Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

29
BAB I PENDAHULUAN Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung merupakan suatu keluhan atau tanda, bukan penyakit. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau penyakit umum. Penting sekali mencari asal perdarahan dan menghentikannya, di samping perlu juga menemukan dan mengobati sebabnya. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan mungkin hampir 90% dapat berhenti dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya. Epistaksis berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal, bila tidak segera ditolong. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu memanggil dokter.Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan kembali. Oleh karena itu, penulisan referat ini diharapkan dapat mengenal lebih dalam mengenai epistaksis yang dapat membantu 1

description

jhkhjkjhkjkjk

Transcript of Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

Page 1: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

BAB I

PENDAHULUAN

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung merupakan suatu keluhan atau tanda,

bukan penyakit. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau

penyakit umum. Penting sekali mencari asal perdarahan dan menghentikannya, di samping

perlu juga menemukan dan mengobati sebabnya. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan

mungkin hampir 90% dapat berhenti dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan

sederhana yang dilakukan oleh pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya. Epistaksis

berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat

berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.

Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian

posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri

athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina

dan arteri ethmoid posterior. Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin

banyak, bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu memanggil

dokter.Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan kembali.

Oleh karena itu, penulisan referat ini diharapkan dapat mengenal lebih dalam

mengenai epistaksis yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis dan

penatalaksanaan, serta mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi.

1

Page 2: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG

II.1 ANATOMI HIDUNG

Hidung merupakan bagian yang paling menonjol pada wajah. Fungsinya sebagai jalan

napas, alat pengatur kondisi udara (air condition), penyaring & pembersih udara, indera

pembau, resonansi suara, membantu proses berbicara, dan refleksi nasal. Hidung juga

merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.

Proses Penciuman

Pada saat bernapas, zat kimia berupa gas akan dihirup masuk ke dalam rongga

hidung Sumber bau pada zat kimia tersebut akan dilarutkan oleh selaput lendir

kemudian akan merangsang rambut-rambut halus pada sel pembau Sel pembau akan

meneruskan rangsangan ini ke otak dan mengolahnya sehingga kita dapat membedakan

jenis bau dari zat kimia tersebut.

Struktur hidung luar terdiri atas 3 bagian, yaitu :

1. Kubah tulang. Letaknya paling atas dan bagian hidung yang tidak bisa digerakkan.

2. Kubah kartilago (tulang rawan). Letaknya dibawah kubah tulang dan bagian hidung

yang bisa sedikit digerakkan.

3. Lobulus hidung. Letaknya paling bawah dan bagian hidung yang paling mudah

digerakkan.

Struktur penting dari anatomi hidung :

1. Dorsum nasi (batang hidung)

2. Septum nasi

3. Kavum nasi (lubang hidung)

Dorsum Nasi (Batang Hidung)

Struktur yang membangun dorsum nasi (batang hidung) :

1. Bagian kaudal dorsum nasi (batang hidung)

2. Bagian kranial dorsum nasi (batang hidung)

2

Page 3: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

Bagian kaudal dorsum nasi (batang hidung) merupakan bagian lunak dari dorsum nasi

(batang hidung). Tersusun oleh kartilago lateralis dan kartilago alaris. Jaringan ikat yang

keras menghubungkan antara kulit dan perikondrium pada kartilago alaris. Bagian kranial

dorsum nasi (batang hidung) merupakan bagian keras dari dorsum nasi (batang hidung).

Tersusun oleh os nasalis dan ossis maksila prosesus frontalis

Gambar 1. Dorsum Nasi

Septum Nasi

Fungsi utama septum nasi adalah menopang dorsum nasi (batang hidung) dan

membagi dua kavum nasi (lubang hidung).

Struktur yang membangun septum nasi adalah 2 tulang dan 2 kartilago, yaitu :

1. Bagian anterior septum nasi

2. Bagian posterior septum nasi

Bagian anterior septum nasi tersusun oleh tulang rawan, yaitu kartilago

quadrangularis, cartilago alaris mayor crus medial, dan cartilago septi nasi. Bagian anterior

septum nasi terdapat plexus Kiesselbach. Bagian posterior septum nasi tersusun oleh os

3

Page 4: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

vomer dan os ethmoidalis lamina perpendikularis. Kelainan septum nasi yang paling sering

ditemukan adalah deviasi septi.

Gambar 2. Septum Nasi

Kavum Nasi (Lubang Hidung)

Rongga / lubang hidung (cavum nasi / cavitas nasi) berbentuk terowongan dari depan

ke belakang. Rongga hidung dilapisi 2 jenis mukosa, yaitu mukosa olfaktori dan mukosa

respiratori.

Rongga hidung tersusun oleh :

1. Nares anterior (nosetril). Nares anterior merupakan lubang depan rongga hidung

(cavitas nasi).

2. Vestibulum nasi. Letaknya dibelakang nares anterior. Vestibulum nasi dilapisi oleh

rambut dan kelenjar sebasea.

3. Nares posterior (choanae). Nares posterior (choanae) merupakan lubang belakang

rongga hidung (cavitas nasi). Penghubung antara rongga hidung (cavitas nasi) dengan

nasofaring.

Rongga / lubang hidung (cavum nasi / cavitas nasi) merupakan suatu ruangan yang

memiliki dinding dan batas, yaitu :

a. Dinding medial kavum nasi (lubang hidung) yaitu septum nasi.

b. Dinding lateral kavum nasi (lubang hidung) yaitu konka nasi4 dan meatus nasi.

Keduanya terbagi atas konka nasi superior, meatus nasi superior, konka nasi medius,

4

Page 5: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

meatus nasi medius, konka nasi inferior, meatus nasi inferior, dan konka nasi

suprema. Duktus nasolakrimalis bermuara pada meatus nasi inferior. Sinus

paranasalis golongan anterior bermuara pada meatus nasi medius. Sinus paranasalis

golongan posterior bermuara pada meatus nasi superior.

c. Batas anterior kavum nasi (lubang hidung) yaitu nares (introitus kavum nasi).

d. Batas posterior kavum nasi (lubang hidung) yaitu koane.

e. Dinding superior kavum nasi (lubang hidung) yaitu lamina kribrosa (lamina

kribriformis).Lamina kribriformis memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung.

Selain itu, bagian atap ini dibentuk oleh os frontonasal, os ethmoidalis dan os

sphenoidalis.

f. Dinding inferior kavum nasi (lubang hidung) yaitu palatum durum (processus palatina

os maxilla dan lamina horisontal os palatina).

Rongga / lubang hidung (cavum nasi / cavitas nasi) berdasarkan epitel pelapisnya

terbagi atas :

a. Vestibulum nasi. Vestibulum nasi dilapisi epitel squamous complex. Terdapat

vibrissae (rambut)

b. Regio respiratoria. Regio respiratoria dilapisi epitel pseudocolumnar.

c. Regio olfaktoria. Regio olfaktoria dilapisi neuroepitelium yang berasal dari nervus

olfaktorius menembus lamina et foramina cribrosa. Vestibulum nasi dan regio

respiratoria dibatasi oleh limen nasi.

Gambar 3.Struktur Anatomi Dinding Lateral Hidung

5

Page 6: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

Vaskularisasi Rongga Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri ethmoidalis anterior dan

posterior sebagai cabang dari arteri oftalmika. Bagian bawah rongga hidung mendapat

pendarahan dari arteri maxilaris interna. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari

cabang-cabang arteri fasialis. Vena hidung memiliki nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya. Plexus Kiesselbach merupakan anyaman pembuluh darah

pada septum nasi bagian anterior.

Pembuluh darah yang membentuknya adalah arteri nasalis septum anterior &

posterior, arteri palatina mayor, dan arteri labialis superior. Pecahnya plexux Kiesselbach

biasanya akan menyebabkan epistaksis anterior.

Innervasi Rongga Hidung

Rongga hidung bagian depan dan atas mendapat persarafan sensoris dari nervus

nasalis anterior cabang dari nervus ethmoidalis anterior. Rongga hidung bagian lainnya

mendapat persarafan sensoris dari nervus maxilla. Persarafan parasimpatis rongga hidung

berasal dari nervus nasalis posterior inferior & superior cabang dari ganglion sphenopalatina.

Persarafan simpatis berasal dari ganglion cervical superior. Efek persarafan parasimpatis

pada cavum nasi yaitu sekresi mukus dan vasodilatasi. Dalam rongga hidung, terdapat serabut

saraf pembau yang dilengkapi sel-sel pembau. Setiap sel pembau memiliki rambut-rambut

halus (silia olfaktoria) di ujungnya dan selaput lendir meliputinya untuk melembabkan

rongga hidung.

Gambar 4. Innervasi Rongga Hidung

6

Page 7: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

II.2 FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologis

hidung dan sinus paranasal adalah:

1. Fungsi respirasi

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares anterior,

lalunaik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,

sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus.

   Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender. Pada musim panas,

udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut

lender, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

  Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37º Celcius. Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya

permukaan konka dan septum yang luas.

Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup bersama udara akan disaring

dihidung oleh:

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi.

b. Silia.

c. Palut lendir .

Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikelyang besar akan

dikeluarkan dengan reflex bersin.

2. Fungsi penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

septum.Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir

atau bilamenarik napas dengan kuat.

   Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasamanis

yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis strawberi,

jeruk,pisang atau coklat. Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam

jawa.

 

3. Fungsi fonetik

7

Page 8: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi.Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

terdengar suara sengau (rinolalia).

  Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal

(m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran

udara.

4. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan

nafasberhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan

pancreas.

8

Page 9: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

BAB III

EPISTAKSIS

III.1 DEFINISI

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau

keluhanbukan penyakit. Epistaksis sering kali merupakan gejala atau manifestasi penyakit

lain. Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis,

tetapi epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat

berakibat fatal bila tidak segera ditangani.

III.2 ETIOLOGI

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-

kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada

hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan

pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan

sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan

atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kongenital.

Trauma

Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidnung,

benturan ringan, bersin, atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagian akibat

trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Selain

itu juga bisa terjadi aibat adanya benda asing tajam, atau trauma pembedahan.

Epistaksis sering juga dapat karena adanya spina septum yang tajam.

Perdarahan dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang

berhadapan bila konka itu sedang mengalami pembengkakan.

Kelaianan pembuluha darah (lokal)

Sering kongenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat, dan sel-

selnya lebih sedikit.

Infeksi lokal

9

Page 10: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paransal seperti rhinitis

atau sinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rhinitis jamur, tuberkulosis,

lupus, atau lepra.

Tumor

Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih sering

terjadi pada angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.

Penyakit kardiovaskuler

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada

arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis atau diabetus melitus dapat

menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang terjadi pada penyakit hipertensi seringkali

hebat dan dapat berakibat fatal.

Kelainan darah

Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukimia, trombositopenia,

bermacam-mcam anemia serta hemofilia.

Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah talengiektasis

hemoragik herediter.

Infeksi sistemik

Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah, demam tifoid,

influensa dan morbili juga dapat disertai epistaksis.

Perubahan udara atau tekanan atmosfir

Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada di tempat yang cuacanya

sangat dingin atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya zat-zat kimia di

tempat industri yang menyebabkan keringnya mukosa hidung.

Gangguan hormonal

Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopous karena

pengaruh perubahan hormonal.

10

Page 11: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

III.3 SUMBER PERDARAHAN

1. Epistaksis anterior

Kebanyakan berasal dari pleksus kisselbach di septum bagian anterior atau

dari arteri etmoidalis anterior. Perdarahan pada septum anterior biasanya ringan

karena keadaan mukosa yang hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung dan

kebanyakan terjadi pada anak, seringkali berulang dapat berhenti sendiri.

Gambar 5. Epistaksis Anterior

2. Epistaksis posterior

Dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri sfenopalatina.

Perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sering ditemukan

pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit

kardiovaskuler karena pecahnya arteri sfenopalatina.

Gambar 6. Epistaksis Posterior

III.4 GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN

11

Page 12: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang

hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada

bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.

Epistaksis anterior :

Perdarahan berasal dari septum (pemisah lubang hidung kiri dan kanan) bagian

depan, yaitu dari pleksus Kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior.

Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan

keluar dari salah satu lubang hidung.

Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.

Epistaksis posterior :

Perdarahan berasal dari bagian hidung yang paling dalam, yaitu dari arteri

sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior.

Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.

Darah mengalir ke belakang, yaitu ke mulut dan tenggorokan.

Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh

mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat pengeringan

mukosa hidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci. Riwayat

pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien minum

aspirin secara teratur untuk banyak alasan. Aspirin merupakan penghambat fungsi trombosit

dan dapat menyebabkan pemanjangan atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini

berlangsung beberapa waktu dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat

banyak produk. Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah

fungsi pembekuan secara bermakna. Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah

lampu kepala, speculum hidung dan alat penghisap (bila ada) dan pinset bayonet, kapas, kain

kassa .

Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan

ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi

atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat

pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang

sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk

mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan,

dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain

2%atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk

12

Page 13: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan

dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung

dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.

Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang

bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan

hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan.

Pemeriksaan yang diperlukan berupa:

a. Rinoskopi anterior

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.

Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha

inferior harus diperiksa dengan cermat.

b. Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan

epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.

c. Pengukuran tekanan darah

Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena

hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.

d. Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI

Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau infeksi.

e. Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya.

Gambar 7. Tampilan endoskopi epistaksis posterior

f. Skrining terhadap koagulopati

13

Page 14: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial,

jumlah platelet dan waktu perdarahan.

g. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang

mendasari epistaksis

III.5 PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. Hal-hal yang

penting dicari tahu adalah:

1. Riwayat perdarahan sebelumnya.

2. Lokasi perdarahan.

3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari

hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.

4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya

5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

6. Hipertensi

7. Diabetes melitus

8. Penyakit hati

9. Gangguan koagulasi

10. Trauma hidung yang belum lama

11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : menghentikan

perdarahan,mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok,

perbaiki dulu kedaan umum pasien. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:

a. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali

bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

b. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan

dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan

kearah septum selama beberapa menit (metode Trotter).

14

Page 15: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

Gambar 8. Metode Trotter

c. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah

dibasahidengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat penghisap

untukmembersihkan bekuan darah.

d. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,

dilakukankaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10%

atau denganelektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih

dahulu.

e. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung,

diperlukanpemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi

vaselin yangdicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol

yang dibuat darikasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan

berlapis-lapismulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang

dipasang harusmenekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2

hari.

Gambar 9. Tampon Anterior

15

Page 16: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

f. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon

Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3

buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon

harus menutup koana (nares posterior).

Algoritma 1. Epistaksis

Teknik Pemasangan

Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares anterior

sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung kateter

kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocqdan

kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian

16

Page 17: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah

nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior,

kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung sehingga

tampon posterior terfiksasi. Sehelai benang lagipada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan

melalui mulut (tidak boleh terlalu kencangditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini

berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengan

tampon Bellocq harus dirawat.

Gambar 10. Tampon Posterior

g. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balon

diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air

Gambar 11. Tampon Posterior dengan Kateter Foley

III.6 KOMPLIKASI

17

Page 18: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya.

Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus tersumbat)

air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara retrograd melalui

duktusnasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul

otitismedia, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang

yangdikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.

Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan darah

yangturun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark

miokarddan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian infus atau transfusi darah.

III.7 DIAGNOSIS BANDING

Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir keluar

dari hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah, perdarahan di basis cranii

yang kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid ataupun tuba eustachius.

III.8 PENCEGAHAN

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis antara lain :

a. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.

b. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan masukkan

cotton bud melebihi 0,5 – 0,6cm ke dalam hidung.

c. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.

d. Bersin melalui mulut.

e. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.

f. Batasi penggunaan obat – obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin

atau ibuprofen.

g. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi biasa.

h. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan

menyebabkan iritasi.

III.9 PROGNOSIS

18

Page 19: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien

hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan

prognosisnya buruk.

BAB IV

19

Page 20: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

KESIMPULAN

Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suatu penyakit,

yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu. Epistaksis bisa

bersifat ringan sampai berat yang dapat berakibat fatal. Epistaksis disebabkan oleh banyak

hal, namun dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sebab lokal dan sebab sistemik. Epistaksis

dibedakan menjadi dua berdasarkan lokasinya yaitu epistaksis anterior dan epistaksis

posterior. Dalam memeriksa pasien dengan epistaksis harus dengan alat yang tepat dan dalam

posisi yang memungkinkan pasien untuk tidak menelan darahnya sendiri.

Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah

komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk

memeriksa pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior dan posterior,

pemeriksaan tekanan darah, foto rontgen sinus atau dengan CT-Scan atau MRI, endoskopi,

skrining koagulopati dan mencari tahu riwayat penyakit pasien. Tindakan-tindakan yang

dilakukan pada epistaksis adalah:

a. Memencet hidung

b. Pemasangan tampon anterior dan posterior

c. Kauterisasi

d. Ligasi (pengikatan pembuluh darah)

Epsitaksis dapat dicegah dengan antara lain tidak memasukkan benda keras ke dalam

hidung seperti jari, tidak meniup melalui hidung dengan keras, bersin melalui mulut,

menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan perdarahan, dan terutama

berhenti merokok.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: Referat Epistaksis Ul, Selly n Iwa

Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi

Keenam,Philadelphia : WB Saunders, 1989. Editor Effendi H. Cetakan III. Jakarta,

Penerbit EGC,1997.

Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi

Keempat, Jakarta FKUI, 2000, hal. 91, 127-131.

Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine [serial online] 2009 feb19 [cited

2009 feb 28] Available from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/7846.

Suryowati E. Epistaksis. Medical Study Club FKUII [cited 2009 Mar 1] Available from:

http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=2175&page=LEM%20FK

%20UII

Evans JA. Epistaxis: Treatment & Medication. eMedicines Specialities 2007 Nov 28 [cited

Mar 2] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment

Anias CR. Epistaxis. Otorrhinolaryngology [serial online] cited 2009 Mar 4 Available

from :http://www.medstudents.com.br/otor/otor3.htm

21