Lapkas Bang Kus

download Lapkas Bang Kus

of 22

description

sinusitis

Transcript of Lapkas Bang Kus

1

BAB 1

PENDAHULUAN Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi.

Anestesi umum / General anestesi adalah suatu tindakan medis dimana tujuan utamanya adalah menghilangkan nyeri. Bedanya dengan anestesi regional adalah pada anestesi umum pasien dalam keadaan tidak sadar sedangkan pada anestesi regional pasien tidak merasakan nyeri tapi masih sadar. Anestesi umum juga mempunyai karakteristik menyebabkan amnesia bagi pasien yang bersifat anterograd yaitu hilang ingatan kedepan maksudnya pasien tidak akan bisa ingat apa yang telah terjadi saat dia dianestesi / operasi, sehingga saat pasien bangun dia hanya tau kalo dia tidak pernah menjalani operasi. Kebalikan dari anterograd adalah retrograde yaitu pasien akan hilang ingatan atas semua yang terjadi pada pasien tersebut contohnya dia lupa dengan keluarganya, lupa nama sendiri dll. Karakteristik selanjutnya adalah reversible yang berarti General anestesi akan menyebabkan pasien bangun kembali tanpa efek samping. General anestesi juga dapat diprediksi lama durasinya dengan menyesuaikan dosisnya.

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting. Awalnya diberikan terapi antibiotic dan jika telah hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip maupun kista maka dibutuhkan tindakan operasi.

BAB 2LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN Nama

: Tn. SUmur

: 24 tahun

Jenis kelamin: Laki-lakiAlamat

: Aceh Utara

Agama

: Islam

Suku

: Aceh

ANAMNESIS Keluhan utama: susah bernapas

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan susah bernapas. Selama 1 bulan terakhir, pasien sering mengalami bersin-bersin disertai dengan keluarnya cairan dari hidung. Pasien juga mengeluh sakit kepala.

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat sakit sepeti ini sebelumnya disangkal. Pasien belum pernah menjalani operasi. Riwayat alergi obat disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga: Disangkal. Anamnesis Sistem: - Sistem kardiovaskular : nyeri dada (-) berdebar (-)

- Sistem respirasi : sesak napas (+), batuk (-) hidung berair (+)

- Sistem gastrointestinal : mual (-) muntah (-) BAB (+)

- Sistem urogenital : tidak ada gangguan BAK

- Sistem muskuloskeletal : gerakan bebas

- Sistem integumentum : sianosis(-), ikterik (-)

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: baik, kesan gizi cukup

Kesadaran

: compos mentis, GCS: E4M6V5

Vital Sign

TD

: 110/70 mmHg

HR

: 80 kali/menit

RR

: 18 kali/menit

T

: 37,2 C

Berat badan

: 70 kg

Tinggi badan

: 164 cm

1. Kepala Bentuk kepala: simetris, deformitas (-), tanda trauma (-)

Rambut: hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut Nyeri tekan : (-)

Mata

: konjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-), radang (-/-)

Hidung: simetris, deformitas (-), sekret (+), darah (-)

Mulut: tidak ada gangguan dalam membuka rahang, tampak arkus faring, uvula dan palatum molle, darah (-), susunan gigi baik

Telinga: nyeri tekan tragus (-), darah (-)

2. Leher Trakea

: deviasi (-)

Kelenjar tiroid : tidak membesar

Kelenjar limfe: tidak membesar

3. Dada a. Jantung Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra

Perkusi: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi: S1-S2 reguler, bising (-)

b. Pulmo Inspeksi: tanda trauma (-), deformitas (-)

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi: vesikuler (+) normal, suara tambahan (-)

4. Abdomen Inspeksi: kulit abdomen intak, jejas (-), sikatrik (-)

Auskultasi: peristaltik (+) normal

Palpasi

: nyeri tekan (-)

Perkusi: timpani

5. Genital Tidak dilakukan pemeriksaan genital

6. Ekstremitas a. Superior : tanda trauma (-/-), deformitas (-/-), keterbatasan gerak (-/-), hangat (+/+) pucat (-/-)

b. Inferior : tanda trauma (-/-), deformitas (-/-), keterbatasan gerak (-/-), hangat (+/+), pucat (-/-) PEMERIKSAAN LABORATORIUMHb

: 11,4 gr/dL

LED

: 40

Eritrosit

: 4,2 x 106/mm3Leukosit

: 6,9 x 103/mm3Hematokrit

: 40,8 %Trombosit

: 168 x 103/mm3Golongan darah: BBT

:31

CT

:2DIAGNOSIS KERJA - Sinusitis

- Status ASA I dengan general anestesiLAPORAN ANESTESI

Preoperatif Pasien menjalani program puasa selama kurang lebih 6 jam sebelum operasi dimulai. Keadaan pasien tenang, kooperatif, nadi 80 x/menit, RR 18 x/menit, suhu 37,2 OC.

Jenis operasi

: antrostomy

Jenis anestesi

: Anestesi General

Premedikasi

: Pethidine 2,5 ccMedikasi

: Sulfas Atropin 1 amp

Pethidine 2,5 cc

Tramus 2 cc

Recofol 120 mg

Ranitidine 1 amp

Ondancetron 1 amp

Ketorolac 1 amp

Teknik anestesi:

Preoksigenasi 5 menit Induksi IV Intubasi dengan ETT no. 6,5Respirasi

: Sistem control

Posisi

: Terlentang (supine)

Cairan

: infus RL 500 ml

Keadaan akhir pembedahan: Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan umum

: Baik

Tekanan darah

: 150/90 mmHg

Frekuensi nafas

: 20x/menitFrekuensi nadi

: 80x/menit

Suhu

: 37C

Pemantauan Selama Anestesi

O2

: 2 liter

SpO2

: 97-100%

Mulai anestesi

: 10.40 WIB

Mulai operasi

: 10.50 WIBTekanan Darah dan Frekuensi Nadi

Pukul (WIB)

Tekanann darah (mmHg)

Nadi (kali/menit)

10.55

110/70

9011.00

110/70

9211.05

100/70

10011.10

100/70

100Recovery Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke recovery room dan diobservasi berdasarkan Aldrete Score. Jika Aldrete Score 8 dan tanpa ada nilai 0 atau Aldrete Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.

tekanan darah

: 110/70 mmHg

nadi

: 100 kali/menit

saturasi oksigen

: 99%

observasi dengan Aldrete Score: 9

Kesadaran

: sadar, orientasi baik (2)

Pernapasan

: napas dalam, teratur (2)

Sirkulasi

: baik (2)

Warna

: merah muda, SaO2 > 92% (2)

Aktivitas

: 4 ekstremitas dapat digerakkan (1) Program post operasi : - Awasi vital sign dan kesadaran

- Posisi tidur terlentang tanpa bantal sampai sadar

- Sadar penuh boleh minum secara bertahap

- Lain-lain sesuai dokter bedah

- Emergensi lapor dokter anestesi. Mengetahui,

Tanda Tangan

Pembimbing

Dokter Muda

(dr. Kurnian,Sp.An)

( Kusnadi, S.Ked )BAB 3PEMBAHASAN3.1ANESTESIUMUMAnestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot. Cara pemberian anestesi umum :

1. Parenteral (intramuscular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan thiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain.

2. Parekteral. Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.

3. Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap (volaitile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan oksigen) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan daya anestesi, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat memberi anestesi yang adekuat.

Teknik Anestesi Umum 1. INHALASI dengan Respirasi Spontan

A. Sungkup wajah

B. Intubasi endotrakeal

C. Laryngeal mask airway (LMA)

2. INHALASI dengan Respirasi kendali

A. Intubasi endotrakeal

B. Laryngeal mask airway

3. ANESTESI INTRAVENA TOTAL (TIVA)

A. Tanpa intubasi endotrakeal

B. Dengan intubasi endotrakeal

Anestesi Intravena Anestetik intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anestesia, tambahan pada analgesia regional atau untuk membantu prosedur diagnostic misalnya thiopental, ketamin, dan propofol. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan propofol.

a) Tiopental

Thiopental (pentotal,tiopenton) dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk berwarna kuning, berbau belerang, biasanya dalam bentuk ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebelum digunakan dilarutkan dalam aquades steril sampai kepekatan 2,5% (1 ml = 25 mg). Thiopental hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikkan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat alkalis dengan pH 10-11, sehingga suntikan keluar vena akan menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk ke arteri akan menyebabkan vasokontriksi dan nekrosis jaringan sekitar. Kalau hal ini terjadi dianjurkan memberikan suntikan infiltrasi lidokain. Bergantung dosis dan kecepatan suntikan thiopental akan menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi nafas.

Thiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intracranial dan diduga dapat melindungi otak akibat kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi. Kontra indikasinya adalahstatus asmatikus, syok, anemia, disfungsi hepar, dispnue berat, asma bronchial, versi ekstraksi, miastenia gravis. Keuntungannya adalah induksi mudah dan cepat, tidak ada delirium, masa pemulihan cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan nafas, sedangkan kerugiannya adalah dapat menyebabkan depresi pernafasan, depresi kardiovaskular, cenderung menyebabkan spasme taring, relaksasi otot perut dan bukan analgetik.

Thiopental di dalam darah 70% diikat oleh albumin, sisanya 30% dalam bentuk bebas, sehingga pada pasien dengan albumin rendah dosis harus dikurangi. Thiopental dapat diberikan secara kontinyu pada kasus tertentu di unit perawatan intensif, tetapi jarang digunakan untuk anestesia intavena total.

b) Propofol

Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai, 2,25% gliserol dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg). Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untu anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intesif 0,2 mg/kg. Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 tahun dan pada wanita hamil tidak dianjurkan. Sebaiknya menyuntikkan obat anestetik ini pada vena besar karena dapat menimbulkan nyeri pada pemberian intravena.

c) Ketamin

Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturate general anesthesia. Indikasi pemakain ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan nafas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi, tindakan operasi sibuk dan asma. Ketamin (ketalar) kurang digemari untuk induksi anestesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.

Kalau harus diberikan sebaiknya diberikan midazolam (dormikum) atau diazepam (vallum) terlebih dahulu dengan dosis 0,05-0,08 mg/kg intravena.

Dosis bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1 ml = 10 mg), 5% (1 ml = 50 mg) dan 10% (1 ml = 100 mg).

d) Opioid

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi. Opioid tidak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.Tahapan Anestesia. Stadium 1 (analgesia) Penderita mengalami analgesi,

Rasa nyeri hilang,

Kesadaran berkurang

b. Stadium II (delirium/eksitasi) Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran

Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa, berteriak, menangis, menyanyi)

Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur

Dapat terjadi mual dan muntah

Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi

Midriasis, hipertensi

c. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi) Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur (pernapasan perut)

Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut kehendak

Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa ditahan

d. Stadium IV (paralisis medula oblongata) Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.

Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat meninggal. Maka taraf ini sedapat mungkin dihindarkan.

Premedikasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan untuk :

a. Meredakan kecemasan dan ketakutan

b. Memperlancar induksi anestesia

c. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

d. Meminimalkan jumlah obat anestesia

e. Mengurangi mual muntah pasca bedah

f. Menciptakan amnesia

g. Mengurangi cairan lambung

h. Mengurangi refleks yang tidak diinginkan

Obat obat Premedikasi

a. Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik

Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik akibat obat atau anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg. Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-anak.

b. Petidin

Petidin merupakan narkotika sintetik derivat fenilpiperidinan dan terutama berefek terhadap susunan saraf pusat. Mekanisme kerja petidin menghambat kerja asetilkolin (senyawa yang berperan dalam munculnya rasa nyeri) yaitu pada sistem saraf serta dapat mengaktifkan reseptor,

Sediaan : dalam ampul 100 mg/2cc

Dosis : 1 mg/kgbb

Pemberian : IV, IM

Induksi

a. Recofol 80 mg (Propofol)

Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam lemak. Profopol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik.

Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk induksi maupun maintanance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui infus, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada cara pemberian pada oranag dewasa di bawah umur 55 tahun.

Intubasi

Setelah dilakukan induksi anestesia yaitu tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, maka memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Induksi dapat dilakukan secara intravena, intramuskular, inhalasi dan rektal. Sebelum dilakukan induksi sebaiknya disiapkan terlebih dahulu peralatan dan obat-obatan yang diperlukan.

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi endotrakheal antara lain :

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi. Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal.Biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :

a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.

b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang bawah yang lebih lebar selama intubasi.c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi. Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).d. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi temporomandibuler, spondilitis servical spine.e. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala pada leher di sendi atlantooccipital.f. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher. Dalam melakukan suatu tindakan intubasi.Pemeliharaan a. Dinitrogen Oksida (N2O/ gas gelak) N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat dari pada udara, tidak mudah terbakar/meledak dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O:O2 yaitu 60%:40%, 70%:30%, dan 50%:50%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20%;80%, untuk induksi 80%:20%, dan pemeliharaan 70%:30%.Post AnestesiStress pasca operasi sering terjadi gangguan nafas, kardiovaskular, mual-muntah, menggigil, kadang-kadang perdarahan. Pasca operasi berada di ruang recovery. Di unit ini pasien dinilai tingkat pulih sadarnya.

Observasi dan monitor tanda vital (nadi, tensi, respirasi)

Bila pasien gelisah harus diteliti apakah karena kesakitan (tekanan darah dan nadi cepat) atau karena hipoksia (tekanan darah turun dan nadi cepat) misal karena perdarahan (hipovolemia).

Bila kesakitan beri analgetik NSAID/Opioid.

Jika hipoksia cari sebabnya dan atasi penyebabnya (obstruksi jalan nafas) karena secret/lender atau lidah jatuh ke hipofharing).

Oksigen via nasal kanul 3-4 liter, selama pasien belum sadar betul tetep diberikan.

Pasien dapat dikirim kembali ke bangsal/ruangan setelah sadar, reflek jalan nafas sudah aktif, tekanan darah dan nadi dalam batas-batas normal.

Pasien bisa diberi makan dan minum jika flatus sudah ada, itu bukti peristaltik usus sudah normal.3.2SINUSITIS

Definisi

Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis eithmoidal, sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinus dan bila semua sinus yang terkena disebut pansinusitis.Anatomi

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yaitu muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan eithmoid anterior.

Etiologi

Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotraumas, berenang atau menyelam. Fraktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka, polip hidung dan rhinitis alergi. Rinosinusitis ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma, yang kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bacterial dengan penyebab bakteri pathogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur dan infeksi gigi.

Klasifikasi

Secara klinis, sinusitis dibagi atas sinusitis akut, sinusitis subakut, dan sinusitis kronis. Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi atas:

1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung). Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.2. Dentogenik/ odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang bsering menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar).

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar di dalam kompleks osteomeatal (KOM). Disamping itu, mucus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan.

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negative di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis nonbacterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka secret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan secret akan merubah menjasdi purulen yan disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotic. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini akan berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu, hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista.Diagnosis

Penegakan diagnosis sinusitis secara umum adalah:

1. Criteria mayor:

Secret nasal yang purulen

Post nasal drip

Batuk foto roentgen (waters radiograph atau air fluid level): penebalan lebih 50% dari antrum

CT Scan: penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus

2. Criteria minor:

Sakit kepala

Nyeri di wajah

Sakit gigi

Nyeri telinga

Sakit tenggorok

Napas berbau

Bersin-bersin bertambah sering

Demam

Kemungkinan terjadinya sinusitis bila adanya 2 gejala mayor, 1 mayor ditambah dengan 2 kriteria minor.

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Tes sedimentasi, leukosit, dan C-Reaktif protein dapat memnbantu diagnosis sinusitis akut.

Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus dilakukan pada pasien imunocompromise dengan perawatan intensif.

2. Imaging

Roentgen sinus, dapat menunjukkan suatu penebalan mukosa, air fluid level, dan perselubungan. Pada sinusitis maksilaris dilakukan pemeriksaan roentgen gigi untuk mengerahui adanya abses gigi. CT Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.

MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut.

Gejala Klinis

Secara klinis, sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut (bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu), sinusitis subakut (bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan) dan sinusitis kronik (bila berlangsung lebih dari 3 bulan).

Manifestasi klinis sinusitis dapat dinilai melalui gejala subjektif dan gejala objektif. Gejala gejala subjektif sinusitis akut dapat bersifat sistemik dan local. Gejala sistemik berupa demam dan rasa lesu. Gejala local dapat kita temukan pada hidung, sinus paranasal dan tempat lainnya sebagai nyeri alih. Gejala pada hidung dapat terasa adanya ingus yang kental dan berbau mengalir ke nasofaring. Selain itu, hidung terasa tersumbat. Gejala pada sinus paranasal berupa rasa nyeri dan nyeri alih.

Gejala subjektif yang bersifat local pada sinusitis maksila berupa rasa nyeri di bawah kelopak mata dan kadang tersebar ke alveolus sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dapat terasa di dahi dan depan telinga. Gejala sinusitis ethmoid berupa rasa nyeri pada pangkal hidung, kantus medius, kadang-kadang pada bola mata atau di belakang bola mata, akan terasa lebih sakit bila pasien menggerakkan bola matanya. Gejala sinusitis frontal berupa rasa nyeri yang terlokalisir pada sahi atau seluruh kepala. Gejala sinusitis sphenoid berupa rasa nyeri pada vertex, aksipital, belakang bola mata atau daerah mastoid.

Gejala objektif sinusitis akut yaitu tampak bengkak pada muka pasien. Gejala sinusitis maksila berupa pembengkakan pada pipi dan kelopak mata bawah. Gejala sinusitis frontal berupa pembengkakan pada dahi dan kelopak mata atas. Pembengkakan jarang terjadi pada sinusitis eithmoid, kecuali pada komplikasi.Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:

1. Mempercepat penyembuhan

2. Mencegah komplikasi

3. Mencegah perubahan menjadi kronik

Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan pembedahan (operasi). Ada 3 jenis obat yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:

1. Antibiotic. Berikan golongan penisilin selam 10-14 hari meskipun gejala klinis sinusitis akut telah menghilang.

2. Dekongestan local. Berupa obat tetes hidung untuk memperlancar drainase hidung.

3. Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit.

Sinusitis kronik dapat ditangani dengan cara:

1. Medikamentosa. Pemberian antibiotic selama minimal 2 minggu dan obat simptomatik lainnya.

2. Tindakan. Meliputi diatermi, pungsi dan irigasi sinus (sinusitis maksila), pencucian Proetz (sinusitis eithmoid, frontal dan sphenoid)Ada beberapa jenis operasi radikal pada sinusitis paranasal, yaitu:

1. Operasi Caldwell-Luc. Pembedahan untuk sinusitis maksila.

2. Etmoidektomi. Pembedahan untuk sinusitis ethmoid.

3. Operasi Killian. Pembedahan untuk sinusitis frontal.

Komplikasi

Sinusitis kronik dapat menyebabkan:

1. Osteomielitis

2. Abses subperiosteal

3. Kelainan orbita

4. Kelainan intracranial

5. Kelainan paru-paru.