Laporan Kasus Uci-ocu
Transcript of Laporan Kasus Uci-ocu
Laporan Kasus
SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 25 TAHUN DATANG DENGAN
KELUHAN UTAMA DEMAM SEJAK ± 5 HARI SMRS
Oleh:
Olivia Citra Utami, S. Ked
Lusiya Ningsih, S.Ked
Pembimbing:
dr. H. Harun Hudari, Sp.PD
Oponen Wajib1. Razi Satriadi2. Msy. Rulan Adnindya3. Intan Purnama4. Hesty Dwi H.5. Santoso Wibowo6. Marlinna7. Indri Widya8. Eka Asni
Oponen Bebas1. Santoso Wibowo2. Hesty Dwi Handayani3. Razi Satriadi4. Msy Rulan Anandya5. Intan Purnama6. Marlina7. Indri Widyasari8. Eka Asni Sari9. Prasbe Agoes10. Mus Mulyadi
DEPARTEMEN PENYAKIT DALAMRUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA2010
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Judul:
SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 25 TAHUN DATANG DENGAN
KELUHAN UTAMA DEMAM SEJAK ± 5 HARI SMRS
Oleh:
Olivia Citra Utami, S.Ked
Lusiya Ningsih, S.Ked
telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya / Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang
periode 5 April-7 Juni 2010.
Palembang, 13 April 2010
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
dr. H. Harun Hudari, Sp.PD
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Seorang laki-laki usia 25 tahun datang dengan keluhan utama demam sejak ± 5
hari SMRS.
Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. H. Harun Hudari, Sp.PD selaku pembimbing yang telah
membantu penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para residen, teman-teman,
dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Demikianlah penulisan laporan kasus ini, semoga bermanfaat.
Palembang, April 2010
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Demam Dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue. Manifestasi klinisnya berupa demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) merupakan suatu derajat akhir dari
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik
Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per
100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian
luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk hingga tahun 1998, sedangkan
mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus
Aedes (terutama A. Aegypti dan A. Albopictus). Peningkatan kasus setiap
tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi,
kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).1
Sejauh ini, belum ditemukan adanya terapi spesifik untuk pengobatan
demam dengue. Obat-obatan antiviral yang adekuat belum ada. Prinsip utama
pengobatan bersifat simptomatik dan suportif. Pemeliharaan volume cairan
sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.2
Berikut ini disajikan suatu kasus demam berdarah dengue. Oleh karena
masih tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan oleh penyakit
ini khususnya di negara berkembang seperti Indonenesia, maka pengetahuan yang
baik mengenai penyakit ini dan penatalaksanaannya diperlukan dikalangan tenaga
medis. Semoga penyajian kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
menambah wawasan pengetahuan
Gambar Distribusi Geografis Dengue dan Aedes Aegypti
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
Nama : Tn. D.W
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 25 tahun
Alamat : Sungai Rebu, Mariana, Plaju
Pekerjaan : Tukang las besi
Status : Belum menikah
Agama : Islam
MRS : 05 April 2010
Tanggal Pemeriksaan : 08 April 2010
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Demam tinggi sejak 5 hari SMRS
Keluhan Tambahan:
Mual muntah sejak 1 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak ± 5 hari SMRS, os mengeluh demam tinggi, demam terus menerus,
demam kadang disertai menggigil, berkeringat sesudah menggigil ada, badan
terasa lemah, badan terasa pegal-pegal ada, ngilu-ngilu pada sendi ada, sakit
kepala ada, nyeri belakang bola mata tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah
tidak ada, bintik-bintik merah di badan tidak ada, mual ada, muntah ada, berisi
makanan yang dimakan, frekuensi 1 x, banyaknya ± ½ gelas belimbing, nafsu
makan berkurang ada, BAB dan BAK biasa. Os lalu berobat ke dokter dan diberi
tiga macam obat berupa tablet (os tidak ingat nama obatnya). Os minum obat
tersebut selama tiga hari, demam sempat turun namun badan masih lemas.
Sejak ± 1 hari SMRS, os mengeluh demam muncul kembali setelah obat
habis, badan terasa lemah, badan terasa pegal-pegal dan nyeri ada, sakit kepala
ada, nyeri belakang bola mata tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak
ada, bintik-bintik merah di badan tidak ada, mual ada, muntah ada, frekuensi ± 1-2
kali, banyaknya ± ½ gelas belimbing, nafsu makan masih berkurang, nyeri ulu
hati ada, BAB dan BAK biasa. Os lalu berobat ke RS Sungai Kundur dan
dirawat. Os kemudian dirujuk ke RSMH.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat transfusi sebelumnya disangkal
Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria disangkal
Riwayat sakit malaria sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga ada (bibi os yang
tinggal dekat tempat tinggal os).
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit
Keadaan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Gizi : cukup
Dehidrasi : tidak ada
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 16 kali per menit, thoracoabdominal
Suhu : 36,7o C
Berat badan : 56 kg
Tinggi badan : 162 cm
RBW : 92,8 %
IMT : 21,3
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), pigmentasi normal, turgor baik, ikterus (-),
sianosis (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), bintik-bintik perdarahan pada kulit
lengan atas sebelah kanan (+), pertumbuhan rambut normal.
KGB
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, axila, inguinal tidak teraba.
Kepala
Bentuk lonjong, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-)
Mata
Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra
pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke
segala arah baik, lapangan penglihatan luas.
Hidung
Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-).
Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik, tophi (-), nyeri tekan
processus mastoideus (-).
Mulut
Pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah kering (-), tepi lidah hiperemis (-),
lidah tremor (-), atrofi papil(-), stomatitis(-), rhagaden(-), bau pernapasan khas (-).
Leher
Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk(-)
Dada
Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-),
petekie (-)
Paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing
(-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri linea
mid clavicula sinistra
Auskultasi : HR 82 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae,
lien tidak teraba.
Perkusi : thympani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genital
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (-), sianosis (-), bintik merah pada lengan
kanan atas (+)
Ekstremitas bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi normal,
telapak kaki pucat (-), jari tabuh (-), turgor kembali
lambat (-), edema pretibia dan pergelangan kaki (-),
petekie (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi RS Sungai Kundur (dicantumkan dalam surat
rujukan)
Hb: 18
Ht: 49
Leukosit: 4.100
Trombosit: 25.000
Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 05-04-2010)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Hemoglobin 15,2 g/dL 14 – 18 g/dL
2 Hematokrit 41 vol% 40 – 48 vol%
3 Leukosit 7.600/mm3 5.000-10.000/mm3
4 Laju Endap Darah 8 mm/jam < 10 mm/jam
5 Trombosit 34.000/mm3 200.000 - 500.000/mm3
6 Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
0
0
0-1 %
1-3 %
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
2
71
24
3
2-6 %
50-70 %
20-40 %
2-8 %
Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 06-04-2010)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Hemoglobin 14,1 g/dL 14 – 18 g/dL
2 Hematokrit 38 vol% 40 – 48 vol%
3 Leukosit 8.900/mm3 5.000-10.000/mm3
4 Trombosit 23.000/mm3 200.000 - 500.000/mm3
6 Malaria (sediaan apus
dan tetes tebal)
Tidak ditemukan
parasit malaria
Negatif
Pemeriksaan Kimia Klinik (Tanggal 06-04-2010)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 BSS 105 mg/dL < 120 mg/dL
2 Ureum 15 mg/dL 15-39 mg/dL
3 Creatinin 0,9 mg/dL 0,9-1,3 mg/dL
4 Protein total 6,1 g/dL 6,0-7,8 g/dL
5 Albumin 3,0 g/dL 3,5-5,0 g/dL
6 Globulin 3,1 g/dL 3,5-5,0 g/dL
7 Na 131 mmol/l 135-155 mmol/L
8 K 4,5 mmol/l 3,5-5,5 mmol/L
Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 07-04-2010)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Hemoglobin 12,9 g/dL 14 – 18 g/dL
2 Hematokrit 36 vol% 40 – 48 vol%
3 Leukosit 9.200/mm3 5.000-10.000/mm3
4 Trombosit 35.800/mm3 200.000 - 500.000/mm3
5 Prothrombin plasma 14.0 detik 12-18 detik
6 APTT 24.6 detik 25-35 detik
7 Fibrinogen 701
Pemeriksaan Sero Imunologi (Tanggal 07-04-2010)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Typhi H 1/80 negatif
2 Para-typhi A-H - negatif
3 Para-typhi B-H 1/80 negatif
4 Para-typhi C-H - negatif
5 Typhi O 1/80 negatif
6 Para-typhi A-O - negatif
7 Para-typhi B-O - negatif
8 Para-typhi C-O 1/80 negatif
Pemeriksaan Parasitologi (09-04-2010)
Tidak ditemukan parasit malaria.
DIAGNOSIS
Demam Berdarah Dengue grade II dengan perbaikan
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis :
- Istirahat
- Diet TKTP
Farmakologis :
- IVFD RL gtt xxx/menit
- Vit B1B6B12 3 x 1
PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
RESUME
Seorang laki-laki berumur 25 tahun, bekerja sebagai tukang las besi, datang
dengan keluhan utama demam tinggi sejak ± 5 hari SMRS, demam terus-menerus,
demam kadang disertai menggigil, berkeringat sesudah menggigil ada, badan
terasa lemah, badan terasa pegal-pegal ada, ngilu-ngilu pada sendi ada, sakit
kepala ada, , mual ada, muntah ada, berisi makanan yang dimakan, frekuensi 1 x,
banyaknya ± ½ gelas belimbing, nafsu makan berkurang ada. Os lalu berobat ke
dokter dan diberi tiga macam obat berupa tablet (os tidak ingat nama obatnya). Os
minum obat tersebut selama tiga hari, demam sempat turun namun badan masih
lemas. Sejak ± 1 hari SMRS, os mengeluh demam muncul kembali setelah obat
habis, badan terasa lemah, badan terasa pegal-pegal dan nyeri ada, sakit kepala
ada, mual ada, muntah ada, frekuensi ± 2 kali, banyaknya ± ½ gelas belimbing,
nafsu makan masih berkurang, nyeri ulu hati ada. Os lalu berobat ke RS Sungai
Kundur dan dirawat. Os kemudian dirujuk ke RSMH.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan
darah 110/80 mmHg, nadi 82 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup,
pernafasan 16 kali per menit, suhu 36,7o C, bintik-bintik perdarahan pada kulit
lengan atas sebelah kanan (+), hepar teraba 2 jari jbac. Pada pemeriksaan
penunjang hematologi didapatkan hasil hemoglobin 12,9 g/dL, hematokrit 36 vol
%, leukosit 9.200/mm3, trombosit 35.800/mm3. Pemeriksaan Sero Imunologi
dengan widal test didapatkan titer thypi H 1/80, para-typhi B-H 1/80, thypi O
1/80, para-typhi C-O 1/80. Pada pemeriksaan parasitologi, sediaan darah tebal
dan tipis tidak ditemukan parasit malaria.
Diagnosis
Demam Berdarah Dengue grade II dengan perbaikan
Penatalaksanaan
Non Farmakologis :
- Istirahat
- Diet TKTP
Farmakologis :
- IVFD RL gtt xxx/menit
- Vit B1B6B12 3 x 1
Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
FOLLOW UP
Tanggal 8 April 2010
S Badan masih lemas
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Mata :
Leher:
Paru-paru:
Jantung :
Abdomen:
Extremitas:
Pemeriksaan laboratorium
Tampak sakit ringan
Compos mentis
110/80 mmHg
82 x/menit
16 x/ menit
36,7 0C
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
HR 82x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Datar, lemas, NT(-), hepar teraba 2 jbac, lien tidak
teraba, BU(+)N.
Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
bawah-/-, petekie pada lengan kanan atas << (bekas uji
torniquet)
Hb : 12,9 g/dLHt : 36 vol%Leukosit : 9.200/mm3
Trombosit : 35.800/mm3
Prothrombin plasma: 14.0”APTT : 24.6”Fibrinogen 701
A Demam Berdarah Dengue grade II dengan perbaikan
DD: Malaria
P - Istirahat
- Diet TKTP
- IVFD RL gtt xxx/menit
- Vit B1B6B12 3x 1
Rencana - DDR
Tanggal 09 April 2010
S Keluhan (-)
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Mata :
Leher:
Paru-paru:
Jantung :
Abdomen:
Extremitas:
Pemeriksaan parasitologis
Tampak sakit ringan
Compos mentis
120/80 mmHg
80 x/menit
16 x/ menit
36,5 0C
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
HR 80x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Datar, lemas, hepar teraba 2 jbac, lien tidak teraba,
NT(-), BU(+)N
Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
bawah-/-, petekie di lengan kanan atas <<<
tidak ditemukan parasit malaria
A Demam berdarah dengue grade II dengan perbaikan
P - Istirahat
- Diet seimbang kalori, karbohidrat, dan protein
- IVFD RL gtt xxx/menit
- Vit B1B6B12 tablet 3x1
Rencana - Ig G dan Ig M terhadap dengue
Tanggal 10 April 2010
S Keluhan (-)
O: Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Mata :
Leher:
Paru-paru:
Jantung :
Abdomen:
Extremitas:
Tampak sakit ringan
Compos mentis
120/70 mmHg
78 x/menit
16 x/ menit
36,6 0C
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
HR 78x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Datar, lemas, Hepar teraba 2 jari jbac, lien tidak teraba,
NT(-), BU(+)N
Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah-/-
A Demam berdarah dengue grade II dengan perbaikan
P - Istirahat
- Diet seimbang kalori, karbohidrat, dan protein
- IVFD RL gtt xx/menit
Rencana - Ig-G dan Ig-M terhadap dengue
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis DBD juga bertolak dari
manifestasi klinis yang teramati maupun yang dikeluhkan oleh pasien dibantu
oleh temuan laboratoris (mulai dari hasil pemeriksaan laboratoris sederhana
seperti pemeriksaan hitung trombosit darah tepi sampai dengan pemeriksaan
laboratoris khusus untuk infeksi virus dengue).
Berdasarkan kriteria WHO 1997, pada kasus DBD harus ditemukan:
Demam atau riwayat demam akut yang berlangsung selama 2-7 hari,
kadang-kadang memiliki pola bifasik.
Terdapat sekurang-kurangnya salah satu dari manifestasi berikut:
- Tourniquet Test yang positif
- petechiae, ecchymoses, atau purpura
- perdarahan dari mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),
saluran pencernaan makanan, atau perdarahan dari tempat lain
- hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan
jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
- Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.1,2,3
VIRUS DENGUE
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan
virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses)
yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4 x 106.1
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,
pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang
tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.2
CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi
virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga
menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya.
Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya
(transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting.
Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya
dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.2
KLASIFIKASI
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu
klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel.
Tabel 1. Klasifikasi derajat penyakit infeksi dengue :1,2,3
Keterangan ; Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas
menggunakan manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua
selama 5 menit. Hasil uji positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2,5
cm bujursangkar.
PATOGENESIS
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel
hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel
manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan
protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya
tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya
tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menimbulkan kematian. Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih
merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD
dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous
infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara
tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan
serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks
antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement
(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue
di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok.4
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary
heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh
Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi
dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan
akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan
C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang
ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma
ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).4
Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan
asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok
sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa
virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik
akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia
maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,
peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain
itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah
yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan
laboratoris.4
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-
antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi
trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel
pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan
pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks
antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP
(adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif
(KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.4
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik.
Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas
kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada
DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat
KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.4
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue,
atau sindrom syok dengue (SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika mendapat
pengobatan tidak adekuat.2
● Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak,
kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola
mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam
berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari )
kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada
hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu,
dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni
kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa
lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah
dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti :
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi.
Demam Dengue (DD). yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan
Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai
kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma
yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.2
● Demam Berdarah Dengue (DBD)
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7
hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala,
nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan,
namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat
menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan yang paling
sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan
perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah.
Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila,
wajah, dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam.
Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna
ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi
dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun
pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun
pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. Masa kritis
dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu
yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi
dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan
yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami
syok.2
● Sindrom Syok Dengue (SSD)
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke
3 sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian
jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar
mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan
pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan
diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan
segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat
menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik,
perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa
penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan
sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik
apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.
Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis,
flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus
yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium1
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanyan limfositosis
relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (reverse
transcriptase polymerase chain reaction), namun karena adanya teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
dengue berupa antibodi total, IgM, maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
- leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.
- Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
- Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada
hari ke-3 demam.
- Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-
Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau
kelainan pembekuan darah.
- Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma.
- SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
- Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
- Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
- Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan
diberikan transfusi darah atau komponen darah.
- Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap
dengue. IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai
terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari
ke-2.
PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DD dan DBD, prinsip utama adalah
terapi suportif. Penanganan yang tepat oleh dokter dan perawat dapat
menyelamatkan pasien DBD. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka
kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral.Jika asupan cairan oral
pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui
intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.
Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain
adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan
plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu
demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan
sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi
secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang
merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi
klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma,
yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada
umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit
sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada
10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan
suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma
danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau
ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai
dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan peningkatan
hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41.
Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah
sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA.
Protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa, terbagi 5 kategori :
a. Protokol 1 : Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa
syok.
Seseorang yang tersangka menderita DBD, di ruang gawat darurat
dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan trombosit. Bila
didapatkan :
Gambar 4. Protokol 1 penanganan tersangka (probable)
DBD dewasa tanpa syok
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-
150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
poliklinik, dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht,
leukosit dan trombosit tiap 24 jam). Bila keadaan pasien memburuk, segera
kembali ke instalasi gawat darurat.
Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan dirawat.
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun, juga
dianjurkan untuk dirawat.1,3,5,6
b. Protokol 2 : Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di
ruang rawat.
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan
tanpa syok, di ruang rawat diberi cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut .
Gambar 5. Protokol 2 Pemberian cairan pada tersangka DBD di
ruang rawat
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :
Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah
pemberian cairan tetap seperti rumus tersebut diatas, tetapi
pemantauan Hb, Ht dan trombosit tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka
pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan
peningkatan Ht > 20%.1,3,5,6
c. Protokol 3 : Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.
Meningkatnya Ht>20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini, terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid 6-7 ml/kgBB/jam. Bila keadaan pasien terus
membaik, bahkan setelah jumlah cairan dapat dihentikan 3 ml/kgBB/jam,
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48jan kemudian. Namun, bila dalam
perkembangannya kondisi pasien memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok,
pasien ditangani sesuai protokol tatalaksana sindrom renjatan dengue pada
dewasa. Bila syok telah teratasi, pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi
pemberian cairan awal.1,3,5,6
Gambar 6. Protokol 3 Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan
Ht > 20%
d. Protokol 4 : Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD
dewasa.
Gambar 7. Protokol 4 Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada
DBD dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :
perdarahan hidung / epistaksis yang tidak terkendali walau telah diberikan tampon
hidung, pendarahan saluran cerna (hematemesis dan melena dan hematoskesia),
pendarahan saluran kencing (hematuria), pendarahan otak atau pendarahan
tersembunyi, dengan jumlah pendarahan sebanyak 4-5 cc/kgBB/jam. Pada
keadaan seperti ini, jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan
DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan
jumlah urin dilakukan sesering mungkin, dengan kewaspadaan Hb, Ht dan
trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Heparin diberikan, bila secara klinis dan laboratories didapatkan tanda-
tanda KID. Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP, diberikan
bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang
memanjang). PRC diberikan bila nilai Hb < 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya
diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif, dengan jumlah
trombosit < 100.000 disertai atau tanpa KID.1,3,5,6
e. Protokol 5 : Tatalaksana Sindroma Syok Dengue (SSD) pada
dewasa.
Gambar 8. Protokol 5 Tatalaksana Sindroma Syok Dengue (SSD)
pada dewasa
Saat menghadapi SSD, hal pertama yang harus diingat adalah bahwa
renjatan harus segera diatasi. Karena itu, penggantian cairan intravaskular yang
hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SOD lebih besar 10x lipat,
dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan.
Pada kasus SSD, cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan.
Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap,
hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorisa, serta ureum dan
kreatinin.
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang, harus
dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan. Ini karena
selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid
hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam
pemberian.
Untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, perlu
pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi jantung dan
nafas, pembesaran hati, nyeri teka daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta
jumlah diuresis. Diuresis diusahaklan 2 ml/kg/BB/jam. Pemantauan kadar Hb, Ht dan
trombosit, dapat digunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.
BAB IV
ANALISA KASUS