Paper CB Najmi Kamariah.pdf

download Paper CB Najmi Kamariah.pdf

of 25

Transcript of Paper CB Najmi Kamariah.pdf

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    1/25

    STUDI PENGEMBANGAN KAPASITAS BIROKRASI

    PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

    Najmi Kamariah

    Alam Tauhid Syukur

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan kapasitas

    birokrasi Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, yang difokuskan pada tiga

    aspek utama, yaitu pengembangan kapasitas sumber daya fisik, kapasitas

    proses operasional (ketatalaksanaan), dan kapasitas SDM aparatur. Metode

    penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan

    kuantitatif. Unit analisis adalah BKD, Bapppeda, Dinas Keuangan danPendapatan, dan Sekretariat Daerah. Pengumpulan data dilakukan dengan

    angket, wawancara, dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa kapasitas birokrasi Pemerintah Kabupaten Luwu Utara berada pada

    kategori baik. Pemerintah Kabupaten telah mengembangkan strategi yang

    tepat untuk mengembangkan kapasitas birokrasi pemerintah di daerahnya.

    Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar pemerintah kabupaten dapat

    mengembangkan strategi pengembangan kapasitas birokrasi yang diawali

    dengan evaluasi dan pengukuran kinerja penyelenggaraan pemerintahan,

    untuk dapat mengidentifikasi dan mengetahui dimensi-dimensi kritis yang

    harus dikembangkan, sehingga program-program pengembangan kapasitas

    birokrasi dapat mencapai outcome yang diharapkan dan lebih tepat sasaran.

    1. Latar Belakang

    Dalam rangka meningkatkan kinerja birokrasi, pemerintah telah menetapkan

    prioritas pembangunan pada penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan

    berwibawa sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah Nasional (RPJMN) 20102014. Salah satu instrumen penting untuk

    mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa adalah melalui

    reformasi birokrasi seperti tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun

    2010 dan 2011. Tujuan akhir dari reformasi birokrasi adalah terwujudnya

    pelayanan publik yang prima (cepat, tepat, murah, transparan, dan akuntabel) dan

    peningkatan kinerja birokrasi yang semakin baik.

    Namun demikian, pembangunan aparatur negara yang dilaksanakan melalui

    program reformasi birokrasi ternyata masih bersifat parsial dan tidak menyentuh

    isu pokok pembangunan kapasitas kelembagaan aparatur negara. Pendekatan

    parsial tersebut berdampak negatif pada kinerja aparatur negara seperti ditunjukkan

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    2/25

    2

    oleh berbagai indikator yang diterbitkan oleh beberapa lembaga multilateral dan

    bilateral internasional. Misalnya, Indeks Efektivitas Pemerintahan yang

    dikeluarkan oleh World Bank sejak tahun 2002 yang menunjukkan trend naik

    selama 3 (tiga) tahun terakhir, namun belum menampakkan peningkatan yang

    cukup signifikan. Indeks ini menunjukkan peningkatan kemampuan pemerintah

    untuk menyelenggarakan pelayanan publik dan membuat kebijakan yang

    paramater pengukurannya meliputi kualitas pelayanan publik, kualitas birokrasi,

    kompetensi aparat pemerintah, dan independensi PNS terhadap tekanan politik.

    Keseluruhan indeks tersebut mencerminkan kapasitas kelembagaan birokrasi

    pemerintah. Data world bank menunjukkan Indeks Efektivitas Pemerintahan

    Indonesia menunjukkan peningkatan dari -0,37 pada Tahun 2006, menjadi -0,29

    pada Tahun 2008, dari skala -0,25 menunjukkan skor terburuk dan 2,5 skor terbaik.

    Meskipun terlihat mengalami peningkatan, namun masih jauh tertinggal jika

    dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh negara-negara tetangga,

    misalnya Singapura dengan skor 2,45 dan Malaysia 1,25 pada tahun 2008. Indeks

    ini menunjukkan efektivitas kinerja penyelenggaraan pemerintahan yang dilihat

    dari empat dimensi, yaitu kualitas pelayanan publik, kompetensi PNS, netralitas

    PNS dari tekanan politik, dan kualitas formulasi kebijakan (Buku 5 Kriteria dan

    Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi)

    Reformasi birokrasi yang sedang dilaksanakan pemerintah belum berjalan

    sesuai dengan harapan masyarakat, merupakan masalah pokok yang dihadapi

    dalam mewujudkan good governance dan peningkatkan kinerja pemerintahan. Dari

    beberapa kasus yang terjadi, termasuk besarnya jumlah kerugian keuangan negara

    yang ditimbulkan, menunjukkan belum optimalnya kinerja birokrasi yang padaakhirnya mengakibatkan rendahnya kinerja pelayanan publik yang diberikan

    kepada masyarakat. Berbagai masalah lainnya dalam birokrasi yang belum

    terselesaikan sebagaimana uraian berikut berpengaruh besar terhadap rendahnya

    kapasitas birokrasi secara keseluruhan (Keban, 2000; Nugraha, 2004)

    Pertama, upaya penataan kelembagaan pemerintah belum mencapai hasil

    yang maksimal. Hal itu terutama disebabkan oleh kecenderungan lembaga

    pemerintah yang lebih mementingkan pendekatan struktural daripada pendekatan

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    3/25

    3

    fungsional yang tercermin, antara lain, dari (1) struktur organisasi masih cenderung

    gemuk dan belum efisien; (2) masih terdapatnya tumpang tindih tugas pokok,

    fungsi, dan kewenangan organisasi pemerintah di daerah; (3) masih lemahnya

    sinkronisasi tata hubungan kerja antara instansi pemerintah daerah termasuk dalam

    pelaksanaan kebijakan otonomi daerah; serta (4) organisasi satuan kerja perangkat

    daerah juga belum sepenuhnya didesain secara proporsional sesuai kebutuhan dan

    karakteristik nyata daerah.

    Kedua, upaya penataan ketatalaksanaan pemerintah belum menunjukkan

    hasil yang berarti. Hal itu ditunjukkan, antara lain, dengan (1) masih lemahnya

    sistem dan prosedur dalam pelaksanakan manajemen instansi pemerintah di

    daerah; (2) belum optimalnya penerapan standar kompetensi dalam menduduki

    jabatan struktural dan fungsional; serta (3) masih lemahnya penerapan prinsip-

    prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) birokrasi pemerintah

    daerah. Masalah lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah belum

    diterapkannya secara konsisten dan berkelanjutan sistem manajemen yang

    berorientasi pada peningkatan kinerja (manajemen berbasis kinerja) yang

    terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem

    perbendaharaan, dan sistem akuntabilitas pemerintahan yang saling menunjang

    dengan sistem pengendalian, baik di lingkungan instansi pemerintah pusat dan

    pemerintah daerah, sebagai bagian dari upaya reformasi birokrasi serta untuk

    mendukung penerapan kebijakan anggaran berbasis kinerja.

    Ketiga, pembinaan terhadap sumber daya manusia aparatur belum dikelola

    dengan baik. Hal itu ditunjukkan, antara lain, dengan (1) masih sulitnya mengubah

    cara pikir (mind set) dan cara kerja aparatur; (2) masih rendahnya disiplin dan etikapegawai; (3) sistem karier yang belum sepenuhnya berdasarkan prestasi kerja; (4)

    sistem remunerasi yang belum memadai untuk hidup layak; (5) penerimaan calon

    pegawai negeri sipil (CPNS) belum sepenuhnya dilakukan berdasarkan kualifikasi

    pendidikan yang dibutuhkan; (6) masih rendahnya kualitas sumber daya manusia

    aparatur secara umum; (7) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) yang

    hingga kini belum sepenuhnya dapat meningkatkan kinerja aparatur negara; (8)

    masih lemahnya pengawasan dan audit terhadap kinerja aparatur negara; dan (9)

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    4/25

    4

    sistem informasi manajemen kepegawaian yang sampai saat ini belum dapat

    berfungsi secara optimal.

    Menghadapi beberapa permasalahan tersebut, diperlukan penguatan

    kapasitas (capacity building) pemerintah daerah yang meliputi sistem (system),

    pegawai/birokrasi (individual) dan organisasi/instansi (entity) untuk dapat

    mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi sebagai bagian integral dari

    kebijakan pembangunan nasional yang tertuang dalam Propenas. Pengembangan

    kapasitas mengacu kepada proses dimana individu, kelompok, organisasi,

    kelembagaan, dan masyarakat mengembangkan kemampuannya baik secara

    individual maupun kolektif untuk untuk melaksanakan fungsi mereka,

    menyelesaikan masalah mereka, mencapai tujuan-tujuan mereka secara mandiri.

    Berdasarkan fenomena permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya,

    maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pendekatan-pendekatan yang

    dilakukan pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengembangan kapasitas organisasi

    untuk menjalankan fungsi, menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan-tujuan

    organisasinya atau dalam kata lain kemampuan pemerintah daerah dalam

    menjalankan pemerintahan.

    2. Tinjauan Teori

    Milen (2006: 12) mendefenisikan kapasitas sebagai kemampuan individu,

    organisasi atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara

    efektif, efisien dan terus-menerus (Yuswijaya, 2008: 87). Sedangkan Morgan

    (Milen, 2006: 14) merumuskan pengertian kapasitas sebagai kemampuan,

    keterampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan, perilaku, motivasi, sumber

    daya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu, organisasi,jaringan kerja/sektor, dan sistem yang lebih luas untuk melaksanakan fungsi-fungsi

    mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke

    waktu. Lebih lanjut, Milen (2001: 142) melihat capacity building sebagai tugas

    khusus, karena tugas khusus tersebut berhubungan dengan faktor-faktor dalam

    suatu organisasi atau sistem tertentu pada suatu waktu tertentu.

    Selanjutnya, UNDP dan Canadian International Development Agency

    (CIDA) dalam Milen (2006: 15) memberikan pengertian peningkatan kapasitas

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    5/25

    5

    sebagai: proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi, dan masyarakat

    meningkatkan kemampuan mereka untuk (a) menghasilkan kinerja pelaksanaan

    tugas pokok dan fungsi (core functions), memecahkan permasalahan, merumuskan

    dan mewujudkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, dan (b) memahami dan

    memenuhi kebutuhan pembangunan dalam konteks yang lebih luas dalam cara

    yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan konsep pengembangan kapasitas

    menurut Grindle (1997) yang menyatakan bahwa pengembangan kapasitas sebagai

    ability to perform appropriate task effectvely, efficiently and sustainable. Bahkan

    Grindle menyebutkan bahwa pengembangan kapasitas mengacu kepada

    improvement in the ability of public sector organizations.

    Keseluruhan definisi di atas, pada dasarnya mengandung kesamaan dalam

    tiga aspek sebagai berikut: (a) bahwa pengembangan kapasitas merupakan suatu

    proses, (b) bahwa proses tersebut harus dilaksanakan pada tiga level/tingkatan,

    yaitu individu, kelompok dan institusi/organisasi, dan (c) bahwa proses tersebut

    dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan organisasi melalui pencapaian

    tujuan dan sasaran organisasi yang bersangkutan.

    Sesungguhnya pada beberapa literatur pembangunan, konsep capacity

    building sampai saat ini masih menyisakan perdebatan-perdebatan dalam

    pendefinisian. Sebagian pakar memaknai capacity building sebagai capacity

    development atau capacity strengthening, mengisyaratkan suatu prakarsa pada

    pengembangan kemampuan yang sudah ada (existing capacity). Sementara pakar

    yang lain lebih merujuk kepada constructing capacity sebagai proses kreatif

    membangun kapasitas yang belum nampak (not yet exist). Namun Soeprapto

    (2010) tidak condong pada salah satu sisi karena menurutnya keduanya memilikikarakteristik diskusi yang sama yakni analisa kapasitas sebagai inisiatif lain untuk

    meningkatkan kinerja pemerintahan (government performance). Dalam hal ini

    searah dengan pendapat Grindle (1997: 6 -22) Capacity building is intended to

    encompass a variety of strategies that have to do with increasing the efficiency,

    effectiveness, and responsiveness of government performance. Jadi, pengembangan

    kapasitas (capacity building) merupakan upaya yang dimaksudkan untuk

    mengembangkan suatu ragam strategi meningkatkan efisiensi, efektivitas dan

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    6/25

    6

    responsivitas kinerja pemerintah. Yakni efisiensi, dalam hal waktu (time) dan

    sumber daya (resources) yang dibutuhkan guna mencapai suatu outcomes;

    efekfivitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang diinginkan;

    dan responsivitas merujuk kepada bagaimana mensikronkan antara kebutuhan dan

    kemampuan untuk maksud tersebut.

    Dalam pengembangan kapasitas memiliki dimensi, fokus dan tipe kegiatan.

    Dimensi, fokus dan tipe kegiatan tersebut menurut Grindle (1997: 1-28), dan

    Bappenas (2007) adalah: (1) dimensi pengembangan SDM, dengan fokus: personil

    yang profesional dan kemampuan teknis serta tipe kegiatan seperti: training,

    praktek langsung, kondisi iklim kerja, dan rekruitmen, (2) dimensi penguatan

    organisasi, dengan fokus: tata manajemen untuk meningkatkan keberhasilan peran

    dan fungsi, serta tipe kegiatan seperti: sistem insentif, perlengkapan personil,

    kepemimpinan, budaya organisasi, komunikasi, struktur manajerial, dan (3)

    reformasi kelembagaan, dengan fokus: kelembagaan dan sistem serta makro

    struktur, dengan tipe kegiatan: aturan main ekonomi dan politik, perubahan

    kebijakan dan regulasi, dan reformasi konstitusi. Sejalan dengan itu, Grindle

    (1997: 1-28) menyatakan bahwa apabila capacity building menjadi serangkaian

    strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan responsivitas,

    maka capacity building tersebut harus memusatkan perhatian kepada dimensi: (1)

    pengembangan sumber daya manusia, (2) penguatan organisasi, dan (3) reformasi

    kelembagaan.

    Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, perhatian diberikan

    kepada pengadaan atau penyediaan personel yang profesional dan teknis. Kegiatan

    yang dilakukan antara lain pendidikan dan latihan (training), pemberian gaji/upah,pengaturan kondisi dan lingkungan kerja dan sistim rekruitmen yang tepat. Dalam

    kaitannya dengan penguatan organisasi, pusat perhatian ditujukan kepada sistim

    manajemen untuk memperbaiki kinerja dari fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang ada

    dan pengaturan struktur mikro. Aktivitas yang harus dilakukan adalah menata

    sistim insentif, pemanfaatan personel yang ada, kepemimpinan, komunikasi dan

    struktur manajerial. Dan berkenaan dengan reformasi kelembagaan, perlu diberi

    perhatian terhadap perubahan sistim dan institusi-institusi yang ada, serta pengaruh

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    7/25

    7

    struktur makro. Dalam konteks ini aktivitas yang perlu dilakukan adalah

    melakukan perubahan aturan main dari sistim ekonomi dan politik yang ada,

    perubahan kebijakan dan aturan hukum, serta reformasi sistim kelembagaan yang

    dapat mendorong pasar dan berkembangnya masyarakat madani (Grindle, 1997;

    Depdagri-Bappenas, 2000; Imbaruddin, 2005; Soeprapto, 2007).

    Sementara itu, Eade (1997: 34) dalam Yuswijaya (2008: 87-88)

    menyebutkan pengertian pengembangan kapasitas organisasi sebagai berikut:

    capacity building is often used simply to mean enabling institutions be

    more effective in implementing development project. Institution are thus the

    instrument by which certain goals can be reached, and may begovernmental

    or non-governmental. If capacity-building is an end in itself (egstrengthening the quality of representation and decision-making within civil

    society organizations, and their involvement in socio-political processes),

    such political choises demand a clear purpose and contextual analysis on the

    part of the intervening agency. The focus is likely to be on the counterparts

    organizational mission, and the mesh between this, its analysis of the

    external world, and its structure and activitie.

    Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan

    kapasitas dalam suatu organisasi dapat dianggap sebagai tujuan dan dapat juga

    dianggap sebagai suatu proses. Inti pengembangan kapasitas organisasi sebagai

    tujuan adalah tercapainya misi organisasi. Sedangkan pengembangan kapasitas

    organisasi sebagai proses adalah proses penyesuaian (adaptasi) organisasi terhadap

    perubahan dan perbaikan sistem internal organisasi yang memungkinkan

    organisasi mampu menghadapi tantangan dengan berdasarkan dukungan sumber-

    sumber organisasi sehingga organisasi tersebut dapat hidup secara berkelanjutan.

    Lebih lanjutEade (1997: 110) menyebutkan bahwa: pendekatan yang dapat

    digunakan dalam pengembangan internal organisasi antara lain melalui

    pendekatan: (1) structure (struktur organisasi), yaitu perubahan struktur

    kelembagaan organisasi, (2) physical resources (sumber daya fisik: sarana dan

    prasarana), melalui pemanfaatan dan penggunaan teknologi sebagai sarana dan

    prasarana dalam melaksanakan pekerjaan, (3) system (sistem kerja/mekanisme

    kerja/prosedur kerja), melalui perubahan rancangan prosedur kerja, (4) human

    resources (sumber daya manusia), melalui peningkatan ketersediaan sumber daya

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    8/25

    8

    aparatur baik secara kualitas maupun kuantitas, termasuk penyelenggaraan

    program pendidikan dan pelatihan, (5) financial resources (sumber daya

    finansial/anggaran), melalui alokasi sumber daya keuangan yang memadai sesuai

    kebutuhan, termasuk pemberian imbalan/insentif, (6) culture (budaya kerja),

    penciptaan iklim dan suasana kerja yang nyaman bagi pegawai agar dapat

    melaksanakan pekerjaan dengan baik, dan (7) leadership (kepemimpinan) melalui

    optimalisasi peran pimpinan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya,

    mengkordinasikan dan mengarahkan setiap pekerjaan agar sesuai dengan tujuan

    yang telah ditetapkan.

    Gambar 1.

    Kerangka Pikir Penelitian

    Berdasarkan latar belakang permasalahan dan untuk memperjelas penelitian,

    maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah: (1) bagaimana pengembangan

    kapasitas organisasi birokrasi pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia ? (2)

    hambatan- hambatan apa saja yang ada dalam upaya pengembangan kapasitas

    organisasi pada birokrasi pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia ? (3)

    PENGEMBANGAN

    KAPASITASPEMDA

    PENGUATAN

    PROSES OPERASIONAL

    (KETATALAKSANAAN)- Kapasitas Prosedur Kerja

    - Budaya kerja yang efektif

    - Kapasitas Kepemimpinan

    PENGUATAN

    SUMBER DAYA FISIK- Kapasitas Struktur organisasi

    - Kapasitas Keuangan

    - Kapasitas Perangkat Aturan

    - Kapasitas Sarana & Prasarana

    PENGUATAN SDM- Pengetahuan

    - Keterampilan

    - Prilaku & Etika

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    9/25

    9

    Strategi atau pendekatan apa saja yang dapat dilakukan guna mengatasi berbagai

    hambatan tersebut?

    3. Metode Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang berupaya

    menggambarkan secara rinci suatu fenomena tertentu dari objek yang diteliti, yaitu

    pengembangan kapasitas birokrasi pemerintah daerah Kabupaten Luwu Utara yang

    menjadi tempat penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang

    mengambil sample dari populasi dan menggunakan kuessioner sebagai instrument

    pengumpulan data utama.

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh satuan kerja perangkat daerah

    (SKPD) Kabupaten Luwu Utara. Sample adalah unit kerja terpilih yang secara

    representatif dapat memberikan informasi atas pengembangan kapasitas organisasi,

    yaitu BKD (dimensi SDM), Sekretariat dan Bappeda (dimensi proses operasional),

    dan DPPKD (dimensi keuangan). Teknik pengambilan sample dilakukan secara

    purposive, yaitu hanya memilih responden yang berada pada SKPD yang dapat

    memberikan informasi (jawaban) atas pertanyaan penelitian yang dijabarkan dari

    variable dan indikator penelitian. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka

    responden penelitian ini, adalah setiap pegawai yang bekerja pada bagian

    Sekretariat, Bappeda, DPPKD, dan BKD.

    Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran

    angket/kuessioner kepada para pegawai pada SKPD terpilih. Selain itu, dilakukan

    pula wawancara mendalam dengan informan terpilih, yaitu para pimpinan SKPD

    yang menjadi tempat penelitian, dan studi dokumentasi terhadap data-data

    sekunder yang berkaitan dengan indikator penelitian. Penilaian kuessioner dimulaidari skor 1, jika rata-rata responden menjawab sangat tidak setuju/sangat tidak

    baik; skor 2, jika rata-rata responden menjawab tidak setuju/tidak baik; skor 3.

    kurang setuju/kurang baik; skor 4 setuju/baik; dan skor 5 sangat setuju/sangat

    baik. Data kuessioner yang telah terkumpul dari responden terpilih pada wilayah

    penelitian, kemudian diolah dengan membuat tabulasi data sebagai dasar untuk

    melakukan analisis data, yang selanjutnya dianalisis secara statistik deskriptif.

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    10/25

    10

    Untuk memperkuat analisis, peneliti juga memaparkan hasil data sekunder dan

    hasil wawancara dengan informan terpilih.

    4. Hasil Penelitian

    Deskripsi variabel yang dioperasionalkan dalam penelitian ini menunjukkan

    gambaran penilaian responden terhadap indikator masing-masing variabel

    pengembangan kapasitas birokrasi pemerintah Kabupaten Luwu Utara. Penjelasan

    deskriptif untuk masing-masing variable tersebut, adalah sebagai berikut :

    1. Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Fisik

    Ketersediaan sumber daya fisik organisasi sangat menentukan kapasitas

    birokrasi pemerintah daerah. Organisasi harus menyediakan berbagai perangkat

    aturan dan kebijakan untuk mengatur agar birokrasi dapat bekerja dengan efektif

    dan efisien. Disamping itu, organisasi juga harus menyusun struktur organisasi

    yang sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab organisasi. Yang tidak kalah

    penting dari itu, organisasi harus mempunyai kemampuan keuangan serta sarana

    dan prasarana yang memadai untuk mendukung organisasi dalam pelaksanaan

    tugas dan fungsinya.

    Tabel 1Tanggapan Responden tentang Pengembangan

    Kapasitas Sumber Daya Fisik Organisasi

    No Indikator Rata-Rata Skor Kategori

    1 Kapasitas Struktur Organisasi 4,15 Baik

    2 Kapasitas Keuangan 4,26 Baik

    3 Kapasitas Hukum 3.68 Baik

    4 Kapasitas Sarana & Prasarana 4,07 Baik

    Rata-Rata Skor 4,04 Baik

    Sumber : data primer, 2012

    Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa secara

    umum responden menyatakan bahwa upaya pengembangan kapasitas sumber daya

    fisik telah dilakukan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dengan rata -rata jawaban

    responden yang setuju dengan pernyataan yang tertuang dalam kuessioner yang

    berisi pernyataan tentang indikator-indikator yang mengukur pengembangan

    kapasitas struktur organisasi, kapasitas keuangan, kapasitas perangkat aturan, dan

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    11/25

    11

    kapasitas sarana dan prasarana. Dari Tabel 1 juga dapat diketahui bahwa

    pengembangan kapasitas keuangan mendapatkan skor tertinggi dalam

    pengembangan kapasitas sumber daya fisik organisasi yaitu 4,26.

    Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan kunci, dapat

    diketahui bahwa pemerintah kabupaten dalam mendesain struktur organisasi telah

    berpedoman pada PP 41/2007 juga didasarkan pada UU 32/2004 mengenai urusan

    pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari urusan wajib dan

    urusan pilihan. Agar struktur organisasi tidak menghambat koordinasi dan

    komunikasi dalam pelaksanaan tugas, khususnya pada program/kegiatan terpadu

    (lintas fungsi) telah ditetapkan Peraturan Bupati tentang tugas, rincian tugas dan

    tata kerja jabatan struktural pada setiap instansi berdasarkan PP 41/2007.

    Dari hasil wawancara dengan Sekretaris DKPD dapat pula diketahui bahwa

    Pemerintah Kabupaten Luwu Utara telah melakukan upaya-upaya yang cukup

    sistematis untuk meningkatkan kapasitas keuangan untuk melaksanakan seluruh

    tugas dan fungsi organisasi, mulai pada proses penyusunan anggaran (APBD)

    sampai kepada pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Proses penyusunan

    anggaran melibatkan seluruh SKPD, dan dalam pengalokasian anggaran,

    pemerintah kabupaten telah menetapkan alokasi sebesar 60 berbanding 40 antara

    belanja rutin (termasuk belanja pegawai) dan belanja modal (belanja pembangunan

    dan pelayanan publik). Untuk meningkatkan kemampuan SDM pengelolaan

    anggaran dilakukan upaya-upaya pengembangan SDM melalui pelatihan teknis

    baik kerjasama dengan BPK dan BPKP maupun dengan perguruan tinggi seperti

    UNHAS. Hasilnya, selama dua tahun terakhir pemerintah kabupaten telah

    memperoleh predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dengan penilaianberdasarkan penyajian laporan keuangan, sistem pengendalian intern, ketaatan

    terhadap peraturan perundang-undangan, dan pengelolaan barang milik daerah

    (BMD). Semuanya telah memenuhi ketentuan Permendagri No.12/2006 tentang

    Pengelolaan Keuangan Daerah, begitu pula dengan sistem penatausahaan dan

    pelaporan keuangan, juga telah sesuai dengan PP 24 tahun 2005 tentang Standar

    Akuntansi Pemerintah (SAP).

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    12/25

    12

    2. Pengembangan Kapasitas Proses Operasional (Ketatalaksanaan)

    Pengembangan kapasitas proses operasional (ketatalaksanaan) dalam

    penelitian ini terdiri atas pengembangan kapasitas prosedur kerja, pengembangan

    kapasitas budaya kerja yang efektif, dan pengembangan kapasitas kepemimpinan.

    Hasil penilaian responden tentang pengembangan kapasitas proses operasional

    dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2

    Tanggapan Responden tentang Pengembangan

    Kapasitas Proses Operasional

    No Indikator Rata-Rata Skor Kategori

    1 Kapasitas Prosedur 3,94 Baik

    2 Budaya 4,06 Baik

    3 Kepemimpinan 3,56 Baik

    Rata-Rata Skor 3.85 Baik

    Sumber: Data Primer, 2012

    Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 2 dapat diketahui bahwasebagian besar responden menilai bahwa pengembangan kapasitas proses

    operasional berada pada kategori baik. Ini berarti dalam pelaksanaan tugas para

    pegawai telah memiliki sebuah prosedur standar yang digunakan sebagai pedoman

    dalam pelaksanaan tugas.

    Hasil wawancara dengan Sekretaris Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah

    Kabupaten Luwu Utara menjelaskan bahwa agar proses operasional

    (ketatalaksanaan) dapat menjawab tantangan efektifitas pelaksanaan tugas dan

    fungsi organisasi berdasarkan Permen PAN dan RB No. 12/2011 tentang Pedoman

    Tatalaksana, maka langkah-langkah yang harus dilaksanakan adalah menyusun

    SOP untuk setiap kegiatan. Adapun dasar pertimbangan dalam menetapkan

    prosedur kerja tertulis adalah perbaikan kualitas pelayanan publik sebagaimana

    juga merupakan salah satu tujuan reformasi birokrasi.

    Berdasarkan penjelasan dari beberapa informan dapat diketahui bahwa pada

    dasarnya reformasi birokrasi harus mampu menghasilkan birokrasi yang efektif,

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    13/25

    13

    efisien, dan ekonomi. Salah satu upaya untuk mewujudkan birokrasi yang efektif,

    efisien dan ekonomi tidak lain adalah memperbaiki proses penyelenggaraan

    administrasi pemerintahan sehingga lebih mencerminkan birokrasi yang mampu

    menjalankan fungsi pemerintahan. Untuk dapat memahami prosedur kerja tertulis,

    khususnya dalam mempercepat pelayanan, dilakukan sosialisasi dan distribusi

    prosedur kerja tertulis kepada seluruh pegawai di lingkungan pemerintah daerah,

    dimana tujuan dari prosedur tertulis ini adalah untuk memberikan pedoman bagi

    seluruh instansi pemerintah dalam mengidentifikasi, merumuskan, menyusun,

    mengembangkan, memonitor serta mengevaluasi SOP administrasi pemerintahan

    sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dilaksanakannya.

    3. Pengembangan Kapasitas SDM Aparatur

    Pengembangan kapasitas sumber daya manusia aparatur pemerintah

    Kabupaten/Kota dapat diketahui dengan melihat kapabilitas dan kompetensi yang

    dimiliki oleh pegawai yang dapat dilihat dari tiga aspek utama, yaitu pengetahuan,

    keterampilan, serta perilaku dan etika kerja pegawai. Oleh karena itu, pemerintah

    daerah seharusnya dapat mengembangkan suatu strategi pengembangan SDM yang

    dikaitkan dengan rencana strategis pemerintah daerah yang difokuskan pada

    peningkatan ketiga kapasitas tersebut.

    Tabel 3

    Tanggapan Responden tentang Pengembangan

    Kapasitas SDM Aparatur

    No Indikator Rata-Rata Skor Kategori

    1 Pengembangan Pengetahuan 3,97 Baik

    2 Peningkatan Keterampilan 3,87 Baik

    3 Perbaikan Perilaku & Etika 4,09 Baik

    Rata-Rata Skor 3.97 Baik

    Sumber: Data Primer, 2012

    Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa rata-

    rata responden menilai bahwa pengembangan kapasitas SDM Aparatur berada

    pada kategori baik. Ini berarti bahwa pemerintah kabupaten telah melakukan

    pendekatan-pendekatan strategis untuk mengembangkan pengetahuan,

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    14/25

    14

    keterampilan, serta perilaku dan etika pegawai sehingga setiap pegawai memiliki

    bekal yang cukup memadai untuk melaksanakan setiap tugas yang dibebankan

    kepadanya.

    Berdasarkan hasil wawancara dengan Sekretaris dan Kepala Bidang Mutasi

    BKDD Kabupaten Luwu Utara dapat dijelaskan bahwa untuk meningkatkan

    kapasitas pengetahuan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsi organisasi,

    pemerintah kabupaten telah mengembangkan berbagai program pengembangan

    SDM strategis, diantaranya dengan melakukan studi banding redistribusi guru

    USAID ke Kabupaten Purworejo dan benchmarking IT kesehatan dari Puskesmas

    ke rumah Sakit. Hasilnya, pemerintah kabupaten telah melakukan pemetaan

    penempatan guru dan telah mengembangkan Puskesmas Suka Maju sebagai pilot

    project dalam pengembangan puskesmas yang berbasis IT. Sementara untuk

    meningkatkan kedisiplinan PNS dan membangun etika dan perilaku terpuji dari

    pegawai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, pemerintah kabupaten telah

    mengimplementasikan PP 53/2010 tentang disiplin PNS, terutama pada aspek

    yang berkaitan dengan etika dan budaya kerja pegawai, serta pengembangan

    pembinaan dan kesejahteraan pegawai.

    5. Diskusi & Pembahasan

    Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1 sampai dengan Tabel 3, dapat

    diketahui bahwa sebagian besar responden menilai bahwa pemerintah Kabupaten

    Luwu Utara telah cukup mengambil langkah-langkah strategis dalam

    pengembangan kapasitas birokrasi pemerintahnya. Hal ini dapat dilihat karena

    sebagian besar indikator dinilai baik oleh responden, baik pada dimensi

    pengembangan kapasitas sumber daya fisik organisasi, pengembangan kapasitasproses operasional (ketatalaksanaan), maupun pada dimensi pengembangan

    kapasitas SDM aparatur pemerintah.

    Penilaian responden hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil

    evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh

    Kementerian Dalam Negeri RI yang telah menetapkan status dan peringkat kinerja

    seluruh pemerintah Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia, seperti yang terlihat

    pada Tabel 4.

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    15/25

    15

    Tabel 4

    Peringkat 10 Tertinggi Penyelenggaraan Pemerintahan

    Kabupaten Secara Nasional Tahun 2012

    NO KABUPATEN SKOR STATUS

    1 Sleman 3,1969 Sangat tinggi

    2 Wonosobo 3,1578 Sangat tinggi

    3 Boyolali 3,1252 Sangat tinggi

    4 Karanganyar 3,0968 Sangat tinggi

    5 Jombang 3,0472 Sangat tinggi

    6 Luwu Utara 3,0717 Sangat tinggi

    7 Ulon Progo 3,0707 Sangat tinggi

    8 Pacitan 3,0631 Sangat tinggi

    9 Sukoharjo 3,0587 Sangat tinggi

    10 Bogor 3,0514 Sangat tinggi

    Sumber : http://www.kemendagri.go.id

    Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa

    Pemerintah Kabupaten Luwu Utara dapat meraih peringkat ke-6 dari hasil evaluasi

    kinerja penyelenggaraan pemerintahan dari 346 kabupaten yang tersebar di seluruh

    Indonesia. Berdasarkan Keputusan Kementerian Dalam Negeri RI Nomor 100-

    279 Tahun 2012 tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Penyelengaraan

    Pemerintahan Daerah terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

    Tahun 2010, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara berhasil membawa daerahnya

    termasuk daerah 10 terbaik dalam hal pelayanan publik dan penyampaian laporan

    hasil kinerja penyelenggaraan pemerintahan.

    Adapun argumentasi dan hasil analisis untuk masing-masing sub variable

    dan indikator penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut :

    1. Kapasitas Sumber Daya Fisik

    Pengembangan kapasitas sumber daya fisik ditekankan pada perbaikan

    kapasitas infratstruktur yang dibutuhkan organisasi untuk dapat mengembangkan

    kemampuan organisasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk

    memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Kapasitas sumber daya

    fisik dalam penelitian ini dapat diukur dengan empat indikator, yaitu kapasitas

    struktur, kapasitas keuangan, kapasitas perangkat hukum (aturan), dan kapasits

    sarana dan prasarana.

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    16/25

    16

    Struktur organisasi yang baik dan tepat dapat menjawab tantangan

    perubahan yang dihadapi oleh organisasi. Struktur organisasi yang baik menganut

    prinsip miskin struktur dan kaya fungsi. Dari hasil wawancara dan observasi, dapat

    diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Luwu telah mendesain struktur organisasi

    sesuai dengan PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Penataan Organisasi Perangkat

    Daerah dan Permendagri Nomor 57/2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan

    Organisasi Perangkat Daerah. Bahkan untuk program dan kegiatan terpadu yang

    sifatnya lintas sektor, Pemerintah Kabupaten telah menerbitkan Surat Keputusan

    Bupati tentang tugas, rincian tugas dan tata kerja jabatan struktural pada setiap

    instansi berdasarkan PP/41/2007.

    Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan

    efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas dan fungsi dari masing-masing satuan

    kerja.

    Struktur organisasi yang didesain sesuai dengan fungsi, beban tugas, dan

    kewenangan yang dimiliki sangat berperan terhadap efektivitas dan efisiensi

    pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi . Stuktur yang baik juga tidak

    menghalangi koordinasi dan komunikasi, sehingga dapat menjawab tantangan

    munculnya disharmonisasi atau konflik internal dalam pelaksanaan tugas dan

    fungsi.

    Ketersediaan sumber daya keuangan merupakan faktor yang sangat

    menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai pelaksanaan tugas dan

    fungsinya. Pengelola keuangan pemerintah daerah yang dapat mengelola sumber

    daya keuangannya dengan baik, mulai dari tahap penyusunan anggaran,

    pengalokasian anggaran, hingga pertanggungjawaban dan penyusunan laporan

    keuangan sangat membantu setiap satuan kerja di lingkup pemerintahkabupaten/kota dalam mencapai program dan kegiatan sesuai dengan apa yang

    tertuang dalam rencana kerja masing-masing satker yang mengacu pada rencana

    kerja pemerintah daerah.

    Berdasarkan data hasil peneltian dapat diketahui bahwa pemerintah

    Kabupaten telah melakukan upaya-upaya yang cukup sistematis untuk mengelola

    keuangan sesuai dengan PP 58/2005 dan Permendagri No.13/2006 tentang

    Pengelolaan Keuangan Daerah. Mulai dari tahap penyusunan anggaran yang

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    17/25

    17

    melibatkan seluruh satker dan unit kerja, pengalokasian anggaran yang telah sesuai

    dengan beban tugas dan fungsi organisasi, serta pertanggungjawaban anggaran

    yang dilakukan secara transparan dan akuntabel. Selain itu, penyusunan laporan

    keuangan juga telah mengacu pada PP 24/2005 tentang Standar Akuntansi

    Pemerintah, sehingga selama dua tahun terakhir, Pemerintah Kab Luwu Utara

    telah menempuh predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dalam penyajian

    laporan keuangan.

    Kepastian hukum dan kejelasan regulasi merupakan faktor yang sangat

    menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai pelaksanaan visi dan misinya.

    Daerah yang memiliki regulasi yang jelas dan diterapkan secara konsisten dan adil

    membuat birokrasi dapat bekerja dengan baik untuk mencapai pelaksanaan tugas

    dan fungsi organisasi secara efektif dan efisien.

    Untuk membangun komitmen dan konsistensi dalam penegakan aturan di

    lingkungan kerja, maka setiap pimpinan SKPD wajib mengkomunikasikan setiap

    perubahan aturan berikut konsekuensi dari setiap peraturan dalam melaksanakan

    tugas dan fungsi. Namun demikian, masih terdapat kendala-kendala berkaitan

    dengan pelaksanaan tugas dan fungsi, seperti: masih adanya program dan kegiatan

    yang saling tumpang tindih. Hal ini disikapi dengan terbitnya peraturan Bupati

    tentang uraian tugas pokok dan fungsi setiap jabatan struktural pada setiap SKPD,

    dan dengan menyelenggarakan rapat-rapat koordinasi secara berkala.

    Ketersediaan sarana dan prasarana juga merupakan faktor yang tidak kalah

    penting dalam mencapai pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi secara efektif dan

    efisien. Pengalokasian sarana dan fasilitas kerja yang sesuai dengan kebutuhan

    masing-masing unit kerja, serta pemeliharaan dan pendayagunaan inventarissangat menunjang pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang

    dibebankan kepadanya. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan

    dapat diketahui bahwa pemerintah kabupaten masih sementara memperbaiki proses

    pengelolaan barang dan jasa sesuai dengan PP 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan

    Barang Milik Negara/Daerah, dimana pengelolaan barang dan jasa sekarang ini

    tidak lagi semudah dulu. Diperlukan kecermatan dan pencatatan yang akurat, mulai

    dari tahap pengadaan barang milik daerah (BMD), hingga tahap pengawasan dan

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    18/25

    18

    pelaporan barang milik daerah. Penggunaan BMD diarahkan sesuai batasan-

    batasan standar kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan

    tupoksi pemerintahan secara optimal.

    2. Kapasitas Proses Operasional

    Kapasitas proses operasional (ketatalaksanaan) sangat penting dalam

    menentukan keberhasilan organisasi mencapai visi dan misinya. Ketersediaan

    dokumen proses operasional menjadi pedoman bagi pegawai dalam melaksanakan

    pekerjaan mereka sehari-hari, sekaligus menjadi panduan dalam memberikan

    jaminan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Pengembangan kapasitas

    proses operasional (ketatalaksanaan) dalam penelitian ini terdiri atas

    pengembangan kapasitas prosedur kerja, penguatan kapasitas budaya kerja, dan

    kapasitas kepemimpinan yang efektif.

    Tersedianya dokumen prosedur kerja untuk setiap kegiatan dan jenis

    pelayanan tidak saja bermanfaat bagi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dan

    tugas mereka sehari-hari, tetapi juga dapat menjadi informasi bagi masyarakat akan

    tahapan-tahapan pelayanan yang harus mereka lalui dalam mendapatkan pelayanan

    yang baik, dengan catatan bahwa prosedur atau standar pelayanan tersebut

    disosialisasikan kepada masyarakat. Berdasarkan jawaban dari informan, dapat

    diketahui bahwa belum semua SKPD di Kabupaten Luwu Utara telah

    mengembangkan standard operating procedure (SOP) yang menjadi pedoman bagi

    setiap pegawai dalam pelaksanaan program dan kegiatan. Sebagian besar masih

    menggunakan dokumen peraturan tertulis yang menjadi dasar dalam melaksanakan

    tugas sehari-hari. Oleh karena itu, disarankan agar pemerintah kabupaten dapat

    melakukan perbaikan proses operasional dengan menyusun prosedur operasistandar (SOP) dan dapat mensosialisasikannya kepada seluruh pegawai, yang

    tidak hanya menjadi pedoman bagi pegawai untuk melaksanakan tugasnya sehari-

    hari, tetapi juga memberikan panduan dalam memberikan pelayanan yang

    berkualitas kepada masyarakat.

    Hal lain yang dapat meningkatan kapasitas proses operasional dalam

    pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi adalah kebiasaan-kebiasaan positif dan

    nilai-nilai yang berkembang dari hasil interaksi antara pegawai, dan interaksi

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    19/25

    19

    antara pimpinan dengan pegawai. Budaya kerja yang efektif akan membuat

    hubungan kerja dan komunikasi terjain dengan baik, sehingga koordinasi

    pelaksanaan tugas dan fungsi akan mudah dilaksanakan. Iklim kerja yang harmonis

    akan mempertahankan motivasi kerja pegawai dan mengurangi konflik

    disfungsional pada organisasi.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten telah

    mengupayakan beberapa metode untuk memperbaiki budaya kerja yang efektif.

    Setiap pejabat SKPD harus membuat pernyataan kesanggupan diri atau disebut

    dengan pakta integritas yang menyatakan komitmen untuk menjalankan aturan dan

    kewajiban bagi pencapaian tugas dan fungsi organisasi. Namun demikian, masih

    ada ada keluhan akan sistem reward yang kurang proporsional dan belum

    berorientasi pada kinerja, begitu juga dengan sistempunishmentyang kurang tegas

    sehingga belum berdampak pada peningkatan kedisiplinan dan kesungguhan

    pegawai untuk memberikan kontribusi terbaiknya bagi pencapaian visi dan misi

    organisasi.

    Kapasitas proses operasional juga tergantung pada kepemimpinan yang

    efektif, kepemimpinan yang memberikan teladan dan menularkan kebiasaan-

    kebiasaan positif kepada pegawai, sehingga memampukan dan memberdayakan

    staf, serta dapat mendorong pegawai untuk memberikan kontribusi terbaiknya bagi

    pencapaian visi dan misi organisasi.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten telah

    menjalankan praktek kepemimpinan efektif, dengan adanya komitmen dan

    keseriusan dari seluruh pimpinan unit di setiap SKPD untuk duduk bersama

    merumuskan renstra masing-masing sesuai dengan RPJM Kabupaten Luwu Utara.Hampir semua informan juga memberikan keterangan bahwa pimpinan

    memberikan pengarahan dan kontrol yang baik kepada setiap pegawai dalam

    pelaksanaan tugas.

    3. Kapasitas Sumber Daya Manusia

    Kapasitas sumber daya manusia aparatur yang dapat diukur dari kapasitas

    pengetahuan, kapasitas keterampilan, serta perilaku dan etika kerja pegawai, sangat

    menentukan keberhasilan pemerintah kabupaten dalam menjalankan tugas dan

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    20/25

    20

    fungsinya. Sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi dan

    pengetahuan akan tugas dan fungsi organisasi sangat penting dalam memberikan

    dan menyampaikan layanan publik yang berkualitas kepada setiap stakeholders.

    Oleh karena itu pemerintah daerah perlu melakukan upaya-upaya sistematis untuk

    meningkatkan kompetensi dan pengetahuan pegawai, baik melalui pendidikan

    formal, maupun dengan pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan

    pegawai.

    Berdasarkan jawaban dari ketiga informan dapat dilihat bahwa pemerintah

    Kabupaten Luwu Utara telah mengembangkan berbagai pendekatan untuk

    mengembangkan kapasitas pengetahuan pegawai, baik melalui pemberian

    kesempatan untuk melanjutkan pendidikan formal, maupun dengan mengadakan

    pelatihan-pelatihan teknis fungsional kepada pegawai. Namun demikian, sebagian

    besar kegiatan tesebut masih bersifat parsial-parsial di masing-masing SKPD,

    belum dikaitkan dengan kebutuhan daerah kedepan seperti yang tertuang dalam

    rencana strategis pemerintah kabupaten. Seharusnya sasaran-sasaran strategis

    dalam renstra (rencana strategis) juga menentukan jenis, jumlah dan kualitas SDM

    yang dibutuhkan di setiap SKPD.

    Pengembangan keterampilan SDM harus menjadi prioritas pemerintah,

    karena SDM yang berkualitas prima akan mampu mendorong terbentuknya kinerja

    organisasi yang optimal. Oleh karena itu, pemerintah daerah selaiknya menempuh

    langkah-langkah kongkrit untuk meningkatkan keterampilan SDM, sehingga citra

    PNS tidak lagi dianggap sebagai pegawai yang tidak professional dan hanya

    berkerja sesuai dengan perintah atasan.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten telahmelaksanakan upaya-upaya yang cukup baik untuk meningkatkan keterampilan

    pegawai, baik melalui diklat-diklat teknis dan fungsional, maupun dengan

    menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Pemerintah

    Kabupaten Luwu Utara membuat kebijakan dalam penempatan kerja, termasuk

    mutasi dan promosi, dimana masa kerja pegawai di satu tempat tidak melebihi 8

    tahun. Jika pegawai tidak dipromosi, maka yang bersangkutan dimutasi di tempat

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    21/25

    21

    lain, sehingga diharapkan wawasan pegawai berkembang, sekaligus meminimalkan

    kejenuhan dan keterbatasan keahlian pegawai hanya pada satu bidang pekerjaan.

    Kapasitas dan kualitas seorang pegawai tidak hanya semata ditentukan

    oleh pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas dan beban kerja

    yang dberikan kepadanya. Lebih dari itu, banyak bukti empirik menunjukkan

    bahwa keberhasilan seorang pegawai juga ditentukan oleh perilaku dan etika kerja

    mereka. Oleh karena itu, peran pimpinan sangat penting untuk menciptakan iklim

    kerja yang kondusif dan memberikan keteladanan positif, sehingga setiap pegawai

    dapat menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam bekerja. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Luwu Utara telah berupaya

    membangun komitmen pegawai terhadap nilai-nilai organisasi dan kedisiplinan

    kerja pegawai dengan memberikan sosialisasi akan PP 53 tahun 2010 tentang

    Disiplin PNS, sehingga setiap pegawai dapat memahami akan konsekuensi yang

    harus ditanggung jika mereka melakukan pelanggaran indispliner. Selain itu,

    pemerintah sering menyelenggarakan peringatan hari-hari besar keagamaan untuk

    memberikan pencerahan spiritual kepada pegawai, sehingga setiap pegawai dapat

    menanamkan kesadaran pada diri mereka untuk melaksanakan pekerjaan dan

    memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sebagai bagian dari

    ibadah kepada sesama. Dalam membangun komitmen pegawai terhadap nilai-nilai

    organisasi, pemerintah kabupaten melakukan evaluasi terhadap nilai-nilai

    organisasi, termasuk didalamnya nilai-nilai agama, misalnya kewajiban

    menggunakan busana muslim (jilbab) bagi pegawai wanita.

    Penutup

    Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa secara umum kapasitasbirokrasi Pemerintah Kabupaten Luwu Utara adalah baik. Pemerintah Kabupaten

    telah mengembangkan strategi yang tepat untuk mengembangkan kapasitas

    birokrasi pemerintah di daerahnya, baik pada aspek pengembangan kapasitas

    sumber daya fisik organisasi, kapasitas proses operasional, dan kapasitas sumber

    daya manusia aparatur.

    Dari analisis hasil penelitian, dapat direkomendasikan saran sebagai berikut :

    Pertama, diharapkan agar pemerintah daerah mengembangkan strategi

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    22/25

    22

    pengembangan kapasitas birokrasi yang diawali dengan evaluasi dan pengukuran

    kinerja penyelenggaraan pemerintahan, untuk dapat mengidentifikasi dan

    mengetahui dimensi-dimensi kritis yang harus dikembangkan. Program-program

    pengembangan kapasitas birokrasi yang didesain sesuai dengan kebutuhan daerah

    dapat mencapai outcome yang diharapkan dan lebih tepat sasaran. Dengan

    demikian, pemerintah daerah dapat menyusun grand strategy pengembangan

    kapasitas birokrasi yang bersifat komprehensif, pada semua level pengembangan

    kapasitas birokrasi, yaitu level individu (SDM), level sistem (ketatalaksanaan), dan

    level organisasi. Kedua, untuk mempercepat peningkatan kapasitas birokrasi

    pemerintah daerah, maka diperlukan suatu mekanisme yang terintegrasi dari para

    unsur-unsur yang berperan penting dalam peningkatan kapasitas birokrasi

    pemerintah daerah, baik pada level individu, level sistem/tatalaksana, maupun level

    organisasi. Setiap aktor yang terlibat dalam proses pengembangan kapasitas

    birokrasi pemerintah daerah merumuskan kebutuhan-kebutuhan pengembangan

    dan peningkatan kapasitas yang dibutuhkan oleh masing-masing satuan kerja

    dengan melibatkan stakeholders dan merujuk pada dokumen-dokumen kebijakan

    pengembangan kapasitas birokrasi pada level pemerintah pusat, sehingga terdapat

    harmonisasi program dan kegiatan pengembangan kapasitas birokrasi pemerintah

    di daerah.

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    23/25

    23

    DAFTAR PUSTAKA

    Blakely, Edward.J., 1994, Planning Local Economic Development, Theory andPractice, 2nd edition, Sage Publication

    Brown, Lisanne; Lafound Anne; Macintyre, Kate, 2001,Measuring Capacity

    Building, Carolina Population centre/University of North Carolina, Chapel

    Hill

    Eade, D., 1998 capacityBuilding : An Approach to People-Centreted

    Development, Oxford, UK : Oxfam, GB

    Edralin, J.SI, 1997, The New Local Governance and Capacity Building : A

    Strategic Approach, Regional Development Studies, Vol. 3, p. 148-150

    Finn, J.L., dan Barry Checksowai, 1998,young people as Cometent community,

    Builders : A Challenge to Social Work, Social Work, Vol 43, p. 4-6

    Fiszbein, A., 1997, The Emergence of Local Capacity : Lessen From Columbia,

    World Development, Vol. 25 (7), p. 1029-1043

    Goldberg, Lenny, 1996, Come The Devoluion, The American Prospect, Winter

    Grindle, M.S., (editor), 1997, Getting Good Government : Capacity Building in the

    Public Sector of Developing Countries, Boston, MA : Harvard Institute forInternational Development.

    Ikhsan, M., Pengelolaan Aset Organisasi yang Berbasis Pengetahuan,Jurnal

    Forum Inovasi, Capacity Building & Good Governance, Vol.4, November

    2002, h.11, PPs PSIA-FISIP UI

    Indrajit, Richardus Eko, 2002,Electronic Government, Strategi Pembangunan dan

    Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital,

    ANDI Yogyakarta.

    Keban, Yeremias T., 2000, Good Governance dan Capacity Building sebagaiIndikator Utama dan Fokus Penilaian Kinerja Pemerintahan. Bahan

    Seminar Capacity Building for Local Government. Bappenas.

    Mawhood, Philip, 1987, Local Government In the Third World, New York : John

    Wiley & Son

    Mentz, J.C.N., 1997, Personal and Institution Factor In Capacity Building and

    Intutional Factor in Capacity Building and Institutional Development,

    Working Paper No. 14, Maastrict : ECDPM

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    24/25

    24

    Milen, Anni, 2001, What Do We Know About Capacity Building ?, An Overview of

    Existing Knowledge and Good Practice, World Health Organization

    (Departement of Health Service Provision), Geneva

    Morrison, Terrence, 2001,Actoinable LearningA Handbook for Capacity

    Building Through Case Based Learning. ADB Institute

    Nugraha, 2004. Pengembangan Kapasitas dalam Mendukung Pelaksanaan

    Otonomi Daerah

    Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi

    Birokrasi

    Peraturan menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi BirokrasNomor 11 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan

    Reformasi Birokrasi (Buku Lima)

    Rondinelli, 1993, Government Ddecentralization in Camparative Perspective:

    Theory And Practice in Developing Countries.International Review of

    Administrative Science. No.1

    Senge, P., 1990, The Fifth Discipline, The Art and Practice of Learning

    Organization, London: Century

    Soeprapto, Riyadi, 2010, The Capacity Building for Local Government towardGood Governance, World Bank.

    Sparringa, Daniel, A., 2001, :Wacana Pemerintahan yang baik Good Governance

    dan Transisi Demokrasi,Jurnal Forum inovasi , Capacity Building &

    Good Governments,PPs PSIA-FISIP UI Vol.1,p.53-58

    Whittaker James B,1995,The Governments Performance and Result Act of 1993:

    A Mandate for Strategic Planning and performance Measurement,

    Educational Service Institute, Arlington, Virginia.

    Widodo, Joko, 2001, Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas danKontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan

    Cendekia, Surabaya.

    Van Rooyen, E.J.,1999, Capacity Building in Developing Countries: Human and

    Environmental Dimensions,dalamAgrica Today, vol.46 No.2:32-36

    Yuwono, Teguh, 2003, Capacity Building and Local Government : Concept and

    Analysis, Makalah pada seminar Internasional Democracy and Local

    Politics diselenggarakan oleh PSSAT UGM, STPMD APMD, UAJY,

    Yogyakarta, 7-8 Januari.

  • 8/10/2019 Paper CB Najmi Kamariah.pdf

    25/25

    25

    Yuswijaya, 2008, Analisis Pengembangan Kapasitas Organisasi Kantor Satuan

    Polisi Pamong Praja Kabupaten Lahat., Jurnal Ilmu AdministrasiVol.V/Nomor 1

    http://www. depdagri.go.id/