referat epistaksis

download referat epistaksis

of 10

description

epist

Transcript of referat epistaksis

Anatomi hidung dan Sinus ParanasalHidung secara anatomi dibagi menjadi dua bagian, yaitu hidung bagian luar (nasus eksterna) dan rongga hidung (nasus interna atau kavum nasi).3Nasus eksterna. Bagian hidung yang paling menonjol ke depan, disebut ujung hidung (apeks nasi). Pangkal hidung disebut radiks nasi. Bagian hidung mulai dari radiks sampai apeks nasi disebut dorsum nasi. Lubang hidung (nares anterior) kanan dan kiri dipisahkan oleh sekat yang disebut kolumela. Di sebelah lateral nares dibatasi oleh ala nasi kanan dan kiri.3 Arteri karotis eksterna dan interna memberikan aliran darah ke nasus eskterna. Aliran darah balik dialirkan melalui vena fasialis anterior yang berjalan bersama arteri maksilaris eksterna. Aliran getah bening dari nasus eksterna melalui pembuluh getah bening yang mengikuti jalannya vena fasialis anterior ke limfonoduli submaksila. Kemudian mengadakan anastomosis dengan pembuluh-pembuluh getah bening dari rongga hidung.3Persarafan nasus eksterna adalah oleh cabang dari n. trigeminus, yaitu n. oftalmikus yang mempunyai 3 cabang, yaitu n. etmoidalis anterior, n. suprakoklearis, dan n. infrakoklearis. Cabang lain adalah n. maksilaris, melalui cabang-cabang dari n. infraorbitalis.3Rongga hidung (kavum nasi). Rongga hidung dibagi dua bagian, kanan dan kiri di garis median oleh septum nasi sekaligus menjadi dinding medial dari rongga hidung. Kerangka septum dibentuk oleh lamina perpendikularis tulang etmoid (superior), kartilago kuadrangularis (anterior), tulang vomer (posterior), dan krista maksila dan krista palatine (bawah) yang menghubungkan septum dengan dasar rongga hidung.3Di bagian anterior septum nasi terdapat bagian yang disebut Area Little, merupakan anyaman pembuluh darah yaitu Pleksus Kiesselbach. Tempat ini mudah terkena trauma dan menyebabkan epistaksis. Di bagian anterokaudal, septum nasi mudah digerakkan.3Ke arah belakang rongga hidung berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang lubang yang disebut koane berbentuk bulat lonjong (oval), sedangkan kea rah depan rongga hidung berhubungan dengan dunia luar melalui nares.3Atap rongga hidung bentuknya kurang lebih menyerupai busur yang sebagian besar dibentuk oleh lamina kribosa tulang etmoid. Di sebelah anterior, bagian ini dibentuk oleh tulang frontal dan sebelah posterior oleh tulang sphenoid. Melalui lamina kribosa keluar ujung-ujung saraf olfaktoria menuju mukosa yang melapisi bagian teratas dari septum nasi dan permukaan kranial dari konka nasi superior. Bagian ini disebut region olkfaktoria.3Dinding lateral rongga idung dibentuk oleh konka nasi dan meatus nasi. Konka nasi merupakan tonjolan-tonjolan yang memanjang dari anterior ke posterior dan mempunyai rangka tulang. Meatus nasi terletak di bawah masing-masing konka nasi dan merupakan bagian dari hidung.3Konka nasi. Dalam kavum nasi terdapat 3 pasang konka nasi, yaitu konka nasi inferior, konka nasi medius dan konka nasi superior. Konka nasi inferior merupakan konka yang terbesar di antara ketiga konka nasi. Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak pleksus vena, dan membentuk jaringan kavernosus. Rangka tulangnya melekat pada tulang palatine, etmoid, maksila, dan lakrimal.3Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka inferior. Terletak di antara konka inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi konka nasi inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang di dalam konka media terdapat sel sehingga konka menjadi besar dan menutup meatus nasi media yang disebut konka bulosa.3Konka nasi superior merupakan konka yang paling kecil. Mukosa yang melapisinya jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya. Rangka tulangnya juga merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang merupakan konka nasi yang keempat. Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan sebenarnya merupakan bagian dari konka superior yang membelah menjadi dua bagian.3Meatus nasi. Meatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat di bawah konka inferior. Dekat ujung anteriornya terdapat ostium (muara) duktus nasolakrimalis. Muara ini sering kali dilindungi oleh lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner (plika lakrimalis Hasner). Meatus nasi media terletak di antara konka inferior dan konka media. Ostium sinus adalah lubang penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai ventilasi dan sinus paranasal sebagian besar terletak di meatus media.3Aliran darah rongga hidung. Arteri yang memasok darah ke dinding lateral rongga hidung adalah A. etmoid anterior, a. etmoid posterior, dan a. sfenopalatina. Arteria yang memberikan darah pada septum nasi adalah cabang a. etmoid anterior dan posterior, a. nasopalatina, a. palatine mayor dan cabang septal a. labialis superior. Di bagian depan septum beberapa arteri membentuk pleksus Kiesselbach. 3Persarafan rongga hidung. Inervasi dari rongga hidung oleh n. trigeminus yang memberikan cabang-cabang: n. oftalmikus dan n. maksilaris. Aliran getah bening rongga hidung. Getah bening dari bagian posterior rongga hidung dialirkan ke dalam kelenjar limfe retrofaring dan servikal profunda, sedangkan dari bagaian anteriornya ke kelenjar submaksila.3AnamnesisPada anamnesis perlu ditanyakan apakah episode perdarahan keluar melalui hidung atau ke bawah melalui mulut. Tanyakan tentang tingkat keparahan keluarnya darah menurut pasien, frekuensi dan lamanya perdarahan. Tanyakan adakah faktor pencetus terjadinya epistaksis dan faktor yang memperberatnya.b Tanyakan apakah ada riwayat trauma hidung yang belum lama terjadi.d Kebanyakan kasus mimisan terjadi secara spontan dan biasanya berhubungan dengan trauma. bAdanya benda asing yang masuk dalam hidung dapat menyebabkan terjadinya mimisan, tetapi perdarahan biasanya sedikit dan disertai dengan keluarnya secret purulen dan berbau apabila benda asing tertinggal di hidung cukup lama. Anak-anak biasanya mudah memasukan benda-benda asing dalam rongga hidung, yang tidak hanya menyebabkan iritasi lokal dan perdarahan, tetapi dapat menyebabkan luka bakar kimia alkali dan menyebabkan nekrosis jaringan disekitarnya. Contoh benda asing yang dapat menyebabkan luka bakar kimia alkali adalah batu baterai.Pasien perlu juga ditanyakan adakah hematemesis atau melena. Tanyakan tentang riwayat epistaksis sebelumnya, hipertensi, penyakit hati, dan diabetes mellitus. Adakah riwayat mdah memar, atau perdarahan yang lama setelah melakukan prosedur bedah minor. Penggunaan obat-obatan, terutama aspirin, NSAID, warfarin, heparin, tiklopidin, butazolidin, dan dipyridamole harus ditanyakan. Tanyakan pula riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga. a,b,d Pemeriksaan FisikPerhatikan keadaan umum pasien, nadi, pernapasan, dan tekanan darahnya. Jalan napas yang tersumbat oleh darah atau bekuan darah perlu dibersihkan atau diisap. Pasien diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari hidung sehingga bisa dimonitor. Apabila pasien datang dengan keadaan lemah sebaiknya setengah duduk atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai darah mengalir ke saluran napas bawah.Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi agar tegak dan tidak bergerak-gerak.Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat penghisap. Kemudian pasang tampon sementara yaitu kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain atau lidocain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri. Tampon dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior hidung.c Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depan disebut rinoskopi anterior. Diperlukan spekulum hidung. Otoskop dapat digunakan terutama untuk mencari benda asing. speculum dimasukkan ke dalam lubang hidung dengna hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di dalam dan waktu mengeluarkannya jangan ditutup dulu di dalam, supaya bulu hidung tidak terjepit. Vestibulum hidung, septum terutama bagian anterior, konka inferior, konka media, konka superior serta meatus sinus paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung harus diperhatikan.cUntuk melihat bagian belakang hidung dilakukan rinoskopi posterior sekaligus melihat keadaan nasofaring. Diperlukan spatula lidah dan kaca nasofaring yang telah dihangatkan dengan api lampu spiritus untuk mencegah udara pernapasan mengembun pada kaca. Pada rinoskopi posterior dapat dinilai bagian belakang septum dan koana. Selain itu dapat melihat konka superior, meia dan konka inferior, serta meatus superior dan meatus media.bMulai pemeriksaan dengan inspeksi, lihat secara spesifik mencari sumber perdarahan yang jelas pada septum. Epistaksis posterior dicurigai, apabila (a) sumber perdarahan anterior tidak ditemukan, (b) perdarahan keluar dari kedua lubang hidung, (c) bila darah menetes secara konstan dalam faring posterior, (d) tampon anterior gagal mengontrol perdarahan, (e) nyata dari pemeriksaan hidung bahwa perdarahan terletak di posterior dan superior. b,dPemeriksaan PenunjangPada sebagian besar kasus, pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan atau tidak membantu pada pasien yang pertama kali epistaksis atau jarang kambuh dengan riwayat trauma pada hidung. Namun pemeriksaan penunjang dianjurkan jika perdarahan banyak atau jika curiga adanya koagulopati.Jika pasien memiliki riwayat perdarahan berat yang persisten, periksa jumlah hematokrit. Jika terdapat riwayat epistaksis berulang, gangguan platelet, atau neoplasia, dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan waktu perdarahan adalah tes skrining yang baik jika dicurigai gangguan pembekuan darah. CT scan atau MRI dapat diindikasikan untuk mengevaluasi anatomi untuk pembedahan dan untuk menentukan lokasi serta luas rinosinusitis, benda asing, dan neoplasma.Nasofaringoskopi juga dapat digunakan apabila curiga tumor sebagai penyebab perdarahan.b PenatalaksanaanPrinsip penatalaksanaan epistaksis adalah memperbaiki keadaan umum, mencari sumber perdarahan, menghentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan.c Epistaksis berkaitan trauma hidung. Epistaksis dapat berulang kembali beberapa jam setelah fraktur yang tidak direduksi saat pembengkakan mulai berkurang. Cedera yang mengenai septum nasi dapat menimbulkan hematoma septum akibat penumpukkan darah di bawah mukosa perikondrium. Pasien mengeluh sumbatan hebat dan inspeksi intra nasal menunjukkan ukosa septum yang membengkak dan tidak menyusut pada pengolesan dekongestan topikal. Drainase segera. Sering dilanjutkan dengan pemasangan tampon hidung untuk menghindari terbentuknya abses septum. Terapi terbaik pasien dengan trauma hidung adalah reduksi segera fraktur hidung dan rekonstruksi septum. Kegagalan mengatasi perdarahan setelah reduksi fraktur mungkin memerlukan prosedur ligasi pembuluh darah. Epistaksis pada kelainan darah spesifik. Contohnya pada pasien hemophilia, penyakit von Willebrand atau koagulopati lainnya, maka terapi yang diberikan adalah terapi konservatif. Pemasangan tampon hidung anterior dan transfuse plasma kriopresipitat, faktor VIII atau faktor pembekuan lain.Epistaksis pada penderita leukemia. Pasien leukemia kronik atau akut atau multiple myeloma mudah mengalami serangan epistaksis berulang. Infeksi berat lebih mudah terjadi, sehingga pemakaian lama tampon hidung anterior dan posterior harus dihindari. Antibiotic sistemik perlu diberikan bahkan pada pemasangan tampon anterior dari kasa sekalipun. Koreksi penyebab dasar penyakit, seperti pemberian trombosit perlu dilakukan bersamaan.dPerdarahan AnteriorPerdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian depan. Jika perdarahan tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior, terutama pada anak, dapat dicoba dihentikan dengan penekanan pada hidung.b Penatatalaksanaan awal dimulai dengan menekan kedua lubang hidung bersamaan selama 5-30 menit terus-menerus tanpa perlu mengecek apakah perdarahan sudah berhenti atau belum. Biasanya 5-10 menit sudah cukup. Kepala pasien tetap tegak tetapi tidak hiperekstensi karena hiperekstensi dapat menyebabkan darah masuk dalam faring dan meningkatkan resiko aspirasi.c Selain itu posisi ini mengurangi tekanan vascular, dan pasien dapat lebih mudah membatukkan darah di dalam faring.dJika sumber perdarahannya terlihat, tempat perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudah itu area tersebut diberi krim antibiotik. Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotic. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut.c Antibiotik profilaktik dianjurkan beberapa dokter karena ostium sinus menjadi tersumbat oleh tampon, dan adanya benda asing serta bekuan darah yang dapat menjadi tempat pertumbuhan bakteri.d Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun teratur dan harus menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis. Bila perdarahan belum berhenti, dipasang tampon baru.cBalon hidung dapat menggantikan tampon kasa. Balon hidung lebih mudah ditempatkan tetapi tidak terlalu efektif menghentikan perdarahan bila dibandingkan dengan tampon kasa. Apabila pasien hanya memerukan tampon hidung anterior dan tanpa ada gangguan medis lainnya, pasien dapat dirawat jalan. Pasien tua atau lemah fisik dirawat di rumah sakit. d Perdarahan PosteriorPerdarahan posterior ditangani dengan pemasangan tampon posterior, disebut tampon Bellocq. Tampon dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan diameter 3 cm. pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi dan sebuah di sisi berlawanan. Pemasangan tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan bantuan kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak diorofaring, lalu ditarik keluar dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 tampon Bellocq, kemudian kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati palatum mole masuk ke nasofaring. Bia masih ada perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior ke dalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa di depan nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaring tetap pada tempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien dan digunakan untuk menarik tampon keluar setelah 2-3 hari.c Kedua tali tidak diikatkan pada kolumela, karena dapat menimbulkan nekrosis jaringan lunak. Pemasangan tampon posterior tidak nyaman bagi pasien dan dapat diberi sedatif dan analgetik. Sumbatan jalan napas lengkap pada individu tertentu mengarah pada peningkatan PCO2 dan penurunan PO2, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit paru atau jantung dan dapat menimbulkan komplikasi bermakna, seperti infark miokardium atau gangguan pembuluh darah ke otak. Oleh karena itu, tampon posterior perlu dilonggarkan atau balon perlu dikempiskan sebelum diangkat. Jika perdarahan kembali terjadi maka tampon dapat dipasang kembali dengan tidak banyak mengganggu pasien dibandingkan dengan penggantian tampon.Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat digunakan kateter Folley dengan balon. Kateter Folley no. 14 biasa dengan kantong 15 cc juga dapat dimasukkan transnasal, dikembangkan dan ditarik rapat pada koana posterior. Balon diisi dengan larutan normal salin, bukan udara, karena udara dapat bocor sehingga tamponade gagal terpasang.d Dengan peningkatan pemakaian endoskop, juga dikembangkan teknik kauterisasi atau ligasi arteri sfenopalatina dengan panduan endoskop.cPada kasus epistaksis posterior, beberapa ahli menganjurkan blok sfenopalatina yang dapat bersifat diagnostic dan terapeutik. Injeksi 0,5 ml Xilokain 1% dengan epinerin 1:100.000 secara hati-hati ke dalam kanalis palatina mayor akan menyebabkan vasokonstriksi arteri sfenopalatina. Disamping vasokonstriksi, injeksi juga menimbulkan efek analgesic utnuk prosedur pemasangan tampon posterior. Bila perdarahan berasal dari cabang arteri afenopalatina, mmaka epistaksis akan segera berkurang dalam beberapa menit. Jika injeksi injeksi tidak memberi efek, maka perdarahan mungkin berasal dari arteri tmoidalis anterior dan posterior. Metode blok ganglion sfenopalatina dilakukan oleh spesialis.dLigasi Pembuluh SpesifikBila tampon posterior dan anterior gagla mengendalikan epistaksis, maka perlu dilakukan ligasi arteri spesifik. Arteri tersebut antara lain arteri karotis eksterna, arteri maksilaris interna dengan cabang terminusnya, arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior dan anterior.Ligasi arteri karotis interna. Karena banyaknya anastomosis, ligasi karotis interna tidak sellau dapat menghentikan epistaksis, tapi dapat dilakukan oleh dokter yang terampil dalam pembedahan leher dan kepala. Ligasi dilakukan dengan ikatan benang di atas percabangan areri lingualis. Ligasi arteri maksilaris interna. Ligasi arteri maksilaris interna umumnya dilakukan oleh ahli bedah. Prosedur dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau umum.Ligasi arteri etmoidalis anterior. Perdarahan dari cabang terminal arteri oftalmika kadang memerlukan ligasi arteri etmoidlasi anterior. Pembuluh darah dapat dicapai melalui insisi melengkung meanjang pada hidung di antara dorsum dan daerah kantus media.dPrognosisSecara umum prognosis epistaksis baik. dengan penanganan yang adekuat dan masalah yang mendasari epistaksis teratasi, kebanyakan pasien tidak mengalami perdarahan yang berulang. Sebagian kecil pasien bisa mengalami kekambuhan yang hilang secara spontan atau dapat sembuh dengan pengobatan sendiri. Sebagian kecil pasien mungkin perlu pengobatan yang agresif.bPencegahan Tindakan pencegahan berikut dapat disampaikan kepada pasien, seperti menggunakan nasal semprot saline, hindari meniup hidung atau bersin dengan keras. Apabila bersin, bersin dengan mulut terbuka. Hindari cuaca yang terlalu panas dan kering. Hindari penggunaan air hangat saat mandi. Sebisa mungkin hindari penggunaan aspirin dan NSAID. Pasien dengan hipertensi, defisiensi vitamin K, maupun penyebab epistaksis lainnya disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli spesialis lainnya. Beberapa usaha yang dapat dilakukan sendiri oleh pasien apabila terjadi mimisan atau epistaksis, yaitu menekan kedua lubang hidung selama 5-10 menit, menggunakan kompres es, bernafas dalam dan tenang, serta menggunakan vasokonstriktor topikal.bKomplikasi Komplikasi yang dapat terjadi akibat epistaksis, antara lain berupa sinusitis, hematom atau perforasi septum, deformitas hidung, nekrosis mukosa akibat tekanan, dan dapat terjadi aspirasi. Selain itu terdapat beberapa komplikasi akibat penatalaksanaan, antara lain tindakan kauterisasi dapat menyebabkan sinekia dan perforasi septum. Tampon anterior dapat menyebabkan sinekia, rinosinusitis, dan scar pada ala nasi dan kolumela. Tampon posterior juga dapat menyebabkan hipoventilasi dan kematian mendadak. b

Daftar pustakaa. http://www.mdguidelines.com/nosebleed-and-control-of-nosebleedb. http://emedicine.medscape.com/article/863220-clinicalc. tht uid. boies