Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

40
REFERAT GAGAL NAFAS Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Anak Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Galuh Ramaningrum, SpA Disusun Oleh : Nuzulia Ni’matina H2A010037 Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Anak FAKULTAS KEDOKTERAN

description

anak

Transcript of Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

Page 1: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

REFERAT

GAGAL NAFAS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Stase Ilmu Penyakit Anak

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Galuh Ramaningrum, SpA

Disusun Oleh :

Nuzulia Ni’matina H2A010037

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Anak

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD TUGUREJO SEMARANG

Periode 03 November 2014 – 11 Januari 2015

Page 2: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal nafas (respiratory failure) dan distress nafas (respiratory distress)

merupakan diagnosis yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan

tidak mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan.

Terminologi respiratory distress digunakan untuk menunjukkan bahwa pasien

masih dapat menggunakan mekanisme kompensasi untuk mengembalikan

pertukaran gas yang adekuat, sedangkan respiratory failure merupakan keadaan

klinis yang lanjut akibat kegagalan mekanisme kompensasi dalam

mempertahankan pertukaran gas normal atau tercukupinya aliran oksigen.1-5

Gagal nafas dapat disebabkan oleh penyakit paru yang melibatkan jalan

nafas, alveolus, sirkulasi paru atau kombinasi ketiganya. Gagal nafas juga dapat

disebabkan oleh gangguan fungsi otot pernafasan, gangguan neuromuskular

dan gangguan sistem saraf pusat. Terdapat dua tipe gagal nafas, yaitu gagal nafas

tipe hiperkapnik dan gagal nafas tipe hipoksemia.1-5

Di Indonesia, sepertiga dari kematian bayi terjadi pada bulan pertama setelah

kelahiran, dan 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama dengan penyebab

utama kematian diantaranya adalah infeksi pernafasan akut dan komplikasi

perinatal. Pada suatu studi kematian neonatal di daerah Cirebon tahun 2006

disebutkan pola penyakit kematian neonatal 50% disebabkan oleh gangguan

pernapasan meliputi asfiksia bayi baru lahir (38%), respiratory distress 4%, dan

aspirasi 8%.6-7

1

Page 3: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN

Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring, trakea,

karina, bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis,

bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus

alveolus dan alveoli. Terdapat Lobus, dextra ada 3 lobus yaitu lobus superior,

lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus yaitu lobus superior dan

lobus inferior. Pulmo dextra terdapat fissura horizontal yang membagi lobus

superior dan lobus media, sedangkan fissura oblique membagi lobus media

dengan lobus inferior. Pulmo sinistra terdapat fissura oblique yang membagi

lobus superior dan lobus inferior. Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2

yaitu parietalis (luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan tersebut

terdapat rongga pleura (cavum pleura). Kantong berdinding sangat tipis pada

bronkioli terminalis. Tempat terjadinya pertukaran oksigen dan

karbondioksida antara darah dan udara yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500

juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli disokong oleh serat

kolagen, dan elastis halus.8,9

Sel epitel alveolus terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel

alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya

hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II)

jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di

dekat septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili

pendek, permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar

menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi

kolaps alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut

interstisial. Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit.

Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar

disebut makrofag alveolar.8,9

2

Page 4: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

1. Fisiologi ventilasi paru

Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru.

Pergerakan udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:

a) Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru

dan pleura dinding dada. Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H2O,

yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan

paru agar tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama

inspirasi normal, pengembangan rangka dada akan menarik paru ke

arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan

menjadi lebih negatif (sekitar -7,5 cm H2O).

b) Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika

glotis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau keluar

paru, maka tekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya

sama dengan tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas)

yaitu tekanan 0 cm H2O. Agar udara masuk, tekanan alveoli harus

sedikit di bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O)

dapat menarik sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru selama 2 detik.

Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang berlawanan.

c) Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan

pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru

yang cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan, yang

disebut tekanan daya lenting paru.10

2. Fisiologi kendali persarafan pada pernafasan

Terdapat dua mekanisme neural terpisah bagi pengaturan pernafasan.

a) Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter. Pusat

volunter terletak di cortex cerebri dan impuls dikirimkan ke neuron

motorik otot pernafasan melalui jaras kortikospinal.

b) Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat

pernafasan otomatis terletak di pons dan medulla oblongata, dan

keluaran eferen dari sistem ini terletak di rami alba medulla spinalis di

antara bagian lateral dan ventral jaras kortikospinal.

3

Page 5: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

Berbagai rangsang yang memengaruhi pusat pernafasan11Pengendalian kimiaCO2 (melalui konsentrasi H+ di LCS dan cairan interstitiel otak)O2H+Pengendalian non-kimiaAferen nervus vagus dari reseptor di saluran pernafasan dan paruAferen dari pons, hipothalamus dan sistem limbikAferen dari proprioseptorAferen dari baroreseptor: arteri, atrium, ventrikel, pulmonal

(melalui glomus karotikum dan aortikum)

3. Pengaturan aktivitas pernafasan

Baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah arteri maupun

penurunan PO2 akan memperbesar derajat aktivitas neuron pernafasan di

medulla oblongata, sedangkan perubahan ke arah yang berlawanan

mengakibatkan efek inhibisi ringan. Pengaruh perubahan kimia darah

terhadap pernafasan berlangsung melalui kemoreseptor pernafasan di

glomus karotikum dan aortikum serta sekumpulan sel di medulla

oblongata maupun di lokasi lain yang peka terhadap perubahan kimiawi

dalam darah. Reseptor tersebut membangkitkan impuls yang merangsang

pusat pernafasan. Bersamaan dengan dasar pengendalian pernafasan

kimiawi, berbagai aferen lain menimbulkan pengaturan non-kimiawi yang

memengaruhi pernafasan pada keadaan tertentu. Untuk berbagai rangsang

yang memengaruhi pusat pernafasan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:11

4. Pengendalian kimiawi pernafasan

Mekanisme pengaturan kimiawi akan menyesuaikan ventilasi

sedemikian rupa sehingga PCO2 alveoli pada keadaan normal

dipertahankan tetap. Dampak kelebihan H+ di dalam darah akan dilawan,

dan PO2 akan ditingkatkan apabila terjadi penurunan mencapai tingkat

4

Page 6: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

yang membayakan. Volume pernafasan semenit berbanding lurus dengan

laju metabolisme, tetapi penghubung antara metabolisme dan ventilasi

adalah CO2, bukan O2. Reseptor di glomus karotikum dan aortikum

terangsang oleh peningkatan PCO2 ataupun konsentrasi H+ darah arteri

atau oleh penurunan PO2. Setelah denervasi kemoreseptor karotikum,

respons terhadap penurunan PO2 akan hilang, efek utama hipoksia setelah

denervasi glomus karotikum adalah penekanan langsung pada pusat

pernafasan. Respon terhadap perubahan konsentrasi H+ darah arteri pada

pH 7,3-7,5 juga dihilangkan, meskipun perubahan yang lebih besar masih

dapat menimbulkan efek. Sebaliknya, respons terhadap perubahan PCO2

darah arteri hanya sedikit dipengaruhi,; dengan penurunan tidak lebih dari

30-35%.11

a) Kemoreseptor dalam batang otak

Kemoreseptor yang menjadi perantara terjadinya hiperventilasi

pada peningkatan PCO2 darah arteri setelah glomus karotikum dan

aortikum didenervasi terletak di medulla oblongata dan disebut

kemoreseptor medulla oblongata. Reseptor ini terpisah dari neuron

respirasi baik dorsal maupun ventral, dan terletak pada permukaan

ventral medulla oblongata.11

Reseptor kimia tersebut memantau konsentrasi H+ dalam LCS, dan

juga cairan interstisiel otak. CO2 dengan mudah dapat menembus

membran, termasuk sawar darah otak, sedangkan H+ dan HCO3- lebih

lambat menembusnya. CO2 yang memasuki otak dan LCS segera

dihidrasi. H2CO3 berdisosiasi, sehingga konsentrasi H+ lokal

meningkat. Konsentrasi H+ pada cairan interstitiel otak setara dengan

PCO2 darah arteri.11

b) Respons pernafasan terhadap kekurangan oksigen

Penurunan kandungan O2 udara inspirasi akan meningkatkan

volume pernafasan semenit. Selama PO2 masih diatas 60 mmHg,

perangsangan pada pernafasan hanya ringan saja,dan perangsangan

ventilasi yang kuat hanya terjadi bila PO2 turun lebih rendah. Nsmun

5

Page 7: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

setiap penurunan PO2 arteri dibawah 100 mmHg menghasilkan

peningkatan lepas muatan dari kemoreseptor karotikum dan aortikum.

Pada individu normal, peningkatan pelepasan impuls tersebut tidak

menimbulkan kenaikan ventilasi sebelum PO2 turun lebih rendah dari

60 mmHg karena Hb adalah asam yang lebih lemah bila dibandingkan

dengan HbO2, sehingga PO2 darah arteri berkurang dan hemoglobin

kurang tersaturasi dengan O2, terjadi sedikit penurunan konsentrasi H+

dalam darah arteri. Penurunan konsentrasi H+ cenderung menghambat

pernafasan. Di samping itu, setiap peningkatan ventilasi yang terjadi,

akan menurunkan PCO2 alveoli, dan hal inipun cenderung menghambat

pernafasan. Dengan demikian, manifestasi efek perangsangan hipoksia

pada pernafasan tidaklah nyata sebelum rangsang hipoksia cukup kuat

untuk melawan efek inhibisi yang disebabkan penurunan konsentrasi

H+ dan PCO2 darah arteri.11

c) Pengaruh H+ pada respons CO2

Pengaruh perangsangan H+ dan CO2 pada pernafasan tampaknya

bersifat aditif dan saling berkaitan dengan kompleks, serta berceda

halnya dari CO2 dan O2. Sekitar 40% respons ventilasi terhadap CO2

dihilangkan apabila peningkatan H+ darah arteri yang dihasilkan oleh

CO2 dicegah. 60% sisa respons kemungkinan terjadi oleh pengaruh

CO2 pada konsentrasi H+ cairan spinal atau cairan interstitial otak.11

5. Pengangkutan oksigen ke jaringan

Sistem pengangkut oksigen di dalam tubuh terdiri atas paru dan sistem

kardiovaskuler. Pengangkutan oksigen menuju jaringan tertentu

bergantung pada: jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru, adanya

pertukaran gas dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan dan

kapasitas darah untuk mengangkut oksigen. Aliran darah bergantung pada

derajat konstriksi jalinan vaskular di dalam jaringan serta curah jantung.

Jumlah oksigen di dalam darah ditentukan oleh jumlah oksigen yang larut,

jumlah hemoglobin dalam darah dan afinitas hemoglobin terhadap

oksigen.11

6

Page 8: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari empat sub unit, masing-

masing mengandung gugus heme yang melekat pada sebuah rantai

polipeptida. Heme adalah kompleks yang dibentuk dari suatu porfirin dan

satu atom besi fero. Masing-masing dari keempat atom besi dapat

mengikat satu molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam

bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan O2 merupakan suatu reaksi

oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi ini berlangsung cepat,

membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik. Deoksigenasi (reduksi) Hb4O8

juga berlangsung sangat cepat.11

Hb4 + O2 ↔ Hb4O2

Hb4O2 + O2 ↔ Hb4O4

Hb4O4 + O2 ↔ Hb4O6

Hb4O6 + O2 ↔ Hb4O8

B. GAGAL NAFAS

1. Definisi

Gagal nafas merupakan ketidakmampuan sistem respirasi dalam

memenuhi kebutuhan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida

antara udara dan darah, sehingga terjadi gangguan dalam asupan

oksigen dan ekskresi karbondioksida, akibat kegagalan paru atau pompa

nafas. Keadaan ini ditandai dengan abnormalitas nilai PO2 dan PCO2.

Secara klasik, umumnya seseorang dianggap menderita gagal nafas bila

PaCO2 lebih dari 50 mmHg dan PaO2 kurang dari 50 mmHg saat bernafas

dalam udara ruang. Gagal nafas dapat disebabkan oleh penyakit paru

yang melibatkan jalan nafas, alveolus, sirkulasi paru atau kombinasi

ketiganya. Gagal nafas juga dapat disebabkan oleh gangguan fungsi otot

pernafasan, gangguan neuromuskular dan gangguan sistem saraf

pusat.1,4,12

Gagal nafas tipe hiperkapnik terjadi akibat CO2 tidak dapat

dikeluarkan dengan respirasi spontan sehingga berakibat pada

peningkatan PCO2 arterial (PaCO2) dan turunnya pH. Hiperkapnik dapat

7

Page 9: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

terjadi akibat obstruksi saluran napas atas atau bawah, kelemahan otot

pernapasan atau biasanya akibat produksi CO2 yang berlebihan. Gagal

nafas tipe hipoksemia terjadi akibat kurangnya oksigenasi, biasanya akibat

pirau dari kanan ke kiri atau gangguan keseimbangan ventilasi dan perfusi

(ventilation-perfusion mismatch).1,4,12

2. Etiologi

Penyebab gagal nafas antara lain:1

a) Gangguan pada dinding dada, abdomen dan diafragma, contoh:

1) trauma atau pasca bedah, ascites

2) kelainan intra-abdomen

- Tumor intra-abdomen

- Organomegali

- Nyeri pasca bedah

3) kelainan kongenital

- Gastroschisis

- Omphalocele

- Kelainan bentuk thorax

- Hernia diafragmatika (dapat disertai hipoplasia paru)

- Skoliosis

b) Gangguan pada pleura, contoh:

1) Pneumothorax

2) Efusi pleura

3) Hemothorax

c) Gangguan neuromuscular, contoh:

1) Obat (overdosis salisilat, aminoglikosida, suksametonium, opiat,

obat anestesi, non-depolarizing muscle relaxants)

2) Gangguan endokrin dan metabolik, contoh: diabetik ketoasidosis,

hipertiroid, hipokalsemia, hipofosfatemia, hipokalemia

3) Infeksi, contoh: ensefalitis, tetanus, guillan barre, sepsis

4) Lesi intrakranial, contoh: tumor, perdarahan

5) Lesi spinal, contoh: tumor, trauma, abses

8

Page 10: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

d) Gangguan parenkim paru, contoh:

1) Pneumonia bakterial

2) Pneumonia viral

3) Pneumonia karena Pneumocystis carinii

4) Pneumonia akibat Legionella pneumophila

5) Pneumonia hidrokarbon

6) Atelektasis

7) Edema paru

8) ARDS

9) Smoke inhalation

e) Gangguan pada jalan nafas, contoh:

1) Bacterial tracheitis

2) Epiglotitis

3) Kelainan kongenital pembuluh darah besar (aorta, arteri inominata,

carotis communis kiri, arteri pulmonalis kiri atau arteri subklavia

kanan yang menekan trakea)

4) Abses retrofaringeal

5) Abses paratonsilar

6) Aspirasi benda asing

7) Asthma bronchial

3. Patofisiologi

Mekanisme timbulnya gagal nafas berbeda sesuai dengan penyakit

dasar sebagai penyebab seperti penyakit paru, penyakit kardiovaskular,

penyakit susunan saraf dan penyakit otot.13

a) Kelainan primer paru

Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan

pernafasan yaitu obstruksi saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps

alveolus. Obstruksi jalan nafas yang dapat menimbulkan kegagalan

pernafasan akut terutama ialah pneumonia dan status asmatikus.

9

Page 11: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

Apabila seorang anak menderita infeksi saluran nafas maka akan

terjadi:

1) Sekresi trakeobronkial bertambah

2) Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas

3) Aliran darah pulmonal bertambah

4) Metabolic Rate bertambah

Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos

maka lumen saluran nafas berkurang dengan hebat. Hal ini

mengakibatkan terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan yang

akan menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan

difusi dan retensi CO2 menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea,

kedua hal ini disertai kerja pernafasan yang bertambah sehingga

menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis. Hipoksia dan

hipercapnea akan menyebabkan ventilasi alveolus terganggu sehingga

terjadi depresi pernafasan, bila berlanjut akan menyebabkan kegagalan

pernafasan dan akirnya kematian. Hipoksemia akan menyebabkan

vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang menyebabkan tahanan

alveolus bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih berat, beban

jantung bertambah dan akirnya menyebabkan gagal jantung. Akibat

bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan

permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan

bronkokontriksi dan metabolic rate yang bertambah, terjadinya edema

paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya gangguan ventilasi

dan oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas.13

b) Penyakit primer kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular memengaruhi pertukaran udara paru

terutama melalui efeknya pada aliran darah kapiler paru. Menurunnya

aliran darah paru, misalnya pada tetralogy of fallot, stenosis pulmonal

dan curah jantung yang rendah dapat menimbulkan hipoksemia dan

hiperkapnia. PDA (Patent Ductus Arteriosus) besar dan payah jantung

kiri pada bayi dapat menyebabkan edema paru, yang umumnya dapat

10

Page 12: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

diatasi dengan oksigen, digitalis dan diuretika; bila disertai infeksi paru

maka dapat pula menimbulkan gangguan pertukaran darah paru. 13

c) Penyakit primer sistem saraf

Kelainan sistem saraf yang dapat menyebabkan kegagalan

pernafasan akut dapat dibagi dalam 3 kategori:

1) Hilangnya kontrol ventilasi secara sentral

2) Penyakit saraf primer

3) Kejang lama

Edema otak, cerebrovascular accident dan depresi susunan saraf

pusat karena keracunan dapat menghilangkan refleks protektif saluran

nafas atas, merupakan predisposisi aspirasi cairan lambung dan

menimbulkan pneumonia kimiawi. Kelainan pada batang otak,

medulla spinalis dan sistem saraf perifer dapat menimbulkan

kegagalan pernafasan akut, demikian pula kejang lama dapat

menimbulkan kegagalan pernafasan akut karena hipoksemia selama

kejang. 13

d) Penyakit primer otot

Kelemahan otot seperti miastenia-gravis dapat menyebabkan

penurunan kapasitas vital dan akhirnya gagal nafas. Tetanus dengan

kejang otot yang hebat, refleks batuk yang terganggu dan gerakan otot

pernafasan yang terbatas dapat menyebabkan aspirasi cairan lambung,

pneumonia, atelektasis yang menimbulkan hipoksemia dan akhirnya

gagal nafas. 13

4. Gejala dan Tanda

a) Anamnesis

Mengingat penyebab gagal nafas beragam, anamnesis spesifik

harus dilakukan sesuai kecurigaan penyebabnya. Secara garis besar

beberapa pertanyaan berikut perlu ditanyakan pada setiap keluhan

sesak pada anak:1

1) Sesak terjadi secara akut atau sudah lama

11

Page 13: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

2) Apakah pernah mengalami sesak serupa?

3) Apakah anak dalam pengobatan tertentu?

4) Apakah disertai demam?

5) Apakah terdapat riwayat tersedak atau trauma?

Penyebab obstruksi jalan nafas bawah tersering pada balita adalah

bronkiolitis, asma bronkial dan obstruksi akibat benda asing.

Kemungkinan diagnosis obstruksi jalan nafas atau berdasar angka

kejadian, gejala dan usia dapat dilihat pada tabel dibawah ini:1

Tabel 1. penyebab obstruksi jalan nafas atas1

Penyakit Usia Gejala Spesifik

Tonsilitis berat Prasekolah-sekolah Sesak timbul lambat

Abses peritonsilar >8 tahun Sesak akut disertai demam tinggi

Abses retrofaring Bayi hingga remaja Sesak pasca ISPA atau trauma

Epiglotitis 1-7 tahun Stridor akut, demam tinggi, afonia

Croup <3 tahun Stridor timbul lambat, demam ringan, suara parau

Benda asing 1-4 tahun Sesak setelah tersedak

Trakeitis bakterialis <4 tahun Sesak dan demam timbul lambat

Difteri Bayi-6 tahun Stridor akut, demam tidak tinggi

b) Pemeriksaan Fisik

Beberapa tanda spesifik antara lain:1

1) Kelainan nafas dan volume tidal

- Kelainan susunan saraf pusat dan asidosis metabolik sering

mengakibatkan hiperventilasi dengan frekuensi nafas yang

tinggi dan volume tidal yang besar

- Penurunan compliance (contohnya pada pneumonia dan edema

paru) mengakibatkan pernafasan cepat dan dangkal

- Peningkatan resistensi jalan nafas (contohnya pada asma

bronchial) mengakibatkan pernafasan yang lambat dan dalam

2) Retraksi

Retraksi interkostal, suprasternal dan epigastrik terjadi bila terdapat

tekanan negatif intratoraks yang tinggi. Keadaan ini biasanya

12

Page 14: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

dijumpai pada obstruksi jalan nafas, terutama di luar rongga

thorax, dan penurunan compliance paru.

3) Stridor

- Stridor inspirasi terjadi bila ada tekanan negatif yang tinggi

saat inspirasi, udara harus melalui bagian yang sempit di jalan

nafas besar yang terletak di luar rongga thorax. Pada saat

ekspirasi, tekanan positif akan melebarkan jalan nafas sehingga

stridor tidak terdengar lagi.

- Stridor ekspirasi dapat terjadi jika penyebab obstruksi jalan

nafas besar terjadi di dalam rongga thorax, misalnya bila

terdapat tumor yang menekan trachea bagian distal.

4) Wheezing

Wheezing terjadi bila terdapat obstruksi di saluran nafas yang

terdapat dalam rongga thorax.

5) Grunting

Grunting terjadi akibat ekspirasi dengan glottis setengah menutup.

Pola nafas ini merupakan upaya untuk mempertahankan functional

residual capacity (FRC) dan meningkatkan tekanan positif pada

fase ekspirasi, hingga dapat memperbaiki oksigenasi. Biasanya

dijumpai pada penyakit di saluran nafas kecil dan alveoli seperti

bronkiolitis dan sindroma distress nafas neonatus.

6) Air retry

Penurunan suara nafas dapat terjadi pada berbagai penyebab gagal

nafas.

7) Ronchi

Ronchi basah dapat dijjumpai pada lesi di alveoli, misalnya pada

pneumonia bakteri.

8) Nafas cuping hidung

Nafas cuping hidung adalah upaya untuk menurunkan resistensi

jalan nafas atas.

13

Page 15: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

9) Aktivitas otot bantu nafas

Penggunaan otot bantu nafas bertujuan untuk meningkatkan kinerja

otot saat terjadi peningkatan work of breathing. Otot yang

umumnya menjadi aktif adalah pektoralis minus, scalenus dan

seratus anterior.

10) Gejala lain yang menyertai

Gejala lain yang sering dijumpai pada anak dengan gagal nafas

adalah:

- Takikardia

- Dehidrasi

- Gangguan kesadaran: iritabel, somnolen, dan obtundasi

- Sianosis

5. Diagnosis

Diagnosis gagal nafas dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis

dan dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah. Gambaran

klinis yang dapat terjadi pada neonatus yang harus meningkatkan

kewaspadaan klinisi akan terjadinya gagal nafas antara lain:14

- Peningkatan respirasi

- Peningkatan usaha nafas

- Periodic breathing

- Apnea

- Sianosis yang tidak berkurang dengan pemberian oksigen

- Turunnya tekanan darah disertai takikardi, pucat, kegagalan sirkulasi

yang diikuti bradikardi

- Penggunaan otot-otot pernafasan tambahan.

Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor

Silverman-Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih

sesuai digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane

disease (HMD), sedangkan skor Downes merupakan sistem skoring yang

lebih komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia kehamilan.

14

Page 16: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam

untuk menilai progresivitasnya.15

Tabel 2. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes15

PemeriksaanSkor

0 1 2

Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang dengan 02

Sianosis menetap walaupun diberi O2

Air entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk

Tidak ada udara masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan stetoskop

Dapat didengar tanpa alat bantu

Skor > 6 : Ancaman gagal nafas

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab gagal nafas sangat

tergantung pada kecurigaan diagnosis. Analisis gas darah merupakan

pemeriksaan penunjang utama. Untuk pemantauan selanjutnya saat ini

telah berkembang alat pantau non-invasif seperti pulse oxymeter dan

capnography.1

Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas

untuk menilai gagal nafas akut. Meskipun manifestasi klinis yang ada

memerlukan tindakan intubasi segera dan penggunaan ventilasi mekanis,

pengambilan sampel darah arterial diperlukan untuk menganalisis tekanan

gas darah (PaO2, PaCO2, dan pH) sambil melakukan monitoring dengan

pulse oxymetri. Hipoksemia berat ditandai dengan PaO2 < 50-60 mmHg

dengan FiO2 60% atau PaO2 < 60 mmHg dengan FiO2 > 40% pada bayi <

1250 gram, Hiperkapnik berat dengan PaCO2 > 55-60 mmHg dengan pH

<7,2-7,25.5,15,16

Tabel 3. Nilai Analisis gas Darah15

Nilai0 1 2 3

PaO2 (mmHg) > 60 50-60 < 50 < 50

15

Page 17: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

Ph > 7,3 7,2-7,29 7,1-7,19 < 7,1PaCO2 (mmHg) < 50 50-60 61-70 > 70

Skor > 3: memerlukan ventilator

Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan sebagai pemeriksaan

awal pada pasien yang mengalami distress pernafasan antara lain: rontgen

toraks (dapat dilakukan setelah pemasangan ETT), pemeriksaan darah

untuk skrining sepsis, termasuk pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, apus

darah tepi, C-reactive protein, kultur darah, glukosa darah, dan

elektrolit.15

Tabel 4. Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress

Pernafasan17

Pemeriksaan Kegunaan

Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia

Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa

Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat

menyebabkan atau memperberat takipnea

Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas

Darah rutin dan

hitung jenis

Leukositosis menunjukkan adanya infeksi

Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri

Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis

Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen

Selain menilai beratnya distress nafas yang terjadi, diperlukan juga

penilaian untuk memperkirakan penyebab dasar gangguan nafas untuk

penatalaksanaan selanjutnya. Pada bayi yang baru lahir dan mengalami

distress nafas, penilaian keadaan antepartum dan peripartum penting untuk

dilakukan. Beberapa pertanyaan yang dapat membantu memperkirakan

penyebab distress nafas antara lain: apakah terdapat faktor resiko

antepartum atau tanda-tanda distress pada janin sebelum kelahiran, adanya

riwayat ketuban pecah dini, adanya mekoneum dalam cairan ketuban, dan

lain-lain.15

7. Tata laksana

Algoritma diagnosis dan Tatalaksana gagal nafas pada neonatus 15,17

16

Page 18: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

Penatalaksanaan Respiratorik

17

Neonatus dengan distress nafas

Berat(PCH, grunting, apneu,

sianosisResusitasi:Bersihkan jalan nafas, hisap lendir (suction)Pemberian oksigen , pasang OGTPasang akses intra vena :D10% 60 ml/kgBBCa-Gukonas 10% 6-8 ml/kgBBMonitor temperaturMonitor saturasiRontgen toraks (Bila memungkinkan)

Algoritma diagnosis dan Tatalaksana Gagal nafas pada Neonatus

Ringan(Takipneu ringan)

Disesuaikan menurut

usia

Evaluasi menggunakan skor Downes

Perbaikan klinis YA

TIDAK

Evaluasi menggunakan skor

Downes

Perawatan bayi rutin

Observasi 30 menit

Membaik

YA

Perawatan di NICU

Pemberian O2 dilanjutkanMonitoring saturasiRontgen toraks

IntubasiPemberian antibiotik spektrum luas: Ampicillin & Gentamicin (inisial)Pemeriksaan penunjang:

Darah rutin & hitung jenis, AGD, GDS, elektrolit, rontgen toraks

Konsul NICU/rujuk ke RS yang memiliki NICU

Hasil AGD:Asidosis metabolik/respiratorikBila pH ≤ 7,25 Na-Bikarbonat 1-2 mEq/kgBB dlm 30 menit

TIDAK ( Ancaman gagal nafas/DS≥6)

Hipoglikemi bolus D10% 2cc/kgBB, dilanjutkan infus kontinyu kec 6-8 mg/kgBB/mntHiperglikemi kuranngi konsentrasi infus glukosa (D5%)

Page 19: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

Tujuan pengobatan adalah untuk mendapatkan konsentrasi oksigen

yang memadai serta tekanan karbondioksida arteri normal dengan

mempergunakan tekanan sekecil mungkin dan konsentrasi oksigen yang

dihirup serendah mungkin (FiO2). Tata laksana penunjang darurat pada

gagal nafas antara lain adalah: 1,16

a) Mempertahankan jalan nafas terbuka, dapat dilakukan dengan alat

penyangga oropharyngeal airway (guedel), peyangga nasopharyngeal

airway, atau pipa endotrakea.1

b) Terapi oksigen

Berbagai teknik tersedia untuk memberikan oksigen supplemental, tetapi

tidak ada satupun yang dapat disebut terbaik karena pemilihannya harus

disesuaikan secara individual terhadap terhadap situasi klinis dan kondisi

pasien. Ketika memilih peralatan tertentu seorang klinisi harus

mempertimbangkan kebutuhan FiO2 (flow inspiration), kenyamanan pasien

(sangat penting untuk compliance), dan humidifikasi. Berbagai

teknik/device antara lain adalah: 1

1) Kanul nasal

Dipergunakan untuk memberikan oksigen dengan laju aliran rendah.

Konsentrasi oksigen bervariasi perubahan laju aliran inspirasi

(inspiration flow rate) pasien. Pada neonatus, aliran oksigen

maksimum dianjurkan tidak melebihi 2 L/menit. FiO2 inspirasi yang

dihasilkan amat bergantung pada pola nafas pasien.

2) Oxygen hood/head box

Alat ini dirancang untuk memberikan konsentrasi oksigen yang stabil

pada neonatus atau bayi kecil. FiO2 hingga 100% dapat diberikan

dengan laju aliran oksigen yang sesuai. Bukaan pada oxygen hood

tidak boleh ditutup dengan plastik atau bahan lain agar tidak terjadi

retensi karbondioksida.

3) Masker

18

Page 20: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

Beberapa tipe masker dibuat untuk menghasilkan berbagai konsentrasi

oksigen. Aliran oksigen minimal harus sekitar 6 L/menit untuk

mendapat konsentrasi oksigen yang diinginkan dan mencegah

terhisapnya kembali CO2.

- Masker oksigen sederhana (simple mask) dapat memberikan

konsentrasi oksigen rendah hingga sedang tergantung kecepatan

aliran oksigen. Masker ini bukan pilihan ideal jika kita

menginginkan FiO2 yang stabil.

- Non-rebreathing mask didesain memiliki katup satu arah dan

sebuah kantong reservoir yang akan kolaps saat inspirasi. Alat ini

dapat menghasilkan konsentrasi okssigen tinggi.

- Partial rebreathing mask mirip dengan masker sederhana, tetapi

dilengkapi dengan kantong reservoir dan mampu menyalurkan

konsentrasi oksigen hingga 100%.

- Venturi mask dapat menghasilkan konsentrasi oksigen yang tepat

yaitu antara 24-50%.

Secara spesifik, tatalaksana gagal nafas amat tergantung pada

penyebabnya. Pemberian β-agonist melalui nebulizer dapat sangat efektif

bila penyebab gagal nafas adalah serangan akut asthma bronchial

sementara pungsi pleura efektif bila penyebabnya tension pneumothorax.1

Monitoring saturasi oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan

pulse oxymetri secara kontinyu untuk memutuskan kapan memulai

intubasi dan ventilasi. Semua bayi yang mengalami distress nafas dengan

atau tanpa sianosis harus mendapatkan tambahan oksigen. Oksigen yang

diberikan sebaiknya oksigen lembab dan telah dihangatkan.15

Tabel 5. Panduan untuk monitoring saturasi oksigen dengan pulse

oxymetri15

> 95% Bayi aterm

88-94% Bayi pre term (28-34 minggu)

85-92% < 28 minggu

Penatalaksanaan Non Respiratorik

19

Page 21: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

Monitoring temperatur merupakan hal yang penting dalam perawatan

neonatus yang mengalami distress pernafasan. Keadaan hipotermi maupun

hipertermi harus dihindari. Temperatur bayi harus dijaga dalam rentang

36,5−37,5oC.15-17

Enteral feeding harus dihindari pada neonatus yang mengalami distress

nafas yang berat, dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk

mencegah keadaan hipoglikemia. Keseimbangan cairan, elektrolit dan

glukosa harus diperhatikan. Pemberian cairan biasanya dimulai dengan

jumlah yang minimum, mulai dari 60 ml/kgBB/hari dengan Dekstrose

10% atau ¾ dari kebutuhan cairan harian. Kalsium glukonas dengan dosis

6-8 ml/kgBB/hari dapat ditambahkan pada infus cairan yang diberikan.

Pemberian nutrisi parenteral dapat dimulai sejak hari pertama. Pemberian

protein dapat dimulai dari 3,5 g/kgBB/hari dan lipid mulai dari 3

g/kgBB/hari.5,15,18

Prinsip lain perawatan neonatus yang mengalami distress nafas adalah

minimal handling. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan monitor

sekaligus untuk menilai keadaan kardiorespiratorik, temperatur, dan

saturasi oksigen pada bayi.18

Pemberian antibiotik spektrum luas sedini mungkin harus dimulai

sampai hasil kultur terbukti negatif, karena perlu dipertimbangkan

kemungkinan sepsis. Pemilihan antibiotik inisial yang dianjurkan adalah

ampicillin dan gentamicin.3,17,18

Penatalaksanaan di ruang NICU

Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus di ruang perawatan intensif

neonatus (NICU) saat ini telah mengalami perkembangan. Penggunaan

surfaktan, high frequency ventilator, inhaled nitric oxide (iNO), telah

banyak dilakukan dan berakibat pada berkurangnya penggunaan

extracorporeal membrane oxygenation yang memiliki banyak efek

samping.19

Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif

dengan berbagai efek pada sistem kardiopulmonal. Tujuan ventilasi

20

Page 22: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

mekanis adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan optimalisasi

pertukaran gas dan pada FiO2 (fractional concentration of inspired

oxygen) yang minimal, serta tekanan ventilator/volume tidal yang

minimal. Derajat distress pernafasan, derajat abnormalitas gas darah,

riwayat penyakit paru-paru, dan derajat instabilitas kardiopulmonal serta

keadaan fisiologis penderita harus ikut dipertimbangkan dalam

memutuskan untuk memulai penggunaan ventilator mekanik. Berbagai

mode ventilasi mekanik dapat ditentukan oleh parameter yang diatur oleh

klinisi untuk menentukan karakteristik pernafasan mekanis yang

diinginkan.20,21

Indikasi absolut penggunaan ventilasi mekanis antara lain: (1)

prolonged apnea, (2) PaO2 kurang dari 50 mmHg atau FiO2 diatas 0,8 yang

bukan disebabkan oleh penyakit jantung bawaan tipe sianotik, (3) PaCO2

lebih dari 60 mmHg dengan asidemia persisten, dan (4) bayi yang

menggunakan anestesi umum. Sedangkan indikasi relatif untuk

penggunaan ventilasi mekanis antara lain: (1) frequent intermittent apnea,

(2) bayi yang menunjukkan tanda-tanda kesulitan nafas, (3) dan pada

pemberian surfaktan.20-22

8. Prognosis

Keselamatan penderita dapat diharapkan pada anak-anak yang

sebelumnya normal dan mengalami gagal nafas bersamaan dengan suatu

serangan penyakit akut. Jika gagal nafas akut bersamaan dengan suatu

penyakit kronis yang mendasari, maka prognosisnya berkaitan dengan

sifat penyakit kronis tersebut serta berat dan lamanya proses akut yang

terjadi.12

21

Page 23: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

BAB III

KESIMPULAN

Gagal nafas merupakan ketidakmampuan sistem respirasi dalam

memenuhi kebutuhan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara

udara dan darah secara normal tanpa bantuan. Keadaan ini ditandai dengan

abnormalitas nilai PaCO2 lebih dari 50 mmHg dan PaO2 kurang dari 50 mmHg

saat bernafas dalam udara ruang. Gagal nafas dapat disebabkan oleh penyakit

paru yang melibatkan jalan nafas, alveolus, sirkulasi paru atau kombinasi

ketiganya. Gagal nafas juga dapat disebabkan oleh gangguan fungsi otot

pernafasan, gangguan neuromuskular dan gangguan sistem saraf pusat.

Gambaran klinis yang dapat terjadi pada neonatus peningkatan respirasi,

peningkatan usaha nafas, periodic breathing, apnea, sianosis yang tidak berkurang

dengan pemberian oksigen, turunnya tekanan darah disertai takikardi, pucat,

kegagalan sirkulasi yang diikuti bradikardi dan penggunaan otot-otot pernafasan

tambahan. Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor

Downes. Analisis gas darah merupakan pemeriksaan penunjang utama.

Penatalaksanaan non respiratorik dengan monitoring temperatur, minimal

handling dan menghindari enteral feeding. Penatalaksanaan respiratorik awal

adalah dengan membersihkan jalan nafas, jalan nafas dibersihkan dari lendir atau

sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selama diperlukan, serta memastikan

pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Tujuan utama dalam penatalaksanaan

gagal nafas adalah menjamin kecukupan pertukaran gas dan sirkulasi darah

dengan komplikasi yang seminimal mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan

menangani dan mengatasi etiologi gagal nafas.

22

Page 24: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi AH dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.h.84-8.

2. Wratney A, Chifetz I, Fortenberry J, Paden M. Disorders of the lung parenchyma. Dalam: Slonim A, Pollack M, penyunting. Pediatric critical care medicine. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.h.683-93.

3. Jing L, Yun S, Jian-ying D, Tian Z, Jing-ya L, Li-li L, dkk. Clinical characteristics, diagnosis and management of respiratory distress syndrome in full-term neonates. Chin Med J. 2010;123(19):2640-44.

4. Levy M. Pathophysiology of oxygen delivery in respiratory failure. Chest. 2005;128:547-53.

5. Sweet D, Carnielli V, Greisen G, Hallman M, Ozek E, Plavka R, dkk. European consensus guidelines on the management of neonatal respiratory distress syndrome in preterm infants: 2010 Update. Neonatology. 2010;97:402-17.

6. UNDP-Bappenas. Usaha Pencapaian MDGs di Indonesia (Diunduh 23 November 2014); Tersedia dari: http://www.targetmdgs.org.

7. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Akselerasi pelayanan kesehatan: Peran penelitian kesehatan. 2006; (Diunduh 23 November 2014); Tersedia dari: http://www.depkes.go.id.

8. Snell, RS. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran ed. 6. Jakarta: EGC; 2006.

9. Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. Buku Ajar Histologi Ed. 5. Jakarta : EGC; 1996.

10. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed. 11. Jakarta: EGC; 2007.

11. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed. 20. Jakarta: EGC; 2002.

12. Frankel L. Respiratory distress and failure. Dalam: Kliegman R, Behrman R, Jenson H, Stanton B, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 18. Philadelphia: Sunders Elsevier; 2007. h. 421-4.

13. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid 3 cetakan ke-11. Jakarta: Percetakan Infomedika, 2007.h. 990-8.

23

Page 25: Referat Gagal Nafas (Nuzulia)

14. Carlo W. Assisted ventilation. Dalam: Klaus M, Fanaroff A, penyunting. Care of the high-risk neonate. Edisi 5. Philadelphia: Saunders; 2001. h. 277-300.

15. Mathai S, Raju C, Kanitkar C. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI. 2007;63(269-72).

16. Frankel L. Respiratory distress and failure. Dalam: Kliegman R, Behrman R, Jenson H, Stanton B, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 18. Philadelphia: Sunders Elsevier; 2007. h. 421-4.

17. Hermansen C, Lorah K. Respiratory distress in the newborn. Am Fam Physician. 2007;76:987-94.

18. Metropolitan health and aged division victorian government. Neonatal Handbook. (Diunduh 23 November 2014); Tersedia dari: www.neonatalservices.health.vic.gov.au.

19. Allen M. Follow-up of high-risk infants. Dalam: Gomella T, Cunningham M, Eyal F, Tuttle D, penyunting. Neonatology: Management, procedures, on-call problems, diseases and drugs. Edisi 6. USA; 2009. h. 179.

20. Hamm C. Respiratory management. Dalam: Gomella T, Cunningham M, Eyal F, Tuttle D, penyunting. Neonatology: Management, procedures, on-call problems, disease, and drugs. Edisi 6. USA: McGraw-Hill; 2009. h. 48-67.

21. Van Kaam A, Rimensberger P, Borensztajn D, De Jaegere A. Ventilation practices in the neonatal intensive care unit: A cross-sectional study. J Pediatr 2010;157:767-71.

22. Eichenwald E. Mechanical ventilation. Dalam: Cloherty J, Eichenwald E, Stark A, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi 6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h. 331-42.

24