Referat Bedah Hanifa Uci

29
REFERAT BEDAH Nutrisi Disusun oleh : Hanifa Adani 1102010118 Pembimbing : Dr. Dik Adi Nugraha, Sp. B KEPANITERAAN KLINIK BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD SOREANG 2015 1

Transcript of Referat Bedah Hanifa Uci

Page 1: Referat Bedah Hanifa Uci

REFERAT BEDAH

Nutrisi

Disusun oleh :

Hanifa Adani 1102010118

Pembimbing : Dr. Dik Adi Nugraha, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RSUD SOREANG

2015

1

Page 2: Referat Bedah Hanifa Uci

A. STATUS GIZI

1. Definisi

Gizi merupakan hasil dari makanan yang diproses melalui digesti, absorpsi,

transportasi, penyimpanan, metabolisme yang dibutuhkan tubuh untuk menghasilkan

energi, dan mempertahankan kehidupan serta fungsi organ-organ. Jadi, status gizi

merupakan keadaan tubuh akibat konsumsi dan penggunaan zat gizi.

Kebanyakan penderita yang akan dibedah tidak membutuhkan perhatian khusus

untuk masalah gizi. Pada umumnya, mereka dapat berpuasa untuk waktu tertentu

sesuai dengan penyakit dan pembedahannya. Akan tetapi, tidak jarang juga penderita

datang dalam keadaan gizi yang kurang baik, misalnya yang terjadi pada penderita

penyakit saluran cerna, keganasan, infeksi kronik, dan trauma berat. Pasien dengan

keadaan malnutrisi yang parah akan memperbesar kemungkinan terjadinya luka

terbuka, infeksi, kebocoran anastomosis luka, dan komplikasi lainnya. Dengan

mengetahui teknik dari pengukuran status gizi dapat mengestimasi status gizi pasien

yang akan ditindak.

2. Pengukuran Status Gizi

Pengukuran status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang

dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun

subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data

objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber

lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai. Pada prinsipnya, penilaian status gizi

anak serupa dengan penilaian pada dewasa. Komponen penilaian status gizi meliputi

survei asupan makanan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis, serta pemeriksaan

antropometri.

Survei asupan makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak

langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan

data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran kebutuhan konsumsi zat gizi

pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan

kelebihan dan kekurangan zat dalam tubuh seseorang.

Page 3: Referat Bedah Hanifa Uci

Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara

laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang

digunakan antara lain: darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati

dan otot. Uji biokimiawi yang penting ialah pemeriksaan kadar hemoglobin,

pemeriksaan apusan darah untuk malaria, pemeriksaan protein. Ada dua jenis protein,

viseral dan somatik, yang layak dijadikan parameter penentu status gizi.

Pemeriksaan tinja cukup hanya pemeriksaan occult blood dan telur cacing saja.

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi

keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik,

maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan

kekurangan zat gizi yang spesifik.

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status

gizi. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan

dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial

epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ

yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Pemeriksaan klinis

meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Riwayat

kesehatan yang perlu ditanyakan adalah kemampuan mengunyah dan menelan,

keadaan nafsu makan, makanan yang digemari dan yang dihindari, serta masalah

saluran pencernaan.

Pemeriksaan antropometris secara umum artinya penilaian ukuran tubuh

manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri berhubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat usia dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada

pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah

air dalam tubuh. Penilaian antropometris yang penting dilakukan ialah penimbangan

berat dan pengukuran tinggi badan, lingkar lengan, dan lipatan kulit triseps.

Page 4: Referat Bedah Hanifa Uci

3. Malnutrisi

Malnutrisi berat mempengaruhi morbiditas karena terganggunya penyembuhan

luka dan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Namun, malnutrisi protein-

kalori yang ringan tidak banyak memengaruhi hasil operasi. Berbeda dengan

malnutrisi akibat kelaparan, pada penderita bedah terdapat beberapa faktor lain yang

menyebabkan malnutrisi. Dua faktor utama adalah kurangnya asupan makanan dan

proses radang yang mengakibatkan katabolisme meningkat dan anabolisme menurun.

Biasanya tampak pada penurunan kadar serum albumin dan hipotrofi otot.

Keadaan malnutrisi pada bedah dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan

infeksi, gangguan fungsi imun, melemahnya otot respirasi, gangguan fungsi organ

viseral, penyembuhan luka yang lama, rusaknya barier mukosa, dan meningkatkan

resiko kematian.

Asupan nutrisi yang faali adalah melalui makanan dan minuman yang dapat

diberikan secara oral, melalui sonde hidung, atau secara intravena. Diet juga

dibedakan atas diet biasa dan diet khusus, misalnya pada penderita diabetes. Penderita

kolelitiasis juga memerlukan diet khusus yang kurang mengandung lemak. Contoh

lain adalah diet tinggi serat untuk penderita obstipasi dan diet rendah kalori untuk

penderita obesitas. Diet khusus kalori dan protein telur tinggi dibutuhkan oleh

penderita malnutrisi kronik yang mampu makan secara normal.

Makanan biasa yang dicairkan diberikan kepada penderita dengan obstruksi

esofagus atau pada orang yang tidak dapat mengunyah, seperti pada patah tulang

rahang. Kadang penderita begitu lemah dan mengalami anoreksia, atau terdapat

gangguan mekanik dan obstruksi saluran cerna yang mengakibatkan proses faali itu

tak dapat berlangsung. Fungsi saluran cerna bisa sangat terganggu sehingga proses

pencernaan dan penyerapan sedemikian terganggu dan kebutuhan nutrisinya tidak

terpenuhi. Keadaan ini disebut kegagalan intestinal. Keadaan ini terdapat pada

sindrom usus pendek akibat reseksi sebagian besar ileum dan jejunum, fistel usus,

gangguan motilitas usus misalnya pada paralisis usus dan pada peradangan usus yang

luas seperti pada penyakit Crohn dan kolitis ulserosa. Pada kasus khusus dan sulit ini

diperlukan tambahan nutrisi secara enteral atau parenteral.

Page 5: Referat Bedah Hanifa Uci

B. PERUBAHAN PADA PASIEN BEDAH

1. Perubahan Fisiologis Pada Pasien Bedah

Permeabiltas usus meningkat 2 (dua) sampai 4 (empat) kali pada periode segera

pascaoperasi, dan normalnya berlangsung selama 5 hari. Akhir-akhir ini ditemukan

kurangnya nutrisi berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dan menurunnya

tinggi dari villus. Penemuan ini mengarah ke investigasi dari penatalaksanaan yang

bertujuan menjaga barrier mukosa yang intak. Meningkatnya permeabilitas usus

mengindikasikan kegagalan dari fungsi barrier usus untuk mengeluarkan bakteri dan

toksin endogen. Hal ini menjadi salah satu agen penyebab dalam systemic

inflammatory response syndrome, sepsis dan gagal organ multipel. Meskipun, terdapat

kegagalan untuk menunjukan bahwa terdapat korelasi antara rusaknya fungsi barrier

usus dan komplikasi sepsis setelah kegagalan gastrointestinal bagian atas.

2. Perubahan Metabolik Pada Pasien Bedah

Semakin ringan cedera, responnya akan semakin tumpul dan cepat hilang,

sedangkan semakin besar luka yang didapat, maka respon yang muncul akan semakin

lama dan parah khususnya bila terjadi komplikasi. Respon tersebut akan

meningkatkan tingkat metabolisme, sekresi glukokortikoid dan katekolamin, produksi

sitokin proinflamasi, dan retensi cairan.

Setiap respon tersebut memiliki peranan khusus seperti retensi garam dan air

yaitu untuk menjaga volume darah, meningkatnya produksi glukosa hepar yaitu untuk

menyediakan "tenaga" yang cukup, dan mobilisasi dari asam amino untuk

glukoneogenesis, produksi protein hepar, proliferasi fibroblas, dan regulasi

imunologi. Perubahan kecepatan katabolisme protein, khususnya pretein otot.

Katekolamin menstimulasi glikogenolisis dan glukoneogenesis hepar. Kortisol

merangsang glikogenolisis, glukoneogenesis, dan proteolisis protein dan efek

potensial katekolamin pada hepar.

Tingkat metabolik biasanya meningkat sekitar 10% pasca operasi. Jika

dukungan gizi yang memadai tidak ada pada tahap ini akan terjadi proteolisis dari

Page 6: Referat Bedah Hanifa Uci

otot rangka yang berlebihan dan terjadi depresi metabolisme yang lebih lanjut.

Peningkatan pengeluaran energi dikaitkan dengan berbagai tanggapan hormonal yang

terjadi sebagai akibat dari trauma bedah. Sitokin, termasuk Tumor Necrotizing Factor

(TNF) dan interleukin (IL-1 dan IL-6) memiliki peran penting dalam menentukan

perubahan metabolik jangka panjang. Perubahan ini tidak relevan secara klinis,

kecuali terjadinya sepsis pasca bedah atau trauma setelah operasi tetapi dalam

hubungannya dengan kelaparan preoperatif sering mengakibatkan keseimbangan

nitrogen negatif secara signifikan.

3. Kebutuhan Nutrisi

Tujuan pertama dari pemenuhan nutrisi suportif adalah melengkapi kebutuhan

energi untuk mempertahankan fungsi metabolisme, pemeliharaan suhu basal, dan

perbaikan jaringan. Kegagalan penyediaan sumber energi nonprotein yang memadai

akan menyebabkan penggunaan cadangan jaringan tubuh. Kebutuhan untuk energi

dapat diukur dengan kalorimetri secara langsung atau diperkirakan dari ekskresi

nitrogen urin, yang sebanding dengan pengeluaran energi selama istirahat. Namun,

penggunaan kalorimetri secara tidak langsung, terutama pada pasien yang sakit kritis,

sering mengarah kepada perhitungan yang terlalu tinggi dari kebutuhan kalori.

Untuk menentukan kebutuhan kalori harus diketahui metabolisme basal,

sedangkan untuk menentukan basal energy expenditure (BEE) ini digunakan suatu

rumus Harris-Benedict.

Rumus :

BEE (Laki-laki) = 66,47 + 13,75 (Berat badan/Kg) + 5,0 (Tinggi Badan/Cm) - 6,76

(Usia/tahun) Kkal/hari

BEE (Perempuan) = 655,1 + 9,56 (Berat badan/Kg) + 1,85 (Tinggi badan/Cm) -

4,68 (Usia/tahun) Kkal/hari

Persamaan ini, disesuaikan dengan jenis stres bedah, yang cocok untuk

memperkirakan kebutuhan energi pada lebih dari 80% pasien rawat inap. Telah

terbukti bahwa penyediaan 30 kkal / kg per hari akan cukup memenuhi kebutuhan

energi pada sebagian besar pasien pascaoperasi, dengan risiko rendah kelebihan

Page 7: Referat Bedah Hanifa Uci

makan. Pada trauma atau sepsis, kebutuhan substrat energi meningkat, memerlukan

kalori yang lebih besar melebihi pengeluaran energi nonprotein yang dihitung (Tabel

2.1). Kebutuhan tambahan kalori nonprotein ini diberikan setelah luka biasanya 1,2-

2,0 kali lebih besar daripada resting energy expenditure (REE) yang dihitung,

tergantung pada jenis cedera.

Untuk mengoreksi katabolisme yang tinggi seperti yang terjadi pascatrauma,

pascabedah, pada infeksi atau sepsis, harus ditambahkan 50% atau lebih dari BEE,

tetapi jangan melebihi 150% BEE.

Kondisi Kkal/kg per day

Perhitungan di atas BEE

Gram Protein/kg per day

Kalori non protein: Nitrogen

Normal/moderate malnutrition 25–30 1.1 1 150:1Mild stress 25–30 1.2 1.2 150:1Moderate stress 30 1.4 1.5 120:1Severe stress 30–35 1.6 2 90–120:1Burns 35–40 2 2.5 90–100:1

Tabel 2.1 Penyesuaian kalori di atas Pengeluaran Energi Basal (BEE) pada kondisi

hipermetabolik.

Tujuan kedua dari nutrisi suportif adalah untuk memenuhi kebutuhan substrat

untuk sintesis protein. Kalori nonprotein yang sesuai: rasio nitrogen 150:1 (misalnya,

1 g N = 6,25 g protein), harus dipertahankan, yang merupakan kebutuhan kalori basal

yang diberikan untuk mencegah penggunaan protein sebagai sumber energi. Sekarang

terdapat bukti yang lebih besar yang menunjukkan bahwa asupan protein meningkat,

dan kalori lebih rendah: nitrogen rasio 80:1 untuk 100:1, yang mungkin memiliki

manfaat penyembuhan pada pasien dengan hipermetabolik dan sakit kritis. Dengan

tidak adanya disfungsi ginjal atau gangguan hati yang berat dapat dugunakan rejimen

gizi standar, sekitar 0,25-0,35 g nitrogen per kilogram berat badan harus disediakan

setiap hari. (1)

Kebutuhan kalori harus dirinci. Karbohidrat sebagai sumber kalori diberikan

tidak lebih dari 6 g/kgBB/hari, bila berlebihan, terjadi hipermetabolisme. Oleh karena

Page 8: Referat Bedah Hanifa Uci

pembatasan penggunaan karbohidrat seperti di atas, lemak digunakan juga sebagai

sumber kalori, sekaligus sebagai sumber asam lemak esensial.

Penderita dengan katabolisme berat, seperti trauma ganda dan luka bakar,

memerlukan nutrisi tinggi protein dan asam amino untuk mengatasi keseimbangan

nitrogen yang negatif. Umumnya diperlukan 1,2-1,5 g protein/kgBB/hari.

Elektrolit dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan elektrolit dan asam basa,

juga untuk metabolisme sel. Unsur Na+, K+, Mg+, Ca+, P+, Cl- sama pentingnya seperti

protein dan kalori dalam proses penggantian sel yang rusak. Vitamin dan unsur runut

(trace element) juga esensial untuk proses metabolisme. Dosis tinggi vitamin tertentu,

seperti vitamin C atau vitamin E, memainkan peranan penting dalam pertahanan

tubuh sebagai antioksidan. Konsentrasi plasma vitamin C dan E telah ditunjukkan

dapat mengurangi pasien sakit berat dengan Acute Respiratory Distress Syndrome

(ARDS) dibandingkan dengan sukarelawan yang sehat.

C. Rute Pemberian Nutrisi Suportif

1. Nutrisi Enteral

Nutrisi enteral memberi hasil lebih baik karena prosesnya berlangsung faal.

Nutrisi enteral lebih disukai daripada nutrisi parenteral atas dasar kurangnya biaya

yang harus dikeluarkan dan risiko yang terdapat jika diberikan secara intravena.

Pemberian nutrisi secara enteral telah menghasilkan beberapa manfaat klinis yang

spesifik, termasuk mengurangi kejadian komplikasi infeksi pasca operasi dan

peningkatan respon penyembuhan luka. Nutrisi enteral dapat memiliki efek

menguntungkan lain, termasuk mengubah eksposur antigen dan mempengaruhi

oksigenasi dari mukosa usus. Penelitian lebih lanjut diperlukan pada hal ini untuk

menjelaskan apakah nutrisi enteral benar-benar memodulasi fungsi usus atau apakah

indikasi pemberian gizi enteral tergantung oleh bahwa pasien telah memiliki fungsi

organ tubuh yang sehat kembali.

Pengobatan konvensional setelah reseksi usus biasanya diperlukan puasa

dengan pemberian cairan intravena sampai terjadinya flatus, terutama karena

kekhawatiran terjadinya ileus pasca operasi. Ini didasarkan pada asumsi bahwa

Page 9: Referat Bedah Hanifa Uci

makanan per oral tidak dapat ditoleransi pada ileus dan integritas dari anastomosis

yang baru dibangun dapat mempengaruhinya juga. Namun demikian, motilitas usus

pulih 6-8 jam setelah trauma bedah dan absoprsi tetap ada bahkan ketika tidak adanya

gerak peristaltik normal. Sejak itu telah menunjukkan bahwa pemberian makan

enteral pascaoperasi pada pasien yang menjalani reseksi gastrointestinal aman dan

dapat ditoleransi dengan baik bahkan ketika dimulai dalam waktu 12 jam dari operasi.

Pilihan diet cairan encer untuk diet pertama pascaoperasi berdasarkan teori

bahwa cairan encer lebih mudah ditoleransi daripada cairan yang kental atau makanan

padat pada periode dini pascaoperasi. Alasan lainnya yaitu cairan encer menyediakan

rehidrasi oral dan meminimalkan sekresi pankreas dan gastrointestinal dibandingkan

makanan biasa.

Studi prospektif acak untuk pasien dengan status gizi yang baik (albumin 4 g /

dL) dan menjalani operasi pencernaan tidak menunjukkan perbedaan dalam hasil dan

komplikasi bila diberikan nutrisi enteral dibandingkan dengan pemberian

pemeliharaan infus sendiri pada hari-hari pertama setelah operasi. Selanjutnya, pada

studi permeabilitas usus pada pasien gizi baik yang menjalani operasi kanker

gastrointestinal bagian atas menunjukkan normalisasi permeabilitas usus pada hari

kelima pasca operasi. Pada kasus ekstrem yang lain, meta-analisis terbaru pada pasien

sakit kritis menunjukkan penurunan 44% komplikasi infeksi pada mereka yang

menerima dukungan nutrisi enteral lebih dari mereka yang menerima nutrisi

parenteral. Kebanyakan studi prospektif acak untuk trauma abdomen dan toraks yang

parah menunjukkan penurunan yang signifikan terjadinya komplikasi infeksi untuk

pasien yang diberi nutrisi enteral awal bila dibandingkan dengan mereka yang tidak

diberi makan atau menerima nutrisi parenteral. Selain itu, pemberian makanan ke

lambung sejak awal setelah cedera kepala tertutup sering dihubungkan dengan makan

yang kurang dan defisiensi kalori karena kesulitan mengatasi gastroparesis dan risiko

tinggi terjadinya aspirasi.

Rekomendasi nutrisi enteral dini untuk pasien bedah dengan malnutrisi sedang

(albumin = 2,9-3,5 g / dL) hanya dapat dilakukan oleh penarikan kesimpulan karena

kurangnya data secara langsung berkaitan dengan populasi ini. Untuk pasien ini,

Page 10: Referat Bedah Hanifa Uci

pemberian nutrisi enteral diukur berdasarkan pengeluaran energi dari pemulihan

pasien, atau jika timbul komplikasi yang dapat mengubah rencana pemulihan

(misalnya, kebocoran anastomotic, operasi kembali, sepsis, atau kegagalan untuk

disapih saat menggunakan ventilator). Keadaan klinis lain yang memperkuat nutrisi

suportif enteral dapat digunakan pada penurunan neurologis permanen, disfungsi

orofaringeal, short bowel syndrome, dan pasien transplantasi sumsum tulang.

Diet lengkap berbentuk cairan yang menghasilkan ampas terbatas, biasanya

diberikan melalui pipa lambung, duodenum, atau yeyunum. Makanan dan minuman

yang sudah separuh dicerna ini digunakan untuk orang yang keadaannya payah

karena malnutrisi berat, koma lama, penderita yang sedang menggunakan respirator,

dan penderita sakit berat di ruang rawat intensif.

Diet dasar (elemental diet) mulai dipakai di penerbangan ruang angkasa karena

hampir tidak menghasilkan ampas. Diet ini terdiri atas campuran asam amino,

glukosa, dan trigliserida yang hampir tidak usah dicerna dan langsung diserap. Diet

itu juga dapat diberikan melalui pipa lambung halus pada penderita sindrom usus

pendek, fistel usus, atau penderita radang usus yang parah seperti kolitis ulserosa atau

penyakit Crohn.

Terdapat beberapa teknik yang tersedia untuk akses enteral. Saat ini digunakan

metode dan indikasi pilihan dirangkum dalam tabel 2.2.

Pilihan Akses Komentar

Nasogastric Tube Penggunaan jangka pendek; risiko aspirasi; trauma

nasofaring; sering menyangkut.

Nasoduodenal/nasojejunal Penggunaan jangka pendek; risiko aspirasi rendah pada

jejunum; adanya tantangan dalam menempatkannya

(bantuan radiografi sering diperlukan)

Percutaneous endoscopic gastrostomy (PEG)

Diperlukan keterampilan endoskopi; dapat digunakan untuk

dekompresi lambung atau bolus feed; risiko aspirasi; bisa

bertahan 12-24 bulan; tingkat komplikasi sedikit lebih tinggi

yaitu disebabkan cara penempatan dan kebocoran pada

Page 11: Referat Bedah Hanifa Uci

lokasi penempatan.

Operasi gastrostomy Membutuhkan anestesi umum dan laparotomi kecil;

mungkin dapat dibuat penempatan feeding port duodenum

jejunum yang diperpanjang ; dapat ditempatkan secara

laparoskopik

Gastrostomi fluoroskopi Penempatan jarum dan garpu T sebagai jangkar ke perut;

dapat menyisipkan kateter kecil melalui gastrostomy ke

duodenum / jejunum menggunakan fluoroskopi

PEG-jejunal tube Ditempatkan pada jejunum dengan endoskopi biasa yang

tergantung pada keahlian operator; jejunum sering

tersangkut retrograde; prosedur dua tahap dengan

penempatan PEG, diikuti dengan konversi fluoroskopi

dengan tabung pengisi jejunum melalui PEG

Direct percutaneous

endoscopic jejunostomy

(DPEJ)

Menempatkan melalui endoskopik langsung dengan

enteroscope; adanya tantangan dalam penempatan; risiko

cedera lebih besar

Operasi Jejunostomi Umumnya diterapkan saat laparotomi; anestesi umum;

penempatan ilaparoskopi biasanya membutuhkan asisten

untuk penyisipan kateter; laparoskopi menawarkan

visualisasi langsung dari penempatan kateter

Fluoroscopic jejunostomy Pendekatannya sulit dengan risiko cedera; tidak umum

dilakukan

Tabel 2.2 Beberapa pilihan untuk akses pemberian makan secara enteral.

2. Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral hanya diberikan bila nutrisi enteral tak dapat dilakukan,

contoh pada kasus kelainan gastrointestinal sedemikian berat sehingga fungsi digesti

dan absorbsi terganggu.

Nutrisi Cara Pemberian Contoh Indikasi

Makanan cair Oral Obstruksi esophagus, patah tulang rahang

Page 12: Referat Bedah Hanifa Uci

Diet khusus

Tinggi kalori protein

Lengkap cair

Diet dasar

Parenteral total

Oral

Oral/Parenteral

Oral/enteral

Oral/Parenteral

Parenteral

Diabetes, kolelitiasis, obstipasi, obesitas

Malnutrisi kronis

Malnutrisi, respirasi buatan, koma yang

lama, perawatan intensif

Penerbangan ruang angkasa, fistel usus,

ileus, morbus Crohn, colitis

Fistel, short bowel syndrome, kolitis

Tabel 2.3 Diet dan nutrisi khusus.

Nutrisi parenteral total terdiri atas nutrisi intravena yang mengandung semua

nutrien yang diperlukan. Nutrisi ini dipakai pada penderita dengan ileus lama atau

fistel usus. Nutrisi parenteral total ini melalui vena sentral, sebaiknya ujung kateter

berada di vena kava superior. Pada ketiga cara khusus di atas, yaitu diet lengkap cair,

diet dasar, dan diet parenteral total, diperlukan formula nutrisi khusus sehingga

pencernaan dapat berlangsung sempurna.

Sebuah uji klinis besar multicentre tidak menunjukkan penurunan yang

signifikan dalam morbiditas atau kematian ketika Total Parenteral Nutrition (TPN)

perioperatif diberikan kepada sekelompok pasien bedah yang heterogen. Stratifikasi

pasien dalam percobaan ini yang disesuaikan dengan status gizi menunjukkan bahwa

pasien dengan gizi buruk ringan tidak memiliki manfaat dari pemberian TPN tetapi

lebih banyak terjadi komplikasi infeksi. Hal ini menyebabkan para peneliti

menyimpulkan bahwa TPN perioperatif harus dibatasi pada pasien dengan malnutrisi

berat tanpa adanya indikasi spesifik lainnya. Studi berikutnya difokuskan terutama

pada pasien malnutrisi parah dengan keganasan gastrointestinal. Pasien ini telah

menunjukkan secara klinis mengalami penurunan yang signifikan, baik pada

komplikasi infeksi maupun noninfeksi ketika diberi makan secara parenteral selama

minimal sepuluh hari sebelum dioperasi. Penelitian terbaru yang dianalisa dengan

kualitas metodologi yang lebih baik hanya menunjukkan manfaat sedikit daripada

studi sebelumnya. Studi tersebut hanya menunjukkan kecenderungan penurunan

angka komplikasi pada pasien malnutrisi.

Page 13: Referat Bedah Hanifa Uci

Di bawah ini merupakan situasi di mana nutrisi parenteral telah digunakan

dalam upaya untuk mencapai tujuannya:

1. Bayi baru lahir dengan anomali pencernaan gastrointestinal, seperti fistula

trakeoesofagus, gastroschisis, omphalocele atau atresia usus besar.

2. Bayi yang gagal berkembang karena kekurangan pencernaan disebabkan

dengan short bowel syndrome, malabsorpsi, defisiensi enzim, ileus mekonium,

atau diare idiopatik.

3. Pasien dewasa dengan short bowel syndrome sekunder disebabkan reseksi usus

halus yang luas (<100 cm tanpa usus atau katup ileocecal, atau <50 cm dengan

katup ileocecal utuh dan usus besar).

4. Enteroenteric, enterocolic, enterovesical, atau fistula enterocutaneous dengan

output yang tinggi (> 500 mL/hari).

5. Pasien operasi dengan ileus paralitik berkepanjangan setelah operasi besar (> 7

- 10 hari), luka multipel, trauma tumpul atau perut terbuka, atau pasien dengan

refleks ileus yang rumit dengan berbagai penyakit medis.

6. Pasien dengan panjang usus normal, tetapi terdapat malabsorpsi sekunder

meliputi sariawan, hypoproteinemia, insufisiensi enzim atau pankreas, enteritis

regional, atau kolitis ulserativa.

7. Dewasa pasien dengan gangguan pencernaan fungsional seperti esofageal

diskinesia setelah kecelakaan serebrovaskular, diare idiopatik, muntah

psikogenik, atau anorexia nervosa.

8. Pasien dengan kolitis granulomatosa, kolitis ulseratif, dan enteritis TB, di mana

bagian-bagian utama dari mukosa absorptif terserang penyakit.

9. Pasien dengan keganasan, dengan atau tanpa cachexia, di antaranya gizi buruk

mungkin membahayakan keberhasilan cara pemberian pilihan terapeutik.

10. Gagal untuk mencoba memberikan kalori yang memadai dengan tabung enteral

atau terdapat sisa residu yang tinggi.

11. Pasien sakit kritis yang hipermetabolik selama lebih dari 5 hari.

Kondisi kontraindikasi diberikannya nutrisi parenteral meliputi:

Page 14: Referat Bedah Hanifa Uci

1. Kurangnya tujuan khusus dari manajemen pasien, atau pada kasus yang bukan

untuk memperpanjang hidup yang bermakna.

2. Periode ketidakstabilan hemodinamik atau kekacauan metabolis yang parah

(misalnya, hiperglikemia berat, azotemia, ensefalopati, hyperosmolality, dan

gangguan cairan elektrolit) membutuhkan kontrol atau koreksi terlebih dahulu

sebelum mencoba pemberian infus yang hipertonik.

3. Pasien layak untuk makan melalui saluran pencernaan, pada sebagian besar

kasus, ini adalah jalan terbaik yang digunakan untuk memberikan gizi.

4. Pasien dengan status gizi yang baik.

5. Bayi dengan usus halus kurang dari 8 cm, ketika bayi tidak mampu beradaptasi

meskipun dengan pemberian gizi parenteral.

6. Pasien yang dengan cara berfikir yang ireversibel atau tidak manusiawi.

3. Rute Nutrisi Enteral Banding Parenteral

Setiap rute pemberian nutrisi suportif berhubungan dengan komplikasi yang

berbeda-beda. Umumnya, komplikasi yang terkait dengan nutrisi parenteral

berhubungan dengan morbiditas yang lebih besar daripada nutrisi enteral karena sifat

invasif dari cara pemberiannya. Rute cara pemberian juga memiliki efek pada fungsi

organ, terutama saluran usus. Substrat makanan yang diberikan oleh rute enteral lebih

baik dimanfaatkan oleh usus daripada diberikan pemberian nutrisi secara parenteral.

Selain itu, pemberian nutrisi secara enteral bila dibandingkan dengan solusi TPN

dapat mencegah atrofi mukosa gastrointestinal, melemahkan respon trauma stres,

menjaga imunokompetensi dan melestarikan flora usus normal.

Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah bahwa rute enteral harus

digunakan sedapat mungkin, tetapi jika rute pemberian secara enteral tidak dapat

dilakukan lebih dari 1 (satu) minggu maka pemberian TPN yang dini harus

dipertimbangkan.

Jadi, pertama-tama harus diusahakan agar pasien bisa makan melalui mulut

dalam bentuk makanan lunak atau makanan cair. Bila ini tidak berhasil, nutrisi enteral

dapat diberikan melalui pipa lambung melalui hidung (nasogastric tube), atau bila

Page 15: Referat Bedah Hanifa Uci

perlu, sonde dapat dimasukkan lebih dalam lagi sampai ke duodenum, bahkan bagian

proksimal yeyunum. Kadang-kadang makanan ini perlu diberikan melalui sonde

gastrostomi atau yeyunostomi. Nutrisi parenteral dapat diberikan sebagai tambahan

bila nutrisi enteral tidak memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

Komplikasi nutrisi enteral, antara lain aspirasi, muntah, diare, salah letak pipa,

sedangkan komplikasi nutrisi parenteral serupa dengan masalah kateter vena, seperti

salah letak, menembus vena, atau tersumbat. Penyulit lain ialah tromboflebitis,

infeksi dan sepsis umum, serta gangguan metabolikyang bisa terjadi karena

pemberian cairan terlalu cepat.

4. Nutrisi Perioperatif

Banyak penelitian meneliti nutrisi suportif preoperatif dan postoperatif, meskipun

hasilnya terdapat banyak konflik. Masalah utama dari data-data tersebut ialah

pengambilan pasien yang tidak mempunyai resiko terhadap komplikasi yang

berkaitan dengan nutrisi. Terutama ketika nutrisi perenteral pada lengan dimasukkan,

hasil sering menunjukkan peningkatan komplikasi septik pada pasien yang

mendapatkan nutrisi parenteral yang seharusnya tidak perlu mendapatkan keadaan

yang penyulit seperti ini. Contoh klasik adalah Veterans Affairs Cooperive Study,

yang secara acak memilih pasien pra operasi bedah untuk diberikan nutrisi parenteral

selama 7 sampai 15 hari sebelum operasi atau untuk kelompok kontrol dengan akses

gratis untuk diet. Jumlah nutrisi parenteral yang diberikan dalam studi melebihi

rekomendasi saat ini, dan ini memperburuk efek negatif. Secara keseluruhan, saat itu

terjadi pengurangan komplikasi penyembuhan (luka terbuka, anastomosis luka yang

tidak adekuat, pembentukan fistula) pada kelompok nutrisi parenteral, tetapi terjadi

peningkatan komplikasi infeksi secara signifikan, terutama pneumonia. Setelah

stratifikasi disesuaikan dengan tingkat gizi buruk yang sudah ada sebelumnya, sangat

jelas manfaat nutrisi parenteral pada pasien gizi buruk, dengan pengurangan yang

signifikan dalam penyembuhan komplikasi dan tidak ada kenaikan (dan penurunan

beberapa) pada komplikasi infeksi.

Page 16: Referat Bedah Hanifa Uci

Dalam percobaan gizi perioperatif, hampir semua percobaan dengan hasil negatif

atau efek negatif dari gizi terjadi pada sebagian besar pasien dengan gizi yang baik.

Namun, percobaan yang menyertakan sejumlah besar pasien malnutrisi menunjukkan

manfaat yang signifikan dengan nutrisi perioperatif. Orang bisa menyimpulkan

bahwa pasien dengan gizi yang baik-yang teridentifikasi setelah anamnesis riwayat

dan pemeriksaan fisik - tidak mungkin untuk mendapatkan manfaat preoperatif baik

menggunakan nutrisi parenteral meupun makanan enteral. Namun, jika pasien

memiliki defisiensi gizi yang sudah ada sebelumnya, terdapat data-data yang

mendukung penggunaan nutrisi suportif di awal sebelum operasi dan/atau periode

pasca operasi.

5. Monitoring Terapi Nutrisi Suportif

Status cairan harus dievaluasi setiap hari pada pasien sakit kritis. Formulasi

nutrisi parenteral harus terkonsentrasi dan natrium harus dikurangi saat berat badan

pasien tiba-tiba meningkat 1-2 kg dalam 24 jam. Laboratorium untuk pengukuran

glukosa, natrium, kalium, status asam-basa, dan fungsi ginjal harus dilakukan setiap

hari, sedangkan pengukuran untuk kalsium, fosfor, dan magnesium harus dilakukan

setidaknya tiga kali seminggu. Konsentrasi trigliserida, tes fungsi hati, hitung darah

lengkap dengan diferensial, waktu prothrombin, dan waktu tromboplastin harus

dinilai mingguan selama fase akut cedera pada populasi pasien ini.

Keseimbangan nitrogen dapat dihitung setelah pengumpulan urin 24 jam untuk

volume dan urea nitrogen yang digunakan untuk menentukan beratnya katabolisme.

Keseimbangan nitrogen didefinisikan sebagai perbedaan antara asupan nitrogen dan

ekskresi nitrogen. Pasien yang memiliki cedera tulang belakang atau kepala berat

akan tetap berada dalam keseimbangan nitrogen negatif bahkan ketika diberikan dosis

protein 2 g/kg/hari disebabkan atrofi disuse. Keseimbangan nitrogen, atau

keseimbangan nol nitrogen, dapat terjadi pada pasien stress, sehat sebelumnya, dan

pasien bedah yang muda.

Konsentrasi protein serum dapat digunakan sebagai ukuran status gizi karena

kenaikan konsentrasi protein tertentu dapat mencerminkan terjadinya anabolisme

Page 17: Referat Bedah Hanifa Uci

protein. Konsentrasi serum albumin merupakan penanda protein yang paling umum

digunakan untuk menilai status gizi. Namun, albumin merupakan penanda yang

buruk untuk menilai status gizi pada pasien sakit kritis karena konsentrasinya cepat

menurun jika terjadi stres atau luka akibat redistribusi dari ruang intravaskuler ke

ruang interstisial, dan karena waktu paruh hidupnya yang panjang (<21 hari). Serum

protein lain, seperti prealbumin dan TFN, lebih sensitif terhadap pemberian nutrisi

suportif karena waktu paruh hidupnya yang lebih pendek yaitu 2 dan 7 hari, masing-

masing. Penilaian kombinasi dengan C Reactive Protein (CRP) dapat

dipertimbangkan karena protein ini merupakan protein serum jangka pendek. CRP

diakui sebagai protein fase akut yang positif, dan sintesisnya meningkat selama

inflamasi dan stres. Jika terjadi peningkatan konsentrasi CRP dan serum prealbumin

tiba-tiba menurun, ini mungkin menandakan adanya suatu kondisi inflamasi yang

mendasari daripada terjadinya penurunan status gizi. Namun, gabungan prealbumin

rendah dan konsentrasi CRP dapat mencerminkan kalori atau protein yang tersedia

tidak memadai. Hal-hal ini merupakan prinsip-prinsip dasar yang bisa digunakan

untuk membantu klinisi dalam membuat penyesuaian yang diperlukan dalam

membuat rejimen gizi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. F. Charles B., Dana K. Anderson, Timothy R. Billiar, David L. Dunn, John G.

hunter, Raphael E. Pollock. Chapter 1. Systemic Response to Injury and Metabolic

Support In: E Book Schwartz's Principles Of Surgery. United States: The McGraw-

Hill Companies. 2007.

2. I Dewa Nyoman S dan Bachyar Bakri. Penilaian Status Gizi, Jakarta: Buku

Kedokteran EGC. 2002.

Page 18: Referat Bedah Hanifa Uci

3. Josef E. Fischer, Justin A. Maykel, and Nicholas E. Tawa JR. Chapter 7 -

Metabolism in Surgical Patients In: Sabiston Textbook of Surgery, 17th edition.

Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004.

4. Kate Willcutts and Kelly O'Donnell. Surgical Diets In: Clinical Nutrition In

Surgical Patient. Canada: Jones and Bartlett Publishers. 2008.

5. Kenneth A. Kudsk, Gordon S. Sacks. Nutrition in the Care of the Patient with

Surgery, Trauma, and Sepsis In: Modern Nutrition in Health and Disease, 10th

Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins. 2006.

6. Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan

Tinggi. 2000.

7. Widjseno-Gardjito. Persiapan Prabedah In: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta:

EGC. 2005.