PENGARUH PEMBIAYAAN MUDHARABAH TERHADAP...

104
PENGARUH PEMBIAYAAN MUDHARABAH TERHADAP PENDAPATAN BMT BINA UMAT SEJAHTERA PONDOK GEDE Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.) Oleh: ANITA MEGA UTAMI NIM. 207046100145 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M

Transcript of PENGARUH PEMBIAYAAN MUDHARABAH TERHADAP...

PENGARUH PEMBIAYAAN MUDHARABAH TERHADAP PENDAPATAN

BMT BINA UMAT SEJAHTERA PONDOK GEDE

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.)

Oleh:

ANITA MEGA UTAMI

NIM. 207046100145

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

Shalawat dan salam tak luput tercurah untuk Nabi besar Muhammad SAW beserta

keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman.

Sebagai insan yang tak lepas dari ketidaksempurnaan, penulis menyadari

skripsi yang berjudul PENGARUH PEMBIAYAAN MUDHARABAH

TERHADAP PENDAPATAN BMT BINA UMAT SEJAHTERA PONDOK

GEDE ini masih banyak kekurangan, dikarenakan keterbatasan ilmu serta

pengalaman yang penulis miliki.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan saran, bimbingan

serta bantuan baik langsung maupun tidak langsung dalam berbagai penyusunan

skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Muamalat, Bapak Ah.

Azharruddin Latif, M.Ag., selaku Sekretaris Program Studi Muamalat, dan Bapak

Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag., selaku Koordinator Teknis Program Non Reguler.

vi

3. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis hingga selesai skripsi ini.

4. Pimpinan dan seluruh staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, terima kasih

atas penyediaan fasilitas kepustakaan sehingga membantu penulis untuk

melakukan studi kepustakaan.

5. Bapak Fuad Ali Budiman, SH., MM., selaku Manager Koordinator Wilayah I yang

telah memberikan izin untuk peneliti untuk mengadakan penelitian di BMT Bina

Umat Sejahtera Pondok Gede, dan Bapak Kukuh Setiawan selaku Kasi Marketing

Wilayah I yang telah meluangkan waktunya untuk membantu peneliti dalam

mendapatkan informasi dan data-data yang diperlukan dalam proses penyelesaian

penulisan ini.

6. Orang tua penulis (Ayah Drs.H. Dahlan MM dan Mamah H. Syarifah) yang selalu

mendoakan secara tulus, memberikan semangat kasih sayang dan dukungannya

baik moril maupun materil, untuk AA, Teteh Ika, Teteh Intan, Afaiz, Afadli yang

telah menberikan masukan dan sarannya, serta untuk keponakan-keponakan

Zaidan, Azzam, Eca, Affan, Kanz yang telah menghibur untuk tetap semangat.

7. Sahabat kuliah penulis Nisa, Uci, Arma, Bili, Ian, Aul, Ical, Kodrat, Dwi, Nahla,

dan teman-teman jurusan Perbankan Syariah angkatan 2007 Non Reguler

khususnya kelas A yang selalu memberikan saran, mensuport, dan membantu

penulis hingga penulisan ini rampung, dan untuk Ka Fida yang telah banyak

membantu dalam memberikan informasi dan sarannya dalam penulisan ini.

vii

8. Rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, namun telah

memberikan kontribusi yang cukup besar sehingga penulis dapat lulus menjalani

perkuliahan di UIN hingga akhir.

Akhirnya penulis dengan segala kerendahan hati, berharap apa yang

merupakan kekurangan terdapat dalam penulisan ini, baik itu yang menyangkut;

penataan kalimat, penelusuran data serta penyajian data secara tuntutan teoritis dan

praktis, itu adalah merupakan gambaran kelemahan dan keterbatasan dari pihak

penulis.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna di kemudian hari dan

memberikan manfaat bagi semua pihak serta rekan-rekan yang membacanya, semoga

yang telah penulis lakukan mendapat Ridha Allah SWT. Amin.

Jakarta, 09 Maret 2011

Anita Mega Utami

viii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 5

D. Kajian Kepustakaan 6

E. Kerangka Teori 7

F. Variabel Penelitian 10

G. Hipotesis 10

H. Metode Penelitian 11

I. Sistematika Penulisan 19

BAB II LANDASAN TEORI

A. Lembaga Keuangan 21

B. Baitul Maal Wat Tamwil 23

ix

C. Pembiayaan 28

D. Mudharabah 36

BAB III GAMBARAN UMUM BMT BINA UMMAT SEJAHTERA

A. Sejarah Singkat 46

B. Visi dan Misi 48

C. Prinsip Operasional 50

D. Produk-Produk 54

E. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah 57

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Perkembangan Pembiayaan Mudharabah 60

B. Analisis Perkembangan Pendapatan BMT 62

C. Pengaruh Pembiayaan Mudharabah Terhadap Pendapatan

BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede 64

D. Strategi BMT Bina Umat Sejahtera dalam Meningkatkan

Pendapatan 75

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 79

B. Saran 81

DAFTAR PUSTAKA 82

LAMPIRAN-LAMPIRAN 85

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Perbandingan Review Studi Terdahulu 6

4.1 Pembiayaan Mudharabah BMT BUS Pondok Gede

Periode 2008-2010 60

4.2 Akumulasi Perubahan Pembiayaan Mudharabah 61

4.3 Pendapatan Mudharabah BMT BUS Pondok Gede

Periode 2002-2010 62

4.4 Akumulasi Perubahan Pembiayaan Mudharabah 63

4.5 Variabel Entered/Removed 64

4.6 Koefisien Penentu (Determinan) 65

4.7 Regresi Pembiayaan Mudharabah 67

4.8 Uji T Statistik 69

4.9 Uji F Statistik 70

4.10 Uji Autokorelasi 73

4.11 Manual Perhitungan Durbin-Watson 74

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Variabel Penelitian 10

2.1 Struktur Organisasi BMT Sederhana 26

2.2 Struktur Organisasi BMT Standar Pinbuk 27

2.3 Skema Akad Mudharabah 45

3.1 Ilustrasi Penyaluran Dana BMT Bina Umat Sejahtera 57

4.1 Uji Normalitas 71

4.2 Uji Heterokedastisitas 72

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ekonomi Islam saat ini di Indonesia mengalami pertumbuhan

yang signifikan. Berdasarkan data statistik perbankan syariah Bank Indonesia bulan

September 2010, secara kuantitas, pencapaian perbankan syariah terus mengalami

peningkatan dalam jumlah bank. Semenjak berdirinya Bank Muamalat Indonesia

tahun 1992 sampai 2005 hanya ada tiga Bank Umum Syariah (BUS), 19 Unit Usaha

Syariah (UUS), dan 92 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dengan total

jumlah kantor baru mencapai 550 unit, dalam rentang lima tahun (2005- 2010),

pertumbuhan perbankan syariah lebih dari dua kali lipat jumlah BUS saat ini telah

mencapai 10 unit dengan 23 UUS dan jumlah BPRS telah mencapai 146 unit dan

total jumlah kantor syariah sebanyak 1,640 unit.1 Secara geografis, sebaran jaringan

kantor perbankan syariah juga telah menjangkau masyarakat di lebih dari 89

kabupaten/kota di 33 provinsi.

Keberhasilan Perbankan Syariah di Tanah air tidak bisa dilepas dari peran

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Kedudukan LKMS yang antara lain

dipersentasikan oleh Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Maal Wat

1 Ali Rama, “Ekonomi Syariah dan Outlook 2011”, artikel diakses pada 31 Desember 2010

dari http://ekonomiislami.wordpress.com/2010/12/31/ekonomi-syariah-dan-outlook-2011/

2

Tamwil (BMT) Koperasi Pesantren (KOPONTREN) sangat vital menjangkau

transakasi syariah di daerah yang tidak bisa dilayani oleh bank umum maupun bank

yang membuka unit syariah.2

Selain bank syariah yang akhir-akhir ini banyak bermunculan di Indonesia,

banyak pula bermunculan lembaga keuangan swasta sejenis yang berprinsip syariah.

Diantaranya adalah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Keberadaan BMT ini

merupakan usaha untuk memenuhi keinginan khususnya sebagian umat Islam yang

menginginkan jasa layanan bank syariah untuk mengelolah perekonomiannya.

Bila menengok perjalanan baitul maal di Indonesia, sebenarnya sudah

sedemikian tua usia kelahirannya, bermula dari pengorganisasian zakat di kalangan

kaum muslimin pada masa pendudukan Jepang yang pada saat itu dimotori oleh

Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) dengan membentuk sebuah Baitul Maal Pusat.3

Ketua Umum Asosiasi BMT Seluruh Indonesia (Absindo), Aries Muftie,

mengatakan saat ini setidaknya terdapat sekitar 25 BMT yang telah terinterkoneksi

satu sama lain dari sekitar 3.000-4.000 BMT di Tanah Air.4

Pertumbuhan BMT di tanah air ini terus melesat, lembaga yang mempunyai

padanan kata usaha mandiri terpadu ini secara konseptual mempunyai dua fungsi

sekaligus yang pertama yaitu sebagai pengembangan harta (baitul tamwil) dan fungsi

2 M. Lutfi Hamidi, Jejak-jejak Ekonomi Syariah (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003),

h.79.

3 Zaidi Abdad, Lembaga Perekonomian Umat di Dunia Islam (Bandung: Angkasa Bandung,

2003), h.84.

4 Yogle Respati, “Interkoneksi BMT 2010,” artikel diakses pada 13 Juli 2010 dari

http://bataviase.co.id/node/293203

3

yang kedua yaitu menerima titipan dana zakat, infak, dan sedekah (baitul maal) serta

mengoptimalkan distribusinya sesuai peraturan dan amanahnya.5

Produk-produk BMT yang bermacam-macam disediakan untuk masyarakat,

misalnya kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada sektor pertanian, industri,

perdagangan barang dan jasa, koperasi, pedagang kecil dan lainnya. Produk-produk

berbasis syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam

berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai

komoditas yang diperdagangkan. Produk pembiayaan BMT diantaranya murabahah,

mudharabah, bai’ bitsamanan ajil, dan musyarakah. Drs Abdullah Yazid MM selaku

ketua BMT Bina Umat Sejahtera mengatakan bahwa produk keuangan yang banyak

diminati di masyarakat adalah mudharabah, ia optimis target tersebut karena

Inkopsyah BMT ini berjalan di jalur perjuangan.6 Produktivitas perlu ditingkatkan

karena merupakan faktor terpenting dalam suatu usaha yang dijalankan agar tetap

dapat tumbuh dan berkembang, serta menentukan daya saing diera pasar bebas yang

akan datang.

Potensi untuk berkembang lebih maju di masa mendatang masih sangat besar.

Namun masih ada banyak kendala dan tantangan dalam operasional BMT-BMT.

Kualitas pembiayaan sangat berpengaruh terhadap efektivitas pendapatan yang

diharapkan. Oleh karena itu kualitas ini harus dijaga, agar jangan sampai menjadi

5 Yeyen Rostiyani, “BMT Harus Menentukan Jati Dirinya,” Republika, 26 Oktober 2010, h.15.

6 Firkah Fansuri, “Aset Inkopsyah BMT Capai Rp 70 M,” Republika, 25 Februari 2011, h.15.

4

pembiayaan bermasalah, yang akibatnya bukan saja menyebabkan kerugian karena

tidak terbayarnya kembali dana yang ditanamkan dalam pembiayaan tersebut.7

Berdasarkan uraian diatas, penulis berpendapat bahwa nampaknya

pembiayaan mudharabah merupakan salah satu unsur yang dapat menpengaruhi

pendapatan BMT. Maka penulis tertarik membahas masalah tersebut dalam penelitian

skripsi dengan judul PENGARUH PEMBIAYAAN MUDHARABAH TERHADAP

PENDAPATAN BMT BINA UMAT SEJAHTERA PONDOK GEDE.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas maka sesuai judul skripsi tersebut di atas

penulis membatasi masalah yaitu besarnya pembiayaan mudharabah dengan

pengaruhnya pada pendapatan BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede.

Dari pembatasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa pokok-

pokok permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh pembiayaan mudharabah terhadap pendapatan BMT

Bina Umat Sejahtera Pondok Gede ?

2. Strategi apa yang dilakukan BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede

dalam meningkatkan pendapatannya ?

7 Zainul Arifin , Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005),

h.194.

5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan masalah yang dirumuskan, maka tujuan pelaksanaan penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembiayaan mudharabah BMT Bina

Umat Sejahtera Pondok Gede.

2. Untuk mengetahui strategi apa yang dilakukan BMT Bina Umat Sejahtera

Pondok Gede dalam meningkatkan pendapatannya.

Adapun Manfaatnya yaitu :

a. Bagi penulis

Memberikan wawasan pengetahuan penulis mengenai pembiayaan

mudharabah dan pendapatan.

b. Bagi Lembaga (BMT).

Memberikan informasi bagi pihak pengelola Perbankan Syariah/Lembaga

Keuangan Syariah dalam usahanya meningkatkan kualitas kinerjanya dalam

usaha mensosialisasikan BMT kepada masyarakat, serta dapat dijadikan

sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

c. Bagi pihak Lain

Menambah wawasan dan pengetahuan dalam dunia bisnis mikro ekonomi

syariah dan masyarakat luas juga dapat mengetahui adanya suatu lembaga

keuangan yang bisa melayani masyarakat khususnya para pedagang kecil

6

dengan sistem syariah Islam. Serta sebagai acuan untuk keperluan penelitian

yang sejenis pada waktu dan tempat yang berbeda.

D. Review Studi Terdahulu

Tabel 1.1

Perbandingan Review Studi Terdahulu

Nama Skripsi

Tahun

Judul Hasil Perbedaan

Mochammad

Irfansyah

2007 Pengaruh

Jumlah

Pembiayaan

yang Disalurkan

Terhadap

Tingkat Rasio

Non Perfoming

Financing (NPF)

Metode

Kuantitatif.

Regresi Y= -

0.0039+0.000006

7X. Setiap adanya

peningkatan

jumlah

pembiayaan yang

disalurkan sebesar

1% maka

menurunkan rasio

NPF sebesar

0.0000067.

Variabel

independen yang

digunakan yaitu

pembiayaan yang

disalurkan dan

variabel dependen

yang digunakan

yaitu NPF

Yanti

Widyarti

2007 Persepsi

Pedagang Kecil

di Pasar

Kanjengan

Terhadap

Pembiayaan

Mudharabah

BMT Bina Umat

Sejahtera

Semarang

Metode Kualitatif.

Regresi Y=

22.45+0.248X.

Semakin baik

variabel persepsi

pedagang kecil

maka pembiayaan

mudharabah

bertambah sebesar

0.248.

Variabel

independen yang

digunakan yaitu

persepsi pedagang

kecil di pasar

kanjengan dan

variabel

dependennya yaitu

pembiayaan

mudharabah.

7

Sriyatun

2009 Analisis

Pengaruh

Pemberian

Pembiayaan

Musyarakah

BMT Terhdap

Peningkatan

Pendapatan

Pedagang Kecil

Metode Kualitatif.

Regresi Y1 = -

3.140 + 1.154X

artinya apabila tidak

terdapat

perubahan

pembiayaan maka

pendapatan akan

mempunyai

skor rata-rata

sebesar 3.140

satuan. Persamaan

Kedua Y2 = -

11.085 + 0.276X

artinya apabila

tidak terdapat

perubahan

pembiayaan maka

pendapatan

nasabah akan

mempunyai skor

rata-rata sebesar -

11.085 satuan

Variabel

independen yang

digunakan yaitu

pemberian

pembiayaan

musyarakah,

sedangkan variabel

dependen yang

digunakan ada dua

yaitu Y1 besarnya

pendapatan

keseluruhan dan Y2

besarnya bagi hasil

E. Kerangka Teori

Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga keuangan yang dalam

melaksanakan akad (transaksi) keuangannya dilakukan dengan berdasarkan prinsip

bagi hasil.

Baitul Mal wat Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya

berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha

produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha

8

kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan

menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.8

Dalam kondisi yang demikian inilah Baitul Maal wat Tamwil (BMT) sebagai

lembaga keuangan mikro berbasis syariah muncul dan mencoba menawarkan solusi

bagi masyarakat kelas bawah mungkin untuk lebih tepatnya disebut dengan lembaga

keuangan syariah (LKS) yaitu organisasi ekonomi yang operasionalnya berdasarkan

syariah Islam. Sebagai lembaga keuangan mikro bergerak dalam kegiatan usaha

menghimpun dan menyalurkan dana dari masyrakat.

Dalam kegiatan penyaluran dana Bank Syariah atau Lembaga Syariah lainnya

melakukan investasi dan pembiayaan. Disebut investasi karena prinsip yang

dilakukan adalah prinsip penanaman dana atau penyertaan, dan keuntungan yang

akan diperoleh bergantung pada kinerja usaha yang menjadi objek penyertaan

tersebut sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah diperjanjikan sebelumnya.9

Disebut pembiayaan karena bank syariah atau lembaga syariah menyediakan dana

guna membiayai kebutuhan nasabah yang memerlukannya dan layak memperolehnya.

Pembiayaan konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang

secara formal di Indonesia masih relatif baru. Lembaga ini tumbuh dan berkembang

8 Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.183.

9 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah , Cet.VI (Jakarta: Pustaka Alvabet,

2006), h.200.

9

seiring dengan dikeluarkannya pranata hukum berupa Kepres No. 61 Tahun 1988

tentang Lembaga Pembiayaan.10

Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang diberikan oleh satu pihak

kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik

dilakukan sendiri maupun lembaga.11

Dengan kata lain, pembiayaan adalah

pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.

Dalam pelayanan, lembaga-lembaga syariah harus berupaya tampil sebagai

lembaga yang memiliki mutu layanan yang berkualitas, meskipun hal itu masih dalam

bentuk perencanaan. Oleh sebab itu untuk menciptakan kepuasan mitra usaha, para

pemerhati ekonomi syariah dituntut berusaha melakukan penambahan produk atau

memberikan inovasi produk dan pemenuhannya dengan tujuan pemenuhan kebutuhan

masyarakat.

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk

mendapatkan perhatian, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi dan yang dapat meliputi

barang secara fisik, jasa, kepribadian, tempat, organisasi dan gagasan atau buah

pikiran.12

Produk dapat diklasifikasikan baik sebagai produk bisnis (industri) atau

sebagai produk konsumen, tergantung dari niat para pembeli. Perbedaan kunci antara

10

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Cet.II (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.102.

11

M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah (Bandung: Alfabeta, 2010),

h.42.

12

Sofjan Assauri, Manajement Pemasaran, Cet.VII (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2004), h.200.

10

kedua jenis produk adalah penggunaannya. Jika penggunaan yang diharapkan adalah

untuk keperluan bisnis, maka produk diklasifikasikan sebagai produk bisnis atau

produk industri.13

F. Variabel Penelitian

Gambar 1.1

Variabel Penelitian

Untuk lebih jelasnya dan fokus variabel penelitian ini maka variabel

penelitian sebagai berikut :

X = Pembiayaan Mudharabah

Y = Pendapatan BMT

G. Hipotesis

Hipotesis adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, oleh karen itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk

13

Charles W. Lamb, dkk, Pemasaran, Ed.1 (Jakarta: Salemba Empat, 2001), h.414.

Pembiayaan

Mudharabah

X

Pendapatan BMT

Y

Sumber : Diolah Penulis

11

kalimat pertanyaan.14

Karena sifatnya masih sementara, maka perlu dibuktikan

kebenarannya melalui suatu pengujian atau test yang disebut tes hipotesis. Ada dua

macam hipotesis yang dibuat dalam suatu percobaan penelitian, yaitu hipotesis nol

(H0) dan hipotesis alternatif (H1).15

Adapun rumusan hipotesisnya yaitu:

1. H0 : β = 0, tidak terdapat pengaruh yang linear antara variabel pembiayaan

mudharabah dengan pendapatan BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede.

2. H1 : β ≠ 0, terdapat pengaruh yang linear antara variabel pembiayaan

mudharabah dengan pendapatan BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede.

Dalam hipotesis ini disebutkan bahwa pembiayaan Mudharabah mempunyai

pengaruh terhadap pendapatan BMT Bina Umat Sejatera Pondok Gede.

H. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian yang digunakan skripsi ini adalah :

a. Penelitian Pustaka (Library research), dalam penulisan ini penulis

menelaah data tertulis yang berhubungan dengan topik permasalahan

penelitian baik dalam bentuk buku, artikel makalah, koran, majalah

dan lain-lain untuk menemukan kajian teoritis.

b. Penelitian Lapangan (Field research), untuk mendapatkan data-data

secara langsung. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field

14

Sugiyono, Metodologi Penelitian Bisnis (Bandung: Alvabeta, 2009), h.93.

15 Ety Rochayety, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis dengan Aplikasi SPSS (Jakarta: Mitra

Wacana Media,2009), h.108.

12

research) bersifat deskriptif analitis, maksudnya memaparkan data-

data yang ditemukan di lapangan dan menganalisisnya untuk

mendapatkan kesimpulan yang benar dan akurat.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan empiris

kuantitatif yaitu pendekatan yang memungkinkan pencatatan hasil

penelitian dalam bentuk angka. Populasi adalah kumpulan dari

individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan.16

Sample

adalah bagian dari populasi.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di KJKS BMT Bina Umat Sejahtera

Pondok Gede, cabang ke-64 yang beralamatkan : Jln. Raya Pondok Gede

No.1 RT006/RW01, Jakarta Timur 13810.

4. Sumber Data Penelitian

a. Data primer adalah data yang diperolah langsung dari salah satu

seorang staff bagian resepsionis BMT Bina Umat Sejahtera

Pondok Gede.

b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan-laporan

atau data-data berupa data kuantitatif yang dikeluarkan oleh BMT

Bina Umat Sejahtera Pondok Gede.

16

Moh Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2009), h.271.

13

5. Teknis Analisis Data

Analisis kuantitatif statistik yaitu metode analisis regresi dengan

menggunakan data-data yang sudah ada

Alasan menggunakan regresi linear sederhana adalah untuk

mendapatkan tingkat akurasi dan dapat mengetahui apakah terdapat

pengaruh yang signifikan antara variabel independen (pembiayaan

mudharabah) terhadap variabel dependen (pendapatan BMT).

a. Regresi Linear Sederhana

Metode regresi linear sederhana adalah suatu metode analisisis

yang dipergunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen. Dengan persamaan umum

Regresi Linear Sederhana sebagai berikut :

Keterangan :

X = Variabel independen yaitu pembiayaan mudharabah

Y = Variabel dependen yaitu pendapatan BMT

a = Konstanta yaitu nilai Y bila X = 0

b = Koefisien regresi yaitu perubahan pada Y jika X berubah satu satuan

Y = a + bX

14

b. Koefisien Determinasi

Analisis untuk mengetahui seberapa besar sumbangan atau

kontribusi variabel independen (pembiayaan mudharabah) terhadap

variabel dependen (pendapatan BMT). Besar koefisien determinasi

(R2) didapat dari menguadratkan koefisien korelasi (r). Koefisien

Determinasi dapat dilambangkan dengan (R2). Dengan rumus :

Keterangan :

R2 = Koefisien Determinasi

r = Koefisien Korelasi

Sedangkan koefisien korelasi dapat dihitung dengan rumus :17

c. Uji Hipotesis

1) Uji t

Pengujian t statistik adalah pengujian terhadap masing-

masing variabel independen. Uji t (coefficient) akan dapat

17

J.Supranto, Statistik: Teori dan Aplikasi, Jilid II, Ed.4 (Jakarta: Erlangga, 2001), h. 201.

R2 = r

2 x 100%

n . ∑X.Y - ∑X.∑Y

√(n.∑X2 – (∑X)

2 . (n. ∑Y

2 – (∑Y)

2)

r =

15

menunjukkan pengaruh masing-masing variabel independen

(secara parsial) terhadap variabel dependen.

Hipotesisnya yang digunakan :

a) Bila Ho : bi ≤ 0 = Variabel Independen berpengaruh negatif

terhadap variabel dependen.

b) Bila Ho : bi > 0 = Variabel Independen berpengaruh

positif terhadap variabel dependen.

Jika t tabel > t hitung maka Ho diterima, berarti variabel

independen secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap

variabel dependen.

Jika t tabel < t hitung, maka Ho ditolak, berarti variabel

independent secara individual berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel dependen.

Dalam pengolahan uji t statistik bertujuan melihat seberapa

besar pengaruh masing-masing variabel independen (pembiayaan

mudharabah) terhadap variabel dependen (pendapatan BMT).

2) Uji F

Pengujian F statistik adalah uji secara bersama-sama

seluruh variabel independennya terhadap variabel

dependennya. Perhitungan statistik F dari ANOVA dilakukan

16

dengan membandingkan dengan nilai kritis yang diperoleh dari

tabel distribusi F pada tingkat signifikan tertentu.

Hipotesis yang digunakan adalah :

a) Ho : b1 = b2 = 0, berarti variabel independen secara

keseluruhan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

b) Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0, berarti variabel independen secara

keseluruhan berpengaruh terhadap variabel dependen.

Jika F-tabel > F-hitung berarti Ho diterima atau variabel

independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen.

Jika F-tabel < F-hitung berarti Ho ditolak atau variabel

independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap

variabel independen.

Bila nilai signifikansi annova < 0.05 maka model ini layak

atau fit. Apabila hipotesis nol ditolak berarti secara bersama-sama

variabel independen (pembiayaan mudharabah) mempunyai

pengaruh terhadap variabel dependen (pendapatan BMT).

17

d. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi variabel terikat dan bebas keduanya terdistribusi normal

atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data

normal atau mendekati normal.

Untuk mengetahui apakah data normal atau tidak maka dapat

dideteksi dengan melihat normality probability plot. Jika data

(titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Tetapi

jika data (titik) menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak

mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi

asumsi normalitas.18

2) Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari satu

pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, hal tersebut

dinamakan heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah

tidak terjadi heterokedastisitas.

18

Singgih Santoso, Buku Latihan SPSS Statistik Parametik (Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, 2000), h.214.

18

Untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas pada suatu

model regresi, maka dapat dilihat pada scatterplot model tersebut.

Dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Titik-titik (data) menyebar di atas dan di sekitar angka 0

b) Titik-titik (data) tidak mengumpul hanya dibawah saja

c) Penyebaran titik-titik (data) tidak boleh membentuk pola

bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar

kembali

d) Penyebaran titik-titik (data) sebaiknya tidak berpola.

3) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apaka dalam sebuah

model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu

pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1

sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada

problem autokorelasi. Dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Angka D-W diantara -2 sampai +2, maka tidak ada

autokorelasi

b) Angka D-W di bawah -2 maka terjadi autokorelasi positif

c) Angka D-W di atas +2 maka terjadi autokorelasi negatif.

19

6. Teknik Penulisan skripsi

Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Buku

Pedoman Penulisan Skripsi: Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Fakultas Syariah dan Hukum.

I. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini yaitu :

BAB I PENDAHULUAN yang meliputi : Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Kejian Kepustakaan, Kerangka Teori, Variabel Penelitian, Hipotesa,

Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI yang meliputi : Lembaga Keuangan, Baitul Maal

Wat Tamwil (BMT), Pembiayaan, dan Mudharabah.

BAB III GAMBARAN UMUM BMT BINA UMAT SEJAHTERA yang

meliputi : Sejarah Singkat BMT Bina Umat Sejahtera, Visi dan Misi

BMT, Prinsip Operasional, Produk-produk dan Pelaksanaan

Pembiayaan mudharabah.

20

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN yang meliputi : Analisis

Perkembangan Pembiayaan Mudharabah, Analisis Perkembangan

Pendapatan BMT, Pengaruh Pembiayaan Mudharabah Terhadap

Pendapatan BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede, dan Strategi BMT

Bina Umat Sejahtera Pondok Gede dalam Meningkatkan Pendapatan.

BAB V PENUTUP yang meliputi : Kesimpulan dan Saran

21

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Lembaga Keuangan

1. Pengertian Lembaga Keuangan

Istilah lembaga keuangan merupakan padanan dari istilah bahasa

Inggris financial institution. Sebagai badan usaha, lembaga keuangan

menjalankan usahanya di bidang jasa keuangan, baik penyediaan dana untuk

membiayai usaha produktif dan kebutuhan konsumtif, maupun jasa keuangan

bukan pembiayaan.1

Menurut Y. Sri Susilo, lembaga keuangan adalah semua badan yang

kegiatannya bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran

dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.2

Andri Soemitra mendefinisikan lembaga keuangan adalah setiap

perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang keuangan.3

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, penulis dapat

menyimpulkan lebih lanjut bahwa lembaga keuangan adalah lembaga atau

perusahaan sejenisnya yang dalam kegiatan lembaga tersebut dapat berupa

1 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Cet.II ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.1.

2 Y.Sri Susilo,dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2000),h.2-3.

3 Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Cet.I (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group,2009), h.29.

22

menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang ingin

membuka usaha atau berinvestasi.

Secara umum, lembaga keuangan berperan sebagi lembaga

intermediasi keuangan. Intermediasi merupakan proses penyerapan dana dari

unit surplus ekonomi, baik sektor usaha, lembaga pemerintah maupun

individu (rumah tangga) untuk menyediakan dana bagi unit ekonomi lain.

Intermediasi keuangan merupakan kegiatan pengalihan dana dari unit

ekonomi surplus ke unit ekonomi defisit.4

Fungsi lembaga keuangan bisa ditinjau dari empat aspek, yaitu dari

sisi penyediaan jasa-jasa penyedia finansial, kedudukannya dalam sistem

perbankan, sistem finansial, dan sistem moneter.5

Sesuai dengan sistem keuangan yang ada, maka dalam operasionalya

Lembaga Keuangan Syariah secara esensial berbeda dengan lembaga

keuangan konvensional baik dalam tujuan, mekanisme, kekuasaan, ruang

lingkup serta tanggung jawabnya.

4 Veithzal Rivai, dkk, Bank and Finansial Institution Management (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2007), h.20.

5 Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Cet. I (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group,2009), h.53.

23

B. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)

1. Pengertian BMT

Menurut Euis Amalia, Baitul Maal wa at-Tamwil (BMT) adalah

lembaga swadaya masyarakat, dalam artian, didirikan dan dikembangkan oleh

masyarakat.6

M. Zaidi Abdad mendefinisikan bahwa ‘baitul mal’ adalah suatu

lembaga keuangan yang dibentuk pemerintahan Islam guna mengatur segala

aktivitas perputaran keuangan, baik mulai penerimaan, penyimpanan, maupun

pendistribusian untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat berdasarkan

Syariat Islam.7

Andri Soemitra mendefinisikan BMT adalah kependekan kata Balai

Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Maal wat Tamwil, yaitu lembaga

keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip Syariah.8

Dari definisi di atas mengandung pengertian bahwa BMT merupakan

lembaga pendukung kegiatan. BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi

utama yaitu: 9

6 Euis Amalia, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2009), h.82.

7 M. Zaidi Abdad, Lembaga Perekonomian Umat Di Dunia Islam (Bandung: Angkasa, 2003),

h.79. 8 Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Cet.I (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group,2009), h.51.

24

a. Baitul Tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan

pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan

kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain

mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan

ekonomi;

b. Baitul Mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak, dan sedekah

serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan

amanahnya.

Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

BMT merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat bawah

dan kecil dengan berlandaskan sistem syariah, yang mempunyai tujuan

meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat dan

mempunyai sifat usaha yakni usaha bisnis, mandiri, ditumbuh kembangkan

dengan swadaya dan dikelolah secara profesional. Sedangkan dari segi aspek

Baitul Maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran

dana yang non-profit, seperti zakat, infaq, dan sadaqoh.10

9 Ibid, h.447.

10 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi

(Yogjakarta: Ekonisia, 2005), h.103.

25

2. Prinsip-Prinsip Utama BMT

Dalam mengembangkan prinsip BMT, BMT sendiri mempunyai

prinsip-prinsip utama, yaitu:11

a. Keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT dengan

mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dan muamalah Islam ke

dalam kehidupan nyata;

b. Keterpaduan (Kaffah) dimana nilai-nilai spiritual berfungsi

mengarahkan dan menggerakan etika dan moral yang dinamis,

proaktif, progresif, adil, dan berahlak mulia;

c. Kekeluargaan (kooperatif);

d. Kebersamaan;

e. Kemandirian;

f. Profesionalisme;

g. Istikamah: konsisten, kontinuitas atau berkelanjutan tanpa henti dan

tanpa pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maju ke tahap

berikutnya, dan hanya kepada Allah berharap.

3. Struktur Organisasi

Untuk memperlancar tugas BMT, maka diperlukan struktur yang

mendeskripsikan alur kerja yang harus dilakukan oleh personil yang ada di

11

Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, h.449-450.

26

dalam BMT tersebut. Adapun struktur tersebut terbagi menjadi struktur

organisasi sederhana dan standar pinbuk.

Gambar 2.1

Struktur Organisasi BMT Sederhana12

12

A.Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h.193.

Badan Pendiri

Badan Pengawas

Anggota BMT

Badan Pengelola

27

Gambar 2.2

Struktur Organisasi BMT Standar Pinbuk13

Dalam struktur organisasi standar pinbuk, musyawarah anggota pemegang

simpanan pokok melakukan koordinasi dengan Dewan Syariah dan pembina

manajemen dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan oleh

manajer. Manajer memimpin keberlangsungan maal dan tamwil. Tamwil terdiri dari

pemasaran, kasir, dan pembukuan. Sedangkan anggota dan nasabah berhubungan

koordinatif dengan maal, pemasaran, kasir, dan pembukuan.

13

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, Cet.III

(Yogyakarta: Ekonisia, 2005), h.107.

Musyawarah Anggota Pemegang

Simpanan Pokok

Dewan Syariah

Pemasaran

Maal Tamwil

Manajer

Pembina Manajemen

Anggota dan Nasabah

Pembukuan Kasir

Keterangan : Garis Koordinasi

Garis Komando

28

C. Pembiayaan

1. Lembaga Pembiayaan

Pemaparan terhadap pembiayaan akan dijelaskan terlebih dahulu

dengan singkat yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan. Istilah lembaga

pembiayaan merupakan padanan dari istilah bahasa Inggris financing

intitution. Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan

pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana atau barang

modal dan tidak menarik dana secara langsung.14

2. Unsur-Unsur Lembaga Pembiayaan

Berdasarkan definisi di atas, dalam pengertian lembaga pembiayaan

terdapat unsur-unsur sebagai berikut.15

a. Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan

untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha

lembaga pembiayaan.

b. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan pekerjaan atau aktivitas

dengan cara membiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha yang

membutuhkan.

14

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, h.1.

15 Ibid, h.2.

29

c. Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan uang untuk suatu

keperluan.

d. Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu

atau barang lain, seperti mesin-mesin, peralatan pabrik dan

sebagainya.

e. Tidak menarik dana secara langsung (non deposit taking) artinya tidak

mengambil uang secara langsung dalam giro, deposito, tabungan, dan

surat sanggup bayar kecuali hanya untuk dipakai sebagai jaminan

utang kepada bank yang jadi kreditornya.

f. Masyarakat, yaitu yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka

anggap sama.

3. Pengertian Pembiayaan

Dalam kegiatan penyaluran dana Bank Syariah atau Lembaga Syariah

lainnya melakukan investasi dan pembiayaan. Disebut investasi karena prinsip

yang dilakukan adalah prinsip penanaman dana atau penyertaan, dan

keuntungan yang akan diperoleh bergantung pada kinerja usaha yang menjadi

objek penyertaan tersebut sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah

diperjanjikan sebelumnya.16

Disebut pembiayaan karena Bank Syariah

16

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajement Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005),

h.200.

30

maupun Lembaga Syariah menyediakan dana guna membiayai kebutuhan

nasabah yang memerlukan dan layak memperolehnya.

Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang diberikan oleh satu

pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan,

baik dilakukan sendiri maupun lembaga. 17

Menurut Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008

Pasal 1 No. 25, dinyatakan bahwa :

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan

dengan itu berupa:

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan

istishna’;

d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS

dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas

17

M.Nur Al Arif, Dasar-Dasar dan Pemasaran Bank Syariah (Bandung: Avabeta, 2010),

h.42.

31

dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.18

Antonio memandang bahwa pembiayaan adalah pemberian fasilitas

penyediyaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan

defisit unit.19

Dari uraian-uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

pembiayaan bisa berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang

misalnya bank atau lembaga pembiayaan membiayai pembelian mobil atau

barang lainnya. Kemudian adanya kesepakatan antara pihak pemberi

pembiayaan terhadap pihak penerimaan pembiayaan dengan perjanjian yang

telah disepakati. Dalam perjanjian pembiayaan tercakup hak dan kewajiban

masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta perolehan keuntungan

yang telah ditetapkan bersama berdasarkan kedua belah pihak.

4. Jenis-Jenis Pembiayaan

Kegiatan pembiayaan (financing) yaitu pemberian fasilitas penyediaan

dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.

Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal,

yaitu:

18

UU ini diakses pada 13 Februari dari http://www.dpr.go.id/id/undangundang/2008/21/UU/-

Perbankan-Syariah

19 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Cet.I ( Jakarta: Gema

Insani Press, 2001), h.160.

32

a. Pembiayaan Produktif

Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk pembiayaan sektor

produktif, seperti pembiayaan modal kerja, pembiayaan pembelian

barang modal dan lainnya yang mempunyai tujuan untuk

pemberdayaan sektor riil.20

Menurut keperluannya, pembiayaan Produktif dapat dibagi dalam

hal berikut:21

1) Pembiayaan Modal Kerja, yaitu yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan, diantaranya:

a) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu

jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu

peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi;

b) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility

of place dari suatu barang.

2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan

barang-barang modal (capital goods) beserta fasilitas-

fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

20

M.Nur Al Arif, Dasar-Dasar dan Pemasaran Bank Syariah, h.43.

21 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajement Bank Syariah, h.201.

33

b. Pembiayaan Konsumtif

Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk pembiayaan yang

bersifat konsumtif, seperti pembiayaan untuk pembelian rumah,

kendaraan bermotor, pembiayaan pendidikan, dan apapun yang

sifatnya konsumtif.22

5. Prinsip Pembiayaan

Pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah maupun lembaga

syariah untuk menyalurkan dana yang telah dihimpunnya kepada masyarakat

melalui pembiayaan dapat dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:

a. Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli

Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki

barang, dimana keuntungan telah ditentukan di depan dan menjadi

bagian harga atas barang atau jasa yang dijual.23

Akad yang

dipergunakan dalam produk jual beli ini antara lain:

1) Murabahah

Murabahah adalah jual beli pada harga asal dengan

tambahan keuntungan yang disepakati.24

22

A Arif, Dasar-Dasar dan Pemasaran Bank Syariah, h.43.

23 Ibid.h.43.

24 Syafi’i Antonio, Bank SyariahDari Teori Ke Praktek, h.101.

34

2) Salam

Salam adalah bentuk jual beli dengan pembayaran di

muka dan penyerahan barang dikemudian hari (advanced

payment atau forward buying atau future sales) dengan harga,

spesifikasi, jumlah, kualitas, dan tanggal dan tempat

penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelum dalam

perjanjian.25

3) Istishna

Istishna adalah akad jual beli antara pemesan atau

pembeli (mustashni’) dengan produsen atau penjual (shani’)

dimana barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat

(manufactured) lebih dahulu dengan kriteria yang jelas.26

b. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa

Pembiayaan dengan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan

jasa, dimana keuntungan ditentukan di depan dan menjadi bagian

harga atas barang atau barang yang di sewa.27

Yang termasuk dalam

katagori ini adalah ijarah dan Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT).

25

Veitzal Rifai, dkk, Bank and Finansial Institution Management, h.780

26Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di

Indonesia, Cet.III (Jakarta: Kencana, 2006), h.91.

27 M.Nur Rianto, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, h.48.

35

c. Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil

Prinsip ini digunakan untuk usaha kerja sama yang ditujukan

untuk mendapatkan barang dan jasa sekaligus, produk tersebut terdiri

dari:

1) Musyarakah

Musyarakah yaitu pembiayaan sebagian kebutuhan

modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai

kesepakatan.28

2) Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua

pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan

seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi

pengelola.29

d. Pembiayaan dengan Akad Pelengkap

Sedangkan pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan

untuk mempelancar pembiayaan dengan menggunakan prinsip-

prinsip di atas. Berikut akad pelengkap tersebut, yaitu: hawalah (alih

hutang-piutang), rahn (gadai), qard (pinjaman uang), wakalah

(perwakilan), kafalah (garansi bank).

28

Wirdyaningsih, Bank Dan Ansuransi Islam Di Indonesia, Cet.III (Jakarta: Kencana Prenada

Media, 2005), h.119.

29 Syafi’i Antonio, Bank Syariah, h.95.

36

D. Mudharabah

1. Pengertian Mudharabah

Istilah mudharabah merupakan istilah yang paling banyak digunakan

oleh bank-bank Islam. Prinsip ini juga dikenal sebagai qiradh atau

muqaradah.

Wirdyaningsi mendefinisikan mudharabah adalah akad antara pihak

pemilik modal (shahibul mal) dengan pengelola (mudharib) untuk

memperoleh pendapatan atau keuntungan.30

Sri Nurhayati dan Wasilah mendefinisikan mudharabah adalah akad

kerjasana usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan

kegiatan uasaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesapakatan

kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si

pemilik dana kecuali disebabkan oleh kesalahan (misconduct), kelalaian

(negligence), atau pelanggaran (violation) oleh pengelola dana.31

Slamet Wiyono mendefinisikan mudharabah adalah akad kerjasama

untuk usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola

dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka, jika usaha

mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana,

30

Wirdyaningsih, Bank Dan Ansuransi Islam Di Indonesia, h.105.

31 Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat,

2008), h.112.

37

kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelolah dana,

seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.32

Sedangkan menurut Veitzal Rifai, dkk mendefinisikan mudharabah

adalah bentuk pembiayaan bagi hasil ketika si pemilik modal, biasa disebut

shahibul mal atau rabbul mal, menyediakan modal (100%) kepada pengusaha

sebagai pengelola, biasa disebut mudharib, untuk melakukan aktivitas

produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi di

antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelum dalam akad

(yang besarnya juga dipengaruhi oleh kekuatan pasar).33

Dari beberapa definisi di atas, maka penulis dapat menyimpulkan

bahwa mudharabah adalah kerjasama antara kedua belah pihak yang memiliki

dan menyediakan modal guna membiayai suatu usaha, pihak penyedia modal

disebut shohibul maal dan pihak pengusaha yang usahanya dibiayai disebut

dengan mudharib. Dengan demikian, pembiyaan mudharabah adalah

pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga syariah seperti BMT kepada pihak

lain untuk suatu usaha yang produktif.

Dari pembiayaan ini BMT sebagai pemilik modal membiayai

pembiayaan sebesar 100% kebutuhan suatu usaha, sedangkan nasabah

bertindak sebagai mudharib. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana

32

Slamet Wiyono, Akuntansi Perbankan Syariah: Berdasarkan PSAK dan PAPSI (Jakarta:

PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), h.122.

33 Veitsal Rifai, dkk, Bank and Finansial Institution Management, h.772.

38

dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara kedua

belah pihak yaitu pihak BMT dengan pihak pengusaha.

2. Jenis-Jenis Mudharabah

Mudharabah terdiri dari dua jenis yaitu mudharabah muthlaqah

(investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (investasi terikat).34

a. Mudharabah Muthlaqah

Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah

muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan

mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh

spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.35

b. Mudharabah Muqayyadah

Yaitu transaksi mudharabah ketika shohibul mal

menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi mudharib, baik

mengenai tempat, tujuan, maupun jenis usahanya.36

Dalam

skim ini mudharib tidak diperkenankan untuk mencampurkan

dengan modal atau dana lain. Pembiayaan mudharabah

34

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2008), h.48.

35 Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2001),

h.97.

36 Veitsal Rifai, dkk, Bank and Finansial Institution Management, h.790.

39

muqayyadah antara lain digunakan untuk investasi khusus dan

reksadana.

3. Landasan Hukum Mudharabah

Mudharabah pada dasarnya dapat dikatagorikan ke dalam salah satu

bentuk musyarakah (perkongsian). Namun para cendikiawan fikih Islam

meletakan mudharabah dalam posisi yang khusus dan meberikan landasan

hukum tersendiri.

a. Landasan Hukum Al-Qur’an

Artinya : “... dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian

karunia Allah SWT...” (QS. Al-Muzzamil /73:20)

Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebarlah kamu di muka

bumi dan carilah karunia Allah SWT”. (QS. Al-Jumuah /63:10)

40

b. Landasan Hukum Al-Hadits37

Artinya: Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib

jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia

mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni

lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan

tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.

Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. dan

Rasulullah pun membolehkannya.” (HR Thabrani)

Artinya: Dari Shalih bin Shuhaib r.a dari ayahnya ia berkata bahwa Rasulullah

saw. bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual

beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur

gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”

(HR Ibnu Majah no.2280, kitab at-Tijarah).

37

Syafi’i Antonio, Bank Syariah, h. 96.

41

4. Ketentuan Pembiayaan Mudharabah

Sedangkan landasan hukum pembiayaan mudharabah terdapat dalam

Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah

(Qiradh). Dalam diktum pertama tentang ketentuan pembiayaan

menyebutkan sebagai berikut:38

a. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh

lembaga keuangan lembaga syariah kepada pihak lain untuk suatu

usaha yang produktif.

b. Dalam pembiayaan ini, lembaga keuangan syariah sebagai shaibul

maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek

(usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai

mudharib atau pengelola usaha.

c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian

keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak

(lembaga keuangan syariah dengan pengusaha).

d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah

disepakati bersama dan sesuai dengan syariah dan lembaga

keuangan syariah tidak ikut serta dalam management perusahaan

atau proyek, tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan

dan pengawasan.

38

Adrian Sutendi, Perbankan Syariah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), h.71-72.

42

e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam

bentuk tunai dan bukan piutang.

f. Lembaga keuangan syariah sebagai penyedia dana menanggung

semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali mudharib

(nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai menyalahi

perjanjian.

g. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,

namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat

meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini

hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan

pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam

akad.

h. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme

pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan

fatwa DSN.

i. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

j. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau

melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak

mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

43

5. Rukun dan Syarat Mudharabah

a. Rukun mudharabah ada empat yaitu:39

1) Pelaku, terdiri atas: pemilik dana dan pengelola dana

2) Objek mudharabah, berupa: modal dan kerja

3) Ijab kabul atau serah terima

4) Nisbah keuntungan

b. Syarat-syarat mudharabah, sesuai dengan rukun yang dikemukakan

di atas adalah :

1) Orang yang berakal harus cakap bertindak hukum dan cakap

diangkat sebagai wakil.

2) Mengenai modal disyaratkan : a) berbentuk uang, b) jelas

jumlahnya, c) tunai, dan d) diserahkan sepenuhya kepada

mudharib (pengelola). Oleh karenanya jika modal itu

berbentuk barang, menurut Ulama Fiqh tidak dibolehkan,

karena sulit untuk menentukan keuntungannya.

3) Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan bahwa pembagian

keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing diambil dari

keuntungan dagang itu.

39

Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia, h.116.

44

6. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan Mudharabah

Secara umum dapat penulis simpulkan bahwa tujuan pembiayaan

mudharabah terbagi dua, yaitu tujuan untuk tingkat ekonomi makro dan

mikro. Tujuan pembiayaan mudharabah untuk tingkat makro diantaranya,

peningkatan ekonomi umat, tersedianya dana untuk peningkatan usaha,

peningkatan produktifitas, pembukaan lapangan kerja baru, dan terjadinya

distribusi pendapatan. Sedangkan tujuan di tataran ekonomi mikro antara lain,

maksimalisasi laba, minimalisasi resiko, pendayagunaan sumber daya

ekonomi yang merupakan mixing antara sumber daya alam, sumber daya

manusia, serta sumber daya modal, dan terakhir adalah untuk menyalurkan

kelebihan dana.

Adapun fungsi pembiayaan mudharabah antara lain adalah

meningkatkan daya guna uang dan barang, meningkatkan peredaran uang,

menimbulkan kegairahan usaha, meningkatkan stabilitas ekonomi dan sebagai

jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.

Dari beberapa tujuan dan funsi pembiayaan mudharabah seperti yang

telah diuraikan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan dan

fungsi pembiayaan mudharabah adalah untuk mengembangkan potensi

masing-masing, yakni potensi pemilik modal yang tidak memiliki keahlian

usaha dengan pemilik proyek yang tidak memiliki modal untuk sama-sama

mendapatkan keuntungan.

45

7. Mekanisme Mudharabah

Gambar 2.3

Skema Akad Mudharabah

KEUNTUNGAN

PROYEK/USAHA

AKAD MUDHARABAH

MODAL

PEMODAL

SHAHIBUL

MAAL

PENGUSAHA

MUDHARIB

Modal 100%

SKIL

L

Bagian Keuntungan X

MODAL 100%

Bagian Keuntungan Y

46

BAB III

GAMBARAN UMUM BMT BINA UMAT SEJAHTERA

A. Sejarah Singkat BMT Bina Umat Sejahtera

KJKS Baitul Maal Wat Tamwil Bina Ummat Sejahtera berdiri,

bermula dari sebuah keprihatinan menatap realitas perekonomian masyarakat

lapis bawah yang tidak kondusif dalam mengantisipasi perubahan masyarakat

global. BMT Bina Ummat Sejahtera (BUS), didirikan tahun 1995, beroperasi

di daerah pesisir utara Jawa, diantara nelayan-nelayan kecil, di Lasem,

Rembang. Pemrakarsanya adalah para sahabat Drs Abdullah Yazid MM, S-2

di Universitas Muhammadiyah Solo, berhasil menggerakkan lebih dari 20

para pendiri dengan mengumpulkan modal awal Rp. 10 juta.

Tahun 1996 Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orsat

Rembang berusaha menggerakkan organisasi dengan mendirikan sebuah

lembaga keuangan alternatif berupa usaha simpan pinjam yang dimotori

gerakan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Diresmikan Tanggal 10

November 1996. Oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (Orsat

47

Kabupaten Rembang) Badan Hukum Koperasi Serba Usaha “Unit Simpan

Pinjam” Nomor Badan Hukum 13801 / BH / KWK.11 / III / 1998.1

Karena perkembangan lembaga ini mendapat tanggapan yang baik dari

masyarakat, maka pada tahun 1998 berubah menjadi Koperasi Serba Usaha

(KSU), pada tahun 2002 berubah menjadi Koperasi Simpan Pinjam Syari'ah

(KSPS) BMT Bina Ummat Sejahtera sampai pada akhirnya pada tahun 2006

berubah menjadi Koperasi Jasa Keuangan Syari'ah (KJKS).

Melihat perkembangan lembaga ini, maka kantor cabang pun mulai

diliris di DKI Jakarta yaitu sejak bulan Oktober 2007. Untuk cabang yang

pertama di Jakarta yaitu terletak di Tanjung Priuk. kemudian BMT Bina Umat

Sejahtera membuka cabang di daerah Pondok Gede Jakarta Timur, dengan

berbagai pertimbangan dan dorongan dari para sahabat bapak Abdullah Yazid

dengan dibukannya kantor cabang di daerah Pondok Gede karena dianggap

bisa menjadi percontohan.2

Sebagaimana motto KJKS BMT Bina Ummat Sejahtera sebagai

"Wahana Kebangkitan Ekonomi Ummat" Dari Ummat Untuk Ummat,

Sejahtera Untuk Semua.

Sejak awal berdiri sampai sekarang KJKS Bina Ummat Sejahtera

senantiasa mengedepankan kepentingan anggota, salah satu wujud kepedulian

1 Ditulis oleh Administrator Rabu, 26 Mei 2010 11:53 Identitas Lembaga, http://bmt bus.com

/index.php?option=com_content&view=article&id=53&Itemid=65

2 Wawancara pribadi dengan bapak Kukuh Setiawan, Kasi Marketing Wiayah I, Jakarta 31

Januari 2011.

48

tersebut tercermin dalam program kerja yang telah disusun untuk kepentingan

anggota, program-program yang saat ini telah teraplikasi seperti pembagian

hadiah untuk anggota si Rela secara proposianal tanpa diundi, kepedulian

terhadap dunia pendidikan dangan pemberian beasiswa untuk anak anggota

kurang mampu, pengajian akbar anggota, pembagian zakat maal dan

shodaqoh, pembagian daging kurban dan lain sebagainya. Hal tersebut diatas

dilakukan atas dasar Ta'awun dalam rangka pemberdayaan ekonomi ummat

penuh kerahmatan, serta sebagai upaya membangun peradaban ekonomi

ummat.

B. Visi dan Misi BMT Bina Umat Sejahtera

Setiap institusi termasuk di dalamnya BMT dapat dipastikan memiliki

visi dan misi untuk menjalankan aktivitas usahanya. Adapun visi dari BMT

Bina Umat Sejahtera adalah menjadi lembaga keuangan mikro syariah

terdepan dalam perdampingan usaha kecil yang mandiri.

BMT Bina Umat Sejahtera memiliki misi yang ingin dicapai dalam

menjalankan aktivitas usahanya. Misi tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Membangun lembaga jasa keuangan mikro syari’ah yang mampu

memberdayakan jaringan ekonomi mikro syari’ah, sehingga

menjadikan ummat yang mandiri.

2. Menjadikan lembaga jasa keuangan mikro syari’ah yang tumbuh

dan berkembang melalui kemitraan yang sinergi dengan lembaga

49

syari’ah lain, sehingga mampu membangun tatanan ekonomi yang

penuh kesetaraan dan keadilan.

3. Mengutamakan mobilisasi pendanaan atas dasar ta’awun dari

golongan aghniya, untuk disalurkan ke pembiyaan ekonomi kecil

dan menengah serta mendorong terwujudnya manajemen zakat,

infaq dan shodakoh, guna mempercepat proses menyejahterakan

ummat, sehingga terbebas dari dominasi ekonomi ribawi.

4. Mengupayakan peningkatan permodalan sendiri, melalui

penyertaan modal dari para pendiri, anggota, pengelola dan

segenap potensi ummat, sehingga menjadi lembaga jasa keuangan

mikro syari’ah yang sehat dan tangguh.

5. Mewujudkan lembaga yang mampu memberdayakan,

membebaskan dan membangun keadilan ekonomi ummat,

sehingga menghantarkan ummat Islam sebagai Khoera Ummat.

Selain memiliki visi dan misi jauh ke masa depan, ternyata BMT Bina

Umat Sejahterah juga mempunyai motto dalam rangka menjalankan aktivitas

usahanya. Adapun motto dari BMT Bina Umat Sejahterah adalah Wahana

Kebangkitan Ekonomi Ummat Dari Ummat Untuk Ummat Sejahtera Untuk

Semua.

50

C. Prinsip Operasional

1. Prinsip Kerja BMT Bina Umat Sejahtera

Sebagai lembaga keuangan non bank, BMT Bina Umat sejahtera

melakukan prinsip kerjanya secara konsisten dengan mengacu kepada

ketetapan-ketetapan syar’i sebagaimana terkandung dalam Al-Qura’an dan

hadits Rasulullah SAW serta ijma dan fatwa ulama. Sedangkan dalam

menjalankan prinsip kerjanya BMT Bina Umat Sejahtera mempunyai prinsip

kerja sbagai berikut :

a. Pemberdayaan

BMT Bina Ummat Sejahtera adalah Lembaga Keuangan Mikro

Syariah yang selalu menstransfer ilmu kewirausahaan lewat

pendampingan manajemen, pengembangan sumberdaya insani dan

teknologi tepat guna, kerjasama bidang finansial dan pemasaran,

sehingga mampu memberdayakan wirausaha - wirausaha baru

yang siap menghadapi persaingan dan perubahan pasar.

b. Keadilan

Sebagai intermediary institution, BMT Bina Ummat Sejahtera,

menerapkan azas kesepakatan, keadilan, kesetaraan dan kemitraan,

baik antara lembaga dan anggota maupun antar sesama anggota

dalam menerapkan bagi hasil usaha.

51

c. Pembebasan

Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, BMT Bina

Ummat Sejahtera yang berazaskan akhlaqul karimah dan

kerahmatan, melalui produk-produknya, insya Allah akan

mampu membebaskan ummat dari penjajahan ekonomi, sehingga

menjadi pelaku ekonomi yang mandiri dan siap menjadi tuan di

negeri sendiri.

2. Struktur Organisasi

Untuk memperlancar tugas BMT, maka diperlukan struktur yang

mendeskripsikan alur kerja yang harus dilakukan oleh personil yang ada di

dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT meliputi, musyawarah,

anggota pemegang simpanan pokok, dewan syariah, pembina manajemen,

pemasaran, kasir, dan pembukuan.3

Tetapi dalam kenyataannya setiap BMT memiliki bentuk struktur

organisasi yang berbeda, hal ini dipengeruhi oleh:

a. Ruang lingkungkup atau wilayah operasi BMT

b. Efektivitas dalam pengelolaan organisasi BMT

c. Orientasi program kerja yang akan direalisasikan dalam jangka

pendek dan jangka panjang

3 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi

(Yogjakarta: Ekonisia, 2005), h. 106.

52

d. Jumlah sunber daya manusia yang diperlukan dalam menjalankan

operasi BMT.

Untuk BMT Bina Umat Sejahtera wilayah Jakarta struktur

organisasinya mengikuti group Lasem, sehingga manjadikan Jakarta menjadi

bagian wilayah I.4 Dalam groupnya struktur organisasi di pecah menjadi:

a. Manajer Koordinator Wilayah I oleh Bapak Fuad Ali Budiman,

S.H., M.M.

b. Kasi Operasional atau Pemasaran Wilayah I oleh Bapak Kukuh

Setiawan

c. Koordinator Cabang-cabang Wilayah I oleh Bapak Kukuh

Setiawan

Wilayah I meliputi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Luar

Jawa.

3. Sasaran Mutu BMT Bina Umat Sejahtera

Dengan memanfaatkan jaringan dan pengalaman, BMT Bina Ummat

Sejahtera memfokuskan sasarannya pada :

a. Memberdayakan Pengusaha kecil menjadi potensi masyarakat yang

handal.

4 Wawancara pribadi dengan bapak Kukuh Setiawan, Kasi Marketing Wiayah I, Jakarta 31

Januari 2011.

53

b. Sebagai lembaga intermediary, dengan menghimpun dan menyalurkan

dana anggota secara permanen dan kontinyu untuk mengembangkan

ekonomi produktif bagi kemaslahatan masyarakat.

c. Proaktif dalam berbagai program pengembangan sarana sosial

kemasyarakatan

d. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin ke tingkat yang lebih

baik.

e. Mewujudkan kehidupan yang seimbang dalam keselamatan,

kedamaian, kesejahteraan dan pemerataan keadilan ekonomi antara

kaum fakir miskin dengan aghniya ( kaum berpunya ).

4. Budaya Kerja BMT Bina Umat Sejahtera

BMT Bina Ummat Sejahtera sebagai lembaga jasa keuangan mikro

syari’ah menetapkan budaya kerja dengan prinsip - prinsip syariah yang

mengacu pada sikap akhlaqul karimah dan kerahmatan.

Sikap tersebut terinspirasi dengan empat sifaf Rosulullah yang

disingkat SAFT;

a. Shidiq

Menjaga integritas pribadi yang bercirikan ketulusan niat,

kebersihan hati, kejernihan berfikir, berkata benar, bersikap terpuji

dan mampu jadi teladan.

54

b. Amanah

Menjadi terpercaya, peka, obyektif dan disiplin serta penuh

tanggung jawab.

c. Fathonah

Profesionalisme dengan penuh inovasi, cerdas, trampil dengan

semangat belajar dan berlatih yang berkesinambungan.

d. Tablig

Kemampuan berkomunikasi atas dasar transparansi, pendampingan

dan pemberdayaan yang penuh keadilan.

D. Produk-produk BMT Bina Umat Sejahtera

Produk-produk yang terdapat pada BMT Bina Umat Sejahtera terdiri

dari produk simpanan dan pembiayaan.

Produk simpanan terdiri dari :

1. Si Rela (Simpanan Sukarela Lancar)

Si Rela merupakan simpanan anggota yang didasarkan atas

akad Wadiah Yadhomanah yaitu atas seizin pemilik dana lembaga

boleh menggunakan untuk operasional dan mudharabah yaitu

simpanan yang didalamnya ada perjanjian pembagian nisbah bagi

hasil.5

5 Abdullah Yazid, Pedoman Syariah & Juknis Bagian Pemasaran (Lasem: t.p, 2009),h. 35.

55

2. Si Suka (Simpanan Sukarela Berjangka)

Si Suka adalah simpanan berjangka yang berdasarkan prinsip

mudharabah, dengan prinsip ini simpanan dari pemilik modal akan

diperlakukan sebagai investasi oleh pengelolah dana. BMT akan

memanfaatkan dana tersebut secara produktif dalam bentuk

pembiayaan kepada masyarakat dengan profesional dan sesuai syariah.

Hasil usaha tersebut dibagi antara pemilik modal dan BMT sesuai

nisbah (porsi) yang telah disepakati di awal. 6

3. Si Sidik ( Simpanan Siswa Pendidikan)

Si Sidik merupakan simpanan yang dikhususkan untuk

kepentingan pendidikan sampai jenjang lulus SLTA, simpanan ini

didasarkan pada akad wadiah yadhomanah.7

Sedangkan produk pembiayaan terdiri dari :

a. Mudharabah

Pembiayaan mudharabah adalah akad yang dilakukan

antara dua pihak, dimana anggota sebagai mudharib

(pengelolah usaha) dan BMT BUS sebagai shohibul maal

6 Ibid, h.36.

7 Ibid, h.37.

56

(penyedia modal) atas kerjasama ini berlaku sistem bagi

hasil dengan nisbah yang telah disepakati.

b. Bai Bitsamanajil

Jual beli adalah menjual dengan harga asal, ditambah

margin keuntungan yang telah disepakat dan dibayar secara

angsur dengan jangka waktu yang telah disepakati pula.

c. Murabahah

Pembiayaan melalui sistem pengadaan barang dan di

dalamnya terdapat kesepakatan besarnya pemberian Mark

Up dan pembayaran secara jatuh tempo sesuai kesepakatan

(akad)

d. Qardul Hasan

Pembiayaan dengan tujuan kebijakan yang diperuntukan

bagi anggota dengan pertimbangan sosial dan tidak diambil

keuntungan dari padanya, anggota hanya diwajibkan

mengembalikan pokok pinjaman saja.

Untuk meningkatkan peran BMT dalam kehidupan masyarakat, maka

BMT Bina Umat Sejahtera terbuka untuk menciptakan produk baru. Tetapi

produk tersebut harus memenuhi syarat-syarat antara lain adalah sesuai

dengan syariah dan untuk itu harus lebih dahulu disetujui oleh Dewan

Pengawas Syariah, dapat ditangani oleh sistem operasional BMT yang

57

bersangkutan dan yang terpenting adalah dapat membawa kemaslahatan bagi

masyarakat.

E. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah

1. Metode Penyaluran Dana

Dalam melakukan peran sebagai perantara (intermediary) antara unit-

unit ekonomi yang mengalami surplus dana dengan unit-unit yang lain

yang membutuhkan dana. Metode penyaluran dana BMT Bina Umat

Sejahtera terpusat secara umum diilustrasikan dalam gambar berikut:

Gambar 3.1

Ilustrasi Metode Penyaluran Dana

BMT Bina Umat Sejahtera

M

A

S

Y

A

R

A

K

A

T

Jual Beli

Bagi Hasil

Pembiayaan

Pinjaman

Investasi Khusus /

Mudharabah Muqayyadah

B

M

T

58

Dalam penyaluran dana pada nasabah, secara garis besar produk

pembiayaan syariah dibagi ke dalam tiga katagori yang dibedakan

berdasarkan tujuan penggunaanya, yaitu :

a. Transakasi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang

dilakukan dengan prinsip jual-beli;

b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa

dilakukan prinsip sewa;

c. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan

guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa dengan prinsip

bagi hasil.

Katagori pertama dan kedua, tingkat keuntungan banyak ditentukan di

depan dan menjadi harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang

termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual

beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta produk yang menggunakan

prinsip sewa atau ijarah. Sedangkan pada katagori ketiga, tingkat keuntungan

BMT ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi

hasil.

Pada produk pembiayaan pola bagi hasil keuntungan ditentukan oleh

nisbah yang disepakati dimuka. Produk BMT yang ternasuk ke dalam

kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah.

59

2. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah

Umumnya pembiayaan mudharabah pada perbankan sama dengan

lembaga syariah yaitu salah satunya adalah BMT. Masyarakat di sekitar BMT

Bina Umat Sejahtera Pondok Gede sangat berminat pada pembiayaan

mudaharabah. Secara teknis BMT menyebutkan bahwa mudharabah adalah

akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama shahibul maal

menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi anggota. Maka

berlakulah bahwa BMT sebagai pemberi modal yaitu pembiayaan

mudharabah dan anggota atau nasabahnya sebagai penerima pembiayaan.

Untuk memperoleh pembiayaan mudharabah di BMT Bina Umat

Sejahtera Pondok Gede ini calon nasabah harus melalui beberapa tahapan

antara lain, tahap permohonan pembiayaan, tahap analisa pembiayaan, tahap

persetujuan dan penandatanganan akad pembiayaan mudharabah, tahap

pencairan pembiayaan mudharabah serta tahap monitoring pembiayaan

mudharabah.

Mekanisme pembiayaan mudaharabah, modal 100% diberikan oleh

pihak BMT selaku shahibul maal dan anggota yang mengajukan pembiayaan

sebagai mudharib. Besarnya nominal yang diberikan oleh pihak BMT

tergantung pengajuan yang dibutuhkan oleh anggota dan kemudian disahkan

oleh manajer umum.

60

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Perkembangan Pembiayaan Mudharabah

Data-data yang dipergunakan dalam analisis ini di dapat dari laporan

keuangan bulanan BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede. Berikut ini penulis

akan menyajikan data pembiayaan mudharabah selama tiga tahun terakhir dari

tahun 2008 sampai dengan 2010.

Tabel 4.1

Pembiayaan Mudharabah BMT BUS Pondok Gede

Periode 2008 – 2010

(Dalam Rupiah)

Bulan 2008 2009 2010

Januari 28100000 28300000 52221000

Februari 37250000 41600000 97950000

Maret 30200000 36900000 99200000

April 42700000 57500000 94554000

Mei 35500000 82730000 157100000

Juni 36300000 90200000 68650000

Juli 51200000 94500000 358000000

Agustus 48300000 72650000 86729000

September 31500000 68340000 33500000

Oktober 86300000 97800000 94700000

November 92300000 83550000 99800000

Desember 83750000 58215000 142119000

Jumlah 603400000 812285000 1384523000

61

Nilai pembiayaan mudharabah keseluruhan pada tahun 2008 sebesar

Rp 603.400.000,-, pada tahun 2009 sebesar Rp 812.285.000,- dan pada tahun

2010 sebesar Rp 1.384.523.000,- Melihat dari jumlah total pembiayaan secara

keseluruhan pertahunnya dapat disimpulkan bahwa terjadinya kenaikan dalam

setiap pembiayaan mudharabah tiap tahunnya.

Tabel 4.2

Akumulasi Perubahan Pembiayaan Mudharabah

BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede

Tahun

Pembiayaan

Mudharabah (Rp)

Perubahan (Rp)

Presentase

(%)

2008 603400000 - -

2009 812285000 208885000 26%

2010 1384523000 572238000 41%

Jumlah 2800208000 781123000 67%

Pada tahun 2009 total pembiayaan mudharabah sebesar Rp

812.285.000,- sedangkan pada tahun 2008 total sebesar Rp 603.400.000,-. Hal

ini menunjukan bahwa adanya kenaikan pembiayaan mudharabah sebesar

26%. Sama halnya pada pembiayaan mudharabah tahun 2010 mengalami

kenaikan sebesar 41% dari tahun 2009.

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa kenaikan

pembiayaan mudharabah selama periode 2008 sampai dengan 2010 adalah

sebesar Rp 2.800.208.000,- Apabila dipresentasikan kenaikan pembiayaan

mudharabah selama tiga tahun yaitu sebesar 67%.

62

B. Analisis Perkembangan Pendapatan BMT

Berikut ini penulis akan menyajikan data pendapatan BMT Bina Umat

Sejahtera Pondok Gede selama tiga tahun terakhir dari tahun 2008 sampai

dengan 2010.

Tabel 4.3

Pendapatan Mudharabah BMT BUS Pondok Gede

Periode 2008 – 2010

(Dalam Rupiah)

Bulan 2008 2009 2010

Januari 716000 6887140 6794920

Februari 1938200 4099850 9186700

Maret 1477150 2720700 10594900

April 2208200 3975150 11042830

Mei 1701700 7895800 12676193

Juni 2693850 10976130 11228850

Juli 2709400 11041100 17916200

Agustus 4333150 6876145 13320730

September 3154150 6188550 8694600

Oktober 5350400 9241400 12627700

November 5869800 8657150 13077300

Desember 7681400 4434300 15282710

Jumlah 39833400 82993415 142443633

Dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah pendapatan BMT dari

pembiayaan mudharabah pada tahun 2008 sebesar Rp 39.833.400,-, pada

tahun 2009 pendapatan sebesar Rp 82.993.415,- dan tahun 2010 pendapatan

sebesar Rp 142.443.633,-. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat

63

kenaikan pendapatan BMT dari pembiayaan mudharabah yang disalurkan

setiap tahunnya.

Tabel 4.4

Akumulasi Perubahan Pembiayaan Mudharabah

BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede

Tahun

Pendapatan BMT

(Rp)

Perubahan

Presentase

(%)

2008 39833400

2009 82993415 43160015 52%

2010 142443633 59450218 42%

Jumlah 265270448 102610233 94%

Pada tahun 2009 total pendapatan BMT sebesar Rp 82.993.415,-

sedangkan pada tahun 2008 total sebesar Rp 39.833.400,-. Hal ini

menunjukan bahwa adanya kenaikan pendapatan BMT sebesar 52%. Dan juga

mengalami kenaikan di tahun 2010 yaitu sebesar 42%.

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa kenaikan

pendapatan BMT Bina Umat Sejahtera selama periode 2008 sampai dengan

2010 adalah sebesar Rp 265.270.448,- Apabila dipresentasikan kenaikan

pendapatan BMT selama tiga tahun yaitu sebesar 94%.

64

C. Pengaruh Pembiayaan Mudharabah Terhadap Pendapatan BMT Bina

Umat Sejahtera Pondok Gede

1. Variabel Entered atau Removed

Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data

sekunder. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisa pengaruh pembiayaan

mudharabah terhadap pendapatan BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede

dengan menggunakan metode regresi linear sederhana dan menggunakan

SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) 16.0 for windows.

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh antara pembiayaan

mudharabah terhadap pendapatan BMT, dapat dilakukan dengan analisa

variabel yang dimasukan dan variabel yang dikeluarkan.

Tabel 4.5

Variables Entered/Removedb

Model

Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 Pembiayaan

Mudharabaha

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Pendapatan BMT

65

Pada variabel entered atau removed di atas tampak bahwa variabel

yang dimasukan atau yang digunakan adalah variabel pembiayaan

mudaharabah (X) sebagai variabel independent untuk dilihat pengaruhnya

terhadap variabel dependentnya yaitu pendapatan BMT .

2. Penaksiran Koefisien Penentu (Determinasi)

Merupakan ukuran untuk menyatakan bahwa proporsi dalam variabel

yang dijelaskan oleh variabel independen dan karenanya memberikan ukuran

sejauh mana varian dalam suatu variabel menentukan dalam variabel lain.

Tabel 4.6

Koefisien Penentu (Determinasi)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .757a .573 .560 2906570.932 1.091

a. Predictors: (Constant), Pembiayaan Mudharabah

b. Dependent Variable: Pendapatan BMT

Untuk menghitung seberapa besar pengaruh pembiayaan mudharabah

(X) terhadap naik turunnya pendapatan BMT (Y) digunakan koefisien penentu

atau determinan dengan melihat tabel output SPSS di atas.

Berdasarkan print out dari tabel SPSS di atas, koefisien korelasi dalam

perhitungan SPSSnya adalah sebesar 0,757. Ini artinya jumlah pembiayaan

mudharabah (X) mempunyai hubungan yang positif dan kuat. Dimana

66

hubungan yang positif artinya, jika pembiayaan mudharabah bertambah maka

pendapatan BMT akan naik, atau sebaliknya jika pembiayaan mudharabah

berkurang maka pendapatan BMT juga akan turun.

Koefisien determinasinya (r2/ R Square) atau koefisien penentunya

sebesar 0,573 = 57,3% artinya pendapatan BMT (Y) dapat dijelaskan oleh

pembiayaan mudharabah (X) sebasar 57,3%. Sedangkan sisahnya sebesar

42,7% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain seperti produk simpanan,

produk pembiayaan selain mudharabah antara lain yaitu bai bitsamanajil,

murabahah dan qardul hasan.

3. Koefisien Regresi

Setelah menganalisis koefisien penentu, maka selanjutnya penulis

akan melanjutkan dengan koefisien regresi untuk mengetahui lebih lanjut

mengenai pengaruh pembiayaan mudharabah terhadap pendapatan BMT.

Bilangan konstanta (a) adalah bilangan yang menunjukan pembiayaan

mudharabah sebelum adanya pengaruh dari pendapatan BMT (X=0)

Koefisien regresi atau parameter (b) positif, maka menunjukan adanya

pengaruh terhadap jumlah pembiayaan mudharabah terhadap pendapatan

BMT.

Bentuk umum persamaan regresi linier sederhana adalah

Y = a + bX

Keterangan :

67

Y = Pendapatan BMT

X = Pembiayaan Mudharabah

a = Konstanta, yaitu nilai Y bila X=0

b = Koefisien regresi yaitu perubahan pada Y jika X berubah satu satuan

Tabel 4.7

Regresi Pembiayaan Mudharabah

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardi

zed

Coefficie

nts

t Sig.

95% Confidence Interval for B

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound

Tolera

nce VIF

1 (Constant) 2.888E

6 821700.360

3.514 .001 1217713.628 4557505.719

Pembiayaan

Mudharabah .058 .009 .757 6.751 .000 .040 .075 1.000 1.000

a. Dependent Variable:

Pendapatan BMT

Berdasarkan hasil print out dari perhitungan SPSS yang terlihat pada

tabel di atas dapat diketahui persamaan regresi adalah Y = 2888000+0,058

(pembiayaan mudharabah) sama dengan Y = 2888000 + 0,058X, artinya

adalah:

68

a = 2888000 artinya apabila X = 0 atau tidak ada pembiayaan

mudharabah, maka pendapatan BMT (Y) sebesar 2888000.

b = koefisien regresi hasil menunjukan sebesar 0,058 menyatakan

bahwa setiap adanya peningkatan pembiayaan mudharabah naik sebesar satu

satuan, maka akan meningkatkan pendapatan BMT sebesar 0,058 atau setiap

penurunan jumlah pembiayaan mudharabah sebesar satu satuan, maka akan

menurunkan pendapatan BMT sebesar 0.058. Sebagai contoh pembiayaan

mudharabah pada bulan Januari 2010 sebesar Rp 52.221.000,- Maka

pendapatan akan naik sebesar 0,058. Sehingga pendapatan pada BMT Bina

Umat Sejahtera Pondok Gede akan bertambah sebesar Rp 3.028.818,-. Jadi

jika pembiayaan mudharabah mengalami kenaikan maka pendapatan BMT

akan mengalami kenaikan pula.

4. Analisis Pengujian Hipotesis

a. Uji T Statistik

Dengan menggunakan tabel coefisients di bawah ini penulis dapat

menguji masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya

disebut juga dengan uji t.

69

Tabel 4.8

Uji T Statistik

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardi

zed

Coefficie

nts

t Sig.

95% Confidence Interval for B

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound

Tolera

nce VIF

1 (Constant) 2.888E

6 821700.360

3.514 .001 1217713.628 4557505.719

Pembiayaan

Mudharabah .058 .009 .757 6.751 .000 .040 .075 1.000 1.000

a. Dependent Variable:

Pendapatan BMT

diantaranya :

1) Uji terhadap konstanta atau intercept

Signifikansi sebesar 0,000 dengan 0,05. Hasil tabel 0,001 < 0,05

maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti data ini signifikan

artinya variabel X yaitu pembiayaan mudharabah mempunyai

pengaruh terhadap variabel Y yaitu pendapatan BMT.

2) Uji terhadap koefisien regresi (b)

Signifikansi sebesar 0,000 dengan 0,05. Hasil tabel 0,000 < 0,05

maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti data ini signifikan

70

artinya variabel X yaitu pembiayaan mudharabah mempunyai

pengaruh terhadap variabel Y yaitu pendapatan BMT.

b. Uji F Statistik

Uji F ini merupakan uji kelayakan model, apakah model regresi linear

sederhana yang diajukan adalah model yang layak untuk menguji pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependent secara bersama-sama.

Tabel 4.9

Uji F Statistik

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3.851E14 1 3.851E14 45.581 .000a

Residual 2.872E14 34 8.448E12

Total 6.723E14 35

a. Predictors: (Constant), Pembiayaan Mudharabah

b. Dependent Variable: Pendapatan BMT

Berdasarkan hasil print out tabel anova di atas disebut juga sebagai uji

F statistik. Untuk menguji hipotesis apakah pendapatan BMT dapat

dipengaruhi oleh pembiayaan mudharabah dengan cara membandingkan

angka signifikansi sebesar 0,000 dengan 0,05. Hasil tabel 0,000 < 0,05 maka

Ho ditolak dan Ha diterima berarti signifikan artinya secara bersama-sama

71

variabel bebasnya pembiayaan mudharabah mempunyai pengaruh signifikan

terhadap variabel tidak bebasnya yaitu pendapatan BMT.

5. Analisis Pengujian Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Semua data-data yang digunakan untuk melakukan analisis suatu

masalah harus diuji validitasnya. Untuk memenuhi syarat validitasnya

suatu model dapat diuji dengan memenuhi syarat asumsi klasik normalitas

dengan menggunakan Normal Probabilitas Plot. Uji normalitas adalah

untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model

regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal.

Gambar 4.1

Uji Normalitas

72

Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat

penyebaran data (titik) pada sumbuh diagonal dari grafik di atas dapat

terlihat bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti

arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas

artinya data ini terdistribusi normal.

b. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat

ketidaksamaan dalam fungsi regresi. Pengujian heterokedastisitas dapat

dideteksi dengan melihat scaterplotnya dari output SPSS di bawah ini.

Gambar 4.2

Uji Heterokedastisitas

73

Dilihat dari gambar di atas, sama halnya dengan prinsip normalitas uji

heterokedastisitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik).

Maka berdasarkan pada gamabar di atas, pada scatterplotnya dapat dilihat

titi-titiknya menyebar di derah positif dan negatif serta tidak membentuk

pola, sehingga dapat disimpulkan data tersebut tidak ada masalah

heterokedastisitas (Homokedastisitas).

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi terjadi ketika kesalahan pengganggu saling

berkorelasi satu sama lain yang bertujuan menguji apakah dalam satu

model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Salah satu cara

mendeteksikannya dengan melihat kolom Durbin-Watson yang terdapat

pada tabel model summary.

Tabel 4.10

Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .757a .573 .560 2906570.932 1.091

a. Predictors: (Constant), Pembiayaan Mudharabah

b. Dependent Variable: Pendapatan BMT

74

Cara menghitung manual dengan asumsi tingkat kesalahan 5%, variabel

bebas (K=1) dengan total df+1 = 35 + 1 = 36, nilai durbin lower (dl) sebesar

1,41 dan durbin upper (du) sebesar 1,53 (data dl dan du bisa dilihat pada tabel

statistik d Durbin-Watson, dengan alfa 5%). Maka dapat dilihat pada gambar di

bawah ini.

Tabel 4.11

Manual Perhitungan Durbin-Watson

Berdasarkan print out pada model summary dapat dilihat nilai Durbin-

Watson sebesar 1,091 artinya ada korelasi satu sama lain karena terletak di

antara 0 dan durbin lower (dl). Maka data ini berpengaruh pada pembiayaan

mudharabah terhadap pendapatan BMT.

Korelasi (+)

Tidak ada Korelasi

Tidak tahu Tidak tahu Korelasi (-)

0 Dl=1,41 Du=1,53 4-du=2,47 4-dl=2,59 4

75

D. Strategi BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede dalam Meningkatkan

Pendapatan

Secara Umum, untuk mengembangkan usahanya guna meningkatkan

pendapatan perusahaan, BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede menerapkan

beberapa strategi diantaranya:

1. Kuantitas nilai pembiayaan

Dari segi kuantitas pembiayaan BMT tidak terlalu besar seperti

halnya korporasi. Pembiayaan mikro biasanya memiliki pembiayaan

paling besar Rp 5.000.000,-. Saat ini BMT yang beroperasi memang

belum berdistribusi terlalu besar. Faktanya dalam pembiayaan

mudharabah yang diberikan BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede

mampu memberikan pembiayaan kepada salah satu anggotanya sebesar

RP 10.000.000,-. Dengan memberikan nilai pembiayaan yang cukup

besar sehingga dapat peningkatkan pedapatan yang diterima oleh BMT.

2. Strategi Fokus Pembiayaan

Secara Khusus, strategi pembiayaan yang tengah dijalankan

BMT lebih diarahkan pada sosial dari pada upaya mencari keuntungan.

Strategi ini digunakan karena motif utamanya untuk kemaslahatan umat.

BMT Bina Umat Sejahtera ini lebih mementingkan pemberian

pembiayaannya pada kalangan gressroot atau kalangan yang paling

76

bawah1. Hal ini disebabkan karena perbankan yang ada di Indonesia

hanya ingin memberikan pembiayaan minimal Rp 10.000.000,-.

Sedangkan satu tinggkat dibawa perbankan yaitu BPRS dapat

memberikan pembiayaan mininal Rp 3.000.000,-. Maka BMT Bina

Umat Sejahtera ini menempatkan posisi yang paling bawah untuk hal

pemberian pembiayaan. Pembiayaan lebih di fokuskan pada sektor yang

tidak berisiko tingggi dan menawarkan imbalan hasil yang tinggi seperti

pada sektor mikro dan menengah (UMKM).

3. Strategi Meminimalisir Non Performent Loan (NPL)

Strategi lain yang dijalankan BMT dalam upaya peningkatan

jumlah pendapatan dari penyaluran pembiayaan khususnya

mudharabah adalah dengan meminimalisir angka pembiayaan

bermasalah (NPL). Hal ini dilakukan karena angka pembiayaan yang

bermasalah akan berpengaruh pada pendapatan yang diperoleh BMT.

Secara umum strategi yang dijalankan sebagai upaya

penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dikelompokkan menjadi 2

(dua), yaitu:

a. Stay Strategy adalah strategi saat BMT masih ingin

mempertahankan hubungan bisnis dengan nasabah dalam konteks

waktu jangka panjang.

1 Wawancara pribadi dengan bapak Kukuh Setiawan, Kasi Marketing Wiayah I,

Jakarta 31 Januari 2011

77

b. Phase out Strategy adalah strategi saat pada prinsipnya BMT tidak

ingin melanjutkan hubungan bisnis lagi dengan nasabah yang

bersangkutan dalam konteks waktu yang panjang.

Sebagian besar pembiayaan yang macet ini dari sektor

perdagangan dan industri. Sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya

masalah adalah:2

a. Persaingan usaha nasabah yang semakin ketat sehingga

pendapatan nasabah berkurang.

b. Anggota nasabah sakit sehingga uang yang seharusnya disetor

ke BMT digunakan untuk berobat.

c. Gagal panen karena serangan hama tikus dan harga jual yang

menurun sehingga nasabah mengalami kerugian.

d. Penyembunyian keuntungan yang disengaja oleh nasabah.

Oleh karena itu upaya yang dilakukan pihak BMT agar tidak

terjadi pembiayaan bermasalah ini dengan cara:

a. Pihak BMT harus mengetahui gambaran umun usaha yang ingin

dilakukan oleh calon anggota atau nasabah.

b. Memonitoring usaha yang dilakukan oleh nasabah agar usahanya

berjalan lancar.

2 Wawancara pribadi dengan bapak Kukuh Setiawan, Kasi Marketing Wiayah I

78

c. Mengontrol usaha dengan cara:

1) Restructuring yaitu strategi yang menyangkut perubahan

struktur fasilitas.

2) Reconditioning yaitu strategi yang menyangkut perubahan

syarat dan kondisi fasilitas (terms and condition facility).

3) Rescheduling yaitu strategi yang menyangkut perubahan jangka

waktu fasilitas.

79

79

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan pembahasan serta uraian-uraian sebelumnya

mengenai pengaruh pembiayaan mudharabah terhadap pendapatan BMT Bina

Umat Sejahtera Pondok Gede. Maka penulis dapat menarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Data print out SPSS yang sudah diolah menunjukan bahwa kajian ini

memiliki hasil koefisien determinasinya (r2/R Square) atau koefisien

penentunya sebesar 57,3% artinya pendapatan BMT (Y) dapat dijelaskan

oleh pembiayaan mudharabah (X) sebesar 57,3%. Sedangkan sisahnya

sebesar 42,7% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Persamaan regresi

yang didapat adalah , Y = 2888000 + 0,058X artinya; (a) = konstanta

sebesar 2888000 yaitu apabila X = 0 atau tidak ada pembiayaan

mudharabah, maka pendapatan BMT (Y) sebesar 2888000. (b) = koefisien

regresi sebesar 0,058 menyatakan jika X atau pembiayaan mudharabah

naik satu satuan, maka pendapatan BMT atau variabel Y akan naik sebesar

0,058. Kemudian berdasarkan perhitungan dengan uji t dan uji f statistik,

hasil angka kedua uji tersebut lebih kecil dibandingkan nilai signifikan

yaitu 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menyatakan

bahwa variabel bebas yaitu pembiayaan mudharabah yang di uji secara

80

terpisah maupun bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel

bebasnya yaitu pendapatan BMT. Sedangkan hasil keseluruhan pengujian

asumsi klasik, data yang telah diolah yaitu data pembiayaan mudharabah

dan pendapatan BMT ini berdistribusi normal dan tidak mempunyai

masalah pada heteroskedastisitas dan autokorelasi.

2. Strategi dalam meningkatkan pendapatan BMT Bina Umat Sejahtera

Pondok Gede yaitu pada kuantitas nilai pembiayaan, srategi fokus

pembiayaan dan strategi selanjutnya yaitu BMT harus berusaha untuk

meminimalisir Non Perfoming Loan (NPL) atau pembiayaan bermasalah

karena akan berpengaruh pada pendapatan.

81

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mencoba utuk

memberikan beberapa saran yang mungkin bermanfaat bagi lembaga syariah

tersebut diantaranya :

1. BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede harus bisa

mempertahankan atau lebih baik lagi jika dapat meningkatkan

kegiatan pemberian pembiayaan yang sudah dilaksanakan dengan

baik agar dapat meningkatkan pendapatan BMT.

2. Usaha untuk memperluas pasar sasaran sebaiknya BMT Bina

Umat Sejahtera Pondok Gede melakukan kegiatan promosi atau

sosialisasi kepada masyarakat secara langsung maupun tidak

langsung secara berkesinambungan baik melalui media massa

maupun toko agama lebih meningkat lagi, untuk lebih

memperkenalkan produk yang dihasilkan sesuai syariah kepada

masyarakat luas, sehingga BMT Bina Umat Sejahtera Pondok

Gede dapat menarik calon-calon anggotanya lebih luas.

82

DAFTAR PUSTAKA

Al Quran al-Karim. Qs. Al-Muzzamil/73:20, Qs. Al-Jumuah/63:10.

Abdad, M. Zaidi. Lembaga Perekonomian Umat di Dunia Islam. Bandung: Angkasa

Bandung, 2003.

Administrator. “Identitas Lembaga”. Artikel ini diakses 26 Mei 2010 dari http://bmt

bus.com/index.php?option=com_content&view=article&id=53&Itemid=65.

Amalia, Euis. Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2009.

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema

Insani, 2001, Cet. Ke-1.

Arif, M.Nur Rianto. Dasar-Dasar pemasaran Bank Syariah. Bandung: Alvabeta,

2010.

Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alvabeta,

2005.

Assauri, Sofjan. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004,

Cet. Ke-7.

Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah

di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada, 2004, Cet. Ke-3.

Djazuli, A dan Janwari, Djazuli, A dan Janwari, Yadi. Lembaga-Lembaga

Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2002.

Fansuri, Firkah. “ Aset Inkopsyah BMT Capai RP 70 M.” Republika, 25 Februari

2011.

Hamidi, M.Lutfi. Jejak-Jejak Ekonomi Syariah. Jakarta: Senayan Abadi Publishing,

2003.

Irfansyah, Mochammad. “Pengaruh Jumlah Pembiayaan yang Disalurkan Terhdap

Tingkat Rasio Non Perfoming Financing (NPF).” Skripsi S1 Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2007.

Lam, Charles W. Dkk. Pemasaran. Jakarta: Salemba Empat, 2001, Ed. Ke-1.

83

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2009.

Nor, Dumairi. Ekonomi Syariah: Versi Salaf. Jatim: Pustaka Sidorigi, 2008.

Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat,

2008.

Rama, Ali. “Ekonomi Syariah dan Outlook 2011”, artikel diakses pada 31 Desember

2010 dari http://ekonomiislami.wordpress.com/2010/12/31/ekonomi-syariah-

dan-outlook-2011/

Respati, Yogle. “Interkoneksi BMT 2010.” Artikel diakses pada 13 Juli 2010 dari

http://bataviae.co.id/node/293203

Rifai, Veitzal. dkk. Bank and Financial Institution Managemen. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2007.

Rochaety, Ety. Dkk. Metodologi Penelitian Bisnis Dengan Aplikasi SPSS Edisi

Revisi. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2009.

Rostiyani, Yeyen. “BMT Harus Menentukan Jati Dirinya.” Republika, 26 Oktober

2010.

Santoso, Singgih. Buku Latihan SPSS Statistik Parametik. Jakarta: Pt. Alex Media

Komputindo, 2000.

Somitra, Andri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2009, Cet. Ke-1.

Sudarsono, Heri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2009, Cet. Ke-1.

Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alvabeta, 2009.

Suma, Muhammad Amin. Menggali Akar dan Produk Bank Syariah. Tangerang:

Kholam Publishing, 2008.

Sunaryo. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika, 2009, Cet. Ke-2.

Supranto, J. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga, 2001. Jilid II. Ed. Ke-6.

Susilo, Y.Sri. dkk. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat,

2000.

84

Tim Penulis Fakultas Syariah & Hukum, Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta:

t.p., 2007.

UU. “Perbankan Syariah”. UU ini diakses pada 13 Februari 2011 dari

http://www.dpr.go.id/id/undang-undang/2008/21/UU/Perbankan-Syariah

Wawancara Pribadi dengan Kukuh Setiawan. Jakarta 31 Januari 2011.

Windyarti, Yanti. “Persepsi Pedagang Kecil di Pasar Kanjengan Terhadap

Pembiayaan Mudharabah BMT Bina Umat Sejahterag Semarang.” Skripsi

S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, 2007.

Wirdyaningsih. Bank Dan Ansuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada

Media, 2005, Cet. Ke-3.

Wiyono, Slamet. Akuntansi Perbankan Syariah: Berdasarkan PSAK dan PAPSI.

Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.

Yazid, Abdullah. Pedoman Syariah & Juknis Bagian Pemasaran. Lasem: t.p., 2009.

Variables Entered/Removedb

Model

Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 Pembiayaan

Mudharabaha

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Pendapatan BMT

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .757a .573 .560 2906570.932 1.091

a. Predictors: (Constant), Pembiayaan Mudharabah

b. Dependent Variable: Pendapatan BMT

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3.851E14 1 3.851E14 45.581 .000a

Residual 2.872E14 34 8.448E12

Total 6.723E14 35

a. Predictors: (Constant), Pembiayaan Mudharabah

b. Dependent Variable: Pendapatan BMT

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardi

zed

Coefficie

nts

t Sig.

95% Confidence Interval for B

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound

Tolera

nce VIF

1 (Constant) 2.888E

6 821700.360

3.514 .001 1217713.628 4557505.719

Pembiayaan

Mudharabah .058 .009 .757 6.751 .000 .040 .075 1.000 1.000

a. Dependent Variable:

Pendapatan BMT

Slip Setoran

BMT Bina Umat Sejahtera Pondok Gede

Tabel Statistik d Durbin-Watson

Tabel Statistik d Durbin-Watson