Referat Ileum
-
Upload
yudhi123456 -
Category
Documents
-
view
49 -
download
2
description
Transcript of Referat Ileum
BAB I
PENDAHULUAN
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan
imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran
kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat
juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus
digestivus, paru, kulit dan organ lain.
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia menduduki urutan
keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit
ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini
memperkuat dugaan adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi
sebelumnya.
Secara umum, limfoma diklasifikasikan menjadi dua, yaitu limfoma hodgkin dan
limfoma non-hodgkin. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan histopatologis dari kedua
penyakit di atas, di mana pada limfoma hodgkin terdapat suatu gambaran yang khas yaitu adanya
sel Reed-Sternberg.
Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyulit dalam
terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting dalam
terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini, angka
harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor yang tepat dan
tersedianya kemoterapi dan radioterapi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Ileum
Ileum atau usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan olehusus buntu . Ileum memiliki PH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
Awal intestinum jejunum terdapat pada flexura duodenojejunalis, dan intestinum ileum
berakhir pada ileocecal junctions, pertemuan ileum dengan caecum. Panjang jejunum dan ileum
bersama adalah 6-7 cm, dari sepanjang ini dua perlima bagian adalah jejunum dan sisanya
ileum. Bagian terbesar jejunum terletak di regio umbilikal, sedangkan ileum terutama terdapat
di regio suprapubik dan regio inguinal kanan. Bagian akhir ileum biasanya terdapat dalam
pelvis dan dari sini melintas ke kranial untuk berakhir pada permukaan medial caecum.
Meskipun tidak terdapat garis batas yang jelas antara jejunum dan ileum, masing-masing bagian
memiliki sifat berbeda yang paling dalam ilmu bedah.
Sebuah mesenterium menghubungkan bagian terbesar intestinum tenue pada dinding
abdomen dorsal. Radix mesenterii (panjangnya kira-kira 15 cm) mulai dari sisi vertyebra L2,
melintas serong ke kaudal kanan sampai di articulatio sacroiliaca dextra.
Radix mesenterii menyilang menjadi :
1. Pars horizontalis duodenum
2. Pars abdominalis aortae
3. Vena cava inferior
4. Musculus psoas major dekster
5. Ureter dexter
6. Pembuluh testicularis atau ovarica.
Arteria mesenterica superior mengantar darah kepada jejunum dan ileum. Pembuluh ini
melintas antara lembar-lembar mesenterium dan melepaskan 15-18 cabang intestinum. Cabang-
cabang ini saling berhubungan dengan membentuk anastomosis berupa arcus, dikenal sebagai
lengkung-lengkung arterial yang melepaskan vasa recta. Vena mesenterica superior membawa
balik darah dari jejunum dan ileum. Vena ini terletak ventral kanan dari arteri mesenterica
superior dalam radix mesenterii. Vena mesenterica superior berakhir dorsal dari collum
pancreas pada persatuannya dengan vena splenica (lienalis) membentuk vena portae hepatis.
Pembuluh limfe jejunum dan ileum melintas antar lembar-lembar mesenterium ke nodi
lymphoidei mesenterici yang terletak :
1. Dekat pada dinding intestinum
2. Antara lemgkung-lengkung arterial
3. Sepanjang bagian proksimal areteria mesenterica superior.
Saraf simpatis untuk jejunum dan ileum berasal dari segmen medulla spinalis T5-T9 damn
mencapai pada coeliacus melalui kedua truncus sympathicus dan nervus splanchnicus major.
Serabut praganglion bersinaps dalam ganglia coeliaca dan ganglion mesenterium superius. Saraf
parasimpatis berasal dari truncus vagalis posterior. Serabut simpatis pascaganglion dan serabut
parasimpatis praganglion mengadakan sinaps dalam pleksusd mienterik dan pleksus submukosa
dinding intestinum. Pada umumnya, rangsang simpatis menurunkan peristaltic dan sekresi yang
berperan sebagai vasokontriktor, sedangkan rangsang parasimpatis meniungkatkan peristaltic
dan sekresi. Terdapat pula serabut sensoris. Intestinum tidak peka terhadap rangsang nyeri
terbanyak.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2 lapis,
yaitu: lapisan otot polos longitudinal yang terletak dibagian luar dan lapisan otot sirkuler yang
terletak disebelah dalam. Lapisan otot sirkuler lebih tebal dari lapisan otot longitudinal, dan
kedua lapisan otot semakin kearah distal akan semakin tipis sampai mencapai ileocaecal
junction.
Usus halus mendapat persarafan dari susunan saraf otonom dan susunan saraf enteric
melalui pleksus mienterikus yang terdapat diantara lapisan otot longitudinal dan sirkuler, serta
pleksus submukosa.
2.2 Histologi Ileum
1) Mukosa
Epitel selapis silindris
vili tinggi-tinggi dengan banyak sel goblet
Tunika propria : Plaque peyers
2) Submukosa : Diisi nodulus lomfatikus
3) Tunika muskularis : terdiri dari dua lapisan, sirkuler dan longitudinal.
a.Potongan melintang ileum memperlihatkan keempat lapisan dinding usus . vili menurut
berbagai bidang irisan tampak tidak teratur. Kelenjar intestinal (kripte lieberkuhn)
trdapat didalam lamina propria, dua diantaranya bermuara kedalam ruang intervili.
Ciri khas ileum adalah kumpulan limfonoduli yang disebut plaque peyer. Setiap plkaque
peyer adalh gabungan atau lebih limfonoduli yang terdapat pada dinding ileum berhadapan
dengan perlekatan mesenterium. Bagian plaque peyer menampakkan Sembilan limfonodulus
dan sebagian besar mempunyai pusat germinal. Limfonoduli menyatu dan batas diantaranya
biasanya tidak jelas lagi.
Nodul ini berasal dari jaringan limfoid difus lamina propria. Vili tidak terdapat pada daerah
lumen usus tempat nodule mencapai permukaan mukosa. Biasanya limfonoduli ini meluas
kedalam submukosa, menembus muskularis mukosa, dan menyebar di jaringan ikat longgar dari
submukosa.
Limfonoduli plaque peyer mengandung limfosit B, sedikit limfosit T, makrofag dan sel
plasma. Diatas nodule plaque peyer terdapat sel M (epitel membranosa) yang akan
menggantikan sel epitel silindris usus halus. Sel M secara tetap memantau antigen lumen usus,
mengingesti antigen, dan menyajikannya untuk limfosit dan makrofag di lamina propria
dibawahnya tempat antibody spesifik dan respons terhadap antigen asing dikembangkan.
2.3 Limfoma
2.3.1 Definisi
Limfoma adalah sekelompok kanker di mana sel-sel limfatik menjadi abnormal dan
mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh
manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ apapun.
2.3.2 Klasifikasi
Berdasarkan gambarna histopatologinya, limfoma dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Limfoma Hodgkin (LH)
DIAGNOSIS Morbus Hodgkin berdasarkan pemeriksaan histologis, yang dalam hal ini
adanya sel Reed-Ternberg ipe noduler predominan limfosit, dimana lim(kadang-kadang
sel Hodgkin varian mononuklear) dengan gambaran dasar yang cocok merupakan hal
yang menentukan sistem klasifikasi histologik, sebagaimana lebih dari 25 tahun yang lalu
telah dikembangkan oleh Lukes dan Butler, masih selalu berlaku sebagai dasar
pembagian Hodgkin.
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe, yaitu tipe klasik dan tipe noduler predominan
limfosit, dimana limfoma Hodgkin tipe klasik memiliki empat subtipe Tye, antara lain :
b. Limfoma Non-Hodgkin
Merupakan satu golongan penyakit yang heterogen dengan spectrum yang bervariasi dari
tumor yang sangat agresif sampai kelainan indolen dengan perjalanan yang lama dan
tidak aktif. Dalam perjalanan waktu dikembangkan berbagai usaha untuk mendapatkan
klasifikasi NHL yang dapat diyakini dan dapat diproduksi.
Limfoma non-Hodgkin berdasarkan atas sel limfositnya dibagi menjadi 2, yaitu NHL
limfosit B yang nantinya akan berdeferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk
antibodi (prevalensinya 70%) dan NHL limfosit T yang nantinya akan berdeferensiasi
menjadi bentuk aktif.
Dibedakan 3 derajat malignitas klinis: rendah (30%), intermedier (40%) dan tinggi (20%)
dan dalam kategori ini digunakan pengertian dari klasifikasi Dorfman, Lukes, Colinns.
Dua sistem kalsifikasi morfologik yang umum dipakai di Amerika berdasarkan atas pola
pertumbuhan dan tipe sel.
Formulasi kerja membagi limfoma non-Hodgkin menjadi tiga kelompok utama, yaitu :
Limfoma derajat rendah
Meliputi tiga tumor yaitu limfoma limfositik kecil, imfoma folikler dengan sel
belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel belah besar dan kecil.
Limfoma Derajat menegah
Terdapat 4 tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar, limfoma
difus sel belah kecil limfoma difus campuran sel besar dan kecil dan limfoma
difus sel besar.
Limfoma derajat tinggi
Tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel besar, limfoma
limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.
Perbedaan antara LH dan LNH ditandai dengan adanya sel Red-Sternberg yang bercapur
dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Red-Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter
15-45 mm, ering berinti ganda, berlobus 2 atau berinti banyak dengan sitoplasma amfolitik yang
sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya anak initi yang besar seperti inklusi dan
seperti mata burung hantu yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening
(a) (b)
Gambar . Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan (b) Limfoma
Non Hodgkin
2.3.3 Bentuk Khusus Limfoma
Limfoma Burkit terbagi 2, yaitu limfoma burkitt endemic dan sporadic. Tipe endemic ini
terjadi di Afrika. Berhubungan erat dengan viru Ebstein Barr (EBV). Umumnya melibatkan
tulang rahang, yang sangat jarang terjadi adalah tipe sporadic yang melibatkan abdomen.
Pengaruh EBV tidaklah sekuat jenis endemic meskipun bukti infeksi EBV didapatkan pada satu
dari lima pasien. 90% kasus melibatkan abdomen.
2.3.4 Epidemiologi
Pada tahun 2002, terdapat 62.000 kasus LH di seluruh dunia. Di negara-negara
berkembang ada dua tipe limfoma Hodgkin yang paling sering terjadi yaitu, mixed cellularity
dan limphocyte depletion, sedangkan di negara-negara yang sudah maju lebih bnyak limfoma
hodgkin tipe nodular sclerosis.Limfoma hodgkin lebih sering terjadi pada pria daripada wanita,
dengan distribusi usia antara 15-34 tahun di atas 55 tahun.
Berbeda dengan LH, LBH lima kali lipat lebih sering terjadi dan menempati urutan ke-7
dari seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia. Secara keseluruhan, LNH sedikit lebih
banyak terjadi pada pria daripada wanita. Rata-rata untuk semua tipe LNH terjadi pada usia di
atas 50 tahun.
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia menduduki urutan
keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit
ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini
memperkuat dugaan adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi
sebelumnya.
2.3.5 Etiologi
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab penyakit antara lain
Infeksi ( EBV, HTLV-1, dan helicobacter pylori)
Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (peptisida, herbisida, bahan kimia
organik dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi
Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
Faktor genetik
2.3.6 Anatomi Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem saraf pusat.
Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus, limfonodi dan tonsil. Organ-
organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung, dan kulit juga mengandung jaringan
limfatik.
Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diamater sangat kecil sampai
dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang terdiri dari beberapa
kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk axila, thorax, abdomen, pelvis, dan
inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di
sekitar dan di dalam tractus gastroinstestinal.
Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar bagian terendah
vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas inferior, pelvis, abdomen, dan thorax
bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di
leher sebelah kiri. Ductus limfatik dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan,
thorax, dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher kanan.
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidka seperti jaringan limfoid lainnya darah
juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk mengontrol volume darah dan
jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh serta dapat membantu menghancurkan sel darah
yang telah rusak.
2.3. 7 Patofisiologi
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-sel tubuh
manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen
tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang
berperan dalam perbaikan DNA
Diagnosis morbus Hodkin berdasarkan pemeriksaan histologik, yang dalam hal ini
adanya sel Red-Sternberg (kadang-kadang sel Hodgkin varian mononuklear) dengan gambaran
dasar yang cocok merupakan hal yang menentukan sistem klasifikasi histologik, sebagaimana
lebih dari 25 tahun yang telah dikembangkan oleh Lukes dan Butler, masih selalu berlaku
sebagai dasar pembagian penyakit Hodgkin.
2.8 Gejala Klinis
Baik tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin dapat dilihat pada tabel
berikut
ANAMNESIS Asimtomatik limfadenopati
Gejala sistemik (demam,
intermiten, keringat malam,
BB turun)
Nyeri dada, batuk, napas
pendek
Pruritis
Nyeri tulang atau nyeri
Asimtomatik
limfadenopati
Gejala sistemik (demam,
intermiten, keringat
malam, BB turun)
Mudah lelah
Gejala obstruksi GI tract
dan Urinary tract
punggung
Pemeriksaan Fisik Teraba pembesaran limonodi
pada satu kelompok kelenjar
(cervix, axilla, inguinal)
Cincin Waldeyer dan kelenjar
mesentrik jarang terkena
Hepatomegali dan
splenomegali
Sindrom vena cava superior
Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi serebral dan
neuropati)
Melibatkan banyak
kelenjar perifer
Cincin Waldeyer dan
kelenjar mesenterik sering
terkena
Hepatomegalid an
splenomegali
Massa di abdomen dan
testis
Klasifikasi Limfoma menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell
Stadium Keterlibatan sel
I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ ekstralimfatik
II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regia yang
letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)
III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma
ditambah satu organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)
IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ ekstralimfatik
Suffix
A Tanpa gejala B
B Terdapat salah satu gejala di bawah ini
Penurunan BB dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan sebelum
diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya
Demam intermiten >38 C
Berkeringat di malam hari
X Bulky tumor merupakan massa tunggal dengan diamater >10 cm, atau massa
mediastenum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal maximun
pada foto polos dada PA.
2.3.7 Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu
komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan
kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia,
perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior,
kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus
gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia.
Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan
muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung
akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.
2.4 Limfoma Illeum Terminalis
2.4.1 Definisi
Merupakan suatu perbesaran kelnjar getah bening di daerah illeum terminalis. Dimana
angka kejadian limfoma illeum sebesar 43% dan selebihnya adenokarsinoma.
2.4.2 Diagnosis
1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat malam, berat
badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6 bulan.
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar getah bening,
hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit atau infeksi.
3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan hitung trombosit.
4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat, laktat
dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.
5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus (pembesaran kelenjar
getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan dinding dada.
6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.
8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan area penyakit
atau penyakit residual pada mediastinum.
9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.
10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.
2.4.3 Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang terbatas dalam
pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti limfoma gaster yang terbatas
pada bagian perut saja atau jika ada resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif,
pembedahan masih menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya
dilakukan untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.7
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan limfoma, terutama
limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa
jenis radioterapi yang tersedia telah banyak digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin
seperti radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi
monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara
langsung, sedangkan radioisotope menggunakan 131Iodine atau 90Yttrium untuk irradiasi
sel-sel tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium
limfoma itu sendiri1, yaitu:
Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
Untuk stadium IV secara total body irradiation
Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi
c. Kemoterapi1,6,7
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan banyak obat-
obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap limfoma.
Pengobatan Awal:
1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8
o Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14
o Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4
2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus
o Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15
3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
o Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11
o Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
o Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
o Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9
o Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11
o Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering of pada
minggu ke 11,12
4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus
o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8
o Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3
o Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1
o Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8
o Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7
o Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14
Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:
1. ICE regimen
a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
c. Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
d. Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2. DHAP regimen
a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
b. Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2
c. Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4
3. EPOCH regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan doxorubicin
diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara berkesinambungan.
a. Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
b. Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
c. Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
d. Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
e. Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana interferon-α
berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat pemberian kemoterapi.7
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma tidak membaik dengan
pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam
melakukan transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.
Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai dengan sumsum
penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara kandung, atau siapapun
asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi
secara autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita yang masih bagus
diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam
tubuh penderita agar dapat menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.
2.4.4 Prognosis
Dapt diambil dari progonis limpoma hodgkin dan non-hodgkin
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin ditentukan oleh
beberapa faktor di bawah ini, antara lain:
Serum albumin < 4 g/dL
Hemoglobin < 10.5 g/dL
Jenis kelamin laki-laki
Stadium IV
Usia 45 tahun ke atas
Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3
Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%,
sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya hanya 59%.1
Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara
lain:
usia (>60 tahun)
Ann Arbor stage (III-IV)
hemoglobin (<12 g/dL)
jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and
serum LDH (meningkat)
yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah
(memiliki 0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk
(memiliki 3 atau lebih faktor di atas).
DAFTAR PUSTAKA
1. Dessain, S.K. 2009. Hodgkin Disease. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview. [25 Juli 2010].
2. Ford-Martin, Paula. 2005. Malignant Lymphoma. [serial online].
http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/. [25 Juli 2010].
3. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. “Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes, Sixth Edition”. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan Mahanani.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
4. Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. “Limfoma Non-Hodgkin”. Disunting oleh Sudoyo,
Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition. Philadelphia:
Elsevier & Saunders
6. Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma, Non-Hodgkin. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [25 Juli 2010].
7. Berthold, D. dan Ghielmini, M. 2004. Treatment of Malignant Lymphoma. Swiss Med Wkly
(134) : 472-480.