Lapsus Anes Tetanus

30
BAB I PENDAHULUAN Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan oleh pelepasan neurotoksin (tetanospasmin) oleh Clostridium tetani. 1 Di negara berkembang tetanus masih sering dijumpai akibat kebiasaan sosial dan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak memadai. 1 Diperkirakan angka kejadian tetanus pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Berdasarkan data dari WHO, diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia adalah sekitar 700.000 – 1.000.000 kasus per tahun. 1 Selama 20 tahun terakhir, insiden tetanus telah menurun seiring dengan peningkatan cakupan imunisasi. Namun demikian, hampir semua negara tidak memiliki kebijakan bagi orang yang telah divaksinasi yang lahir sebelum program imunisasi diberlakukan ataupun penyediaan booster yang diperlukan untuk perlindungan jangka lama. 2 Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab kematian pada anak. Meskipun insiden tetanus saat ini sudah menurun, namun kisaran tertinggi angka kematian dapat mencapai angka 60%. 1

description

lapsus tentang tetanus

Transcript of Lapsus Anes Tetanus

BAB I

BAB IPENDAHULUANTetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan oleh pelepasan neurotoksin (tetanospasmin) oleh Clostridium tetani.1Di negara berkembang tetanus masih sering dijumpai akibat kebiasaan sosial dan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak memadai.1 Diperkirakan angka kejadian tetanus pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Berdasarkan data dari WHO, diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia adalah sekitar 700.000 1.000.000 kasus per tahun.1Selama 20 tahun terakhir, insiden tetanus telah menurun seiring dengan peningkatan cakupan imunisasi. Namun demikian, hampir semua negara tidak memiliki kebijakan bagi orang yang telah divaksinasi yang lahir sebelum program imunisasi diberlakukan ataupun penyediaan booster yang diperlukan untuk perlindungan jangka lama.2Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab kematian pada anak. Meskipun insiden tetanus saat ini sudah menurun, namun kisaran tertinggi angka kematian dapat mencapai angka 60%. Selain itu, meskipun angka kejadiannya telah menurun setiap tahunnya, namun penyakit ini masih belum dapat dimusnahkan meskipun pencegahan dengan imunisasi sudah diterapkan secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut mengenai penatalaksanaan serta pencegahan tetanus guna menurunkan angka kematian penderita tetanus.2BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiTetanus berasal dari bahasa Yunani, tetanos yang artinya kontraksi.3 Penyakit ini merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh eksotoxin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani yang ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang-kejang otot rangka.3,4 Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang, menyebabkan penutupan rahang, dan melibatkan otot-otot batang tubuh serta otot ekstremitas. Kontraksi otot bersifat nyeri, dan bisa terjadi lokal maupun general.32.2 EpidemiologiTetanus ditemukan di seluruh dunia, terjadi secara sporadis atau secara outbreak dalam skala yang kecil. Saat ini di negara maju sudah jarang ditemukan, sedangkan di negara agraris dimana kontak dengan kotoran hewan masih dimungkinkan, tetanus sering ditemukan. Pada dewasa, laki-laki lebih sering dari pada wanita, yaitu 2,5:1, kebanyakan pada usia produktif.4Amerika mencatat kejadian tetanus tertinggi di negaranya terutama pada usia 60 tahun, serta pada pemakai narkoba suntik. Hingga tahun 2004, Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat kejadian tetanus di Jawa Barat berkisar 68 kasus, dengan angka kematian mencapai 45%.3 Data penderita tetanus di Bandung pada tahun 2005 dilaporkan 68 orang yang dirawat di rumah sakit.32.3 EtiologiPenyakit tetanus disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani yang berbentuk batang dan memiliki sifat basil gram positif dengan spora pada ujungnya sehingga berbentuk mirip seperti pemukul gendering. Obligat anaerob (berbentuk vegetative apabila berada dalam lingkungan anaerob) dan dapat bergerak dengan menggunakan flagella. Bakteri ini menghasilkan eksotoksin yang kuat dan mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam suhu tinggi, kekeringan dan desinfektan.5Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan serta di daerah pertanian. Bakteri ini peka terhadap panas dan tidak dapat bertahan dalam lingkungan yang terdapat oksigen. Sebaliknya, dalam bentuk spora sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Spora mampu bertahan dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun dalam lingkungan yang anaerob. Spora dapat bertahan dalam autoklaf pada suhu 249,8 F (121C) selama 10-15 menit. Spora juga relatif resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan secara fisik dan biologik.5Tetanus juga dapat terjadi akibat beberapa komplikasi kronik seperti ulkus dekubitus, abses dan gangren. Dapat juga terjadi akibat frost bite, infeksi telinga tengah, pembedahan, persalinan, dan pemakaian obat-obatan intravena atau subkutan. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.62.4 PatofisiologiPada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat pencemaran lingkungan oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan attack rate adalah dengan cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port dentree tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui:5a. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang luas. b. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan baik.c. Otitis media, karies gigi, luka kronik. d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan merupakan penyebab utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus neonatorum. Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis. Diperkirakan dosis letal minimum pada manusia sebesar 2,5 nanogram per kilogram berat badan (satu nanogram = satu milyar gram), atau 175 nanogram pada orang dengan berat badan 70 kg.5Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor end plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motorik. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ekstra aksional dan menimbulkan perubahan potensial membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan menimbulkan spasme terutama pada otot yang besar.6Dampak toksin antara lain6: 1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan karena eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku. 2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block, atau takikardia.2.5 Manifestasi KlinisBerdasarkan manifestasi klinisnya, tetanus terklasifiasi menjadi 3 macam yaitu3:

a. Tetanus lokal

Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan angka kematian sekitar 1%. Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.

b. Tetanus sefal

Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.

c. Tetanus umum

Bentuk ini merupakan tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis dapat berupaberupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada danperut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, rasa sakitdan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi denganrangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yangtetap baik.2.6 DiagnosisPenentuan derajat pada tetanus penting dilakukan untuk dapat menentukan prognosis dan terapi yang akan dilakukan. Grading dilakukan menggunakan kriteria Pattel Joag.3 Tabel 1. Grading berdasarkan Pattel Joag.3Kriteria 1Rahang kaku, spasme terbatas, disfagia dan kekakuan otot tulang belakang

Kriteria 2Spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya

Kriteria 3Inkubasi antara 7 hari atau kurang

Kriteria 4Waktu onset adalah 48 jam atau kurang

Kriteria 5Kenaikan suhu rektal sampai 100F atau axial sampai 99F (=37,6C)

Dari kriteria di atas dapat disusun tingkatan derajat sebagai berikut3 :

Derajat 1Kasus ringan minimal 1 kriteria K1 atau K2, mortalitas 0%

Derajat 2Kasus sedang, minimal 2 kriteria (K1+K2), biasanya inkubasi lebih dari 7 hari, onset lebih dari 2 hari, moralitas 10%

Derajat 3Kasus berat, adanya minimal 3 kriteri, biasanya inkubasi kurang dari 7 hari, onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32%

Derajat 4Kasus sangat berat, minimal 4 kriteria, mortalitas 60%

Derajat 5Bila terdapat 5 kriteria, termasuk tetanus neonatorum dan tetaus puerpurium, mortalitas 84%

Kriteria beratnya tetanus dapat pula ditentukan dengan klasifikasi Abletts sebagai berikut3 :

a. Grade I (ringan): trismus ringan sampai sedang, spastisitas umum, tidk ada gangguan pernafasan, tidak ada spasme, tidak ada/sedkit ada disfagia

b. Grade II (moderat): trismus sedang, rigiditas terlihat jelas, spasme ringan sampai sedang namun singkat, gangguan respirasi ringan dengan tachypnea

c. Grade III (berat): trismus berat, spastisitas menyeluruh, reflek spasme dan seringkali spasme spontan yang memanjang, gangguan nafas dengan sesak dan terengah-engah, disfagia berat, bradikardia peningkatan aktivitas saraf autonom sedang.

d. Grade IV (sangat berat): seperti grade III ditambah dengan gangguan autonomik hebat yang sering menyebabkan apa yang disebut sebagai badai autonom.2.7 Manjemen dan Terapi

Manajemen pasien tetanus diklasifikasikan menjadi1,2:

a. Manajemen dasar

(1) Memutuskan invasi toksin dengan antibiotik dan tindakan bedah.

Antibiotik

Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman tetanus bentuk vegetatif. Clostridium peka terhadap penisilin grup beta laktam termasuk penisilin G, ampisilin, karbenisilin, tikarsilin, dan lain-lain. Kuman tersebut juga peka terhadap klorampenikol, metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin generasi ketiga.

Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau penisilin prokain 1,2 juta 1 kali sehari.

Penisilin G digunakan pada anak dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV selama 10-14 hari.

Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15 mg/kgBB/hari digunakan bila diagnosis tetanus belum ditegakkan, kemudian bila diagnosa sudah ditegakkan diganti Penisilin G. Sebuah studi membandingkan metronidazole oral dengan penisilin intramuscular, dimana menunjukkan hasil kelangsungan hidup yang lebih baik, durasi rawat inap lebih pendek, dan perkembangan penyakit yang minimal pada kelompok metronidazole. Obat ini dapat digunakan dengan loading dose 15 mg/kg BB/jam, kemudian dilanjutkan dengan 7,5 mg/kg BB setiap 6 jam. Anti tetanus serumDosis anti tetanus serum yang digunakan adalah 50.000-100.000 unit, setengah dosis diberikan secara IM dan setengahnya lagi diberikan secara IV, sebelumnya dilakukan tes hipersensitifitas terlebih dahulu. Pada tetanus neonatorum diberikan 10.000 unit IV. Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG)

Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama pada tetanus dengan dosis 3000-6000 unit secara IM, HTIG harus diberikan sesegera mungkin. Kerr dan Spalding (1984) memberikan HTIG pada neonatus sebanyak 500 IU IV dan 800-2000 IU intrathekal. Pemberian intrathekal sangat efektif bila diberikan dalam 24 jam pertama setelah timbul gejala(2) Menekan efek toksin pada SSP

Benzodiazepin

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Obat ini mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot yang kuat. Pada tingkat supraspinal mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi ketakutan dan ketegangan fisik serta penenang dan pada tingkat spinal menginhibisi refleks polisinaps. Efek samping dapat berupa depresi pernafasan, terutama terjadi bila diberikan dalam dosis besar. Dosis diazepam yang diberikan pada neonatus adalah 0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian.Udwadia (1994), pemberian diazepam pada anak dan dewasa 5-20 mg 3 kali sehari, dan pada neonatus diberikan 0,1-0,3 mg/kgBB/kali pemberian IV setiap 2-4 jam. Pada tetanus ringan obat dapat diberikan per oral, sedangkan tetanus lain sebaiknya diberikan drip IV lambat selama 24 jam.

Barbiturat

Fenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30 mg untuk neonatus dan 100 mg untuk anak-anak tiap 8-12 jam, bila dosis berlebihan dapat menyebabkan hipoksisa dan keracunan. Fenobarbital intravena dapat diberikan segera dengan dosis 5 mg/kgBB, kemudian 1 mg/kgBB yang diberikan tiap 10 menit sampai otot perut relaksasi dan spasme berkurang. Fenobarbital dapat diberikan bersama-sama diazepam dengan dosis 10 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis melalui selang nasogastrik. Fenotiazin

Klorpromazin diberikan dengan dosis 50 mg IM 4 kali sehari (dewasa), 25 mg IM 4 kali sehari (anak), 12,5 mg IM 4 kali sehari untuk neonatus. Fenotiazin tidak dibenarkan diberikan secara IV karena dapat menyebabkan syok terlebih pada penderita dengan tekanan darah yang labil atau hipotensi. Baclofen

Sampai saat ini, laporan menunjukkan bahwa lebih dari 26 orang dewasa dengan tetanus berat telah diobati dengan baclofen intratekal untuk mengelolah kekakuan otot dan kejang. Dosis diberikan 1750 mcg per hari.

b. Perawatan umum

Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang pada unit perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal. Pemberian cairan dan elektrolit serta nutrisi harus diperhatikan. Pada tetanus neonatorum, letakkan penderita di bawah penghangat dengan suhu 36,2-36,5oC (36-37oC), infus IV glukosa 10% dan elektrolit 100-125 ml/kgBB/hari. Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi oleh spasme atau sekret yang tidak dapat hilang oleh pengisapan. Trakheostomi dilakukan pada bayi lebih dari 2 bulan. Pada tetanus neonatorum, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakhea.Bantuan ventilator diberikan pada :a. Semua penderita dengan tetanus derajat IV b. Penderita dengan tetanus derajat III dimana spasme tidak terkendali dengan terapi konservatif dan PaO2.

c. Terjadi komplikasi yang serius seperti atelektasis, pneumonia dan lain-lain.c. Berdasarkan tingkat penyakit tetanusi) Tetanus ringan (derajat 1)

Penderita diberikan penaganan dasar dan umum, meliputi pemberian antibiotik, HTIG/anti toksin, diazepam, membersihkan luka dan perawatan suportif seperti diatas.

ii) Tetanus sedang (derajat 2)

Penanganan umum seperti diatas. Bila diperlukan dilakukan intubasi atautrakeostomi dan pemasangan selang nasogastrik delam anestesia umum.Pemberian cairan parenteral, bila perlu diberikan nutrisi secara parenteral.

iii) Tetanus berat (derajat 3 dan 4)

Penangan dapat dilakukan apabila spasme sangat hebat dapat diberikan pankuronium bromid 0,02 mg/kgBB IV diikuti 0,05 mg/kg/dosis diberikan setiap 2-3 jam. Bila terjadi aktivitas simpatis yang berlebihan dapat diberikan beta bloker seperti propanolo atau alfa dan beta bloker labetolol.2.8 Diagnosis BandingDistonia akut yang diinduksi oleh obat seperti metoklopramid, proklorperazin, yang meliputi otot kepala dan leher. Pada distonia ini tidak terdapat kekakuan dan spasme okulogirik. Injeksi benztropin 2 mg akan memberikan kesembuhan secara cepat pada kasus ini.3Abses gigi ataupun masalah pada sendi temporomandibular akan memberikan gambaran klinis menyerupai trismus.3Tabel 3. Diagnosis banding dari Tetanus7PenyakitGambaran differential

INFEKSI

Meningoencephalitis

Polio

Rabies

Lesi oropharyngeal

PeritonitisDemam, trismus tidak ada, sensorium depresi, abnormal CSF

Trismus tidak ada, paralise tipe flaccid, abnormal CSF

Gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya oropharyngeal spasm

Hanya lokal, rigiditas seluruh tubuh atau spasme tidak ada

Trismus atau spasme seluruh tubuh tidak ada

KELAINAN METABOLIK

Tetany

Keracunan Strychine

Reaksi PhenothiazineHanya carpopedal dan laryngeal spasm, hypocalcemia

Relaksasi komplet diantara spasm

Dystonia, merespon baik dengan diphenhydramine

PENYAKIT CNS

Status Epileptikus

Hemorrhage atau tumorSensorium depresi

Trismus tidak ada, sensorium depresi

KELAINAN PSKIATRI

HysteriaTrismus inkonstan, relaksasi komplet diantara spasm

2.7 Komplikasia. Respirasi

Komplikasi ini sangat sering terjadi, terutama hipoksia dan gagal nafas pada pasien tetanus yang berat. Rigiditas otot dan spasme dinding dada, diafragma, dan perut menyebabkan retriksi nafas. Penurunan kemampuan untuk batuk akibat rigiditas, spasme maupun sedasi menyebabkan atelektasis dan resiko terjangkit pneumonia menjadi meningkat. Ketidak mampuan menelan saliva yang disebabkan oleh spasme faring, peningkatan tekanan intraabdomen, dan stasis gaster secara keseluruhan menyebabkan peningkatan resiko aspirasi. Hiperventilasi dapat terjadi akibat rasa takut, gangguan otonom, atau perubahan fungsi batang otak.3b. Miokarditis dan gangguan kardiovaskuler lain

Miokarditis merupakan respon infeksi terhadap otot jantung yang dapat berkembang menjadi dilated cardiomyopathy. Gejala klinis berupa mudah lelah, demam, dyspnea d'effort, takikardi, dan takipneu.3c. Gastrointestinal

Perdarahan lambung sering terjadi dan dapat diatasi dengan pemberian antasida secara teratur terutama pada pasien tetanus dengan derajat berat. Puasa lambung sebaiknya tidak dilakukan jika perdarahan lambung tidak terlalu berat.3d. Renal dan elektrolit

Gangguan ginjal seringkali disebabkan oleh kondisi hipovolemia dan kehilangan darah yang dapat dikoreksi dengan infus intravena atau transfuse darah. Gangguan yang dapat terjadi adalah hipokalemi dan hiponatremia.3e. Miscellaneous

Ketidakmampuan dalam menelan menyebabkan penurunan berat badan sering terjadi pada pasien tetanus. Selain itu perubahan otonom yang menginduksi perubahan fungsi gastrointestinal, peningkatan kecepatan metabolik akibat pireksia dan aktivitas muskuler juga berujung pada penurunan berat badan.3Tabel 4. Komplikasi tetanus berdasarkan sistem organ.7Sistem OrganKomplikasi

Jalan nafasAspirasi

Laringospasme/obstruksi

Obstruksi yang berkaitan dengan sedative

RespiratoriApnea

Hypoxia

Tipe I (atelektasis, aspirasi, pneumonia) dan tipe II respiratory failure (laryngeal spasm, prolonged truncal spasm, sedasi yang berlebih)

ARDS

Komplikasi dari pemakaian ventilasi yang berkepanjangan (pneumoni)

Komplikasi dari tracheostomy (stenosis trakea)

KardiovaskulerTakikardia, hipertensi, iskemi

Hipotensi, bradikardi

Takiaritmia, bradiaritmia

Asistole

Cardiac failure

RenalHigh output renal failure

Oliguric renal failure

Urinary stasis and infection

GastrointestinalGastric stasis

Ileus

Diare

Hemorrhage

MiscellaneousWight loss

Thromboembolus

Sepsis dan multiple organ failure

Komplikasi dari spasme berupa fraktur vertebra dan avulsi tendon

2.8 PROGNOSIS

Prognosis pada pasien tetanus ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: masa inkubasi yang kurang dari 7 hari, usia yang sangat muda atau neonatus serta usia lanjut, frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang terlambat, dan adanya komplikasi terutama spasme otot-otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas.7,8Tatalaksana modern mengurangi mortalitas tetanus berat dari 60% menjadi 10-20% yang sebagian besar disebabkan oleh hiperaktivitas simpatis.8 Pada negara berkembang yang tidak didukung fasilitas perawatan intensif dan ventilator, kematian pada tetanus dengan derajat berat dapat mencapai 50%.7Tabel 5. Prognosis berdasarkan skor Phillips9FACTORSSCORE

Incubation time

14 days5

4

3

2

1

Site of infection

Internal and umbilical

Head, neck, and body wall

Peripheral proximal

Peripheral distal

Unknown5

4

3

2

1

Site of protection

None

Possibly some or maternal immunization in neonatal patients

Protected >10 years ago

Protected 17; 11% pada skor