menjadi abnormal dan

mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh

manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ apapun.

2.3.2 Klasifikasi

Berdasarkan gambarna histopatologinya, limfoma dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Limfoma Hodgkin (LH)

DIAGNOSIS Morbus Hodgkin berdasarkan pemeriksaan histologis, yang dalam hal ini

adanya sel Reed-Ternberg ipe noduler predominan limfosit, dimana lim(kadang-kadang

sel Hodgkin varian mononuklear) dengan gambaran dasar yang cocok merupakan hal

yang menentukan sistem klasifikasi histologik, sebagaimana lebih dari 25 tahun yang lalu

telah dikembangkan oleh Lukes dan Butler, masih selalu berlaku sebagai dasar

pembagian Hodgkin.

Limfoma jenis ini memiliki dua tipe, yaitu tipe klasik dan tipe noduler predominan

limfosit, dimana limfoma Hodgkin tipe klasik memiliki empat subtipe Tye, antara lain :

b. Limfoma Non-Hodgkin

Merupakan satu golongan penyakit yang heterogen dengan spectrum yang bervariasi dari

tumor yang sangat agresif sampai kelainan indolen dengan perjalanan yang lama dan

tidak aktif. Dalam perjalanan waktu dikembangkan berbagai usaha untuk mendapatkan

klasifikasi NHL yang dapat diyakini dan dapat diproduksi.

Limfoma non-Hodgkin berdasarkan atas sel limfositnya dibagi menjadi 2, yaitu NHL

limfosit B yang nantinya akan berdeferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk

antibodi (prevalensinya 70%) dan NHL limfosit T yang nantinya akan berdeferensiasi

menjadi bentuk aktif.

Dibedakan 3 derajat malignitas klinis: rendah (30%), intermedier (40%) dan tinggi (20%)

dan dalam kategori ini digunakan pengertian dari klasifikasi Dorfman, Lukes, Colinns.

Dua sistem kalsifikasi morfologik yang umum dipakai di Amerika berdasarkan atas pola

pertumbuhan dan tipe sel.

Formulasi kerja membagi limfoma non-Hodgkin menjadi tiga kelompok utama, yaitu :

Limfoma derajat rendah

Meliputi tiga tumor yaitu limfoma limfositik kecil, imfoma folikler dengan sel

belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel belah besar dan kecil.

Limfoma Derajat menegah

Terdapat 4 tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar, limfoma

difus sel belah kecil limfoma difus campuran sel besar dan kecil dan limfoma

difus sel besar.

Limfoma derajat tinggi

Tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel besar, limfoma

limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.

Perbedaan antara LH dan LNH ditandai dengan adanya sel Red-Sternberg yang bercapur

dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Red-Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter

15-45 mm, ering berinti ganda, berlobus 2 atau berinti banyak dengan sitoplasma amfolitik yang

sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya anak initi yang besar seperti inklusi dan

seperti mata burung hantu yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening

(a) (b)

Gambar . Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan (b) Limfoma

Non Hodgkin

2.3.3 Bentuk Khusus Limfoma

Limfoma Burkit terbagi 2, yaitu limfoma burkitt endemic dan sporadic. Tipe endemic ini

terjadi di Afrika. Berhubungan erat dengan viru Ebstein Barr (EBV). Umumnya melibatkan

tulang rahang, yang sangat jarang terjadi adalah tipe sporadic yang melibatkan abdomen.

Pengaruh EBV tidaklah sekuat jenis endemic meskipun bukti infeksi EBV didapatkan pada satu

dari lima pasien. 90% kasus melibatkan abdomen.

2.3.4 Epidemiologi

Pada tahun 2002, terdapat 62.000 kasus LH di seluruh dunia. Di negara-negara

berkembang ada dua tipe limfoma Hodgkin yang paling sering terjadi yaitu, mixed cellularity

dan limphocyte depletion, sedangkan di negara-negara yang sudah maju lebih bnyak limfoma

hodgkin tipe nodular sclerosis.Limfoma hodgkin lebih sering terjadi pada pria daripada wanita,

dengan distribusi usia antara 15-34 tahun di atas 55 tahun.

Berbeda dengan LH, LBH lima kali lipat lebih sering terjadi dan menempati urutan ke-7

dari seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia. Secara keseluruhan, LNH sedikit lebih

banyak terjadi pada pria daripada wanita. Rata-rata untuk semua tipe LNH terjadi pada usia di

atas 50 tahun.

Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia menduduki urutan

keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit

ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini

memperkuat dugaan adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi

sebelumnya.

2.3.5 Etiologi

Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum diketahui secara

pasti. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab penyakit antara lain

Infeksi ( EBV, HTLV-1, dan helicobacter pylori)

Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (peptisida, herbisida, bahan kimia

organik dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi

Inflamasi kronis karena penyakit autoimun

Faktor genetik

2.3.6 Anatomi Sistem Limfatik

Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem saraf pusat.

Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus, limfonodi dan tonsil. Organ-

organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung, dan kulit juga mengandung jaringan

limfatik.

Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diamater sangat kecil sampai

dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang terdiri dari beberapa

kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk axila, thorax, abdomen, pelvis, dan

inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di

sekitar dan di dalam tractus gastroinstestinal.

Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar bagian terendah

vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas inferior, pelvis, abdomen, dan thorax

bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di

leher sebelah kiri. Ductus limfatik dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan,

thorax, dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher kanan.

Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidka seperti jaringan limfoid lainnya darah

juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk mengontrol volume darah dan

jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh serta dapat membantu menghancurkan sel darah

yang telah rusak.

2.3. 7 Patofisiologi

Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-sel tubuh

manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen

tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang

berperan dalam perbaikan DNA

Diagnosis morbus Hodkin berdasarkan pemeriksaan histologik, yang dalam hal ini

adanya sel Red-Sternberg (kadang-kadang sel Hodgkin varian mononuklear) dengan gambaran

dasar yang cocok merupakan hal yang menentukan sistem klasifikasi histologik, sebagaimana

lebih dari 25 tahun yang telah dikembangkan oleh Lukes dan Butler, masih selalu berlaku

sebagai dasar pembagian penyakit Hodgkin.

2.8 Gejala Klinis

Baik tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin dapat dilihat pada tabel

berikut

ANAMNESIS Asimtomatik limfadenopati

Gejala sistemik (demam,

intermiten, keringat malam,

BB turun)

Nyeri dada, batuk, napas

pendek

Pruritis

Nyeri tulang atau nyeri

Asimtomatik

limfadenopati

Gejala sistemik (demam,

intermiten, keringat

malam, BB turun)

Mudah lelah

Gejala obstruksi GI tract

dan Urinary tract

punggung

Pemeriksaan Fisik Teraba pembesaran limonodi

pada satu kelompok kelenjar

(cervix, axilla, inguinal)

Cincin Waldeyer dan kelenjar

mesentrik jarang terkena

Hepatomegali dan

splenomegali

Sindrom vena cava superior

Gejala susunan saraf pusat

(degenerasi serebral dan

neuropati)

Melibatkan banyak

kelenjar perifer

Cincin Waldeyer dan

kelenjar mesenterik sering

terkena

Hepatomegalid an

splenomegali

Massa di abdomen dan

testis

Klasifikasi Limfoma menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell

Stadium Keterlibatan sel

I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ ekstralimfatik

II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regia yang

letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)

III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma

ditambah satu organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)

IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ ekstralimfatik

Suffix

A Tanpa gejala B

B Terdapat salah satu gejala di bawah ini

Penurunan BB dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan sebelum

diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya

Demam intermiten >38 C

Berkeringat di malam hari

X Bulky tumor merupakan massa tunggal dengan diamater >10 cm, atau massa

mediastenum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal maximun

pada foto polos dada PA.

2.3.7 Komplikasi

Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu

komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan

kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia,

perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior,

kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus

gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia.

Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan

muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung

akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.

2.4 Limfoma Illeum Terminalis

2.4.1 Definisi

Merupakan suatu perbesaran kelnjar getah bening di daerah illeum terminalis. Dimana

angka kejadian limfoma illeum sebesar 43% dan selebihnya adenokarsinoma.

2.4.2 Diagnosis

1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat malam, berat

badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6 bulan.

2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar getah bening,

hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit atau infeksi.

3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan hitung trombosit.

4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat, laktat

dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.

5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus (pembesaran kelenjar

getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan dinding dada.

6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.

7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.

8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan area penyakit

atau penyakit residual pada mediastinum.

9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.

10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.

2.4.3 Penatalaksanaan

a. Pembedahan

Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang terbatas dalam

pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti limfoma gaster yang terbatas

pada bagian perut saja atau jika ada resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif,

pembedahan masih menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya

dilakukan untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.7

b. Radioterapi

Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan limfoma, terutama

limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa

jenis radioterapi yang tersedia telah banyak digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin

seperti radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi

monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara

langsung, sedangkan radioisotope menggunakan 131Iodine atau 90Yttrium untuk irradiasi

sel-sel tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium

limfoma itu sendiri1, yaitu:

Untuk stadium I dan II secara mantel radikal

Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi

Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation

Untuk stadium IV secara total body irradiation

Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi

c. Kemoterapi1,6,7

Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan banyak obat-

obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap limfoma.

Pengobatan Awal:

1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.

o Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8

o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8

o Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14

o Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4

2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus

o Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15

o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15

o Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15

o Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15

3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus

o Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11

o Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11

o Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12

o Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12

o Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9

o Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11

o Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering of pada

minggu ke 11,12

4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus

o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8

o Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3

o Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1

o Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1

o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8

o Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7

o Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14

Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:

1. ICE regimen

a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2

b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2

c. Carboplatin: AUC 5, hari ke-2

d. Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3

2. DHAP regimen

a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama

b. Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2

c. Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4

3. EPOCH regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan doxorubicin

diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara berkesinambungan.

a. Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4

b. Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4

c. Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4

d. Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5

e. Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6

d. Imunoterapi

Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana interferon-α

berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat pemberian kemoterapi.7

e. Transplantasi sumsum tulang

Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma tidak membaik dengan

pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam

melakukan transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.

Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai dengan sumsum

penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara kandung, atau siapapun

asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi

secara autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita yang masih bagus

diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam

tubuh penderita agar dapat menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.

2.4.4 Prognosis

Dapt diambil dari progonis limpoma hodgkin dan non-hodgkin

Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin ditentukan oleh

beberapa faktor di bawah ini, antara lain:

Serum albumin < 4 g/dL

Hemoglobin < 10.5 g/dL

Jenis kelamin laki-laki

Stadium IV

Usia 45 tahun ke atas

Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3

Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih

Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%,

sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya hanya 59%.1

Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara

lain:

usia (>60 tahun)

Ann Arbor stage (III-IV)

hemoglobin (<12 g/dL)

jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and

serum LDH (meningkat)

yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah

(memiliki 0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk

(memiliki 3 atau lebih faktor di atas).

DAFTAR PUSTAKA

1. Dessain, S.K. 2009. Hodgkin Disease. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview. [25 Juli 2010].

2. Ford-Martin, Paula. 2005. Malignant Lymphoma. [serial online].

http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/. [25 Juli 2010].

3. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. “Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease

Processes, Sixth Edition”. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan Mahanani.

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

4. Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. “Limfoma Non-Hodgkin”. Disunting oleh Sudoyo,

Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

5. Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition. Philadelphia:

Elsevier & Saunders

6. Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma, Non-Hodgkin. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [25 Juli 2010].

7. Berthold, D. dan Ghielmini, M. 2004. Treatment of Malignant Lymphoma. Swiss Med Wkly

(134) : 472-480.