Referat Anes

11
BAB I PENDAHULUAN Sejarah Anestesi berkembang pesat menjelang tahun 1940, dimana para dokter mulai aktif mempelajari dasar-dasar ilmu anestesi yang menjadi cabang ilmu kedokteran yang disebut Anesthesiologi. Dalam bahasa Yunani, “Anestesia” berarti tanpa rasa sensasi. Pemilihan cara anestesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, status fisik, posisi pembedahan, ketrampilan dan kebutuhan dokter pembedah, keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi, keinginan pasien, bahaya kebakaran dan ledakan, pendidikan. Sebagian besar operasi (70- 75%) dilakukan dengan anestesia umum, lainnya dengan anestesia regional atau lokal. Operasi sekitar kepala, leher, intra- torakal, intra abdominal paling baik dilakukan dengan anestesia umum endotrakea. Anestesia umum dilihat dari cara pemberian obat yaitu secara parenteral, perektal, perinhalasi. Anestesia regional berdasarkan tekhnik pemberian yaitu infiltrasi lokal, blok lapangan (field block), blok saraf (nerve block), analgesia permukaan (topikal), dan analgesia regional intra vena. Penyakit kardiovaskuler terutama hipotensi, hipertensi, gangguan ritme jantung, gangguan konduksi jantung, iskemi miokard, infark miokard, gagal jantung, syok kardiogenik, emboli paru, efusi perikardium, tamponade jantung dan henti jantung adalah penyakit medis yang paling sering ditemukan dalam praktek anestesi dan penyebab utama kesakitan (morbiditas) dan kematian

description

anestesi

Transcript of Referat Anes

BAB IPENDAHULUAN

Sejarah Anestesi berkembang pesat menjelang tahun 1940, dimana para dokter mulai aktif mempelajari dasar-dasar ilmu anestesi yang menjadi cabang ilmu kedokteran yang disebut Anesthesiologi. Dalam bahasa Yunani, Anestesia berarti tanpa rasa sensasi. Pemilihan cara anestesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, status fisik, posisi pembedahan, ketrampilan dan kebutuhan dokter pembedah, keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi, keinginan pasien, bahaya kebakaran dan ledakan, pendidikan. Sebagian besar operasi (70-75%) dilakukan dengan anestesia umum, lainnya dengan anestesia regional atau lokal. Operasi sekitar kepala, leher, intra-torakal, intra abdominal paling baik dilakukan dengan anestesia umum endotrakea. Anestesia umum dilihat dari cara pemberian obat yaitu secara parenteral, perektal, perinhalasi. Anestesia regional berdasarkan tekhnik pemberian yaitu infiltrasi lokal, blok lapangan (field block), blok saraf (nerve block), analgesia permukaan (topikal), dan analgesia regional intra vena. Penyakit kardiovaskuler terutama hipotensi, hipertensi, gangguan ritme jantung, gangguan konduksi jantung, iskemi miokard, infark miokard, gagal jantung, syok kardiogenik, emboli paru, efusi perikardium, tamponade jantung dan henti jantung adalah penyakit medis yang paling sering ditemukan dalam praktek anestesi dan penyebab utama kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) perioperatif. Penatalaksanaan pasien-pasien dengan penyakit-penyakit ini merupakan hal yang menantang kecerdasan dan sumber daya dari anestesiologi. Respon adrenergik terhadap stimulasi pembedahan dan efek sirkulasi dari obat-obat anestesi, endotrakheal intubasi, ventilasi tekanan positif, kehilangan darah, perpindahan cairan, dan perubahan-perubahan di dalam suhu tubuh menjadi beban tambahan pada sistim kardiovaskuler yang bermasalah. Obat-obat anestesi kebanyakan menyebabkan depresi jantung, vasodilatasi, atau kedua-duanya. Bahkan obat-obat anestesi yang tidak langsung berefek pada sirkulasi dapat menyebabkan depresi pada sirkulasi pada pasien-pasien yang tergantung secara kronis pada obat-obat yang meningkatkan aktivitas simpatik. Interupsi terhadap aktivitas ini sebagai suatu konsekuensi dari kondisi teranestesi dapat menuju kepada dekompensasi sirkulasi akut.

BAB IIPEMBAHASAN

1. Anestesi Pada Penyakit JantungHipertensi1. Manajemen Preoperatif1. AnamnesisKebanyakan pasien-pasien dengan hipertensi datang ke ruang operasi dengan berbagai tingkat hipertensi. Pasien dengan hipertensi yang tidak diobati atau jarang dikontrol lebih cenderung untuk mengalami epiode iskemia miokardium intraoperatif, aritmia, atau hipertensi maupun hipotensi. Penyesuaian intraoperatif pada kedalaman anestesia dan penggunaan obat vasoaktif mengurangi timbulnya komplikasi sesudah operasi karena kurang baiknya kontrol tekanan darah sebelum operasiKebanyakan, hipertensi preoperatif disebabkan pasien tidak mematuhi regimen pengobatan. Dengan sedikit pengecualian, pengobatan antihipertensi harus dilanjutkan sampai saat operasi. Beberapa klinikus menghentikan ACE inhibitor di pagi hari operasi sehubungan dengan meningkatnya insidensi hipotensi intraoperasi; bagaimanapun, menghentikan sementara obat ini meningkatkan risiko timbulnya tekanan darah tinggi perioperatif dan kebutuhan akan obat antihipertensi parenteral. Prosedur-operasi pada pasien-pasien dengan tekanan darah diastolik preoperasi yang lebih tinggi dari 110 mmHg terutama jika terdapat tanda-tanda kerusakan target organ- harus ditunda sampai tekanan darah terkontrol dengan baik dalam beberapa hari Pada riwayat preoperatif perlu ditanyakan berat ringannya dan lamanya hipertensi, pengobatan yang sedang berlangsung, dan ada tidaknya komplikasi hipertensi. Gejala-gejala dari iskemia miokardium, kegagalan ventrikel, perfusi serebral lemah, atau penyakit vaskuler perifer harus diperoleh informasinya, juga catatan pasien mengenai keluhan dengan pengobatannya. Pertanyaan-pertanyaan mengenai nyeri dada, toleransi olahraga, nafas pendek/sesak (terutama sekali pada malam hari), edema, postural lightheadedness, sinkop, amaurosis, dan claudicasia. 1. Pemeriksaan Fisik dan LaboratoriumOphthalmoscopy mungkin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat pada pasien-pasien hypertensi (selain dari sphygmomanometer), tetapi sayangnya itu biasanya tidak dilakukan. Perubahan-perubahan yang terlihat pada pembuluh darah retinal biasanya paralel dengan berat ringannya dan progresifitas aterosklerosis dan kerusakan pada organ lain akibat hipertensi. S4 gallop biasanya ditemukan pada pasien dengan LVH. Temuan lain pada pemeriksaan fisik seperti ronki pada paru-paru dan S3 gallop adalah tanda-tanda lanjut dan menunjukan adanya gagal jantung kongestif. Tekanan darah harus diukur pada posisi terlentang dan berdiri. Perubahan orthostatik dapat disebabkan kekurangan volume, vasodilasi berlebihan, atau terapi obat simpatolitik; pemberian cairan preoperatif dapat mencegah hipotensi yang berat setelah induksi anestesia pada pasien-pasien ini. Elektrokardiogram (EKG) sering normal, tetapi pada pasien-pasien dengan riwayat hipertensi yang lama sering menunjukkan tanda-tanda dari iskemia, kelainan konduksi, infark yang lama, atau Hipertropi atau pelebaran ventrikel kiri. Suatu EKG yang normal tidak lantas meniadakan penyakit arteri koroner atau LVH. Begitu pula, ukuran jantung yang normal pada hasil foto thoraks tidak meniadakan kemungkinan hipertropi ventrikel. Ekhokardiografi adalah suatu pemeriksaan yang lebih sensitif untuk LVH dan dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi-fungsi diastolik dan sistolik ventrikel pada pasien-pasien dengan gejala gagal jantung. Foto toraks biasanya tidak bisa berkomentar tetapi dapat menunjukkan suatu bentuk jantung seperti sepatu boot (kemungkinan LVH), kardiomegali, atau kongesti pembuluh darah paru.Mengevaluasi fungsi ginjal yang terbaik dengan mengukur kadar kreatinin serum dan nitrogen urea darah/ BUN. Kadar elektrolit serum diperiksa pada pasien yang mendapat diuretika atau digoksin atau mereka yang mempunyai gagal ginjal. Hipokalemia ringan sampai moderat sering ditemukan pada pasien yang mendapat diuretik (335 mEq/L) tetapi biasanya tidak menunjukan akibat yang kurang baik . Koreksi kalium mungkin perlu dilakukan hanya pada pasien-pasien yang menunjukan gejala atau yang mendapat digoksin.1. PremedikasiPremedikasi mengurangi kecemasan preoperasi dan sangat dibutuhkan pada pasien-pasien hipertensi. Hipertensi preoperasi yang ringan sampai moderat sering membaik setelah pemberian obat anxiolitik, seperti midazolam. Obat antihipertensi preoperatif harus dilanjutkan sampai dengan jadwal operasi dan dapat diberikan dengan seteguk air. Agonis 2-adrenergik pusat dapat bermanfaat sebagai ajuvan untuk premedikasi pasien-pasien hipertensi; clonidine (0,2 mg) meningkatkan sedasi, mengurangi pemberian obat anestesi intraoperatif, dan mengurangi hipertensi perioperatif. Sayangnya, pemberian clonidin preoperatif berkaitan dengan hipotensi intraoperatif yang berat dan bradikardia. 1. Manajemen IntraoperatifRencana anestesi menyeluruh untuk pasien hipertensi adalah memelihara satu batas tekanan darah yang stabil. Pasien-pasien dengan hipertensi borderline bisa diperlakukan sebagai pasien normotensif. Karena kebanyakan pasien-pasien dengan hipertensi lama diasumsikan memiliki CAD dan hipertropi jantung, peningkatan tekanan darah berlebihan tidak diharapkan. Hipertensi, terutama yang disertai takikardia, dapat memicu atau memperburuk iskemia miokardium, disfungsi ventrikel, atau kedua-duanya. Tekanan darah arteri biasanya dijaga supaya berada di kisaran 1020% dari ukuran preoperatif. Jika hipertensi (>180/120 mmHg) didapatkan preoperasi, tekanan darah arteri harus dipertahankan pada normal tinggi (150140/9080 mm Hg). Induksi anestesi dan intubasi endotrakheal sering merupakan periode dengan hemodinamik tidak stabil bagi pasien-pasien hipertensi. Dengan mengabaikan tingkat kendali tekanan darah preoperatif, banyak pasien hipertensi menampilkan respon hypotensif yang kuat terhadap induksi anestesia, diikuti oleh respon hypertensif yang berlebihan terhadap intubasi. Respon hipotensif saat induksi menunjukan penambahan efek depresi sirkulasi dari obat-obat anestesi dengan obat antihipertensi. Banyak, jika bukan hampir semua, obat antihipertensi dan anestesi umum adalah vasolidator, mendepresi jantung, atau kedua-duanya. Obat simpatolitik juga menurunkan refleks sirkulasi yang secara normal bersifat melindungi, mengurangi tonus simpatis dan meningkatkan aktivitas vagal. Salah satu dari beberapa teknik yang bisa digunakan sebelum intubasi untuk menipiskan respon hypertensi: 1. Memperdalam anestesia dengan volatil yang kuat selama 510 min. 1. memberikan opioid secara bolus (fentanyl, 2,55 g/kg; alfentanil, 1525 g/kg; sufentanil, 0,250,5 g/kg; atau remifentanil, 0,51 g/kg). 1. Memberikan lidokain, 1,5 mg/kg intravena atau intratrachea. 1. Memblokade -adrenergik dengan esmolol, 0.31.5 mg/kg; propranolol, 13 mg; atau labetalol, 520 mg. 1. Menggunakan anestesi topikal pada jalan nafas.Keunggulan suatu obat hipertensi atau teknik dibanding yang lain belum jelas. Bahkan setelah anestesia regional, pasien-pasien hipertensi sering mengalami penurunan tensi yang besar dibanding pasien-pasien normotensi. Propofol, barbiturat, benzodiazepin, dan etomidate mempunyai keamanan yang sama untuk induksi anestesi umum pada kebanyakan pasien hipertensi. Pemberian ketamine (tanpa disertai obat lain) merupakan kontraindikasi pada operasi elektif, karena stimulasi simpatisnya dapat memicu hipertensi. Stimulasi simpatisnya ini dapat dihambat atau dihilangkankan dengan pemberian dosis kecil obat lain secara bersamaan, khususnya suatu benzodiazepin atau propofol. Untuk pemberian agen pelemas otot, kecuali pancuronium yang diberikan secara bolus dalam jumlah besar, setiap pelemas otot (disebut juga neuromuscular blocking agent) dapat digunakan secara rutin. Pancuronium menyebabkan blokade vagal dan pelepasan katekolamin oleh syaraf sehingga dapat menimbulkan hipertensi pada pasien-pasien yang kurang terkontrol tekanan darahnya. Ketika pancuronium diberi pelan-pelan dengan peningkatan dosis kecil, peningkatan bermakna pada denyut jantung dan tekanan darah mungkin lebih sedikit.Anestesia bisa dilanjutkan dengan aman dengan volatil (dengan atau tanpa nitro oxida), teknik balance (opioid + nitro oxida + pelemas otot), atau teknik intravena secara total. Tanpa memperlihatkan teknik pemeliharaan yang digunakan, penambahan volatil atau vasodilator intravena umumnya membuat kendali tekanan darah intraoperasi lebih memuaskan. Vasodilasi dan depresi miokardium yang relatif cepat dan reversibel oleh volatil menyebabkan pemberian obat dilakukan secara titrasi sehingga efeknya dapat menghambat tekanan darah arteri. Beberapa klinisi percaya bahwa opioid, sufentanil paling kuat dalam mensupresi sistem otonom dan mengendalikan tekanan darah.Hipertensi intraoperasi yang tidak berespon dengan memperdalam anestesi (terutama dengan volatil) dapat diatasi dengan beberapa obat parenteral. Pastikan bahwa penyebab yang reversibel seperti kedalaman anestesi yang tidak adekuat, hipoxemia, atau hipecapnia sudah disingkirkan sebelum mulai mengobati hipertensi. Penghambat -adrenergik, sendirian atau sebagai tambahan/suplemen adalah suatu pilihan yang baik untuk pasien dengan fungsi ventrikel baik dan peningkatan denyut jantung tetapi kontraindikasi untuk mereka dengan penyakit bronchospastik. Nicardipine bisa lebih baik untuk pasien-pasien dengan penyakit bronchospastik. Refleks takikardi setelah pemberian nifedipine bawah lidah dihubungkan dengan iskemia miokardium dan efek antihipertensinya memiliki onset yang lambat. Nitroprusside masih merupakan obat paling efektif dan cepat untuk pengobatan intraoperasi terhadap hipertensi yang moderat sampai berat. Nitrogliserin mungkin kurang efektif tetapi juga bermanfaat dalam mengobati atau mencegah iskemia miokardium. Fenoldopam juga suatu obat yang bermanfaat dan dapat memperbaiki atau memelihara fungsi ginjal. Hydralazine membantu pengendalian tekanan darah tetapi juga mempunyai onset yang lambat dan dapat menyebabkan refleks takikardia. Terakhir yang jarang terlihat labetalol oleh karena memiliki kombinasi penghambat dan -adrenergik. 1. Manajemen Post-OperatifHipertensi sesudah operasi biasa terjadi dan harus diantisipasi pada pasien-pasien yang tensinya kurang terkontrol. Monitoring ketat tekanan darah harus dilanjutkan di ruang pemulihan dan periode awal sesudah operasi. Hipertensi pada periode penyembuhan sering disebabkan banyak faktor dan diperkuat oleh kelainan pernapasan, nyeri, kelebihan volume cairan, atau distensi kandung kencing. Penyebab yang menyokong harus dikoreksi dan obat antihipertensi parenteral diberikan jika perlu. Labetalol intravena terutama bermanfaat dalam mengendalikan tekanan darah tinggi dan takikardia, sedangkan nicardipine bermanfaat dalam mengendalikan tekanan darah pada kondisi denyut jantung yang lambat, terutama jika dicurigai iskemia myokard atau terdapat bronkospasme. Ketika pasien mulai boleh makan per oral, pengobatan yang diberikan sebelum operasi harus dimulai kembali.