Referat Dr. Suhana
-
Upload
erika-pratami -
Category
Documents
-
view
145 -
download
13
Transcript of Referat Dr. Suhana
DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
KLASIFIKASI FRAKTUR
KLASIFIKASI ETIOLOGIS
• Fraktur traumatik :Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
• Fraktur patologis Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang.
• Fraktur stres Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu.
KLASIFIKASI KLINIS
• Fraktur tertutup (simple fracture) Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang
tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
• Fraktur terbuka (compound fracture) Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar).
• Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi
misalnya malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang.
KLASIFIKASI RADIOLOGIS
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi (gambar 14.16):
• Diafisial
• Metafisial
• Intra-artikuler
• Fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi (gambar 14.17, gambar 14.18)-. Fraktur transversal
Fraktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya
fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patela
Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah
misalnya pada fraktur vertebra, patela, talus, kalkaneus
Fraktur epifisis
3. Menurut ekstensi (gambar 14.24, 14.25)
• Fraktur total
• Fraktur tidak total (fraktur crack)
• Fraktur buckle atau torus
• Fraktur garis rambut
• Fraktur green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya (gambar 14.19):
• Tidak bergeser (undisp/aced)
• Bergeser (displaced) Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara:
a. Bersampingan
b. Angulasi
c. Rotasi
d. Distraksi
e. Over-riding
f. Impaksi
GAMBARAN KLINIS FRAKTUR
Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.
Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di
kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada
pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang
karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas,
kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
• Bandingkan dengan bagian yang sehat
• Perhatikan posisi anggota gerak
• Keadaan umum penderita secara keseluruhan
• Ekspresi wajah karena nyeri
• Lidah kering atau basah
• Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
• Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
• Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
• Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
• Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ
lain
• Perhatikan kondisi mental penderita
• Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
• Temperatur setempat yang meningkat
• Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
• Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati
• Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna
kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
• Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai
3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan
pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan
saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis.Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena
dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologis
Foto polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur.Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.Untuk menghindarkan nyeri
serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Tujuan pemeriksaan radiologis:
• Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
• Untuk konfirmasi adanya fraktur
• Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya
• Untuk menentukan teknik pengobatan
• Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
• Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
• Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
• Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
• Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-
posterior dan lateral
• Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di
bawah sendi yang mengalami fraktur
• Dua anggota gerak.Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua
anggota gerak terutama pada fraktur epifisis.
• Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada
dua daerah tulang.Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka
perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang.
• Dua kali dilakukan foto.Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang
skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan
foto berikutnya 10-14 hari kemudian.
Pemeriksaan radiologis lainnya
Pemeriksaan khusus dengan:
1. Tomografi, misalnya pada fraktur vertebra atau kondilus tibia
2. CT - scan
3. MRI
4. Radioisotop scanning
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya,
apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur
misalnya penyembuhan fraktur transversal lebih lambat dari fraktur oblik karena kontak
yang kurang.
FRAKTUR PATOLOGIS
DEFINISI
Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang karena adanya
kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang (gambar 14.20).Fraktur
patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
Tabel 14.2. Klasifikasi Penyebab Fraktur Patologis
1. Penyakit lokal pada tulang
Infeksi Tumor jinak
• Osteomielitis piogenik
• Infeksi sifilis (bentuk osteolitik) Lain-
lain
• Kista tulang soliter
• Fibrosa displasia monostotik
• Granulomaeosinofilik
• Atrofi tulang karena paralisis,
misalnya poliomielitis
• Tabes dorsalis
• Tulang rapuh akibat penyinaran
• Kondroma(enkondroma)
• Giant cell tumor
• Hemangioma (vertebra) Tumor ganas
tulang
• Osteogenik sarkoma
• Tumor Ewing
• Mieloma soliter
• Tumor metastasis (paru-paru, mamma,
prostat, tiroid, ginjal)
• Sarkoma metastasis
2. Kelainan bersifat umum pada tulang
Kelainan bawaan Rarefaksi tulang yang bersifat umum
• Osteogenesis imperfekta Tumor-tumor
yang menyebar
• Mieloma multipel
• Metastasis karsinoma yang difus Lain-
lain
• Penyakit Paget
• Fibrosa displasia poliostotik
• Penyakit Gaucher
• Penyakit Hand - Schuller – Christian
• Osteoporosis senilis
• Osteodistrofi paratiroid
• Sindroma Gushing
• Infantile rickets
• Coeliac rickets
• Renal rickets
• Sistinosis(sindromaFanconi)
• Osteomalasia nutrisi
• Steatore idiopatik
DIAGNOSIS
Anamnesis
Apabila ditemukan adanya fraktur secara spontan atau setelah suatu trauma
ringan maka harus dianggap sebagai suatu fraktur patologis sebelum dapat dibuktikan
lain. Pada penderita lanjut usia selalu harus ditanyakan tentang riwayat penyakit atau
operasi sebelumnya; adanya penyakit tumor ganas atau setelah satu operasi gastrektomi
yang akan menyebabkan malabsorbsi.
Adanya penurunan berat badan, nyeri, batuk-batuk atau hematuria, menunjukkan
kecurigaan akan adanya tumor ganas di tempat lain.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan lokal : Pemeriksaan adanya kelainan lokal berupa sinus yang
infeksi, jaringan parut, pembengkakan, lokalisasi fraktur sehingga dapat diduga
diagnosisnya.
2. Pemeriksaan umum
Sangat penting dilakukan pemeriksaan umum adanya penyakit-penyakit seperti
displasia kongenital, displasia fibrosa, penyakit Paget, sindroma Gushing serta
kelainan lain. Padaanak di bawah umur 20 tahun, fraktur patologis biasanya
disebabkan oleh kelainan jinak.Pada penderita di atas umur 40 tahun
kemungkinan penyebabnya adalah mielomatosis, karsinoma sekunder akibat
metastasis, penyakit Paget.
3. Pemeriksaan radiologis
• Pemeriksaan foto polos
o Pemeriksaan pada daerah fraktur
Pada daerah fraktur harus diperhatikan bentuk kelainan; apakah
berbentuk kista, erosi korteks, trabekulasi yang abnormal atau
penebalan periosteal. Juga diperhatikan adanya kompresi
misalnya fraktur vertebra karena osteoporosis atau osteomalasia
atau penyebab lain seperti metastasis tumor atau mieloma.
o Pemeriksaan pada daerah lain
Perlu dilakukan pemeriksaan radiologis pada tulang yang lain
apabila dicurigai adanya metastasis atau mieloma, pemeriksaan
foto paru-paru serta pemeriksaan saluran kencing.
• Pemeriksaan dengan pencitraan lain
o Radionuklidaimaging
o Pemeriksaan CT-scan atau Pemeriksaan MRI Pemeriksaan ini
diperlukan untuk mengetahui asal metastasis.
4. Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap seperti jumlah sel darah, laju endap darah,
elektroforesis protein, uji untuk sifilis serta penyakit tulang metabolik.
• Pemeriksaan urin Pemeriksan urin misalnya pemeriksaan BenceJones.
• Biopsi tulang
Beberapa kelainan yang sangat kecil tidak perlu dilakukan biopsi
misalnya kista soliter, defek kortikal fibrosa, penyakit Paget. Pada
kelainan lain mungkin perlu dilakukan biopsi baik biopsi tertutup atau
biopsi terbuka dengan mengambil jaringan pada waktu operasi untuk
pemeriksaan patologis.
Pengobatan
Prinsip pengobatan sama dengan fraktur pada umumnya yaitu terdiri atas
reduksi, pertahankanreduksi dan fisioterapi. Pemilihan metode pengobatan disesuaikan
dengan kondisi tulang sertakelainan patologis yang ditemukan.
• Kelainan tulang yang bersifat umum
Kelainan tulang yang bersifat umum misalnya penyakit Paget, penyembuhan
tulang sangat mudah hanya dengan imobilisasi adekuat berupa fiksasi interna
sudah cukup memadai.
• Kelainan jinak lokal tulang
Kelainan jinak tulang yang bersifat lokal misalnya kista soliter dapat sembuh
spontan, sehingga tidak diperlukan pengobatan khusus.Kuretase diperlukan
dikemudian hari setelah fraktur sembuh.
• Tumor ganas tulang primer
Bila terjadi fraktur pada kelainan ini, maka diperlukan pemakaian bidai dan
dipikirkan upaya stabilisasi tumor dengan fiksasi interna atau mungkin
diperlukan penggantian sebagian anggota gerak dengan fiksasi pengganti berupa
protesis.Walaupun demikian prognosisnya tetap jelek.
• Tumor-tumor metastasis
Tumor metastasis dengan fraktur, penyembuhan sangat jelek serta penderita
biasanya mengeluh nyeri.Perlu dipertimbangkan fiksasi interna sebagai pilihan
untuk stabilisasi fraktur.
FRAKTUR STRES (FATIGUE FRACTURE)
Fraktur ini terjadi karena adanya stres yang kecil dan berulang-ulang pada
daerah tulang yang menopang berat badan.Fraktur stres jarang sekali ditemukan pada
anggota gerak atas. Daerah fraktur yang sering ditemukan:
1. Fraktur metatarsal II (March fracture), biasanya pada penderita yang sering
melakukan jalan jauh (tentara)
2. Fraktur fibula pada penderita yang sering lari
3. Fraktur tibia pada penari balet
4. Fraktur leher femur pada aktifitas fisik yang hebat, misalnya pada tentara yang
melakukan jalan jauh
Gambaran klinis
Nyeri lokal pada waktu pergerakan serta nyeri tekan setempat.
Pemeriksaan radiologis
• Dapat dilihat adanya fraktur crack
• Adanya kalus sesuai dengan tingkat penyembuhan
Pengobatan
1. Menghindarkan pekerjaan yang merupakan faktor penyebab sampai
terjadinya kalus dan penyembuhan
2. Istirahat
3. Bidai yang sederhana
4. Pembalut elastiK
FRAKTUR DAN DISLOKASI DAN PADA ORANG DEWASA
FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA ANGGOTA GERAK ATAS
FRAKTUR SEKITAR SENDI BAHU
FRAKTUR SKAPULA
Badan skapula mengalami fraktur akibat daya penghancur, yang biasanya juga
mengakibatkan fraktur pada ruang rusuk dan dapat mengakibatkan diskolasi pada sendi
sternokavikular.Leher skapula dapat mengalami fraktur akibat pukulan jatuh pada
bahu.Prosesus korakoideus dapat mengalami fraktur pada dasarnya atau mengalami
avulsi pada ujungnya.Struktur pada acromion adalah akibat kekuatan langsung.Fraktur
pada pinggir glenoid dapat terjadi bersama diskolasi bahu.
Pada gambaran klinik lengan di tahan tak bergerak dan mungkin terdapat memar hebat
pada skapula atau dinding dada.Fraktur pada badan skapula sering menyertai cedera
dada yang hebat.
Gambaran radiologis memperlihatkan fraktur kominutif pada badan sakpula, atau
fraktur leher skapula dengan fragmen sebelah luar yang tertarik ke bawah oleh berat
lengan itu.Terkadang ditemukan retakan pada acromion atau prosesus korakoideus.
Pengobatan
Biasanya tidak ada pergeseran yang hebat sehingga umumnya pengobatan hanya
bersifat konservatif menggunakan mitela agar nyaman dan sejak awal mempraktekan
latihan aktif pada bahu, siku dan jari.Fragmen glenoid yang besar, akibat fraktur –
dislokasi pada bahu, harus diikat dengan suatu pen.
FRAKTUR KLAVIKULA
Merupakan tulang yang berbentuk S, di sebelah medial berhubungan dengan
sternum dan bagian lateral dengan akromion.Dihubungkan dengan korakoid oleh
ligamen korako-klavikular.Fraktur klavikula terjadi karena penderita jatuh atau pukulan
pada bahu, biasanya tangan dalam keadaan out stretched. Pada fraktur pertengahan
batang yang disering ditemukan, fragmen luar tertarik ke bawah oleh berat lengan dan
separuh sebagian dalam tertahan ke atas oleh otot sternomastoid.Pada fraktur sepertiga
bagian luar, jika liga men utuh tidak banyak pergeseran tetapi jika
ligamentkorakoklavikular robek pergeseran dapat hebat dan reduksi tertutup tidak dapat
dilakukan.
Klasifikasi
Fraktur klavikula (gambar 14.62) dapat terjadi pada tiga tempat: ;
1. Sepertiga tengah (80%)
2. Sepertiga lateral (15%)
3. Sepertiga medial (5%)
Gambaran klinis
Adanya riwayat trauma dan pembengkakan serta nyeri pada daerah
klavikula.Lengan di gendong pada dada untuk mencegah gerakan.Suatu benjolan
mungkin jelas terlihat dibawah kulit dan kadang fragmen yang tajam mengancam kulit.
Pemeriksaan radiologis
Pada fraktur 1/3 tengah, klavikula bagian medial terangkat ke atas oleh tarikan
otot sternokleidomastoideus dan fragmen lateral tertarik ke bawah oleh muskulus
pektoralis mayor.
Pengobatan
1. Konservatif Pengobatan konservatif dengan mitela (gambar 144), verban bentuk
delapan.
2. Operasi
Sebagian besar fraktur klavikula sembuh dengan baik. Operasi dilakukan bila
ada indikasi seperti fraktur terbuka, adanya tekanan pada pembuluh darah,
nonunion, fraktur 1/3 lateral dengan pergeseran hebat (misalnya pada ligament
korakoklavikolarnya robek) yang biasanya tidak dapat di reduksi secara tertutup,
bila dibiarkan tanpa terapi fraktur itu menyebabkan deformitas rasa tak enak
ataupun kelemahan pada bahu. Lengan ditahan dengan mitela selama enam
minggu dan sesudah itu melakukan gerakan penuh.Operas! dapat dilakukan
dengan memasang pin Kirschner atau plate dan screw (gambar 14.62).
Komplikasi
1. Malunion selalu ada dan meninggalkan suatu tonjolan. Pada anak benjolan itu
selalu hilang pada waktunya dan orang dewasa biasanya hilang.
2. Kerusakan pembuluh darah merupakan komplikasi dini yang sangat jarang
terjadi.
3. Non-unionakan terjadi bila ahli bedah tidak memutuskan untuk melakukan
operasi pada fraktur pertengahan batang. Nonunion dapat diterapi dengan fiksasi
internal dan pencakokan tulang.
4. Deformitas yang jelek berupa penonjolan tulang ke arah kulit
TRAUMA SENDI BAHU DAN SENDI SEKITARNYA
STRAIN DAN DISLOKASI SENDI STERNOKLAVIKULER
1. Strain daerah sternoklavikuler
Strain di daerah sternoklavikuler jarang terjadi.Biasanya berupa trauma pada
fraktur klavikula tetapi sifatnya ringan.
Gambaran klinis
Nyeri dan pembengkakan pada daerah tersebut.
Pengobatan Terapi konservatif dengan mitela.
2. Dislokasi sendi sternoklavikuler
cedera yang jarang terjadi ini biasanya disebabkan karena kompresi lateral pada
bahu.
Dislokasi sendi sternoklavikuler anterior jauh lebih sering terjadidari pada
dislokasi posterior.
Gambaran klinis
Pada dislokasi anterior :Ujung medial klavikula yang berdislokasi akan
membentuk benjolan yang menonjol pada sendi sternoklavikular. Cedera
ini nyeri tetapi tidak terdapat komplikasi kardiotoraks.
Pada diskolasi posterior : jarang terjadi tetapi jauh lebih berbahaya. Rasa
tak enak sangat terasa, mungkin terdapat tekanan pada trakea atau
pembuluh besar, tulang rusuk, dapat mengalami fraktur dan kadang-
kadang pasien mengalami syok dan dispnea.
Pengobatan
Dislokasi anterior dapat direduksi dengan memberikan tekanan pada klavikula
dan menarik lengan dengan bahu dalam keadaan abduksi. Tetapi biasanya sendi
itu akan berdislokasi lagi. Keadaan ini tidak banyak membawa masalah, fungsi
akan pulih sepenuhnya dalam beberapa bulan. Fiksasi internak tidak diperlukan
dan berbahaya (karena ada pembuluh darah besar dibelakang sternum)
3. Dislokasi rekuren
Dislokasi rekuren dapat terjadi dan bersifat permanen apabila tidak dilakukan
reposisi awal. Dislokasi rekuren apabila tidak mengganggu dapat dibiarkan saja
dan bila mengganggu dapat dilakukan stabilisasi dengan operas! dan pemakaian
tendo muskulus subklavius atau fasia.
STRAIN, SUBLUKSASI DAN DISLOKASI SENDIAKROMIOKLAVIKULER
Kelainan ini lebih sering ditemukan dan dibagi dalam tiga tingkat:
• Tingkat 1
Pada tingkat ini hanya terjadi strain, dimana terdapat trauma pada ligamen tetapi
tidak ada kerusakan dan ligamen tetap utuh.
• Tingkat 2
Pada tingkat 2 terjadi subluksasi, yaitu terdapat robekan ligamen
akromioklavikuler tetapi klavikula tidak terangkat karena ligamen
korakoklavikuler tetap utuh (gambar 14.64 A dan C).
• Tingkat 3
Terjadi dislokasi yang disebabkan oleh trauma yang lebih hebat sehingga
terdapat robekan pada kedua ligamen di atas dan klavikula terangkat ke atas
(gambar 14.64 B dan D).
DISLOKASI SENDI BAHU
Dislokasi sendi bahu sering ditemukan pada orang dewasa tetapi jarang pada
anak-anak.
Klasifikasi
1. Dislokasi anterior
2. Dislokasi posterior
3. Dislokasi inferior atau luksasi erekta
4. Dislokasi disertai fraktur
Dislokasi anterior disebut juga sebagai dislokasi preglenoid, subkorakoid
dansubklavikuler.
Mekanisme trauma
Dislokasi anterior merupakan kelainan yang tersering ditemukan dan biasanya
penderita jatuh dengan tangan dalam keadaan out stretched atau trauma pada skapula
sendiri dan anggota gerak dalam posisi rotasi lateral sehingga kaput humerus menembus
kapsul anterior sendi. Pada dislokasi anterior, kaput humerus berada di bawah glenoid,
subkorakoid dan subklavikuler.
Gambaran klinis
Didapatkan nyeri yang hebat serta gangguan pergerakan sendi bahu. Kontur
sendi bahu menjadi rata karena kaput humerus bergeser ke depan.Jika pasien tidak
berotot maka suatu tonjolan dapat diraba tepat dibawah klavikula.Lengan harus selalu
diperiksa untuk mencari ada tidaknya cedera saraf dan pembuluh darah.
Pemeriksaan radiologis
Kaput humerus terlihat berada di depan dan medial glenoid (gambar 14.65)
Pengobatan
a. Dengan pembiusan umum
• Metode Hippocrates
Penderita dibaringkan di lantai, anggota gerak ditarik ke atas dan kaput
humerus ditekan dengan kaki agar kembali ke tempatnya.
• Metode Kocher
Penderita berbaring di tempat tidur dan ahli bedah berdiri di samping
penderita. Tahap-tahap reposisi menurut Kocher:
Sendi siku dalam posisi fleksi 90° dan dilakukan traksi sesuai
garis humerus o Lakukan rotasi ke arah lateral
Lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh ke arah
garis tengah o Lengan dirotasi ke medial sehingga tangan jatuh di
daerah dada
b. Tanpa pembiusan umum
• Teknik menggantung lengan
Penderita diberikan petidin atau diazepam agar tercapai relaksasi yang
maksimum, kemudian penderita tidur tengkurap dan membiarkan lengan
tergantung di pinggir tempat tidur.Setelah beberapa waktu dapat terjadi
reduksi secara spontan.
Penanganan setelah reposisi
Setelah reposisi berhasil, maka lengan harus difiksasi di daerah toraks selama 3-
6 minggudan bila reposisi tidak dilakukan dapat terjadi dislokasi rekuren. Gerakan aktif
dimulai, tetapi kombinasi abduksi dan rotasi lateral harus dihindari sekurang-kurangnya
selama 3 minggu. Selama periode ini, gerakan siku dan jari dipraktekkan setiap hari.
Komplikasi
a. Kerusakan nervus aksilaris.
Nervus aksilaris berjalan melingkari leher humerus dan dapat mengalami paresis
atau, paralisis. Sebelum dilakukan reposisi sebaiknya dilakukan pemeriksaan
pada saraf ini.
Apabila terdapat paresis atau paralisis, dilakukan pemeriksaan EMG setiap 3
minggu.
b. Kerusakan pembuluh darah dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat traksi
sewaktureposisi atau karena tekanan kaput humerus.
c. Tidak dapat tereposisi
Kegagalan reposisi dapat terjadi karena adanya cekikan leher botol pada
muskulusskapularis sehingga perlu dilakukan reposisi secara operasi. d. Kaku
sendi
d. Kaku sendi yang terjadi pasca reposisi perlu dilakukan fisioterapi yang intensif.
e. Dislokasi rekuren
Dislokasi rekuren dapat bersifat anterior (lebih sering) atau posterior. Dislokasi
rekurenanterior terjadi karena pengobatan awal (imobilisasi) yang tidak adekuat
sehingga terjadidislokasi. Dislokasi terjadi karena adanya titik lemah pada
selaput sendi di sebelah depandan terjadi karena trauma yang ringan. Dislokasi
rekuren dapat dengan mudah terjadiapabila lengan dalam keadaan abduksi,
ekstensi dan rotasi lateral.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis.
Pengobatan
Dislokasi rekuren dengan frekuensi yang tinggi, memerlukan tindakan operasi
seperti operasi menurut Putti-Platt, Bristow dan Bankart.
Dislokasi posterior
Dislokasi posterior lebih jarang ditemukan dan biasanya disebabkan karena
trauma langsungpada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna.
Mekanisme Trauma
Gaya tak langsung yang menyebabkan rotasi internal dan aduksi yang nyata
harus sangat kuat untuk dapat menyebabkan dislokasi.Keadaan ini paling sering terjadi
selama ayan atau kejang-kejang, atau karena sengatan listrik.
Gambaran klinis
Ditemukan adanya nyeri tekan serta benjolan di bagian belakang sendi.
Pemeriksaan radiologis
Kaput humerus karena berotasi ke medial, bentuknya tampak abnormal seperti
bola lampu (light bulb).Dan agak jauh dari fossa glenoid (tanda glenoid kosong).
Pengobatan
Dislokasi akut direduksi (biasanya di bawah anestesi umum), dengan menarik
lengan sementara bahu pada posisi abduksi, biarkan bebrapa menit agar kaput humerus
lepas dan kemudian lengan pelan-pelan diputar ke lateral sementara kaput humerus
didorong kedepan.
Imobilisasi selama 3-6 minggu.Gerakan bahu diperoleh kembali melalui latihan
aktif.
Dislokasi rekuren posterior
Dislokasi rekuren posterior lebih jarang ditemukan dan juga memerlukan
tindakan operasi.
Dislokasi inferior atau luksasi erekta
Kaput humerus mengalami jepitan di bawah glenoid dimana lengan mengarah ke
atassehingga terjadi dislokasi inferior.
Pengobatan
Dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi anterior dan bila tidak berhasil
dapat dilakukanreposisi terbuka dengan operasi.
Dislokasi disertai dengan fraktur tuberositas mayor humerus
Jenis ini biasanya adalah dislokasi tipe anterior disertai fraktur. Apabila
dilakukan reposisi pada dislokasi, biasanya fraktur akan tereposisi dan melekat kembali
pada humerus.
FRAKTUR HUMERUS
Fraktur pada humerus dapat terjadi mulai dari proksimal (kaput) sampai bagian
distal (kondilus)
humerus(gambar 14.66), berupa:
1. Fraktur leher 2. Fraktur tuberkulum mayus
3. Fraktur diafisis 4. Fraktur suprakondiler
5. Fraktur kondiler 6. Fraktur epikondilus medialis
FRAKTUR LEHER HUMERUS
Fraktur leher humerus umumnya terjadi pada wanita tua yang telah mengalami
osteoporosis sehingga terjadi kelemahan pada tulang.
Mekanisme trauma
Fraktur biasanya terjadi setelah jatuh pada lengan yang terentang, jenis cedera
yang pada orang muda mungkin menyebabkan dislokasi bahu.
Klasifikasi
Klasifikasi yang paling luas diterima adalah klasifikasi Neer (1970), yang
memperhatikan empat segmen utama yang terlibat dalam cedera ini :
1. caput
2. tuberositas minor
3. tuberositas mayor
4. batang
Klasifikasi ini membedakan jumlah fragmen yang bergeser atau terpisah. Jika
garis fraktur banyak tetapi fragmen tak bergeser ini dianggap sebagai fraktur satu bagian
yang hanya menyebabkan sedikit masalah, kalau satu segmen terpisah dari lainnya, ini
disebut fraktur dua bagian yang biasanya ditangani dengan reduksi tertutup. Kalau dua
fragmen bergeser disebut fraktur tiga bagian yang sulit direduksi dan mungkin
membutuhkan fiksasi internal atau luar, kalau semua bagian utama bergeser ini disebut
fraktur empat bagian yang paling baik diterapi dengan penggantian prostetik. (penilaian
pada penampilan sinar-X)
Gambaran Klinis
Nyeri tetapi tidak hebat, ada memar yang besar pada bagian atas lengan.Tanda-
tanda cedera pada saraf aksila atau pleksus brakialis.Pada pasien manula sering terjadi
suatu fraktur tunggal dan terimpaksi yang meluas ke collum chirurgicum.Pada pasien
muda, fragmen biasanya terpisah secara lebih jelas.Pada remaja, fragmen biasanya
terpisah secara lebih jelas.Terjadi fraktur pemisahan pada epifisis humerus bagian atas;
batang bergeser ke atas dank e depan, meninggalkan kaput dalam mangkuk sendi.
Pengobatan
Pada fraktur yang tidak disertai pergeseran dapat dilakukan terapikonservatif
saja dengan memasang mitela dan mobilisasi segera pada gerakan sendi bahu.
Bila fraktur disertai dengan pergeseran mungkin dapat dipertimbangkan
tindakan operasi.
Komplikasi
Kekakuan pada sendi
cedera pembuluh darah dan saraf
Dislokasi sendi bahu
malunion
FRAKTUR TUBERKULUM MAYUS HUMERUS
Fraktur dapat terjadi bersama dengan dislokasi humerus atau merupakan fraktur
tersendiri akibat trauma langsung di daerah sendi bahu.Biasanya terjadi pada orang tua
dan umumnya tidak mengalami pergeseran.
Pengobatan
Fraktur dengan dislokasi humerus yang telah direposisi, biasanya fraktur juga
tereposisi dengan sendirinya.Pengobatan fraktur tanpa pergeseran fragmen dengan cara
konservatif.Pada fraktur yang disertai pergeseran fragmen sebaiknya dilakukan operasi
dengan memasang screw.
Komplikasi
Painful arc syndrome.
FRAKTUR DIAFISIS HUMERUS
Fraktur diafisis humerus biasanya terjadi pada 1/3 tengah humerus dimana
trauma dapat bersifat memuntir yang menyebabkan fraktur spiral dan bila trauma
bersifat langsung dapat menyebabkan fraktur transversal, oblik pendek atau komunitif.
Fraktur patologis biasanya terjadi pada 1/3 proksimal humerus.
Gambaran klinis
Pada fraktur humerus ditemukan pembengkakan, nyeri tekan serta deformitas
pada daerah humerus.Pada setiap fraktur humerus harus diperiksa adanya lesi nervus
radialis terutama pada daerah 1/3 tengah humerus, karena itu ekstensi aktif pada jari
harus diuji.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokalisasi dan konfigurasi
fraktur (gambar 14.66).
Pengobatan
Prinsip pengobatan adalah konservatif karena angulasi dapat tertutup oleh otot
dan secara fungsional tidak terjadi gangguan, disamping itu 1/3 kontak cukup memadai
untuk terjadinya union.
1. Pengobatan konservatif dibagiatas
• Pemasangan U slab
• Pemasangan gips tergantung (hanging cast) (gambar 14.67)
2. Pengobatan operatif dengan pemasangan plate dan screw atau pin dari Rush atau
padafraktur terbuka dengan fiksasi eksterna (gambar 14.68)
Indikasi operasi:
1. Fraktur terbuka
2. Terjadi lesi nervus radialis setelah dilakukan reposisi (jepitan nervus radialis)
3. Nonunion
4. Penderita yang segera ingin kembali bekerja secara aktif
FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERUS
Fraktur suprakondiler humerus lebih sering pada anak-anak daripada orang
dewasa.Fragmen distal dapat bergeser ke posterior atau ke anterior.
Mekanisme Cedera
Pergeseran posterior menunjukan cedera yang luas, biasanya akibat jatuh pada
tangan yang terentang.Humerus patah tepat diatas kondilus.Fragmen distal terdesak ke
belakang dan terputir kedalam.Ujung fragmen proksimal yang bergerigi menyodok
jaringan lunak ke bagian anterior, kadang-kadang mencederai arteri brakialis atau saraf
medianus.
Pergeseran anterior yang jauh lebih jarang terjadi diperkirakan akibat benturan
langsung (misalnya jatuh pada siku) saat siku dalam keadaan fleksi.
Gambaran Klinik
Setelah jatuh, anak merasa nyeri dan siku bengkak namun deformitas-S pada
siku biasanya jelas.Jika gerakan siku atau bahu dipaksakan sebelum konsolidasi,
humerus dapat mengalami fraktur lagi dan non-union dapat terjadi.
Pengobatan
Terapi fraktur yang bergeser ke posterior berbeda dengan fraktur yang bergeser
ke anterior yang harus direduksi secepat mungkin dibawah anestesi umum.Terapi non-
union yang telah menetap adalah operasi. Ujung tulang disegarkan, serpiham tulang
ditaruh disekitarnya dan pen intramedula dimasukan, plat disekrupkan atau fikastor luar
dipasang.
FRAKTUR KONDILUS HUMERUS
Fraktur kondilus humerus jarang terjadi pada orang dewasa dan lebih sering
pada anak-anak.
Mekanisme trauma
Biasanya terjadi pada saat tangan dalam posisi out stretched dan sendi siku
dalam posisi fleksidengan trauma pada bagian lateral atau medial. Fraktur kondilus
lateralis lebih sering terjadidaripada kondilus medialis humerus.
Klasifikasi dan Pemeriksaan Radiologis (gambar 14.69)
1. Fraktur pada satu kondilus
2. Fraktur inter-kondiler (fraktur Y atau T)
3. Fraktur komunitif
Fraktur kondiler sering bersama-sama dengan fraktur suprakondiler.
Gambaran klinis
Nyeri dan pembengkakan serta perdarahan subkutan pada daerah sendi siku.
Ditemukan nyeritekan, gangguan pergerakan serta krepitasi pada daerah tersebut.
Pengobatan
Fraktur tanpa pergeseran fragmen tidak memerlukan reposisi, cukup dengan
pemasangan gipssirkuler selama 6 minggu dan dilanjutkan dengan fisioterapi secara
hati-hati.
Fraktur kondiler adalah fraktur yang mengenai permukaan sendi sehingga
memerlukan reduksidengan operas! segera, akurat dan rigid sehingga mobilisasi dapat
dilakukan secepatnya.
Komplikasi
1. Pembuluh darah
2. Saraf
3. Malunion
4. Nonunion
5. Kekakuan sendi siku
6. Osteoartritis sendi siku
7. Miositis ossifikans
1. Sindroma frozen shoulder
2. Sindroma hand-shoulder
FRAKTUR DAN DISLOKASI SENDI SIKU DAN LENGAN BAWAH
DISLOKASI SENDI SIKU
Dislokasi sendi siku sering ditemukan pada orang dewasa tapi jarang pada anak-
anak.Pada dislokasi sendi siku, kompleks radiolulna bergeser ke posterior atau ke
posterolateral, sering bersama-sama dengan fraktur pada prosesus tulang yang menahan.
Mekanisme trauma
Biasanya penderita jatuh dengan kerasdalam keadaan tangan out stretched,
tangan terentang dengan posisi siku dalam ekstensi.
Patologi
Bagian distal dari humerus terdorong ke depan melalui kapsul anterior
sedangkan radius danulna mengalami dislokasi ke posterior (gambar 14.70A), sehingga
selalu terjadi kerusakanyang hebat pada jaringan lunak kapsul dan muskulus brakialis
yang kadang-kadang mengalamirobekan pada prosesus koronoid. Dislokasi pada
umumnya posterior atau posterolateral. Arteri
brakialis dan nervus medialis dapat terangkat bersama-sama humerus ke depan.
Dislokasi seringdisertai fraktur prosesus koronoid, kapitulum atau kaput radius.
Gambaran klinis
Terdapat trauma dengan pembengkakan yang hebat di sekitar sendi siku sewaktu
siku dalamposisi semi fleksi. Olekranon dapat teraba di bagian belakang.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat diketahui adanya dislokasi yang mungkin
disertai frakturtulang sekitar sendi siku (gambar 14.70B).
Pengobatan
Pada dislokasi sendi siku dilakukan reposisi secepatnya.Pada jam-jam pertama,
dislokasi dapat direposisi tanpa pembiusan umum. Setelah direposisi, lengan di fleksi
lebih 90° dan dipertahankan dengan gips selama 3 minggu.
Komplikasi
1. Kekakuan sendi siku
2. Trauma nervus medianus
3. Miositis osifikans
4. Trauma arteri brakialis
FRAKTUR DAN DISLOKASI SENDI SIKU
Fraktur terbuka dan dislokasi sendi siku (side-swipe injuries).
Kelainan ini sering terjadi bila terdapat trauma pada sendi siku, misalnya supir
mobil yang menaruh tangannya pada pinggir pintu kendaraan dan mengalami trauma
dari samping.
Kelainan ini merupakan suatu kelainan yang bersifat kompleks berupa:
• Dislokasi sendi siku
• Fraktur olekranon
• Fraktur humerus bagian distal atau diafisis humerus ne]-'
• Fraktur radius
• Fraktur diafisis radius dan ulna
• Trauma pada otot-otot sendi siku terutama bagian posterior, lateral dan medial
• Trauma pembuluh darah dan saraf
• Mungkin terdapat bagian fragmen yang hilang
Pengobatan
1. Harus segera dilakukan debrideman pada fraktur terbuka
2. Reposisi fraktur dan fiksasi interna
3. Penanganan trauma j'aringan lunak
4. Pemberian antibiotika dan toksoid tetanus
5. Imobilisasi dengan gips bidai 40-45°
SUBLUKSASI DAN DISLOKASI KEPALA RADIUS
Subluksasi Kepala Radius
Subluksasi kepala radius (pulled elbow) lebih sering ditemukan pada anak-anak
dan telahdibicarakan sebelumnya.
Dislokasi Kepala Radius
Dislokasi dapat terjadi tanpa adanya gangguan hubungan antara ulna dan
humerus atau adanyafraktur disekitarnya. Umumnya dislokasi kepala radius disertai
fraktur 1/3 proksimal ulna.
Mekanisme trauma
Biasanya terjadi karena pronasi yang hebat dan tiba-tiba pada sendi siku.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan rontgen harus dilakukan tidak saja pada sendi siku tetapi juga
sepanjang ulnauntuk mengetahui apakah fraktur ini merupakan dislokasi tanpa fraktur
ulna.
Pengobatan
Reposisi dengan menekan kepala radius dan lengan bawah dalam posisi
supinasi.
FRAKTUR PROSESUS OLEKRANON
Fraktur prosesus olekranon terjadi karena seseorang jatuh dan mengalami
trauma langsung pada siku.Gambar 14.71 menunjukkan beberapa lokalisasi fraktur
pada daerah ulna dan radius.
Klasifikasi :
• Tipel, terjadi keretakan olekranon tanpa adanya pemisahan
• Tipe II, keretakan disertai pemisahan
• Tipe III, fraktur komunitif
Gambaran klinis
Terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada siku.
Pemeriksaan radiologis
Foto lateral yang diarahkan sebagaimana mestinya penting untuk
memperlihatkan fraktur secara terinci, disamping kerusakan endi yang berkaitan. Posisi
kaput radius harus diperiksa, mungkin kaput itu berdislokasi.
Pengobatan (gambar 14.72)
Pengobatan tipe I dengan terapi konservatif, tipe II dengan tindakan operatif dan
fiksasi interna mempergunakan screw atau tension band wiring (gambar 14.73). Tipe
III dengan caraeksisi fragmen dan melekatkan kembali trisep pada olekranon.
Pengobatan tipe I dengan terapi konservatif, tipe II dengan tindakan operatif dan
fiksasi internamempergunakanscrew atau tension band wiring (gambar 14.73). Tipe III
dengan caraeksisi fragmen dan melekatkan kembali trisep pada olekranon.
Komplikasi
1. Nonunion
2. Osteoartritis
FRAKTUR PROSESUS KORONOID
Fraktur ini biasanya terjadi bersama-sama dislokasi sendi siku.Apabila fragmen
besar, sebaiknya fraktur difiksasi kembali, sedangkan bila fragmen kecil dan tidak
mengganggu pergerakan sendi tidak perlu dilakukan tindakan.
FRAKTUR KEPALA DAN LEHER RADIUS
Fraktur ini terjadi pada saat seseorang jatuh dengan posisi tangan dalam out
stretched.
Klasifikasi dibagi dalam (gambar 14.74):
• Tipe 1, terbelah vertikal 5.
• Tipe 2, fraktur disertai dengan kemiringan
• Tipe 3, fraktur shearing (terbelah)
• Tipe 4, remuk/hancur
Pengobatan
Fraktur tipe I dan II dengan sudut kemiringan yang tidak terlalu besar diatasi
dengan mengistirahatkan sendi siku menggunakan mitela.Fraktur yang pecah sebaiknya
dilakukan eksisi.
Komplikasi
1. Kekakuan sendi
2. Osteoartritis
FRAKTUR MONTEGGIA
Fraktur Monteggia sering ditemukan pada orang dewasa dan merupakan fraktur
1/3 proksimal ulna disertai dislokasi radius proksimal (gambar 14.75).Klasifikasi telah
diutarakan sebelumnya.
Pengobatan
Pada orang dewasa sebaiknya dilakukan operasi dengan fiksasi interna yang
rigid dan mobilisasi segera sendi siku.
FRAKTUR DIAFISIS RADIUS DAN ULNA
Fraktur Radius
Fraktur radius sendiri biasanya terjadi karena trauma langsung.
Pengobatan
Fraktur yang tidak bergeser diatasi dengan gips di atas siku dan fleksi pada siku,
sedangkanyang bergeser sebaiknya dengan memasang fiksasi interna.
Fraktur Ulna
Fraktur ulna sering terjadi pada seseorang yang menangkis benda keras.
Pengobatan sama seperti pada fraktur radius.
Fraktur Diafisis Radius dan Ulna
Fraktur diafisis radius dan ulna terjadi karena trauma memuntir yang
mengakibatkan fraktur oblik
atau spiral pada daerah ulna dan radius dengan ketinggian yang berbeda, sedangkan
traumalangsung menyebabkan fraktur dengan garis transversal (gambar 14.76). Karena
adanyahubungan yang erat pada posisi supinasi dan pronasi, maka fraktur kedua tulang
harus direposisisecara akurat baik rotasi maupun kesejajarannya.
Gambaran klinis
Terdapat pembengkakan dan nyeri tekan serta deformitas pada lengan bawah.
Pengobatan
Pengobatan fraktur yang tidak bergeser berupa pemasangan gips di atas siku
dengan meletakkanlengan bawah dalam posisi pronasi pada fraktur 1/3 distal, posisi
netral pada fraktur 1/3 tengahdan pada fraktur 1/3 proksimal dengan pemasangan gips di
atas siku dalam posisi supinasi.
Apabila ada kelainan perlekatan otot pronator dan supinator tulang radius dan
ulna, reduksi sertaimobilisasi yang baik sulit dilakukan. Reduksi yang akurat sangat
diperlukan karena tanganmempunyai fungsi untuk pronasi dan supinasi. Pengobatan
yang paling baik adalah denganpemasangan fiksasi rigid dengan operasi yang
mempergunakan plate dan screw pada keduatulang.
Komplikasi
1. Malunion termasuk crass union (union menyilang) akan memberikan gangguan
dalam pronasi dan supinasi
2. Delayed union
3. Nonunion
FRAKTUR GALEAZZI
Fraktur Galeazzi pertama kali diuraikan oleh Riccardo Galeazzi (1935) yaitu
fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulnar distal (gambar 14.77).
Pengobatan
Pada fraktur Galeazzi harus dilakukan reposisi secara akurat dan mobilisasi
segera karena bagian distal mengalami dislokasi.Dengan reposisi yang akurat dan cepat
maka dislokasi sendi ulna distal juga tereposisi dengan sendirinya.Apabila reposisi
spontan tidak terjadi maka reposisi dilakukan dengan fiksasi K-wire.Operasi terbuka
dengan fiksasi rigid mempergunakan plate dan screw.
FRAKTUR DISTAL RADIUS
Fraktur distal radius dapat dibagi dalam:
1. Fraktur Colles
2. Fraktur Smith
3. Fraktur Barton
1. Fraktur Colles
Fraktur Colles pertama kali diutarakan oleh Abraham Colles (1814) (gambar
14.78), merupakan jenis fraktur yang paling sering ditemukan pada orang
dewasa di atas umur 50 tahun dan lebih sering pada wanita daripada pria.
2. Fraktur Smith
Fraktur Smith biasa juga disebut sebagai fraktur Colles terbalik (gambar
14.79).Fraktur jenis ini lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita.Fraktur
Smith pertama kali dikemukakan oleh R.W. Smith (1847).Ditemukan deformitas
dengan fragmen distal mengalami pergeseran ke volar dimana garis fraktur tidak
melalui persendian.
Pengobatan
Fraktur Smith biasanya bersifat tidak stabil sehingga sebaiknya difiksasi
dengan platebuttress.
Mekanisme trauma
Fraktur terjadi bila terjatuh dalam posisi tangan out stretched pada orang
tua dengan tulangyang sudah osteoporosis.
Fraktur Colles terdiri atas:
• Fraktur radius 1 inci di atas sendi pergelangan tangan
• Angulasi dorsal fragmen distal
• Pergeseran ke dorsal dari fragmen distal
• Fraktur prosesus stiloid ulna
Gambaran klinis
Terdapat riwayat trauma dengan pembengkakan pergelangan tangan
pada orang yang berumur lebih 50 tahun, nyeri dan deformitas berbentuk
garpu.Gambaran ini terjadi karena adanya angulasi dan pergeseran ke dorsal,
deviasi radial, supinasi dan impaksi kearah proksimal.Pemeriksaan radiologis
ditemukan gambaran seperti di atas.
Pengobatan
Fraktur tanpa pergeseran diobati dengan pemasangan gips sirkuler di
bawah siku, lengan bawah dalam keadaan pronasi, deviasi ulna serta fleksi. Pada
fraktur dengan pergeseran fragmen dilakukan reposisi dengan pembiusan umum
atau lokal. Imobilisasi dengan gips dilakukan selama enam minggu dan
dilanjutkan dengan fisioterapi yang intensif.
Komplikasi
a. Atrofi Sudeck
b. Trauma nervus medianus
c. Ruptur tendo ekstensor polisis longus d. Malunion
e. Gangguan pergerakan sekitar sendi pergelangan tangan, pronasi,
supinasi, fleksi palmar, pergerakan sertaekstensi
Malunion sering memberikan gangguan nyeri. Untuk menanggulangi
nyeri dapat dilakukan:
a. Prosedur Baldwin, yaitu eksisi 2 cm distal ulna serta periost (operasi
Darroch)
b. Osteotomi radius
3. Fraktur Barton
Fraktur Barton adalah fraktur pada radius distal dengan fragmen distal
melalui sendi danterjadi pergeseran fraktur serta seluruh komponen sendi ke
arah volar (gambar 14.80).
Pengobatan
Fraktur barton biasanya bersifat tidak stabil sehingga sebaiknya difiksasi dengan
plate buttress.
FRAKTUR TULANG PERGELANGAN DAN JARI-JARI TANGAN
FRAKTUR TULANG SKAFOID
Fraktur ini sering ditemukan pada orang dewasa, biasanya terjadi pada trauma
dengan tangan dalam keadaan out stretched. Fraktur terjadi pada bagian tengah
sehingga fragmen distal dan proksimal sama besar dan jarang terjadi fraktur pada ujung
proksimal tulang. Fraktur yang terjadi pada umumnya tidak mengalami
pergeseran.Fraktur tulang skafoid sering tidak terdiagnosis.Gambaran klinis
Nyeri tekan pada daerah skafoid (anatomical snuff box).
Pemeriksaan radiologis
Foto anteroposterior, lateral dan oblik semua penting, fraktur yang baru terjadi
sering hanya terlihat pada foto oblik.Pemeriksaan foto rontgen yang dibuat dalam posisi
AP serta lateral dalam posisi 45° pronasi dan supinasi. Sering garis fraktur tidak terlihat
pada foto pertama sehingga diperlukan foto berikutnya setelah dua minggu.
Pengobatan
Standar pengobatan biasanya dipasang gips sirkuler termasuk ibu jari sampai
sendi metakarpofalangeal selama 23 bulan.
Komplikasi
1. Delayed union
2. Nonunion
3. Nekrosis avaskuler
4. Osteoartritis
DISLOKASI TULANG KARPAL
Dislokasi tulang karpal yang sering ditemukan adalah:
1. Dislokasi tulang lunatum
Dislokasi ini jarang ditemukan, berupa dislokasi ke anterior (gambar
14.81A).Dislokasitulang lunatum terjadi bila jatuh dengan pergelangan tangan
dalam keadaan dorsofleksi dantulang lunatum terdorong ke arah palmar dan
mengalami rotasi 90° dalam dasar terowongankarpal.
Terdapat pembengkakan pada daerah pergelangan tangan, nyeri apabila
jari-jari diekstensikan.Mungkin ditemukan gejala lesi nervus medianus.
Pemeriksaan radiologis
Sebagian besar dislokasi bersifat periulnar.Pada foto AP ketinggian karpal
berkurang dan bayangan tulang tumpang tindih secara abnormal.Satu tulang
karpal atau lebih dapat mengalami fraktur (biasanya skafoid).Jika berdislokasi
lunatum mempunyai bentuk segitiga yang khas dan bukan bentuk normalnya
yang berisi empat.Pada foto lateral, dislokasi periulnar mudah dibedakan dari
dislokasi lulnatum. Lunatum berdislokasi miring ke depan dan bergeser ke
depan radius, sementara tulang kapitatum danmetakarpal sejajar dengan radius.
Pada dislokasi paerilunar lunatum hanya miring sedikit dan tidak bergeser ke
depan, dan kapitatum dan metacarpal terletak di belakang garis radius (pola
DISI); kalau disertai fraktur skafoid, fragmen distal mungkin miring ke anterior.
Pengobatan
Pada dislokasi yang baru dilakukan reposisi di bawah pembiusan umum
dengan melakukan penekanan pada tulang lunatum.Pada dislokasi yang lama,
reposisi tidak dapat dilakukan dan perlu dilakukan eksisi.
Komplikasi
1. Tekanan pada nervus medianus
2. Nekrosis avaskuler seperti pada penyakit Kienbock
3. Kelainan degeneratif sendi
2. Dislokasi perilunatum
Seluruh korpus mengalami dislokasi ke arah dorsal kecuali tulang
lunatum masih tetap bersama-sama dengan radius (gambar 14.81B).
Pengobatan
Dislokasi dicoba di manipulasi dengan cara reduksi tertutup.Bila reduksi
tertutup tidak berhasil dilakukan reduksi terbuka.
FRAKTUR BASIS METAKARPAL I
Fraktur basis metakarpal I dibagi dalam:
1. Fraktur transversa atau fraktur oblik pendek yang melalui basis metakarpal I
tetapi tidak melalui sendi
2. Fraktur oblik yang melewati sendi karpometakarpal pada pertengahan
permukaan sendi (fraktur subluksasi Bennett) (gambar 14.82)
Pengobatan
Pada fraktur transversa dapat dicoba reduksi tertutup dan pemasangan gips
seperti pada fraktur skafoid. Apabila tidak berhasil dapat dilakukan fiksasi interna
dengan screw kecil atau pin. Fraktur Bennett bersifat tidak stabil karena:
Fragmen proksimal berupa segmen kecil berbentuk segitiga melekat pada tulang
trapezium
Fraktur bersifat oblik
Pada segmen distal metakarpal I, melekat beberapa otot yang kuat dan menarik
fragmen inike arah proksimal
Fraktur sebaiknya distabilisasi melalui operasi dengan mempergunakan screw
kecil atau pin secara operasi.
Komplikasi
1. Osteoartritis
2. Malunion
FRAKTUR METAKARPAL LAINNYA
Fraktur metakarpal lainnya dapat terjadi pada satu metakarpal atau multipel pada
beberapa metakarpal.Fraktur leher metakarpal V sering terjadi pada seseorang yang
mengalami trauma dengan posisi kepalan tinju.
Pengobatan
Fraktur metakarpal yang tunggal biasanya bersifat stabil dan tidak memerlukan
tindakan operasi.Fraktur multipel kemungkinan memerlukan operasi untuk mengoreksi
kelurusan dan rotasi.
FRAKTUR FALANGS
Fraktur falangs dapat terjadi karena trauma langsung, puntiran atau tekukan pada
jari-jari dan dapat mengenai falangs proksimal, intermediat ataupun distal (gambar
14.83 dan gambar 14.84).
Pengobatan
Dilakukan stabilisasi dengan mempergunakan piaster bersama-sama jari yang sehat.
DISLOKASI SENDI METAKARPOFALANGEAL
Dislokasi sendi metakarpofalangeal sering terjadi karena trauma hiperekstensi
dan rotasi. Paling sering terjadi pada jari kedua atau jari pertama. Pengobatan dengan
reposisi tertutup.
DISLOKASI INTERFALANGEAL
Pada dislokasi interfalangeal, jari pertama dan jari-jari lainnya dapat direposisi
dengan mudah dan mungkin terjadi reposisi secara spontan.
FRAKTUR DAN DISLOKASI PADA ANGGOTA GERAK BAWAH
TRAUMA PANGGUL
Meskipun fraktur panggul merupakan 5% dari seluruh fraktur, tetapi penting
artinya karena sering disertai trauma jaringan lunak, perdarahan, syok, sepsis dan
gangguan pernapasan berupa adult respiratory distress syndrome (ARDS).
Dua pertiga dari fraktur panggul terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.Sepuluh
persen diantaranya disertai trauma pada alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra,
buli-buli, rektum serta pembuluh darah dengan angka mortalitas sekitar 10%.
Anatomi
Cincin panggul dibentuk oleh dua tulang inominata yang berhubungan dengan
sakrum di bagian belakang dan membentuk sendi sakro-iliaka, di bagian depan
membentuk persendian sebagai satu simfisis pubis. Stabilitas cincin panggul terutama
ditentukan oleh rigiditas tulang yang membentuknya serta ligamen-ligamen yang
mengikatnya. Dalam rongga panggul ditemukan beberapa organ antara lain kandung
kemih, prostat, rektum serta uretra pada laki-laki, vagina serta uterus dan adneksanya
pada wanita. Juga ditemukan pembuluh-pembuluh darah besar cabang dari arteri iliaka
komunis, vena serta pleksus saraf.
Fungsi panggul
Panggul berfungsi untuk mentransmisi berat badan melalui sendi sakro-iliaka ke
ilium, asetabulum dan dilanjutkan ke femur.Selain itu panggul berfungsi melindungi
struktur-struktur yang berada di dalam rongga panggul.
Mekanisme trauma
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang
besar atau karena jatuh dari ketinggian.Pada orang tua dengan osteoporosis atau
osteomalasia dapat terjadi fraktur stres pada ramus pubis. Oleh karena rigiditas panggul
maka keretakan pada salah satu bagian cincin akan disertai robekan pada titik lain,
kecuali pada trauma langsung. Sering titik kedua tidak terlihat dengan jelas atau
mungkin terjadi robekan sebagian atau terjadi reduksi spontan pada sendi sakro-iliaka.
Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas:
• Kompresi anteroposterior
Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan
kendaraan.Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan
mengalami rotasi eksterna disertai robekan simfisis.Keadaan ini disebut sebagai
open book injury.Bagian posterior ligamen sakro-iliaka mengalami robekan
parsial atau dapat disertai fraktur bagian belakang ilium.
• Kompresi lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal ini
terjadi apabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya
mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakro-iliaka
atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.
• Trauma vertikal
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai
fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro-iliaka pada sisi yang sama. Hal ini
terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.
• Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan di atas.
Klasifikasi
1. Menurut Tile (1988)
a. Tipe A; stabil
• A1; fraktur panggul tidak mengenai cincin
• A2; stabil, terdapat pergeseran cincin yang minimal dari
fraktur
Tipe A termasuk fraktur avulsi atau fraktur yang mengenai cincin
panggul tetapi tanpa atausedikit sekali pergeseran cincin.
b. Tipe B; tidak stabil secararotasional, stabil secara vertikal
• Bl; open book
• B2; kompresi lateral: ipsilateral
• B3; kompresi lateral: kontralateral (bucket-handle)
Tipe B mengalami rotasi eksterna yang mengenai satu sisi panggul (open
book) atau rotasi interna atau kompresi lateral yang dapat menyebabkan
fraktur pada ramus isio-pubis pada satu atau kedua sisi disertai trauma
pada bagian posterior tetapi simfisis tidak terbuka (closed book).
c. Tipe C; tidak stabil secara rotasi dan vertikal
• Cl; unilateral
• C2; bilateral
• C3; disertai fraktur asetabulum
Terdapat disrupsi ligamen posterior pada satu atau kedua sisi disertai
pergeseran dari salah satu sisi panggul secara vertikal, mungkin juga disertai
fraktur asetabulum.Gambar 14.85 memperlihatkan lokalisasi fraktur panggul
yang stabil.
2. Menurut Key dan Conwell
a. Fraktur pada salah satu tulang tanpa adanya disrupsi cincin
• Fraktur avulsi o spina iliaka anterior superior
o spina iliaka anterior inferior
o tuberositas isium
• Fraktur pubis dan isium
• Fraktur sayap ilium (Duverney)
• Fraktur sakrum
• Fraktur dan dislokasi tulang koksigeus
b. Keretakan tunggal pada cincin panggul
• Fraktur pada kedua ramus ipsilateral
• Fraktur dekat atau subluksasi simfisis pubis
• Fraktur dekat atau subluksasi sendi sakro-iliaka
c. Fraktur bilateral cincin panggul
• Fraktur vertikal ganda dan atau dislokasi pubis
• Fraktur ganda dan atau dislokasi (Malgaigne) (gambar 14.86)
• Fraktur multipel yang hebat
d. Fraktur asetabulum
• Tanpa pergeseran
• Dengan pergeseran
3. Klasifikasi lain
a. Fraktur isolasi dan fraktur tulang isium dan tulang pubis tanpa gangguan
pada cincin
• Fraktur ramus isiopubis superior
• Fraktur ramus isiopubis inferior
• Fraktur yang melewati asetabulum
• Fraktursayapilium
• Avulsi spina iliaka antero-inferior
b. Fraktur disertai robekan cincin
4. Klasifikasi berdasarkan stabilitas dan komplikasi
a. Fraktur avulsi
b. Fraktur stabil
c. Fraktur tidak stabil
d. Fraktur dengan komplikasi
Dalam menilai klasifikasi maka yang paling penting adalah stabilitas panggul
apakah bersifat stabil atau tidak stabil, karena hal ini penting dalam penanggulangan
serta prognosis.
Gambaran klinis
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang
dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan,
deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul.Penderita datang dalam keadaan
anemi dan syok karena perdarahan yang hebat.Terdapat gangguan fungsi anggota gerak
bawah.
Pemeriksaan radiologis
Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan
prioritas pemeriksaan foto rontgen posisi APPemeriksaan rontgen posisi lain yaitu
oblik, rotasi interna dan eksterna apabila keadaan umum memungkinkan.
Penatalaksanaan
Pengobatan harus dilakukan sesegera mungkin berdasarkan prioritas penanggulangan
trauma yang terjadi (ABC), yaitu:
1. Resusitasi awal
a. Perhatikan saluran napas dan perbaiki hipoksia
b. Kontrol perdarahan dengan pemberian cairan Ringer dan transfusi darah
2. Anamnesis
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanitaapakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
3. Pemeriksaan klinik
a. Keadaan umum
• Catat secara teratur denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
• Secara cepat lakukan survei tentang kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
• Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan,
pembengkakan dan deformitas
• Tentukan derajat ketidak-stabilan cincin panggul dengan palpasi
pada ramus dan simfisis pubis
• Adakan pemeriksaan colok dubur
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto polos panggul, toraks serta daerah lain yang dicurigai mengalami
trauma
b. Foto polos panggul dalam keadaan rotasi interna dan eksterna serta
pemeriksaan fotopanggul lainnya
c. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
• Kateterisasi
• Ureterogram
• Sistogramretrograd danpostvoiding
• Pielogram intravena
• Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal
5. Pengobatan
a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat-alat dalam rongga
panggul
b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya traksi skeletal, pelvic sling, spika
panggul
Pengobatan khusus fraktur
Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat,
traksi, pelvic sling.Fraktur yang tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan
operasi yang dikembangkan oleh group ASIF
Komplikasi
Komplikasi dibagi dalam:
1. Komplikasi segera
a. Trombosis vena ilio-femoral
Komplikasi ini sering ditemukan dan sangat berbahaya.Apabila ada
keraguan sebaiknya diberikan antikoagulan secara rutin untuk
profilaktik.
b. Robekan kandung kemih
Robekan dapat terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan
dari bagian tulang panggul yang tajam.
c. Robekan uretra
Robekan uretra terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah
uretra pars membranosa.
d. Trauma rektum dan vagina
e. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan
masif sampai syok.
f. Trauma pada saraf
• Lesi saraf skiatik
Lesi saraf skiatik dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat
operasi.Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada
perbaikan, maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.
• Lesi pleksus lumbosakralis
Biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertikal
disertai pergeseran.Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual
apabila mengenai pusat saraf.
2. Komplikasi lanjut
a. Pembentukan tulang heterotrofik
Pembentukan tulang heterotrofik biasanya terjadi setelah suatu trauma
jaringan lunak yang hebatatau setelah suatu diseksi operasi.Dapat
diberikan indometasin untuk profilaktik.
b. Nekrosis avaskuler
Nekrosis avaskuler dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu
setelah trauma.
c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder
Apabila terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan
reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka
akan terjadi ketidak-sesuaian sendi yang akan memberikan gangguan
pergerakan serta osteoartritis di kemudian hari.
d. Skoliosis kompensatoar
FRAKTUR SAKRUM DAN TULANG KOKSIGEUS
Fraktur sakrum dan tulang koksigeus dapat terjadi bila penderita jatuh dengan
pantat yang mengenai kedua tulang sakrum dan tulang koksigeus. Fraktur tulang
sakrum dapat bersifat transversal sedangkan fraktur tulang koksigeus umumnya pada
bagian distal dan mengalami angulasike depan.
Pengobatan
Apabila tidak terjadi pergeseran pada fraktur sakrum, ditangani secara
konservatif, tetapi bila fraktur disertai dengan pergeseran sebaiknya dilakukan
operasi.Keluhan pada fraktur tulang koksigeus adalah nyeri menetap yang dapat
diberikan analgetika dan apabila tidak menolong dapat dipertimbangkan eksisi ujung
tulang koksigeus.
FRAKTUR, DISLOKASI DAN CEDERA LIGAMEN PADA ANGGOTA GERAK
BAWAH
DISLOKASI DAN FRAKTUR DISLOKASI SENDI PANGGUL
Dengan makin meningkatnya kecelakaan lalu lintas mengakibatkan dislokasi
sendi panggul sering ditemukan.Dislokasi panggul merupakan suatu trauma yang hebat.
Dislokasi dan fraktur dislokasi sendi panggul dibagi dalam tiga jenis:
1. Dislokasi posterior atau dislokasi posterior disertai adanya fraktur
2. Dislokasi anterior
3. Dislokasi sentral
Klasifikasi
1. Dislokasi posterior
• Tanpafraktur
• Disertai fraktur rim posterior yang tunggal dan besar
• Disertai fraktur komunitif asetabulum bagian posterior dengan atau tanpa
kerusakan pada dasar asetabulum
• Disertai fraktur kaput femur
2. Dislokasi anterior
• Obturator
• Pubik
• Disertai fraktur kaput femur
3. Dislokasi sentral asetabulum
• Hanya mengenai bagian dalam dinding asetabulum
• Fraktur sebagian dari kubah asetabulum
• Pergeseran menyeluruh ke panggul disertai fraktur asetabulum yang
komunitif.
1. Dislokasi posterior dan dislokasi posterior disertai adanya fraktur
Mekanisme trauma
Kaput femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu
trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi
fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu lintas
dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang
berada di bagian depan lutut. Kelainan ini juga dapat terjadi sewaktu
mengendarai motor. Lima puluh persen dislokasi disertai fraktur pada pinggir
asetabulum dengan fragmen kecil atau besar.
Klasifikasi
Klasifikasi penting untuk rencana pengobatan, yang menurut Thompson Epstein
(1973):
Tipe I; dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil
• Tipe II; dislokasi dengan fragmen tunggal yang besar pada
bagian posterior asetabulum
• Tipe III; dislokasi dengan fraktur bibir asetabulum yang komunitif
• Tipe IV; dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum
• Tipe V; dislokasi dengan fraktur kaput femur
Gambaran klinis
Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat
disertai nyeri dan deformitaspada daerah sendi panggul. Sendi panggul
teraba menonjol ke belakang dalam posisi adduksi,fleksi dan rotasi
interna. Terdapat pemendekan anggota gerak bawah.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan rontgen akan diketahui jenis dislokasi dan apakah
dislokasi disertaifraktur atau tidak (gambar 14.87)
Pengobatan
Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum disertai
relaksasi yang cukup.Penderita dibaringkan di lantai dan pembantu menahan
panggul.Sendi panggul difleksikan serta lutut difleksi 90° dan kemudian
dilakukan tarikan pada paha secara vertikal.Setelah direposisi, stabilitas sendi
diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi dengan cara menggerakkan
secara vertikal pada sendi panggul.
Pada tipe II setelah reposisi, maka fragmen yang besar difiksasi dengan
screw secara operasi. Pada tipe III biasanya dilakukan reduksi tertutup dan
apabila ada fragmen yang terjebak dalam asetabulum dikeluarkan melalui
tindakan operasi.Tipe IV dan V juga dilakukan reduksi secara tertutup dan
apabila bagian fragmen yang lepas tidak tereposisi maka harus dilakukan
reposisi dengan operasi.
Perawatan pasca reposisi
Traksi kulit selama 4-6 minggu, setelah itu tidak menginjakkan kaki
dengan jalan mempergunakan tongkat selama 3 bulan.
Komplikasi :
a. Komplikasi dini
• Kerusakan nervus skiatik
Kerusakan nervus skiatik biasanya dapat mengalami
pemulihan.Apabila terdapat lesi sesudah reposisi, maka perlu
dilakukan eksplorasi saraf.
• Kerusakan pada kaput femur Sewaktu terjadi dislokasi sering
kaput femur menabrak asetabulum sehingga pecan.
• Kerusakan pada pembuluh darah
Pembuluh darah yang biasa mengalami robekan pada kelainan ini
adalah arteri glutea superior.Bila terdapat kecurigaan robekan
pembuluh darah, perlu dilakukan arteriogram.
• Fraktur diafisis femur
Sering ditemukan fraktur diafisis femur disertai dislokasi
panggul. Kecurigaan akan adanya dislokasi panggul, bilamana
pada suatu fraktur femur ditemukan posisi femur proksimal
dalam keadaan adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya
dilakukan pada sendi di atas dan di bawah daerah fraktur.
b. Komplikasi lanjut
• Nekrosis avaskuler
Sebanyak 10% dari seluruh dislokasi panggul mengalami
kerusakan pembuluh darah. Apabila reposisi ditunda sampai
beberapa jam, maka insidensnya akan meningkat menjadi 40%.
Kelainan ini biasanya dideteksi setelah 6 bulan sampai 2 tahun
dan dengan pemeriksaan radiologis ditemukan fragmentasi,
sklerosis dan pembentukan kista-kista.
• Miositis osifikans
• Dislokasi yang tidak dapat direduksi.Apabila reduksi tertunda
untuk beberapa hari biasanya reposisi dengan cara manipulasi
sulit dilakukan.
• Osteoartritis
Osteoartritis terjadi karena adanya kerusakan tulang rawan,
terdapat fragmen fraktur dalam ruang sendi atau adanya nekrosis
iskemik kaput femur.
2. Dislokasi anterior
Dislokasi anterior lebih jarang ditemukan daripada dislokasi posterior.
Mekanisme trauma
Dislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari
ketinggian atau trauma dari belakang pada saat berjongkok dan posisi penderita
dalam keadaan abduksi yang dipaksakan.Leher femur atau trokanter menabrak
asetabulum dan terjungkir keluar melalui robekan pada kapsul anterior. Bila
sendi panggul dalam keadaan fleksi, maka akan terjadi dislokasi tipe obturator
dan bila sendi panggul dalam posisi ekstensi maka terjadi dislokasi tipe pubik
atau iliaka.
Gambaran klinis
Tungkai bawah dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi dan sedikit
fleksi.Tungkai tidak mengalami pemendekan karena perlekatan otot rektus
femur mencegah kaput femur bergeser ke proksimal. Terdapat benjolan di depan
daerah inguinal, dimana kaput femur dapat diraba dengan mudah. Sendi panggul
sulit digerakkan.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto rontgen posisi AP pada dislokasi anterior sering kurang
jelas dan untuk itudiperlukan pulafoto lateral.
Pengobatan
Dilakukan reposisi seperti pada dislokasi posterior kecuali pada saat
fleksi dan tarikan tungkaipada dislokasi posterior, dilakukan adduksi pada
dislokasi anterior.
Komplikasi
Komplikasi yang sering didapatkan yaitu nekrosis avaskuler.
3. Fraktur dislokasi sentral
Mekanisme trauma
Dislokasi sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke dinding medial
asetabulum pada rongga panggul.Disini kapsul tetap utuh. Fraktur asetabulum
terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada
satu sisi atau suatu tekanan yang melalui femur dimana panggul dalam keadaan
abduksi.
Gambaran klinis
Didapatkan perdarahan dan pembengkakan di daerah tungkai bagian
proksimal tetapi posisi tetap normal.Nyeri tekan pada daerah trokanter.Gerakan
sendi panggul sangat terbatas.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat diketahui adanya pergeseran dari
kaput femur menembus panggul (gambar 14.88A.).
Pengobatan
Selalu diusahakan untuk mereposisi fraktur dan mengembalikan bentuk
asetabulum ke bentuk normalnya.Pada fraktur asetabulum tanpa penonjolan
kaput femur ke dalam panggul, maka dilakukan terapi konservatif dengan traksi
tulang selama 4-6 minggu. Pada fraktur dimana kaput femur tembus ke dalam
asetabulum, sebaiknya dilakukan traksi pada 2 komponen yaitu komponen
longitudinal dan lateral selama 6 minggu dan setelah 8 minggu diperbolehkan
untuk berjalan dengan menggunakan penopang berat badan (gambar 14.88B).
Komplikasi
a. Kerusakan alat-alat dalam panggul yang dapat terjadi bersama-sama
fraktur panggul
b. Kaku sendi merupakan komplikasi lanjut
c. Osteoartritis
FRAKTUR FEMUR
Femur merupakan tulang yang terpanjang pada badan dimana fraktur dapat
terjadi mulai dari proksimal sampai distal tulang (gambar 14.89).
FRAKTUR LEHER FEMUR
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang
tua terutama wanita umur 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis.Gambar
14.90 menunjukkan secara skematis daerah femur proksimal.
Mekanisme trauma
Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi dimana panggul dalam
keadaan fleksi dan rotasi.
Klasifikasi
1. Hubunganternadapkapsul
• ekstrakapsuler
• intrakapsuler
2. Sesuai lokasi
• sub-kapital
• trans-servikal
• basal
3. Radiologis
a. Berdasarkan keadaan fraktur
• tidak ada pergeseran fraktur
• fragmen distal, rotasi eksterna, abduksi dan dapat bergeser ke
proksimal
• fraktur impaksi
b. Klasifikasi menurut Garden (gambar 14.91)
• Tingkat I; fraktur impaksi yang tidak total
• Tingkat II; fraktur total tetapi tidak bergeser
• Tingkat III; fraktur total disertai dengan sedikit pergeseran
• Tingkat IV; fraktur disertai dengan pergeseran yang hebat
c. Klasifikasi menurut Pauwel (gambar 14.92)
Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur.
• Tipe I; fraktur dengan garis fraktur 30°
• Tipell; fraktur dengan garis fraktur 50°
• Tipe III; fraktur dengan garis fraktur 70°
Patologi
Kaput femur mendapat aliran darah dari tiga sumber, yaitu:
1. Pembuluh darah intrameduler di dalam leher femur
2. Pembuluh darah servikal asendens dalam retinakulum kapsul sendi
3. Pembuluh darah dari ligamen yang berputar
Pada saat terjadi fraktur, pemuluh darah intramedular dan pembuluh darah
retinakulum selalu mengalami robekan, bila terjadi pergeseran fragmen.Fraktur
transervikal adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang mempunyai kapasitas yang
sangatrendah dalam penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah,
periosteum yang rapuh serta hambatan dari cairan sinovia.
Gambaran klinis
Riwayat jatuh dari ketinggian disertai nyeri pada daerah panggul terutama pada
daerah inguinal depan. Nyeri dan pemendekan anggota gerak bawah dalam posisi rotasi
lateral.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat diketahui jenis fraktur serta klasifikasi dan
dapat ditentukan jenis pengobatan serta prognosisnya.
Pengobatan
Pengobatan fraktur leher femur dapat berupa:
1. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas
2. Terapi operatif
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur leher femur
baik orang dewasa muda maupun pada orang tua karena:
• Perlu reduksi yang akurat dan stabil
• Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah
komplikasi
Jenis-jenis operasi:
a. Pemasangan pin
b. Pemasangan plate dan screw
c. Artroplasti; dilakukan padapenderita umur diatas 55 tahun, berupa:
• Eksisi artroplasti (pseudoartrosis menurut Girdlestone)
• Hemiartroplasti (gambar 14.93)
• Artroplasti total
Komplikasi
Komplikasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu :
1. Komplikasi yang bersifat umum; trombosis vena, emboli paru, pneumonia,
dekubitus
2. Nekrosis avaskuler kaput femur
Nekrosis avaskuler terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang disertai
pergeseran dan 10% pada fraktur yang tanpa pergeseran.Apabila lokalisasi
fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler
lebih besar.
3. Nonunion
Lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat mengalami
union terutama pada fraktur yang bergeser.Komplikasi lebih sering pada fraktur
dengan lokasi yang lebih ke proksimal.Ini disebabkan karena vaskularisasi yang
jelek, reduksi yang tidak akurat, fiksasi yang tidak adekuat dan lokasi fraktur
adalah intra-artikuler.Metode pengobatan nekrosis avaskuler tergantung
penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita.
4. Osteoartritis
Osteoartritis sekunder terjadi karena adanya kolaps kaput femur atau nekrosis
avaskuler.
5. Anggota gerak memendek
6. Malunion
7 Malrotasi berupa rotasi eksterna
8. Koksavara
FRAKTUR DAERAH TROKANTER
Fraktur daerah trokanter biasa juga disebut fraktur trokanterik (intertrokanterik)
adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan minor.Fraktur ini bersifat
ekstra-artikuler dan sering terjadi pada orang tua di atas umur 60 tahun.
Mekanisme trauma
Fraktur trokanterik terjadi bila penderita jatuh dengan trauma langsung pada
trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir.Keretakan tulang terjadi
antara trokanter mayor dan minor dimana fragmen proksimal cenderung bergeser secara
varus.Fraktur dapat bersifat komunitif terutama pada korteks bagian posteromedial.
Klasifikasi
Fraktur trokanterik dapat dibagi atas:
1. Stabil
2. Tidak stabil
Disebut fraktur tidak stabil bila korteks bagian medial remuk dan fragmen besar
mengalami pergeseran terutama trokanter minor.
Fraktur trokanterik diklasifikasikan atas empat tipe (gambar 14.94), yaitu:
• Tipe I Fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa pergeseran.
• Tipe II Fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran trokanter minor.
• Tipe III Fraktur disertai dengan fraktur komunitif.
• Tipe IV Fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur.
Gambaran Klinis
Penderita lanjut usia dengan riwayat trauma pada daerah femur proksimal. Pada
pemeriksaan didapatkan pemendekan anggota gerak bawah disertai rotasi eksterna.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis dapat menentukan jenis fraktur serta seberapa jauh
pergeseran fraktur.
Pengobatan
Fraktur tanpa pergeseran dapat dilakukan terapi konservatif dengan traksi. Pada
fraktur trokanterik,
sebaiknya dilakukan pemasangan fiksasi interna (gambar 14.95) dengan tujuan:
1. Untuk memperoleh fiksasi yang kuat
2. Untuk memberikan mobilisasi yang cepat pada orang tua
Komplikasi
Komplikasi dini sama pada fraktur leher femur. Komplikasi lanjut berupa
deformitas varus dan rotasi eksterna serta nonunion, tetapi kelainan ini jarang
ditemukan.
FRAKTUR SUBTROKANTER
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma
yang hebat.
Gambaran klinis
Anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna, memendek dan ditemukan
pembengkakanpada daerah proksimal femur disertai nyeri pada pergerakan.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di bawah
trokanter minor. Garisfraktur bisa bersifat transversal, oblik atau spiral dan sering
bersifat komunitif. Fragmen proksimaldalam posisi fleksi sedangkan distal dalam posisi
adduksi dan bergeser ke proksimal.
Pengobatan
Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan dengan
mempergunakanplatedan screw (gambar 14.96).
Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah nonunion dan malunion. Komplikasi
ini dapat diatasidengan koreksi osteotomi atau bone grafting.
FRAKTUR DIAFISIS FEMUR
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada setiap umur, biasanya karena trauma
hebat misalnya kecelakaan lalu lintas atau trauma lain misalnya jatuh dari ketinggian.
Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang femur, tetapi
juga dapat berakibat j'elek karena dapat menarik fragmen fraktur sehingga
bergeser.Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor
ganas.Fraktur femur sering disertai dengan perdarahan masif yang harus selalu
dipikirkan sebagai penyebab syok.
Mekanisme trauma
Fraktur spiral terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki melekat erat pada dasar
sambil terjadi putaran yang diteruskan pada femur.Fraktur yang bersifat transversal dan
oblik terjadi karena trauma langsung dan trauma angulasi.
Klasifikasi
Fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel, komunitif, fraktur Z
atau segmental.
Gambaran klinis
Penderita pada umumnya dewasa muda.Ditemukan pembengkakan dan
deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan
mungkin datang dalam keadaan syok.
Pemeriksaan radiologis
Dengan foto rontgen dapat ditentukan lokalisasi dan jenis fraktur (gambar
14.97).
Pengobatan
1. Terapi konservatif
• Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot
• Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut.
Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental
• Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur
secara klinis
2. Terapi operatif
• Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal
femur
• Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan
operasi tertutup ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada
fraktur diafisis (gambar 14.98)
• Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur komunitif,
infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang hebat
Komplikasi
1. Komplikasi dini:
• Syok; dapat terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur
bersifat tertutup
• Emboli lemak; sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
femur.Perlu dilakukan pemeriksaan gas darah.
• Trauma pembuluh darah besar; ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis. Dapat berupa kontusi saja
dengan oklusi atau terpotong sama sekali.
• Trauma saraf; trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen
dapat disertai kerusakan saraf yang dapat bervariasi dari neuropraksia
sampai aksonotemesis.Trauma saraf dapat terjadi pada nervus isiadikus
atau pada cabangnya yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
• Trombo-emboli; penderita dengan tirah baring yang lama misalnya
ditraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
• Infeksi; dapat terjadi pada fraktur terbuka akibat kontaminasi dari luka,
tetapi infeksi dapat pula terjadi setelah tindakan operasi
2. Komplikasi lanjut:
• Delayed union; fraktur femur pada orang dewasa mengalami union
dalam 4 bulan
• Nonunion; apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik
dicurigai adanya nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft
• Malunion; bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka
diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi lebih
sering ditemukan.Malunion juga menyebabkan pemendekan pada
tungkai sehingga diperlukan koreksi berupa osteotomi.
• Kaku sendi lutut; setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut.Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi
periartikuler atau adhesi intramuskuler.Hal ini dapat dihindari apabila
fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
• Refraktur; terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum terbentuk union
yang solid
FRAKTUR SUPRAKONDILER FEMUR
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur.
Mekanisme trauma
Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial dan
putaran.Klasifikasi (gambar 14.99)
1. Tidak bergeser
2. Impaksi
3. Bergeser
4. Komunitif
Pergeseran terjadi pada fraktur oleh karena tarikan otot sehingga pada terapi
konservatif lutut harus difleksi untuk menghilangkan tarikan otot (gambar 14.100).
Gambaran klinis
Berdasarkan anamnesis ditemukan riwayat trauma yang disertai pembengkakan
dan deformitaspada daerah suprakondiler. Pada pemeriksaan mungkin ditemukan
adanyakrepitasi.
Pemeriksaan radiologis
Fraktur tepat di atas kondilus femoris danbersifat melintang atau kominutif.
Fragmen distal sering miring ke belakang.Seluruh femur harus difoto dengan sinar-X
agar fraktur proksimal atau dislokasi pinggul tidak terlewatkan.
Pengobatan
1. Terapi konservatif
• Traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan
lutut Pearson
• Cast-bracing
• Spika panggul
2. Terapi operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran fraktur
yang tidak dapat direduksi secara konservatif.Terapi dilakukan dengan
mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam tipe yang tersedia
(gambar 14.101).
Komplikasi
1. Komplikasi dini:
• Penetrasi fragmen fraktur ke kulit yang menyebabkan fraktur menjadi
terbuka
• Trauma pembuluh darah besar
• Trauma saraf
2. Komplikasi lanjut:
• Malunion
• Kekakuan sendi lutut
FRAKTUR SUPRAKONDILER FEMUR DAN FRAKTUR INTERKONDILER
Fraktur suprakondiler femur sering bersama-sama dengan fraktur interkondiler
yang memberikanmasalah pengelolaan yang lebih kompleks.
Klasifikasi
Klasifikasi menurut Neer, Grantham, Shelton (1967) (gambar 14.102):
• Tipe I; fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T
• Tipe IIA; fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafisis (bentuk
Y)
• Tipe IIB; sama seperti IIAtetapi bagian metafisis lebih kecil
• Tipe III; fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler yang tidak
total
Pengobatan
1. Terapi konservatif; seperti pada fraktur suprakondiler dengan indikasi yang
sama
2. Terapi operatif; karena fraktur ini bersifat intra-artikuler, maka sebaiknya
dilakukan terapi operatif dengan fiksasi interna yang rigid untuk memperoleh
posisi anatomis sendi dan segera dilakukan mobilisasi
Komplikasi
1. Trauma pembuluh darah
2. Kaku sendi
3. Osteoartritis lutut
FRAKTUR KONDILUS FEMUR
Klasifikasi (gambar 14.103)
• Tipe I; fraktur kondilus dalam posisi sagital
• Tipe II; fraktur dalam posisi koronal dimana bagian posterior kondilus femur
bergeser
• Tipe III; kombinasi antara sagital dan koronal
Gambaran klinis
Terdapat trauma pada lutut disertai nyeri dan pembengkakan.Mungkin
ditemukan krepitasi dan hemartrosis sendi lutut.
Pemeriksaan radiologis
satu kondilus femur dapat mengalami fraktur secara oblik dan bergerak ke atas,
atau kedua kondilus dapat pecaqh terbelah sehingga garis fraktur berbentuk T atau Y.
Pengobatan
1. Terapi konservatif; pada fraktur yang tidak bergeser dapat dipergunakan
pemasangan gips sirkuler di atas lutut
2. Terapi operatif; mempergunakan screw agar didapatkan posisi anatomis sendi
lutut danmobilisasi dapat segera dilakukan
Komplikasi
1. Trauma pembuluh darah dan saraf
2. Malunion .
3. Osteoartritis
4. Kekakuan sendi lutut
TRAUMA PADA LUTUT
DISLOKASI SENDI LUTUT
Lutut hanya berdislokasi karena benturan hebat, seperti pada kecelakaan lalu
lintas.Ligamen krusiatum dan satu atau kedua ligamen lateral robek.
Mekanisme trauma
Dislokasi biasanya terjadi apabila penderita mendapat trauma dari depan dengan
lutut dalam keadaanfleksi. Dislokasi dapat bersifat anterior, posterior, lateral, medial
atau rotasi. Dislokasi anterior lebihsering ditemukan dimana tibia bergerak ke depan
terhadap femur. Dengan tanpa mempertimbangkanjenis dislokasi sendi yang terjadi,
trauma ini merupakan suatu trauma hebatyang selalu menimbulkankerusakan pada
kapsul, ligamen yang besar dan sendi. Trauma juga dapat menyebabkan dislokasiyang
terjadi disertai dengan kerusakan pada nervus peroneus dan arteri poplitea.
Gambaran klinis
Adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan hemartrosis
serta deformitas.
Pemeriksaan Radiologis
Selain dislokasi, foto kadang-kadang memperlihatkan fraktur pada spina tibia
(avulse ligament krusiatum),dengan foto rontgen, diagnosis dapat ditegakkan (gambar
14.104).Jika terdapat keraguan mengenai sirkulasi.Arteriografi harus dilakukan.
Pengobatan
Dislokasi sendi lutut merupakan suatu keadaan yang serius karena dapat
menyebabkan kerusakanyang hebat pada pembuluh darah dan saraf serta ligamen.
Tindakan reposisi dan manipulasidengan pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin
dan dilakukan aspirasi hemartrosis dansetelahnya dipasang bidai gips posisi 10-15°
selama satu minggu dan setelah pembengkakanmenurun dipasang gips sirkuler di atas
lutut selama 7-8 minggu.
Apabila setelah reposisi ternyata lutut tidak stabil dalam posisi varus dan valgus,
maka harusdilakukan operasi untuk perbaikan ligamen.
Pada dislokasi yang lama tidak mungkin dilakukan reduksi sehingga perlu
dipertimbangkancara-cara operasi yang sesuai.
FRAKTUR PATELA
Patela merupakan tulang sesamoid yang paling besar pada tubuh dan
mempunyai fungsi mekanis dalam ekstensi anggota gerak bawah.Di sebelah proksimal
melekat otot kuadriseps dan di bagian distal melekat ligamen patela.
:
Mekanisme trauma
Fraktur patela dapat terjadi dalam dua cara:
1. Kontraksi yang hebat otot kuadriseps, misalnya menekuk secara keras dan tiba-
tiba
2. Jatuh dan mengenai langsung tulang patela Klasifikasi (gambar 14.105)
• Tipe I; fraktur tanpa adanya pergeseran dan bersifat transversal (fraktur
crack)
• Tipe II; fraktur transversal dengan pergeseran
• Tipe III; fraktur transversal pada kutub atas/bawah
• Tipe IV; fraktur komunitif
• Tipe V; fraktur vertikal
Fraktur transversal biasanya terjadi oleh kontraksi yang hebat, sedangkan
fraktur komunitif terjadi oleh trauma langsung pada patela.
Gambaran klinis
Adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan
hemartrosis.Mungkin dapat diraba adanya ruang fragmen patela.Pada
pemeriksaan didapatkan adanya cekungan dan penderita tidak dapat melakukan
ekstensi anggota gerak bawah (gambar 14.106).
Pemeriksaan radiologis
Dengan foto rontgen dapat ditemukan fraktur dan jenis fraktur patela
(gambar 14.107).Fraktur transversal biasanya disertai dengan robekan dari
ekspansi ekstensor.
Pengobatan (gambar 14.108)
1. Fraktur yang tidak bergeser
Bila ada hemartrosis yang besar, dilakukan aspirasi secara steril dan dipasang
gips silinder selama 4-6 minggu. Fisioterapi dilakukan selama gips terpasang.
2. Fraktur yang bergeser
Pada fraktur transversal diperlukan operasi dan rekonstruksi kembali ekspansi
ekstensor serta tulang patela dengan menggunakan tension band-wiring (gambar
14.109). Fisioterapi dapat segera dilakukan setelah operasi, baik penguatan
kuadriseps maupun gerakan pada sendi lutut.
3. Fraktur kutub bawah
Fragmen kecil yang komunitif dilakukan eksisi dan rekonstruksi kembali
ligamen patela.
4. Fraktur komunitif ;
Pada fraktur komunitif terutama pada orang tua dimana rekonstruksi kembali
patela tidak mungkin dilakukan, sebaiknya patela dieksisi.
Komplikasi
1. Osteoartritis patelofemoral; apabila tidak dilakukan reposisi patela yang akurat,
maka akan terjadi diskonkruensi/ketidaksesuaian antara patela dan kondilus
femur
2. Gangguan fleksi ekstensi
Gangguan fleksi ekstensi terjadi apabila tidak dilakukan fisioterapi serta adanya
kerusakan pada ekspansi ekstensor yang tidak dilakukan koreksi penjahitan.
3. Kekakuan sendi lutut
4. Nonunion
TRAUMA PADA MEKANISME EKSTENSOR LUTUT
Trauma aparatus kuadriseps akan menimbulkan robekan atau fraktur pada
patela. Pada keadaan
ini dapat terjadi:
1. Robekan pada kutub atas patela
2. Robekan pada kutub bawah pada perlekatan dengan tuberositas tibia
3. Robekan disertai fraktur patela
Pada robekan kutub atas patela dan robekan pada kutub bawah pada perlekatan
dengan tuberositas tibia (nomor 1 & 2), pengobatan berupa penjahitan ligamen patela
dan imobilisasi dengan gips silinder. Pada robekan disertai fraktur patela (nomor 3), di
ssamping dilakukan penjahitan mekanisme ekstensor lutut, juga dilakukan pengobatan
fraktur patela.
DISLOKASI PATELA
Dislokasi patela biasanya terjadi ke arah lateral, berupa:
1. Dislokasi akut
Dislokasi akut biasanya terjadi pada saat lutut dalam posisi fleksi atau
semi fleksi dan patela bergeser ke arah lateral dari kondilus femur
.
Gambaranklinis
Gambaran klinis pada dislokasi akut adalah sendi lutut tidak dapat
diekstensikan.Reposisi dapat terjadi secara spontan atau dilakukan secara
manual.
Pengobatan
Setelah dilakukan reposisi sebaiknya dipertahankan dengan gips silinder
selama 6 minggu.
2. Dislokasi rekuren
Dislokasi rekuren sering terjadi pada wanita dewasa muda.
Penyebabnya
• Kedangkalan lekukan interkondiler femur
• Letak patela yang tinggi dan kecil
• Genu valgum
Pengobatan
Apabila terjadi dislokasi yang berulang-ulang maka dianjurkan untuk operasi.
3. Dislokasi habitual
Dislokasi habitual lebih jarang ditemukan dan biasanya terjadi pada
anak-anak.Penyebab utama adalah pemendekan otot kuadrisep terutama
komponen vastus lateralis karena fibrosis setelah injeksi muskulus kuadrisep.
Pengobatan
Pengobatan dengan operasi.
ROBEKAN LIGAMEN PADA LUTUT
Robekan ligamen pada lutut biasanya terjadi pada atlet dan olahragawan, dapat
menimbulkan masalah gawat berupa kecacatan disertai ketidakmampuan untuk
berolahraga secara profesional. Trauma ligamen pada lutut dibagi dalam empat
kelompok, yaitu:
1. Robekan pada ligamen medial (dengan atau tanpa robekan ligamen krusiatum)
2. Robekan pada ligamen lateral (dengan atau tanpa robekan ligamen krusiatum)
3. Robekan pada ligamen krusiatum semata-mata
4. Robekan tidak total (strain)
1. Robekan pada ligamen medial
Mekanisme trauma
Robekan pada ligamen medial lebih sering ditemukan. Robekan terjadi
sewaktu tibiamengalami abduksi pada femur disertai trauma rotasi (gambar
14.110).
Urutan robekan ligamen tergantung beratnya trauma, yaitu:
a. Robekan pada selaput sendi bagian superfisial
b. Robekan pada ligamen kolateral medial
c. Robekan pada ligamen krusiatum anterior; terjadi apabila trauma
berlanjut dengan tibiarotasi ke arah eksterna
Robekan ligamen kolateral medial dan krusiatum anterior dapat disertai
dengan robekan meniskus medialis dan disebut Trias ODonoghue.
Gambaran klinis
Pembengkakan pada lutut disertai efusi pada sendi lutut.Nyeri tekan
bagian medial pada daerah ligamen medial terutama bagian proksimal yang
melekat pada femur.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis dilakukan di bawah pembiusan dengan foto AP
dan foto stres AP Pada foto AP mungkin ditemukan avulsi disertai fragmen kecil
tulang.Bergesernya bagian proksimal medial dari tibia terhadap femur
menunjukkan robekan pada ligamen medial saja, apabila pergeseran lebih hebat
maka mungkin terjadi juga robekan pada ligamen krusiatum.Untuk menentukan
stabilitas sendi dapat dilakukan tes drawer dan tes menurut
Lachman.Pemeriksaan artroskopi dapat menentukan kelainan-kelainan yang
terjadi.
Pengobatan
a. Konservatif
Bila robekan tidak hebat (tidak total) dapat dilakukan aspirasi lutut dan
pemasangan gipssilinder.
b. Operatif
Tindakan operatif dilakukan apabila terdapat robekan yang besar dengan
penjahitan padaligamen yang robek.
2. Robekan pada ligamen lateral
Robekan pada ligamen lateral lebih jarang ditemukan dan terjadi akibat adduksi
tibia terhadap femur (strain varus).
3. Robekan pada ligamen krusiatum
Robekan ligamen krusiatum anterior dapat bersama-sama dengan robekan
ligamen kolateral medial. Hal ini terjadi karena pergerakan bagian proksimal
tibia terhadap femur ke depan secara keras atau terjadi karena lutut dalam
keadaan hiperekstensi. Robekan ligamen krusiatum posterior terjadi akibat
pergerakan hebat bagian proksimal tibia ke belakang terhadap femur.
Diagnosis
Dalam keadaan normal ligamen krusiatum anterior (insersinya di bagian
depan tibia) mencegah pergerakan tibia ke depan terhadap femur sedangkan
ligamen krusiatum posterior (insersinya di bagian belakang tibia) mencegah
pergerakan tibia ke belakang. Pemeriksaan ligamen krusiatum dilakukan dengan
penderita dalam posisi berbaringterlentang, lutut fleksi kira-kira 90°. Tungkai
bawah dipegang di bagian proksimal tibia dan ditarik ke depan atau didorong ke
belakang. Apabila pergerakan ke depan bebas, maka; terdapat robekan pada
ligamen kruasiatum anterior dan apabila pergerakan ke belakang bebas maka
terdapat robekan pada ligamen krusiatum posterior. Gejala ini disebut drawer
sign (simptom laci). Instabilitas sendi dapat ditunjukkan dengan menggerakkan
bagian proksimal tibia ke depan dengan lutut dalam posisi fleksi 10-20° (tes
menurut Lachman).
Pengobatan
Pengobatan pada robekan ligamen krusiatum anterior dengan cara
operasi dan rekonstruksi kembali biasanya kurang memuaskan. Pengobatan pada
robekan ligamen krusiatum posterior dapat dilakukan rekonstruksi dari ligamen
sendiri atau dengan operasi lain yang memberikan stabilitas pada sendi. Operasi
dapat secara terbuka atau dengan mempergunakan alat artroskop.
4. Strain ligamen medial dan lateral
Strain terjadi bila trauma yang ada tidak cukup kuat untuk menyebabkan suatu
robekan totalpada ligamen ini. Strain pada ligamen medial lebih sering terjadi
daripada ligamen lateral.
Mekanisme trauma
Robekan pada bagian medial terjadi karena trauma abduksi sedangkan
robekan bagian lateralkarena trauma adduksi.
Gambaran klinis
Pada anamnesis ditemukan adanya riwayat trauma abduksi atau adduksi
disertai nyeri padadaerah ligamen. Terdapat pembengkakan pada daerah lutut
serta nyeri tekan pada daerahligamen yang terkena. Dengan pemeriksaan stres,
penderita mengeluh lebih sakit tetapisendi lutut stabil. Mungkin ditemukan
sedikit cairan dalam sendi lutut.
Pemeriksaan artroskopi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
Pengobatan
Pemakaian gips silinder selama 23 minggu.
ROBEKAN MENISKUS
Robekan meniskus (tulang rawan semilunar) sering ditemukan pada atlet,
terutama pemain sepak bola, kebanyakan mengenai usia di bawah 45 tahun. Meniskus
terdiri atas meniskus medialis dan meniskus lateralis.Meniskus hampir tidak
mempunyai vaskularisasi sehingga apabila terdapat robekan biasanya tidak disertai
dengan hemartrosis, tetapi cairan yang terjadi adalah reaksi terhadap trauma (inflamasi).
Mekanisme trauma
Robekan terjadi apabila ada trauma rotasi dimana lutut dalam posisi semi fleksi
atau fleksi.Robekan meniskus medialis lebih sering terjadi daripada robekan meniskus
lateralis.
Patologi
Robekan pada meniskus biasanya menurut garis longitudinal sepanjang
meniskus.
Klasifikasi (gambar 14.111)
1. Bucket-handle
2. Robekan tanduk posterior
3. Robekan tanduk anterior
Gambaran klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma dan pembengkakan pada lutut tidak
terjadi segera setelah trauma.Pembengkakan biasanya terjadi setelah 24 jam.Terdapat
nyeri pada daerah sela sendi dimana terjadi robekan.Mungkin dapat terjadi locking yaitu
lutut tiba-tiba tidak dapat diekstensikan karena adanya bagian meniskus yang terjebak
dalam ruang sendi.Pada pemeriksaan ditemukan atrofi otot kuadrisep, adanya cairan
dalam sendi, nyeri tekan pada daerah robekan meniskus medial atau lateral.
Pemeriksaan untuk menentukan adanya robekan pada meniskus, yaitu:
1. Tes Mc Murray
Penderita berbaring terlentang, lutut difleksikan 90° dan tungkai bawah
dipegang.Dilakukan eksorotasi maksimal kemudian tungkai diluruskan sambil
mempertahankan eksorotasi dan demikian pula pada endorotasi maksimal
(gambar 4.41).Pada kerusakan meniskus penderita mengalami nyeri atau pada
perabaan terdengar bunyi 'klik'.Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan
adanya robekan meniskus medialis yaitu tanduk posterior atau bucket-handle.
2. TesgrindingmenurutApley
Penderita tidur tengkurap, lutut difleksikan 90° dan dilakukan penekanan pada
kaki dan dieksorotasi dan endorotasikan yang akan memberikan relaksasi pada
ligamen krusiatum tetapi dapat menimbulkan rasa nyeri pada meniskus.
3. Tes distraksi
Penderita tidur tengkurap, lutut difleksikan 90° dan dilakukan tarikan ke atas
dengan memegang kaki. Terjadi pembebasan meniskus dan penegangan ligamen
krusiatum yang akan menimbulkan nyeri apabila terdapat robekan pada ligamen
krusiatum. Tes ini untuk membedakan apakah robekan pada meniskus atau pada
ligamen krusiatum.
4. Pemeriksaan tambahan
• Artrografi Dengan pemeriksaan ini dapat dibedakan antara robekan
meniskus atau meniskus diskoid.
• Artroskopi
Artroskopi saat ini sudah merupakan pemeriksaan rutin di beberapa pusat
bila terjadi trauma pada lutut dan dengan pemeriksaan ini diagnosis yang
akurat dapat dilakukan.Selain itu, dengan alat artroskop dapat dilakukan
tindakan operatif.
Pengobatan
Robekan pada meniskus sebaiknya dilakukan penjahitan tanpa
membuang meniskus apabila masih dapat dipertahankan, karena pengeluaran
meniskus akan mempercepat terjadinya osteoartritis di kemudian hari. Dengan
alat artroskopi dapat dilakukan penjahitan meniskus atau pengeluaran sebagian
meniskus (partial menisectomy) dengan pemulihan rehabilitasi yang cepat.
Indikasi operasi meniskus:
1. Locking yang berulang-ulang dan tindakan operasi dapat memberikan
jalan keluar
2. Nyeri yang terus menerus
3. Atlet professional
Diagnosis banding
1. Benda asing dalam ruang sendi, osteokondritis disekan, sinovial
kondromatosis, osteoartritis lutut.
2. Meniskus diskoid (meniskus yang tebal secara bawaan)
3. Dislokasi patela rekuren
4. Fraktur spina tibia
5. Trauma pada ligamen krusiatum
6. Kondromalasia patela
7. Kista meniscus
FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA
Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis
atau persendian pergelangan kaki (gambar 14.112).
FRAKTUR KONDILUS TIBIA
Fraktur kondilus tibia lebih sering mengenai kondilus lateralis daripada medialis
serta frakturpada kedua kondilus.
Mekanisme trauma
Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi tibia terhadap
femur dimana kaki terfiksasi pada dasar, misalnya trauma sewaktu mengendarai mobil
(gambar 14.113).
Klasifikasi Sederhana (Adam) (gambar 14.114)
1. Fraktur kompresi komunitif
2. Tipe depresi plateau
3. Fraktur oblik
Klasifikasi kompleks (Rokcwood)
1. Fraktur yang tidak bergeser
2. Kompresi lokal
3. Kompresi split
4. Depresi total kondiler
5. Fraktur split
6. Fraktur komunitif
Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang
bergeser apabiladepresi melebihi 4 mm.
GambaranKlinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri
serta hemartrosis.
Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut
Pemeriksaan Radiologis
Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur (gambar
14.115),tetapi kadang-kadang diperlukan pulafoto oblik dan pemeriksaan laminagram.
Pengobatan
1. Konservatif
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat
dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain:
• Verbanelastis
• Traksi
• Gips sirkuler
Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak
menahan beban dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak terjadi
kekakuan sendi.
2. Operatif
Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operas! dengan mengangkat bagian
depresi dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan
pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian
fragmen terhadap tibia.
Komplikasi
1. Genu valgum; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik
2. Kekakuan lutut; terjadi karena tidak dilakukan latihan yang lebih awal
3. Osteoartritis; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi sehingga
bersifat ireguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut
FRAKTUR KONDILUS MEDIALIS
Sama seperti pada fraktur kondilus lateralis tetapi lebih jarang ditemukan.
FRAKTUR DIAFISIS TIBIA DAN ATAU FIBULA
Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama.Fraktur
dapat juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja.
Mekanisme trauma
Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan
menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3
bagian tengah dan 1/3 bagian distal sedangkan fraktur fibula pada batas 1/3 bagian
tengah dengan 1/3 bagian proksimal, sehingga fraktur tidak terjadi pada ketinggian yang
sama. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada
daerah tibia sering bersifat terbuka (gambar 14.116). Penyebab utama terjadinya fraktur
adalah akibat kecelakaan lalu lintas.
Gambaranklinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan
penonjolan tulangkeluar kulit.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur,
apakah frakturpada tibia dan fibula atau hanya pada tibia saja atau fibula saja (gambar
14.117). Juga dapatditentukan apakah fraktur bersifat segmental.
Pengobatan(gambar 14.118)
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan
manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk
imobilisasi, dipasang sampai diataslutut.
Prinsip reposisi:
• Fraktur tertutupi
• Adakontak 70% atau lebih
• Tidak ada angulasi
• Tidak adarotasi
Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu (union
secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral imobilisasi dengan gips biasanya
sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.
Cast bracingadalab teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan
padatendo patela (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah
pembengkakan mereda atau telah terjadi union secara fibrosa.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada:
• Fraktur terbuka
• Kegagalan dalam terapi konservatif
• Fraktur tidak stabil
• Adanya nonunion Metode pengobatan operatif:
• Pemasangan plate dan screw
• Nail intrameduler
• Pemasangan screw semata-mata
• Pemasangan fiksasi eksterna.
Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:
o Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan
jaringan yanghebat atau hilangnya fragmen tulang
o Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)
Komplikasi (gambar 14.119)
1. Infeksi
2. Delayed union atau nonunion
3. Malunion
4. Kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartemen anterior)
5. Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis
6. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan ini biasanya
disebabkan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.
FRAKTUR TIBIA SEMATA-MATA ATAU FIBULA SEMATA-MATA
Fraktur tibia atau fibula semata-mata perlu diwaspadai sebab sering
mengganggu terjadinya union hingga diperlukan osteotomi pada salah satu tulang.
FRAKTUR DAN FRAKTUR DISLOKASI SENDI PERGELANGAN KAKI
Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana
talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan
ligamen.Dahulu, fraktur sekitar pergelangan kaki disebut sebagai fraktur Pott.
Mekanisme trauma
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma (gambar 14.120).
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat
oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau robekan pada
ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat
oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa
hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari
beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi
fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen
medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis.Apabila trauma lebih hebat
dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai
dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur komunitif disertai dengan
robekan diastasis.
Klasifikasi
Lauge-Hansen (1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya
pergeseran dari fraktur,yang merupakan pedoman penting untuk tindakan pengobatan
atau manipulasi yang dilakukan.
Klasifikasi lain yang lebih sederhana, menurut Danis & Weber (1991), dimana
fibula merupakantulang yang penting dalam stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan
atas lokalisasi frakturterhadap sindesmosis tibiofibular.
Klasifikasi terdiri atas (gambar 14.121):
• Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis
• Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus
medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular bagian
depan
• Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia
disertai frakturatau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi robekan
pada sindesmosis.Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur Dupuytren.
Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain
fraktur juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen.
Gambaranklinis
Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan atau
deformitas. Yang pentingdiperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada
daerah tulang atau pada ligamen.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan jenis-jenis fraktur dan
mekanisme terjadinyatrauma(gambar 14.122). Foto rontgen perlu dibuat sekurang-
kurangnya tiga proyeksi, yaituantero-posterior, lateral dan setengah oblik dari gambaran
posisi pergelangan kaki.Sering fraktur terjadi pada fibula proksimal, sehingga secara
klinis harus diperhatikan.
Pengobatan
Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan fraktur intra-artikuler
sehingga diperlukan reduksi secara anatomis dan akurat serta mobilisasi sendi yang
sesegera mungkin. Tindakan pengobatan terdiri atas:
1. Konservatif.
Dilakukan pada fraktur yang tidak bergeser, berupa pemasangan gips
sirkuler di bawah lutut.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan
apakah hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau
diastasis pada tibiofibula serta adanya dislokasi talus (gambar 14.123).Beberapa
hal yang penting diperhatikan pada reduksi, yaitu:
• Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis
• Talus harus duduk sesuai sendi dimana talus dan permukaan tibia duduk
paralel
• Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal (4 mm)
• Pada foto oblik tidak nampak adanya diastasis tibiofibula
Tindakan operasi terdiriatas:
• Pemasangan screw (maleolar)
• Pemasangan tens/on band wiring
• Pemasangan plate dan screw
Komplikasi
1. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan
pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya.
2. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang tidak
akurat yang akan menimbulkan osteoartritis.
3. Osteoartritis
4. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki.Dapat terjadi
perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
5. Kekakuan yang hebat pada sendi
TRAUMA PADA KAKI
FRAKTUR TALUS
Talus merupakan suatu tulang yang bersendi pada bagian distal tibia dan di
sebelah proksimal kalkaneus serta tulang tarsal lainnya.
Mekanisme trauma
Pada umumnya fraktur terjadi karena jatuh dengan kaki dari ketinggian misalnya
pada kecelakaan pesawat terbang.Fraktur terutama terjadi pada leher talus.
Gambaran klinis
Pembengkakan dan nyeri pada daerah pergelangan kaki
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokalisasi dan jenis fraktur.
Pengobatan
Fraktur yang tidak bergeser diobati dengan pemasangan gips sirkuler. Fraktur
dengan pergeseran fragmen terutama yang mengenai permukaan sendi sebaiknya
dilakukan operasi.
Komplikasi
1. Nonunion
2. Nekrosis avaskuler
3. Osteoartritis
FRAKTUR KALKANEUS
Fraktur kalkaneus dapat berupa:
1. Isolatic crac/c atau adanya fraktur kecil tan pa pergeseran fragmen „,
2. Fraktur kompresi yang menyebabkan tulang kalkaneus terpilah-pilah
Mekanisme trauma
Hampir semua fraktur kalkaneus terjadi karena jatuh dari ketinggian dengan
tumit terlebih dahulu sehingga dapat terjadi fraktur pada kedua kalkaneus.Beratnya
fraktur tergantung dari ketinggian dan trauma yang terjadi.
Klasifikasi
1. Fraktur kalkaneus ekstraartikuler
2. Fraktur kalkaneus intraartikuler
3. Fraktur kalkaneus komunitif
4. Fraktur avulsi tuberositas kalkaneus
Gambaran klinis
Fraktur kalkaneus biasanya didahului dengan trauma jatuh dari ketinggian
disertai pembengkakan, kebiruan pada daerah tumit serta nyeri.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat diketahui apakah fraktur bergeser,
komunitif (gambar 14.124) atau hanya berupa suatu fraktur sederhana (simple crack).
Pengobatan
1. Konservatif
Fraktur dengan simple crack cukup dengan pemberian verban elastis, tanpa
menekan kalkaneus dan segera mobilisasi serta elevasi kaki.
2. Operatif
• Tindakan operatif berupa reduksi terbuka dan pemasangan bone graft
terutama untuk fraktur yang bergeser dan mengenai permukaan sendi
• Reduksi dengan mempergunakan pin kecil untuk elevasi fraktur
Komplikasi
1. Kekakuan pada sendi subtalar dan sendi midtarsal
2. Osteoartritis sendi subtalar
3. Malunion
4. Nyeri karena kaki berbentuk ceper
FRAKTUR TULANG TARSAL LAINNYA
Fraktur tulang tarsal lainnya seperti tulang navikular, kuboid dan kuneiform
dapat terjadi karena trauma langsung akibat kejatuhan benda berat. Pengobatan biasanya
secara konservatif dengan verban elastis atau gips sirkuler, kecuali bila ada pergeseran
fraktur yang hebat maka diperlukan tindakan operatif.
FRAKTUR TULANG-TULANG METATARSAL DAN FALANGS KAKI
Fraktur metatarsal disebabkan karena trauma langsung akibat kejatuhan benda
berat, karena tarikan otot pada trauma rotasi dan dapat pula karena fraktur stres (March
fracture).
Fraktur Metatarsal (gambar 14.125) Fraktur metatarsal dapat terjadi pada:
1. Fraktur basis metatarsal V
Fraktur basis metatarsal V sering ditemukan, biasanya terjadi karena trauma
rotasi yang dipaksakan dalam posisi inversi.Ditemukan nyeri tekan pada daerah
basis metatarsal V Pemeriksaan radiologis dapat menentukan diagnosis.
Pengobatan sebaiknya dengan gips sirkuler untuk mengurangi nyeri.
2. Fraktur diafisis metatarsal
Fraktur diafisis metatarsal juga dapat terjadi karena trauma langsung akibat
kejatuhan benda berat.Fraktur bisa tunggal dan bisa juga pada beberapa
metatarsal (gambar 14.126).
3. Fraktur leher metatarsal
Fraktur leher metatarsal dapat terjadi pada metatarsal dengan trauma yang sama
pada diafisis.
Pengobatan
Pengobatan fraktur yang tidak bergeser ditujukan untuk mengurangi nyeri
dengan memasang verban elastis atau pemasangan gips sirkuler selama 3-4 minggu.
Fraktur dengan pergeseran yang hebat sebaiknya dilakukan operasi dengan memasang
K-wire.
Fraktur Falangs Kaki
Fraktur falangs kaki juga terjadi seperti pada fraktur metatarsal.Pengobatan juga
dilakukan seperti pada fraktur metatarsal.
TRAUMA TULANG BELAKANG
Tulang belakang merupakan satu kesatuan yang kuat yang diikat oleh ligamen di
depan dan di belakang, serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya
absorpsi terhadaptekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibilitas dan elastis
(gambar 14.127).
Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat,
sehingga sejakawal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus
diperlakukan secarahati-hati.
Trauma pada tulang belakang dapat mengenai.
1. Jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen, diskus dan faset
2. Tulang belakang sendiri
3. Sumsum tulang belakang
Sebagian besar trauma tulang belakang yang mengenai tulang tidak disertai
kelainan pada sumsum tulang belakang (80%) dan hanya sebagian (20%) yang disertai
kelainan pada sumsum tulang belakang.
Penyebab trauma tulang belakang:
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kecelakaan olahraga
3. Kecelakaan industri
4. Kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5. Lukatusuk, lukatembak
6. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance) 7 Kejatuhan benda keras
Mekanisme trauma
1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada
vertebra.Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior.Apabila
terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan
dapat terjadi subluksasi (gambar 14.128).
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama
dengan rotasi.Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur
faset.Pada keadaan ini terjadi pergerakan ke depan/dislokasi vertebra di
atasnya.Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil (gambar 14.129).
3. Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai
vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan
memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus
akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah
(pecah). Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang
terjadi bersifat stabil (gambar 14.130).
4. Hiperekstensi atau retrofleksi; biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi
kombinasi distraksi dan ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra
servikal dan jarang pada vertebra torakolumbal.Ligamen anterior dan diskus
dapat mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis.Fraktur ini
biasanya bersifat stabil (gambar 14.131).
5. Fleksi lateral; kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral
akan menyebabkan fraktur pada komponen lateral yaitu pedikel, foramen
vertebra dan sendi faset.
Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan lokalisasi:
a. Fraktur prosesus tranversus
b. Fraktur prosesus spinosus
c. Fraktur badan vertebra
d. Fraktur lamina
e. Fraktur pedikel
2. Klasifikasi berdasarkan stabilitas: a. Fraktur stabil b. Fraktur tidak stabil
3. Klasifikasi menurut keterlibatan sumsum tulang belakang: a. Fraktur tanpa
mengenai sumsum tulang belakang b. Fraktur mengenai sumsum tulang
belakang
• Konkusi spinal (syok spinal)
• Trauma akar saraf
• Trauma pada sumsum; total dan parsial
• Trauma kaudaekuina
Diagnosis
Setiap penderita dengan trauma tulang belakang harus dilakukan pemeriksaan
secara lengkap.Anamnesis yang baik mengenai jenis trauma, apakah jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas atau olahraga. Diperhatikan adanya tanda-tanda
trauma dan aberasi kepala bagian depan yang mungkin disebabkan karena trauma
hiperekstensi. Pemeriksaan tulang belakang dilakukan secara hati-hati dengan
memeriksa mulai dari vertebra servikal sampai vertebra lumbal dengan meraba bagian-
bagian vertebra, ligamen serta jaringan lunak lainnya.Pemeriksaan neurologis lengkap
juga diperlukan.Pada setiap trauma tulang belakang harus dilakukan pemeriksaan yang
teliti terhadap trauma yang mungkin menyertainya seperti trauma pada kepala, toraks,
rongga perut serta panggul.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis meliputi:
1. Pemeriksaan rontgen
Pada pemeriksaan rontgen, manipulasi penderita harus dilakukan secara hati-
hati.Pada fraktur G2 pemeriksaan posisi AP dilakukan secara khusus dengan
membuka mulut. Pemeriksaan posisi AP lateral dan kadang-kadang oblik
dilakukan untuk menilai:
• Diameter anteroposterior kanal spinal
• Kontur, bentuk dan kesejajaran vertebra
• Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal ........
• Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus
• Ketinggian ruangan diskus intervertebralis
• Pembengkakan jaringan lunak
2. Pemeriksaan CT-scan terutama untuk melihat fragmentasi, pergeseran fraktur
dalam kanal spinal
3. Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi
4. Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak yaitu diskus
intervertebralis danligamen flavum serta lesi dalam sumsum tulang belakang
Prinsip-prinsip pengelolaan
1. Pertolongan pertama
Pertolongan pertama terutama diprioritaskan pada jalan napas serta ventilasi
yang baik.Penderita yang dicurigai mengalami trauma tulang belakang
digerakkan secara hati-hati terutama untuk menjaga gerakan pada tulang
belakang.
2. Pengelolaan awal di rumah sakit
Pengelolaan awal di rumah sakit terutama ditujukan pada berat ringannya trauma
serta keadaan trauma sendiri.
Penderita dengan kerusakan sumsum tulang belakang perlu dirawat untuk
mencegah terjadinya dekubitus serta komplikasi pada kandung
kencing.Pemasangan kateter untuk mengukur urin disertai pemberian cairan
yang adekuat.
3. Pengobatan definitif Tujuan pengobatan definitif:
• Mempertahankan fungsi neurologis
• Mencegah atau menghilangkan tekanan pada sumsum yang bersifat
reversible
• Stabilisasi tulang belakang
• Rehabilitasi penderita
Prinsip pengobatan meliputi:
1. Penderita tanpa kelainan neurologis
Trauma tulang belakang yang bersifat stabil dapat diobati dengan memberikan
penopang pada tulang belakang dan mencegah trauma selanjutnya.
Trauma tulang belakang yang tidak stabil perlu dipertahankan agar tetap stabil
sampai jaringan sembuh dan tulang belakang menjadi stabil.
2. Penderita dengan kelainan neurologis
Pada kelainan neurologis yang tidak total dan fraktur yang bersifat stabil dapat
ditindaki dengan cara konservatif, sedangkan apabila fraktur bersifat tidak stabil
maka dapat dipertimbangkan dekompresi dan stabilisasi secara operasi. Kelainan
neurologis total dapat terjadi berupa:
• Gangguan neurologis bersifat sementara karena adanya syok spinal
yang dapat berlangsung selama 48 jam. Apabila gangguan ini tidak
hilang maka kelainan bersifat permanen.
• Apabila trauma spinal tetap stabil (jarang sekali terjadi), dapat
ditindaki secara konservatif dan selanjutnya dilakukan rehabilitasi.
• Apabila terdapat gangguan neurologis total dan fraktur yang bersifat
tidak stabil, dapat dipilih pengobatan konservatif dengan tim
rehabilitasi lengkap atau dilakukan stabilisasi dengan operasi untuk
mempermudah perawatan.
TRAUMA VERTEBRA SERVIKALIS
Trauma pada vertebra servikalis lebih jarang daripada trauma pada vertebra
torakal dan lumbal, tetapi merupakan suatu trauma yang serius dan dapat menyebabkan
kematian segera oleh karena gangguan pernapasan.Walaupun kelainan pada trauma
vertebra servikalis hanya mengenai jaringan lunak seperti whiplash, tetapi harus tetap
dilakukan penanganan yang memadai.
Klasifikasi
Trauma pada vertebra servikalis dapat dibagi atas dua cara:
1. Berdasarkan patologi anatomi
2. Berdasarkan mekanisme trauma
1. Berdasarkan patologi anatomi
• Kompresi fraktur baji badan vertebra
• Fraktur rekah badan vertebra
• Ekstensi subluksasi
• Fleksi subluksasi
• Dislokasi dan fraktur dislokasi
• Fraktur atlas (&)
• Fraktur dislokasi sendi atlanto-aksial
• Pergeseran jaringan lunak intra-spinal
• Fraktur prosesus spinosus
2. Berdasarkan mekanisme trauma
• Fleksi
• Fleksi-rotasi
• Ekstensi
• Kompresi vertikal
FRAKTUR VERTEBRA SERVIKAL 1 (C - 1) (ATLAS)
Fraktur vertebra G1.biasanya terjadi oleh karena kompresi pada daerah kepala
oleh karena jatuh atau tertimpa benda berat pada kepala atau oleh karena kecelakaan
lalu lintas. Lokasi yang paling sering adalah pada daerah yang lemah yaitu pada cincin
vertebra (GL).Fraktur dapat tanpa disertai robekan (tipe A) atau dengan robekan
ligamen transversum (tipe B).Fraktur ini disebut juga fraktur Jefferson (gambar
14,133).
Pada fraktur tipe A biasanya tidak ada gangguan pada kanalis neuralis, tidak ada
gejala neurologis dan fraktur bersifat stabil. Sedangkan pada tipe B fraktur bersifat tidak
stabil. Pada fraktur vertebra servikal dapat terjadi:
1. Tanpa kelainan pada sumsum tulang belakang
Pada anamnesis ditemukan riwayat trauma dengan spasme pada otot leher, nyeri
yang hebat pada bagian atas leher serta daerah oksipital.Pada pemeriksaan fisis
gerakan pada leher sangat terbatas. Pengobatan fraktur tanpa adanya gangguan
neurologis yaitu dengan traksi kepala menurut Crutchfield cranial tong (gambar
14.134) atau Blackburn tong selama 6 minggu. Dapat pula dilakukan
pemasangan gips Minerva.
2. Dengan kelainan pada sumsum
Keadaan ini merupakan suatu kelainan yang serius dan perlu ditangani segera
dengan melakukan traksi serta perawatan pada penderita dengan kelainan
tetraplegi.
FRAKTUR ODONTOID (C - 2)
Trauma pada C - 2 dapat menyebabkan fraktur pada prosesus odontoid tanpa
disertai dislokasi dan lebih jarang ditemukan. Fraktur pada odontoid umumnya terjadi
pada daerah basis odontoid dan lebih jarang pada daerah lain.
Mekanisme trauma
Fraktur terjadi karena fleksi yang cepat, ekstensi pada leher disertai rotasi atau
dapat pula terjadi karena trauma yang hebat pada kepala akibat menyelam. Apabila
trauma bersifat fleksi terjadi dislokasi ke depan dan bila trauma bersifat ekstensi terjadi
dislokasi ke belakang.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaanradiologisyang dilakukan berupa:
• Foto vertebra servikal posisi AP dengan membuka mulut
• Pemeriksaantomogram
• PemeriksaanCT-scan
Klasifikasif(gambar 14.135)
Ada tiga jenis fraktur odontoid, yaitu:
• Tipe 1; terjadi di sebelah atas basis odontoid, biasanya bersifat stabil
• Tipe 2; terjadi pada basis odontoid, biasanya bersifat tidak stabil
• Tipe 3; fraktur odontoid disertai fraktur badan vertebra C2
Pengobatan
• Tipe 1; dapat diobati dengan kolar leher yang rigid
• Tipe 2 dan 3; dipertimbangkan traksi atau operasi
DISLOKASI ODONTOID (C - 2)
Trauma pada vertebra C - 2 dapat menyebabkan odontoid bergeser ke belakang
pada kanalis spinalis.Subluksasi odontoid terjadi karena trauma pada ligamen
transversum yang melekatkan odontoid pada arkus anterior C - 1. Trauma pada tulang
mungkin tidak terjadi, tetapi harus dipertimbangkan adanya dislokasi apabila jarak
antara arkus anterior C -1 dan odontoid melebihi 3 mm. Kemungkinan terjadi
pergerakan odontoid tanpa adanya trauma pada sumsum tulang belakang. Menurut Steel
yang disebut rule of three, 1/3 kanal spinal pada daerah atlas ditempati oleh odontoid,
1/3 merupakan ruangan bebas dan 1/3 oleh sumsum tulang belakang. Ruangan posterior
odontoid merupakan daerah dimana terjadi kemungkinan untuk bergerak ke belakang.
FRAKTUR C - 2 PADA ELEMEN POSTERIOR
Fraktur pada daerah pedikel C - 2 disebut juga fraktur hangman. Biasanya terjadi
oleh karenakecelakaan lalu lintas dimana leher mengalami hiperekstensi yang hebat
secara tiba-tiba.
Apabilakedua pedikel mengalami fraktur dan bergeser, maka keadaan ini sangat
berbahaya dan perlutindakan secepatnya dengan imobilisasi memakai halo-cast selama
12 minggu ataudipertimbangkan fusi anterior antara C - 2 dan C - 3 apabila tetap
terdapat ketidakstabilan yangpermanen.
FRAKTUR DAN FRAKTUR DISLOKASI C3 - C7
Beberapa kombinasi antara fraktur dan fraktur dislokasi dapat ditemukan antara
C - 3 dan C - 7Jenis-jenis trauma yang terjadi:
1. Trauma hiperekstensi
Pada jenis ini tidak terjadi kerusakan tulang tetapi terjadi kerusakan pada
ligamen longitudinal anterior.Ditemukan kebiruan atau laserasi pada
muka.Kelainan neurologis bervariasi dan disebabkan oleh kompresi antara
diskus dan ligamen flavum.Mungkin ditemukan adanya edema atau
hematomielia yang menyebabkan sindroma sumsum tulang belakang sentral
yang mendadak.Pada pemeriksaan rontgen tidak ditemukan adanya tanda-tanda
fraktur.Pada foto ekstensi terlihat adanya ruang diantara dua vertebra.Kelainan
ini bersifat stabil sehingga pengobatan cukup dengan kolar leher selama 6
minggu.
2. Kompresi fraktur yang bersifat baji
Terjadi kompresi fraktur yang bersifat baji karena trauma fleksi.Korpus vertebra
mengalami kompresi tetapi ligamen posterior tetap intak dan fraktur bersifat
stabii.Pengobatan dengan memasang kolar selama 6 minggu.
3. Fraktur rekah
Fraktur ini juga bersifat stabii.Fragmen tulang bisa bergerak dan kadangkala
memberikan tekanan pada kanalis spinalis.Penekanan fragmen dapat dilihat
dengan pemeriksaan CT-scan.Karena fraktur ini bersifat stabii, maka hanya
diperlukan pemasangan kolar.Apabila terdapat penekanan pada sumsum, maka
perlu dilakukan dekompresi.
4. Fraktur badan vertebra komunitif (tear drop fracture)
Fraktur badan vertebra komunitif terjadi karena adanya kompresi aksial atau
kombinasi dengan fleksi.Korpus vertebra mengalami kerusakan dan dapat
menekan kanalis spinalis.Padafoto rontgen terlihat gambaran tipis adanya fraktur
pada bagian sudut anterior inferior yang merupakan fragmen tunggal (tear drop).
Pada foto lateral mungkin ditemukan adanya pergeseran ke posterior badan
vertebra. Perlu dilakukan pemeriksaan CT-scan untuk melihat adanya penekanan
pada sumsum tulang belakang.Apabila terjadi pergeseran, maka fraktur bersifat
tidak stabii.
5. Subluksasi
Subluksasi terjadi karena trauma fleksi.Tulang tetap intak tetapi ligamen
posterior robek. Vertebra bagian atas bergeser ke depan terhadap vertebra di
bawahnya, sehingga terdapat ruangan yang membuka ke daerah interspinosus di
bagian belakang. Pada foto rontgen ruangan diantara kedua vertebra
membesar.Fraktur ini bisa bersifat stabii atau tidak stabii.Fraktur yang bersifat
stabii cukup dengan pemasangan kolar selama 6 minggu. Apabila setelah 6
minggu tetap tidak stabii maka dianjurkan operas! dengan melakukan fusi pada
vertebra.
6. Dislokasi dan fraktur dislokasi antara C - 3 dan T -1
Dislokasi dan fraktur dislokasi antara C - 3 dan T -1 terjadi karena trauma rotasi
fleksi dimana faset persendian bergerak ke depan terhadap faset di bawahnya
(gambar 14.136). Biasanya satu atau dua persendian mengalami fraktur.Dapat
pula hanya berupa dislokasi yang murni.Pada penderita ini mungkin ditemukan
trauma pada sumsum tulang belakang. Terdapat pergeseran ke depan vertebra
atas terhadap vertebra di bawahnya. Pengobatan dengan reduksi traksi pada
tengkorak (10-15 kg), apabila tidak berhasil dapat dilakukan reposisi berupa
tindakan manipulasi di bawah pembiusan atau dengan operasi.
7 Dislokasi faset unilateral
Keadaan ini terjadi karena rotasi fleksi dimana terjadi dislokasi pada salah satu
faset vertebra.Pada pemeriksaan foto rontgen terlihat badan vertebra bergeser
kurang dari V2 lebarnya dan bagian atas vertebra sedikit mengalami rotasi
terhadap vertebra di bawahnya.Pada keadaaan ini biasanya tidak terjadi
kerusakan pada sumsum tulang.Reduksi dapat terjadi secara spontan apabila
dilakukan traksi.Traksi dilanjutkan selama 3 minggu dan dipasang kolar untuk 6
minggu.Apabila reduksi tidak berhasil maka dianjurkan reduksi secara operasi.
PADA DAERAH TORAKALTRAUMA VERTEBRA TORAKAL
Fraktur vertebra torakal biasanya disebabkan oleh karena trauma vertikal
melalui aksis longitudinal dari tulang belakang.Trauma ini terjadi oleh karena tertimpa
beban dari atas atau jatuh dari ketinggian. Secara normal tulang belakang berbentuk
fleksi sehingga trauma yang terjadi akan menyebabkan gerakan fleksi yang lebih hebat.
Kebanyakan trauma pada vertebra torakal adalah trauma hiperfleksi dan jarang oleh
karena hiperekstensi.
Mekanisme trauma Penyebab fraktur
1. Trauma vertikal sepanjang aksis longitudinal tulang belakang baik karena
trauma dari kepala atau dari bawah. Pada keadaan ini terjadi fraktur rekah
seperti pada trauma vertebra servikal.
2. Trauma hiperfleksi terjadi fraktur dengan kolaps satu atau dua vertebra di depan
dan berbentuk baji yang akan memberikan kifosis
3. Fleksi disertai dengan rotasi akan menghasilkan fraktur serta dislokasi sendi
intervertebra,dimana terjadi pergeseran vertebra di atas terhadap vertebra di
bawahnya
Klasifikasi
Seperti pada vertebra servikal perlu dibedakan antara fraktur vertebra torakal
yang stabil dan tidak stabil.Pada fraktur stabil maka ligamen posterior utuh, sedangkan
sebaliknya terjadi kerusakan pada ligamen posterior.
1. Fraktur prosesus transversus
Biasanya terjadi setelah suatu trauma langsung atau tertimpa benda berat.
Fraktur dapatmengenai hanya satu prosesus transversus atau lebih pada sisi yang
sama. Fraktur dapatdisertai kerusakan alat dalam seperti ginjal.
Pengobatan
Fraktur bersifat stabil sehingga cukup dengan terapi konservatif dengan
pemberian analgetikuntuk beberapa hari dan dilanjutkan dengan rehabilitasi.
2. Fraktur kompresi yang bersifat baji dari badan vertebra
Ditemukan trauma tulang belakang dengan keluhan nyeri pada daerah
tulang belakang, nyeritekan, pergerakan tulang belakang terbatas dan nyeri.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto rontgen posisi AP dan lateral serta pemeriksaan
CT-scan bila diperlukan.
Pengobatan
Fraktur ini biasanya bersifat stabil sehingga pengobatan secara
konservatif. Pada beberapapusat pengobatan dilakukan tindakan operatif
untuk stabilisasi tulang belakang yang bertujuanuntuk menghilangkan
nyeri dan segera dilakukan mobilisasi.
3. Fraktur rekah badan vertebra
Fraktur rekah badan vertebra merupakan salah satu jenis fraktur baji
dimana trauma terjadi dalam keadaan posisi tegak.Badan vertebra terpecah
dalam beberapa fragmen dan dapat terjadi tekanan pada sumsum tulang
belakang. Pemeriksaan radiologis dengan pemeriksaan standar posisi AP dan
lateral dan juga perlu dilakukan pemeriksaan CT-scan.
Pengobatan
Fraktur ini dianggap kurang stabil tetapi apabila tidak ada gejala
neurologis maka pengobatan secara konservatif.Apabila ada gejala neurologis
maka sebaiknya dilakukan dekompresi untuk menghilangkan tekanan.
4. Dislokasi dan fraktur dislokasi
Dislokasi dan fraktur dislokasi lebih jarang ditemukan dibandingkan
fraktur kompresi. Fraktur dislokasi lebih sering berupa vertebra sebelah atas
bergeser ke depan terhadap vertebra di bawahnya dan dapat terjadi apabila ada
fraktur pada prosesus artikularis atau ada dislokasi pada sendi faset. Ligamen
posterior selalu mengalami robekan (gambar 14.137) sehingga tulang belakang
tidak stabil dan dapat terjadi pergeseran lebih lanjut.Kebanyakan fraktur
dislokasi terjadi pada vertebra torakal bagian tengah atau pada daerah hubungan
antara vertebra torakal dan lumbal; biasanya disebabkan oleh kombinasi trauma
fleksi dan rotasi.Fraktur dislokasi hampir selalu disertai trauma pada sumsum
tulang belakang dan biasanya bersifat total.
Pengobatan
Biasanya penderita mengalami paraplegia, maka dapat dipilih pengobatan:
• Konservatif dengan melakukan perawatan paraplegia
• Operatif dengan melakukan fiksasi tulang untuk stabilisasi dan perawatan
FRAKTUR PADA IGA
Fraktur pada iga terjadi karena trauma langsung pada iga atau tertimpa benda
berat.Fraktur dapat pula terjadi karena batuk atau tertawa pada orang tua.Fraktur
biasanya terjadi pada daerah sudut iga dan jarang terjadi pergeseran vertebra. Apabila
terjadi pergeseran dapat menyebabkan robekan pleura atau paru-paru yang akan
menyebabkan hematotoraks atau hemopneumotoraks.
Gambaran klinis
Penderita merasa nyeri pada daerah toraks terutama'pada saat bernapas panjang
atau ada gerakan.Pada pemeriksaan ditemukan nyeri setempat.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis berguna untuk mengetahui adanya fraktur, banyaknya
iga yang terkena serta komplikasinya.
Pengobatan
Fraktur iga yang sederhana dapat diberikan analgetik dan biasanya sembuh
setelah 3 minggu.Dapat pula dipasang plester lebaryang melingkari dada untuk
mencegah gerakan yang berlebihan.Apabila ada komplikasi, maka pengobatan
disesuaikan dengan komplikasinya.
FRAKTUR STERNUM
Fraktur sternum dapat terjadi karena trauma langsung atau karena kompresi
vertikal daerah toraks yang terjadi bersamaan dengan vertebra torakal.Fraktur sternum
yang terjadi bersamaan dengan fraktur vertebra torakal lebih sering ditemukan daripada
fraktur akibat trauma langsung pada sternum.Lokasi fraktur sternum biasanya antara
batas manubrium sternum dan badan sternum dan jarang terjadi pergeseran.
Pengobatan
Setiap fraktur vertebra daerah torakal harus diperiksa secara teliti adanya fraktur
pada sternum.Pada fraktur sternum tidak diperlukan pengobatan khusus.
FRAKTUR VERTEBRA LUMBAL
Vertebra lumbal mempunyai mobilitas yang lebih besar dibandingkan vertebra
torakal.
Mekanisme trauma
Seperti pada fraktur vertebra torakal, fraktur pada vertebra lumbal dapat terjadi
karena traumaaksis longitudinal pada daerah kepala atau bokong.
Klasifikasi
Fraktur vertebra lumbal dapat dibagi dalam:
1. Fraktur prosesus transversus
Fraktur prosesus transversus dapat terjadi karena trauma langsung atau oleh
karena tarikan otot yang melekat pada prosesus transverus. Pada prosesus
transverus melekat otot yang kuat sehingga dapat terjadi avulsi bila terjadi fleksi
lateral yang dipaksakan pada daerah ini. Fraktur yang terjadi bersifat stabil,
sehingga pengobatan hanya menghilangkan nyeri dan dilanjutkan dengan
fisioterapi.
2. Fraktur kompresi yang bersifat baji dari badan vertebra (gambar 14.137)
3. Fraktur rekah badan vertebra
4. Dislokasi dan fraktur dislokasi
5. Trauma jack-knife
Jenis fraktur ini terjadi oleh karena trauma fleksi disertai dengan distraksi pada
vertebra lumbal. Jenis ini sering ditemukan pada trauma sabuk pengaman
dimana badan terdorong ke depan, sedang bagian lain terfiksasi. Ditemukan
adanya robekan pada ligamen longitudinal atau fraktur pada tulang sendiri.Jenis
ini disebut juga fraktur Chance (1948) dimana vertebra terbelah melalui
prosesus spinosus dan badan vertebra. Mekanisme trauma dan pengobatan
fraktur vertebra lumbal pada prinsipnya sama dengan fraktur vertebra torakal.
TRAUMA PADA SUMSUM DAN SARAF TULANG BELAKANG
Trauma pada sumsum dan saraf tulang belakang dapat berupa:
1. Neuropraksia (spinal syok)
2. Trauma akar saraf
3. Trauma sumsum tulang belakang
4. Trauma kaudaekuina
Trauma sumsum tulang belakang paling sering terjadi pada daerah torakal atau
pada daerah batas torakal dan lumbal, lebih jarang pada daerah servikal ataupun daerah
lumbal.
1. Konkusi sumsum tulang belakang (spinal syok, neuropraksia)
Penyebab konkusi biasanya karena adanya keregangan pada sumsum tulang
belakang disertai trauma fleksi.Gambaran Minis
• Hilangnya sensibilitas yang bersifat sementara (dalam beberapa menit
sampai 48 jam)
• Paralisis yang bersifat layu
• Ileus paralitik
• Kencing yang tertahan (retensi urin)
• Hilangnya refleks-refleks yang bersifat sementara
• Hilangnya refleks anus yang bersifat sementara
Paralisis motorik serta hilangnya sensibilitas dan paralisis alat-alat dalam
tergantung pada
ketinggian terjadinya trauma.
2. Trauma pada akar saraf
Trauma pada akar saraf dapat terjadi karena penekanan pada akar saraf atau
transeksi pada akar saraf, biasanya disebabkan oleh trauma dengan fleksi
lateral.Gejala gangguan sensoris dan motoris sesuai dengan distribusi segmental
dari saraf yang terkena.
3. Trauma pada sumsum tulang belakang
a. Transeksi tidak total
Penyebab transeksi tidak total biasanya karena trauma fleksi atau
ekstensi dimana terjadi pergeseran lamina di atap dan pinggir vertebra
yang mengalami fraktur di sebelah bawah. Selain itu dapat terjadi
perdarahan pada sumsum tulang yang disebut hematomieli.Gejala yang
penting adalah tetap adanya sensibilitas di bawah trauma (pinprick
perianal).Yang paling sering terjadi adalah sindroma sentral berupa
paralisis layu yang diikuti paralisis lower motor neuron anggota gerak
atas dan paralisis upper motor neuron (spastik) dari anggota gerak bawah
disertai kontrol kandung kencing dan sensibilitas peri-anal yang tetap
baik. Pada transeksi tidak total dapat terjadi pemulihan sensibilitas dan
motorik dalam beberapa minggu sampai 6 bulan (Tominaga, 1989).
b. Transeksi total
Pada transeksi total biasanya terjadi akibat suatu trauma yang
menyebabkan fraktur dislokasi yang disebabkan karena fleksi atau rotasi
dan akan menyebabkan hilangnya fungsi segmen di bawah trauma. Pada
transeksi total terjadi dua fase:
• Fase paralisis layu
Dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas yang
total dan melemah/ menghilangnya refleks alat dalam. Ini
merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
• Fase paralisis spastik
Setelah itu secara perlahan-lahan paralisis layu berubah menjadi
paralisis spastik. Tanda-tanda diagnostik lain dari transeksi yang
total:
• Pemulihan refleks dengan stimulasi yang ringan seperti refleks
penis dengan sensasi yang ringan akan terjadi ereksi, juga
terdapat refleks anal
• Tidak ada pemulihan sensibilitas dan kekuatan otot volunter di
bawah lesi
Adanya refleks penis dan refleks anal disertai dengan hilangnya
sensibilitas di bawah daerah trauma merupakan satu diagnostik untuk transeksi
yang total.
4. Trauma pada kauda ekuina
Trauma pada kauda ekuina biasanya disebabkan oleh fraktur dislokasi vertebra
lumbal danprotrusi diskus intervertebralis L5 dan S-1.
Gambaranklinis
• Sensoris
Hilangnya sensibilitas secara menetap pada kedua daerah bokong,
perineum dan anus.
• Motoris Paralisis layu dari otot di bawah lutut yang bersifat menetap.
• Refleks
Refleks Achilles menghilang dan refleks patela biasanya melemah
karena kelemahan pada otot hamstring.
• Kandung kemih
Kelainan pada kandung kemih dibagi dalam:
o Arefleks kandung kemih (syok spinal)
Stadium awal transeksi spinal yang bersifat total atau tidak
total dapat menyebabkan hilangnya refleks yang bersifat
sementara.
o Kandung kemih otomatis
Kandung kemih dikontrol oleh pusat S2 - S4. Lesi di atas
pusat akan menyebabkan kontrol serebral terputus, tetapi
pusat refleks spinal tetap baik. Setelah 13 bulan terjadifungsi
refleks secara otomatis dari kandung kemih pada saat berisi
dalam jumlah tertentu.
o Kandung kemih otonom
Bila terjadi lesi pada kauda ekuina atau di bawah pusat spinal
kandung kemih akan menyebabkan interupsi hubungan antara
kandung kemih dan pusat spinal. Pengosongan kandung
kemih secara periodik tergantung dari refleks lokal dinding
kandung kemih.Pada keadaan ini pengosongan dilakukan oleh
aksi otot-otot detrusor dan harus diawali dengan kompresi
secara manual pada dinding perut atau dengan meregangkan
perut.Pengosongan kandung kemih yang bersifat otomatik
seperti ini disebut kandung kemih otonom.Sfingter ani
mengalami relaksasi seperti pada syok spinal.
Frankel membagi trauma tulang belakang berdasarkan status neurologis yang
didapatkan, yang terdiri atas lima jenis, yaitu:
• Frankel A; kehilangan fungsi motorik dan sensorik
• Frankel B; ada fungsi sensorik, motorik tidak ada
• Frankel C; fungsi motorik ada tetapi tidak berfungsi
• Frankel D; fungsi motorik ada tetapi tidak sempurna
• Frankel E; fungsi sensorik dan motorik baik, hanya ada refleks abnormal
Penatalaksanaan Trauma Tulang Belakang dengan Kerusakan pada Sumsum
Tulang Belakang
1. Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal, terdiri atas:
• Apakah penderita sadar atau tidak sadar
• Gerakan yang tidak perlu sebaiknya dihindarkan, oleh karena akan
menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada sumsum.
• Perhatikan jalan nafas
• Pencatatan denyut nadi, tekanan darah dan pernapasan
• Lakukan penelitian umum terutama kemungkinan adanya perdarahan
interna
• Pemberian obat-obatan secara cepat misalnya cairan, analgetik seperti
pethidine tetapi obat ini tidak boleh diberikan pada penderita fraktur
servikal. Jangan memberikan analgesik dan sedativa pada penderita yang
tidak sadar
• Segera mengirim penderita ke unit trauma spinal (bila ada) .
• Perhatikan setiap pergeseran penderita, penderita harus tetap lurus
2. Pemeriksaan klinik secara teliti
• Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik dan
refleks
• Pemeriksaan nyeri lokal dan tekan serta kifosis yang menandakan adanya
fraktur dislokasi
• Keadaan umum penderita
3. Pengelolaan fraktur tulang belakang
• Resusitasi penderita
• Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi
• Perawatan kandung kemih dan usus
• Mencegah dekubitus
• Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabilitasi
lainnya
Pengelolaan fraktur vertebra servikal
• Traksi tulang kepala dan pemasangan kolar servikal sejak dini selama 6
minggu diikuti dengan pemasangan brace servikal atau plaster Minerva
selama 6 minggu
• Tindakan operas! dilakukan sesuai indikasi
Pengelolaan fraktur torakolumbal
• Konservatif dengan reduksi postural
• Terapi operatif apabilaada indikasi (gambar 14.139)
4. Pengelolaan penderita dengan paralisis
• Pengelolaan kandung kemih yang meliputi pemberian cairan yang cukup,
kateterisasi tetap atau intermiten, evakuasi kandung kemih dengan
kompresi suprapubik setelah 2 minggu.Juga perlu diberikan antibiotik
atau pembilasan kandung kemih.
• Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia atau enema
setiap hari atau setiap dua hari
• Pencatatan cairan yang masuk dan keluar
• Perawatan yang hati-hati dan teratur
• Pemberian nutrisi yang baik dengan diet protein tinggi, cairan secara
intravena, kalsium dan transfusi darah
• Cegah dekubitus (gambar 14.139)
• Fisioterapi untuk mencegah kontraktur dan pneumonia
5. Rehabilitasi penderita paraplegi
• Fisioterapi
• Terapi okupasi
• Terapi vokasional
• Rehabilitasi sosial
• Menjadi anggota asosiasi paraplegi
• Psikoterapi
• Perawatan untuk mempergunakan toilet
KomplikasiParaplegi/Tetraplegi
1. Kematian karena gangguan organ vital
2. Pneumonia hipostatik
3. Infeksi saluran kemih
4. Dekubitus
5. Kaku sendi
6. Spasme dan atrofi otot
7. Kecacatan permanent yang menyebabkan ketergantungan pada keluarga dan
masyarakat.
FRAKTUR PADA ANAK
BEBERAPA JENIS FRAKTUR KHUSUS PADA ANAK
FRAKTUR LEMPENG EPIFISIS
Lempeng epifisis merupakan suatu diskus tulang rawan yang terletak di antara
epifisis, dan metafisis (gambar 14.27).Fraktur lempeng epifisis merupakan 1/3 dari
seluruh fraktur pada anak-anak.
Pembuluh darah epifisis masuk di dalam permukaan epifisis dan apabila ada
kerusakan pembuluh darah maka akan terjadi gangguan pertumbuhan. Pembuluh darah
epifisis biasanya tidak mengalami kerusakan pada saat trauma tetapi pada epifisis femur
proksimal dan epifisis radius proksimal pembuluh darah berjalan sepanjang leher tulang
yang dimaksud dan melintang pada lempeng epifisis di perifer, sehingga pada kedua
tempat ini apabila terjadi pemisahan epifisis, juga akan menimbulkan kerusakan
vaskularisasi yang akan menimbulkan nekrosis avaskuler.
Anatomi, histologi dan fisiologi
Tulang rawan lempeng epifisis lebih lemah daripada tulang.Daerah yang paling
lemah dari lempeng epifisis adalah zona transformasi tulang rawan pada daerah
hipertrofi dimana biasanya terjadi garis fraktur.
Diagnosis
Secara klinis kita harus mencurigai adanya fraktur lempeng epifisis pada seorang
anak dengan fraktur pada tulang panjang di daerah ujung tulang pada dislokasi sendi
serta robekan ligamen.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan rontgen dengan dua
proyeksi dan membandingkannya dengan anggota gerak yang sehat.
Klasifikasi
Banyak klasifikasi fraktur lempeng epifisis antara lain menurut Salter-Harris
(gambar 14.28), klasifikasi menurut Salter-Harris yang paling mudah dan praktis serta
memenuhi syarat untuk terapi dan prognosis.
Klasifikasi menurut Salter-Harris merupakan klasifikasi yang dianut dan dibagi dalam
lima tipe:
• Tipe I
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada tulang, sel-
sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur ini terjadi
oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi baru lahir dan
pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan reduksi tertutup mudah
oleh karena masih ada perlekatan periosteum yang utuh dan intak.Prognosis
biasanya baik bila direposisi dengan cepat.
• Tipe II
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui sepanjang
lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk suatu
fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut tanda Thurston-
Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga masih melekat.
Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya terjadi karena trauma
shearing force dan membengkok dan umumnya terjadi pada anak-anak yang
lebih tua. Periosteum mengalami robekan pada daerah konveks tetapi tetap utuh
pada daerah konkaf.Pengobatan dengan reposisi secepatnya tidak begitu sulit
kecuali bila reposisi terlambat harus dilakukan tindakan operasi.Prognosis
biasanya baik, tergantung kerusakan pembuluh darah.
• Tipe III
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler.Garis fraktur
mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang garis
lempeng epifisis.Jenis fraktur ini bersifat intra-artikuler dan biasanya ditemukan
pada epifisis tibia distal.Oleh karena fraktur ini bersifat intra-artikuler dan
diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka dan
fiksasi interna dengan mempergunakan pin yang halus.
• Tipe IV
Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui permukaan
sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan berlanjut
pada sebagian metafisis.Jenis fraktur ini misalnya fraktur kondilus lateralis
humeri pada anak-anak.Pengobatan dengan operasi terbuka dan fiksasi interna
karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot.Prognosis jelek bila reduksi tidak
dilakukan dengan baik.
• Tipe V
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan pada
lempeng epifisis.Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan yaitu sendi
pergelangan kaki dan sendi lutut.Diagnosis sulit karena secara radiologik tidak
dapat dilihat.Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan sebagian atau
seluruh lempeng pertumbuhan.Gambar 14.30 menunjukkan beberapa gambaran
radiologik fraktur lempeng epifisis.
Penyembuhan
Setelah reduksi dari fraktur epifisis tipe I, II dan III akan terjadi osifikasi
endokondral pada daerah metafisis lempeng pertumbuhan dan dalam 23 minggu
osifikasi endokondral ini telah mengalami penyembuhan. Sedangkan tipe IV dan tipe V
mengalami penyembuhan seperti pada fraktur daerah tulang kanselosa.
Prognosis terhadap gangguan pertumbuhan
Delapan puluh lima persen trauma lempeng epifisis tidak mengalami gangguan
dalam pertumbuhan. Sisanya, 15% akan memberikan gangguan dalam pertumbuhan.
Ada beberapa faktor yang penting dalam perkiraan prognosis, yaitu:
1. Jenis fraktur, fraktur tipe I, II dan III mempunyai prognosis yang baik, fraktur
tipe IV prognosisnya tergantung dari tindakan pengobatan dan tipe V
prognosisnya jelek tergantung kerusakan awal lempeng epifisis
2. Umur waktu terjadinya trauma; apabila trauma terjadi pada umur yang lebih
muda maka prognosisnya lebih jelek dibanding bila terjadi pada umur yang lebih
tua
3. Vaskularisasi pada epifisis; apabila terjadi kerusakan vaskularisasi epifisis, maka
prognosisnya ebih jelek
4. Metode reduksi; reduksi yang dilakukan dengan tidak hati-hati akan
menimbulkan kerusakan yang lebih hebat pada lempeng epifisis
5. Jenis trauma; apakah trauma terbuka atau tertutup. Pada trauma terbuka
kemungkinan 1 infeksi dan akan menyebabkan fusi dini dari epifisis.
6. Waktu terjadinya trauma; hal ini penting karena penundaan tindakan
menyebabkan kes dalam reduksi dan gangguan pertumbuhan yang terjadi akan
lebih hebat.
FRAKTUR PADA ANAK SECARA REGIONAL
ANGGOTA GERAK ATAS
FRAKTUR KLAVIKULA
Klavikula merupakan tulang yang pertama kali mengalami osifikasi pada embrio
dan paling sering mengalami fraktur pada anak-anak.
Fraktur klavikula dapat terjadi karena trauma kelahiran atau karena trauma lain
seperti trauma rumah tangga, olahraga atau kecelakaan lalu lintas.
Mekanisme trauma
Trauma dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung pada posisi lengan
terputar/tertarik keluar (outstretched hand), dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan
tangan sampai klavikula.
Gambaran klinis
Biasanya penderita datang dengan keluhan jatuh dari tempat tidur atau trauma
lain dan menangis. Kadang kala penderita datang dengan pembengkakan pada daerah
klavikula yang terjadi beberapa hah setelah trauma. Hal ini terjadi setelah pembentukan
kalus
Pemeriksaan radiologis
Fraktur pada daerah klavikula pada bagian tengah merupakan bagian yang
paling sering mengalami fraktur green stick atau fraktur total (gambar 14.32). Mungkin
juga terjadi fraktur pada bagian medial klavikula yaitu pada daerah epifisis.
Pengobatan
Pada anak-anak fraktur klavikula tidak memerlukan tindakan khusus, cukup
dengan pemasangan mitela selama 23 minggu dan akan sembuh secara sempurna.
FRAKTUR SUPRAKONDILER HUMERI
Fraktur suprakondiler humeri (transkondiler) merupakan fraktur yang sangat
sering ditemukan pada anak-anak setelah fraktur antebraki.
Dikenal dua tipe fraktur suprakondiler humeri berdasarkan pergeseran fragmen distal,
yaitu:
A. Tipe posterior (tipe ekstensi)
Tipe ekstensi merupakan 99% dari seluruh jenis fraktur suprakondiler humeri.
Pada tipe ini fragmen distal bergeser ke arah posterior (gambar 14.36).
B. Tipe anterior (tipe fleksi)
Tipe anterior (tipe fleksi) hanya merupakan 1-2% dari seluruh fraktur
suprakondiler humeri.
Disini fragmen distal bergeser ke arah anterior (gambar 14.37).
Mekanisme trauma
Tipe ekstensi terjadi apabila trauma terjadi pada saat sendi siku dalam posisi
hiperekstensi atau sedikit fleksi serta pergelangan tangan dalam posisi dorso fleksi.
Sedangkan tipe fleksi terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung sendi siku
pada distal humeri.
Klasifikasi (gambar 14.38)
• Tipe I
Terdapat fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya berupa retak yang berupa
garis.
• Tipe II
Tidak ada pergeseran fragmen, hanya terjadi perubahan sudut antara humerus
dan kondilus lateralis (normal 40°). . ,
• Tipe III
Terdapat pergeseran fragmen tetapi korteks posterior masih utuh serta masih ada
kontak antarakeduafragmen. -:
• Tipe IV
Pergeseran kedua fragmen dan tidak ada kontak sama sekali.
A. Tipe ekstensi Pergeseran fragmen distal dapat bergerak ke arah:
1. Posterior
2. Lateral atau medial
3. Rotasi
Gambaran klinis
Biasanya penderita datang dengan trauma dan terdapat pembengkakan pada sendi siku.
Diagnosis
Pemeriksaan radiologis menentukan diagnosis fraktur pada daerah sendi siku.
Pengobatan
• Tipe I
Cukup dengan pemasangan mitela dan sembuh dalam 10 hari sampai 2 minggu.
• Tipe II
Perlu dilakukan reposisi tertutup (gambar 14.39) untuk mengembalikan posisi
humerus distal karena akan terdapat gangguan dalam pergerakan ekstensi dan
fleksi sendi siku dikemudian hari.
• Tipe III dan IV
Reposisi tertutup sebaiknya dengan mempergunakan image intensifier dan dapat
difiksasi dengan K-wire perkutaneus atau tanpa fiksasi dan dipasang gips.
Apabila tidak berhasil, maka dianjurkan tindakan operas! terbuka dengan
pemasangan K-wire, juga pada penderita yang datang setelah beberapa hari
terjadinya fraktur.
Pemasangan gips untuk imobilisasi selama 3-4 minggu dan kemudian
dipertahankan dengan mempergunakan mitela. Gerakan aktif dapat dimulai dengan
fleksi. Pada fraktur suprakondiler humerus yang disertai pembengkakan hebat dapat
dilakukan traksi Dunlop atau traksi skeletal untuk beberapa hari dan setelah
pembengkakan mereda dapat dicoba kembali dengan reposisi tertutup (gambar 1440).
B. Tipe fleksi
Pada tipe fleksi dimana fragmen distal berada di sebelah depan dilakukan
reposisi dan setelah itu diimobilisasi dalam keadaan ekstensi maksimal.
PULLED ELBOW
Pulled elbow adalah satu kelainan yang paling sering ditemukan pada anak-anak
terutama di bawah umur 4 tahun. Lebih sering pada anak laki-laki daripada anak
perempuan.
Mekanisme trauma
Biasanya disebabkan karena adanya traksi longitudinal yang mendadak sewaktu
sendi siku dalam posisi ekstensi dan lengan bawah dalam keadaan pronasi.
Diagnosis
Segera setelah terjadi trauma, anak merasa nyeri pada daerah sendi siku.
Mungkin terdengar adanya bunyi klik. Terdapat nyeri tekan pada daerah radius
proksimal. Pemeriksaan radiologist biasanya normal saja.
Pengobatan
Biasanya terjadi reduksi spontan terutama pada waktu pengambilan foto rontgen.
Apabila masih terdapat subluksasi, dapat dilakukan reposisi dengan atau tanpa
pembiusan. Kemudian dapat dilakukan mobilisasi dengan mitela selama satu minggu.
FRAKTUR 1/3 PROKSIMAL ULNA (FRAKTUR MONTEGGIA)
Fraktur 1/3 proksimal ulna disertai dengan dislokasi radius proksimal disebut
sebagai fraktur Monteggia. Pertama kali dilaporkan oleh Giovanni Battista Monteggia
(1814). Ditemukan lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa (2:1).
Fraktur dapat bersifat terbuka atau tertutup. Biasanya ditemukan pada umur
termuda 4 tahun, laki-laki 5 kali lebih sering daripada perempuan.
Mekanisme trauma
Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung atau terjadi karena hiperpronasi
dengan tangan dalam keadaan out-stretched.
Klasifikasi
Klasifikasi menurut Bado (1962) dibagi dalam 4 tipe (gambar 14.52):
• Tipe I; dislokasi kaput radius ke depan disertai angulasi ulna ke arah yang sama.
Insidensnya sebanyak 60-65% (tipe ekstensi).
• Tipe II; dislokasi kaput radius ke belakang disertai angulasi ulna ke arah yang
sama, insidensnya sebanyak 15% (tipe fleksi)
• Tipe III; dislokasi ke samping kaput radius disertai angulasi ulna ke arah yang
sama, dengan fraktur ulna tepat distal prosesus koronoid, insidensnya sebanyak
20%
• Tipe IV; dislokasi kaput radius ke depan disertai angulasi ulna ke arah yang
sama dengan tipe I, bersama-sama fraktur radius di sebelah distal tuberositas
bisipitalis. Insidens fraktur Monteggia tipe IV ini sebanyak 5%.
Gambaran klinis
Penderita biasanya mengeluh nyeri dan bengkak pada lengan bawah dan datang
dengan tangan dalam posisi fleksi dan pronasi. Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk
memastikan diagnosis (gambar 14.53).
Pengobatan
Pada fraktur terbuka sebaiknya segera dilakukan tindakan operas! disertai
dengan fiksasi ulna. Pengobatan fraktur tertutup pada anak-anak dicoba dengan reposisi
tertutup karena angka keberhasilannya sebesar 50%. Pada orang dewasa semua jenis
fraktur Monteggia harus segera dilakukan operasi terbuka dengan fiksasi interna yang
rigid karena fraktur ini adalah suatu fraktur vans iuga mengenai sendi siku dan oerlu
dilakukan mobilisasi.
FRAKTUR RADIUS, ULNA DISTAL DAN FRAKTUR EPIFISIS
Fraktur radius dan ulna distal dan fraktur epifisis merupakan fraktur yang sering
ditemukan pada anak-anak di daerah lengan bawah (82%). Hal ini disebabkan karena
daerah metafisis pada anak-anak relatif masih lemah.
Klasifikasi
Klasifikasi terdiri atas :
1. Fraktur epifisis
2. Frakturtorus
3. Fraktur green-stick
4. Fraktur total
5. Fraktur Galeazzi
Mekanisme trauma
Terjadi pada saat tangan dalam keadaan out stretched dimana pergelangan
tangan dalam keadaan hiperekstensi.
Gambaran klinis
Terdapat trauma dengan mekanisme seperti di atas dengan pembengkakan dan
nyeri tekan
disekitar pergelangan tangan.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan rontgen dapat ditentukan jenis-jenis fraktur.
1. Fraktur epifisis
Fraktur epifisis radius distal paling sering ditemukan terutama pada anak umur
6-12 tahun.
Pada umumnya adalah tipe I atau II (Salter-Harris) dan sangat jarang ditemukan
tipe III dan tipe IV (Salter-Harris). Fraktur epifisis ulna jarang ditemukan.
Pengobatan
Reposisi tertutup sangat mudah dilakukan dan diimobilisasi dengan gips sirkuler
di bawah siku selama 3 minggu. Operasi dilakukan apabila fraktur sudah terjadi
beberapa hari dan terdapat pergeseran yang hebat.
2. Frakturtorus
Fraktur torus disebut juga fraktur buckle terjadi pada korteks di daerah metafisis
23 cm di atas lempeng epifisis.
Pengobatan
Pemasangan gips sirkuler di bawah siku selama 3 minggu.
3. Fraktur green stick
Fraktur green stick terjadi apabila ada robekan periosteum dan korteks pada
daerah konveks dari deformitas (gambar 14.25). Fraktur dapat mengenai salah
satu tulang baik radius atau ulna saja, tetapi kebanyakan pada kedua tulang.
Mekanisme trauma
Terjadi karena kompresi longitudinal dan torsional. Ada dua jenis fraktur green
stick, yaitu:
a. Angulasi volar, lebih sering ditemukan
b. Angulasike dorsal, lebihjarang ditemukan
Pengobatan
Tidak semua fraktur green stick perlu dilakukan reduksi tertutup terutama bagian
distal dekat sendi. Pada umumnya angulasi kurang 20° pada umur 10-12 tahun
tidak memerlukan reduksi dan hanya pemasangan gips di atas siku dengan posisi
pronasi selama 3-4 minggu, karena dapat terjadi koreksi angulasi secara spontan.
4. Fraktur total
Fraktur total pada radius dan ulna biasanya saling menyamping dan sulit untuk
mempertahankannya sehingga dilakukan reposisi.
Pengobatan
Tetap dilakukan usaha untuk reposisi tertutup dan apabila gagal maka dilakukan
reposisi terbuka dengan fiksasi interna serta diperkuat dengan gips sirkuler
selama 4 minggu tergantung umur penderita. Fraktur terbuka radius atau ulna
sering ditemukan dan dapat menyebabkan salah satu tulang proksimal menonjol.
Pada keadaan ini fraktur harus dirawat seperti suatu fraktur terbuka dan disertai
dengan debridemen yang baik dan dipertahankan dengan fiksasi interna.
Komplikasi
a. Infeksi
b. Kontraktur iskemik Volkmann
c. Lempeng pertumbuhan yang berhenti
d. Malunion
e. Refraktur
5. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi adalah fraktur radius pada 1/3 distal dan dislokasi sendi radio-
ulnar distal (gambar 14.56). Fraktur Galeazzi lebih jarang ditemukan daripada
fraktur Monteggia. Kebanyakan ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada
anak-anak.
Gambaran klinis
Terdapat gejala fraktur dan dislokasi pada daerah distal lengan bawah.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan rontgen diagnosis dapat ditegakkan.
Pengobatan
Fraktur bersifat tidak stabil dan terdapat dislokasi sehingga sebaiknya dilakukan operas!
dengan fiksasi interna.
FRAKTUR PADA ANAK SECARA REGIONAL
ANGGOTA GERAK BAWAH
FRAKTUR DIAFISIS FEMUR
Fraktur diafisis femur sering ditemukan pada anak-anak dan harus dianggap
sebagai suatu fraktur yang dapat menimbulkan perdarahan dan syok (gambar 14.58).
Mekanisme trauma
Fraktur terjadi karena suatu trauma hebat dan lokalisasi yang paling sering
adalah pada 1/3 tengah diafisis femur.
Klasifikasi
Fraktur femur dibagi dalam:
• Subtrokanterik
• Adduksi
• Abduksi
• Klasik
Posisi fraktur terjadi karena tarikan dan lokalisasi fraktur. Pada fraktur femur 1/3
proksimal, fragmen proksimal tertarik dalam posisi fleksi karena tarikan muskulus
iliopsoas, abduksi oleh muskulus gluteus medius dan minimus serta rotasi eksterna oleh
otot rotator pendek dan gluteus maksimus. Fraktur dapat bersifat oblik, transversal dan
jarang bersifat komunitif.
Gambaran klinis
Penderita biasanya datang dengan gejala trauma hebat disertai pembengkakan
pada daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan tungkai. Terdapat deformitas,
pemendekan anggota gerak dan krepitasi. Pemeriksaan harus dilakukan secara hati-hati
agar tidak menambah perdarahan.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan rontgen menentukan tipe dan lokalisasi fraktur.
Pengobatan
Prinsip pengobatan adalah:
1. Konservatif
• Anak umur 0-2 tahun; traksi kulit menurut Bryant (Callow)
• Anak umur 2 tahun keatas; traksi kulit menurut Hamilton-Russel
• Anak yang lebih besar dapat dilakukan traksi tulang melalui kondilus
femur dengan menggunakan bidai dari Thomas dan penyangga Pearson
• Spika panggul; dilakukan setelah reposisi dan imobilisasi dengan gips
2. Terapi operatif
Terapi operatif dilakukan dengan mempergunakan K-nail atau plate yang kecil
terutama pada anak yang iebih besar dengan indikasi tertentu.
FRAKTUR EMINENSIA INTERKONDILER TIBIA
Eminensia interkondiler (tibial spine) berada di antara kedua faset lateral dan
medial pada permukaan atas tibia. Fraktur eminensia interkondiler tibia sering terjadi
pada anak umur 8-13 tahun dan tidak pernah ditemukan di bawah umur 7 tahun. Fraktur
ini terjadi karena avulsi ligamen krusiatum baik posterior atau anterior.
Mekanisme trauma
Fraktur eminensia interkondiler tibia terjadi karena lutut dalam posisi fleksi dan
trauma dari depan mendorong femur ke belakang dimana tibia dalam keadaan terfiksasi
yang akan menyebabkan avulsi bagian depan. Fraktur biasanya terjadi pada anak yang
sedang mengendarai sepeda dan jatuh dalam keadaan lutut fleksi, sedangkan avulsi
bagian posterior lebih jarang ditemukan.
Klasifikasi (Meyers dan McKeever)
• Tipe I
Pada tipe I terjadi avulsi dengan sedikit pergeseran dimana eminensia hanya
mengalami elevasi ringan.
• Tipe II Pada tipe II terjadi avulsi dengan elevasi pada dasarnya 1/3 bagian
depan.
• Tipe III
Pada tipe III terjadi avulsi dengan elevasi total yang dapat terjadi dalam 2
bentuk, yaitu:
Lepas tanpa terbalik
Lepas dengan posisi terbalik sehingga tidak dapat mengalami
penyembuhan
Gambaran klinis
Didapatkan trauma pada lutut disertai hemartrosis yang terjadi secara cepat.
Lutut dalam keadaan fleksi 1030° dan nyeri apabila dilakukan ekstensi. Terdapat
gangguan pergerakan sendi lutut serta spasme otot sekitar sendi lutut.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis akan memberikan gambaran tentang jenis fraktur.
Pengobatan
Pada tipe I dan tipe II diimobilisasi dengan silinder gips dalam keadaan lutut
fleksi 2030°, dimana pada posisi ini terjadi relaksasi ligamen krusiatum anterior. Pada
tipe III dilakukan operas! dan fragmen yang terlepas difiksasi dengan jahitan yang dapat
diresorpsi dan bukan dengan mempergunakan screw atau alat fiksasi lain.
FRAKTUR APOFISIS TUBERKEL TIBIA
Fraktur ini sering ditemukan pada anak-anak umur 14-16 tahun. Apofisis tibia
terletak pada pertengahan daerah tendo ekspansi otot kuadrisep. Tuberkel tibia
dilindungi oleh ligamen ini sehingga jarang terjadi avulsi yang total.
Klasifikasi (Watson-Jones)
Tipe I
Pada tipe I tuberkel terangkat tetapi tetap melekat pada bagian proksimal.
Tipe II
Pada tipe II tuberkel yang kecil terangkat bersama-sama dengan ligamen.
Tipe III
Pada tipe III tuberkel yang besar terangkat mulai dari distal sampai proksimal
dalam sendi.
Pengobatan
Tipe I dengan pemasangan gips silinder dengan lutut dalam keadaan ekstensi. Tipe II
dan III sebaiknya dilakukan operasi dengan fiksasi bagian fragmen menggunakan pin
atau screw kecil.
FRAKTUR EPIFISIS TIBIA DISTAL
Fraktur epifisis tibia distal sering ditemukan dan insidensnya 11% dari seluruh
fraktur epifisis pada anak-anak. Fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dengan perbandingan 41 dan terutama pada umur 11-15 tahun.
Klasifikasi dan Mekanisme Trauma
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu sebesar
48%. Trauma ini akan menimbulkan fraktur epifisis tipe II (Salter-Harris),
biasanya disertai dengan fraktur diafisis fibula distal.
2. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna merupakan jenis kedua yang sering ditemukan, yaitu
sebanyak 23%. Terdapat pemindahan ke posterior dari seluruh epifisis tibia
distal disertai fragmen metafisis tibia (tipe II Salter-Harris). Fraktur ini juga
disebut triplane fracture.
3. Trauma adduksi
Trauma adduksi ditemukan sebesar 14,5%. Trauma ini merupakan tipe III
(Salter-Harris) dan disebut juga fraktur Tillaux.
4. Trauma plantar fleksi
Trauma plantar fleksi ditemukan sebanyak 12,5%. Terjadi pemindahan seluruh
epifisis tibia ke arah posterior tanpa adanya fraktur fibula.
5. Trauma kompresi aksial
Trauma kompresi aksial merupakan jenis yang paling jarang ditemukan, yaitu
sebanyak 9%.
Trauma kompresi aksial biasanya terjadi karena trauma langsung epifisis tibia
distal dan fragmen tulang dapat bergeser ke depan atau ke belakang. Mungkin
juga disertai dengan fraktur intra-artikuler melalui bagian tengah epifisis.
Pengobatan
Pengobatan definitif harus dilakukan sesegera mungkin dan dapat dilakukan
dengan 2 cara:
1. Pengobatan konservatif dengan reduksi tertutup disertai pemakaian gips sirkuler
2. Tindakan operatif dilakukan pada tipe III (Salter-Harris) atau terapi konservatif
yang tidak berhasil atau mereka yang datang terlambat
FRAKTUR EPIFISIS FIBULA DISTAL
Dapat terjadi fraktur fibula sendiri atau bersama-sama dengan fraktur tibia
epifisis. Sering ditemukan pada anak umur 8-15 tahun dan biasanya terjadi karena
trauma tidak langsung. Jenis fraktur yang dapat terjadi adalah tipe II atau tipe IV
(Salter-Harris).
Pengobatan
Pengobatan berupa pemasangan gips sirkuler di bawah lutut.
PRINSIP DAN METODE PENGOBATAN FRAKTUR
PRINSIP - PRINSIP PENGOBATAN FRAKTUR
PENATALAKSANAAN AWAL
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan
• Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan
jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur
pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi
nyeri sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat perdarahan dapat
dilakukan pertolongan seperti dikemukakan sebelumnya.
• Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perfu dilakukan penilaian klinis, apakah
luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada
trauma alat-alat dalam yang lain.
• Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri
berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.
PRINSIP UMUM PENGOBATAN FRAKTUR
Ada enam prinsip umum pengobatan fraktur:
1. Jangan membuat keadaan lebih jelek
Beberapa komplikasi fraktur terjadi akibat trauma yang antara lain disebabkan
karena pengobatan yang diberikan yang disebut sebagai iatrogenik. Hal ini perlu
diperhatikan oleh karena banyak kasus terjadi akibat penanganan dokter yang
menimbulkan komplikasi atau memperburuk keadaan fraktur yang ada sehingga
merupakan kasus malpraktek yang dapat menjadi kasus di pengadilan. Beberapa
komplikasi yang bersifat iatrogenik, dapat dihindarkan apabila kita dapat
mencegahnya dengan melakukan tindakan yang memadai seperti mencegah
kerusakan jaringan lunak pada saat transportasi penderita, serta luka terbuka
dengan perawatan yang tepat.
2. Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat
Dengan melakukan diagnosis yang tepat pada fraktur, kita dapat menentukan
prognosis trauma yang dialami sehingga dapat dipilih metode pengobatan yang
tepat. Faktor-faktor yang penting dalam penyembuhan fraktur yaitu umur
penderita, lokalisasi dan konfigurasi, pergeseran awal serta vaskularisasi dari
fragmen fraktur. Perlu ditetapkan apakah fraktur ini memerlukan reduksi dan
apabila perlu apakah bersifat tertutup atau terbuka.
3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus
• Menghilangkan nyeri
Nyeri timbul karena trauma pada jaringan lunak termasuk periosteum
dan endosteum. Nyeri bertambah bila ada gerakan pada daerah fraktur
disertai spasme otot serta pembengkakan yang progresif dalam ruang
yang tertutup. Nyeri dapat diatasi dengan imobilisasi fraktur dan
pemberian analgetik.
• Memperoleh posisi yang baik dari fragmen
Beberapa fraktur tanpa pergeseran fragmen tulang atau dengan
pergeseran yang sedikit saja sehingga tidak diperlukan reduksi. Reduksi
tidak perlu akurat secara radiologik oleh karena kita mengobati penderita
dan tidak mengobati gambaran radiologik.
• Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
Umumnya fraktur yang telah ditangani, dalam waktu singkat dapat
terjadi proses penyembuhan. Pada fraktur tertentu, bila terjadi kerusakan
yang hebat pada periosteum/jaringan lunak sekitarnya, kemungkinan
diperlukan usaha agar terjadi union misalnya dengan bone graft.
• Mengembalikan fungsi secara optimal
Penyembuhan fraktur dengan imobilisasi harus dipikirkan pencegahan
atrofi pada anggota gerak, sehingga perlu diberikan latihan yang bersifat
aktif dinamik (isotonik). Dengan latihan dapat pula dipertahankan
kekuatan otot serta sirkulasi darah.
4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami
Jaringan muskuloskeletal bereaksi terhadap suatu fraktur sesuai dengan hukum
alami yang telah diterangkan sebelumnya.
5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang realistik
dan praktis.
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual Setiap fraktur
memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu dengan
mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi dan perlu
pula dipertimbangkan keadaan sosial ekonomi penderita secara individual.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat (4R), yaitu:
1. Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan:
• Lokalisasi fraktur
• Bentuk fraktur
• Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
• Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang
baik adalah:
• alignment yang sempurna
• aposisi yang sempurna
Fraktur seperti fraktur klavikula, iga dan fraktur impaksi dari humerus
tidak memerlukan reduksi. Angulasi <5° pada tulang panjang anggota
gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10° pada humerus
dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-
riding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak
dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur
3. Retention; imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
METODE-METODE PENGOBATAN FRAKTUR
FRAKTUR TERTUTUP
Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam:
1. Konservatif
2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire
3. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
4. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis
KONSERVATIF
Terdiri atas:
1. Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengan
cara memberikan sling(mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah (gambar 144).
Indikasi
Terutama diindikasikan pada fraktur-fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang
stabil, falangs dan metakarpal atau fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain
yaitu fraktur kompresi tulang belakang, impaksi fraktur pada humerus proksimal
serta fraktur yang sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai
konsolidasi radiologik.
2. Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)
Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan sedikit
imobilisasi, biasanya mempergunakan plaster of Paris (gips) atau dengan
bermacam-macam bidai dari plastik atau metal.
Indikasi
Digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna, mempergunakan
gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi, dilakukan baik dengan
pembiusan umum ataupun lokal. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan
terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama
pada teknik ini (gambar 14.5).
Indikasi
Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama
Imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur
Diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan diharapkan dapat
direduksi dengan cara tertutup dan dapat dipertahankan. Fraktur yang
tidak stabil atau bersifat komunitif akan bergerak di dalam gips sehingga
diperlukan pemeriksaan radiologis yang berulang-ulang. Imobilisasi
untuk mencegah fraktur patologis Sebagai alat bantu tambahan pada
fiksasi interna yang kurang kuat
4. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
Reduksi tertutup padafraktur yang diikuti dengan traksi berlanjut dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
5. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown
Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment.
Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.
Indikasi
• Bilamana reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak
memungkinkan serta untuk mencegah tindakan operatif misalnya pada
fraktur batang femur, fraktur vertebra servikalis
• Bilamana terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang
tungkai bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, over-
riding dan rotasi yang dapat menimbulkan malunion, nonunion atau
delayed union
• Bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral atau
komunitif pada tulang panjang
• Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil
• Fraktur femur pada anak-anak (traksi Bryant = traksi Gallow)
• Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan
pergeseran yang hebat serta tidak stabil, misalnya pada fraktur
suprakondiler humerus
• Jarang pada fraktur metakarpal
• Sekali-kali pada fraktur Colles atau fraktur pada orang tua dimana
reduksi tertutup dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan
Ada empat metode traksi kontinu yang digunakan:
a. Traksi kulit
Traksi kulit dengan mempergunakan leukoplas yang melekat pada kulit disertai
dengan pemakaian bidai Thomas atau bidai Brown Bohler. Traksi menurut
Bryant (Gallow) pada anak-anak di bawah 2 tahun dengan berat badan kurang
dari 10 kg. Traksi juga dapat dilakukan pada fraktur suprakondiler humeri
menurut Dunlop.
b. Traksi menetap
Traksi menetap juga mempergunakan leukoplas yang melekat pada bidai
Thomas atau bidai Brown Bohler yang difiksasi pada salah satu bagian dari bidai
Thomas. Biasanya dilakukan pada fraktur femur yang tidak bergeser.
c. Traksi tulang
Traksi tulang dengan kawat Kirschner (K-wire) dan pin Steinmann yang
dimasukkan ke dalam tulang dan juga dilakukan traksi dengan mempergunakan
berat beban dengan bantuan bidai Thomas dan bidai Brown Bohler. Tempat
untuk memasukan pin, yaitu pada bagian proksimal tibia di bawah tuberositas
tibia, bagian distal tibia, trokanter mayor, bagian distal femur pada kondilus
femur, kalkaneus (jarang dilakukan), prosesus olekranon (gambar 1440), bagian
distal metakarpal dan tengkorak.
d. Traksi berimbang dan traksi sliding
Traksi berimbang dan traksi sliding terutama dipergunakan pada fraktur femur,
mempergunakan traksi skeletal dengan beberapa katrol dan bantalan khusus,
biasanya dipergunakan bidai Thomas dan Pearson attachment (gambar 14.6E).
Komplikasi dari traksi kontinu yaitu:
• Penyakit trombo-emboli
• Infeksi kulit superfisial dan reaksi alergi :
• Leukoplas yang mengalami robekan sehingga fraktur mengalami
pergeseran
• Infeksi tulang akibat pemasangan pin
• Terjadi distraksi diantara kedua fragmen fraktur
• Dekubitus pada daerah tekanan bidai Thomas, misalnya pada tuberositas
isiadikus
REDUKSI TERTUTUP DENGAN FIKSASI EKSTERNA ATAU FIKSASI
PERKUTANEUS DENGAN K-WIRE
Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, maka
reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutaneus misalnya pada
fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak atau pada fraktur Colles. Juga dapat
dilakukan pada fraktur leher femur dan pertrokanter dengan memasukkan batang metal,
serta pada fraktur batang femur dengan teknik tertutup dan hanya membuat lubang kecil
pada daerah proksimal femur. Teknik ini biasanya memerlukan bantuan alat rontgen
image intensifier (Garm).
REDUKSI TERBUKA DENGAN FIKSASI INTERNAATAU FIKSASI
EKSTERNA TULANG
Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan oleh ahli bedah
serta pembantunya yang berpengalaman dalam ruangan yang aseptik. Operasi harus
dilakukan secepatnya (dalam satu minggu) kecuali bila ada halangan. Alat-alat yang
dipergunakan dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat Kirschner, screw, screw dan
plate, pin Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin Trephine (pin Smith
Peterson), plate dan screw Smith Peterson, pin plate teleskopik, pin Jewett dan protesis
(gambar 14.7).
Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula digunakan
berupa bone graft baik autograft/alograft, untuk mengisi defek tulang atau pada fraktur
yang nonunion. Operasi dilakukan dengan cara membuka daerah fraktur dan fragmen
direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung. Saat ini teknik operasi pada tulang
dikembangkan oleh grup ASIF (metode AO) yang dilakukan di Swiss dengan
menggunakan peralatan yang secara biomekanik telah diteliti.
Prinsip operasi teknik AO berupa reduksi akurat, reduksi rigid dan mobilisasi
dini yang akan memberikan hasil fungsional yang maksimal. a. Reduksi terbuka dengan
fiksasi interna
Indikasi
• Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus, olekranon, patela
• Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius dan ulna
disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil
• Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen
• Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur
• Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan
reduksi tertutup misalnya fraktur Monteggia dan fraktur Bennett
• Fraktur terbuka
• Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan
mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orang tua
• Eksisi fragmen yang kecil
• Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskuler
misalnya fraktur leher femur pada orangtua
• Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri
• Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV (Salter-Harris) pada anak-anak
• Fraktur multipel misalnya fraktur pada tungkai atas dan bawah
• Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur vertebra tulang
belakang yang disertai paraplegia
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna
Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dengan mempergunakan
kanselosa screw dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna
dengan jenis-jenis lain misalnya menurut AO atau inovasi sendiri dengan
mempergunakan screw Schanz (gambar 14.8).
Indikasi
• Fraktur terbuka grade II dan grade III
• Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat
• Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis
• Fraktur yang miskin jaringan ikat
• Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes mellitus
Komplikasi reduksi terbuka:
• Infeksi (osteomielitis)
• Kerusakan pembuluh darah dan saraf
• Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal
• Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union atau nonunion
• Emboli lemak
EKSISI FRAGMEN TULANG DAN PENGGANTIAN DENGAN PROTESIS
Pada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi nekrosis
avaskuler dari fragmen atau nonunion, oleh karena itu dilakukan pemasangan protesis
yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian yang nekrosis.
Sebagai bahan tambahan sering dipergunakan metilmetakrilat.
FRAKTUR TERBUKA
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul
komplikasi berupa infeksi.
Luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit
(from within) atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma
langsung (from without) (gambar 14.9).
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga
diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa
hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi
yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang,
stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian
antibiotik yang adekuat.
KLASIFIKASI
Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990).
• Tipe I
Luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari
fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan
jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak.
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, transversal, oblik pendek atau
sedikit komunitif.
• Tipe II
Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau
avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit
kontaminasi dari fraktur.
• Tipe III
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan
struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya
disebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe III dibagi lagi
dalam tiga subtipe:
o Tipe III a
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat
laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental atau
komunitif yang hebat.
o Tipe III b
Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan
jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang terbuka,
kontaminasi yang hebat serta fraktur komunitif yang hebat.
o Tipe III c
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan
perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.
PENANGGULANGAN FRAKTUR TERBUKA
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka:
1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi
4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur
7 Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
TAHAP - TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA
1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCI fisiologis
secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-fragmen yang lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau reduksi
terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III sebaiknya
difiksasi dengan fiksasi eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak dilakukan
apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness
skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan
serum pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari
tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary
closure. Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan
yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesudah tindakan operasi.
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia).
KOMPLIKASI FRAKTUR TERBUKA
1. Perdarahan, syok septik sampai kematian
2. Septikemia, toksemia oleh karena infeksi piogenik
3. Tetanus
4. Gangren
5. Perdarahan sekunder
6. Osteomielitis kronik
7 Delayed union
8. Nonunion dan malunion
9. Kekakuan sendi
10. Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama
PERAWATAN LANJUT DAN REHABILITASI FRAKTUR
Ada lima tujuan pengobatan fraktur:
1. Menghilangkan nyeri
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur
3. Mengharapkan dan mengusahakan union
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi otot
dan sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan sendi, mencegah
terjadinya komplikasi seperti dekubitus, trombosis vena, infeksi saluran kencing
serta pembentukan batu ginjal.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan tujuan akhir pengobatan
fraktur. Sejak awal penderita harus dituntun secara psikologis untuk membantu
penyembuhan dan pemberian fisioterapi untuk memperkuat otot-otot serta
gerakan sendi baik secara isometrik (latihan aktif statik) pada setiap otot yang
berada pada lingkup fraktur serta isotonik yaitu latihan aktif dinamik pada otot-
otot tungkai dan punggung. Diperlukan pula terapi okupasi.
KOMPLIKASI FRAKTUR
Komplikasi fraktur dapat terjadi secara spontan, karena iatrogenik atau oleh
karena tindakan pengobatan. Komplikasi umumnya akibat tiga faktor utama, yaitu
penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi. Komplikasi oleh akibat tindakan
pengobatan (iatrogenik) umumnya dapat dicegah.
KOMPLIKASI FRAKTUR TERHADAP ORGAN
1. Komplikasi pada kulit
• Lesi akibat penekanan
• Ulserasi akibat dekubitus
• Ulserasi akibat pemasangan gips
2. Komplikasi pada pembuluh darah
• Ulserasi akibat pemasangan gips
• Lesi akibat traksi dan penekanan
• Iskemik Volkmann
• Gangren
3. Komplikasi pada saraf
• Lesi akibat traksi dan penekanan
4. Komplikasi pada sendi
• Infeksi (artritis septik) akibat operasi terbuka pada trauma tertutup
5. Komplikasi padatulang
• Infeksi akibat operas! terbuka pada trauma tertutup (osteomielitis)
• Komplikasi pada lempeng epifisis dan epifisis pada fraktur anak-anak
PENGENALAN DAN PENANGANAN AKIBAT KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang akan dibicarakan di bawah ini adalah semata-mata
disebabkan oleh trauma (akibat cedera awal) atau karena iatrogenik akibat pengobatan
fraktur yang tidak sesuai.
Penanganan trauma dilakukan secara hati-hati dan tekun dengan memperhatikan
adanya fraktur atau komplikasi yang menyertai. Harus diperhatikan keluhan penderita,
pemeriksaan klinik secara kontinu, menilai hasil laboratorium yang ditemukan dan bila
perlu dilakukan juga pemeriksaan khusus.
KOMPLIKASI MENURUT WAKTU DISESUAIKAN DENGAN LOKALISASI
A. KOMPLIKASI SEGERA
Komplikasi Lokal
1. Komplikasi padakulit
Kulit dapat mengalami aberasi (friction burn) yang disertai partikel atau
benda asing kotor dan masuk sampai ke dermis. Bila terjadi aberasi
seperti ini harus dibersihkan secara menyeluruh untuk mencegah
terjadinya kerusakan yang menyebabkan timbulnya pigmentasi residual
pada proses re-epitelisasi.
Pembengkakan yang luas akibat fraktur anggota gerak dapat menarik
kulit sehingga sirkulasi ke superfisial lebih banyak dan menimbulkan
lepuh.
Selama pengobatan fraktur, kulit secara konstan ditekan antara
permukaan sisi luar dan tulang yang menonjol. Penderita tirah baring
lama yang tidak dibalik secara teratur dapat menderita ulkus dekubitus,
khususnya pada sakrum dan tumit. Selain itu penekanan lokal dengan
plaster of Paris pada kulit dapat menyebabkan ulkus gips. Komplikasi
iatrogenik ini dapat diatasi dengan melakukan skin grafting.
2. Komplikasi vaskuler
a. Komplikasi arterial (trauma pada arteri besar)
Pembuluh darah kecil dapat robek pada saat terjadi fraktur, tetapi
hal ini jarang terjadi pada pembuluh darah besar. Walaupun
begitu komplikasi akibat trauma dapat menyebabkan sekuele
berupa oklusi arteri yang persisten. Arteri besar mudah rusak oleh
trauma yang disertai fraktur dan dislokasi.
Trauma arteri
• Terputusnya arteri
Suatu arteri besar dapat terputus secara total atau tidak total oleh fragmen
fraktur yang tajam dari dalam, terjadi secara tiba-tiba atau oleh benda
yang menyebabkan penetrasi di dalam jaringan yang berasal dari luar.
Robekan arteri yang total biasanya beretraksi dan menghentikan
perdarahan secara spontan, sedangkan robekan yang tidak total
cenderung menyebabkan perdarahan, sehingga ditemukan hematoma
lokal dan iskemik. Robekan arteri tidak total dapat mengakibatkan
hematoma pulsasi (aneurisma palsu).
• Spasme arteri
Spasme menetap pada arteri yang disertai oklusi dapat terjadi akibat
traksi berat dan tiba-tiba pada arteri besar, pada saat fraktur atau pada
waktu pengobatan fraktur. Walaupun arteri tidak terputus, biasanya
ditemukan robekan pada intima yang menyebabkan trombosis. Spasme
arteri sekunder dapat memisahkan bagian proksimal dan distal arteri
kolateral yang mengakibatkan iskemik yang luas pada bagian distal.
Tabel 14.1 Komplikasi menurut waktu disesuaikan dengan lokalisasi
A. Komplikasi segeraKomplikasi lokal
1. Komplikasi pada kulitTrauma pada kulit
• Dari luar : aberasi, laserasi, luka tusuk, luka tembus peluru,
avulsi, kehilangan kulit
• Dari dalam : penetrasi kulit oleh fragmen fraktur •
2. Komplikasi vaskuler
• Trauma pada arteri besar: terputus, kontusi dan spasme arteri
• Trauma pada vena besan terputus, kontus
• Perdarahan lokal:
o Eksterna: keluar ke permukaan tubuh
o Interna:
- ke dalam jaringan lunak seperti hematoma
- ke dalam rongga intrakranial, hemotoraks,
hemoperitoneal, hemartrosis
3. Komplikasi neurologis
• Otak
• Sumsum tulang belakang
• Saraf perifer
4. Komplikasi pada otot biasanya bersifat tidak total
5. Komplikasi pada organ:
• Toraks, jantung dan pembuluh darah besar, trakea, bronkus dan
paru-paru
• Intra-abdominal, saluran pencernaan, hati, limpa dan saluran
kemih.
Komplikasi 61 luar fraktur pada organ lain
1. Trauma multipel: trauma pada alat lain tubuh yang tidak berhubungan
dengan fraktur
2. Syok hemoragik
B. Komplikasi awal
Komplikasi lokal
1. Komplikasi sisa dari komplikasi yang segera terjadi berupa nekrosis
kulit, gangren, iskemik Volkmann, gas gangren, trombosis vena serta
komplikasi pada alat-alat lain .
2. Komplikasi pada sendi
• Infeksi (artritis septik) oleh karena trauma terbuka
3. Komplikasi pada tulang
• Infeksi (osteomielitis) pada daerah fraktur karena adanya trauma
terbuka
• Nekrosis avaskuler tulang biasanya mengenai satu fragmen.
Komplikasi di luar pada organ lain
1. Emboli lemak
2. Emboli paru
3. Pneumonia
4. Tetanus
5. Delirium tremens
C. Komplikasi lanjut
Komplikasi lokal
1. Komplikasi pada sendi
• Kekakuan sendi yang menetap
• Penyakit degeneratif sendi pasca trauma
2. Komplikasi pada tulang
• Penyembuhan fraktur yang abnormal: malunion, delayed union
dan nonunion
• Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada
lempeng epifisis
• Infeksi yang menetap (osteomielitis kronik)
• Osteoporosis pasca trauma
• Atrofi Sudeck
• Refraktur
3. Komplikasi pada otot
• Miositis osifikans pasca trauma
• Ruptur tendo lanjut
4. Komplikasi saraf
• Tardy nerve palsy
Komplikasi pada organ lain
1. Batu ginjal
2. Neurosis akibat kecelakaan
• Penekanan arteri
Penekanan arteri dapat disebabkan secara iatrogenik akibat lilitan
gips/pembalut eksterna yang terlalu kuat dan pembengkakan
progresif pada permukaan dalam yang tertutup. Kadang-kadang
suatu arteri besar dapat terjerat dan tertekan di antara dua
fragmen fraktur.
• Trombosis arteri
Setelah trauma arteri yang menyebabkan oklusi persisten, dapat
terjadi sekuele berupa trombosis. Arteriosklerosis terjadi karena
kerusakan akibat trombosis arteri pasca trauma.
Pengenalan komplikasi arteri
Perdarahan eksterna suatu robekan arteri dapat terlihat secara jelas,
sedangkan perdarahan interna hanya berupa pembengkakan lokal yang progresif.
Gejala oklusi arteri yang total pada anggota gerak berupa kulit yang pucat pada
bagian distal, dingin, hilangnya denyut arteri dan bintik-bintik serta warna hitam
pada kulit yang menunjukkan adanya gangren. Oklusi arteri dapat dideteksi
dengan bantuan arteriografi. Oklusi arteri yang tidak total misalnya pada
penjepitan vena kompartemen dalam fasia, menjepit arteri yang dalam tapi arteri
superfisial tidak terjepit dan menyebabkan iskemia saraf dan otot (iskemik
Volkmann). Oleh karena itu iskemik Volkmann disertai nyeri dan iskemia otot,
hilangnya sirkulasi perifer, kulit dingin dan pucat, pembengkakan yang luas
serta gangguan fungsi saraf perifer berupa parestesia, hipestesia dan paralisis.
Gambaran klinis iskemik Volkmann berupa nyeri, hilangnya denyutan,
pucat, parestesia dan paralisis. Ketegangan pasif otot iskemik misalnya ekstensi
pasif jari-jari yang terlihat pada iskemia otot fleksor jari-jari yang akan
memperberat nyeri. Analgetik sebaiknya tidak diberikan pada nyeri setelah
reduksi fraktur karena dapat mengaburkan adanya iskemik Volkmann.
Pengobatan komplikasi arteri
Oklusi pada arteri besar membutuhkan suatu operasi darurat dalam
beberapa jam sejak terjadinya trauma bersama-sama dengan iskemik yang
bersifat ireversibel. Komplikasi pada pembuluh darah membutuhkan pengobatan
yang segera. Urutan pengobatan diatur sebagai berikut:
• Setiap penjepitan arteri akibat lilitan pembalut yang terlalu ketat harus
dibuka (pembalut jangan hanya dipotong)
• Setiap distorsi pada fraktur anggota gerak atau posisi ekstrim dekat
persendian harus dikurangi
• Bila fraktur diobati dengan traksi kontinu, seluruh traksi harus dikurangi
• Jika gagal untuk memulihkan sirkulasi perifer yang adekuat dapat
dilakukan arteriografi darurat dan bila tidak ada kemajuan dalam 30
menit, maka harus dilakukan eksplorasi arteri. Pada operasi, jika arteri
telah dibuka harus diperbaiki dengan melakukan teknik jahitan langsung.
Jika memungkinkan dapat dilakukan vena graft autogenous atau protesis
arteri. Pembuluh vena yang besar juga harus diperbaiki. Jika arteri
tertekan dan menyebabkan spasme arteri, alirannya dapat diperbaiki.
Trombus pada arteri harus dihilangkan dan jika arteri mengalami memar
atau robekan pada intima harus dilakukan pemotongan pada pembuluh
darah yang rusak dan dipulihkan dengan teknik jahitan langsung, graft
vena atau protesis.
Spasme arteri yang persisten lebih sulit dihilangkan, jika aplikasi lokal
dengan papaverin hangat tidak mengurangi spasme, maka bagian yang
mengalami konstriksi dapat didilatasi dengan injeksi intra-arterial NaCI
fisiologis dari proksimal. Sebagai pertolongan, pemotongan dan
pengikatan ujung arteri serta kolateralnya akan memulihkan sirkulasi
distal terutama pada anak-anak.
Setelah pengobatan komplikasi vaskuler, maka perlu dilakukan fiksasi
interna pada fraktur untuk mencegah pergerakan pada daerah arteri yang
mengalami trauma.
Sekuele dari komplikasi arteri
• Gangren
Iskemia total yang persisten pada bagian distal suatu lesi arteri dapat
menyebabkan nekrosis jaringan termasuk kulit (gangren). Jaringan yang
mengalami iskemiaakan menjadi mumi dan kulit berwarna hitam.
Komplikasi ini bersifat ireversibel dan memerlukan tindakan amputasi di
atas jaringan yang masih hidup.
• Kontraktur iskemik Volkmann
Oklusi persisten arteri yang letaknya lebih dalam selama 6 jam atau lebih
menyebabkan iskemia dan akhirnya nekrosis otot dan saraf. Otot yang
nekrosis digantikan oleh jaringan parut fibrosa yang menyebabkan
pemendekan otot (kontraktur). Reseksi otot dan saraf yang mengalami
iskemik Volkmann. bertujuan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
Yang terpenting pada iskemik Volkmann adalah pencegahan dan bila
terjadi harus ditangani sejak awal, sehingga kelainan dapat dipulihkan.
• Claudicatio intermitten
Pada gangren atau kontraktur iskemik Volkmann bahkan pada lesi arteri
yang tidak begitu luas, bila tidak ditangani secara baik maka dapat terjadi
sekuele berupa iskemia yang relatif persisten termasuk nyeri, yang
terlihat bila ada aktivitas otot dan pulih dengan istirahat (claudicatio
intermitten). Sebagai tambahan dapat terjadi kelemahan otot yang
persisten, kekakuan dan rasa dingin pada anggota gerak.
• Gas gangren
Gas gangren merupakan komplikasi yang serius tetapi kelainan ini jarang
ditemukan. Infeksi disebabkan oleh bakteri anaerob (Clostridium
welchii) yang menghasilkan gas dan edema yang bersifat progresif pada
jaringan. Darah segera membeku akibat dari gas gangren.
Setelah fase inkubasi 24-48 jam penderita merasa nyeri lokal dan merasa
sangat sakit. Ditemukan bau khas berupa bau busuk yang dihasilkan oleh
gas gangren. Pada pemeriksaan fisik ditemukan krepitasi pada jaringan
lunak yang menunjukkan adanya gas yang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan radiologis. Luka harus segera dibuka dan dilakukan
debridemen. Penderita diberi antibiotik sistemik, biasanya golongan
penisilin dan tetrasiklin. Dapat pula diberikan oksigen hiperbarik selama
2-4 periode yang biasanya memberikan hasil yang baik.
B. Komplikasi vena
Trauma pada vena besar dibagi atas total dan tidak total yang disebabkan
oleh trauma dari dalam akibat pergeseran fragmen fraktur atau dari luar oleh
penetrasi benda asing dari luar. Trauma pada vena besar dapat diperbaiki dengan
cara operasi untuk mencegah terjadinya sekuele akibat kongesti vena distal yang
permanen.
Trombosis vena dan emboli paru
Vena pada anggota gerak bawah dan panggul lebih peka daripada
anggota gerak atas terhadap trombosis akibat fraktur. Vena pada orang dewasa
lebih peka daripada anak-anak. Faktor utama terjadinya percepatan trombosis
adalah adanya vena yang statis oleh karena penekanan vena lokal pada posisi
baring atau akibat balutan plaster of Paris yang terlalu kuat.
Vena yang statis diperburuk oleh otot yang tidak aktif yang dalam
keadaan normal mempunyai pompa balik. Setelah suatu fraktur, vena mengalami
flebotrombosis yang berbeda dengan trombosis akibat inflamasi (trombo-
flebitis). Trombus yang tidak melekat erat pada dinding vena akan terlepas,
masuk melewati paru-paru menyebabkan timbulnya emboli paru. Kira-kira
separuh dari emboli paru berasal dari trombosis yang tidak terdeteksi (silent
thrombosis).
Diagnosis
Bila terjadi trombosis pada vena betis, keluhan berupa nyeri lokal pada
garis tengah posterior betis disertai pembengkakan bagian distal akibat adanya
kongesti. Dorsofleksi pasif pada pergelangan kaki akan memberikan rasa nyeri
yang lebih hebat (tanda Homan). Bila trombosis terjadi lebih tinggi maka
seluruh anggota gerak bawah membengkak. Venogram dapat membantu
menentukan letak trombosis. Komplikasi emboli paru bermacam-macam.
Emboli paru yang kecil biasanya tidak terdeteksi atau hanya berupa nyeri dada.
Pada emboli yang lebih besar manifestasi berupa nyeri dada yang tiba-tiba,
dispnea dan kadang-kadang hemoptisis. Dapat pula terdengar pergeseran iga dan
pada foto rontgen terlihat gambaran segi-tiga dengan peningkatan densitas paru
yang menunjukkan segmen paru mengalami infark. Emboli paru yang masif
memberikan gejala berupa nyeri dada hebat, pucat dan penderita dapat
meninggal seketika.
Pencegahan trombosis vena
Pencegahan trombosis vena bertujuan untuk mencegah perluasan dengan
menghindarkan penekanan lokal yang terus menerus pada vena dan mendorong
penderita melakukan kontraksi otot secara aktif pada anggota gerak yang terkena
trauma. Selain itu pergerakan harus dibatasi setelah penanganan fraktur. Orang
dewasa sebaiknya berbaring di tempat tidur, menggunakan bebat elastis yang
dapat mencegah terjadinya trombosis vena.
Penanganan trombosis vena
Segera setelah komplikasi ditemukan, penderita harus diberikan obat
anti-koagulan. Saat ini trombosis pada vena femoralis ditangani dengan operasi
trombektomi yang tidak hanya untuk mengurangi resiko terjadinya emboli paru,
tapi juga untuk mencegah terjadinya sekuele akibat obstruksi vena yang
persisten pada anggota gerak bawah.
3. Komplikasi neurologis
Komplikasi akibat trauma pada otak, sumsum tulang belakang atau saraf
perifer dapat terjadi sejak awal atau yang lebih jarang oleh karena
penanganan fraktur itu sendiri. Komplikasi neurologis sering terjadi
bersama-sama dengan jenis fraktur dan dislokasi tertentu.
4. Komplikasi pada otot
Pada setiap fraktur dapat terjadi kerusakan otot yang biasanya bersifat
parsial dan jarang yang bersifat total. Bilamana terjadi tegangan yang
hebat pada bagian otot yang sedang berkontraksi, maka otot dapat
mengalami robekan yang akan memberikan rasa nyeri yang hebat.
Kadang-kadang dapat terjadi robekan otot yang hebat pada daerah
muskulotendinosa misalnya pada otot kuadriseps femoris atau otot
gastroknemius.
5. Komplikasi pada organ
Komplikasi pada organ dapat menyebabkan kerusakan pada organ karena
penetrasi oleh fragmen tulang yang tajam pada daerah sekitar fraktur.
Fraktur pada iga dapat mengenai jantung sehingga terjadi
hemoperikardium atau menembus pleura dan terjadi hemotoraks, bahkan
dapat menembus paru-paru sehingga terjadi hemopneumotoraks. Fraktur
iga bagian bawah dapat menembus hati, limpa atau ginjal. Fraktur pada
vertebra torakalis dan lumbalis dapat menyebabkan ileus paralitik serta
dilatasi lambung. Fraktur bergeser pada panggul dapat menyebabkan
robekan pada buli-buli atau uretra dan yang lebih jarang dapat terjadi
pada kolon dan rektum.
Komplikasi di Luar Fraktur pada Organ Lain
1. Trauma multipel
Fraktur dapat timbul bersama-sama trauma pada visera torako-abdominal
yang merupakan trauma tersendiri sebagai bagian dari suatu trauma
multipel. Pada seorang penderita dengan fraktur maka perlu diperhatikan
kemungkinan adanya kerusakan pada organ-organ lain seperti pada otak,
alat-alat dalam rongga toraks dan abdomen yang dilakukan pada
pemeriksaan awal. Fraktur merupakan kelainan dengan prioritas terakhir
untuk ditanggulangi pada suatu trauma multipel.
2. Syok hemoragik
Syok hemoragik merupakan salah satu komplikasi dari fraktur yang
merupakan suatu syok hipovolemik atau oligemik. Syok terjadi oleh
karena kerusakan pembuluh darah kecil atau besar pada waktu terjadi
fraktur. Syok hemoragik terjadi terutama pada fraktur daerah panggul
atau pada fraktur femur yang dapat menimbulkan akumulasi perdarahan
sebanyak 2 liter pada orang dewasa.
B. KOMPLIKASI AWAL
Komplikasi Lokal
1. Komplikasi sisa dari komplikasi yang segera terjadi
• Nekrosis kulit
Akibat trauma sejak awal atau oleh karena tekanan tulang pada
kulit dan jaringan lunak akan menyebabkan nekrosis pada kulit
dan jaringan lunak lainnya. Pada fraktur terbuka dimana terdapat
ketegangan kulit atau terdapat kehilangan jaringan lunak maka
kulit dibiarkan terbuka untuk ditutup padatahap berikutnya.
• Iskemik Volkmann
Iskemik Volkmann merupakan salah satu komplikasi yang dapat
terjadi pada jaringan lunak akibat adanya tekanan pada arteri.
Komplikasi lain yang timbul pada jaringan lunak seperti gangren
atau trombosis vena juga dapat menyebabkan kerusakan serta
nekrosis pada jaringan lunak.
2. Komplikasi pada sendi
• Infeksi pada sendi (artritis septik)
Pada fraktur terbuka intra-artikuler dan setelah operasi terbuka
suatu fraktur intra-artikuler dapat ditemukan komplikasi hebat
berupa artritis septik. Walaupun dilakukan penanganan secara
awal dan efektif, artritis septik dapat menyebabkan destruksi
tulang rawan artikuler yang berkembang menjadi penyakit
degeneratif sendi.
3. Komplikasi pada tulang
• Infeksi pada tulang (osteomielitis)
Fraktur terbuka: dapat terjadi kerusakan jaringan yang mengenai
seluruh lapisan termasuk tulang pada bagian yang mengalami
fraktur. Penanganan fraktur terbuka bertujuan mengurangi
terjadinya osteomielitis akut dan penyulitnya, osteomielitis
kronik, delayed union dan nonunion.
Fraktur tertutup: dapat terinfeksi setelah operasi terbuka karena
pemasangan implan, traksi kontinu atau fiksasi eksterna. Tulang
di sekitar pin tidak hanya mengalami nekrosis tetapi juga dapat
terjadi infeksi dan membentuk sekuester.
• Nekrosis avaskuler tulang
Nekrosis avaskuler tulang pasca trauma biasanya disebabkan oleh
terputusnya pembuluh darah yang mengantarkan nutrisi pada saat
terjadi trauma serta adanya faktor iatrogenik n"'P akibat
pembedahan yang berlebihan pada waktu reduksi terbuka fraktur
dan dislokasi. Komplikasi yang dapat terjadi berupa delayed
union, sendi yang tidak sesuai serta degenerasi pada sendi.
Komplikasi nekrosis avaskuler biasanya terjadi setelah fraktur
atau dislokasi tertentu yang disebabkan oleh suplai darah yang
tidak adekuat pada bagian yang mengalami fraktur.
Komplikasi di Luar pada Organ Lain
1. Emboli lemak
Istilah emboli lemak menunjukkan gambaran klinis yang spesifik akibat
trauma, khususnya fraktur yang mengenai orang dewasa dan jarang
ditemukan pada anak-anak. Emboli lemak merupakan komplikasi yang
fatal dan menyebabkan kematian sebesar 20% dari seluruh kematian
akibat fraktur.
Etiologi dan patogenesis
Emboli berasal dari lemak sumsum tulang dan jaringan lemak, kemudian
melalui robekan vena masuk ke sirkulasi vena paru-paru, bersama lemak
globulus melewati kapiler paru masuk ke sirkulasi sistemik dan menuju ke otak,
ginjal, jantung dan kulit.
Penelitian Hillman menyatakan bahwa lemak netral merupakan sumber
emboli kecil, yang merupakan penyebab utama gangguan metabolisme lemak.
Pada trauma yang luas terjadi penurunan karbohidrat dan lemak secara cepat,
berupa lipolisis pada jaringan lemak dan sejumlah besar asam lemak bebas.
Akibatnya sejumlah besar asam lemak bebas ditranspor ke sirkulasi hati dimana
terjadi sintesis dan sekresi lipoprotein dengan densitas rendah.
Lipoprotein hati mengalami agregasi/konjugasi dengan kalsium dan
kolesterol, menarik platelet dan menyebabkan perlambatan aliran darah dan
terbentuk emboli. Proses ini menunjukkan asidosis dan respirasi metabolik.
Emboli pada arteri paru tidak hanya menyebabkan obstruksi aliran darah tetapi
juga merusak dinding pembuluh darah, yang menyebabkan hemoragik multipel
dengan fokus kecil yang menimbulkan hemoptisis, edema paru dan dispnea.
Emboli lemak kemudian masuk ke sirkulasi sistemik.
Gambaran klinis
Emboli lemak biasanya ditemukan pada hari kedua setelah terjadi
trauma. Bila ditemukan tanda dan atau gejala emboli, maka kelainan ini harus
segera diatasi. Emboli paru menyebabkan gangguan respirasi disertai dispnea,
takipnea dan sianosis. Gambaran klinis emboli otak berupa sakit kepala, iritatif
diikuti delirium, stupor bahkan koma. Emboli jantung menyebabkan takikardi
dan penurunan tekanan darah. Lesi kulit berupa peteki hemoragik yang multipel
(yang ada hubungannya dengan transien trombositopenia pada emboli)
khususnya pada kulit dada, aksila serta konjungtiva. Penderita juga mengalami
demam tinggi.
Mortalitas emboli lemak sebesar 20% yang diakibatkan oleh lesi otak.
Pemeriksaan radiologis
Pada foto toraks ditemukan gambaran snow storm.
Pemeriksaan laboratorium
• Peningkatan serum asam lemak pada 50% penderita
• Lemak bebas pada sputum dan urin
• Penurunan kadar haemoglobin pada fase awal
Pencegahan emboli lemak
Emboli lemak berhubungan dengan gangguan metabolisme. Diusahakan
pencegahan asidosis dan respiratorik metabolik dengan penanganan umum
penderita secara baik, termasuk pemberian karbohidrat yang tinggi, cairan serta
elektrolit.
Penanganan emboli lemak
Bila ditemukan adanya emboli lemak, dapat digunakan heparin untuk
menambah hidrolisis dan menghilangkan emboli. Kortikosteroid dapat
mengurangi trauma jaringan paru. Pemberian alkohol intravena kurang
memberikan hasil dan bahkan dapat mengaburkan gejala pada otak. Infus
dekstran dapat membantu memperbaiki mikrosirkulasi pada organ.
Bila terjadi kesulitan pernapasan, dapat dipasang intubasi endotrakeal
dan jika perlu dapat dilakukan trakeostomi yang diikuti hiperventilasi pada
penderita yang mengalami anoksia otak. Monitoring P02, PC02 dan pH arteri
merupakan penilaian status metabolik yang terbaik dan membantu menunjukkan
hasil pengobatan.
2. Emboli paru
Komplikasi ini telah dibicarakan pada trombosis vena.
3. Pneumonia
Komplikasi pneumonia terjadi oleh karena perawatan tirah baring pada
periode penyembuhan, yang umumnya lebih sering mengenai orang tua.
Nyeri pada fraktur iga diikuti pembatasan respirasi dapat menyebabkan
pneumonia.
Pengobatan
• Pemberian antibiotik dan latihan pernapasan
• Membalik penderita secara periodik
• Penggunaan pengisap bronkus
4. Tetanus
Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang merupakan salah satu
komplikasi trauma terbuka. Masa inkubasi tetanus antara 10-14 hari.
Etiologi dan patogenesis
Clostridium tetani merupakan organisme anaerob yang tumbuh pada
jaringan nekrosis yang menghasilkan neurotoksin. Neurotoksin diangkut oleh
kelenjar limfe dan aliran darah menuju ke sistem saraf pusat kemudian terikat
pada kornu anterior yang tidak dapat dinefralisir dengan antitoksin.
Gambaran klinis
Efek neurotoksin diawali dengan kejang tonik kemudian klonik,
kontraksi otot skeletal (spasme tetanik). Spasme otot leher dan tubuh memberi
gambaran opistotonus, spasme otot mulut memberi gambaran trismus (mulut
yang terkunci), spasme otot muka memberi gambaran risus sardonikus. Spasme
dapat pula mengenai otot interkostal dan diafragma yang menyebabkan asfiksia
yang bersifat fatal.
Pencegahan
Pengobatan dengan pemberian tetanus imunoglobulin (manusia) secara
intravena. Bila ada gangguan respirasi dilakukan pemasangan intubasi
endotrakeal dan respirasi buatan.
5. Delirium tremens
Penderita alkoholik kronis yang mengalami trauma, dirawat inap di
rumah sakit. Keterikatan terhadap alkohol dihentikan secara mendadak.
Selama beberapa hari dapat terjadi hal-hal yang luar biasa, bahkan gejala
withdrawal berupa disorientasi, ansietas, agitasi dan halusinasi. Dapat
dipahami pengobatan delirium tremens pada penderita dapat pula
menimbulkan komplikasi berupa emboli lemak.
C. KOMPLIKASI LANJUT
Komplikasi Lokal
1. Komplikasi pada sendi
a. Kekakuan sendi yang menetap
Kekakuan yang berlangsung singkat akibat imobilisasi selama
pengobatan fraktur, dapat dikurangi dengan melakukan kontraksi
aktif pada kelompok otot yang mengontrol sendi dan biasanya
pengobatan berhasil dengan menggerakkan sendi setelah
imobilisasi yang berlangsung singkat. Keadaan ini bukan
merupakan komplikasi. Kekakuan sendi yang persisten
merupakan suatu komplikasi yang menghambat fungsi normal
anggota gerak. Kekakuan sendi seperti ini kebanyakan
merupakan komplikasi fraktur. Kekakuan terutama terjadi pada
orang dewasa yang mengalami perubahan degeneratif pada sendi
dan jarang ditemukan pada anak-anak. Penyebab tersering
kekakuan sendi yang persisten adalah adhesi periartikuler, adhesi
intra-artikuler, adhesi antara otot dan tulang serta miositis
osifikans pasca trauma.
• Adhesi peri-artikuler
Setelah suatu fraktur didekat sendi dapat ditemukan
adhesi antara kapsul fibrosa dan ligamen, begitu pula
antara struktur yang berdekatan dengan otot dan tendo.
Adhesi periartikuler merusak pergerakan struktur normal.
Pergerakan pasif yang kuat pada stadium ini biasanya
menyebabkan adhesi yang lebih kuat. Bila pergerakan
sendi tidak mengalami kemajuan setelah dilakukan
fisioterapi (pergerakan aktif) dapat dipertimbangkan
tindakan manipulasi dengan anestesia umum.
• Adhesi intra-artikuler
Fraktur intra-artikuler, dislokasi dan fraktur dislokasi
biasanya ditemukan bersama-sama hematrosis.
Penimbunan fibrin pada jaringan sinovia dan tulang rawan
artikuler akan memberikan adhesi dalam sendi antara
lipatan sinovia dan antara sinovia dengan tulang rawan.
Setelah dilakukan fisioterapi, kekakuan sendi besar yang
permanen seperti pada lutut dan bahu biasanya mengalami
perbaikan dengan tindakan manipulasi yang hati-hati
dengan pembiusan umum. Manipulasi seperti ini tidak
dapat dilakukan pada sendi kecil seperti pada tangan.
• Adhesi antara otot dan antara otot dengan tulang
Beberapa fraktur yang bergeser biasanya diikuti dengan
robekan di sekitar otot. Pada reduksi terbuka suatu fraktur
juga dapat terjadi kerusakan di sekitar otot, kemudian
terjadi pembentukan jaringan parut fibrosa yang mengikat
otot satu sama lain yang terletak disekitar tulang.
Gambaran ini umumnya ditemukan pada fraktur femur
bagian bawah dimana terjadi adhesi otot kuadriseps
sehingga membatasi gerakan fleksi lutut. Fisioterapi
sangat membantu dalam menggerakkan sendi, tetapi tidak
dapat dilakukan manipulasi karena dapat menambah
robekan dan adhesi otot. Kadang-kadang dibutuhkan
operasI pada kekakuan sendi tipe persisten.
b. Penyakit degeneratif sendi pasca trauma
Adanya ketidaksesuaian permukaan sendi diikuti fraktur
intra-artikuler, dislokasi atau fraktur dislokasi khususnya pada
sendi penopang tubuh, dapat menyebabkan berkembangnya
penyakit degeneratif sendi. Komplikasi ini harus dihindarkan
agar dapat terjadi pemulihan yang baik pada permukaan sendi
setelah trauma. Penyebab penyakit degeneratif sendi pasca
trauma yang mengenai sendi penopang tubuh adalah malunion,
malalignment dan fraktur akibat penekanan sendi.
2. Komplikasi pada tulang
a. Penyembuhan fraktur yang abnormal.
Penyembuhan fraktur yang abnormal dapat terjadi dengan cara:
• Malunion
• Delayed union
• Nonunion
b. Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada
lempeng epifisis
Gangguan lempeng epifisis karena trauma dapat mengenai
sebagian lempeng epifisis dengan akibat pertumbuhan yang lebih
pada satu sisi dibanding dengan sisi lain berupa deformitas valgus
atau varus pada sendi yang terkena. Trauma yang mengenai
seluruh lempeng epifisis misalnya pada fraktur lempeng epifisis
grade V (Salter-Harris) akan menyebabkan pertumbuhan yang
terhenti pada seluruh atau sebagian lempeng epifisis yang dapat
menyebabkan kependekan atau malunion pada salah satu anggota
gerak.
c. Infeksi persisten pada tulang
Komplikasi fraktur terbuka atau reduksi terbuka suatu fraktur
tertutup yang eradikasinya kurang baik, dapat menyebabkan
terjadinya osteomielitis kronik yang resisten terhadap
pengobatan. Selain itu osteomielitis kronik lokal sering
menyebabkan delayed union bahkan nonunion dan fraktur tidak
dapat sembuh walaupun infeksi dapat diatasi.
d. Osteoporosis pasca trauma
Atrofi tulang (disuse atrofi, disuse osteoporosisj dapat terjadi bila
penderita gagal mempertahankan tonus otot sewaktu imobilisasi
fraktur anggota gerak bawah, sehingga lebih banyak terjadi
resorpsi daripada deposisi tulang. Disuse osteoporosis yang
ringan sering ditemukan tetapi bila osteoprosis lebih berat dan
persisten, dapat mengganggu fungsi normal anggota gerak. Untuk
mencegah proses ini dapat dilakukan fisioterapi intensif.
e. Atrofi Sudeck
Komplikasi ini biasanya ditemukan akibat kegagalan penderita
untuk mengembalikan fungsi normal tangan atau kaki setelah
penyembuhan trauma. Penderita mengeluh nyeri hebat pada
tangan dan kaki jika digerakkan. Sendi menjadi kaku, jaringan
lunak membengkak dan kulit menjadi lembab, berbintik-bintik,
licin dan mengkilat. Gambaran radiologik menunjukkan adanya
peningkatan derajat disuse osteoporosis.
Nyeri pada atrofi Sudeck pasca trauma merupakan komplikasi
lanjut yang sukar diobati. Latihan yang aktif dan pemanasan lokal
sangat membantu. Kadang-kadang dibutuhkan blok simpatik
untuk mengurangi gejala. Penyembuhan dapat dipastikan
walaupun berjalan lambat dan bahkan dapat berbulan-bulan.
f. Refraktur
Bagian tulang yang mengalami penyembuhan fraktur secara
sempurna dapat sembuh seperti semula. Walaupun demikian
selang waktu antara penyatuan klinis dan konsolidasi yang baik,
fraktur relatif peka untuk mengalami refraktur.
Komplikasi ini jarang ditemukan pada orang dewasa dan kadang-
kadang ditemukan pada anak-anak yang aktivitasnya tidak dapat
dicegah. Tipe refraktur yang lain dapat ditemukan baik pada
anak-anak dan orang dewasa, dimana refraktur tidak mengenai
bagian yang mengalami fraktur tetapi mengenai daerah yang
dilewati screw setelah pencabutan yaitu bagian yang lebih lemah
dari tulang normal.
• Metal failure
Batang logam yang digunakan pada fiksasi interna hanya
berfungsi sebagai bidai dalam yang bersifat temporer
untuk mempertahankan fragmen fraktur pada awal
penyembuhan. Bila penyembuhan fraktur berjalan secara
normal, batang logam dapat mengurangi penekanan
sampai fraktur menyatu, kemudian batang logam tidak
menekan lagi. Sebaliknya pada delayed union dan
nonunion ditemukan pergerakan yang persisten, batang
logam tetap menekan fraktur selama beberapa bulan
bahkan beberapa tahun dan mengalami kepatahan
(gambar 14.11).
3. Komplikasi pada otot
• Miositis osifikans pasca trauma
Miositis osifikans kadang-kadang terjadi setelah suatu
fraktur/dislokasi serta trauma otot khususnya pada daerah
siku dan paha pada anak-anak dan orang dewasa.
Ditemukan pembengkakan dan nyeri yang hebat akibat
trauma pada jaringan. Massa ini merupakan suatu
hematoma yang bersifat radiolusen tapi pada pemeriksaan
radiologis ditemukan adanya osifikasi yang luas.
Pembentukan tulang baru ini pada bagian yang abnormal
menunjukkan suatu osifikasi heterotropik dan
penyembuhan di antara serat-serat otot yang robek. Nyeri
yang timbul disertai pembatasan gerak pada sendi. Proses
penyembuhan secara keseluruhan diperburuk oleh
banyaknya robekan serabut otot. Hal yang sama dapat
menyebabkan meluasnya lesi pada stadium awal.
Gambaran mikroskopik lesi pada stadium ini menyerupai
osteosarkoma. Pengobatan berupa istirahat lokal dengan
menggunakan bidai pada stadium aktif. Penarikan secara
pasif atau manipulasi pada sendi yang bersangkutan
merupakan kontraindikasi.
• Ruptur tendo lanjut
Tendo pergelangan tangan dan kaki melewati saluran
tulang dan serta pembungkusnya yang halus. Tetapi
setelah penyembuhan fraktur metafisis yang ireguler pada
bagian korteks, pembungkus tendo menjadi kasar.
Akibatnya tendo menjadi rusak dan mengalami gesekan
dan akhirnya terjadi ruptur setelah beberapa bulan.
Keadaan ini sering ditemukan pada tendo ekstensor
polisis longus pada fraktur Colles.
4. Komplikasi saraf
Tardy nerve palsy
Valgus pada siku akibat malunion/nonunion dari suatu fraktur,
menyebabkan nervus ulnaris tertarik dan mengalami gesekan
antara saraf dan bagian distal humerus pada posisi fleksi dan
ekstensi siku. Setelah 10-20 tahun saraf menebal karena adanya
fibrosis intraneural.
Pada kelainan ini ditemukan tanda dan gejala lesi pada nervus
ulnaris. Pengobatan yang efektif berupa transposisi nervus ulnaris
ke bagian anterior siku.
Komplikasi pada Organ Lain
1. Batu ginjal
Komplikasi berupa batu ginjal yang mengandung kalsium,
terutama mengenai orang dewasa yang tirah baring selama
beberapa minggu sampai beberapa bulan karena adanya fraktur
multipel. Faktor penyebab lain adalah karena drainase urin yang
kurang baik disertai hiperkalsemia oleh osteoporosis. Pencegahan
dilakukan dengan pemberian cairan yang banyak, sekurang-
kurangnya 4000 cc per hari dan penderita dibalik beberapa kali
dalam sehari.
2. Neurosis akibat kecelakaan
Penderita yang mengalami kecelakaan karena keinginan untuk
memperoleh kompensasi, baik kompensasi industri maupun
kompensasi kecelakaan dapat memberikan gejala-gejala neurosis.
Penderita ini selalu menyatakan diri tidak dapat kembali ke
pekerjaannya semula walaupun ia telah direhabilitasi dengan
baik.
PENYEMBUHAN FRAKTUR
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.
Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa
jaringan parut.Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada
penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses
penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan
apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor
mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting
dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang
sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur berbeda pada
tulang kortikal pada tulang panjang serta tulang kanselosa pada metafisis tulang panjang
atau tulang-tulang pendek, sehingga kedua jenis penyembuhan fraktur ini harus
dibedakan.
PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG KORTIKAL
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu
(gambar 14.21):
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada
daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan
dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat
terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya
yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan
mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati
pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan.Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna
serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler
dalam kanalis medularis.Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum,
maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak
berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak.Pada tahap awal dari penyembuhan
fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi
pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari
tumor ganas.Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan
hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur
akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan
suatu daerah radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara. klinis)
Setelah pembentukan Jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap
fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan.Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler
kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk
suatu tulang yang imatur.Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone.Pada
pemeriksaan radiologis kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan
indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi
struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk
bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi secara
osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna
secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang
yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan
mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.
PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG KANSELOSA
Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa
faktor, yaitu:
1. Vaskularisasi yang cukup
2. Terdapat permukaan yang lebih luas
3. Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat
4. Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur
Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis tulang panjang, tulang
pendek serta tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada
daerah tulang kanselosa melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Pada
anak-anak proses penyembuhan pada daerah korteks juga memegang peranan penting.
Proses osteogenik penyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi trabekula,
berproliferasi untuk membentuk woven bone primer di dalam daerah fraktur yang
disertai hematoma. Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah
fraktur.Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana terjadi
kontak langsung diantara kedua permukaan fraktur yang berarti satu kalus
endosteal.Apabila terjadi kontak dari kedua fraktur maka terjadi union secara
klinis.Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang lamelar dan tulang mengalami
konsolidasi.
PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG RAWAN PERSENDIAN
Tulang rawan hialin permukaan sendi sangat terbatas kemampuannya untuk
regenerasi.Pada fraktur intra-artikuler penyembuhan tidak terjadi melalui tulang rawan
hialin, tetapi terbentuk melalui fibrokartilago.
WAKTU PENYEMBUHAN FRAKTUR
Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan
dengan beberapa faktor penting pada penderita, antara lain:
1. Umur penderita
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
3. Pergeseran awal fraktur
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
5. Reduksi serta imobilisasi
6. Waktu imobilisasi
7 Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
8. Adanya infeksi
9. Cairan sinovia
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak
1. Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling
tulang yang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur
bertambah.
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Lokalisasi fraktur memegang peranan penting.Fraktur metafisis
penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis.Disamping itu konfigurasi fraktur
seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan
fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
3. Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka
penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser.
Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan
kerusakan periost yang lebih hebat.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua fragmen mempunyai Vaskularisasi yang baik, maka
penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur
vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat
terjadinya union atau bahkan mungkin terjadi nonunion.
5. Reduksi serta imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk Vaskularisasi yang lebih
baiKdalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah
pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam
penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi
Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi
union, makakemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar. 7 Ruangan
di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periost, maupun otot atau
jaringan fibrosalainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung
fraktur.
8. Faktor adanya infeksi
Bila terjadi infeksi pada daerah fraktur, misalnya pada operasi terbuka fraktur
tertutup atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses
penyembuhan.
9. Cairan sinovia
Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur
10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak
Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi
daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi
yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
Penyembuhan fraktur berkisar antara tiga minggu sampai empat bulan.Waktu
penyembuhan pada anak secara kasar l/2 waktu penyembuhan daripada orang
dewasa.
Tabel 14.3. Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa
Lokalisasi
Falang/metakarpal/metatarsal/kosta
Distal radius
Diafisis ulna dan radius
Humerus
Klavikula
Panggul
Femur
Kondilus femur/tibia
Tibia /fibula
Vertebra
Waktu penyembuhan
3-6 minggu
6 minggu
12 minggu
10-12 minggu
6 minggu
10-12 minggu
12-16 minggu
8-10 minggu
12-16 minggu
12 minggu
PENILAIAN PENYEMBUHAN FRAKTUR
Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan
union secara radiologik.Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan pada
daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan
kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada
penderita.Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita
sendiri.Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union
dari fraktur.
Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur
dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya
trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen.Pada tingkat lanjut dapat
dilihat adanya medula atau ruangan dalam daerah fraktur.
PENYEMBUHAN ABNORMAL PADA FRAKTUR
1. Malunion
2. Delayed union
3. Nonunion
1. Malunion
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan
(gambar 14.22) atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan
ulna.
Etiologi
• Fraktur tanpa pengobatan
• Pengobatan yang tidak adekuat
• Reduksi dan imobilisasi yang tidak baik
• Pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan
• Osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya trauma
Gambaranklinis
• Deformitas dengan bentuk yang bervariasi
• Gangguan fungsi anggota gerak
• Nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi
• Ditemukan komplikasi seperti paralisis tardi nervus ulnaris
• Osteoartritis apabila terjadi pada daerah sendi
• Bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas
Pemeriksaan radiologis
Pada foto rontgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi
yang tidak sesuai dengan keadaan yang normal.
Pengobatan
Konservatif
Dilakukan refrakturasi dengan pembiusan umum dan diimobilisasi sesuai
dengan fraktur yangbaru. Apabila ada kependekan anggota gerak dapat
dipergunakan sepatu ortopedi.
Operatif
• Osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan fiksasi
interna
• Osteotomi dengan pemanjangan bertahap, misalnya pada anak-anak
• Osteotomi yang bersifat baji
2. Delayed union
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 35
bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak
bawah).
Etiologi
Etiologi delayed union sama dengan etiologi pada nonunion
Gambaran klinis
• Nyeri anggota gerak pada pergerakan dan waktu berjalan
• Terdapat pembengkakan
• Nyeri tekan
• Terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur
• Pertambahan deformitas
Pemeriksaan radiologis
• Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur
• Gambaran kista pada ujung-ujung tulang karena adanya dekalsifikasi
tulang
• Gambaran kalus yang kurang di sekitar fraktur
Pengobatan
Konservatif
Pemasangan plaster untuk imobilisasi tambahan selama 23 bulan. Operatif
Bila union diperkirakan tidak akan terjadi, maka segera dilakukan fiksasi interna
dan pemberian bone graft.
3. Nonunion
Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan
tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi te'tapi dapat juga terjadi bersama-sama
infeksi disebut infected pseudoarthrosis. Beberapa jenis nonunion terjadi
menurut keadaan ujung-ujung fragmen tulang.
Hipertrofik
Ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal yang disebut
gambaran elephant's foot.Garis fraktur tampak dengan jelas.Ruangan antar
tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa.Pada jenis ini
vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid tanpa
pemasangan bone graft (gambar 14.23).
Atrofik (Oligotrofik)
Tidak ada tanda-tanda aktifitas seluler pada ujung fraktur.Ujung tulang
lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskuler.Pada jenis ini di samping
dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft (gambar 14.23).
PENYEBAB NONUNION DAN DELAYED UNION
1. Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen
2. Reduksi yang tidak adekuat
3. Imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua fragmen
4. Waktu imobilisasi yang tidak cukup
5. Infeksi
6. Distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan 7 Interposisi
jaringan lunak di antara kedua fragmen
8. Terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen
9. Destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur
patologis)
10. Disolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler)
11. Kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi
12. Fiksasi interna yang tidak sempurna
13. Delayed union yang tidak diobati
14. Pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan
15. Terdapat benda asing diantara kedua fraktur, misalnya pemasangan screw di
antara kedua fragmen
Gambaran klinis
1. Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada
2. Gerakan abnormal pada daerah fraktur yang membentuk sendi palsu yang
disebut pseudoartrosis
3. Nyeri tekan sedikit atau sama sekali tidak ada
4. Pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan sama
sekali
5. Pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen
Pemeriksaan radiologis
1. Terdapat gambaran sklerotik pada ujung-ujung tulang
2. Ujung-ujung tulang berbentuk bulat dan halus
3. Hilangnya ruangan meduler pada ujung-ujung tulang
4. Salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung
(pseudoartrosis)
Pengobatan
1. Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft
2. Eksisi fragmen kecil dekat sendi, misalnya kepala radius, prosesus stiloid ulna
3. Pemasangan protesis, misalnya pada fraktur leher femur
4. Stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. G., (2005) Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Hal. 286 – 425.
Alio, A.J., Letho, M.U.K. and Kujala, U.M. (1986) Repair of the anterior cruciate ligament: augmentation versus convention suture of fresh rupture. Acta orthopaedica Scandinavica. Hal. 57, 354 – 357.
Barton, N. (1977) Fracture of the phalanges of the hand. Hal. 9, 1-10.
Rorabeck, C.H., Rock. M.G., Hawkins, R.J. and Bourne, R.B. (1987) Unilateral facet dof the cervical spine an analysis of the results of treatment in 26 patients. Spine. Hal. 12, 23 – 27.
Rasjad, C., (2009) Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi” . Hal. 355 – 475
Salter RB (1970) The General Principles and Specific Methods of Treatment. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal system, Asian ed, Igaku Shoin Ltd., Tokyo, pp. Hal. 55.71.
`
REFERAT SKELETAL INJURY
DISUSUN OLEH :
MAYA DWI UTAMI (030.06.159)
OCKY MELATI INDAH SARI (030.06.188)
PEMBIMBING
Dr. R. Suhana, Sp. OT (K) Spine.
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH
UNIVERSITAS TRISAKTI
RSPAU dr. ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 27 JUNI 2011- 10 SEPTEMBER 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT penulis panjatkan karena dengan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan yang berjudul “SKELETAL INJURY”.
Penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada dr.R. Suhana
Sp. OT (K) Spine selaku pembimbing dalam menyusun referat ini. Penulis berharap
semoga referat ini dapat dipergunakan untuk menambah wawasan kita dalam dunia
penyakit bedah, khususnya pada topik fraktur dislokasi.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang
membaca referat ini.
Jakarta, Agustus 2011
Penulis