CB dr arif

60
IDENTITAS PASIEN Nama lengkap: Ny.N Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan terakhir : SMP Suku bangsa : Jawa Tanggal masuk : 03 Januari 2014 Tanggal lahir : 4 Oktober 1948, 66 Tahun Dokter yang memeriksa : dr. Arif Lianto Lie, SpPD Alamat : Undaan, Kudus Status perkawinan : Janda Agama : Islam No RM : 369510 A. ANAMNESIS Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal: 03 Januari 2014 Jam: 14:00 WIB Keluhan utama: Sesak nafas sejak 7 hari SMRS Riwayat penyakit sekarang: Sejak 7 hari yang lalu, os merasakan sesak nafas. Dada terasa sakit saat ingin menarik nafas. Os mengaku sesak nafasnya sering terjadi saat dia lagi berbaring atau hendak tidur. sesak nafas yang dialami os sampai mengganggu tidur os. Kadang-kadang, os terjaga dari tidur karena berasa lemas karena sesak. Os memberitahu dia lebih enak tidur dengan bantal yang ditinggikan. Os mengadu sejak sebulan yang lalu dia sering cepat lelah kalau beraktivitas, dan mengambil waktu

description

iwouisenf

Transcript of CB dr arif

Page 1: CB dr arif

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap: Ny.N Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan terakhir : SMP

Suku bangsa : Jawa Tanggal masuk : 03 Januari 2014

Tanggal lahir : 4 Oktober 1948, 66 Tahun Dokter yang memeriksa : dr. Arif Lianto Lie, SpPD

Alamat : Undaan, Kudus Status perkawinan : Janda

Agama : Islam No RM : 369510

A. ANAMNESIS

Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal: 03 Januari 2014 Jam: 14:00 WIB

Keluhan utama:

Sesak nafas sejak 7 hari SMRS

Riwayat penyakit sekarang:

Sejak 7 hari yang lalu, os merasakan sesak nafas. Dada terasa sakit saat ingin menarik nafas.

Os mengaku sesak nafasnya sering terjadi saat dia lagi berbaring atau hendak tidur. sesak

nafas yang dialami os sampai mengganggu tidur os. Kadang-kadang, os terjaga dari tidur

karena berasa lemas karena sesak. Os memberitahu dia lebih enak tidur dengan bantal yang

ditinggikan. Os mengadu sejak sebulan yang lalu dia sering cepat lelah kalau beraktivitas,

dan mengambil waktu yang lama untuk menghilangkan lelahnya setelah habis beraktivitas.

4 hari SMRS, sesak nafas tetap tidak berkurang. Os mengadu kadang-kadang batuk. Badan

terasa lemas. Karena sesak nafasnya, os tidak banyak beraktivitas karena takut sesaknya

bertambah parah. BAB os ketika itu lancar dan os mengaku dia BAK Cuma sedikit-sedikit.

1 hari SMRS, sesak napas os bertambah berat. Os merasakan perut dan kedua tungkai

kakinya terasa membengkak. Perut yang mengembung yang dirasakan os menyebabkan dia

lebih sukar untuk bernafas. Pada hari tersebut, os mengadu dia tidak makan seharian karena

terasa mual.

Page 2: CB dr arif

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat darah tinggi disangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat penyakit ginjal tidak diketahui

Riwayat penyakit hati tidak diketahui

Riwayat keluarga

Dalam keluar os, ibu os meninggal karena penyakit jantung. Riwayat penyakit lain

seperti ginjal, hati dan kencing manis tidak diketahui oleh pasien.

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran

Tempat lahir : Di rumah

Ditolong oleh : Dukun

Persalinan : Spontan

Riwayat Imunisasi

- Hepatitis

- BCG

- Campak

- DPT

- Polio

- Tetanus

Riwayat Makanan

Frekuensi/Hari : 3 kali

Jumlah/Hari : 1 porsi

Variasi/Hari :

- Pagi : nasi, tempe dan tahu goreng

- Siang dan malam : nasi, telur, ikan, sayur bening

Nafsu makan : Kurang baik

Gangguan pencernaan : Tidak ada

Pekerjaan

Page 3: CB dr arif

Jenis : Ibu Rumah Tangga

Lain-lain : Os biasanya melakukan pekerjaan membereskan rumah

setiap harinya.

Kebiasaan

( - ) Merokok ( - ) Jamu

( - ) Kopi ( - ) Obat

( - ) Teh ( - ) Alkohol

Keadaan sosial ekonomi

Keuangan : Ada masalah

Pekerjaan : Tidak ada masalah

Keluarga : Tidak ada masalah

Lain-lain : Tidak ada

B. PEMERIKSAAN JASMANI

Keadaan Umum : compos mentis

Tinggi badan : 147 cm

Berat badan : 46 kg

IMT : 21,29 kg/m2 (normal)

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 120 kali / menit, regular, melemah

Suhu : 37°C (aksila)

Pernapasan :28 kali / menit

Keadaan umum : Tampak lemas

Sianosis : Tidak ada

Edema umum : Ada (kedua tungkai bawah)

Kulit

Warna kuning langsat, tidak ada jaringan parut, ikterus (-), lembab, suhu raba normal.

Kepala

Page 4: CB dr arif

Normocephal, wajah simetris, edema (-), distribusi rambut merata, warna rambut putih.

Mata

Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor dengan

diameter 3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+

Telinga

Liang telinga lapang, tidak ada serumen, tidak ada perdarahan, nyeri tekan paranasal (-)

Hidung

Bentuk hidung simetris, nafas cuping hidung (+), septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut

Mukosa bibir lembab, tidak sianosis, Pursed lips (-)

Tonsil T1 – T1 tenang

Faring tidak hiperemis

Lidah tidak ada deviasi, tidak kotor

Papil lidah atrofi (-)

Leher

Tekanan vena jugularis (JVP) : 5+1cmH2O

Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar

Kelenjar limfe : tidak teraba membesar

Trakea : letak di tengah

Dada

Bentuk : Simetris, sela iga melebar kanan dan kiri

Pembuluh darah : Spider nevi (-)

Lesi kulit : lesi (-)

Buah dada : Simetris

Paru-paru

Page 5: CB dr arif

Pemeriksaa

n

Paru Depan Belakang

Inspeksi Kanan

Kiri

Simetris saat statis dan dinamis

Simetris saat statis dan dinamis

Jenis pernapasan torako-

abdominal

Simetris saat statis dan dinamis

Simetris saat statis dan dinamis

Jenis pernapasan torako-

abdominal

Palpasi Kanan

Kiri

- Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil melemah di

basal paru

- Nyeri tekan ( - )

- Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil melemah di

basal paru

- Nyeri tekan ( - )

- Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil melemah di

basal paru

- Nyeri tekan ( - )

- Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil melemah di

basal paru

- Nyeri tekan ( - )

Perkusi Kanan

Kiri

- Bunyi redup bahagian

bawah paru

Batas paru-hati : ICS IV

linea midclavicula dekstra

bunyi redup di bahagian

bawah paru

Bunyi redup di bahagian

bawah paru

Bunyi redup di bahagian

bawah paru

Auskultasi Kanan

Kiri

- Suara dasar vesikuler

- Wheezing ( - )

- Ronkhi basah( + ) di basal

paru

- Suara dasar vesikuler

- Wheezing ( - )

- Ronkhi ( +) di basal paru

- Suara dasar vesikuler

- Wheezing ( - )

- Ronkhi basah ( + ) di basal

paru

- Suara dasar vesikuler

- Wheezing ( - )

- Ronkhi ( + ) di basal paru

Page 6: CB dr arif

Jantung

Pemeriksaan Hasil

Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat, pulsasi parasternal (-)

Palpasi Ictus cordis teraba pada ICS VI 2cm lateral dari linea

midklavikula sinistra

Perkusi Batas atas : ICS II linea sternal sinistra

Pinggang : ICS III linea midklavikularis sinistra

Batas kiri : ICS VI 2cm lateral dari linea midklavikula

sinistra

Batas kanan : ICS IV linea parasternal dekstra

Auskultasi Bunyi jantung I – II murni regular, Murmur (-), gallop (+)

Abdomen

Inspeksi : Tampak perut membuncit, simetris, tidak ada bekas

operasi, striae (-), dilatasi vena (-), tidak ada benjolan

Auskultasi : Bising usus ( + )

Perkusi : Timpani, shifting dullness (+), undulasi (-), area Traube

sulit dinilai, liver span 8 cm

Palpasi :

Dinding perut : nyeri tekan (+) pada hampir seluruh region abdomen

Hati : tidak teraba membesar

Limpa : tidak membesar

Ginjal : sulit dinilai

Punggung

Inspeksi : Tidak ada benjolan ataupun lesi

Palpasi : Tidak teraba massa, letak tulang vertebra lurus ditengah

Perkusi : Nyeri ketuk CVA (-)

Auskultasi : Tidak terdengar bruit

Anggota gerak

Page 7: CB dr arif

Lengan Kanan Kiri

Otot

Tonus : Normotonus Normotonus

Massa : Eutrofi Eutrofi

Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Gerakan : Aktif Aktif

Kekuatan : +5 +5

Oedem : Tidak ada Tidak ada

Tangan

Warna : kuning langsat kuning langsat

Tremor : Tidak ada Tidak ada

Kelainan jari : Tidak ada Tidak ada

Palmar Eritem : Tidak ada Tidak ada

Kuku : pucat pucat

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri

Luka : Tidak ada Tidak ada

Otot

Tonus : Normotonus Normotonus

Massa : Eutrofi Eutrofi

Sendi : Normal Normal

Gerakan : Aktif Aktif

Kekuatan : +5 +5

Oedema : ada ada

Refleks Kanan Kiri

Bisep negatif negatif

Trisep negatif negatif

Patella negatif negatif

Achiles negatif negatif

Page 8: CB dr arif

Refleks patologis negatif negatif

Sensibilitas

Perasaan permukaan : Normal

Perasaan dalam : Normal

A. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA

Tanggal : 03 Januari 2014

Hematologi Hasil Satuan Batas normalDarah rutinHemoglobinLeukositEosinofilBasofilNeutrofilLimfositMonositLuc%MCVMCHMCHCHematokritTrombositEritrositRDWPDWMPVLED

14,55,542,50,262,420 L10,9 H3,986,627,431,7 L45,7130 L5,28 H13,465,410,3 H7/17

g/dLribu%%%%%%fLpg%%ribujuta%fLmikro m3

mm/jam

11.7 – 15.53.6 – 11.01 – 30 – 150 – 7025 – 402 – 81– 480 – 10026 – 3432 – 3630 – 43150 – 4403.8 – 5.211.5 – 14.510 – 186.8 – 100 – 20

Page 9: CB dr arif

Kimia Hasil Satuan Batas normal

GDSKolestrolTrigliseridLDLCholesterol DirectUric AcidUreumKreatinin darahAlbuminSGOTSGPTNatriumKaliumKalsium

9772773911,2 H51 H1,19 H 2,9 L2714135,53,638,54

mg/dLmg/dLmg/dLmg/dLmg/dLmg/dLmg/dLg/dLU/lU/lmmol/Lmmol/Lmg/dL

75 – 110<200< 160<1002,6 - 6,015 - 400,6 – 1,13,4-4,80 - 350 – 35135 - 1473.5 – 5 8.5 – 10.2

EKG

Kesimpulan:

Iskemik inferior

VES

Page 10: CB dr arif

Foto toraks (3/1/2014)

Cor: membesar dengan pembesaran ventrikel kiri

Pulmo: Tampak bercak kesuraman paru kanan atas dengan kavitas

Corakan bronkovaskuler bertambah dan melebar

Diafragma dan sinus kanan dan kiri normal.

Kesan:

Cor: membesar dengan pembesaran ventrikel kiri.

Pulmo: awal edema paru dengan multikavitas kanan atas.

Pemeriksaan urin

Tanggal: 06/01/2014

Urine lengkap Hasil Nilai normal

Albumin Negative Negative

Reduksi Negative Negative

Bilirubin Negative Negative

Reaksi pH 5,5 4,8-7,4

Urobilinogen Normal Normal

Benda keton Negative Negative

Nitrit Negative Negative

Berat jenis 1,010 1,015-1,025

Darah samar Positif 2 Negative

Leukosit Negative Negative

Epitel ren (sedimen) 0 0

Epitel sel 1-3 5-15

Eritrosit 25-30 0-1

Leukosit 3-5 3-5

Silinder 0 0-1

Parasit Negative Negative

Bakteri Negative Negative

Page 11: CB dr arif

Jamur Negative

Kristal Negative

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal: 7 Januari 2014

Hematologic Hasil Satuan Batas normal

Trombosit 196 Ribu 150-400

Kimia Hasil Satuan Batas normal

Ureum 41 Mg/dL 15-40

Creatinin darah 0,9 Mg/dL 0,6-1,1

Kalium 3,29 L Mmol/L 3,5-5

RINGKASAN

Anamnesis

Sejak 7 hari yang lalu, os merasakan sesak nafas ketika lagi beraktivitas. sebelum ini,

os mengakumudah merasa lelah kalau melakukan aktivitas suri rumah. Sesak napas disertai

nyeri dada saat menarik nafas. Sesak nafas yang dialami os sering dirasakan saat dia

berbaring. Kadang-kadang, os akan terjaga dari tidur karena merasakan tidak cukup nafas. Ini

membuatkan os meninggikan bantal ketika tidur untuk mengurangi sesaknya. BAB dirasakan

lancar, BAK agak sulit kebelakangan ini. 1 hari SMRS, os mengadu perut dan tungkai

kakinya membengkak. Os juga mengadu ada batuk-batuk dan kadang-kadang batuknya

mengeluarkan dahak bercampur darah (streaking). Badan os berasa lemas dan nafsu

makannya menurun karena berasa mual pabila lagi hendak makan.

Riwayat kejang-kejang sebelum ini disangkal oleh pasien, badan tidak ada tanda

gatal-gatal. Riwayat hipertensi os disangkal, riwayat kencing manis disangkal, penyakit ginjal

dan hati tidak diketahui oleh os. Os mengaku ibunya dahulu pernah menderita penyakit

jantung dan sudah meninggal. Pada anggota keluarga os yang lain, tidak ada yang mengalami

gejala yang sama seperti yang dialami oleh os.

Page 12: CB dr arif

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan keadaan os tampak lemas, kesadaran compos

mentis, tekanan darah 120/70, suhu aksila 37 0C, nadi 120 kali per menit, agak melemah,

frekuensi nafas 28 kali per menitdengan IMT 21,29.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan warna kulit kuning langsat tidak ikterik. Pada

pemeriksaan wajah os, tidak dinampakkan wajah yang bengkak. Pemeriksaan pada mata,

hidung, telinga, dalam batas normal. Terlihat nafas cuping hidung pada os ini. Didapatkan

JVP 5+1 cmH20. Pada kedua tungkai bawah, didapatkan edema kanan dan kiri.

Pada pemeriksaan toraks, pada inspeksi dilihat kedua toraks dalam bentuk simetris

pada saat statis maupun dinamis. Tidak ada bahagian toraks yang tertinggal. Terlihat di

bahagian bawah torak kiri dan kanan, sela iganya melebar. Tidak terlihat spider nevi pada os

ini. Pada pemeriksaan palpasi, tidak teraba sebarang benjolan maupun krepitasi tulang iga.

Pada taktil fremitus, di rasakan hantaran suara melemah di bahagian basal paru kanan dan

kiri. Pada pemeriksaan perkusi, didengarkan bunyik redup di bahagian basal paru kanan dan

kiri. Pada pemeriksaan auskultasi, suara nafas dasar versikuler menghilang di bahagian basal

paru kanan dan kiri. Terdengar juga bunyi nafas tambahan ronki pada bahagian tersebut dan

ronki basah di bahagian apeks kanan paru. Bunyi wheezing tidak didengarkan.

Pada pemeriksaan jantung, tidak terlihat pulsasi iktus kordis maupun pulsasi di

parasternal. Pada perabaan, dapat dirasakan iktus kordis terletak di ICS VI 2cm lateral dari

midklavikularis sinistra. Pada pemeriksaan perkusi, didapatkan batas atas jantung di ICS II di

setrnal kiri, batas pinggang jantung di ICS III di midklavikularis sinistra, batas kiri jantung di

ICS 6 2cm lateral dari midklavikularis sinistra, dan batas kanan jantung di ICS IV di

parasternal dekstra.

Pada pemeriksaan abdomen, terlihat perut os membuncit. Pada auskultasi,

didengarkan bising usus (+) normal. Pada perkusi, Tes shifting dullness (+), tes undulasi (-)

Pada palpasi, os mengeluh ada nyeri tekan hampir di seluruh abdomen. Tidak ditemukan

sebarang pembesaran organ hepar atau lien. Ginjal pula sulit dinilai. Ketuk CVA juga turut

negative.

Page 13: CB dr arif

Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan hematologi tanggal 3/1/2014, didapatkan peningkatan pada

monosit (10,9%),trombosit sedikit menurun (130 ribu), eritrosit meningkat (5,28 juta) dan

MPV sedikit meningkat (10,3 µm3). Pada pemeriksaan kimia darah di hari yang sama,

didapatkan peningkatan uric acid (11,2 mg/dL), ureum (51 mg/dL) dan creatinin darah (1,19

mg/dL). Pada pemeriksaan urine, ditemukan darah samar positif 2.

DAFTAR ABNORMALITAS

1. Sesak nafas

2. Dada sakit saat inspirasi

3. Sesak nafas saat berbaring

4. Perlu meninggikan bantal saat tidur

5. Paroxysmal nocturnal dyspnoe

6. Cepat lelah pabila beraktivitas, fase recovery memanjang

7. Badan terasa lemas

8. Ada rasa mual

9. Perut kembung dan kedua kaki bengkak

10. BAK dikeluhkan sedikit

11. Ada nafas cuping hidung, edema kedua tungkai kaki

12. Pemeriksaan toraks, ada retraksi sela iga di bahagian toraks bawh kanan dan kiri,

taktil fremitus melemah di basal kanan dan kiri, perkusi didapatkan bunyi redup di

basal kanan dan kiri, kedengaran bunyi ronki basah di basal paru kanan dan kiri selain

di bahagian apeks kanan paru. Suara napas dasar menghilang.

13. Pemeriksaan jantung, iktus kordis di ICS VI 2cm lateral dari midklavikularis

sinistra,batas pinggang jantung di ICS III midklavikularis sinistra. Kedengaran bunyi

gallop di katup mitral.

14. Shifting dullness (+),

15. Pada hematologi, monosit (10,9%),trombosit (130 ribu), eritrosit (5,28 juta) dan MPV

(10,3 µm3).

16. uric acid (11,2 mg/dL), ureum (51 mg/dL) dan creatinin darah (1,19 mg/dL).

17. Pada pemeriksaan urine, ditemukan darah samar positif 2, eritrosit (25-30)

Page 14: CB dr arif

PROBLEM

1. Decompensatio cordis

a. Decompensatio cordis ec IHD

2. Penyakit ginjal akut

a. Penyakit ginjal akut ec hipovolemik

dasar diagnosis

decompensatio cordis ec IHD

Dipikirkan kearah decompensatio cordis karena terdapat tanda-tanda edem pulmonal seperti

sesak napas saat berbaring atau tiduran, proximal nocturnal dyspnoe, orthopnoe, cepat lelah

jika beraktivitas, dan tanda-tanda membengkak pada kedua tungkai bawah. Pada pemeriksaan

fisik, didapatkan tanda-tanda edem pulmo seperti taktil fremitus melemah di basal paru kanan

dan kiri pada posisi duduk, kedengaran bunyi redup pada perkusi pada keadaan duduk, dan

ronki basah hampir di keseluruh lapangan paru. Pada pemeriksaan fisik jantung, didapatkan

pembesaran ventrikel kiri dimana iktus kordis ditemukan di ICS VI 2 cm lateral dari garis

midklavikularis sinistra. Selain itu, pinggang jantung agak mencembung dimana ditemukan

batasnya di ICS III, garis midklavikularis sinistra. ditegakkan penyebabnya adalah iskemik

heart disease karena didapatkan tanda-tanda iskemik pada EKG di sadapan anterior.

a) IPDx:

EKG

x-foto toraks

ekokardografi

b) IPTx

Terapi O2 / 4liter

Digoxin 2x ½

Aspilet 80mg tab 2x1

ISDN 5mg tab 3x1

c) IPMx

Lakukan pemeriksaan TTV

Hitung balans cairan

Page 15: CB dr arif

Natrium,kalium, kalsium, albumin dan globulin

d) IPEx

Menjelaskan tentang keadaan jantung pasien

Menjelaskan komplikasi dari penyakit jantungnya

Menjelaskan terapi yang dilakukan

Menasihatkan untuk mengawal asupan cairan

Dasar diagnosis ke-2

penyakit ginjal akut ec hipovolemik

dipikirkan kearah penyakit ginjal akut (AKI) kerana adanya peningkatan urea, creatinin

serum dan asam urat dalam darah menandakan penurunan aktiviti filtrasi oleh ginjal.

Dicurigakan adanya kegagalan filtrasi ginjal karena adanya gagal jantung dimana jantung

gagal memompa darah secara efektif sehingga terjadinya hipovolemik.

1. IPDx:

USG abdomen

Pemeriksaan urinalisis

2. IPTx

Infuse dextrose 5%

Allupurinol 100mg tab 3x1

Furosemid syringe pump 20 mg/jam

3. IPMx

Monitoring TTV

Hitung balas cairan

Periksa kadar ureum, creatinin dan asam urat dalam darah secara berkala

Periksa kadar elektrolit darah; kalium,natrium, kalsium

4. IPEx

Memberitahu komplikasi sakit jantung pasien bisa mempengaruhi sakit ginjal

os.

Menyuruh pasien mengawal asupan cairan.

Prognosis

a. Ad vitam : dubia ad malam

b. Ad functionam : dubia ad malam

Page 16: CB dr arif

c. Ad sanationam : dubia ad malam

Kesimpulan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, os menderita

decompensatio cordis ec IHD dan penyakit ginjal akut kerana hipovolemik

FOLLOW UP

Tanggal 4/1/2014

1. Decompensatio cordis ec IHD

S : sesak napas waktu tiduran, batuk (+), badan terasa lemas, BAK kurang lancar. BAB lancar.

O : Tekanan darah : 130/70 mmHg

Nadi : 110x/menit (teratur)

Suhu : 37,40C

Nafas : 26x/menit

Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung

toraks: taktil fremitus melemah di basal paru kanan dan kiri, suara perkusi redup di pasal

paru kanan dan kiri. Kedengaran bunyi ronki basah di bahagian paru bawah kanan dan kiri.

Abdomen : bentuk perut buncit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),

Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+)

Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)

A : decompensatio cordis ec IHD.

P : Terapi

O2 / 4liter

Digoxin 2x ½

Aspilet 80mg tab 2x1

ISDN 5mg tab 3x1

2. Penyakit ginjal akut ec hipovolemik

Page 17: CB dr arif

S: rasa perut mengembung, kaki terasa bengkak. BAK sedikit

O: Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 120x/menit (teratur)

Suhu : 37,40C

Nafas : 24x/menit

Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung

Abdomen : bentuk perut buncit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),

Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+), ginjal sulit dinilai. Hati dan nilai

tidak ada pembesaran

Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)

A: penyakit ginjal akut ec hipovolemik. Cek kadar albumin, creatinin, ureum dan asam urat dalam

darah.

P:

Infuse dextrose 5% 10 tpm

Allupurinol 100mg tab 3x1

Furosemid amp 1x20mg

Tanggal 6/1/2014

1.Decompensatio cordis ec IHD

S : sesak napas waktu tiduran, batuk (+) tanpa dahak, badan terasa lemas, BAK kurang lancar.

BAB lancar. Mual muntah (-)

O : Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 110x/menit (teratur)

Suhu : 37,0 0C

Nafas : 24x/menit

Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung

toraks: taktil fremitus melemah di basal paru kanan dan kiri, suara perkusi redup di pasal

paru kanan dan kiri. Kedengaran bunyi ronki basah di bahagian paru bawah kanan dan kiri.

BJ 1>2 murni, gallop (-)

Abdomen : bentuk perut buncit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),

Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+)

Page 18: CB dr arif

Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)

A : decompensatio cordis ec IHD. Monitoring cairan, dan cek elektrolit darah.

P : Terapi

O2 / 4liter

Digoxin 2x ½

Aspilet 80mg tab 2x1

ISDN 5mg tab 3x1

2.Penyakit ginjal akut ec hipovolemik

S: rasa perut mengembung, kaki terasa bengkak. BAK sedikit. Rasa mules di semua bahagian

perut.

O: Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 110x/menit (teratur)

Suhu : 36,80C

Nafas : 24x/menit

Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung

Abdomen : bentuk perut buncit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),

Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+), ginjal sulit dinilai. Hati dan nilai

tidak ada pembesaran

Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)

A: penyakit ginjal akut ec hipovolemik

P:

Infuse dextrose 5%

Allupurinol 100mg tab 3x1

Furosemid amp 1x20 mg

tanggal 8/1/2014

Page 19: CB dr arif

3. Decompensatio cordis ec IHD

S : sesak napas berkurang, batuk (-), badan terasa lemas, BAK lancar. BAB lancar.

O : Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 100x/menit (teratur)

Suhu : 36,8oC

Nafas : 24x/menit

Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung

toraks: taktil fremitus melemah di basal paru kanan dan kiri, suara perkusi redup di pasal

paru kanan dan kiri. Kedengaran bunyi ronki basah di bahagian paru bawah kanan dan kiri.

Abdomen : bentuk perut buncit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),

Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+)

Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)

A : decompensatio cordis ec IHD. Didapatkan hipokalemi pada tes elektrolit darah.

P : Terapi

O2 / 4liter

Digoxin 2x ½

Aspilet 80mg tab 2x1

ISDN 5mg tab 3x1

4. Penyakit ginjal akut ec hipovolemik

S: rasa perut mengembung berkurang, bengkak berkurang. BAK sudah lancar.

O: Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 100x/menit (teratur)

Suhu : 36,8oC

Nafas : 24x/menit

Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung

Abdomen : bentuk perut mengembung sedikit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-),

dilatasi vena (-), Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+), ginjal sulit

dinilai. Hati dan nilai tidak ada pembesaran

Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)

Page 20: CB dr arif

A: penyakit ginjal akut ec hipovolemik

Pemeriksaan ureum dan creatinin serum dalam batas normal. Kalium sedikit menurun

P:

Infuse dextrose 5% 10tpm

Furosemid amp 1x20mg

KSR 3x1

Tanggal: 9/1/2014

5. Decompensatio cordis ec IHD

S : sesak sudah membaik dari hari sebelumnya, batuk (-), , BAK lancar, BAB lancar.

O : Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 98x/menit (teratur)

Suhu : 36,40C

Nafas : 20x/menit

Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung

toraks: taktil fremitus melemah di basal paru kanan dan kiri, suara perkusi redup di pasal

paru kanan dan kiri. Kedengaran bunyi ronki basah di bahagian paru bawah kanan dan kiri.

Abdomen : bentuk mendatar, shifting dullness (-), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),

Nyeri tekan (-) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+)

Extremitas : kaki oedema -/- (pitting), sianosis (-)

A : decompensatio cordis ec IHD.

P : Terapi

Digoxin 2x ½

Aspilet 80mg tab 2x1

ISDN 5mg tab 3x1

6. Penyakit ginjal akut ec hipovolemik

S: perut tidak mengembung, tidak bengkak di kaki. BAK lancar. Mual muntah tiada.

O: Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 98x/menit (teratur)

Suhu : 36,40C

Page 21: CB dr arif

Nafas : 20x/menit

Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+.

Abdomen : mendatar, shifting dullness (-), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-), Nyeri tekan

(-) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+), ginjal sulit dinilai. Hati dan nilai tidak ada

pembesaran

Extremitas : kaki oedema -/- ,sianosis (-)

A: penyakit ginjal akut ec hipovolemik

P: -

Pasien minta pulang

Page 22: CB dr arif

DECOMPENSATIO CORDIS

DEFINISI

Gagal Jantung (decompensatio cordis/heart failure/HF) merupakan suatu sindrom klinis yang terjadi

pada pasien yang mengalami abnormalitas (baik akibat keturunan atau didapat) pada struktur atau

fungsi jantung sehingga menyebabkan terjadinya perkembangan rangkaian gejala klinis (fatigue dan

sesak) dan tanda klinis (edema dan rales) yang mengakibatkan opname, kualitas hidup buruk, dan

harapan hidup memendek.1

EPIDEMIOLOGI

HF merupakan suatu permasalahan medis yang secara global semakin berkembang, dengan lebih 20

juta orang menderita. Prevalensi keseluruhan HF pada populasi dewasa di negara maju adalah 2%.

Perkembangan prevalensi HF mengikuti pola eksponensial, meningkat seiring umur, dan mengenai

6-10% individu berumur 65 tahun keatas. Walaupun insiden pada HF relatif lebih rendah pada

wanita dibanding pria, wanita paling tidak merupakan 50% dari populasi pasien HF karena harapan

hidup mereka yang lebih panjang. Di Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) dan Eropa, resiko

terkena HF berkisar 1 dari 5 individu berumur 40 tahun keatas. Prevalensi HF secara keseluruhan

cenderung meningkat, dapat disebabkan karena terapi terkini dari gangguan kardiak seperti infark

myokard (IM), penyakit katup (valvular heart disease), dan arrhitmia, yang menyebabkan pasien

bertahan hidup lebih lama. Sangat sedikit diketahui mengenai prevalensi atau resiko terkena HF

pada negara berkembang karena kurangnya penelitian berbasis populasi pada negara-negara ini.

Walaupun HF diperkirakan berkembang akibat fraksi ejeksi yang menurun pada ventrikel kiri,

penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar separuh pasien yang terkena HF memiliki fraksi

ejeksi (Ejection Fraction/EF) yang normal (EF > 40-50%). Karena itu, pasien HF sekarang

dikategorikan menjadi dua kelompok : (1) HF dengan EF yang menurun (biasanya dianggap systolic

failure) atau (2) HF dengan EF normal (biasa disebut diastolic failure).1

ETIOLOGY

Seperti ditampilkan pada tabel 1, setiap keadaan yang mengakibatkan perubahan pada struktur atau

fungsi ventrikel kiri (Left ventricular/LV) dapat menyebabkan pasien terkena HF. Walaupun etiologi

Page 23: CB dr arif

HF pada pasien dengan EF yang normal berbeda dengan yang EF yang menurun, terdapat suatu

etiologi yang dianggap overlap untuk kedua keadaan ini. Pada negara industrialisasi, penyakit

jantung koroner (PJK) merupakan suatu penyebab dominant pada pria dan wanita dan terjadi pada

60-75% kasus HF. Hipertensi berperan pada perkembangan HF pada 75% pasien, termasuk pasien

dengan PJK. Baik PJK dan hipertensi dapat bekerja sama untuk meningkatkan resiko HF, begitu pula

dengan diabetes mellitus.

Tabel 1 Etiologi Gagal Jantung

Fraksi Ejeksi Menurun (<40%)

Penyakit Jantung Koroner Cardiomyopathi noniskemik dilatasi

Infark Myokarda Kelainan genetic/familial

Iskemik Myokarda Gangguan infiltratifa

Pressure overload kronik Kerusakan akibat toxic/obat-obatan

Hipertensia Gangguan Metabolika

Penyakit katup obstruktifa Viral

Volume Overload kronik Penyakit Chagas

Penyakit katup regurgitasi Gangguan ritme

Shunting intrakardiak (left-to-right) Bradyarrhythmias kronik

Shunting extrakardiak Tachyarrhythmias kronik

Fraksi Ejeksi Normal (>40–50%)

Hipertrofi Patologis Kardiomyopati restriktif

Primer (Kardiomyopati hipertrofi) Gangguan Infiltratif (amyloidosis, sarcoidosis)

Sekunder (hipertensi) Gangguan penyimpanan (hemochromatosis)

Penuaan Fibrosis

Gangguan Endomyocardial

Pulmonary Heart Disease

Cor pulmonale

Gangguan vaskuler pulmoner

Keadaan High-Output

Page 24: CB dr arif

Gangguan metabolik Peningkatan kebutuhan aliran darah berlebih

Thyrotoxicosis Systemic arteriovenous shunting

Gangguan Nutrisi (beriberi) Chronic anemia

aNote: Mengindikasikan keadaan yang dapat menyebabkan gagal jantung dengan fraksi injeksi yang

normal.

Pada 20–30% kasus HF dengan EF yang menurun, dasar etiologi pasti belum diketahui secara pasti.

Pasien ini dikatakan memiliki kardiomyopati yang noniskemik, dilatasi atau idiopatik jika sebabnya

tidak diketahui. Infeksi virus sebelumnya atau paparan toxin (mis. alcohol atau kemoterapi) dapat

pula menyebabkan kardiomyopati dilatasi.

PROGNOSIS

Walaupun banyak perkembangan terkini mengenai penatalaksanaan HF, perkembangan HF masih

memberikan prognosis yang buruk. Penelitian berbasis komunitas mengindikasikan bahwa 30-40%

pasien HF akan meninggal dalam 1 tahun setelah diagnosis ditegakkan dan 60-70% dalam waktu 5

tahun, terutama dikarenakan memburuknya HF atau sebagai kejadian mendadak(kemungkinan

karena adanya aritmia ventrikuler). Walaupun sulit untuk memprediksi prognosis pada seseorang,

pasien dengan gejala pada istirahat [New York Heart Associtaion (NYHA) class IV] memiliki angka

mortalitas sebanyak 30-70% pertahun, dimana pasien dengan gejala pada aktivitas moderat (NYHA

class II) memiliki angka mortalitas tahunan sebanyak 5-10%. Sehingga status fungsional merupakan

suatu predictor penting untuk outcome pasien.1

PATOGENESIS

HF dapat digambarkan sebagai suatu gangguan progressif yang dimulai setelah kejadian penanda,

baik kerusakan pada otot jantung, dengan rusaknya myosit kardiak fungsional, maupun adanya

gangguan terhadap kemampuan myokard untuk menciptakan tekanan, sehingga mencegah

terjadinya kontraksi normal. Kejadian penanda ini dapat berupa onset yang mendadak, seperti pada

kasus IM; dapat pula berupa onset gradual atau perlahan, seperti pada kasus overload tekanan

hemodinamik atau volume overload; dan dapat pula herediter, seperti pada banyak kasus

kardiomyopati genetic. Tanpa mempertimbangkan sifat dari kejadian merusak ini, gejala yang serupa

dari setiap kejadian penanda adalah bahwa gejala ini, pada beberapa cara, menghasilkan penurunan

Page 25: CB dr arif

pada kapasitas pompa pada jantung. Pada kebanyakan keadaan, pasien tidak mengalami gejala

apapun atau dengan gejala minimal setelah mengalami penurunan kapasitas pompa jantung, atau

gejala berkembang hanya setelah disfungsi ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.

Sehingga, jika ditinjau dari kerangka konseptual ini, disfungsi ventrikel kiri berperan penting, namun

tidak cukup, untuk perkembangan kumpulan gejala pada HF.

Gagal jantung bermula setelah kejadian penanda menghasilkan penurunan awal pada kapasitas

pompa jantung. Akibat terjadinya penurunan kapasitas ini, berbagai mekanisme kompensasi terjadi,

termasuk sistem saraf adrenergic, sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan sistem sitokin. Dalam

jangka pendek, sistem ini dapat mengembalikan fungsi kardiovaskuler ke derajat homeostatik yang

normal dan menyebabkan tidak adanya gejala pada pasien (asimptomatis). Namun, seiring dengan

waktu aktivasi sistem kompensasi yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan organ dalam

ventrikel, disertai dengan remodelling pada ventrikel kiri yang memburuk, dan pada akhirnya

dekompensasi kardiak.1

Walaupun alasan yang tepat mengapa pasien dengan disfungsi LV dapat tetap asimptomatis belum

dipastikan, salah satu penjelasannya kemungkinan karena beberapa mekanisme kompensasi

menjadi aktif dengan keberadaan jejas pada jantung dan/atau disfungsi LV, dan sepertinya hal ini

dapat dipertahankan dan mengatur fungsi LV selama beberapa bulan atau tahun. Daftar mekanisme

kompensasi yang telah dijelaskan diatas termasuk (1) aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron

(RAA) dan sistem saraf adrenergic, dimana berperan dalam menjaga kardiak output dengan

meningkatkan retensi garam dan ait (Gambar 2), dan (2) meningkatkan kontraktilitas myokard.

Disertai dengan aktivasi dari molekul yang menghambat vasodilatasi, termasuk peptida natriuretik

otak dan atrial (ANP dan BNP), prostaglandin (PGE2 dan PGI2), dan nitric oxide (NO), yang

menimbulkan vasokonstriksi vaskuler perifer yang berlebihan. Latar belakang genetis, jenis kelamin,

umur, dan lingkungan dapa mempengaruhi mekanisme kompensasi tersebut, dimana dapat

memodulasi fungsi LV dalam suatu homeostatik yang fisiologis, pada keadaan demikian, kapasitas

fungsional dari pasien dapat dijaga atau hanya sedikit menurun. Sehingga, pasien dapat menjadi

tetap asimpomatis atau dengan gejala minimum untuk jangka waktu beberapa bulan bahkan tahun.

Namun, pada suatu poin ,pasien akan mendapatkan gejala yang jelas, disertai dengan peningkatan

mortalitas dan morbiditas. Walaupun mekanisme pasti yang berperan dalam transisi ini tidak

diketahui, seperti yang dijelaskan dibawah, transisi antara HF asimptomatik menjadi simptomatik

diikuti oleh adanya peningkatan aktivasi sistem neurohormonal, adrenergik, dan sitokin yang

mengakibatkan beebrapa perubahan adaptif dalam myokard yang secara keseluruhan disebut LV

remodelling.

Page 26: CB dr arif

Penurunan cardiac output pada pasien HF menghasilkan “penghentian” dari baroreseptor tekanan

tinggi pada ventrikel kiri (lingkaran) pada ventrikel kiri, sinus karotis, dan arcus aorta. Efek ini

menghasilkan pembentukan sinyal aferen terhadap sistem saraf pusat (CNS) yang menstimulasi

pusat cardioregulator pada otak yang menstimulasi pelepasan arginine vasopression (AVP) dari

hipotalamus posterior. AVP [antidiuretic hormone (ADH)] merupakan vasokonstriktor kuat yang

meningkatkan permeabilitas dari duktus koligens renal, menyebabkan reabsorbsi air. Sinyal aferen

ini juga mengaktivasi sistem simpatetik eferen yang menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah

perifer, dan otot skeletal.2

Stimulasi simpatetik pada ginjal mengakibatkan pelepasan renin, dengan peningkatan resultan pada

kadar angotensin II dan aldosteron yang bersirkulasi, Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron

memicu retensi air dan garam dan mengakibatkan vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer,

hipertrophy myosit, kematian sel myosit, dan fibrosis myokard. Sementara mekanisme

neurohormonal ini memfasilitasi adaptasi jangka pendek untuk menjaga tekanan darah, dan perfusi

kepada organ vital, mekanisme ini juga dipercaya menyebabkan perubahan tahap akhir pada jantung

dan sirkulasi dan retensi air dan garam berlebih pada HF berat.

Berbeda dengan pengetahuan kita mengenai patogenesis HF dengan penurunan EF, pemahaman

mengenai mekanisme yang berperan dalam perkembangan HF dengan EF yang normal masih diteliti.

Walaupun disfungsi diastolic (lihat penjelasan dibawah) diketahui merupakan mekanisme tunggal

yang berperan dalam perkembangan HF dengan EF normal, penelitian berbasis komunitas

menyatakan bahwa mekanisme tambahan lainnya, seperti peningkatan kekakuan vaskuler dan

ventrikuler, dapat berperan penting pula.2

Mekanisme dasar Gagal Jantung

LV remodeling terjadi akibat adanya kejadian kompleks yang terjadi pada level molekuler dan

seluler. Perubahan ini termasuk : (1) hipertrofi myosit; (2) perubahan pada kemampuan

kontraktilitas myosit; (3) kematian myosit progressif melalui nekrosis, apoptosis, dan aotophagic; (4)

desensitasi β-adrenergic; (5) tingkat metabolisme dan energi abnormal pada jantung; dan (6)

reorganisasi dari matriks ekstraseluler dengan kerusakan dari struktur kolagen yang mengelilingi

myosit dan digantikan dengan matriks kolagen interstitial yang tidak memberikan dukungan

structural terhadap myosit. Stimulus biologis untuk perubahan ini termasuk regangan mekanis pada

myosit, sirkulasi neurohormonal (misal, norepinephrin, angiotensin II), sitokin inflamasi [misal.

tumor necrosis fator (TNF)], peptide dan faktor pertumbuhan lainnya (mis. endothelin) dan jenis

oksigen reaktif (mis. superoxide, NO). Walaupun molekul ini secara kolektif dianggap neurohormon,

Page 27: CB dr arif

terminology neurohormon selama ini hanya mengarah kepada neurohormon klasik seperti

norepinephrin dan angiotensin II, yang dapat disintesis langsung di dalam myokard dan kemudian

bekerja dalam mekanisme autokrin dan parakrin.Akan tetapi, konsep paling penting adalah adanya

ekspresi yang berlebihan dari molekul yang secara biologis aktif berperan dalam menimbulkan efek

yang merusak pada jantung dan sirkulasi sehingga menimbulkan progresi HF. Sehingga kemudian,

pandangan ini membentuk rasionalisasi klinis untuk pemakaian agen farmakologis yang melawan

sistem ini [mis. angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan beta blocker] dalam menangani

pasien HF.1

Disfungsi Sistolik

Untuk memahami bagaimana perubahan yang terjadi dalam kerusakan myosit kardiak berperan

terhadap penurunan fungsi sistolik yang menurun dari LV pada HF, penting untuk mempelajari

kembali histologi dari sel otot jantung. Aktivasi neurohormonal berkepanjangan mengakibatkan

perubahan transkripsi dan paska-transkipsi pada gen dan protein yang mengatur eksitasi-kontraksi

dan interaksi cross-bridge. Secara bersamaan, perubahan ini mengganggu kemampuan myosit untuk

berkontraksi dan kemudian berperan terhadap penurunan fungsi sistolik LV yang menurun yang

diamati pada pasien HF.1

Disfungsi Diastolik

Relaksasi myokard merupakan proses yang bergantung pada ATP yang diregulasi oleh uptake

kalsium sitoplasmik didalam sarcoplasmic reticulum oleh sarcoplasmic reticulum Ca2 adenosin

triphosphatase (SERCA2A) dan pengeluaran ion calcium oleh pompa sarcolemma Sehingga yang

terjadi kemudian adalah penurunan konsentrasi ATP, seperti yang terjadi pada iskemia, dapat

mempengaruhi proses ini dan mengakibatkan perlambatan relaksasi myokard. Kemungkinan lainnya,

jika pengisian LV tertunda karena komplians LV menurunan (mis. akibat hypertrophy atau fibrosis),

tekanan pengisian LV akan tetap meningkat pada akhir diastole Peningkatan heart rate akan

menyebabkan pemendekan waktu pengisian diastolic, dimana akan mengakibatkan peningkatan

tekanan pengisian pada LV, terutama pada ventrikel noncomplians. Peningkatan tekanan pengisian

pada akhir diastolic LV mengakibatkan peningkatan tekanan kapiler pulmoner, dimana berperan

terhadap terjadinya dyspnea yang dialami oleh pasien dengan disfungsi diastolic. Lebih penting lagi,

disfungsi diastolic dapat terjadi sendiri atau berkombinasi dengan disfungsi sistolik pada pasien HF.

Remodeling Ventrikel Kiri (LV Remodelling)

Page 28: CB dr arif

Remodeling ventrikuler berarti adanya perubahan pada massa ventrikel kiri, volume, bentuk, dan

komposisi dari jantung yang terjadi setelah jejas kardiak dan/atau hemodinamika abnormal. LV

remodeling dapat berperan secara independent terhadap progresi HF dengan memberikan beban

mekanis yang jelas yang membuat perubahan pada geometri dari ventrikel kiri. Sebagai contoh,

perubahan bentuk LV dari bentuk ellipsoid menjadi bentuk yang lebih spheris selama LV remodeling

mengakibatkan tekanan dinding meridian pada LV meningkat, sehingga menimbulkan beban

mekanis baru pada jantung yang sudah lemah. Sebagai tambahan terhadap peningkatan volume

end-diastolic ventrikel kiri, penipisan dinding ventrikel kiri juga terjadi seiring dilatasi ventrikel.

Penipisan dinding bersamaan dengan peningkatan afterload yang ditimbulkan oleh dilatasi ventrikel

kiri menyebabkan afterload mismatch (ketidakserasian afterload) fungsional yang berkontribusi lebih

lanjut terhadap penurunan stroke volume. Ditambah lagi dengan tingginya tekanan dinding pada

akhir diastolic yang secara logis dapat mengakibatkan (1) hipoperfusi pada subendokardium,

sehingga fungsi ventrikel kiri semakin memburuk; (2) peningkatan stress oksidatif, yang kemudian

mengaktivasi gen yang sensitive terhadap pembentukan radikal bebas (mis. TNF dan interleukin 1β);

dan (3) ekspresi berkelanjutan dari gen yang diaktivasi oleh regangan (angiotensin II, endothelin, dan

TNF) dan/atau aktivasi regangan dari jalur sinyal hypertrophy. Masalah terpenting kedua yang terjadi

akibat peningkatan spherisitas dari ventrikel adalah otot papillary tertarik mengakibatkan

inkompetensi pada katup mitral dan menyebabkan regurgitasi mitral fungsional. Ditambah dengan

berkurangnya aliran darah, regurgitasi mitral akan memperburuk keadaan dengan menyebabkan

overloading pada hemodinamika ventrikel. Secara bersamaan, beban mekanis yang bertambah pada

LV remodelling diperkirakan mengakibatkan penurunan kardiak output, peningkatan dilatasi LV

(regangan), dan peningkatan overloading hemodinamika, yang kesemuanya cukup untuk

menyebabkan progresi gagal jantung.1

MANIFESTASI KLINIS

Gejala

Gejala kardinal dari HF adalah kelemahan dan sesak napas. Walaupun mudah lelah dahulunya

dianggap akibat kardiak output yang rendah pada HF, sepertinya abnormalitas otot skeletal dan

komorbiditas non-kardiak lainnya (misal anemia) juga berkontribusi terhadap gejala ini. Pada tahap

HF yang dini, sesak napas dialami pada saat beraktivitas berat (dyspneu d’effort); namun semakin

penyakit ini berkembang, sesak napas juga dialami pada aktivitas ringan, dan pada akhirnya bahkan

pada saat beristirahat. Banyak faktor yang menyebabkan sesak napas pada HF. Mekanisme paling

Page 29: CB dr arif

penting adalah kongesti pulmoner dengan adanya akumulasi dari cairan interstitial atau

intraalveolar, yang mengaktivasi reseptor juxtacapillary J, yang akan menstimulasi pernapasan cepat

dan dangkal yang khas untuk sesak napas kausa penyakit jantung. Faktor lain yang berperan

terhadap terjadinya sesak napas pada saat beraktivitas berat adalah menurunnya komplians

pulmoner, peningkatan resistensi saluran napas, kelemahan otot napas atau/dan diaphragma, dan

anemia. Sesak napas dapat menjadi lebih jarang dengan adanya onset kegagalan ventrikuler kanan

dan regurgitasi tricuspid.1

Orthopnea

Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi berbaring, biasanya

merupakan manifestasi lanjut dari HF dibandingkan dyspneu d’effort. Hal ini terjadi akibat

redistribusi dari cairan dari sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah kedalam sirkulasi pusat selama

berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan kapiler pulmoner. Batuk nocturnal (batuk yang

dialami pada malam hari) merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali

menyamarkan gejala HF yang lain. Orthopneu umumnya meringan setelah duduk tegak atau

berbaring dengan lebih dari 1 bantal. Walaupun orthopneu biasanya merupakan gejala yang relative

spesifik pada HF, ini dapat pula juga terjadi pada pasien dengan obesitas abdominal atau asites dan

pasien dengan penyakit pulmoner dimana mekanisme pernapasan membutuhkan posisi tegak.

Paroxysmal Nocturnal Dyspenea (PND)

Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan batuk yang biasanya terjadi

pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND

dapat bermanifestasi sebagai batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan karena peningkatan tekanan

pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara, disertai dengan edema pulmoner

interstitial yang meyebabkan peningkatan resistensi saluran udara. Diketahui bahwa orthopnea

dapat meringan setelah duduk tegak, sedangkan pasien PND seringkali mengalami batuk dan

wheezing yang persisten walaupun mereka mengaku telah duduk tegak. 1

Pernapasan Cheyne-Stoke

Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik, pernapasan Cheyne-Stoke umum

terjadi pada HF berat dan biasanya berkaitan dengan rendahnya kardiak ouput. Pernapasan Cheyne-

Stoke disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2.

Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat.

Page 30: CB dr arif

Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan

hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stoke dapat

dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara. 1

Edema Pulmoner Akut

Edema Pulmoner akut biasanya timbul dengan onset sesak napas pada istirahat, tachynepa,

tachycardia, dan hypoxemia berat. Rales dan wheezing akibat kompresi saluran udara dari

perbronchial cuffing dapat terdengar. Hipertensi biasanya terjadi akibat pelepasan cathecolamine

endogenous.

Kadang kala sulit untuk membedakan penyebab noncardiac atau cardiac pada edema paru akut.

Echocardiography dapat mengidentifikasi disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik dan lesi katup.

Edema pulmoner terkait dengan ST elevasi dan Q wave yang berubah yang biasanya diagnostic

untuk infark myokard dan sebaiknya dilakukan protocol infark myokard dengan segera dan terapi

reperfusi arteri koroner. Kadar brain natriuretic peptide, jika meningkat secara bermakna,

mendukung gagal jantung sebagai etiologu sesak napas akut dengan edema pulmoner .

Gejala Lainnya

Pasien dengan HF dapat pula datang dengan keluhan gastrointestinal. Anorexia, nausea, dan

perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal merupakan gejala yang sering dikeluhkan

dan dapat berkaitan dengan edema pada dinding usus dan/atau kongesti hepar dan regangan

kapsulnya yang dapat mengakibatkan nyeri pada kuadran kanan atas. Gejala serebral, seperti

disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada pasien dengan HF berat, terutama

pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis serebral dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia

umum terjadi pada HF dan dapat berperan dalam insomnia.

PEMERIKSAAN FISIS

Pemeriksaan fisis yang teliti selalu penting dalam mengevaluasi pasien dengan HF. Tujuan

pemeriksaan adalah untuk membantu menentukan penyebab dari HF, begitu pula untuk menilai

keparahan dari sindrom yang menyertai. Memperoleh informasi tambahan mengenai keadaan

hemodinamika dan respon terhadap terapi serta menentukan prognosis merupakan tujuan

tambahan lainnya pada pemeriksaan fisis.

Keadaan Umum dan Tanda Vital

Page 31: CB dr arif

Pada gagal jantung ringan dan moderat, pasien sepertinya tidak mengalami gangguan pada waktu

istirahat, kecuali perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukaan yang datar dalam beberapa

menit. Pada HF yang lebih berat, pasien harus duduk dengan tegak, dapat mengalami sesak napas,

dan kemungkinan tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang dirasakan.

Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun biasanya berkurang pada HF

berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang,

menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda nonspesifik

disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya

ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas

adrenergik berlebih.

Vena Jugularis

Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium kanan. Tekanan vena

jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 45o. Tekanan vena

jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya < 8 cm) dengan memperkirakan jarak vena

jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal

pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan tekanan

abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar mengindikasikan keberadaan

regurgitasi trikuspid.

Pemeriksaan pulmoner

Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari transudasi cairan dari ruang

intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas

pada kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac asthma).

Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru sebelumnya, rales tersebut spesifik

untuk HF. Perlu diketahui bahwa rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan HF kronis,

bahkan dengan tekanan pengisian LV yang meningkat, hal ini disebabkan adanya peningkatan

drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler

pleura dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pleura mengalir ke

vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering terjadi dengan kegagalan biventrikuler.

Walaupun pada HF efusi pleura seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering

terkena adalah rongga pleura kanan

Pemeriksaan Jantung

Page 32: CB dr arif

Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan informasi yang berguna

mengenai tingkat keparahan HF. Jika kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah

lokasi dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular line, dan denyut

dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex. Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S 3) dapat

terdengar dan dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan

dapat memiliki denyut oarasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic

gallop) paling sering ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi

dan takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4)

bukan indicator spesifik untuk HF namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic.

Bising pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien dengan HF tahap lanjut. 1

Abdomen dan Ekstremitas

Hepatomegaly merupakan tanda penting pada pasien HF. Jika ditemukan, pembesaran hati biasanya

nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites

sebagai tanda lajut, terhadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan

drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada HF, diakibatkan dari

gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait dengan

peningkatan bilirubin direct dan indirect.

Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada HF, namun namun tidak spesifik dan biasanya

tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan

dependen pada HF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu

berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral

(edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan

pigmentasi ada kulit.

Cardiac Cachexia

Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat badan dan cachexia yang

bermakna. Walaupun mekanisme dari cachexia pada HF tidak diketahui, sepertinya melibatkan

banyak faktor dan termasuk peningkatan resting metabolic rate; anorexia, nausea, dan muntah

akibat hepatomegali kongestif dan perasaan penuh pada perut; peningkatan konsentrasi sitokin

yang bersirkulasi seperti TNF, dan gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena di usus.

Jika ditemukan, cachexia menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.

Page 33: CB dr arif

Diagnosis

Diagnosis HF relatif tidak sulit jika pasien datang dengan gejala dan tanda klasik untuk HF; akan

tetapi, gejala dan tanda HF kebanyakan tidak spesifik dan tidak sensitive. Karena hal tersebut, kunci

untuk mendiagnosis adalah mempunyai tingkat kecurigaan tinggi terutama pada pasien beresiko.

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda HF, pemeriksaan laboratorium penunjang sebaiknya

dilakukan.

Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Pasien dengan onset HF yang baru atau dengan HF kronis dan dekompensasi akut sebaiknya

melakukan pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urean nitrogen (BUN), kreatinin

serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Pasien tertentu sebaiknya memiliki pemeriksaan tertentu

seperti pada Diabetes Mellitus (gula darah puasa atau tes toleransi glukosa), dislipidemi (profil lipid),

dan abnormaltas thyroid ( kadar TSH).

Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme,

menentukan keberadaan hypertrophy pada LV atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG

Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolic pada LV.

Radiology

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya, begitu

pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala

pasien. Walaupun pasien dengan HF akut memiliki bukti adanya hipertensi pulmoner, edema

interstitial, dan/atau edema puloner, kebanyakan pasien dengan HF tidak ditemukan bukti-bukti

tersebut. Absennya penemuan klinis ini pada pasien HF kronis mengindikasikan adanya peningkatan

kapasitas limfatik untuk membuang cairan interstitial dan/atau cairan pulmoner

Penilaian fungsi LV

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan menangani HF.

Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan

penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan

keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI

Page 34: CB dr arif

sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya

abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk

menilai HF dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran

ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan

cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang

menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV.

Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-

diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah

dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa

keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload

dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi

darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika

EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-

40%)

Biomarker

Kadar peptide natriuretik yang bersirkulasi berguna sebagai alat tambahan dalam diagnosis HF. Baik

B-type natriuretic peptide dan N-terminal pro-BNP, yang dikeluarkan dari jantung yang mengalami

kerusakan, merupakan marker yang relative sensitif untuk menentukan keberadaan HF dengan EF

yang rendah; peptide ini juga meningkat pada pasien HF dengan EF yang normal, walaupun dengan

kadar yang lebih sedikit. Namun demikian, penting untuk diketahui bahwa kadar peptide natriuretik

juga meningkat seiring umur dan dengan gangguan ginjal, lebih meningkat pula pada wanita, dan

dapat meningkat pada HF kanan dari penyebab apapun. 2

Pemeriksaan latihan

Treadmill atau latihan bersepeda tidak rutin dianjurkan pada pasien HF, namun bermanfaat untuk

menilai perlunya transplantasi kardiak pada pasien dengan HF berat.

Differensial Diagnosis

HF menyerupai namun harus dapat dibedakan dengan (1) keadaan dimana kongesti sirkulasi

disebabkan oleh retensi air dan garam yang abnormal tetapi tidak terdapat kelainan pada struktur

atau fungsi jantung (mis. pada gagal ginjal) dan (2) penyebab nonkardiak terhadap kejadian edema

pulmoner (mis. syndrome distress pernapasan akut . Pada kebanyak pasien yang datang dengan

Page 35: CB dr arif

tanda dan gejala khas untuk HF, diagnosis relative tidak sulit. Namun, bahkan ahli berpengalaman

memiliki kesulitan untuk membedakan antara sesak napas akibat jantung atau pulmoner. Untuk hal

ini, pencitraan jantung noninvasif, biomarker, fungsi pulmoner, dan pemeriksaan radiology dapat

berguna. 2

Penatalaksanaan Gagal Jantung

HF sebaiknya dipandang sebagai suatu seri yang terdiri dari 4 stadium yang saling berkaitan. Stadium

A termasuk pasien dengan resiko tinggi terkena HF namun tanpa gangguan structural jantung atau

gejala HF (pasien diabetes mellitus atau hipertensi). Stadium B termasuk pasien yang memiliki

gangguan structural pada jantung namun tanpa gejala HF (misal. pasien dengan riwayat MI dan

disfungsi LV asimptomatis). Stadium C termasuk pasien yang memiliki gangguan structural pada

jantung dan memiliki gejala HF yang berkembang (misal. pasien dengan riwayat MI dengan sesak

napas dan kelemahan ). Stadium D termasuk pasien dengan HF refrakter yang membutuhkan

intervensi khusus (pasien dengan HF refrakter yang membutuhkan transplantasi jantung). Pada seri

ini, setiap usaha sebaiknya dilakukan untuk mencegah HF, tidak hanya dengan menangani penyebab

HF yang dapat dicegah (hipertensi) namun dengan mengatasi pasien pada stadium B dan stadium C

dengan obat yang mencegah progresi penyakit ini (mis. ACE inhibitor dan beta blocker) dan dengan

penanganan simptomatik pasien pada stadium D.2

Tabel 2. Klasifikasi New York Heart Association

Kapasitas

Fungsional

Penilaian Objektif

Class I Pasien dengan penyakit jantung namun tanpa keterbatasan pada

aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan keletihan,

palpitasi, sesak, atau nyeri anginal

Class II Pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan keterbatasan

aktivitas fisik ringan. Pasien merasa nyaman pada waktu istirahat.

Aktivitas fisik biasa mengakibatkan kelemahan, palpitasi, sesak, atau

nyeri anginal.

Class III Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan keterbatasan

bermakna pada aktivitas fisik. Pasien merasa nyaman pada waktu

istirahat. Aktivitas fisik yang lebih ringan dari biasanya menyebabkan

keletihan, palpitasi, sesak, dan nyeri anginal..

Class IV Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan

Page 36: CB dr arif

ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas fisik apapun tanpa rasa

tidak nyaman. Gejala gagal jantung atau sindroma angina dapat

dialami bahkan pada saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, maka

rasa tidak nyaman semakin meningkat.

Sumber: Adaptasi dari New York Heart Association, Inc., Diseases of the Heart and Blood Vessels:

Nomenclature and Criteria for Diagnosis, 6th ed. Boston, Little Brown, 1964, p. 114.

Penatalaksanaan HF dengan Fraksi Ejeksi Menurun (<40%)

Pemeriksaan Umum

Klinisi, dalam pemeriksaan, sebaiknya bertujuan untuk mengskrining dan menangani komorbiditas

tertentu seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, anemia, dan gangguan

pernapasan pada saat tidur, dimana keadaan ini cenderung mengawali eksaserbasi HF. Pasien HF

sebaiknya dianjurkan untuk berhenti atau mengurangi merokok dan konsumsi alcohol. Temperatur

ekstrim dan aktivitas fisik berlebih sebaiknya dihidari. Obat tertentu yang dapat memperburuk HF

(Tabel 3) sebaiknya dihindari. Sebagai contoh, nonsteroidal anti inflammatory drugs (NSAID),

termasuk cyclooxygenase 2 inhibitor tidak dianjurkan pada pasien dengan HF kronis karena resiko

gagal ginjal dan retensi cairan dapat meningkat secara bermakna dalam keadaan fungsi renal yang

terganggu atau dalam terapi ACE inhibitor. Pasien sebaiknya diberikan imunisasi influenza atau

pneumococcus untuk mencegah infeksi respirasi. Penting pula memberikan edukasi kepada pasien

dan keluarga mengenai HF, pentingnya pola makan yang tepat, dan pentingnya pemberian regimen

obat yang teratur. Pengawasan pasien rawat jalan oleh perawat atau asisten dokter dan/atau pada

klinik khusus HF terbukti bermanfaat, terutama pada pasien dengan penyakit yang berat.1

Tabel 3. Faktor yang Dapat Memicu Dekompensasi Akut Pada Pasien dengan Gagal

Jantung Kronis

Pola diet yang tidak dianjurkan

Iskemia Myokard/ Infark Myokard

Arrhythmia (tachycardia atau bradycardia)

Penghentian terapi HF

Infeksi

Anemia

Pemberian obat yang memperburuk HF

- Calcium antagonists (verapamil, diltiazem)

Page 37: CB dr arif

- Beta blockers

- Nonsteroidal anti-inflammatory drugs

- Antiarrhythmic agents [semua agen kelas 1, sotalol (kelas III)]

- Anti-TNF antibodies

Konsumsi Alkohol

Kehamilan

Hipertensi yang memburuk

Insufisiensi valvular akut

Aktivitas

Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada HF, suatu latihan rutin ringan terbukti

bermanfaat pada pasien HF dengan NYHA kelas I-III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong untuk

melakukan latihan rutin isotonic seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis, yang dapat

ditoleransi. Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang positif dengan

berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki kualitas dan durasi

kehidupan. Manfaat pengurangan berat badan dengan restriksi intake kalori belum diketahui secara

jelas

Diet

Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien HF (baik dengan penurunan EF

maupun EF yang normal). Restriksi lebih lanjut (<2g) asimtomatik karena kurangnya bukti manfaat

dan berpotensi untuk interaksi negative dengan terapi HF.2

Diuretik

Kebanyakan dari manifestasi klinik HF sedang hingga berat diakibatkan oleh retensi cairan yang

menyebabkan ekspansi volume dan gejala kongestif. Diuretik (Tabel 4) adalah satu-satunya agen

farmakologik yang dapat mengendalikan retensi cairan pada HF berat, dan sebaiknya digunakan

untuk mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan gejala kongestif (sesak

napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan pengisian (rales, distensi vena

jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide, dan bumetanide bekerja pada loop of Henle ( loop

diuretics) dengan menginhibisi reabsorbsi Na+, K+,dan Cl – pada bagian asendens pada loop of henle;

thiazide dan metolazone mengurangi reabsorbsi Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus kontortus

distal, dan diuretic hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada tingkat duktus koligens.2

Page 38: CB dr arif

Tabel 4 Obat yang digunakan dalam penatalaksanaan Gagal Jantung (EF <40%)

Dosis Awal Dosis Maksimal

Diuretics

Furosemide 20–40 mg qd or bid 400 mg/da

Torsemide 10–20 mg qd bid 200 mg/da

Bumetanide 0.5–1.0 mg qd or bid 10 mg/da

Hydrochlorthiazide 25 mg qd 100 mg/da

Metolazone 2.5–5.0 mg qd or bid 20 mg/da

Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors

Captopril 6.25 mg tid 50 mg tid

Enalapril 2.5 mg bid 10 mg bid

Lisinopril 2.5–5.0 mg qd 20–35 mg qd

Ramipril 1.25–2.5 mg bid 2.5–5 mg bid

Trandolapril 0.5 mg qd 4 mg qd

Angiotensin Receptor Blockers

Valsartan 40 mg bid 160 mg bid

Candesartan 4 mg qd 32 mg qd

Irbesartan 75 mg qd 300 mg qdb

Losartan 12.5 mg qd 50 mg qd

β Receptor Blockers

Carvedilol 3.125 mg bid 25–50 mg bid

Bisoprolol 1.25 mg qd 10 mg qd

Metoprolol succinate CR 12.5–25 mg qd Target dose 200 mg qd

Additional Therapies

Spironolactone 12.5–25 mg qd 25–50 mg qd

Eplerenone 25 mg qd 50 mg qd

Kombinasi 10–25 mg/10 mg tid 75 mg/40 mg tid

Page 39: CB dr arif

hydralazine/isosorbide

dinitrate

Dosis tetap

hydralazine/isosorbide

dinitrate

37.5 mg/20 mg (one tablet) tid 75 mg/40 mg (two tablets)

tid

Digoxin 0.125 mg qd <0.375 mg/db

aDosis harus disesuaikan hingga mengurangi gejela kongestif pada pasien

bDosis target tidak diketahui

Diuretik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah (Tabel 4) dan kemudian ditingkatkan secara

perlahan lahan untuk meringankan tanda dan gejala overload cairan. Hal ini biasanya membutuhkan

penyesuaian dosis berulang selama beberapa hari pada pasien dengan overload cairan berat.

Pemberian intravena dapat penting untuk meringankan kongesti akut dan aman digunakan pada

keadaan rawat jalan. Setelah gejala kongesti diringankan, pemberian diuretic sebaiknya tetap

dilanjutkan untuk menghindari rekurensi dari retensi air dan garam.2

Diuretik memiliki potensi untuk menyebabkan berkurangnya volume dan elektrolit, begitu pula

dengan memperburuk azotemia. Sebagai tambahan, diuretik dapat memperburuk aktivasi

neurohormonal dan progresi penyakit. Satu efek samping diuretik yang paling penting adalah

perubahan homeostatis potassium (hipokalemia atau hyperkalmei), yang akan meningkatkan resiko

arrhythmia. Pada umumnya, baik loop diuretik maupun thiazid dapat menyebabkan hypokalemia,

sedangkan spironolacton, eplerenone, dan triamterene menyebabkan hyperkalemia.1

ACE Inhibitor (ACEI)

Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor sebaiknya digunakan pada pasien

simptomatis dan asimptomatis dengan EF menurun. ACE inhibitor mempengaruhi sistem rennin-

angiotensin dengan menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi angiotensin menjadi

angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat menghambat kininase II,

sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bradykinin, yang akan meningkatkan efek bermanfaat

dari supresi angiotensin. ACEI menstabilkan LV remodeling, meringankan gejala, mengurangi

kemungkinan opname, dan memperpanjang harapan hidup. Karena retensi cairan dapat

menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk diberikan diuretic sebelum memulai terapi ACEI. Akan

Page 40: CB dr arif

tetapi, penting untuk mengurangi dosis diuretic selama awal pemberian ACEI dengan tujuan

mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik. ACEI sebaiknya dimulai dengan dosis rendah,

diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap jika dosis rendah dapat ditoleransi. 1

Setelah diagnosis klinis HF ditegakkan, penting untuk menangani retensi cairan sebelum memulai

terapi ACEI (atau ARB jika pasien intoleran terhadap ACEI). Βeta-blocker sebaiknya dilakukan jika

retensi cairan telah ditangani dan/atau dosis ACEI telah ditingkatkan. Jika pasien masih bergejala,

ARB, antagonis aldosteron, atau digoxin dapat diberikan sebagai “triple therapy”. Terapi alat

sebaiknya dipertimbangkan dengan pemberian farmakologik yang tepat pada pasien. ACEI,

angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB, angiotensin receptor blocker; NYHA, New York Heart

Association; CRT, cardiac resynchronization therapy; ICD, implantable cardiac defibrillator.2

Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin angiotensin.

Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi selama pemberian terapi dan biasanya

ditoleransi dengan baik sehingga dosis tidak perlu diturunkan. Akan tetapi, jika hipotensi diikuti

dengan rasa pusing atau disfungsi renal menjadi lebih berat, maka penting untuk menurunkan

dosisnya. Pada retensi potassium yang tidak berespon dengan diuretic, dosis ACE juga perlu

diturunkan.

Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE karena batuk, rash kulit,

dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB menghambat sistem rennin-angiotensin, kedua golongan

obat ini bekerja dalam mekanisme yang berbeda. ACEI memblokir enzim yang berperan dalam

mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II, ARB memblokir efek angiotensin II pada reseptor

angiotensin tipe I. Beberapa penelitian klinik menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan

ARB pada terapi ACEI pada pasien HF kronis.

Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan darah, fungsi ginjal, dan

potassium. Sehingga efek samping kedua obat tersebut serupa pula. 1

β-Adrenergic Receptor Blockers

Terapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan pasien dengan penurunan EF.

Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari aktivasi sistem adrenergic yang berkepanjangan dengan

secara kompetitif memblokir satu atau lebih reseptor adrenergik (α1, β1, and β2). Walaupun terdapat

manfaat potensial dalam memblokir tiga reseptor ini, kebanyakan efek penurunan aktivasi

Page 41: CB dr arif

adrenergic dimediasi oleh reseptor β1. Jika diberikan bersamaan dengan ACEI, beta blocker

menghambat proses LV remodeling, meringankan gejala pasien, mencegah opname, dan

memperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta blocker diindikasikan pada pasien HF

simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun (<40%)

Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang timbul dari penurunan sistem

saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi beberapa hari setelah permulaan terapi dan biasanya

responsive setelah dosis dikurangi. Terapi betabloker dapat menyebabkan bradykardia dan/atau

eksaserbasi heart block. Maka dari itu, dosis beta blocker sebaiknya diturunkan jika heart rate

menurun hingga receptor yang dapat mengakibatkan efek vasodilatasi.

Antagonis Aldosteron

Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang memblokir efek aldosteron

(spironolakton atau eplerenon) memiliki efek bermanfaat yang independent dari efek keseimbangan

sodium. Walaupun ACEI dapat menurunkan sekresi aldosteron secara transient, dengan terapi

jangka panjang, kadar aldosteron akan kembali seperti sebelum terapi ACEI dilakukan. Maka dari itu,

pemberian antagonis aldosteron dianjurkan pada pasien dengan NYHA kelas III atau kelas IV yang

memiliki EF yang menurun (<35%).3

Permasalahan utama pemberian antagonis aldosteron adalah peningkatan resiko hyperkalemia,

dimana lebih cenderung terjadi pada pasien yang menerima terapi suplemen potassium atau

mengalami insufisiensi renal sebelumnya. Antagonis aldosteron tidak direkomendasikan jika

kreatinin serum >2.5 mg/dL (atau klirens kreatinin 5.0 mmol/L. 2

Terapi Antikoagulan dan Antiplatelet

Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik. Pada penilitan klinis,

angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per tahun. Penurunan fungsi LV dipercaya

mengakibatkan relative statisnya darah pada ruang kardiak yang berdilatasi dengan peningkatan

resiko pembentukan thrombus. Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan pada pasien dengan

HF, fibrilasi atrial paroxysmal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau pulmoner, termasuk stroke

atau transient ischemic attack (TIA). Pasien dengan iskemik kardiomyopati simptomatik atau

asimptomatik dan memiliki riwayat MI dengan adanya thrombus LV sebaiknya diatasi dengan

warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah MI, kecuali terdapat kontraindikasi terhadap

pemakaiannya. 1

Page 42: CB dr arif

Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik untuk menghindari

terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis rendah aspirin (75 atau 81 mg) dapat dipilih karena

kemungkinan memburuknya HF pada dosis lebih tinggi. 2

Tabel 5 Obat untuk Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut

Dosis Permulaan Dosis Maksimal

Vasodilators

Nitroglycerin 20 µg/menit 40–400 µg/menit

Nitroprusside 10 µg/menit 30–350 µg/menit

Nesiritide Bolus 2 µg/kg 0.01–0.03 µg/kg per menita

Inotropes

Dobutamine 1–2 µg/kg per menit 2–10 µg/kg per menitb

Milrinone Bolus 50 µg/kg 0.1–0.75 µg/kg per menitb

Dopamine 1–2 µg/kg per menit 2–4 µg/kg per menitb

Levosimendan Bolus 12 µg/kg 0.1–0.2 µg/kg per menitc

Vasoconstrictors

Dopamine for hypotension 5 µg/kg per menit 5–15 µg/kg per menit

Epinephrine 0.5 µg/kg per menit 50 µg/kg per menit

Phenylephrine 0.3 µg/kg per menit 3 µg/kg per menit

Vasopression 0.05 units/menit 0.1–0.4 units/ menit

aBiasanya <4>

bInotrope juga memiliki kemampuan vasodilators.

cDiakui diluar Amerika Serikat untuk penanganan gagal jantung akut

TINJAUAN PUSTAKA

1. Harrison. Heart Failure dalam Harrison's Principles of Internal Medicine 17 ed.

Page 43: CB dr arif

2. Garabed E, Norbert L et, KDIGO 2012 Clinical practise guideline for the evaluation

and management of Chronic Kidney Disease.2012; United States of America.

3. Ketut S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Ginjal Kronik.18th Edition Vol II.

Jakarta: Terbitan FK UI: 2009. P. 1307-40.

.

Page 44: CB dr arif