Referat Apcd Uci

83
BAB I PENDAHULUAN Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks,terdiri dari empat fase yaitu fase vaskular (terjadi reaksi lokal pembuluh darah), fase trombosit (timbul aktifitas trombosit), fase plasma (terjadi interaksi beberapa faktor koagulasi spesifik yang beredar di dalam darah) dan fase fibrinolisis (proses lisis bekuan darah). Bila salah satu dari keempat proses ini terganggu, maka akan timbul gangguan pada proses hemostasis dimana manifestasi klinisnya adalah perdarahan. 1 Perdarahan akibat defisiensi vtamin K (PDVK) disebut juga sebagai Haemorrhagic Disease of the Newborn (HDN) dahulu lebih dikenal dengan Acquired Prothrombim Complex Deficiency (APCD). Acquired Prothrombin Complex Deficiency adalah perdarahan spontan yang disebabkan karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VI, IX dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen dan jumlah trombosit masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin K. 2,3 Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Towsend pada tahun 1894 sebagai perdarahan dari berbagai tempat pada bayi sehat tanpa trauma,asfiksia, ataupun infeksi pada hari pertama sampai kelima 1

description

apcd

Transcript of Referat Apcd Uci

Page 1: Referat Apcd Uci

BAB I

PENDAHULUAN

Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks,terdiri dari

empat fase yaitu fase vaskular (terjadi reaksi lokal pembuluh darah), fase

trombosit (timbul aktifitas trombosit), fase plasma (terjadi interaksi beberapa

faktor koagulasi spesifik yang beredar di dalam darah) dan fase fibrinolisis

(proses lisis bekuan darah). Bila salah satu dari keempat proses ini terganggu,

maka akan timbul gangguan pada proses hemostasis dimana manifestasi klinisnya

adalah perdarahan.1

Perdarahan akibat defisiensi vtamin K (PDVK) disebut juga sebagai

Haemorrhagic Disease of the Newborn (HDN) dahulu lebih dikenal dengan

Acquired Prothrombim Complex Deficiency (APCD). Acquired Prothrombin

Complex Deficiency adalah perdarahan spontan yang disebabkan karena

penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VI, IX

dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen dan jumlah

trombosit masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan

pemberian vitamin K.2,3

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Towsend pada tahun 1894

sebagai perdarahan dari berbagai tempat pada bayi sehat tanpa trauma,asfiksia,

ataupun infeksi pada hari pertama sampai kelima kehidupan. Hubungan antara

defisiensi vitamin K dengan adanya perdarahan spontan diperhatikan pertama kali

oleh Dam dan Doisy pada tahun 1943.4

Pemberian vitamin K kepada baru lahir secara rutin merupakan suatau

standar yang telah di rekomendasikan oleh American Academy of Pediatrics

(AAP) sejak tahun 1961, dan ditegaskan kembali pada tahun 2003. Vitamin K

melalui suntikan adalah wajib di Amerika Serikat dan negara-negara lain.

American Academy of Pediatrics juga memberikan batasan pada APCD sebagai

suatu penyakit perdarahan yang terjadi pada hari-hari pertama kehidupan yang

disebabkan oleh kekurangan vitamin K dan ditandai oleh kekurangan protrombin,

prokonvertin dan mungkin juga faktor-faktor lain.3,4,5

1

Page 2: Referat Apcd Uci

Sejak tahun 1966, gangguan perdarahan ini telah dilaporkan dari berbagai

belahan dunia termasuk Amerika Utara, Eropa, Australia dan Asia. Bayi baru lahir

yang tidak mendapatkan profilaksis vitamin K dapat menyebabkan terjadinya

APCD tipe lambat yang sering terjadi pada negara-negara di benua Asia dan pada

Negara yang beriklim panas.6 Sebagian besar kasus yang dilaporkan dalam

literatur telah di Jepang dan Thailand dan menyebabkan tingkat kematian yang

tinggi dan gejala sisa neurologis permanen antara mereka yang selamat. Angka

kejadian APCD berkisar antara 1:200 sampai 1:400 kelahiran bayi yang tidak

mendapatkan vitamin K profilaksis. Di Amerika di laporkan angka kejadian

APCD bervariasi antara 0,25%-1,5% pada tahun 1961 dan berkurang menjadi 0-

0,44% pada 10 tahun terakhir dengan adanya program pemberian profilaksis

vitamin K.3 Di Jepang insidensi APCD mencapai 20-25 per 100.000 kelahiran.7

Danielsson pada tahun 2004 melaporan bahwa isnsidensi APCD di Vietnam

sangat tinggi, yaitu mencapai 116 per 100.000 kelahiran dengan 142 per 100.000

kelahiran di daerah perkotaan. Sebuah insidensi tinggi dari sindrom ini ditemukan

di Thailand dengan perbandingan 35,5 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini

menimbulkan masalah bagi kesehatan masyarakat Thailand. 7,8

Angka kematian akibat APCD di Asia mencapai 1:1200 sampai 1:1400

kelahiran. Angka kejadian tersebut ditemukan lebih tinggi, mencapai 1:500

kelahiran di daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara

rutin pada bayi baru lahir. Di Indonesia, data mengenai APCD secara nasional

belum tersedia.1

Gangguan pada proses pembekuan darah, dapat berupa kelainan yang

diturunkan secara genetik atau kelainan yang didapat. Gangguan pembekuan yang

didapat bisa disebabkan oleh adanya gangguan faktor koagulasi karena

kekurangan faktor pembekuan yang tergantung vitamin K, penyakit hati,

percepatan penghancuran faktor koagulasi dan inhibitor koagulasi. Salah satu

diantaranya adalah defisiensi kompleks protrombin yaitu kekurangan faktor-faktor

koagulasi faktor II, VII, IX dan X.9

Pneumonia adalah proses infeksi parenkim dimana asini terisi dengan

cairan dan adanya proses inflamasi dengan ada atau tidaknya infiltrasi dari proses

inflamasi pada dinding alveoli. Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia

2

Page 3: Referat Apcd Uci

karena angka kematian akibat pneumonia sangat tinggi, tidak saja di negara

berkembang tetapi terdapat juga di Negara maju seperti Amerika, Kanada dan

negara-negara Eropa lainnya. 10

Menurut Word Health Organization (WHO) 1.612.000 meninggal setiap

tahunnya akibat pneumonia. Bahkan United Nations International Children's Fund

(UNICEF) dan WHO menyebut pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita

tertinggi, meliputi penyakit-penyakit lain campak dan malaria. Di Amerika

pneumonia merupakan penyebab kematian nomor satu setelah kardiovaskuler dan

Tuberkulosis, kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita.

Angka kematian akibat pneumonia di Amerika Latin adalah 60.000 per tahun.11

Di Indonesia pneumonia merupakan penyebab kematia nomor tiga setelah

kardiovaskuler dan Tuberkulosis. Angka morbiditas di Indonesia setiap tahunnya

adalah 45.000. Pada usia anak-anak pneumonia merupakan penyabab kematian

terbesar terutama di Negara berkembang termasuk di Indonesia. Angka kematian

pneumonia pada balita di Indonesia di perkirakan 21% pada tahun 2006. Adapun

angka kesakitan diperkirakan mencapai 250 hingga 299'1000 anak balita setiap

tahunnya. Pneumonia masih menjadi salah satu masalah untuk anak Indonesia yang

disebabkan oleh kuman, baik virus, bakteri, jamur, kurang gizi. daya tahan tubuh

yang rendah, tidak minum ASI, lingkungan yang dapat memudahkan terjadinya

penyakit akut ini, anak yang tertular bisa mengidap penyakit radang paaru-paru

bervariasi dari derajat ringan hingga berat.10

Pengaturan cairan dan elektrolit pada anak bisa menjadi hal yang

membingungkan karena banyaknya pendapat, formula, dan aplikasi klinis dimana

akan menghasilkan suatu gambaran yang tidak benar. Prinsip dasar pengaturan

cairan dan elektrolit pada neonatus dan anak sama, dimana termasuk didalamnya

maturitas ginjal, kandungan tubuh, fisiologis, riwayat persalinan, dan perbedaan

sistem otonom. 12

Anak yang sakit sering mengalami gangguan homeostasis, termasuk

homeostasis air dan elektrolit. Perbaikan maupun perburukan keadaan klinis

berjalan paralel dengan perubahan-perubahan pada variabel fisiologis. Total

cairan tubuh dapat diperkirakan dari berat badan. Kebutuhan rumatan air dan

elektrolit dalam tubuh merupakan hasil dari pengaturan keseimbangan antara

intake dan output. Penatalaksanaan cairan dan elektrolit pada penderita anak

3

Page 4: Referat Apcd Uci

didasarkan pada prinsip-prinsip fisiologi. Meskipun demikian ini tidaklah sama

halnya dengan membuat normal semua variabel fisiologis, tetapi harus

mempertimbangkan dasar penyebab gangguannya. Kegagalan dalam melakukan

inidapt mengakibatkan harm kepada penderita. Dalam keadaan sakit, sering

didapatkan gangguan metabolisme termasuk metabolisme air dan elektrolit.

Dikatakan bahwa perburukan maupun perbaukan keadaan klinis penderita

berjalan paralel dengan perubahan-perunbahan pada variabel fisiologis.

Sebagaimana kita ketahui bahwa anak bukanlah miniatur dewasa, sehingga terapi

cairan dan elektrolit pada anak haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip fisiologis

sesuai tahapan tumbuh kembangnya dan patofisiologi terjadinya gangguan meta

bolisme air dan elektrolit.13

4

Page 5: Referat Apcd Uci

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Acquired Prothrombim Complex Deficiency (APCD)

Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang

diperlukan dalam sintesis protrombin dan faktor pembekuan lainnya.14 Vitamin K

diperlukan untuk sintesis prokoagulan factor II, VII, IX dan X (kompleks

protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan

(menghambat proses pembukan). Molekul-molekul factor II, VII, IX dan X

pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam bentuk perkusor tidak

aktif. Vitamin K diperlukan untuk konversi precursor tidak aktif menjadi factor

pembekuan yang aktif.1 Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan gangguan dari

proses koagulasi sehingga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan

atau dikenal dengan Acquired Prothrombim Complex Deficiency (APCD).15

2.1.1 Definisi

Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai

Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), atau lebih dikenal dengan Acquired

Prothrombin Complex Deficiency (APCD). Acquired Prothrombin Complex

Deficiency adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan karena

penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII,

IX, dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah

trombosit, masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan

pemberian vitamin K.6,9

Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD) pada masa bayi adalah

keterbatasan koagulopati sekunder unuk mengurangi pengeluaran Vitamin K

pengurangan vitamin K tergantung kepada faktor-faktor hemostatik, 30-60% dari

kasus yang terkait terdapat adanya perdarahan intrakranial. Injeksi intramuskular

(im) vitamin K saat lahir tampaknya merupakan profilaksis yang paling efektif

bentuk yang paling efektif profilaksis.9

Pada APCD dapat terjadi adanya pendarahan hampir di semua sisi manapun

baik secara spontan atau iatrogenik. Secara umum perdarahan spontan dapat

terjadi pada selaput lendir, kulit, umbilikus, retroperitoneum, perdarahan

5

Page 6: Referat Apcd Uci

intrakranial, kencing dan saluran pencernaan. Penyebab iatrogenik terjadi pada

pasien-pasien dengan laju endap darah yang abnormal atau post tindakan operasi.9

2.1.2 Etiologi

Banyak kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya APCD pada bayi baru

lahir. Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya APCD antara lain obat-

obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama

kehamilan seperti antikonvulsan (Karbamazepin, Phenitoin, Phenobarbital),

antibiotika (Sefalosporin), anti tuberkulostatik (Isoniazid dan Rifampisin) dan

antikoagulan (Warfarin).9

Pemberian antibiotik yang lama menyebabkan penurunan produksi vitamin

K dengan cara menghambat sintesis vitamin K2 oleh bakteri atau dapat juga secara

langsung mempengaruhi reaksi karboksilase. Kekurangan vitamin K dapat juga

disebabkan penggunaan obat kolestiramin yang efek kerjanya mengikat garam

empedu sehingga akan mengurangu absorpsi vitamin K yang memerlukan garam

empedu pada proses absorpsinya Faktor resiko lain adalah kurangnya sintesis

vitamin K oleh bakteri usus karena pemakaian antibiotika secara berlebihan,

gangguan fungsi hati (kolestasis), kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang

mendapatkan ASI eksklusif, serta malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus

maupun akibat diare.7,14

Kadar vitamin K pada ASI < 5 mg/ml, jauh lebih rendah dibandingkan

dengan susu formulayaitu sekitar 50-60 mg/ml. Selain itu pada usus bayi yang

mendapat susu formula, mengandung bakteri bacteriodes fragilis yang mampu

memproduksi vitamin K. Sedangkan pada bayi dengan ASI eksklusif, ususnya

mengandung Lactobacillus yang tidak dapat memproduksi vitamin K.15

Tabel 2.1 Etiologi gangguan pembekuan darah pada anak7

6

Page 7: Referat Apcd Uci

Keadaan yang berhubungan dengan defisiensi faktor pembekuan yang

bergatntung pada vitamin K adalah:11

a. Prematuritas

b. Kadar faktor pembekuan yang tergantung pada vitamin K pada waktu lahir

berbandinglurus dengan umur kehamilan dan berat pada waktu lahir. Pada

bayi yang premature fungsi hati masih belum matang dan respon terhadap

vitamin k subnormal.

c. Asupan makanan yang tidak adekuat

d. Terlambatnya kolonisasi kuman

e. Komplikasi obstetrik dan perinatal

f. Kekurangan vitamin K pada ibu.

Suatu keadaan khusus yang dikenal sebagai Hemorragic Disease of the

Newborn (HDN), merupakan suatu keadaaan akibat kekurangan vitamin K pada

masa neonatus. Terdapat penurunan kadar faktor II, VII, IX, dan X yang

merupakan faktor pembekuan darah yang tergantung kepada vitamin K dalam

derajat sedang pada semua neonatus yang berumur 48-72 jam dan kadar faktor

faktor tersebut secara berangsur-angsur akan kembali normal pada umur 7- 10

hari.7 Keadaan transien ini mungkin diakibatkan karena kurangnya vitamin K

pada ibu dan tidak adanya flora normal usus yang bertanggung jawab terhadap

sintesis vitamin K.14

7

Page 8: Referat Apcd Uci

Pada keadaan obstruksi biliaris baik intrahepatik maupun ekstrahepatik akan

terjadi kekurangan vitamin K karena tidak adanya garam empedu pada usus yang

diperlukan untuk absorpsi vitamin K1 dan K2, terutama vitamin K1 dan K2,

obstruksi yang komplit akan mengakibatkan gangguan proses pembekuan dan

perdarahan setelah 2-4 minggu. Sindrom malabsorpsi serta gangguan saluran

cerna kronis dapat menyebabkan kekurangan vitamin K akibat berkurangnya

absorpsi vitamin K.16

Obat yang bersifat antagonis terhadap vitamin K seperti coumarin,

menghambat kerja vitamin K secara kompetitif, yaitu dengan cara menghambat

siklus vitamin K antara bentuk teroksidasi dan tereduksi sehingga terjadi

akumulasi dari vitamin K2 dan K3 epokside dan pelepasan gkarboksilasi yang hasil

akhirnya akan menghambat pembentukan faktor pembekuan.9

2.1.3 Patofisiologi

Semua neonatus dalam 48-72 jam setelah kelahiran secara fisiologis

mengalami penurunan kadar faktor koagulasi yang bergantung vitamin K (faktor

II, VII, IX, dan X) sekitar 50%, kadar-kadar faktor tersebut secara berangsur akan

kembali normal dalam usia 7-10 hari. Keadaan transien ini mungkin diakibatkan

oleh kurangnya vitamin K ibu dan tidak adanya flora normal usus yang

bertanggungjawab terhadap sintesis vitamin K sehingga cadangan vitamin K pada

bayi baru lahir rendah. Diantara anak (lebih sering pada bayi premature dibanding

yang cukup bulan) ada yang mengalami defisiensi ini lebih berat dan lebih lama

sehingga mekanisme hemostasis fase plasma terganggu dan timbul perdarahan

spontan.16

Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik

dan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel

endotelial, sedangkan jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor

(Faktor III) pada tempat terjadinya luka. Jalur pembekuan darah intrinsik

memerlukan faktor VIII, IX, X, XI dan XII, dibantu dengan protein prekalikrein,

High-Molecular Weight Kininogen (HMWK), ion kalsium dan fosfolipid dari

trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII

bersentuhan dengan permukaan sel endotelial, yang disebut dengan fase kontak.13

8

Page 9: Referat Apcd Uci

Adanya fase kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi

kalikrein, yang kemudian mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor

XIIa memacu proses pembekuan melalui aktivasi faktor XI, IX, X dan II

(protrombin) secara berurutan.17

Aktifasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion

Ca, faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor

VIIIa pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X.

Aktifasi faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin, akan

tetapi makin tinggi kadar trombin, malah akan memecah faktor VIIIa menjadi

bentuk inaktif. Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan

melepaskan tissue factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat

pada permukaan sel, adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya

proses koagulasi. TF akan berikatan dengan faktor VIIa akan mempercepat

aktifasi faktor X menjadi faktor Xa sama seperti proses pada jalur intrinsik.

Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa

dan TF ternyata juga mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk

hubungan antara jalur ekstrinsik dan intrinsik.17

9

Page 10: Referat Apcd Uci

Gambar 2.1. Kaskade pembekuan darah17

Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protombin (faktor II) menjadi

trombin (faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer

dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel

trombosit, ion Ca, faktor V dan Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam

pembentukan kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, Faktor V teraktifasi

menjadi faktor Va dipicu oleh adanya trombin. Selain itu trombin juga mengubah

faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-linked

fibrin polymer yang lebih kuat.8

10

Page 11: Referat Apcd Uci

Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang

diperlukan dalam sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamine K-dependent

protein ) atau GIa. Vitamin K diperlukan sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX

dan X (kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai

antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Molekul-molekul faktor II, VII,

IX dan X pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam bentuk

prekursor tidak aktif. Molekul yang dikenal sebagai descarboxy proteins ini

disebut PIVKA (Proteins Induced by Vitamin K Absence). Vitamin K diperlukan

untuk konversi prekursor tidak aktif menjadi faktor pembekuan yang aktif. Proses

konversi ini terjadi pada tahap postribosomal, dimana radikal karboksil dengan

vitamin K sebagai katalis akan menempel pada residu asam glutamate dari

precursor molekul untuk membentuk (carboxyglutamic acids yang mampu

mengikat Ca2+. Faktor pembekuan (faktor II, VII, IX, X) yang memiliki

kemampuan mengikat Ca2+ ini memegang peranan dalam mekanisme hemostasis

fase plasma. Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan gangguan dari proses

koagulasi sehingga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan.9

Gambar 2.2 menunjukkan terjadinya fase karbosilaksi dalam siklus

metabolisme vitamin K. Pada kondisi defisiensi vitamin K, rantai polipeptida dari

faktor koagulasi tergantung vitamin K tetap terbentuk normal, namun fase

karboksilasi (proses gamma karboksilasi dari amino terminal glutamic acid) tidak

terjadi. Sehingga bentuk akarboksi dari faktor II, VII, IX dan X tidak mampu

berikatan dengan ion kalsium dan tidak dapat berubah menjadi bentuk aktif yang

diperlukan dalam proses koagulasi.15

11

Page 12: Referat Apcd Uci

Gambar 2.2 Siklus vitamin K dan reaksi karboksilasi8

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi APCD pada anak berdasarkan etiologi dan onset terjadinya

menjadi 4 kelompok yaitu APCD dini, APCD klasik, APCD lambat dan

Secondary prothrombin complex deficiency seperti yang terlampir pada tabel 2.2

berikut ini :6, 9, 15,16

Tabel 2.2 Perdarahan akibat defisiensi vitamin K pada anak.9

12

Page 13: Referat Apcd Uci

.

Early APCD (APCD dini), timbul pada hari pertama (0-24 jam) kehidupan.

Kelainan ini jarang sekali dan biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang

mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menghambat metabolisme vitamin K.

Insidens yang dilaporkan atas bayi dari ibu yang tidak mendapat suplementasi

vitamin K adalah antara 6-12%. 9, 16

Classical APCD (APCD klasik), timbul pada hari ke 1 sampai 7 setelah

lahir dan lebih sering terjadi pada bayi yang kondisinya tidak optimal pada waktu

lahir atau yang terlambat mendapatkan suplementasi makanan. Insidensi

dilaporkan bervariasi, antara 0 sampai 0,44% kelahiran. Tidak adanya angka rata-

rata kejadian APCD klasik yang pasti karena jarang ditemukan kriteria diagnosis

yang menyeluruh.9

Late APCD (APCD lambat), timbul pada hari ke 8 sampai 6 bulan setelah

lahir, sebagian besar timbul pada umur 1 sampai 3 bulan. Kira-kira setengah dari

pasien ini mempunyai kelainan hati sebagai penyakit dasar atau kelainan

malabsorpsi. Perdarahan intrakranial yang serius timbul pada 30-50%. Pada bayi

berisiko mungkin ditemukan tanda-tanda penyakit hati atau kolestasis seperti

ikterus yang memanjang, warna feses pucat, dan hepatosplenomegali. Angka rata-

13

Page 14: Referat Apcd Uci

rata kejadian APCD pada bayi yang tidak mendapatkan profilaksis vitamin K

adalah 5-20 per 100.000 kelahiran dengan angka mortalitas sebesar 30%.9

2.1.5 Gejala Klinis

Manifestasi perdarahan karena defisiensi vitamin K tidak spesifik dan

bervariasi mulai dari memar ringan sampai ekimosis generalisata, pucat,

perdarahan kulit, gastrointestinal, vagina sampai perdarahan intrakranial yang

dapat mengancam jiwa. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat terutama

trauma lahir seperti hematoma sefal. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi

dikulit, mata, hidung, dan saluran cerna. Perdarahan dikulit sering berupa purpura,

ekimosis, atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik.9

Tempat perdarahan lain yaitu umbilicus, sirkumsisi. Manifestasi

perdarahan pada neonatus sedikit berbeda dari anak yang lebih besar dan dewasa.

Pada neonatus perdarahan dapat timbul dalam bentuk perdarahan discalp,

hematoma sefal yang besar, perdarahan intracranial, perdarahan tali pusat,

perdarahan pada bekas sirkumsisi, oozing pada bekas suntikan dan kadang-kadang

perdarahan gastrointestinal.1

Gejala tersering yang ditemukan pada APCD adalah kejang, penurunan

kesadaran, dan perdarahan intrakranial seperti perdarahan subdural, perdarahan

intraserebral, perdarahan intraventrikular dan perdarahan subarachnoid. Anemia,

demam, ruam dikulit, hemiparese, mikrosefali, hidrosefalus, spastik dan

perdarahan gastroinstestinal juga sering ditemukan.6,7

2.1.6 Diagnosis

Pendekatan diagnosis APCD dapat dilakukan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis dilakukan untuk

mengetahui onset perdarahan, lokasi perdarahan pada tempat-tempat tertentu

seperti GIT, umbilikus, hidung, berkas sirkumsisi dan lain sebagainya.1, 9

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan aktivitas faktor II, VII, IX dan X

sedangkan faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia. Terdapat

pemanjangan waktu pembekuan, Prothrombin Time (PT) dan Partial

Thromboplastin Time (PTT), sedangkan Thrombin Time (TT) dan masa

perdarahan normal perlu juga dinilai. Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan,

14

Page 15: Referat Apcd Uci

MRI dapat dilakukan untuk melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai

adanya perdarahan intrakranial. Selain itu respon zang kuat terhadap pemberian

vitamin K memperkuat diagnosis APCD.1, 9

Acquired Prothrombin Complex Disease (APCD) harus dibedakan dengan

gangguan hemostasis lain baik yang didapat maupun yang bersifat kongenital.

Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat menyebabkan gangguan sintesis

faktor-faktor pembekuan darah, sehingga memberikan manifestasi klinis

perdarahan. Tabel 2.3 dibawah memperlihatkan gambaran laboratorium kedua

kelainan tersebut.9

Tabel 2.3 Gambaran labortorium APCD dan gangguan hati9

Pada pemeriksaan laboratorium dari gangguan pembekuan darah karena

kekuranganvitamin K menunjukkan :6

a. Penurunan aktifitas faktor II, VII, IX, dan X

b. Waktu pembekuan memanjang

c. Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT) memanjang

d. Masa perdarahan normal

e. Jumlah trombosit, waktu perdarahan, fibrinogen, faktor V dan VIII, fragilitas

kapiler serta retraksi bekuan normal

f. Faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia

Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan atau MRI dapat dilakukan untuk

melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial.

Selain itu respon yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis.

APCD harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang didapat

maupun yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat

15

Page 16: Referat Apcd Uci

menyebabkan gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah, sehingga

memberikan manifestasi klinis perdarahan.7

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi pada APCD meliputi perdarahan intracranial yang terjadi,

dimana perdarahan sangat sulit untum ditangani pada anak. Komplikasi pada

APCD bias juga disebabkan oleh terapi yang telah diberikan selama masa

perawatan. Terapi yang dapat menyebabkan komplikasi adalah reaksi anafilaktik

selama pemasangan jalur intravena dan selama pemberian vitamin K secara

intravena, hiperbilirubinemia atau anemia hemolitik setelah pemberian vitamin K

dengan dosis tinggi juga dapat menjadi komplikasi pada APCD. Hematoma

setelah dilakukan tindakan injeksi apabila diberikan secara intramuskular.8

2.1.8 Penatalaksanaan

Secara garis besar penatalaksanaan APCD dibagi atas penatalaksanaan

antenatal untuk mencegah terjadinya penyakit ini dan penatalaksanaan setelah

bayi lahir untuk mencegah dan mengobati bila terjadi perdarahanHasil penelitian

terakhir menunjukkan, bahwa dalam mencegah terjadinya APCD bentuk klasik

pemberian vitamin K peroral lebih efektif, lebih murah dan lebih aman daripada

pemberian secara intramuskular (im), namun untuk mencegah APCD bentuk

lambat pemberian vitamin K oral tidak seefektif pemberian intramuskular. Efikasi

profilaksis vitamin K oral meningkat dengan pemberian berulang sebanyak 3 kali

dibanding dengan dosis 2 mg, pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari

atau tiap minggu sama efektifnya dengan profilaksis vitamin K intramuskular.9

American Academy of Pediatrics (AAP) mengatakan perlu dilakukan

pemeberian vitamin K1 pada bayi yang baru lahir single dose intramuskular

dengan dosis 0,5 mg - 1 mg.5 Penelitian lebih lanjut tentang efikasi, keamanan,

bioavailabilitas dan dosis optimal vitamin K oral untuk mencegah APCD lambat.

Cara pemberian oral merupakan alternative pada kasus-kasus bila orangtua pasien

menolak cara pemberian intramuskular untuk melindungi bayi mereka dari

injeksi.5

Selain itu pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP) dapat dipertimbangkan

pada bayi dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10-15 ml/kg BB, mampu

16

Page 17: Referat Apcd Uci

meningkatkan kadar faktor koagulasi tergantung vitamin K.9 Respon pengobatan

diharapkan terjadi dalam waktu 4-6 jam, ditandai dengan berhentinya perdarahan

dan pemeriksaan faal hemostasis yang membaik. Pada bayi cukup bulan, jika

didapatkan perbaikan dalam 24 jam maka harus dipikirkan kelainan yang lain

misalnya penyakit hati.1

2.2 Pneumonia

Pneumonia masih menjadi salah satu masalah untuk anak Indonesia yang

disebabkan oleh kuman, baik virus, bakteri, jamur, kurang gizi. daya tahan tubuh

yang rendah, tidak minum ASI, lingkungan yang dapat memudahkan terjadinya

penyakit akut ini, anak yang tertular bisa mengidap penyakit radang paru-paru

bervariasi dari derajat ringan hingga berat.10

2.2.1 Definisi

Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan

oleh bermacam bakteri, virus, mikoplasma, jamur, atau benda asing yang

teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi

(ventilation-perfusion mismatch). Pneumonia dapat dibagi berdasarkan kelainan

anatomis atau etiologi, berdasarkan kelainan anatomis dibagi dalam pneumonia

lobaris, pneumonia lobularis, pneumonia interstisial, dan pleuropneumonia

streptokokus, pneumonia karena Haemophyllus Influenzae, pneumonia

mikoplasma, pneumonia karena virus, dan lain-lain.11

2.2.2 Epidemiologi

Di Amerika Latin 60.000 kematian per tahun disebabkan oleh infeksi

saluran pernapasan, mewakili 3,2 % dari semua kematian di seluruh dunia. World

Helath Organzation (WHO) telah mengakui infeksi ini sebagai salah satu

penyebab kesakitan dan kematian di seluruh dunia, pada tahun 2006 WHO telah

merekomendasi untuk pencegahannya adalah vaksinasi terhadap Streptococus

pneumoniae.11

2.2.3 Etiologi

Banyak mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia pada anak,

yaitu bakteri, virus, atau jamur. Di Negara berkembang, pneumonia biasanya

disebabkan oleh bakteri. Bakteri utama yang menyebabkan pneumonia pada anak-

anak adalah Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza.18

17

Page 18: Referat Apcd Uci

Mikroorganisme S. pneumoniae adalah penyebab utama kematian yang dapat

dicegah dengan vaksinasi pada anak balita. Informasi mengenai invasive

pneumococcal disease bervariasi di beberapa negara Asia.19

2.2.4 Klasifikasi

Berdasarkan tempat kejadian, pneumonia dapat diklasifikasikan menjadi:20

1). Pneumonia Komunitas

Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar

rumah sakit. Biasanya disebabkan oleh bakteri gram positif (Streptococcus

pneumonia). Infeksi ini insidensnya meningkat pada:

Kelompok dengan penyakit kronis

Kelompok dengan gangguan fungsi immunoglobulin

Kelompok dengan gangguan fungsi limpa

2) Pneumonia Nosokomial

Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam

atau lebih setelah dirawat di rumah sakit, baik di ruang rawat umum atau ICU.

Pneumonia nosokomial ini sendiri. Infeksi nosokomial sering terjadi pada pasien

dengan penyakit berat, imunosupresi, terapi antibiotik berkepanjangan, atau alat

akses invasif seperti kateter intravaskular.

Pembagian pneumonia berdasarkan anatomi: pneumonia labaris, dan

pneumonia lobularis (bronchopneumonia), pneumonia interstitralis

(bronkialilitis). Pembagian pneumonia berdasarkan etiologi :10

a. Pneumonia bakterial : Diplococcus pneumonia, Haemophilus influenza,

Mycrobacterium tuberculosis.

b. Virus : virus influenza.

c. Mycoplasma pneumonia.

d. Cryptococcus neoformans blastomyces dermatitis, makanan, kerosene

(bensin dan minyak tanah).

e. Aspirasi (makanan, kerosene, amnion, dan sebagainya).

f. Pneumonia hipostatik

2.2.5 Gejala Klinis

Kebanyakan virus pneumonia didahului gejala-gejala pernapasan beberapa

hari, termasuk rhinitis, batuk dan demam, suhu biasaanya lebih rendah dari pada

18

Page 19: Referat Apcd Uci

pneumonia bakteri. Takipnea, yang disertai dengan retraksi interkostal, subkostal,

dan suprasternal; pelebaran cuping hidung dan penggunaan otot tambahan sering

ada. Infeksi berat dapat disertai sianosis dan kelelahan pernapasan. Auskultasi

dada terdapat ronki dan mengi yang luas.21

2.2.6 Patofisiologi

Kuman yang masuk bersama sekret bronkus kedalam alveoli

menyebabkan reaksi radang berupa sembab seluruh alveoli yang terkena disusul

dengan infiltrasi sel-sel radang. Sebagai awal pertahanan tubuh, terjadi fagositosis

kuman penyakit oleh sel-sel radang melalui proses psedopi sitoplasmik yang

mengelilingi dan "memakan" bakteri tersebut. Pada waktu terjadi proses infeksi,

akan tampak empat zona pada daerah keradangan tersebut, adapun zona tersebut

adalah sebagai berikut :10

1. Zona luar dimana alveoli yang terisi kuman pneumokokus (streptococcus

pneumonia) dan cairan sembab.

2. Zona permukaan konsolidasi Terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel

darah merah

3. Zona konsolidasi yang luas Daerah terjadinya fagositosis yang aktif

dengan jumlah PMN yang banyak.

4. Zona resolusi Daerah terjadinya resolusi dengan banyak bakteri yang mati,

lekosit dan makrofak alveolar.

2.2.7 Diagnosa

Diagnosa pneumonia utamanya didasarkan pada klinis, sedangkan pemeriksaan

foto polos dada perlu dibuat untuk menegakkan diagnosa, disamping untuk melihat

luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. Foto posisi anteroposterior (AP) dan

lateral (L) diperlukan untuk menentukan luasnya lokasi anatomik dalam paru, luasnya

kelainan dan kemungkinan adanya komplikasi seperti pneumothoraks,

pneumomediastinum, pneumatokel, abses paru dan efusi pleura. Infiltrat tersebar

paling sering dijumpai terutama pada pasien bayi. Pembesaran kelenjar hilus sering

terjadi pada pneumonia karena Haemophillus influenza dan Staphylococcus aureus,

tetapi jarang pada pneumonia akibat Streptococcus pneumoniae. Kecurigaan ke arah

infeksi Staphylococcus aureus apabila pada foto polos dad dijumpai adanya gambaran

19

Page 20: Referat Apcd Uci

pneumatokel, absesparu empiema dan piopneumothoraks serta usia pasien dibawah 1

tahun. Foto polos dada umunya akan normal kembali dalam 3-4 minggu. Pemeriksaan

radiologis tidak perlu diulang secara rutin kecuali jika ada pneumatokel, abses, efusi

pleura, empiema, pneumothoraks dan komplikasi lainnya. Sebagaimana manifestasi

klinis, pemeriksaan radiologis tidak dapat menunjukkan perbedaan nyata antara

infeksi virus dengan bakteri. Pneumonia virus umumnya menunjukkan gambaran

infiltrat interstitial difus, hiperinflasi atau atelektasis. Pada sindroma aspirasi, infiltrat

akan tampak di lobus superior kanan pada bayi, tetapi pada anak yang lebih besar

akan tampak di bagian posterioratau basal paru. 20

Menurut WHO terdapat kesulitan dalam interpretasi foto polos dada sehingga

dikembangkan cara standarisasi kriteria pneumonia untuk kepentingan aspek

epidemiologis. Seistem ini membagi gambaran foto thoraks dalam torak normal,

infiltrat atau akhir proses konsolidasi (end stage consolidation) yang didefinisikan

sebagai “significant amount of alveolar type consolidation”. Namun hal ini

menimbulkan pertanyaan apakah foto polos dada yang normal dapat menyingkirkan

pneumonia. Seringkali panas dan takipnea sudah timbul sebelum terlihat perubahan

pada foto thoraks.20

Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan yang ekstensif tidak perlu dilakukan,

tetapi pemeriksaan laboratorium mungkin akan membantu dalam memperkirakan

mikroorganisme penyebab. Leukositosis > 15.000/UL seringkali dijumpai. Dominasi

neutrofil pada hitung jenis atau adanya pergeseran ke kiri menunjukkan bakteri

sebagai penyebab. Leukosit > 30.000/UL dengan dominasi neutrofil mengarah ke

pneumonia streptokokus dan staphilokokus. Laju endap darah dan C-reaktif protein

(CRP) merupakan indikator ainflamasi yang tidak khas sehingga hanya sedikit

membantu. Adanya CRP yang positif dapat mengarah kepada infeksi bakteri. Kadar

CRP yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan pneumonia alveolar

dibandingkan dengan pneumonia interstitialis. Begitu pula pada kasus pneumonia

yang disebabkan Streptococcus pneumoniae akan menunjukkan kadar CRP yang

lebih tinggib secara signifikan dibandingkan non pneumococcal penumonia.20

Biakan darah merupakan cara yang spesifik untuk diagnostik tapi hanya positif

pada 10-15% kasus terutama pada anak kecil. Kultur darah sangat membantu pada

penanganan kasus pneumonia dengan dugaan penyebab stafilokokus dan

pneumokokus yang tidak menunjukkan respon baik terhadap penanganan awal.

Kultur darah juga direkomendasikan pada kasus pneumonia yang berat dan pada bayi

20

Page 21: Referat Apcd Uci

usia kurang dari 3 bulan. Bila fasilitas memungkinkan, pemeriksaan analisis gas

darah menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch).

Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat

terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan gagal napas. 20

2.2.8 Komplikasi

Komplikasi dari pneumonia pada anak adalah sebagai berikut:10

Abses kulit

Abses jaringan lunak

Otitis media

Sinusitis

Meningitis parulenta

Epiglottis, kadang ditemukan pada infeksi influenza tipe B

2.2.9 Penatalaksanaan

Sebagian besar kasus pneumonia dapat diobati tanpa harus menjalani

rawat inap.Umumnya antibiotik oral, istirahat, cairan dan perawatan rumah sudah

mencukupi untuk kesembuhan sepenuhnya. Bagaimanapun, seseorang dengan

pneumonia yang memiliki kesulitan bernapas, orang dengan masalah kesehatan

lain dan para orang tua mungkin memerlukan perawatan yang lebih ahli.Jika

gejala-gejalanya bertambah buruk,pneumonia tidak bertambah baik dengan

perawatan di rumah atau muncul komplikasi,orang tersebut harus menjalani rawat

inap di rumah sakit. Antibiotik digunakan untuk mengobati pneumonia yang di

sebabkan bakteri. Sebaliknya, antibiotik tidak berguna untuk pneumonia yang

disebabkan virus, meskipun kadang juga digunakan untuk mengobati atau

mencegah infeksi bakteri yang dapat muncul pada kerusakan paru oleh pneumonia

yang disebabkan virus. Pilihan antibiotik tergantung dari sifat pneumonia,

mikroorganisme yang paling umum menyebabkan pneumonia berada pada daerah

sekitar dan status imun dan kesehatan dari masing-masing individu. Pengobatan

untuk pneumonia seharusnya didasarkan pada mikroorganisme penyebab dan

sensitivitas antibiotik. Bagaimanapun,penyebab spesifik pneumonia

diidentifikasikan pada hanya 50% orang bahkan setelah evaluasi ekstensif. Karena

pengobatan secara umum seharusnya tidak ditunda pada seseorang dengan

21

Page 22: Referat Apcd Uci

pneumonia yang serius, pengobatan empiris biasanya dimulai sebelum laporan

laboratorium tersedia.21

2.4 Gangguan Elektrolit

Elektrolit dalam cairan tubuh terdiri dari kation dan anion. Untuk

mengukur elektrolit dapat digunakan berat elektrolit yang ada dalam 100 ml air

(mg/ 100 ml atau mg%). Ukuran lainnya ialah konsentrasi elektrolit dalam 1 liter

sebagai miliekuivalen per liter (mEq/I). Dengan cara terakhir ini diperoleh

gambaran tentang hubungan asam-basa kuantitatif. di dalam plasma terdapat 155

mEq/I kation dan 155 mEq/I anion. Kombinasi ion bergantung pada valensi.

Miliekuivalen ialah ukuran jumlah muatan ion dalam larutan elektrolit (urutan

aktifitas kimia). Antara ukuran mEq/I dan mg% terdapat suatu hubungan.22

2.4.1 Gangguan Keseimbangan Natrium

Jumlah natrium dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara

masukan dan ekskresi. Dibandingkan dengan mekanisme haus terhadap air,

mekanisme pengaturan masukan natrium belum begitu berkembang, tetapi

mungkin berespon terhadap perubahan yang besar. Misalnya kecanduan garam

yang dapat terjadi pada beberapa penderita sindrom “salt wasting”. Meskipun

begitu, masukan natrium biasanya tergantung pada kebiasaan kultural. Pemakaian

garam pada orang dewasa di Amerika Serikat adalah 170 mEq/24 jam setara

dengan 10 gram garam. Anak-anak mengkonsumsi lebih sedikit, sebanding

dengan masukan makanan yang lebih sedikit, tetapi masih jauh lebih banyak dari

pada kebutuhan rumatan.13

Hipernatremi (natrium serum 150 mEq/L) disebabkan oleh kondisi-kondisi

yang mengakibatkan masukan natrium berlebihan, atau akibat kehilangan air

tubuh yang lebih besar dari natrium. Hipernatremia akibat masukan natrium

berlebihan atau kelebihan natrium prime, biasanya berhubungan dengan penyebab

iatrogenik seperti penggantian glukosa dengan NaCl untuk formula yang telah

dipersiapkan untuk bayi sesuai dengan resep dasar, penggunaan enema salin yang

berlebihan. Pemberian larutan salin hipertonik intravena yang tidak tepat dan

NaCl yang digunakan untuk merangsang muntah. Penyebab hipernatremia yang

lebih sering terjadi adalah yangdisebabkan oleh defisit air primer yaitu kehilangan

air tubuh total melebihi kekurangan natrium. Hipernatremia dapat terjadi pada

22

Page 23: Referat Apcd Uci

diabetes insipidus, gastroentritis, asupan ASI yang tidak adekuat dan masukan air

yang minimal. Gejala klinis yang dapat timbul yaitu kejang seluruh tubuh dan

penurunan kesadaran.13

Hiponatremia (natrium serum <130mEq/L) disebabkan oleh keadaan-

keadaan yang menimbulkan defisit natrium primer yang mengakibatkan

kekurangan natrium, peningkatan air tubuh total dan kombinasi kelainan air dan

natrium. Defisit natrium primer menyangkut gangguan pengelolaan natrium

ginjal. Kehilangan natrium ginjal sering menyertai kehilangan cairan di

gastrointestinal. Biasanya gejala yang terjadi meliputi muntah dan diare.

Hiponatremia yang diakibatkan oleh kehilangan natrium yang lebih besar dari

pada air akan lebih diperberat dengan minuman rendah solut.13

2.4.2 Gangguan Keseimbangan Kalium

Kandungan kalium tubuh, kation intraseluler utama, berhubungan dengan

masssa tubuh tanpa lemak. Karena kalium terutama terletak di intraseluler,

perubahan kandungan kalium tubuh yang terjadi bersama dengan pertumbuhan

merupakan indeks seluler yang terbaik pada umur-umur yang berbeda-beda.

Konsentrasi kalium intraseluler sekitar 150 mEq/L cairan sel. Konsentrasi kalium

ekstraseluler (4mEq/L) menimbulkan perbedaan konsentrasi yang tinggi antara

kedua sisi membran sel. Perbedaan kalium intraseluler dan ekstraseluler yang

dipertahankan oleh aktivasi Na, K ATPase sangat penting untuk mempertahankan

perbedaan potensial membran istirahat antara sisi membran sel. Kalium sangat

penting untuk eksitabilitas sel-sel saraf dan otot dan untuk kontraktilitas otot

polos, rangka dan jantung.13

Konsekuensi utama hiperkalemia berasal dari efek neuromuskularnya.

Hiperkalemia menurunkan potensial transmembran ke nilai ambang,

menyebabkan tertundanya depolarisasi dan dipercepatnya repolarisasi dan

perlambatan kecepatan konduksi. Akan terjadi parestesia diikuti kelemahan dan

akhirnya paralisis flaksid jika tidak segera diberikan pengobatan. Hiperkalemia

dengan kadar serum 5,5 mEq/L atau lebih (nilai normal kalium serum bervariasi

menurut umur), dapat disebabkan oleh peningkatan yang sangat ringan kalium

total tubuh. Peningkatan akut masukan kalium biasnya melalui pemberian

paenteral, dapat menyebakan hiperkalemia, meskipun biasanya bersifat sementara.

23

Page 24: Referat Apcd Uci

Karena ginjal mempunyai kapasitas yang besar untuk mengekskresi kelebihan

kalium dan mencegah hiperkalemia. Obat-obat tertentu saat meningkatkan kadar

kalium serum dengan mekanisme yang serupa. Suksinil-kolin menghambat

repolarisasi membran yang memerlukan masukan kalium seluler.13

Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia dan

kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kekurangan ion

kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat. Peningkatan

kalium plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi yang

lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung. Penyebab

hipokalemia dapat disebabkan oleh asupan kalium kurang dan pengeluaran

kalium berlebihan.13

2.4.3 Gangguan Keseimbangan Klorida

Klorida adalah anion utama di ekstraseluler. Pemasukan dan pengeluaran

klorida berhubungan dengan natrium. Ada suatu penyerapan yang efektif pada

saat penyaringan klorida dari ginjal. Nilai normal klorida pada anak adalah 98-106

mEq/ L.23 Pada sebagian besar situasi klinis, pertukaran konsentrasi klorida dalam

darah paralel dengan natrium. Hipokloremia dan hiperkloremia biasanya disertai

dengan hiponatremia dan hipernatremia yang sebanding. Hal ini paling sering

terjadi pada penderita dehidrasi berat akibat diare. Kadang-kadang perubahan

konsentrasi klorida tidak disertai oleh perubahan konsentrasi natrium yang

sebanding. 13

Hipokloremia berhubungan erat dengan alkalosis metabolik. Karena klorida

dan bikarbonat mempunyai hubungan yang berlawana, ketika kadar klorida dalam

tubuh menurun, sebaliknya kadar bikarbonat dalam tubuh meningkat untuk

mencapai suasana netral. Keberadaan bikarbonat adalah hasil dari hipokloremia

dengan konsekuensi timbulnya alkaslosis metaabolik. Drainase selang NGT atau

emesis adalah penyebab tersering pada hipokloremia, penyebab tersering

hiplokoremia pada anak di rumha sakit adalah pada pasien yang menggunakan

obat diuretik. Komplikasi ini juga disertai dengan adanya alkalosis kontraksi yang

mana terjadi kehilangan cairan disebabkan oleh kehilangan klorida (buka

kehilangan bikarbonat), dan menyebabkan terjadinya alkaslosis. Anak dengan

gangguan pernapasan dan jantung juga mengalami hipokloremia. Pasien anak

24

Page 25: Referat Apcd Uci

dengan hiperkarbia kronik akibat penyakit paru kronik atau hipoventilasi sehingga

harus memakai ventilator juga bisa berkompensasi menjadi alkalosis metabolik

dan berhubungan dengan hipokloremia. Penyebab hipokloremia yang jarang

ditemukan adalah kehilangan klorida yang disebabkan oleh oleh diare klorida

kongenital, merupakan suatu penyakit keturunan autosomal resesiv. Kista fibrotik

juga dapat menyebabkan hipokloremia sehingga juga dapat menyebabkan

penurunan kadar bikarbonat dan natrium di dalam tubuh. Bulimia dengan muntah

yang terlalu banyak juga dapat menyebabkan alkalosis metabolik dan

hipokloremia.24

Gejala pada hipokloremia biasanya adalah alkalosis metabolik dan

gangguan yang mendasarinya seperti letargi, takikardia, takipnea dan perlambatan

waktu pengisian kapiler. Aritmia juga bisa terjadi karena adanya alkalosis dan

hypokalemia. Hipokloremia berat juga dapt menyebabkan terjadinya kejang.

Diagnosis dan etiologi hipokloremia dapt ditemukan melalui riwayat sebelumnya.

Diagnosa hanya bekerja unuk menetapkan penyebab dari hipokloremia. Klorida

sangat jarang di perhatikan, seharusnya kalium, natrium, kalsium dan bikarbonat

harus diperhatikan juga ketika pasien mengalami gangguan klorida. Kita bisa

melakukan test klorida pada urine untuk menentukan alkaloisis metabolik. Analisa

gas darah juga dapat dilakukan untuk menentukan adanya hiperkarbia atau tidak.24

Hiperkloremia dapat terjadi bila klorida di konservasi di ginjal melebihi

natrium dan kalium atau terbentuknya urin basa selama ginjal mengkoreksi

alkalosis. Peningkatan reabsorpsi fraksional klorida ditubulus ginjal distal juga

mengakibatkan hiperklorinemia. Larutan asam amino dini yang digunakan untuk

alimentasi parenteral juga mengandung klorida berlebihan, sehingga

pemberiannya mengakibatkan asidosis hiperkloremik. Hiperkloremia juga dapat

terjadi bila sejumlah besar cairan parenteral yang mengandung klorida, seperti

garam fisiologis (saline) normal dan larutan ringer laktat diberikan pada saat

resusitasi cairan akut.13

Hiperkloremia tidak menimbulkan gejala yang spesifik, kebanyakan gejala

yang ada biasanya berhubungan dengan asidosis. Hipernatremia dan hiperkalemia

sering ditemui pada kelainan ini. Hiperkalemia terjadi setelah ion hidrogen masuk

kedalam sel untuk mengkompensasi pH, dengan kalium yang berpindah ke luar

25

Page 26: Referat Apcd Uci

sel. Asidosis merusak kontraktilitas jantung dan respon jantung, meskipun efek

ini mungkin menyebabkan asidosi berat. Kompensasi repiratori untuk metabolik

asidosis dapat menimbulka pernapasan Kussmaul. Metabolisme otak dipengaruhi

oleh asidosis sehingga pasien mengalami letargi, sakit kepala, kacau dan koma

pada stadium yang berat.24

2.4.4 Koreksi Elektrolit

Bila kadar kalium rendah per oral dapat diberiakan 1,5-3 gram KCl sehari

atau secara intravena diberikan KCl 2-4 mEq/kgBB/24 jam. Pada hipokalemia

berat dapat diberikan KCL 0,5-1 mEq/kgBB/jam melalui intravena maksimal 20

mEq/jam. Pada hiperkalemi akut tanpa kelainan EKG , diberikan NaHCO3 dan

glukosa 40% 100 ml + insulin 12,5 U. Apabila disertai kelainan EKG ditambah

kalsium glukonas 10% (20-40ml).13

Penatalaksanaan hiponatremia dapat dibagi dalam beberapa macam

hiponatremia. Untuk hiponatremia hipotonik dengan kejang yang melibatkan

sistem saraf pusat dan depresi napas hal yang perlu dilakukan adalah: 25

Beritahu Intensive Care Unit (ICU) atau pun diskusikan dengan pihak

Pediatric Intensive Care Unit (PICU) lakukan resusitasi sesuai dengan

indikasi klinis.

Lakukan pemberian oksigen, pertimbangkan tindakan intubasi dan

pemasangan ventilator (sebelum terjadi henti napas)

Berikan 3% Natrium klorida (via vena sentral jika memungkinkan),

jangan tunda meskipun dilakukan pemberian antikonvulsiv. Natrium

klorida diberikan 4 mg/ kg selama 15-30 menit. Pemberian Natrium

klorida akan meningkatkan natrium plasma sekitar 3 mmol/L. Lakukan

pemeriksaan untuk mengetahui kadar natrium pada saat akhir

pemberiannya. Jika masih kejang lakukan intubasi berikan lebih 2 ml/ kg

3% Natrium klorida selama dari 15 menit. Ukur kembali kadar natrium di

akhir pemberian. Apabila kejang masih berlanjut lakukan intubasi,

selanjutnya berikan 2 ml/ kg 3% Natrium klorida selama 30 menit. Hal ini

bertujuan untuk meningkatkan natrium plasma sampai gejala teratasi, dan/

atau perubahan natrium plasma ≤ 12 mmol/L/24 jam dan/ atau 125 mmol /

L.

26

Page 27: Referat Apcd Uci

Berikan antipiretik (meskipun sering terjadi hipotermia pada hiponatremia

yang disertai kejang.

Berikan antikonvulsiv fouresemid 1 mg/ kg untuk meningkatkan free

water clearance.

Pantau terapi yang sedang berlangsung sesuai dengan gejala ringan

hiponatremia, hati-hati diuresis cepat yang dapat terjadi selama terapi

korektif jika stimulus untuk sekresi ADH berlebihan.

Pada hiponatremia hipotonik dengan gejala ringan/ asimptomatik

hiponatremia akut (natrium plasma < 125 mmol/ L) dapat diberikan:25

Lakukan pemberian oksigen dan pemberian natrium klorida 3% untuk

mencapai perubahan dalam natrium plasma sebesar 1-2 mmol/ L/ jam

sampai gejala membaik atau natrium plasma ≥ 125 mmol/ L (jika tanpa

gejala sejak awal).

Sekali asimptomatik, batasi cairan 60% untuk dosis pemeliharaan (secara

enteral atau intravena).

Berikan Fourosemid 0,5-1 mg/ kg jika terjadi edem dan penambahan berat

badan.

Berusaha menghentikan obat-obatan lain, menangani stimulus sekresi

ADH dan lakukan pemeriksaan rutin biokimia. Batasi perubahan natrium

plasma hingga 8mmol/ L/ hari dan 15mmol/l/48 jam terhadap kelompok

pasien ini.

Tatalaksana untuk asimtomatik Hiponatremia kronik/ akut dengan natrium

plasma < 125 mmol/ L dapat diberikan:25

Manajemen konservatif : membatasi cairan dengan memberikan Natrium

klorida 0,9% secara intravena. Hindari hiponatremia progresif dan koreksi

lambat untuk hiponatremia ringan.

Lakukan tindakan terhadap faktor penyebab yang mungkin mendasari

terapi terhadap etiologi atau status volume natrium klorida 3% yang tidak

perlu kecuali adanya pengurangan natrium di otak.

Tatalaksana medik untuk hipernatremia meliputi koreksi hipernatremia.

Dalam melakukan koreksi hipernatremia, jangan terlalu cepat mengurangi level

natrium didalam tubuh karena penolakan yang cepat pada konsentrasi natrium

27

Page 28: Referat Apcd Uci

kolrida dapat menyebabkan edem serebri. Kadar natrium klorida yang

direkomendasikan untuk koreksi adalah 0,5 mEq/ jam atau sebanyak 10-12 mEq/

L selama 24 jam. Dehidrai harus dikoreksi selama 48-72 jam. Panduan untuk

pengaturan hidrasi telah ditetapkan. Jika konsentrasi serum natrium lebih dari 200

mEq/ L, dialysis peritoneal harus di lakukan dengan menggunakan glukosa tinggi

dan dialisata rendah natrium. 26

Mengobati penyebab utama adalah langkah awal dalam melakukan koreksi

hipokloremia. Terapi biasany termasuk memenuhi volume. Kecuali pada pasien

dengan gagal jantung. Drainase NGT dan pemberian diuretik sebaiknya

dihentikan. Alternatifnya adalah penghambat proton harus dikurangi jika drainase

NGT masih tetap dilakukan. Penggatntian NGT dengan selang jejunum akan

membantu menghindari penurunan hidrogen dan kaliumyang progresif.

Actazolamide juga dapat membantu mengkoreksi alkalosis metabolik. Dengan

meningkatkan reabsorpsi bikarbonat hingga menjadi penghambat karbonik

anhidrase meskipun hal itu tidak berefek terhadap kadar klorida. Penggantian

klorida harus dilaksanakan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Natrum

klorida dan kalium klorida adalah pilihannya, tergantung kepada yang mana lebih

membutuhkan penggantian. Penggunaan natrium klorida harus secara hati-hati

digunakan pada pasien dengan gagal jantung , sebagaimana kita ketahui natrium

dapat meningkatkan total cairan di dalam tubuh. Ammonium klorida bisa

menyebabkan proses oksidasi, yang mana dapat melepaskan ion hidrogen. Untuk

alasan ini, ammonium klorida tidak dianjurkan penggunaanya pada pasien dengan

gagal ginjal dan hati, karena meimiliki metabolisme dan sistem ekskresi yang

tidak baik. Pada kasus yang jarang seperti hipokloremia yang disertai kejang,

aritmia dan depresi pernapasan, arginin hidroklorida atau hydrochloric acid harus

diberikan untuk koreksi cepat pada gangguan eletrolit. Tatalaksana dengan

menggukana hydrochloric acid berbahaya, bagaimanapun pengobatan ini

diberikan pada kasus emergensi dengan perlengkapan resusitasi dan kemampuan

pemantauan yang baik.24

Pengobatan hiperkalemia langsung ditujukan untuk koreksi penyebab

utamanya yang menyertai asidosis. Penggunaan bikarbonat intravena telah

direkomendasikan secara luas hanya untuk pasien dengan asidosis. 24

28

Page 29: Referat Apcd Uci

BAB III

KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

N0. CM : 0-97-43-10

Nama : By Pujiati

Tgl lahir/Umur : 9 September 2013

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku : Aceh

Agama : Islam

Pekerjaan : -

Pendidikan : -

Alamat : Gunong Meunasah, Aceh Jaya

Tanggal Masuk : 22 Oktober 2013

Jaminan : JAMKESMAS

3.2 ANAMNESA

Keluhan Utama

Kejang

Keluhan Tambahan

29

Page 30: Referat Apcd Uci

Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang di bawa orangtuanya ke RSUDZA dengan keluhan kejang sejak 10

jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang lebih kurang sudah terjadi sebanyak 7

kali. Awalnya kejang dirasakan pasien pada pukul 14.00 WIB, durasi 10 menit.

Pada saat kejang pasien tidak sadarkan diri. Setelah kejang pasien menangis.

Kejang tersebut dirasakan pada kaki dan tangan kanan saja. Kejang yang kedua

terjadi pukul 15.00 WIB dengan durasi 30 menit. Setelah kejang yang kedua,

pasien tertidur selama 20 menit kemudian disusul lagi oleh kejang ketiga yang

terjadi 30 menit. Setelah kejang yang ketiga pasien kembali tertidur selama 20

menit. Kemudian pasien kembali mengalami kejang dengan durasi yang sama

pada pukul 20.00 WIB, kejang yang diralami masih sama seperti yang

sebelumnya. Lalu pasien di bawa oleh orang tuanya ke RSUD Calang. Setibanya

di IGD RSUD Calang pasien mengalami kejang selama 15 menit, kemudian

diberikan diazepam supp 1 kali. Kemudian pasien dirujuk ke RSUDZA. Pukul

23.00 WIB pasien kejang selam 15 menit dan setelahnya pasien sadarkan diri.

Menurut keluarga pasien, selama di ruangan seurunee 1 pasien tetap mengalami

kejang dan tidak berkurang walaupun sudah diobati. Sebelumnya pasien sudah

pernah dirawat di PICU selama 10 hari (23 Oktober 2013 s/d 1 November 2013)

dengan keluhan yang sama. Menurut ibunya, pasien mengalami kejang yang

terjadi secara diseluruh tubuh dan tubuh berasa kaku disertai dengan kesulitan

bernafas. Kejang dialami berulang kali selama kurang lebih sepuluh menit dan

diantara kejang, pasien tertidur lalu kurang lebih sepuluh menit kemudian pasien

kembali kejang. Ketika kejang tangan dan kaki kanan pasien masih bergerak-

gerak. Pasien juga mengalami sesak nafas dialami kira-kira 1 hari sebelum masuk

ke PICU kembali. Sesak napas akan memberat apabila pasien beraktivitas.

Demam (-), muntah (+). Muntah berisi makanan yang dimakan. Muntah dirasakan

sebanyak 3 kali. Menurut pengakuan ibunya pasien mendapatkan injeksi vitamin

K pada saat berumur 21 hari. BAK kira-kira 3 kali sehari, BAB normal, tidak

berdarah.

Riwayat penyakit dahulu

30

Page 31: Referat Apcd Uci

Riwayat kejang dan apneu periodik. Trauma kepala (-), kejang demam (-)

Riwayat penyakit keluarga

Disangkal

Riwayat pemakaian obat

Stesolid supp dan ibu lupa nama obat lainnya

Riwayat kehamilan ibu

Hamil 9 bulan, ANC rutin ke bidan demam (-), hipertensi (-), DM (-), ISK (-),

keputihan (-)

Riwayat persalinan

Pasien merupakan anak ketiga. Lahir normal pervaginam, BBL 4500 gram dan di

tolong oleh Bidan, bayi segera menangis.

Riwayat tumbuh kembang

Umur Riwayat pemberian

makanan

Riwayat tumbuh

kembang

0-2 bulan ASI Mengankat

kepala,mengoceh

Riwayat imunisasi : tidak ada

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan Umum : Tampak sakit berat

- Kesadaran : Somnolen

- Nadi : 152 x/menit

- Pernafasan : 58 x/menit

- Suhu : 36,1oC

- Keadaan Gizi : BB : 5,2 kg LK: 36 cm PB : 54 cm

BB/U = -2 < z score < +2 Normal

PB/U = -2 < z score < +2 Normal

31

Page 32: Referat Apcd Uci

BB/PB = -2 < z score < +2 Normal

Kesan: Gizi baik

Kulit

Warna : putih

Parut Cacar : (-)

sianosis : (-)

Ikterus : (-)

udem : (-)

Kepala

Rambut : Normocephali, LK: 36 cm, Hitam, sukar dicabut, distribusi merata

Wajah : Simetris, deformitas (-)

Mata : Conjunctiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret

(-/-), reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), Pupil bulat isokor 3

mm/3 mm

Telinga : Sekret (-/-), normotia

Hidung : Sekret (-/-), Napas cuping hidung (+)

Mulut : Mukosa Bibir kering ( - ), beslag ( - ),sianosis ( - ), lidah tremor (-)

Tonsil T1 – T1, hiperemis (-/-)

Leher

Inspeksi : Simetris, tortikolisis (-)

Palpasi : TVJ R-2 cmH2O, Pembesaran KGB ( - )

Thorax

Inspeksi

- Statis : Simetris, cardic bulging ( - ), bentuk normochest

- Dinamis : Tipe pernafasan abdomino torachal, retraksi suprasternal (-),

retraksi intercostal (+), retraksi epigastrium (-)

Paru

Inspeksi : Simetris pada saat statis dan dinamis

32

Page 33: Referat Apcd Uci

Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil sama kiri dan kanan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi :

Suara napas dasar vesikular (+/+)

Suara napas tambahan rhonki (+/+) wheezing (-/-), stridor inspirasi (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V Midclavicula sinistra, thrill (-)

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I > BJ II di katup mitral, reguler (+), bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris, distensi ( -)

Palpasi : Nyeri Tekan ( - ),

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : Ballotement (-/-)

Turgor kembali cepat

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), Undulasi (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan Normal

Genetalia : Skrotum normal, hipospadia (-)

Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB ( - )

Ekstremitas : -Superior : sianosis (-/-) edema (-/-), pucat (-/-)

-Inferior : sianosis (-/-) edema (-/-), pucat (-/-)

CRT < 3 detik, akral hangat.

Status Neurologis:

GCS : E4 M5 V3

Mata : Pupil bulat isokor 3mm/3mm

TRM : (-)

Nervus Cranialis : Dalam batas normal

Motorik : Dalam batas normal

33

Page 34: Referat Apcd Uci

Sensorik : Dalam batas normal

Otonom : Terpasang kateter

Reflek Fisiologis : Normoreflek

Reflek Patologis :-/-

3.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan darah rutin (22 Oktober 2013)

Pemeriksaan Hasil Normal

Hematokrit 21% 40-55%

Hemoglobin 7,1 gr/dl 13,0-17,0 gr/dl

Leukosit 13,9 x 103/ul 4,1-10,5 x 103/ul

Trombosit 430x103/ul 150-400x103/ul

GDS 115 mg/dl < 200 mg/dl

Natrium 139 mEq/ L 135-145 mEq/ L

Kalium 4,6 mEq/ L 3,5-4,5 mEq/L

Chloride 160 mEq/ L 135-145 mEq/L

Tabel 2.2 Hasil Pemeriksaan Analisa Gas Darah (22 Oktober 2013)

Pemeriksaan Hasil Normal

pH 7,517 mmHg 7,35-7,45 mmHg

HCO3 19,5 mmHg 23-36 mmHg

PO2 103 mmHg 80-100 mmHg

PCO2 24 mmHg 35-45mmHg

CTCO2 70 mmol/ L 23,2-27,6 mmol/ L

Saturasi O2 100% 95-100%

3.5 DIAGNOSA BANDING

-APCD

-Meningoencephalitis

34

Page 35: Referat Apcd Uci

3.6 DIAGNOSA SEMENTARA

APCD

3.7 PENATALAKSANAAN

- Diet ASI atau PASI 10 cc/3 jam

- Balance cairan/6 jam

- IVFD N5 20 tetes/menit

- Fentanil 9,4 cc + Dekstrose 5%

- Inj. Fenitoin 10 mg/8 jam

- Inj. Meropenem 150/8 jam

- Inj Sibital 10 mg/ 12 jam

- Eritromcyn syr 25 mg/8 jam

- Hydrokortison zalf

- Stesolid supp 5 mg (k/p)

3.8 PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad Sanactionam : dubia ad malam

35

Page 36: Referat Apcd Uci

3.9 FOLLOW UP HARIAN

Tanggal/Hari Rawatan

Catatan dan instuksi

23/11/2013 H34

BB = 4,7 kg

S/ kejang (+), sesak napas (+)O/ VS/ HR = 137 x/menit RR = 79x/menit T = 36,4oCPF/ SSPKorteks : Kesadaran : GCS E3M6Vx

Batang otak (pons) : napas : spontan (+)(Med. Oblongata) : pupil isokor (+/+) ka 3 mm; ki 3 mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)Motorik : Kejang (+), Parese (-), pola napas : torakoabdominalRespirasispontan (+) dengan sungkup O2, RR: 79x/menit, regular, Vesikuler (+/+), Ronki (+/+),Wheezing (-/-), stridor inspirasi (-), retraksi suprasternal, intercostal dan epigastrium (-)KardiovaskulerPreload: JVP R-2 cmH2O, Hepar tidak terabaHR: 137x/menit, BJ I > BJ II, reguler, T/V cukup, bising (-),Resitensi perifer: akral hangat; CRT < 3 detikMetabolikAbdomen: lemas, turgor cukup, peristaltik (+)Elektrolit: Na/K/Cl : 139/5,5/103 (mEq/L) (Lab 19Nov2013)KGDS pagi : 124 gr/dl (Lab 17 Nov 2013)InfeksiDemam (-), T: 36,4ºCAntibiotik : Meropenem 150 mg dan Eritromisin 25 mgLeukosit : 12,5x103/ul, Hasil kultur : tidak dilakukanNutrisiStatus Gizi: baik, Total kalori/hari: 369-373 kkal/hari, Total air : 500

36

Page 37: Referat Apcd Uci

ml/hari, protein : 7,4-7,5 gr/hariHematologiPucat (-/-), Hb: 10,9 gr/dl, perdarahan (-), Trombosit: 127.000/mm3

Lain-lainHasil foto thoraks (10 Nov 2013) : pneumoniaHasil foto CT Scan kepala (20 Nov 2013) : ICH parietal kiri dan Subdural Hematom Occipital kanan dan kiri, frontotemporo parietal kanan

Assesment APCD + ICH a/r parietal sinistra + SDH a/r occipital dekstra dan sinistra dan frontotemporoparietal + pneumonia + gangguan elektrolit + dermatitis kontak

Instruksi Th /- IVFD N5 39 cc/jam- Inj. Fenitoin 10 mg/8 jam- Inj. Meropenem 150/8 jam- Eritromcyn syr 25 mg/8 jam- Inj sibital 10 mg/ 12 jam- Hydrokortison zalf- Stesolid supp 5 mg (k/p)- Balance cairan/6 jam- Ukur lingkar kepala setiap follow up (39 cm)

Tanggal/Hari Rawatan

Catatan dan instuksi

24/11/2013 H35

BB = 4,7 kg

S/ kejang (+), sesak napas (+)O/ VS/ HR = 140 x/menit RR = 80x/menit T = 36,8oCPF/ SSPKorteks : Kesadaran : GCS E3M6Vx

Batang otak (pons) : napas : spontan (+)(Med. Oblongata) : pupil isokor (+/+) ka 3 mm; ki 3 mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)Motorik : Kejang (+), Parese (-), pola napas : torakoabdominalRespirasispontan (+) dengan sungkup O2, RR: 80x/menit, regular, Vesikuler (+/+), Ronki (+/+), Wheezing (-/-), stridor inspirasi (-), retraksi suprasternal, intercostal dan epigastrium (-)KardiovaskulerPreload: JVP R-2 cmH2O, Hepar tidak terabaHR: 140x/menit, BJ I > BJ II, reguler, T/V cukup, bising (-),Resitensi perifer: akral hangat; CRT < 3 detikMetabolikAbdomen: lemas, turgor cukup, peristaltik (+)Elektrolit: Na/K/Cl : 139/5,5/103 (mEq/L) (Lab 19Nov2013)KGDS pagi : 124 gr/dl (Lab 17 Nov 2013)Infeksi

37

Page 38: Referat Apcd Uci

Demam (-), T: 36,8ºCAntibiotik : Meropenem 150 mg dan Eritromisin 25 mgLeukosit : 12,5x103/ul, Hasil kultur : tidak dilakukanNutrisiStatus Gizi: baik, Total kalori/hari: 369-373 kkal/hari, Total air : 500 ml/hari, protein : 7,4-7,5 gr/hariHematologiPucat (-/-), Hb: 10,9 gr/dl, perdarahan (-), Trombosit: 127.000/mm3

Lain-lainHasil foto thoraks (10 Nov 2013) : pneumoniaHasil foto CT Scan kepala (20 Nov 2013) : ICH parietal kiri dan Subdural Hematom Occipital kanan dan kiri, frontotemporo parietal kanan

Assesment APCD + ICH a/r parietal sinistra + SDH a/r occipital dekstra dan sinistra dan frontotemporoparietal + pneumonia + gangguan elektrolit + dermatitis kontak

Instruksi Th /- IVFD N5 39 cc/jam- Inj. Fenitoin 10 mg/8 jam- Inj. Meropenem 150/8 jam- Eritromcyn syr 25 mg/8 jam- Inj sibital 10 mg/ 12 jam- Hydrokortison zalf- Stesolid supp 5 mg (k/p)- Balance cairan/6 jam- Ukur lingkar kepala setiap follow up (39 cm)

Tanggal/Hari Rawatan

Catatan dan instuksi

25/11/2013 H36

BB = 4,7 kg

S/ kejang (+), muntah (+)O/ VS/ HR = 130 x/menit RR = 48x/menit T = 35,6oCPF/ SSPKorteks : Kesadaran : GCS E4M6V5

Batang otak (pons) : napas : spontan (+)(Med. Oblongata) : pupil isokor (+/+) ka 3 mm; ki 3 mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)Motorik : Kejang (+), Parese (-), pola napas : torakoabdominalRespirasispontan (+) dengan sungkup O2, RR: 48x/menit, regular, Vesikuler (+/+), Ronki (+/+), Wheezing (-/-), stridor inspirasi (-), retraksi suprasternal, intercostal dan epigastrium (-)KardiovaskulerPreload: JVP R-2 cmH2O, Hepar tidak terabaHR: 130x/menit, BJ I > BJ II, reguler, T/V cukup, bising (-),

38

Page 39: Referat Apcd Uci

Resitensi perifer: akral hangat; CRT < 3 detikMetabolikAbdomen: lemas, turgor cukup, peristaltik (+)Elektrolit: Na/K/Cl : 139/5,5/103 (mEq/L) (Lab 19Nov2013)KGDS : 124 gr/dl (Lab 17 Nov 2013)InfeksiDemam (-), T: 35,6ºCAntibiotik : Meropenem 150 mg dan Eritromisin 25 mgLeukosit : 12,5x103/ul, Hasil kultur : tidak dilakukanNutrisiStatus Gizi: baik, Total kalori/hari: 369-373 kkal/hari, Total air : 500 ml/hari, protein : 7,4-7,5 gr/hariHematologiPucat (-/-), Hb: 10,9 gr/dl, perdarahan (-), Trombosit: 127.000/mm3

Lain-lainHasil foto thoraks (10 Nov 2013) : pneumoniaHasil foto CT Scan kepala (20 Nov 2013) : ICH parietal kiri dan Subdural Hematom Occipital kanan dan kiri, frontotemporo parietal kanan

Assesment APCD + ICH a/r parietal sinistra + SDH a/r occipital dekstra dan sinistra dan frontotemporoparietal + pneumonia + gangguan elektrolit + dermatitis kontak

Instruksi Th /- O2 2 L/ menit- IVFD N5 39 cc/jam- Aminofusin 2,5 gram/ hari- Inj. Fenitoin 10 mg/8 jam- Inj. Meropenem 150/8 jam- Inj Ranitidin 5 mg/ 12 jam- Eritromcyn syr 25 mg/8 jam- Inj sibital 10 mg/ 12 jam- Hydrokortison zalf- Stesolid supp 5 mg (k/p)- Nzndia 3x1cc- Balance cairan/6 jam- Ukur lingkar kepala setiap follow up (39 cm)

Tanggal/Hari Rawatan

Catatan dan instuksi

26/11/2013 H37

BB = 4,7 kg

S/ spastik (+), muntah (-)O/ VS/ HR = 120 x/menit RR = 46x/menit T = 37,0oCPF/ SSPKorteks : Kesadaran : GCS E4M6Vx

Batang otak (pons) : napas : spontan (+)

39

Page 40: Referat Apcd Uci

(Med. Oblongata) : pupil isokor (+/+) ka 2 mm; ki 2 mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)Motorik : Kejang (+), Parese (-), pola napas : torakoabdominalRespirasispontan (+) dengan nasal kanul O2, RR: 46x/menit, regular, Vesikuler (+/+), Ronki (+/+), Wheezing (-/-), stridor inspirasi (-), retraksi suprasternal, intercostal dan epigastrium (-)KardiovaskulerPreload: JVP R-2 cmH2O, Hepar tidak terabaHR: 120x/menit, BJ I > BJ II, reguler, T/V cukup, bising (-),Resitensi perifer: akral hangat; CRT < 3 detikMetabolikAbdomen: lemas, turgor cukup, peristaltik (+), Bising usus (+)Elektrolit: Na/K/Cl : 139/5,5/103 (mEq/L) (Lab 19Nov2013)KGDS : 124 gr/dl (Lab 17 Nov 2013)InfeksiDemam (-), T: 37,0ºCAntibiotik : Meropenem 150 mg dan Eritromisin 25 mgLeukosit : 12,5x103/ul, Hasil kultur : tidak dilakukanNutrisiStatus Gizi: baik, Total kalori/hari: 369-373 kkal/hari, Total air : 500 ml/hari, protein : 7,4-7,5 gr/hariHematologiPucat (-/-), Hb: 10,9 gr/dl, perdarahan (-), Trombosit: 127.000/mm3

Lain-lainHasil foto thoraks (10 Nov 2013) : pneumoniaHasil foto CT Scan kepala (20 Nov 2013) : ICH parietal kiri dan Subdural Hematom Occipital kanan dan kiri, frontotemporo parietal kanan

Assesment APCD + ICH a/r parietal sinistra + SDH a/r occipital dekstra dan sinistra dan frontotemporoparietal + pneumonia + gangguan elektrolit + dermatitis kontak+Atopi (Alergi susu sapi)

Instruksi Th /- O2 2 L/ menit- IVFD N5 39 cc/jam- Aminofusin 2,5 gram/ hari- Inj. Fenitoin 10 mg/8 jam- Inj. Meropenem 150/8 jam- Inj Ranitidin 5 mg/ 12 jam- Inj sibital 10 mg/ 12 jam- Eritromcyn syr 25 mg/8 jam- Zinkid syr 1x10 mg- Hydrokortison zalf- Stesolid supp 5 mg (k/p)- Nzndia 3x1cc- Balance cairan/6 jam- Ukur lingkar kepala setiap follow up (39 cm)

40

Page 41: Referat Apcd Uci

Instruksi dr.anidar, Sp.A- Interlac drop 1x5 tetes- Luminal 2x10 mg/8 jam- Phenitoin (tappering ) (26/11/13) Phenitoin 8 mg/ 8 jam (27/11/13)Phenitoin 5 mg/ 8 jam (28/11/13)Phenitoin 5 mg/ 12 jam (29/11/13)Phenitoin 5 mg/ 24 jam

Tanggal/Hari Rawatan

Catatan dan instuksi

27/11/2013 H38

BB = 4,7 kg

S/ spastik (+)O/ VS/ HR = 125 x/menit RR = 50x/menit T = 36,0oC

PF/ SSPKorteks : Kesadaran : GCS E4M6Vx

Batang otak (pons) : napas : spontan (+)(Med. Oblongata) : pupil isokor (+/+) ka 3 mm; ki 3 mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)Motorik : Kejang (+), Parese (-), pola napas : torakoabdominalRespirasispontan (+) dengan nasal kanul O2, RR: 50x/menit, regular, Vesikuler (+/+), Ronki (+/+), Wheezing (-/-), stridor inspirasi (-), retraksi suprasternal, intercostal dan epigastrium (-)KardiovaskulerPreload: JVP R-2 cmH2O, Hepar tidak terabaHR: 120x/menit, BJ I > BJ II, reguler, T/V cukup, bising (-),Resitensi perifer: akral hangat; CRT < 3 detikMetabolikAbdomen: lemas, turgor cukup, peristaltik (+), Bising usus (+)Elektrolit: Na/K/Cl : 112/5,8/7,0 (mEq/L) (Lab 26 Nov2013)KGDS : 138 gr/dl (Lab 26 Nov 2013)InfeksiDemam (-), T: 36,0ºCAntibiotik : Meropenem 150 mg dan Eritromisin 25 mgLeukosit : 28,6x103/ul, Hasil kultur : tidak dilakukanNutrisiStatus Gizi: baik, Total kalori/hari: 369-373 kkal/hari, Total air : 500 ml/hari, protein : 7,4-7,5 gr/hariHematologiPucat (-/-), Hb: 9,2 gr/dl, perdarahan (+), Trombosit: 460.000/mm3

Lain-lainHasil foto thoraks (10 Nov 2013) : pneumoniaHasil foto CT Scan kepala (20 Nov 2013) : ICH parietal kiri dan Subdural Hematom Occipital kanan dan kiri, frontotemporo parietal

41

Page 42: Referat Apcd Uci

kananAssesment APCD + ICH a/r parietal sinistra + SDH a/r occipital dekstra dan

sinistra dan frontotemporoparietal + pneumonia + gangguan elektrolit + dermatitis kontak+Atopi (Alergi susu sapi)

Instruksi Th /- O2 2 L/ menit- IVFD N5 23 cc/jam- Aminofusin 2,5 gram/ hari- Inj. Fenitoin 10 mg/8 jam- Inj. Meropenem 150/8 jam- Inj Ranitidin 5 mg/ 12 jam- Inj sibital 10 mg/ 12 jam- Eritromcyn syr 25 mg/8 jam- Zinkid syr 1x10 mg- Hydrokortison zalf- Stesolid supp 5 mg (k/p)- Nzndia 3x1cc- Diet TF 4cc/ 3 jam- Balance cairan/6 jam- Ukur lingkar kepala setiap follow up (39 cm)

Instruksi dr.anidar, Sp.A- Interlac drop 1x5 tetes- Luminal 2x10 mg/8 jam- Phenitoin (tappering ) (26/11/13) Phenitoin 8 mg/ 8 jam (27/11/13)Phenitoin 5 mg/ 8 jam (28/11/13)Phenitoin 5 mg/ 12 jam (29/11/13)Phenitoin 5 mg/ 24 jam

Rencana operasi untuk pemasangna VP Shunt, persiapan operasiË- Foto thoraks- Elektrolit dan fungsi ginjal, CT dan BT

(Jika keluarga setuju untuk tindakan operasi)

Tanggal/Hari Rawatan

Catatan dan instuksi

28/11/2013 H39 BB=4,7 kg

S/ spastik (+)O/ VS/ HR = 115 x/menit RR = 52x/menit T = 37,2oC

PF/ SSPKorteks : Kesadaran : GCS E4M6Vx

Batang otak (pons) : napas : spontan (+)(Med. Oblongata) : pupil isokor (+/+) ka 3 mm; ki 3 mm, RCL

42

Page 43: Referat Apcd Uci

(+/+), RCTL (+/+)Motorik : Kejang (+), Parese (+), pola napas : torakoabdominalRespirasispontan (+) dengan nasal kanul O2, RR: 52x/menit, regular, Vesikuler (+/+), Ronki (+/+), Wheezing (-/-), stridor inspirasi (-), retraksi suprasternal, intercostal dan epigastrium (-)KardiovaskulerPreload: JVP R-2 cmH2O, Hepar tidak terabaHR: 120x/menit, BJ I > BJ II, reguler, T/V cukup, bising (-),Resitensi perifer: akral hangat; CRT < 3 detikDiuresis 1,2 cc/kg BB/ jamMetabolikAbdomen: lemas, turgor cukup, peristaltik (+), Bising usus (+)Elektrolit: Na/K/Cl : 112/5,8/7,0 (mEq/L) (Lab 26 Nov2013)KGDS pagi : 89 gr/dl (28 Nov 2013)InfeksiDemam (-), T: 36,0ºCAntibiotik : Meropenem 150 mg dan Eritromisin 25 mgLeukosit : 28,6x103/ul, Hasil kultur : tidak dilakukanNutrisiStatus Gizi: baik, Total kalori/hari: 369-373 kkal/hari, Total air : 500 ml/hari, protein : 7,4-7,5 gr/hariHematologiPucat (-/-), Hb: 9,2 gr/dl, perdarahan (+), Trombosit: 460.000/mm3

Lain-lainHasil foto thoraks (10 Nov 2013) : pneumoniaHasil foto CT Scan kepala (20 Nov 2013) : ICH parietal kiri dan Subdural Hematom Occipital kanan dan kiri, frontotemporo parietal kanan

Assesment APCD + ICH a/r parietal sinistra + SDH a/r occipital dekstra dan sinistra dan frontotemporoparietal + pneumonia + gangguan elektrolit + dermatitis kontak+Atopi (Alergi susu sapi) + parese N.II dan N.III

Instruksi Th /- O2 2 L/ menit- IVFD N5 8 cc/jam- Aminofusin paed 5% 6 cc/ jam- Inj. Fenitoin 10 mg/8 jam- Inj. Meropenem 150/8 jam (stop)- Inj Ranitidin 5 mg/ 12 jam- Inj sibital 10 mg/ 12 jam- Vancoumicin 100 mg/ hari (loading dose) kemudian lanjut 60

mg/ 8 jam- Flukonazole 50 mg/ hari- Eritromcyn syr 25 mg/8 jam- Zinkid syr 1x10 mg- Hydrokortison zalf

43

Page 44: Referat Apcd Uci

- Stesolid supp 5 mg (k/p)- Nzndia 3x1cc- Diet TF 10cc/ 3 jam- Balance cairan/6 jam- Ukur lingkar kepala setiap follow up (39 cm)

Instruksi dr.anidar, Sp.A- Interlac drop 1x5 tetes- Luminal 2x10 mg/8 jam- Phenitoin (tappering ) (26/11/13) Phenitoin 8 mg/ 8 jam (27/11/13)Phenitoin 5 mg/ 8 jam (28/11/13)Phenitoin 5 mg/ 12 jam (29/11/13)Phenitoin 5 mg/ 24 jam

3.10 ANALISA KASUS

Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD) adalah perdarahan

spontan atau akibat trauma yang disebabkan karena penurunan aktivitas faktor

koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan

aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih

dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin

K.7,11 30-60% dari kasus yang terkait terdapat adanya perdarahan intrakranial.

Injeksi intramuskular (im) vitamin K saat lahir tampaknya merupakan profilaksis

yang paling efektif bentuk yang paling efektif profilaksis.9

Pada APCD dapat terjadi adanya pendarahan hampir di semua sisi manapun baik

secara spontan atau iatrogenik. Secara umum perdarahan spontan dapat terjadi

pada selaput lendir, kulit, umbilikus, retroperitoneum, perdarahan intrakranial,

kencing dan saluran pencernaan. Penyebab iatrogenik terjadi pada pasien-pasien

dengan laju endap darah yang abnormal atau post tindakan operasi.11. Gejala

tersering yang ditemukan pada APCD adalah kejang, penurunan kesadaran, dan

perdarahan intrakranial seperti perdarahan subdural, perdarahan intraserebral,

perdarahan intraventrikular dan perdarahan subarachnoid. Anemia, demam, ruam

dikulit, hemiparese, mikrosefali, hidrosefalus, spastk dan perdarahan

gastroinstestinal juga sering ditemukan.6,7

Pada kasus dari anamnesis ditemukan adanya kejang, spastik, penurunan

kesadaran dan perdarahan intrakranial. Pada pemerikasaan fisik ditemukan tingkat

kesadaran somnolen dan kejang spastik yang lebih dari tiga kali selama 1 hari.

44

Page 45: Referat Apcd Uci

Faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya APCD antara lain obat-

obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama

kehamilan seperti antikonvulsan (Karbamazepin, Phenitoin, Phenobarbital),

antibiotika (Sefalosporin), anti tuberkulostatik (Isoniazid dan Rifampisin) dan

antikoagulan (Warfarin). Pemberian antibiotik yang lama menyebabkan

penurunan produksi vitamin K dengan cara menghambat sintesis vitamin K2 oleh

bakteri atau dapat juga secara langsung mempengaruhi reaksi karboksilase.

Kekurangan vitamin K dapat juga disebabkan penggunaan obat kolestiramin yang

efek kerjanya mengikat garam empedu sehingga akan mengurangu absorpsi

vitamin K yang memerlukan garam empedu pada proses absorpsinya Faktor

resiko lain adalah kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri usus karena

pemakaian antibiotika secara berlebihan, gangguan fungsi hati (kolestasis),

kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, serta

malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare.6,11

Pada kasus ini orang tua pasien mengaku pasien di lakukan penyuntikan

vitamin K saat anak berumur 21 hari. Anak juga lebih banyak mengkonsumsi ASI

dari pada susu formula. Hal ini juga dapat menyebabkan peningkatan resiko

terjadinya APCD pada kasus ini.

Pada pemeriksaan laboratorium dari gangguan pembekuan darah karena

kekurangan vitamin K menunjukkan :6

a. Penurunan aktifitas faktor II, VII, IX, dan X

b. Waktu pembekuan memanjang

c. Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT) memanjang

d. Masa perdarahan normal

e. Jumlah trombosit, waktu perdarahan, fibrinogen, faktor V dan VIII, fragilitas

kapiler serta retraksi bekuan normal

f. Faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia

Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan atau MRI dapat dilakukan untuk

melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial.

Selain itu respon yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis.

APCD harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang didapat

maupun yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat

45

Page 46: Referat Apcd Uci

menyebabkan gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah, sehingga

memberikan manifestasi klinis perdarahan.1

Pada kasus ini tidak dapat dilakukan oleh karena tidak tersedianza alat yang

mendukung untuk pemerikasaan lab untuk melihat prothrombine time. Tapi CT

Scan yang telah dilakukan menujukkan adanya perdarahan intrakarnial di berbagai

lokasi. Adanya perdarahan intracranial di lobus parietal kiri dan perdarahan

subdural dilobus occipital kanan dan kiri juga frontotemporo parietal kanan.

Tatalaksana APCD terdiri dari penatalaksanaan antenatal untuk mencegah

terjadinya penyakit ini dan penatalaksanaan setelah bayi lahir untuk mencegah

dan mengobati bila terjadi perdarahan. Dalam mencegah terjadinya APCD bentuk

klasik pemberian vitamin K peroral lebih efektif, lebih murah dan lebih aman

daripada pemberian secara intramuskular (IM), namun untuk mencegah APCD

bentuk lambat pemberian vitamin K oral tidak seefektif pemberian intramuskular.

Selain itu pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP) dapat dipertimbangkan pada

bayi dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10-15 ml/kg BB, mampu

meningkatkan kadar faktor koagulasi tergantung vitamin K sampai 0,1-0,2

unit/ml.13 Respon pengobatan diharapkan terjadi dalam waktu 4-6 jam, ditandai

dengan berhentinya perdarahan dan pemeriksaan faal hemostasis yang membaik.

Pada bayi cukup bulan, jika didapatkan perbaikan dalam 24 jam maka harus

dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati.1

Pada pasien telah diberikan injeksi Vitamin K dan transfuse ketika pasien

tiba di IGD. Pengobatan kejang pada kasus ini diberikan phentioni dengan dosis

tapering of, mulai dari 10 mg/ 8 jam, hingga 5 mg/ 24 jam.

Komplikasi pada APCD meliputi perdarahan intrakranial yang terjadi,

dimana perdarahan sangat sulit untuk ditangani pada anak. Komplikasi pada

APCD bisa juga disebabkan oleh terapi yang telah diberikan selama masa

perawatan. Terapi yang dapat menyebabkan komplikasi adalah reaksi anafilaktik

selama pemasangan jalur intravena dan selama pemberian vitamin K secara

intravena, hiperbilirubinemia atau anemia hemolitik setelah pemberian vitamin K

dengan dosis tinggi juga dapat menjadi komplikasi pada APCD. Hematoma

setelah dilakukan tindakan injeksi apabila diberikan secara intramuskular.8 Pada

46

Page 47: Referat Apcd Uci

kasus ini komplikasi yang terjadi adalah hematoma pada anak setelah dilakukan

injeksi.

Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan

oleh bermacam bakteri, virus, mikoplasma, jamur, atau benda asing yang

teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi

(ventilation-perfusion mismatch). Banyak mikroorganisme yang dapat

menyebabkan pneumonia pada anak, yaitu bakteri, virus, atau jamur. Di Negara

berkembang, pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri. Bakteri utama yang

menyebabkan pneumonia pada anak-anak adalah Streptococcus Pneumonia dan

Haemophilus Influenza.15

Kebanyakan virus pneumonia didahului gejala-gejala pernapasan beberapa

hari, termasuk rhinitis, batuk dan demam, suhu biasaanya lebih rendah dari pada

pneumonia bakteri. Takipnea, yang disertai dengan retraksi interkostal, subkostal,

dan suprasternal, pelebaran cuping hidung dan penggunaan otot tambahan. Infeksi

berat dapat disertai sianosis dan kelelahan pernapasan. Auskultasi dada terdapat

ronki dan mengi yang luas.18

Menurut anamnesa dan pemerikasaan fisik, ditemukan adanya gejal-gejala

pernapasan seperti batuk dan demam. Selain itu pasien juga mengeluhkan sesak

napas. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan 58 kali per menit. Namun

pada saat pemeriksaan tidak ditemukan adanya demam. Demam dirasakan ketika

pasien berada di ruangan seurunee. Dari pemerikasaan fisik ditemukan takipnea,

yang disertai dengan retraksi interkostal, subkostal, dan suprasternal, pelebaran

cuping hidung, penggunaan otot dan bunyi nafas tambahan yaitu ronki kering.

Dimana ronki sangat khas pada pneumonia. Pada pasien ini telah dilakukan foto

thoraks yang memberikan gambaran pneumonia berupa adanya tampak

perselubungan di suprahiler kanan. Hal ini kemungkinan terjadi karena pasien

selalu berada dalam posisi tidur ataupun bisa terjadi karena infeksi nosokomial.

Peningkatan konsentrasi natrium plasma karena kehilangan air dan larutan

ekstrasel (dehidrasi hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau karena kelebihan

natrium dalam cairan ekstrasel seperti pada overhidrasi osmotik atau retensi air

oleh ginjal dapat menyebabkan peningkatan osmolaritas & konsentrasi natrium

klorida dalam cairan ekstrasel. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa

47

Page 48: Referat Apcd Uci

hipernatremia dapat terjadi bila ada defisit cairan tubuh akibat ekskresi air

melebihi ekskresi natrium atau asupan air yang kurang. Misalnya pada

pengeluaran air tanpa elektrolit melalui insensible water loss atau keringat, diare

osmotik akibat pemberian laktulose atau sorbitol, diabetes insipidus sentral

maupun nefrogenik, diuresis osmotik akibat glukosa atau manitol, gangguan pusat

rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan vaskular.13

Hipernatremi (natrium serum 150 mEq/L) disebabkan oleh kondisi-kondisi

yang mengakibatkan masukan natrium berlebihan, atau akibat kehilangan air

tubuh yang lebih besar dari natrium. Hipernatremia akibat masukan natrium

berlebihan atau kelebihan natrium primer, biasanya berhubungan dengan

penyebab iatrogenik seperti penggantian glukosa dengan NaCl untuk formula

yang telah dipersiapkan untuk bayi sesuai dengan resep dasar, penggunaan enema

salin yang berlebihan. Pemberian larutan salin hipertonik intravena yang tidak

tepat dan NaCl yang digunakan untuk merangsang muntah. Penyebab

hipernatremia yang lebih sering terjadi adalah disebabkan oleh defisit air primer

yaitu kehilangan air tubuh total melebihi kekurangan natrium. Hipernatremia

dapat terjadi pada diabetes insipidus, gastroentritis, asupan ASI yang tidak

adekuat dan masukan air yang minimal. Gejala klinis yang dapat timbul yaitu

kejang seluruh tubuh dan penurunan kesadaran.13

Pada kasus ini ditemukan kadar natrium pasien yaitu 154 mmol/ L yang

menunjukkan pasien mengalami hipernatremia (natrium serum 150 mEq/ L).

Hal ini bisa disebabkan oleh defisit air primer atau kehilangan air tubuh total zang

melibihi kekurangan natrium. Gejala pada pasien berupa penurunan kesadaran dan

kejang, namun tidak pada seluruh tubuh.

Tatalaksana medik untuk hipernatremia meliputi koreksi hipernatremia.

Dalam melakukan koreksi hipernatremia, jangan terlalu cepat mengurangi level

natrium didalam tubuh karena penolakan yang cepat pada konsentrasi natrium

klorida dapat menyebabkan edem serebri. Kadar natrium klorida yang

direkomendasikan untuk koreksi adalah 0,5 mEq/ jam atau sebanyak 10-12 mEq/

L selama 24 jam. Dehidrai harus dikoreksi selama 48-72 jam. Panduan untuk

pengaturan hidrasi telah ditetapkan. Jika konsentrasi serum natrium lebih dari 200

48

Page 49: Referat Apcd Uci

mEq/ L, dialisis peritoneal harus di lakukan dengan menggunakan glukosa tinggi

dan dialisata rendah natrium. 26

Klorida adalah anion utama di ekstraseluler. Pemasukan dan pengeluaran

klorida berhubungan dengan natrium. Ada suatu penyerapan yang efektif pada

saat penyaringan klorida dari ginjal. Nilai normal klorida pada anak adalah 98-106

mEq/ L.23 Hiperkloremia (klorida 106 mEq/ L) dapat terjadi bila klorida di

konservasi di ginjal melebihi natrium dan kalium atau terbentuknya urin basa

selama ginjal mengkoreksi alkalosis. Peningkatan reabsorpsi fraksional klorida

ditubulus ginjal distal juga mengakibatkan hiperklorinemia. Larutan asam amino

dini yang digunakan untuk alimentasi parenteral juga mengandung klorida

berlebihan, sehingga pemberiannya mengakibatkan asidosis hiperkloremik.

Hiperkloremia juga dapat terjadi bila sejumlah besar cairan parenteral yang

mengandung klorida, seperti garam fisiologis (saline) normal dan larutan ringer

laktat diberikan pada saat resusitasi cairan akut.13 Hiperkloremia tidak

menimbulkan gejala yang spesifik, kebanyakan gejala yang ada biasanya

berhubungan dengan asidosis. Hipernatremia dan hiperkalemia sering ditemui

pada kelainan ini. Hiperkalemia terjadi setelah ion hidrogen masuk kedalam sel

untuk mengkompensasi pH, dengan kalium yang berpindah ke luar sel. Asidosis

merusak kontraktilitas jantung dan respon jantung, meskipun efek ini mungkin

menyebabkan asidosi berat. Kompensasi repiratori untuk metabolik asidosis dapat

menimbulkan pernapasan Kussmaul. Metabolisme otak dipengaruhi oleh asidosis

sehingga pasien mengalami letargi, sakit kepala, kacau dan koma pada stadium

yang berat.24

Pada kasus ini ditemukan kadar klorida 117 mmol/ L pada pasien yang

menunjukkan pasien mengalami hiperkloremia (klorida 106 mEq/ L).

Hiperkloremia pada kasus ini bisa saja timbul karena sejumlah besar cairan

parenteral yang diberikan kepada pasien mengandung klorida, seperti garam

fisiologis. Gejala yang ditemkan pada pasien berupa letargi.

Pengobatan hiperkalemia langsung ditujukan untuk koreksi penyebab

utamanya yang menyertai asidosis. Penggunaan bikarbonat intravena telah

direkomendasikan secara luas hanya untuk pasien dengan asidosis. 24 Pada pasien

ini tidak terjadi asidosis metabolik dan tidak dilakukan pemberian bikarbonat.

49

Page 50: Referat Apcd Uci

Pada sebagian besar situasi klinis, pertukaran konsentrasi klorida dalam

darah paralel dengan natrium. Hipokloremia dan hiperkloremia biasanya disertai

dengan hiponatremia dan hipernatremia yang sebanding. Hal ini paling sering

terjadi pada penderita dehidrasi berat akibat diare. Kadang-kadang perubahan

konsentrasi klorida tidak disertai oleh perubahan konsentrasi natrium yang

sebanding. Hipokloremia sering dijumpai pada alkalosis metabolik. Meskipun

klorida tidak secara langsung terlibat dalam pengaturan konsentrasi ion hidrogen

bebas, tetapi dia berperan penting dalam menimbulkan dan mempertahankan

alkalosis metaboilk. Kekurangan klorida sebagai penyebab alkalosis metabolik

terjadi bila kehilangan klorida tubuh melebihi kekurangan natrium. Contohnya

adalah kehilangan dari usus akibat muntah atau drainase lambung, dan pada diare

klorida, suatu kelainan kongenital yang jarang terjadi dimana terjad defek transpor

klorida usus serta kistik fibrosis.13 Pada kasus ditemukan hiperkloremia dan

hipernatremia secara bersamaan.

50

Page 51: Referat Apcd Uci

BAB IV

RINGKASAN

Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai

Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), atau lebih dikenal dengan Acquired

Prothrombin Complex Deficiency (APCD). Acquired Prothrombin Complex

Deficiency adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan karena

penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII,

IX, dan X). Diagnosis APCD ditegakkan secara klinis dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengobatan dan pencegahan

APCD tergantung tipe penyakit. Pengobatan yang dapat diberikan berupa terapi

pemberian vitamin K, pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP) dan tatalaksana

peningkatan intrakranial.

Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan

oleh bermacam bakteri, virus, mikoplasma, jamur, atau benda asing yang

teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi

(ventilation-perfusion mismatch). Diagnosa pneumonia utamanya didasarkan pada

klinis, sedangkan pemeriksaan foto polos dada perlu dibuat untuk menegakkan

diagnosa, disamping untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat.

Sebagian besar kasus pneumonia dapat diobati tanpa harus menjalani rawat

inap.Umumnya antibiotik oral, istirahat, cairan dan perawatan rumah sudah

mencukupi untuk kesembuhan sepenuhnya.

Jumlah natrium dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara masukan

dan ekskresi. Dibandingkan dengan mekanisme haus terhadap air, mekanisme

pengaturan masukan natrium belum begitu berkembang, tetapi mungkin berespon

terhadap perubahan yang besar. Hipernatremi (natrium serum 150 mEq/L)

disebabkan oleh kondisi-kondisi yang mengakibatkan masukan natrium

berlebihan, atau akibat kehilangan air tubuh yang lebih besar dari natrium.

51

Page 52: Referat Apcd Uci

Hipernatremia dapat terjadi pada diabetes insipidus, gastroentritis, asupan ASI

yang tidak adekuat dan masukan air yang minimal. Gejala klinis yang dapat

timbul yaitu kejang seluruh tubuh dan penurunan kesadaran.

Hiponatremia (natrium serum <130mEq/L) disebabkan oleh keadaan-

keadaan yang menimbulkan defisit natrium primer yang mengakibatkan

kekurangan natrium, peningkatan air tubuh total dan kombinasi kelainan air dan

natrium.

Hiperkalemia dengan kadar serum 5,5 mEq/L atau lebih (nilai normal

kalium serum bervariasi menurut umur), dapat disebabkan oleh peningkatan yang

sangat ringan kalium total tubuh. Peningkatan akut masukan kalium biasnya

melalui pemberian paenteral, dapat menyebakan hiperkalemia, meskipun biasanya

bersifat sementara. Suksinil-kolin menghambat repolarisasi membran yang

memerlukan masukan kalium seluler.

Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia.

Kekurangan ion kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat.

Peningkatan kalium plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung,

konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi

jantung. Penyebab hipokalemia dapat disebabkan oleh asupan kalium kurang dan

pengeluaran kalium berlebihan.

Hipokloremia berhubungan erat dengan alkalosis metabolik. Karena klorida

dan bikarbonat mempunyai hubungan yang berlawanan, ketika kadar klorida

dalam tubuh menurun, sebaliknya kadar bikarbonat dalam tubuh meningkat untuk

mencapai suasana netral. Drainase selang NGT atau emesis adalah penyebab

tersering pada hipokloremia, penyebab tersering hiplokoremia pada anak di rumah

sakit adalah pada pasien yang menggunakan obat diuretik.

Gejala pada hipokloremia biasanya adalah alkalosis metabolik dan

gangguan yang mendasarinya seperti letargi, takikardia, takipnea dan perlambatan

waktu pengisian kapiler.

Hiperkloremia dapat terjadi bila klorida di konservasi di ginjal melebihi

natrium dan kalium atau terbentuknya urin basa selama ginjal mengkoreksi

alkalosis.

52

Page 53: Referat Apcd Uci

Hiperkloremia tidak menimbulkan gejala yang spesifik, kebanyakan gejala

yang ada biasanya berhubungan dengan asidosis. Hipernatremia dan hiperkalemia

sering ditemui pada kelainan ini. Asidosis merusak kontraktilitas jantung dan

respon jantung, meskipun efek ini mungkin menyebabkan asidosi berat.

Kompensasi repiratori untuk metabolik asidosis dapat menimbulka pernapasan

Kussmaul. Metabolisme otak dipengaruhi oleh asidosis sehingga pasien

mengalami letargi, sakit kepala, kacau dan koma pada stadium yang berat.

53

Page 54: Referat Apcd Uci

DAFTAR PUSTAKA

1. Respati H, Reniarti L, Susanah S. Gangguan Pembekuan Darah, Didapat: Defisiensi Vitamin K. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku Ajar Hematologi-onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2005. 182-96.

2. Sastroasmoro, S. Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K, Buku Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak . Jakarta. 2007. 279-281

3. Marcia. L, Buck. Vitamin K for the Prevention of Bleeding in Newborns. Pediatr Pharm. 2001. 7(10).210-218. 

4. Tulchinsky, T.H. Vitamin K Prophylaxis for Newborns: A Position Paper. Adjunct Associate Professor Braun School of Public Health Hebrew. University-Hadassah, Ein Karem, Jerusalem, Israel. 2008. 1-3.

5. Committee on Fetus and Newborn. Controversies concerning vitamin K and the newborn. Pediatrics. (2003). 112: 191-92.

6. Danielsson N, Thang T, Loughnan. Intracranial haemorrhage due to late onset vitamin K deficiency bleeding in Hanoi province, Vietnam. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2004. 89. 546-1550.

7. Pansatiankul B, Jitapunkul. Risk Factors of Acquired Prothrombin Complex Deficiency Syndrome: A Case-Control Study. J Med Assoc Thai. 2008. 9. 1-3

8. Hagstrom, J.N. Hypoprothrombinemia. Didapat dari http//www.emedicine.com (Diakses pada tanggal 2 Desember 2013).

9. Sutor HA, Rüdiger VK, Marlies C, Andrew W, Maureen A. Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB) in Infant On behalf of the ISTH Pediatric. Perinatal Subcommittee Thromb Haemost. 1999. 81: 456-461.

10. Sigalingging G. Karakteristik Penderita Penyakit Pneumonia pada Anak di Ruang Merpati II Rumah Sakit Umum Herna Medan. Jurnal Darma Agung. 2011. 69-78.

11. Guevara JN, Daza C, Smith R. Decrease in Hospitalizations for Pneumonia in Children under Five Years of Age in an Indian Reservation in Panama after Introduction of the Heptavalent Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV7). International Journal of Pediatrics. 2013. 1-3.

12. Newton MW, Banieghbal B, Lakhoo K. Fluids and Electrolyte Therapy in the Paediatric Surgical Patient. Didapat dari www.global-help.org (Diakses pada tanggal 22 Desember 2013).

54

Page 55: Referat Apcd Uci

13. Adelman RD, Solhaug MJ. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. Dalam Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics. 16th ed. Philadelphia: WB Sauders, 2000:189-227.

14. Cesar G, Philip VH. Vitamin K Prophylaxis in Less Developed Countries: Policy Issues and Relevance to Breastfeeding Promotion. American Journal of Public Health. 1998. 88. 230-209.

15. Isarangkura P, Chuansumrit A, Hathirat P (Vit K study group). Vitamin k Deficiency Bleeding in Thailand : A 32-years History. Departmen of Pediatrics, Faculty of Medicine, Ramathibodi Hospital, Mahidol University, Bangkok, Thailand. Southeast Asian J Trop Med Public Heart. 1998. 29(3).649-654.

16. Pereira SP, Shearer MJ, Williams RG, Mieli V. Intestinal Absorption of Mixed Micellar Phylloquinone (vitamin K1) is Unreliable in Infants with Conjugated Hyperbilirubinaemia: Implications for Oral Prophylaxis of Vitamin K Deficiency Bleeding. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2003. 88. F113–F118.

17. Riddel JP, Aouizerat BE, Miaskowski C, Lillicrap PD. Theories of Blood Coagulation. Journal of Pediatric Oncology Nursing. 2007. 24 (3). 123-131.

18. Rudan, I., et al. Epidemiology and Etiology of Childhood Pneumonia in 2010: Estimates of incidence severe morbidity, mortality, underlying risk factor and causative pathogens for 192 contries. Journal of Global Health. 2013. 13(1). 1-14.

19. Purniti PS, Subanada IB, Kari IK, Iswari IS, Tarini MA. Surveilan Pneumokokus dan Dampak Pneumonia pada Anak Balita. Pediatric. 2011. 12 (5): 359-363.

20. Charles G. Pneumonia. Dalam : Buku Ajar Kesehatan Anak Nelson. 2004. Nelson WE, Kliegman R, Brehman RE, Arvin AM. Edisi 15. EGC.

21. Theodoratou E, Al-Jihalwai S, Woodward F, Ferguson J, Jhass A, Balliet M, et al. The Effect of Case Management on Childhood Pneumonia Mortality in Developing Countries. International Journal of Epidemiology. 2010. 39.155-171.

22. Latief A. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1985. 269.

23. Elizabeth KE, Jacob, AM. Pedibloom: Pediatric Cases and Summarie. Jaypee Brothers Medical. Canada. 2012. 426-427.

24. Reuter-Rice K, Bolick B. Pediatric Acute Care: A Guide for Interprofessional Practice. Jones & Bartlett Learning. Boston. 2012. 155-156.

55

Page 56: Referat Apcd Uci

25. Eliis, D dan Beattie, J. Symptomatic Hyponatremia. 2010. Didapat dari http://www.clinicalguidelines.scot.nhs.uk/PICU%20HDU%20guidelines/YO R PICU049%20Treatment%20of%20hyponatraemia%20March %202012.pdf. (Diakses pada tanggal 26 Desember 2013).

26. Elenberg, E. Pediatric Hypernatremia. 2012. Didapat dari (http://emedicine.medscape.com/article/907653-overview#showall. (Diakses pada tanggal 26 Desember 2013).

56