Referat Dr Kus

18
 REFERENSI ARTIKEL GAGAL HATI AKUT Disusun Oleh : Pupus Ledysta G99141056 Ekkim Al Kidi G9914105! Pembimbing : d"# P#Kusat$% SpP&'KGE(% FINASI) KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEELAS MARET RSUD DR! MOE"ARDI SURAKARTA #$%& 1

description

interna

Transcript of Referat Dr Kus

REFERENSI ARTIKEL

GAGAL HATI AKUT

Disusun Oleh :Pupus LedystaG99141056Ekkim Al KindiG99141057

Pembimbing :dr. P.Kusnanto, SpPD-KGEH, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARETRSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2014

I. PENDAHULUANAcute Liver Failure (ALF) adalah kondisi klinis dimana terjadi penurunan fungsi hepar secara cepat, sehingga menimbulkan koagulopati dan perubahan pada status mental akibat ensefalopati hepatikum. ALF biasa menyerang dewasa muda dan dapat menimbulkan kematian. Definisi ALF menurut Acute Liver Failure Study Group adalah terbentuknya koagulopati dengan INR >1,5 dan dibedakan menjadi tiga tipe gagal hepar berdasarkan waktu awal ditemukannya koagulopati dan ensefalopati, yaitu hiperakut (40%) dan diikuti oleh virus hepatitis (10%). Sedangkan di Eropa bagian selatan, Afrika, dan Asia, penyebab terbesar adalah virus hepatitis. ALF dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti yang tercantum dalam table 1. 5,6Tabel 1. Etiologi ALFPenyebab Acute Liver FailureMacam penyakit

Racun terkait dosisAsetaminofen, Racun Amanita spesies

Racun idiosinkratikIsoniazid, Pirazinamid, Sulfasalazin, Fenitoin, Propiltiourasil, Statin, Siprofloksasin, Kokain, Metildopa, MDMA, Efaviren, Abacavir, dll.

VirusHAV, HBV, HCV, HDV, HEV, HSV, EBV, CMV

ImunologikHepatitis autoimun, GvHD

MetabolikPenyakit Wilson, alpha-1 antitrypsin deficiency, intoleransi fruktosa, galaktosemia, sindrom Reye

Berkaitan dengan kehamilanAcute fatty liver of pregnancy, sindrom HELLP

Vaskulerpenyakit hepatitis iskemik, sindrom Budd-Chiari, penyakit veno-oklusif hepatic, thrombosis vena porta, thrombosis arteriahepatika

Keganasantumor hepar primer, tumor hepar metastasis

1. Efek Hepatotoksik AsetaminofenIntoksikasi asetaminofen (parasetamol, N-acetyl-p-aminophenol APAP) diketahui dari adanya bukti penggunaan obat asetaminofen sebagai upaya bunuh diri maupun penggunaan asetaminofen yang berlebihan sebagai obat manajemen luka. Selain itu, faktor genetik, kondisi malnutrisi, dan faktor lingkungan seperti penyalahgunaan alkohol juga dapat menurunkan ambang toksisitas dari asetaminofen sehingga penggunaan asetaminofen pada dosis terapi pun dapat menyebabkan kerusakan hati. Asetaminofen adalah racun terkait dosis, yang dapat menimbulkan efek hepatotoksik bila digunakan dosis > 10 gr/ hari (15-20 gr). Namun, intoksikasi juga dapat terjadi bila asetaminofen digunakan sebanyak 3-4 gr/hari. Intoksikasi asetaminofen dapat meningkatkan enzim transaminase hingga melebihi 3.500 IU/L. Sehingga, apabila tidak didapatkan keterangan mengenai penggunaan asetaminofen, maka hasil laboratorium berupa peningkatan enzim transaminase melebihi 3.500 IU/L dapat mengarahkan diagnosa menuju ALF. 7-92. Drug Induced Liver Injury (DILI)Obat selain asetaminofen juga dapat menghasilkan kerusakan hati yang berat.Akan tetapi, tidak seperti asetaminofen, sebagian besar obat ini menghasilkan kerusakan hati yang parah melalaui mekanisme hepatotoksik yang tidak langsung dan umumnya sangat jarang terjadi serta tidak tergantung dosis. Selain jenis obat-obatan, beberapa produk untuk meningkatkan kekebalan juga dapat menyebabkan kerusakan pada hati (misalnya, fenitoin, amoksisilin-klavulanat, eritromisin, sulfonamid, halotan, dapson, diklofenak, carbamazepine, dan sulindac). Obat-obatan narkotika misalnya ekstasi (3,4-methylenedioxymethamphetamine [MDMA]), kokain serta beberapa obat herbal seperti ginseng, Teucrium polium, Chaparral atau teh germander, dan lain-lain juga dilaporkan memiliki efek hepatotoksik. 2

3. RacunIntoksikasi yang paling sering terjadi adalah intoksikasi jamur yang disebabkan oleh jamur Amanita phylloides. Tidak ada tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya racun ini di dalam darah. Keracunan jamur ini biasanya dapat diidentifikasi dari gejala-gejala saluran cerna. Konsumsi Amanita phalloides menghasilkan sindrom klasik berupa mual berat, muntah, diare berlimpah, dan nyeri perut kram yang biasanya dimulai sekitar 8-16 jam setelah makan jamur.Dalam satu atau dua hari, kerusakan hati yang berat dapat terjadi, yang dapat mengancam nyawa, walaupun dengan terapi medis. Toksin lain yang dapat menyebabkan kerusakan hati adalah Bacillus cereustoksin, Cyanobacteria toksin, pelarut organik (misalnya karbon tetraklorida), fosfor kuning. 10,114. VirusALF adalah komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hepatitis virus meskipun sangat jarang ditemukan. Insidensi ALF terjadi pada sekitar 0,2%-0,4% kasus hepatitis virus. Kebanyakan kasus ALF yang terjadi pada hepatitis A dan hepatitis B terjadi hiperakut yaitu, munculnya ensefalopati dalam waktu 1 minggu setelah penyakit kuning. 2,12Virus hepatitis B adalah penyebab paling sering terjadinya ALF virus yang dikenal sebagai kegagalan hati fulminan, dan merupakan penyebab paling umum di banyak negara Eropa selatan, Perancis, dan negara-negara Timur. Kebanyakan pasien yang mengalami fulminan hepatitis B adalah orang dewasa muda.Pasien imunosupresi yang akut terinfeksi virus hepatitis B juga cenderung mengalami kegagalan hati fulminan. Nekrosis hati masif pada kegagalan hati fulminan juga ditemukan pada individu carrier antigen hepatitis kronis B (HBsAg) asimptomatis, setelah penghentian obat imunosupresif atau kemoterapi. 2,12Beberapa data menunjukkan bahwa risiko ALF lebih tinggi pada pasien yang mengalami koinfeksi virus hepatitis D dengan hepatitis B dibandingkan pada pasien yang mengalami hepatitis B akut saja.Virus hepatitis E juga diidentifikasi sering menyebabkan infeksi yang dapat menyebabkan ALF pada wanita hamil, dan memiliki angka kasus kematian mendekati 40%. Sedangkan virus hepatitis C dilaporkan tidak memiliki pengaruh terhadap kejadian ALF. Virus lainnya yang dapat menyebabkan ALF antara lain, herpes simplex virus (HSV), hemorrhagic fever viruses, cytomegalovirus, virus Epstein-Barr, dan paramyxoviruses.Virus ini umumnya menyebabkan ALF melalui gangguan pada mekanisme kekebalan tubuh. 2,125. Penyakit WilsonPenyakit Wilson merupakan salah satu penyebab yang jarang sekali ditemukan menimbulkan ALF (1-2%). Namun, identifikasi awal penyakit sangat penting untuk dilakukan karena Penyakit Wilson dapat menyebabkan kerusakan yang parah bila tidak ditangani dengan transplantasi hepar. Penyakit Wilson adalah gangguan resesif autosomal pada metabolisme tembaga, dan sebagian pasien akan mengalami ALF. Penyakit Wilson terjadi pada pasien dengan usia muda dengan anemia hemolitik Coombs-negatif, kadar bilirubin serum >20 mg/dL, peningkatan moderat aminotransferase ( 100 detik (INR >6,5)

Atau semua kriteria berikut ini: PT > 100 detik (INR >6,5) Serum kreatinin >3,4 mg/dL Hepatik ensefalopati tingkat 3 atau 4 Atau 3 dari kriteria berikut ini: Non-A, non-B hepatitis viral, ALF induksi obat atau penyebab yang belum bisa dipastikan Waktu ikterik menjadi ensefalopati >7 hari Usia 40 tahun PT >50 detik (INR >3,5) Serum bilirubin >17,4 mg/dL

VI. PENATALAKSANAANA. Manajemen ALFTatalaksana awal pasien ALF dapat diberikan pada pasien yang mengalami intoksikasi asetaminofen, non asetaminofen, dan intoksikasi jamur. Pada intoksikasi asetaminofen, bila penggunaan asetaminofen kurang dari satu jam, maka pasien dapat diberikan activated charcoal 1 g/kgBB p.o. sehingga dapat mengganggu absorbs dari asetaminofen. Selain itu, berikan pula antidotum asetaminofen yaitu N-acetylcystein (NAC). Dosis yang dianjurkan dimulai dengan NAC loading dose 150 mg/kgbb perinfus Dextrose 5% selama 15 menit, dilanjutkan dosis penahan 50 mg/kgbb sekitar 4 jam, kemudian diikuti 100 mg/kgbb dalam 16 jam, atau 6 mg/kg/jam. NAC jarang menimbulkan adanya reaksi alergi. Namun, bila reaksi alergi muncul maka, segera hentikan pemberian obat, dan berikan antihistamin dan epinefrin bila muncul bronkospasme. Bila pasien dicurigai mengalami intoksikasi akibat obat non-asetaminofen, maka segera hentikan pemberian obat non-asetaminofen tersebut. Pemberian NAC juga dianjurkan pada kasus intoksikasi obat non-asetaminofen. 2,20,21Pada intoksikasi jamur, dapat dilakukan bilas lambung dan pemberian activated charcoal melalui NGT. Rekomendasi yang dianjurkan adalah pemberian antidotum, yaitu penicillin G dan silibinin. Dosis yang biasanya direkomendasikan untuk silibinin 30-40 mg/kgBB/hari secara intravena atau oral selama 3-4 hari. Dosis standar untuk Penisilin G dalam kasus intoksikasi jamur adalah 300.000-1.000.000 unit/kgBB/hari. 2,20,21Manajemen utama dalam tata laksana ALF adalah adanya perawatan intensif dan perlindungan terhadap jalan nafas pasien. Pasien dirawat di ruang ICU dan dimonitoring fungsi neurologisnya. Pasien dengan ensefalopati grade I-II, dapat diberikan laktulosa secara oral maupun rectal, sehingga diharapkan dapat menurunkan produksi ammonia di usus. Pada pasien ensefalopati grade III-IV, pasien harus menjalani intubasi endotrakeal. Bila terjadi kejang, berikan fenitoin dan benzodiazepine dengan waktu paruh singkat. 2,21Adanya peningkatan tekanan intracranial (ICP) harus dimonitoring. Pemberian manitol intravena secara bolus dengan dosis 0,5-1 g/kgBB adalah terapi pertama yang digunakan. Saline hipertonik diberikan dalam serial bolus intravena untuk mencapai kadar natrium 145-155 mmol/L juga menunjukkan dapat menurunkan ICP. Hiperventilasi untuk menghasilkan PaCO2 menjadi 25-30 mmHg telah digunakan untuk solusi jangka pendek untuk menurunkan aliran darah otak dan menurunkan ICP. Hipotermia sedang (32-34C) atau indometasin juga digunakan untuk menurunkan ICP ketika pendekatan yang lain gagal. 2,20,21Pasien ALF rentan terjadi perdarahan sehingga direkomendasikan pemberian profilaksis berupa H2 blocking agent, proton pump inhibitor, atau sucralfat untuk menghindari adanya perdarahan saluran cerna. Koreksi trombositopenia dan atau perpanjangan masa thrombin dilakukan dengan indikasi adanya perdarahan atau pasien akan menjalani tindakan infasif. Dalam kondisi tidak ada perdarahan, maka pasien dapat memperoleh transfusi plasma bila trombosit memcapai 10.000/mm3. Apabila pasien akan menjalani prosedur infasif, maka trombosit pasien minimal sebanyak 50.000-70.000/mm3. Dan apabila pasien mengalami perdarahan, maka pasien dapat memperoleh transfusi plasma bila trombosit memcapai 50.000/mm3. 2,20,21Akibat komplikasi ALF yang menyebabkan gagal ginjal, maka diperlukan penanganan khusus terhadap keseimbangan cairan pasien. Hipotensi yang terjadi pada pasien dapat dikoreksi dengan normal saline. Hemodialisa dapat dilakukan bila dirasa perlu. 2,21B. TransplantasiNamun, terapi definitif berupa transplantasi hepar adalah satu-satunya terapi yang dapat dilakukan pada pasien dengan kemampuan regenerasi hepar yang buruk. Metode transplantasi hepar lain yang telah dikembangkan adalah Living Donor Liver Transplantation (LDLT), ABO-incompatible grafts, dan Auxiliary Transplantation.

VII. PROGNOSISManajemen terapi ALF saat ini dapat meningkatkan kemampuan bertahan hidup pasien dari 10-20% menjadi 30-40% pada ALF yang disebabkan oleh etiologi benigna, seperti asetaminofen. Secara kesuluruhan kemampuan hidup pasien gagal hepar kronis setelah transplantasi lebih baik dibandingkan pasien ALF yang telah menjalani transplantasi. Transplantasi pada pasien ALF memiliki keberhasilan 60-80%. Kematian pada pasien ALF post-transplantasi dilaporkan terjadi pada bulan pertama hingga ketiga setelah operasi dan biasanya kematian disebabkan sepsis atau komplikasi neurologis. LDLT dengan menggunakan lobus kanan hepar memiliki kemungkinan hidup selama 3 tahun sebesar 73-90%. ABO-incompatible grafts memiliki kemungkinan hidup selama 1 tahun sebesar 30-60%. Auxiliary transplantation memiliki kemungkinan hidup selama 1 tahun sebesar 65-85%.2,20,21VIII. RINGKASANAcute Liver Failure (ALF) adalah kondisi klinis dimana terjadi penurunan fungsi hepar secara cepat, sehingga menimbulkan koagulopati dan perubahan pada status mental akibat ensefalopati hepatikum. Berbagai penyebab dapat menyebabkan kondisi ini gagal hati akut ini. Gejala yang timbul dari pasien ALF sehingga pasien datang atau diantar menuju rumah sakit adalah adanya gejala seperti penurunan kesadaran, mata/badan kuning, mual, muntah, dan adanya perdarahan baik muntah darah maupun berak darah. Perawatan pasien ALF yang sukses dimulai dengan diagnosis dan triase secara dini untuk memaksimalkan peluang kesembuhan dan/atau memperluas peluang untuk transplantasi. 1,2

IX. KEPUSTAKAAN1. Pyleris E, Giannikopoulos G, Dabos K. Pathophysiology and Management of Acute Liver Failure. Annals of Gastroenterology. 2010;23(4):257-8.2. Lee WM. Recent developments in acute liver failure. Best Pract Res Clin Gastroenterol. 2012 February: 26(1): 316.3. Canbay A, Tacke F, Hadem J, et al. Acute Liver Failure---a life-threatening disease. Dtsch Arztebl Int. 2011;108(42):714-74. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. 2008. Jakarta: EGC. pp: 902-907. 5. Sood GK. Acute liver failure. Medscape. 2013. http://emedicine.medscape.com/article/177354-overview (Diakses tanggal 20 Juni 2014)6. Zhao P, Wang C, Liu W, Chen G, Liu X, Wang X, Wang B, et al. Causes and outcomes of acute liver failure in china. Plos One. 2013 November. 8(11): 1-67. Jack A. Hinson, Dean W. Roberts, and Laura P. James. Mechanisms of Acetaminophen-Induced Liver Necrosis. Handb Exp Pharmacol. 2010 ; (196): 369405.8. James L, Sullivan JE, Roberts D. The proper use of acetaminophen. Paediatr Child health 2011;16(9):544-547.9. Sabat M, Ibez L, Prez1 E, Vidal X, Buti M, Xiol X, Mas A, et al. Paracetamol in therapeutic dosages and acute liver injury: causality assessment in a prospective case series. BMC Gastroenterology. 2011; 11:80.10. Erden A, Esmeray K, Karagz1 H, Karahan S, Gm HH, Baak M, etinkaya1 A, Avc D. Acute liver failure caused by mushroom poisoning: a case report and review of the literature. International Medical Case Reports Journal. 2013:6 8590.11. Fenkel JM, Navarro VJ. Herbal and Dietary SupplementInduced Liver Injury. Gastroenterology & Hepatology. 2011; Volume 7, Issue 10.12. Wu F, Wang M, Tian D. Serum from patients with hepatitis E virus-related acute liver failure induces human liver cell apoptosis. Experimental and therapeutic medicine. 2014; 7: 300-304.13. Kanogawa N, Kanda T, Ohtsuka M, Nakamura M, Miyamura T, Yasui S, Arai M, et al. Acute liver failure occurring during the first trimester of pregnancy successfully treated with living donor liver transplantation. Case Reports in Transplantation. 2013.14. Mobasher MA, Gonzalez-Rodriguez A, Santamara1 B, Ramos S, Martn MA, Goya L, Rada1 P, et al. Protein tyrosine phosphatase 1B modulates GSK3b/Nrf2 and IGFIR signaling pathways in acetaminophen-induced hepatotoxicity. Cell Death and Disease. 2013; 4, e626.15. Bantel H, Schulze-Osthoff K. Mechanisms of cell death in acute liver failure. Frontiers in Physiology. 2012; Volume 3(79).16. Scott TR, Kronsten VT, Hughes RD, Shawcross DL. Pathophysiology of cerebral oedema in acute liver failure. World J Gastroenterol 2013 December 28; 19(48): 9240-925517. Zheng YB, Huang ZL, Wu ZB, Zhang M, Gu YR, Su YJ, Lin SC. Dynamic Changes of Clinical Features that Predict the Prognosis of Acute-on-Chronic Hepatitis B Liver Failure: A Retrospective Cohort Study. International Journal of Medical Sciences. 2013; 10(12):1658-1664.18. Brusilow SW, Cooper AJL. Encephalopathy in acute liver failure resulting from acetaminophen intoxication: New observations with potential therapy. Crit Care Med. 2011; 39(11): 25502553.19. Carvalho NR, Rosa1 EF, Silva MH, Tassi CC, Corte CLD, Carbajo-Pescador S, Mauriz JL, et al. New Therapeutic Approach: Diphenyl Diselenide Reduces Mitochondrial Dysfunction in Acetaminophen-Induced Acute Liver Failure. Plos One. 2013; Volume 8(12)-e8196120. Wang DW, Yin YM, Yao YM. Advances in the management of acute liver failure. World J Gastroenterol. 2013; 19(41): 7069-7077.21. Torres DM, Stevens RD, Gurakar A. Acute liver failure: a management challenge for practicing gastroenterologist. Gastroenterology & Hepatology. 2010;6(7): 444-450.

12