Referat CB

23
BAB I PENDAHULUAN Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan dikarenakan adanya disfungsi bilateral darikorteks visual di oksipital (V1). Buta kortikal juga selalu digunakan untuk indikasi keparahan dari gangguan visual yang dikarenakan disfungsi bilateral jaras genikulokalkarina. Penggunaan istilah buta serebral lebih tepat karena lesi tidak selalu pada korteks. diperkenalkan istilah ganguan visual korteks (cortical visual impairment) untuk anak- anak untuk menghindari kesan negatif dari prognosis yang buruk dari buta kortikal (Lam, 2009). Namun pada beberapa artikel, penggunaan istilah gangguan visual kortikal dan buta kortikal dianggap sama. Walaupun pada pembahasan gangguan visual kortikal lebih ditekankan pada anak-anak sedangkan buta kortikal digunakan pada orang dewasa. Angka kejadian buta kortikal pada orang dewasa, belum ada jumlah yang pasti. Namun pada anak-anak sudah banyak penelitian yang dilakukan sehubungan dengan gangguan visual kortikal atau buta kortikal yang merupakan penyebab utama gangguan penglihatan bilateral pada anak-anak di negara Barat. Insidennya pada anak-anak telah meningkat.

Transcript of Referat CB

BAB IPENDAHULUAN

Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan dikarenakan adanya disfungsi bilateral darikorteks visual di oksipital (V1). Buta kortikal juga selalu digunakan untuk indikasi keparahan dari gangguan visual yang dikarenakan disfungsi bilateral jaras genikulokalkarina. Penggunaan istilah buta serebral lebih tepat karena lesi tidak selalu pada korteks. diperkenalkan istilah ganguan visual korteks (cortical visual impairment) untuk anak-anakuntuk menghindari kesan negatif dari prognosis yang buruk dari buta kortikal (Lam, 2009).Namun pada beberapa artikel, penggunaan istilah gangguan visual kortikal dan buta kortikal dianggap sama. Walaupun pada pembahasan gangguan visual kortikal lebih ditekankan pada anak-anak sedangkan buta kortikal digunakan pada orang dewasa. Angka kejadian buta kortikal pada orang dewasa, belum ada jumlah yang pasti. Namun pada anak-anak sudah banyak penelitian yang dilakukan sehubungan dengan gangguan visual kortikal atau buta kortikal yang merupakan penyebab utama gangguan penglihatan bilateral pada anak-anak di negara Barat. Insidennya pada anak-anak telah meningkat. Penyakit ini tidak membahayakan kehidupan. Pada penelitian di lima Negara berkembang tercatat bahwa jumlah kerusakan otak semakin banyak anak tunanetra. Dalam studi lain dari Liverpool, Rogers menemukan bahwa gangguan visual kortikal adalah penyebab paling umum penurunan visual pada anak dengan gangguan saraf asosiasi.The Oxford Register of Early Childhood Impairments melaporkan kejadian secara keseluruhan gangguan penglihatan bilateral sebesar 0,14% dengan 29,5% dari kasus disebabkan gangguan visual kortikal dan 14,1% karena nystagmus.Penyebab utama kedua penurunan populasi penelitian ini, Di California Utara, gangguan visual juga ditemukan menjadi penyebab utama gangguanpenglihatan pada anak-anak di bawah umur 5 tahun.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Korteks Serebri2.1.1. Anatomi Korteks SerebriOtak manusia paling berkembang hemisfer cerebri dibanding makhluk lain. Korteks cerebri merupakan bagian otak yang berhubungan dengan fungsi intelektual. Korteks cerebri terdiri dari 4 lobus yaitu : lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.

Korteks cerebri mengandung 100 milyar neuron terdiri dari 3 tipe sel yaitu stellata, fusiform, dan pyramidal yang masing-masing mempunyai axon dan dendrite yang membentuk sinaps. Tiap bagian dari korteks mempunyai fungsi spesifik yang dalam kerjanya akan berintegrasi sehingga menghasilkan suatu aktivitas tubuh. Berdasarkan fungsi dan histologisnya Broadmann membagi korteks menjadi 47 area. Beberapa area yang terkenal diantaranya : area 4 dan 6 (area motorik dan premotorik), area 17, 18, dan 19 (area penglihatan primer dan asosiasi), area 41 dan 42 (area pendengaran primer dan asosiasi).

Kedua hemisfer cerebri tidak simetris baik dalam ukuran maupun fungsinya, masing-masing hemisfer mendapat rangsang atau menerima impuls dari sisi tubuh yang kontralateral. Hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh corpus calosum. Hemisfer (otak) kiri mempunyai ukuran yang lebih besar dan mengatur fungsi : Berbahasa Logika Angka Analisis Daya ingat RasionalitasSedangkan hemisfer kanan mengatur fungsi : Visuo-spatial Intonasi/irama Musik Imajinasi/lamunan DimensiTiap bagian dari korteks cerebri ini saling berhubungan antar lobus dalam satu hemisfer melalui jaras asosiasi, dan antar hemisfer melalui jaras tranversa atau kommisural, sedangkan hubungan korteks cerebri dengan bagian otak di bawahnya sampai medulla spinalis melalui jaras proyeksi.a. Lobus FrontalisMerupakan bagian korteks yang terbesar. Mempunyai bagian-bagian : Girus presentralis atau korteks motorik, merupakan pusat gerakan motorik kontralateral. Kelainan pada sisi dominan akan didapatkan Gerstmann Syndrom dengan gejala-gejala : tak dapat membedakan ekstremitas kiri dan kanan, kesulitan mengenal jari tangan (finger agnosia), gangguan berhitung (akalkuli), gangguan menulis (agrafia). Kelainan pada sisi nondominan akan didapatkan gejala : anosognosia (tak mengenal ekstremitas kontralateral dan tak mengakui kelumpuhannya), apraxia (kesulitan melakukan suatu tindakan yang kompleks, seperti memakai baju, menalikan sepatu), geographical agnosia( tidak mengenal lokasi tempat), apraksia konstruksional ( tak dapat meniru gambar-gambar geometris).Gangguan pada lobus frontalis dapat menimbulkan gejala-gejala : Monoplegi atau hemiplegi, disfasia motorik (disfasia ekspresif) ; merupakan suatu perubahan kepribadian dengan perilaku antisosoial, kehilangan inisiatif, akinetik mutism, Inkontinensia urine et alvi.b. Lobus TemporalisTerdapat korteks audotorik,pada sisi dominan berfungai untuk pusat pendengaran dalam bahasa dan pada sisi nondominan untuk pendengaran dari suara, irama,dan musik. Pada girus temporalis media dan inferior berhubungan dengan proses belajar dan memori. Lobus limbik merupakan media dari sensasi olfaktorik, emosi, dan perilaku afektif. Gangguan pada lobus temporalis dapat menyebabkan : Tuli sensorik, Gangguan pendengaran irama (amusia), Gangguan belajar dan ingatan.Kelainan pada sistem limbik : halusinasi olfaktorik, perilaku agresif dan antisosial, gangguan ingatan jangka pendek. Kelainan pada hemisfer dominan akan menimbulkan disfasia Wernicke atau disfasia reseptif.c. Lobus oksipitalisTerdapat korteks visual yang berhubungan dengan fungsi persepsi visual yang terletak pada sulkus calcarina (korteks striata) yang diapit oleh korteks parastriata. Korteks striata (area 17) merupakan korteks visual primer dan korteks parastriata (area18 & 19) merupakan korteks asosiasi visual. Gangguan pada lobus oksipitalis dapat menyebabkan: Gangguan lapang pandang, Buta kortikal bila kelainannya di korteks striata (area17), Gangguan interpretasi visual bila kerusakannya di korteks striata dan parastriata, Area Broca, merupakan pusat bicara ekspresif, Area suplementer motorik, merupakan pusat pergerakan konjugasi kepala dan mata.d. Lobus ParietalisMempunyai bagian-bagian : Girus postsentral berfungsi untuk menerima jaras aferen untuk rasa posisi, raba, dan gerakan pasif. Girus supramarginal dan angular hemisfer dominan untuk area reseptif untuk bahasa dimana komprehensi anatara aspek pendengaran dan visual berintegrasi Selain itu berfungsi juga untuk: kemampuan kalkulasi, kemampuan untuk konstruksi tubuh, dan pada hemisfer dominan untuk konsep body image dan kesiagaan terhadap lingkungan eksternal. Gangguan pada lobus parietalis dapat menyebabkan : Gangguan rasa posisi, Gangguan sensorik gerakan pasif, Gangguan rasa halus, Gangguan two point discrimination, Astereognosia (gangguan mengenal bentuk melalui perabaan), Afasia reseptif atau afasia sensorik.

2.2. Sistem Penglihatan2.2.1 Anatomi Sistem PenglihatanMata merupakan salah satu alat indera yang berfungsi untuk melihat. Organ-organ mata yang penting dalam proses melihat :

2.2.2 Fisiologi PenglihatanProses melihat terjadi karena adanya cahaya yang menyinari objek tertentu sebagai stimulusnya. Cahaya yang dapat ditangkap oleh mata manusia (visible light) adalah cahaya dalam spektrum elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang sekitar 380 760 nm. Bila mata melihat sebuah objek maka cahaya akan masuk melalui kornea, kemudian melewati celah pupil pada iris yang akan mengatur banyaknya sinar yang masuk, lalu melewati lensa yang dapat memipih dan mencembung sehingga sinar dapat difokuskan ke bintik kuning yang berada pada retina. Setelah sampai di retina cahaya tadi diteruskan sebagai impuls saraf oleh N. II (N. optikus) menuju ke otak di lobus oksipitalis, yaitu ke korteks penglihatan primer (area 17) sehingga benda tadi dapat dilihat, dan korteks penglihatan sekunder atau korteks asosiasi penglihatan (area 18 dan 19) sehingga benda tadi dapat dipahami.Sistem ini terdiri dari retina, N.optikus (N.II), khiasma optikus, traktus optikus, korpus genikulatum lateral (CGL) radiatio genekulo-kalkarina, korteks kalkarina primer, korteks asosiasi dan lintasan antar hemisfer. Cahaya yang tiba di retina diterima oleh sel batang dan sel kerucut sebagai gelombang cahaya. Gelombang mencetuskan impuls yang dihantarkan oleh serabut-serabut sel di stratum optikum ke otak. Jika cahaya berproyeksi pada makula, gambaran yang dilihat adalah tajam. Proyeksi cahaya di luar nmakula menghasilkan penglihatan yang kabur. Proyeksi sesuatu benda yang terlihat oleh kedua mata terletak pada tempat kedua makula secara setangkup, apabila proyeksi itu tidak menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan terlihat gambaran penglihatan yang kembar (diplopia). Nervus optikus memasuki ruang intrakranium melalui foramen optikum. Di daerah tuber sinerium (tangkai hipofise) nervus optikus kiri dan kanan tergabung menjadi satu berkas untuk kemudian berpisah lagi dan melanjutkan lagi perjalanannya ke korpus genikulatum laterale dan kolikulus superior. Tempat kedua nervi optisi bergabung menjadi satu berkas dinamakan khiasma. Di situ serabut-serabut nervus optikus yang menghantarkan impuls visual dari belahan temporal dari retina tetap pada sisi yang sama. Setelah mengadakan pergabungan tersebut nervus optikus melanjutkan perjalanannya sebagai fraktus optikus. Julukan yang berbeda untuk serabut - serabut nervus optikus dari kedua belah sisi itu berdasarkan karena nervus optikus aialah berkas saraf optikus (sebelum khiasma) yang terdiri dari seluruh serabut optikus yangberasal dari retina mata kiri atau kanan, sedangkan traktus optikus ialah berkas serabut optikus yang sebagian berasal dari belahan nasal retina sisi kontralateral dan sebagian dari belahan temporal retina sisi homolateral. Serabut-serabut optik yang bersinaps di korpus genikulatum laterale merupakan jaras visual, sedangkan yang menuju ke kolikulus superior menghantar impuls visual membangkitkan refleks optosomatik. Setelah bersinaps di korpus genikulatum laterale, penghantaran impuls visual selanjutnya dilaksanakan oleh serabut serabut genikulo kalkarina, yaitu juluran ganglion yang menyusun korpus genikulatum laterale yang menuju ke korteks kalkarina. Korteks kalkarina ialah korteks perseptif visual primer (area 17). Setibanya impuls visual di situ terwujudlah suatu sensasi visual sederhana. Dengan perantaraan korteks area 18 dan 19 sensasi visual itu mendapat bentuk dan arti, yakni suatu penglihatan. Untuk impuls yang menuju kolikulus superior akan diteruskan ke kompleks inti pre tektal. Neuron interkalasi menghubungkan kompleks inti pretekral dengan inti Edinger Westphal, neuron inter kalasi ini ada yang menyilang dan ada yang tidak menyilang. Neuron eferent parasimpatik, berjalan bersama N III, mengikuti divisi interior, lalu mengikuti cabang untuk m.obiliquus inferior dan akhirnya mencapai ganglion ciliare, setelah bersinap disini, serabut post ganglioner (n.ciliaris brevis) menuju m.sfincter papillae.a. Lobus OksipitalOccipital Lobe (lobus oksipital) adalah bagian terkecil dari empat pasangan lobus dalam korteks otak manusia. Lobus ini terletak di bagian paling belakang tengkorak. Occipital lobe merupakan pusat pemrosesan visual dari otak yang berisi sebagian besar wilayah anatomi visual cortex. Di dalam occipital lobe terdapat korteks visual primer yang merupakan fungsi terpenting yang menyangkut aspek penglihatan. Terdapat korteks visual yang berhubungan dengan fungsi persepsi visual yang terletak pada sulkus calcarina (korteks striata) yang diapit oleh korteks parastriata. Korteks striata (area 17) merupakan korteks visual primer dan korteks parastriata (area18 & 19) merupakan korteks asosiasi visual. Proses penglihatan terjadi berasal dari stimulus yang datang dari retina, kemudian dibawa oleh saraf penglihatan kepada thalamus dan menuju ke occipital lobe. Setelah informasi visual diproses di occipital lobe, kemudian diteruskan ke bagian parietal, yang mengkombinasi dan mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber, sehingga seseorang memiliki pemaknaan visual dan visuospatial terhadap stimulus yang dilihat. Jika terdapat gangguan pada occipital lobe, maka otak gagal mengirimkan sinyal dari stimulus, sehingga proses terputus hanya sampai fungsi penglihatan, tidak sampai diteruskan pada fungsi persepsi pada parietal. Akibatnya seseorang hanya mampu menangkap cahaya atas stimulus yang dilihat tanpa mampu memaknakan stimulus tersebut. Salah satu gangguan occipital lobe adalah Antons syndrome. Gangguan pada lobus oksipitalis dapat menyebabkan: Gangguan lapang pandang, Buta kortikal bila kelainannya di korteks striata (area17), Gangguan interpretasi visual bila kerusakannya di korteks striata dan parastriata, Area Broca, merupakan pusat bicara ekspresif, Area suplementer motorik, merupakan pusat pergerakan konjugasi kepala dan mata.

2.2.3 Sistem Vaskularisasi Lobus OksipitalArteri Serebri Posterior (ASP) memperdarahi korteks oksipital, thalamus dam mesensefalon. Arteri kalkarina yang merupakan cabang dari arteri oksipital interna memperdarahi korteks visual primer. Daerah korteks makular yang terletak pada bagian paling posterior menerima darah dari arteri kalkarina dan cabang arteri serebri media, hal ini yang akan menerangkan timbulnya gejala makular sparing pada oklusi ASP. Beberapa cabang ASP yaitu arteri koroidalis posterior medial dan lateral, arteri thalamus perforate dan arteri talamo-genikulate dimana akan memperdarahi glandula pineal, plexus koroidalis, thalamus , basal ganglia. Okulasi a.kalkarina (salah satu cabang a.oksipitalis interna) menimbulkan HH oksipital/kortikal dengan macular sparing karena kutub posterior korteks visual primer diperdarahi juga oleh cabang ACM.Dikenal 5 tipe hemianopia oksipital:1. Hemianopia homonim (HH) (75%)2. Quadrantopia homonim (16%)3. HH bilateral (6%)4. Skotoma parasentral homonim (3%)5. Hemianopia cross quadrant/checkerboardOkulasi ASP bilateral atau okulasi bagian rostral a.basilaris menimbulkan buta kortikal dengan denial of blindness (sindroma Anton) dimana penglihatan, dan persepsi cahaya tetapi refleks cahaya normal, tetapi seringkali masih tersisa sedikit sekali penglihatan terutama untuk obyek yang dikenalnya (Toll, 1984), penderita buta tetapi menyangkal kebutaannya, melaporkan pengalaman-pengalaman visual, bertindak tanduk seperti penglihatannya normal afasia amnestik, gangguan memori baru yang berat, konfabulasi dan deteriorisasi intelektual. Bila areal 18 dan 19 (psychic visual area) juga rusak, maka timbul aonosia visual (tidak mampu mengenal/memberi nama pada obyek yang dilihat tetapi masih dapat mengenalnya dengan perabaan, penciuman atau didengarkan suaranya) prosopagnosia, halusinasi visual yang berbentuk, polinopsia (masih melihat bayangan/wajah setelah objeknya menghilang), allthesia (bayangan visual ditransposisikan dari lapang pandang satu sisi ke sisi lain), central dazzle (intoleransi terhadap cahaya tanpa rasa nyeri). Korteks oksipital bawah penting untuk persepsi warna, lesi di daerah tersebut menimbulkan buta warna, color anomia, kecerahan warna hilang atau bertambah atau sekeliling penderita menjadi berwarna. Perbaikan infark lobus oksipital ditandai oleh timbulnya fenomena Riddoch dimana penderita mampu melihat gerakan tetapi tidak mampu mengenal bentuk, sumber cahaya yang diam tidak terlihat tetapi bila digerak-gerakkan akan terlihat.

2.3.1. Cortical Blindness2.3.2 DefinisiButa kortikal adalah gangguan penglihatan yang sementara atau menetap dikarenakan adanya gangguan jaras visual posterior dan atau kerusakan di lobus oksipital di otak. Selain itu, dari literatur yang berbeda, buta kortikal adalah tipe kebutaan yang terjadi akibat masalah di otak. Kondisi ini tercipta karena menurunnya fungsi penglihatan akibat gangguan fungsi korteks. Orang yang mempunyai mata yang berfungsi normal dan baik, bisa saja mengalami buta kortikal. Buta kortikal adalah kehilangan penglihatan dikarenakan adanya disfungsi bilateral dari korteks visual di oksipital. Meskipun mata yang terkena secara fisik normal dan sehat, kerusakan hasil otak secara penuh atau parsial kehilangan penglihatan. Pupil mata cortically buta masih melebarkan dan menyempitkan sebagai respon terhadap perubahan cahaya, karena reaksi ini adalah refleks, dan tidak bergantung pada otak. sindrom Anton-Babinski, merupakan gejala yang jarang terjadi kerusakan otak, dinamai ahli saraf Gabriel Anton dan Joseph Babinski, pasien cortically buta, tetapi menekankan pada kemampuan untuk melihat. Sindrom Anton-Babinski terjadi paling sering setelah stroke, tetapi juga bisa terjadi akibat cedera kepala. Dalam fenomena Riddoch, jenis kebutaan kortikal, lesi di korteks oksipital menyebabkan pasien kehilangan kemampuan untuk melihat objek statis. Pasien dapat melihat gerakan, tetapi dalam beberapa kasus tidak dapat melihat bentuk atau warna benda bergerak.

2.3.2 EtiologiAda banyak kemungkinan penyebab kebutaan kortikal. Hal ini dapat menjadi hasil dari kerusakan fisik pada korteks oksipital, seperti lesi. Hal ini juga dapat disebabkan oleh oklusi arteri serebral posterior, yang memasok korteks oksipital dengan darah beroksigen. Ini juga merupakan efek samping dari penggunaan jangka panjang dari beberapa antikonvulsan, obat resep yang digunakan untuk mengobati serangan epilepsi.Kebutaan kortikal disebabkan oleh hipoksia atau anoksia yang melibatkan lobus oksipital yang disebabkan oleh salah satu insufisiensi vaskular atau dengan peningkatan tingkat metabolisme selama periode seizures. Hyperviscosity di NKH dapat menyebabkan dehidrasi glial dan jaringan pendukung lainnya dengan akumulasi radikal bebas. Yang dihasilkan edema sitotoksik mungkin membatasi difusi zat yang dapat menyebabkan blindness. Transien hiperglikemia Non - ketotic diketahui menyebabkan hemianopia homonim tanpa bukti adanya lesi struktural jelas pada scanning tetapi tidak ada laporan dari kebutaan kortikal pada pasien NKH.Dalam sebuah buku, buta kortikal bisa dikarenakan perdarahan serebral, tumor, infark pada vena, cardiopulmonary arrest, emboli udara dan lemak, herniasi uncus, dan demielinisasi (Milner, 2006). Untuk buta kortikal sementara, penyebabnya bisa dari iskemik, cerebral atau coronary arteriography, obat-obatan (siklosporin), trauma kapitis, kejang, migraine, myelografi (Devinsky).

2.3.3 KlasifikasiPembagian buta kortikal yaitu buta kortikal total dan buta kortikal parsial. Pada buta kortikal proses visual masih lebih bagus dari buta kortikal total. Lapangan pandang dan ketajaman penglihatan bisa saja normal tapi terjadi gangguan pada korteks asosiasi berakibat ketidakmampuan melihat objek secara normal.

2.3.4 Gejala KlinisKetika kebutaan kortikal kurang dari jumlah, ia juga disebut gangguan penglihatan kortikal (CVI). Gejala CVI mungkin termasuk kemampuan visual yang bervariasi dari hari ke hari, perbedaan dalam kemampuan visual antara dua mata, bidang sempit visi, dan fotofobia atau keengganan terhadap cahaya. Jika CVI lebih buruk dalam satu mata daripada di lain persepsi kedalaman, gangguan bisa terjadi. Seorang pasien dengan CVI juga mungkin dapat melihat beberapa jenis benda lebih baik daripada yang lain; misalnya, ia mungkin dapat membaca teks, tetapi mengalami kesulitan mengamati wajah. CVI tidak biasanya berhubungan dengan hilangnya kemampuan untuk melihat warna, tetapi beberapa warna, terutama kuning dan merah, mungkin lebih mudah untuk melihat daripada yang lain.

2.3.5 PatogenesisSistem visual bagaimana seseorang dapat melihat dengannormal. Sistem ini terdiri dari retina, N.optikus (N.II), khiasma optikus, traktus optikus, korpus genikulatum lateral (CGL) radiatio genikulo-kalkarina, korteks kalkarina primer, korteks asosiasi dan lintasan antar hemisfer. Cahaya yang tiba di retina diterima oleh selbatang dan sel kerucut sebagai gelombang cahaya. Gelombang mencetuskan impuls yang dihantarkan oleh serabut-serabut sel di striatum optikum ke otak. Jika cahaya berproyeksipada makula, gambaran yang dilihat adalah tajam. Proyeksi cahaya di luar makula menghasilkan penglihatan yang kabur. Proyeksi sesuatubenda yang terlihat oleh kedua mata terletak pada tempat kedua makula secara setangkup,apabila proyeksi itu tidak menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan terlihatgambaran penglihatan yang kembar (diplopia). Nervus optikus memasuki ruang intrakranium melalui foramen optikum. Di daerah tuber sinerium (tangkai hipofise) nervus optikus kiri dan kanan tergabung menjadi satu berkas untuk kemudian berpisah lagi dan melanjutkan lagi.

2.3.6 PrognosisPrognosis untuk pasien dengan kebutaan kortikal tergantung pada penyebabnya, tingkat keparahan, durasi, kecepatan awal recovery, usia, dan riwayat kesehatan. Dalam hal ini, harapan pada prognosis visual yang buruk mengingat usianya, sejarah diabetes dan hipertensi dan hal itu sangat mempengaruhi.

BAB IIIKESIMPULAN

Kerusakan pada lobus oksipital dan gangguan jaras visual posterior dapat menyebabkan seseorang mengalami cortical blindness dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan yang sementara atau menetap. Sebagian dari orang yang mengalami gangguan ini hanya mengetahui sedikit atau tidak mengetahui sama sekali bahwa mereka mengalami gangguan penglihatan. Lobus Oksipital adalah bagian terkecil dari empat pasangan lobus dalam korteks otak manusia. Lobus ini terletak di bagian paling belakang tengkorak. Lobus oksipital merupakan pusat pemrosesan visual dari otak yang berisi sebagian besar wilayah anatomi korteks visual. Jika terdapat gangguan pada lobus oksipital seperti pada Sindrom Anton, maka otak gagal mengirimkan sinyal dari stimulus, sehingga proses terputus hanya sampai fungsi penglihatan, tidak sampai diteruskan pada fungsi persepsi pada parietal. Akibatnya seseorang hanya mampu menangkap cahaya atas stimulus yang dilihat tanpa mampu memaknakan stimulus tersebut. Adapun etiologi dari buta kortikal adalah tumor, infark pada vena,cardiopulmonary arrest, emboli udara dan lemak, herniasi uncus, dan demielinisasi. Untukbuta kortikal sementara, penyebabnya bisa dari iskemik, cerebral atau coronaryarteriography, obat-obatan (siklosporin), trauma kapitis, kejang, migraine, myelografi. Managemen yang tepat untuk kondisi ini adalah dengan cara fokus terhadap penanganan rehabilitasi.Diagnosa ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan penunjang berupa CT Scan atau MRIyang memperlihatkan lesi di korteks oksipitalis. Adapun diagnosa banding buta kortikaladalah lesi di jaras visual lebih awal, histeria, dan visual agnosia. Pengobatan pada butakortikal tergantung pada penyakit yang mendasarinya.Pada penelitian Aldrich, ditemui prognosis terbaik dijumpai pada pasien dibawah 40 tahun,tanpa riwayat hipertensi atau diabetes melitus dan tanpa adanya hubungan dengan gangguan memori, bahasa, dan kognitif. Dari penelitian tersebut disimpulkan prognosis buruk dijumpaipada buta kortikal akibat stroke dan bila adanya abnormalitas biooksipital pada pemeriksaan CT-Scan.