Presentasi Kasus Anes NIA
-
Upload
neea-nurotus-saniyah -
Category
Documents
-
view
79 -
download
10
Transcript of Presentasi Kasus Anes NIA
Presentasi Kasus
PENATALAKSANAAN ANESTESI REGIONAL PADA WANITA 33
TAHUN DENGAN PRE EKLAMPSIA BERAT DAN PRESENTASI
BOKONG PADA MULTIGRAVIDA HAMIL ATERM BELUM DALAM
PERSALINAN
Disusun Oleh :
Nurotus SaniyahG9911112115
Pembimbing:dr. RTh. Supraptomo, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK LAB/UPF ANESTESIOLOGI
FK UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga presentasi kasus
dengan judul PENATALAKSANAAN ANESTESI REGIONAL PADA WANITA
33 TAHUN DENGAN PRE EKLAMPSIA BERAT DAN PRESENTASI
BOKONG PADA MULTIGRAVIDA HAMIL ATERM BELUM DALAM
PERSALINAN dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Unit Anestesi dan Reanimasi di FK UNS / RSUD dr.
Moewardi Surakarta.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dr.
Marthunus Judin, SpAn, selaku Kepala Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK
UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta, dr. R.T.H. Supraptomo, Sp.An selaku
pembimbing presentasi kasus ini, dan seluruh staf ahli anestesi yang saya hormati.
Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Akhirnya
penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan
semua pihak yang berkepentingan.
Surakarta, 17 Oktober 2012
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
Bab I. Pendahuluan........................................................................................... 1
Bab II. Tinjauan Pustaka................................................................................... 2
Bab III. Laporan Kasus..................................................................................... 13
Bab IV. Pembahasan......................................................................................... 19
Bab V. Penutup................................................................................................ 22
Daftar Pustaka................................................................................................... 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tugas dokter yang utama adalah mempertahankan hidup dan mengurangi
penderitaan pasiennya. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat
berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter tersebut karena dapat mengurangi nyeri
dan memberikan bantuan hidup. Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari
berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita
yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.1
Anestesi spinal merupakan salah satu macam anestesi regional. Pungsi lumbal
pertama kali dilakukan oleh Qunke pada tahun 1891. Anestesi spinal subarachnoid dicoba
oleh Corning, dengan menganestesi bagian bawah tubuh penderita dengan kokain secara
injeksi columna spinal. Efek anestesi tercapai setelah 20 menit, mungkin akibat difusi
pada ruang epidural. Indikasi penggunaan anestesi spinal salah satunya adalah tindakan
pada bedah obstetri dan ginekologi.2
Dalam persalinan membutuhkan tindakan anestesi karena nyeri sangat mungkin
terjadi saat persalinan berlangsung. Nyeri karena persalinan terjadi karena kontraksi
uterus, dilatasi servik, selain itu, tindakan dalam persalinan seperti ekstraksi cunam,
vakum, versi dalam, versi luar, dan bedah caesar juga menimbulkan nyeri sehingga
membutuhkan anestesi.2,3
Beberapa komplikasi akut preeklampsia, yaitu eklampsia, sindroma HELLP
(hemolisis, elevasi enzim hati, penurunan platelet), ruptur hepar, edema pulmonal, gagal
ginjal, koagulopati intravaskular diseminasi, kedaruratan hipertensi dan hipertensi
ensefalopati serta kebutaan kortikal. Pada kasus ini akan dibahas tentang penatalaksanaan
klinis dari pre eklampsia berat.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERSIAPAN PRA ANESTESI
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan
pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan
tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan
fisik dan kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):1
a. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan
faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
b. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang
sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas
16%.
c. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas. Angka mortalitas 38%.
d. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa,
tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina
menetap. Angka mortalitas 68%.
e. ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi
hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi /
dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat .1
B. PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan
dari premedikasi antara lain :1
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2
2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
4. Memberikan analgesia, misal pethidin
5. Mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin
C. ANESTESI SPINAL
Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan obat
analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari
suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh
sebagian atau seluruhnya, sedang penderita tetap sadar.
Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara
vertebra L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau L4-L5 (obat
lebih cenderung berkumpul di kaudal).
Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi abdomen
bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki. Anestesi ini memberi
relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi didapat dengan lidokain hanya sekitar 90 menit.
Bila digunakan obat lain misalnya bupivakain, sinkokain, atau tetrakain, maka lama
operasi dapat diperpanjang sampai 2-3 jam.
Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit jantung,
kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang meninggi.
1. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat anestesi spinal adalah sebagai berikut:
a. Sadle back anestesi, yang terkena pengaruhnya adalah daerah lumbal
bawah dan segmen sakrum.
b. Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah umbilikus /
Th X di sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan sakral.
3
c. Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk
thoraks bawah, lumbal dan sakral.
d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk daerah
thoraks segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.
e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang lebih
tinggi.
2. Teknik anestesi :
a. Perlu mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan motorik dan
berkaitan keyakinan kalau paralisisnya hanya sementara.
b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat menginjeksi obat
anestesi lokal.
c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk mengambil lumbal
pungsi, tetapi bila kesulitan, posisi duduk akan lebih mudah untuk pungsi.
Asisten harus membantu memfleksikan posisi penderita.
d. Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka kanan
kiri akan memotong garis tengah punggung setinggi L4-L5.
e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra lumbalis.
f. Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1.
g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan memakai sarung
tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan penyuntikan jarum lumbal
no. 22 lebih halus no. 23, 25, 26 pada bidang median dengan arah 10-30
derajat terhadap bidang horisontal ke arah kranial pada ruang antar
vertebra lumbalis yang sudah dipilih. Jarum lumbal akan menembus
berturut-turut beberapa ligamen, yang terakhir ditembus adalah duramater
subarachnoid.
h. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya
disuntikkan larutan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Cabut jarum, tutup luka dengan kasa steril.
i. Monitor tekanan darah setiap 5 menit pada 20 menit pertama, jika terjadi
hipotensi diberikan oksigen nasal dan ephedrin IV 5 mg, infus 500-1000 ml
NaCl atau hemacel cukup untuk memperbaiki tekanan darah.
4
3. Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :
a. Bupivakain
Bupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3 kali lebih
kuat dan bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama digunakan untuk
anestesi daerah luas (larutan 0,25%-0,5%) dikombinasi dengan adrenalin
1:200.000, derajat relaksasinya terhadap otot tergantung terhadap kadarnya.
Presentase pengikatannya sebesar 82-96%. Melalui N-dealkilasi zat ini
dimetabolisasi menjadi pipekoloksilidin (PPX). Ekskresinya melalui kemih
5% dalam keadaan utuh , sebagian kecil sebagai PPX, dan sisanya metabolit-
metabolit lain. Plasma t1/2 1,5-5,5 jam. Untuk kehamilan, sama dengan
mepivakain dapat digunakan selama kehamilan dengan kadar 2,5-5 mg/ml.
Dari semua anestetika lokal, bupivakain adalah yang paling sedikit melintasi
plasenta.
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah 1,003-
1,008. Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS disebut
isobarik sedangkan yang lebih berat dari CSS adalah hiperbarik. Anestesi
lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik yang diperoleh dengan
mencampur anestesi lokal dengan dekstrosa.
Anestesi Lokal Berat Jenis Sifat Dosis
Bupivakain (decain)
0,5% dalam air 1,005 Isobarik 5-20 mg (1-4 mL)
0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1, 027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3mL)
b. Fentanyl
Fentanil adalah obat dengan masa kerja pendek namun mula kerja cepat,
sekitar 2 menit. Efek fentanyl dapat mengakibatkan amnesia, hipnosis dan
analgesi yang memuaskan. Curah jantung semenit menurun dan resistensi
pembuluh darah sistemik meningkat pada permulaan yang akan kembali
normal bila anestesi diteruskan.
5
Apneu dapat terjadi karena depresi SSP, namun dapat diatasi dengan
mengontrol dan memimpin pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul mual
muntah dan menggigil pasca bedah, juga dapat timbul gejala ekstrapiramidal.
c. Ondansentron
Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif yang dapat menekan
mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Ondansetron
mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah.
Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi.
Ondansentron dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama
secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam hati.
Ondansentron digunakan pada kondisi mual muntah karena kemoterapi,
radioterapi ataupun pasc operasi. Efek sampingnya berupa nyeri kepala, obstipasi,
rasa panas di muka dan perut bagian atas, jarang sekali gangguan ekstrapiramidal
dan reaksi hipersensitivitas. Dosis untuk pengobatan atau pencegahan mual
muntah pre/pasca operasi yaitu 4-8 mg/IM sebagai dosis tunggal atau IV
perlahan-lahan.
4. Keuntungan dan kerugian anestesi spinal :
a. Keuntungan
1) Respirasi spontan
2) Lebih murah
3) Ideal untuk pasien kondisi fit
4) Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru pada pasien
dengan perut penuh
5) Tidak memerlukan intubasi
6) Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal
7) Fungsi usus cepat kembali
8) Tidak ada bahaya ledakan
9) Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan
b. Kerugian
1) Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general sistem
2) Menyebabkan post operatif headache.
6
5. Komplikasi tindakan anestesi spinal
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum
tindakan
b. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2
c. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi atau spinal total
D. TERAPI CAIRAN
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus
obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa
dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius
kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan
pada dewasa untuk operasi :
7
Ringan = 4 ml / kgBB/jam
Sedang = 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10
% EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume
darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali
darah yang hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
Kebutuhan cairan dan elektrolit pada dewasa:10
a. Air : 30 – 40 ml/kg BB/hari
b. Na : 1 – 2 mEq/kgBB/hari
c. K : 1 mEq/kgBB/hari.
Kebutuhan kalori rata – rata/ kgBB orang dewasa, dipengaruhi oleh faktor
trauma atau stress :11
E. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi
yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk
observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Ruang pulih sadar menjadi batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di
ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu
dilakukan skoring tentang keadaan pasien setelah anestesi dan pembedahan. Untuk
regional anestesi digunakan skor Bromage.
8
BROMAGE SCORING SYSTEM
Bromage skor< 2 boleh pindah ke ruang perawatan.
F. ANESTESI OBSTETRI
Semua pasien yang masuk dalam obstetri sangat besar kemungkinan
membutuhkan anestesi yang baik yang direncanakan atau emergensi, oleh karena itu
seorang ahli anestesi seharusnya menyadari riwayat penyakit sekarang dan dahulu
yang berhubungan dengan pasien obstetri. Pasien yang membutuhkan pelayanan
anestesi untuk persalinan atau SC seharusnya mendapat evaluasi pre anestesi yang
detail. Semua wanita dalam persalinan harus dijaga nutrisi per oral dan diberi cairan
IV biasanya menggunakan cairan RL dalam dextrosa untuk mencegah dehidrasi.
Berbagai macam indikasi untuk sectio caesaria antara lain:
1. Kehamilan beresiko tinggi pada maternal dan fetal:
a. Peningkatan resiko ruptur uteri:
1) Riwayat kelahiran dengan seksio caesaria
2) Riwayat miomektomi ekstensif atau rekonstruksi uterin
a. Peningkatan resiko perdarahan maternal
1) Sentral atau parsial plasenta previa.
2) Solutio plasenta
3) Riwayat rekonstruksi vagina
2. Distokia
a. Hubungan Fetopelvik yang abnormal
Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan kaki
3
9
1) Disproporsi kepala panggul.
2) Presentasi fetal yang abnormal : letal transvers atau obliq, presbo.
b. Aktivitas disfungsional uterin.
3. Keadaan-keadaan gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera.
a. Fetal distress
b. Prolaps umbilikus
c. Perdarahan maternal
d. Amnionitis
e. Herpes genital dengan disertai ruptur membran
f. Kematian impending maternal.4
G. SCTP-EMERGENCY
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. Dewasa ini cara ini jauh lebih aman daripada
dahulu berhubung dengan adanya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang
lebih sempurna dan anestesia yang lebih baik.
Pembedahan yang dewasa ini paling banyak dilakukan ialah seksio sesaria
transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus. Keunggulan
pembedahan ini adalah : perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak, bahaya
peritonitis tidak besar, luka dapat sembuh lebih sempurna.9
H. PRE EKLAMPSIA BERAT
Pre-eklampsia umumnya didefinisikan sebagai hipertensi akut (tekanan darah
≥140/ 90 mm Hg) dan proteinuria (≥ 300 mg dalam 24 jam) pada atau setelah
kehamilan 20 minggu. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-
keadaan berikut : kehamilan multifetal dan hidrops fetalis, penyakit vaskuler,
termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus dan penyakit ginjal.
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang
mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
10
1. Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau
riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya
preeklampsia.
2. Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat
(blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya
preeclampsia.
3. Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan
kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.
4. Kegemukan
5. Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai
bayi kembar atau lebih.
6. Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu
sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi
hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti
reumatik arthritis atau lupus.
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan
penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang
memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai
penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat
menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.2
Penanganan pada preeklampsia berat adalah dengan pemberian obat antikejang
MgSO4 4gram (40% dalam 10cc) selama 15 menit secara IM agar menghambat atau
menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serabut saraf dengan menghambat
transmisi neuromuscular. Pada transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada
sinaps, sehingga pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser
kalsium, dan menyebankan aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium. Dan dilakukan terminasi
kehamilan, karena pada kasus ini umur kehamilan pasien sudah ≥ 37 minggu
11
I. PRESENTASI BOKONG
Presentasi bokong atau ketak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri.
J. BELUM DALAM PERSALINAN
Ditegakkan melalui:
Anamnesis:
Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan
Air kawah keluar (-)
Pemeriksaan fisik:
His (-)
Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul6
12
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S.
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 994011
Diagnosis pre operatif : Preeklampsia berat dan presentasi bokong pada
multigravida hamil aterm belum dalam persalinan
Macam Operasi : SCTP Emergency
Macam Anestesi : Anestesi spinal
Tanggal Masuk : 11 Oktober 2012 jam 14.40
Tanggal Operasi : 11 Oktober 2012 jam 20.45
B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI
1. Anamnesa
a. Keluhan utama : ingin melahirkan namun belum terasa kencang-kencang
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Datang seorang G4P3A0, 33 tahun, datang dari poliklinik kandungan
dengan keluhan tensi tinggi. Pasien merasa hamil 9 bulan, namun kenceng-
kenceng belum dirasakan, gerakan janin masih dirasakan, lendir darah belum
keluar.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma (–)
Riwayat alergi (–)
Riwayat hipertensi atau penyakit jantung (–)
Riwayat DM (–)
Riwayat gigi goyah (–)
Riwayat gigi palsu (-)
13
+ +
Riwayat operasi sebelumnya (+) sectio Seccarea 2 tahun sebelumnya dengan
anestesi spinal
d. Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok (–)
Riwayat minum alkohol (–)
Makan terakhir : jam 14.30, 11 Oktober 2012
Minum terakhir : jam 14.30, 11 Oktober 2012
Pemeriksaan Fisik:
a. Keadaan umum : baik, CM, gizi kesan cukup, GCS E4V5M6
b. Vital sign : T : 180/120 mmHg
N : 88 x/menit
Rr : 20 x/menit
t : 36,50C
BB : 82 kg
TB : 158 cm
c. Status Generalis :
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
Mulut : malampati I
Jalan nafas: tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), oedem (-), kekakuan
sendi rahang (-), kaku leher (-)
Thorax : retraksi (-)
Cor : BJ I – II intensitas normal, reguler bising (-)
Pulmo : Suara dasar vesikuler : kanan/kiri = +/+
Suara tambahan whezing kanan/kiri = -/-
RBK kanan/kiri = -/-
RBH kanan/kiri = -/-
Abdomen : lihat status obstetri
Ekstremitas : Oedem akral dingin
14
d. Status Obstetri
Abdomen
1) Inspeksi :tampak membuncit, dinding perut lebih tinggi dari dinding
dada, striae alba (+), linea fuscha (+)
2) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterin,
memanjang, presentasi bokong, punggung kanan, kepala
masuk panggul < 1/3 bagian, TFU : 31 cm ~ TBJ : 3100 gram,
his (-)
3) Auskultasi: DJJ 12 – 13 – 12/12 – 12 – 13/12 – 13 – 12/reguler
Genital VT : vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,
portio lunak, mendatar, kepala di Hodge I, kulit ketuban dan penunjuk sulit
dinilai, air ketuban (-), STLD (-)
2. Pemeriksaan penunjang :
a. Laboratorium
Hemoglobin
Hct
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
Gol darah
PT
APTT
:
:
:
:
:
:
:
:
11,3 g/dl
35 %
4,15.106 ul
10,9.103 ul
246.103 ul
A
12,3 detik
35,5 detik
GDS
Ureum
Creatinin
Albumin
Natrium
Kalium
Clorida
HbsAg
:
:
:
:
:
:
:
:
139 mg/dl
20 mg/dl
0,9 mg/dl
3,5 g/dl
139 mmol/L
3,8 mmol/L
107 mmol/L
Non reaktif
b. USG :
1) Janin tunggal, intra uterin, memanjang, presbo, DJJ ( + ) reguler
2) Fetal biometri : BPD 9,05; AC 34,8; FL 6,96; EFBW 3350 gr
3) Plasenta berinsersi di corpus kanan, grade II-III, air ketuban kesan cukup,
tidak tampak jelas kelainan kelainan congenital mayor. Kesan janin saat
ini dalam keadaan baik.
3. Kesimpulan :
Kelainan sistemik : ( – )
15
Kegawatan : ( + )
Status fisik ASA : II E
C. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis (+)
b. Puasa > 6 jam
c. Infus RL 20 tetes /menit
2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi
3. Teknik Anestesi : intradural spinal anestesi
4. Premedikasi : ondansentron 4 mg
5. Analgesi spinal : bupivakain 10 mg, fentanyl 25 μg
6. Maintenance : O2 3 lt/menit
7. Monitoring : tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman
anestesi, cairan, perdarahan.
8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
D. TATALAKSANA ANESTESI
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi
b. Periksa tanda vital dan keadaan umum
c. Lama puasa > 6 jam.
d. Cek obat-obat dan alat anestesi.
e. Infus RL 40 tetes/menit.
f. Posisi terlentang.
g. Pakaian pasien diganti pakaian operasi.
2. Di ruang operasi
a. Jam 21.25 : pasien ditidurkan di ruang operasi dengan posisi telentang,
dilakukan pemasangan, manset, monitor, infus RL 500 cc.
b. Jam 21.35 : Pasien duduk ditopang oleh seorang asisten, diberikan suntikan
bupivakain 10 mg dan fentanyl 25 μg secara intra dural.
16
c. Jam 21.45 : bayi dilahirkan perabdominal, jenis kelamin perempuan, berat
badan 3100 gram, panjang badan 48 cm, APGAR 7-8-9, anus (+). Diberikan
methergin 200 μg IV, oxytosin 10 IU per drip.
d. Jam 21.50 : plasenta dilahirkan per abdominal lengkap dengan insersio
parasentral.
e. Jam 21.55 : infus RL 500 cc
f. Jam 22.20 : Infus RL 500 cc
Monitoring Selama Anestesi
Jam Tensi Nadi Sa02
21.25 140/80 96 10021.30 140/75 90 10021.35 140/85 90 10021.40 143/86 98 10021.45 128/70 85 10021.50 145/82 95 10021.55 130/70 82 10022.00 125/75 85 10022.05 127/70 84 10022.10 129/70 82 10022.15 120/70 80 10022.20 120/70 82 100
3. Di ruang pemulihan
a. Jam 22.25 : pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar dalam keadaan sadar,
posisi terlentang, diberikan O2 3 liter/menit, dan tanda-tanda vital
dimonitoring tiap 5 menit.
b. Jam 22.50 : pasien stabil baik, dipindahkan ke Bangsal Mawar 1.
Monitoring Pasca Anestesi
Jam Tensi Nadi RR Keterangan22.25 120/70 82 20 O2 3 L/menit, monitoring tanda vital22.30 120/70 84 2022.35 120/70 88 2022.40 120/80 88 2022.45 120/80 84 20 Bromage score < 222.50 120/80 84 20 Pasien dipindah ke Bangsal
17
4. Instruksi Pasca Anestesi
a. Rawat pasien posisi setengah duduk, oksigen 3 L/mnt, kontrol tanda vital.
Bila tensi turun dibawah 90/60mmHg, berikan loading kristaloid 250 cc /
efedrin 5-10 mg. Bila muntah berikan injeksi ondansetron 4 mg IV. Bila
kesakitan berikan injeksi Ketorolac 30 mg IV.
b. Lain-lain
- Antibiotik sesuai bagian Obsgyn
- Puasa sampai dengan flatus atau bising usus (+)
- Post op cek Hb, bila <10 g/dl transfusi sampai dengan Hb> 10
g/dl.
- Monitor tanda vital, kontrol balance cairan
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi pada
wanita hamil yang akan melakukan persalinan. Karena dalam melakukan tindakan
anestesi harus memperhatikan teknik anestesi yang akan dipakai demi menjaga
keselamatan ibu, bayi, serta kehamilan itu sendiri. Untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan saat melakukan tindakan anestesi pada wanita hamil, maka kita harus
mengetahui perubahan-perubahan fisiologis wanita hamil serta efek masing-masing obat
anestesi.
Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki keuntungan
yaitu:
1. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan sadar.
2. Relaksasi otot yang lebih baik.
3. Analgesi yang cukup kuat.
A. PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK
1. Emergensi
2. Menyangkut dua nyawa yaitu nyawa ibu dan anak
B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
1. Apabila tidak segera dilakukan pembedahan maka bisa mempersulit proses
persalinan dan mengancam jiwa janin dan ibu.
2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.
3. Resiko kerusakan organ yang diakibatkan pembedahan.
4. Obat-obat yang membantu kontraksi uterus harus dipersiapkan karena
pengosongan uterus lebih cepat pada Sectio Caesaria dari pada pervaginam, untuk
meminimalkan bahaya perdarahan pasca persalinan
Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan teknik
anestesi yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu dipersiapkan darah untuk
mengatasi perdarahan.
19
C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1. Premedikasi
Puasa pasien sudah mencapai 6 jam atau lebih. Pemberian ondansentron 4 mg
untuk mencegah mual muntah pasien selama dan sesudah operasi.
2. Analgesi spinal
Pada kasus ini digunakan bupivakain 10 mg, karena mula kerjanya cepat,
lebih kuat, lebih lama dibandingkan lidokain, dan aman untuk kehamilan karena
paling minimal melintasi plasenta. Pada kasus ini ditambahkan fentanil 25 μg
(golongan opioid) yang dapat meningkatkan kualitas intraoperatif analgesia,
memperpanjang durasi analgesik, tanpa mempengaruhi status klinis bayi baru
lahir. Tidak ada aksi pada onset blok sensorik atau motor.
3. Maintenance
Dipakai O2 3 liter/menit
4. Terapi Cairan
a. Defisit cairan karena puasa 6 jam.
2 cc x 82 x 6 = 984 cc
b. Kebutuhan cairan selama operasi sedang 1 jam
= kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang
= (2 cc x 82 kg x 1 jam) + (6 cc x 82 kg x 1 jam) = 164 cc + 492 cc
= 656 cc
c. Pendarahan yang terjadi = 500 cc
EBV = 65 cc x 82 kg = 5330 cc
Jadi kehilangan darah = 500/5330 x 100% = 9,38 %
Karena kehilangan darah < 10 % jadi diganti dengan cairan kristaloid
3 x 200 = 600 cc
Produksi urine jam I = 25 cc
d. Kebutuhan cairan basal total
Jam I = (1/2 x 984) +656 = 1148 cc
Jam II = (1/4 x 984) + 656 = 902 cc
Jam III = (1/4 x 984) + 656 = 902 cc
Jam IV = 656 cc
20
e. Cairan yang sudah diberikan :
Pra anestesi : 500 cc
Saat anestesi : 1500 cc
Pada kasus ini, yang dilakukan anestesi spinal, saat operasi terjadi penurunan
tekanan darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal biasanya sering
terjadi. Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi spinal.
Hipotensi terjadi karena :
1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.
2. Penurunan resistensi perifer.
Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau terdapat gejala-
gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk menghindari cedera
ginjal, jantung dan otak, di antaranya dengan memberikan oksigen dan menaikkan
kecepatan tetesan infus dan jika perlu diberikan vasokonstriktor seperti pada pasien
ini diberikan efedrin 10 μg yang telah diencerkan jika tekanan sistolik dibawah 100
mmHg.
Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk
mengatasi bradikardi yang terjadi dapat diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.
Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot
pernafasan, abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami
kesulitan bernafas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen yang
adekuat dan pengawasan terhadap depresi pernafasan yang mungkin terjadi.
21
BAB V
PENUTUP
Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar tindakan
anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan anestesi. Anastesi
umum dalam persalinan harus dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan ibu dan
bayi. Dalam hal ini pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap
operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti memungkinkan kita
mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga
dapat mengantisipasinya serta dapat menentukan teknik anestesi yang akan dipakai.
Selain itu, pemilihan obat dan dosisnya harus benar-benar diperhatikan agar tidak
mendepresi janin, dimana hampir semuanya dapat mendepresi nafas janin.
Pada laporan ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi regional dengan
menggunakan teknik anestesi spinal pada preeklampsia berat pada multigravida belum
dalam persalinan dengan ASA II E dengan menggunakan induksi Bupivakain 10 mg dan
Fentanyl 25 μg, maintenance O2 3 lt/menit.
Pemeriksaan pre anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi, melalui
pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan
memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga komplikasi anestesi dapat
diantisipasi ataupun ditekan seminimal mungkin. Seperti pada kasus ini kemungkinan
hipotensi yang dapat terjadi sudah diantisipasi. Walaupun terjadi hipotensi penanganan
segera yang dibutuhkan sudah tersedia sehingga akibat dan komplikasi yang dapat
ditimbulkannya ditekan seminimal mungkin.
Penatalaksanaan operasi dan penatalaksanaan anestesi pada kasus ini terdapat
komplikasi hipotensi tetapi secara umum berjalan lancar karena persiapan operasi baik
pre operasi dan selama operasi sudah baik di bangsal.
22
Tabel 1. Aldrete Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Aktivitas
motorik
Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas
atas perintah atau secara sadar.
Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas
perintah atau secara sadar.
Tidak mampu menggerakkan ekstremitas
atas perintah atau secara sadar.
2
1
0
2 Respirasi Nafas adekuat dan dapat batuk
Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi
Apneu/tidak bernafas
2
1
0
3 Sirkulasi Tekanan darah berbeda ± 20% dari semula
Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari
semula
Tekanan darah berbeda >50% dari semula
2
1
0
4 Kesadaran Sadar penuh
Bangun jika dipanggil
Tidak ada respon atau belum sadar
2
1
0
5 Warna kulit Kemerahan atau seperti semula
Pucat
Sianosis
2
1
0
Aldrete skor ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.
23
Tabel 2. Steward Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Kesadaran Bangun
Respon terhadap stimuli
Tak ada respon
2
1
0
2 Jalan
napas
Batuk atas perintah atau menangis
Mempertahankan jalan nafas dengan baik
Perlu bantuan untuk mempertahankan jalan
nafas
2
1
0
3 Gerakan Menggerakkan anggota badan dengan tujuan
Gerakan tanpa maksud
Tidak bergerak
2
1
0
Mallampati Test
1. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk menentukan kesulitan atau
tidaknya dalam melakukan intubasi. Penilaiannya yaitu:
i. Mallampati I : palatum molle, uvula, dinding posterior
oropharynk, tonsilla palatina dan tonsilla
pharingeal
ii. Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula, dinding posterior
uvula
iii. Mallampati III : palatum molle, dasar uvula
iv. Mallampati IV : palatum durum saja
24
Robertson Test
1. Pernafasan
Kemampuan untuk mempertahankan pernafasan, penilaiannya :
20-30 detik = normal
15-19 detik = baik
10-14 detik = cukup
1-9 detik = buruk
0 detik = tidak ada
2. Fonasi
3. Diadochokinesis
- Mampu untuk mengulangi “oo-ee” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “pa-pa” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “la-la” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “ka-la” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “p-t-k” dengan cepat (N)
Apache III Test
Test ini menggabungkan dan menilai beberapa variabel, yaitu beberapa diantaranya seperti :a. variasi variabel fisilologik (seperti mean arterial pressure, temperatur, tekanan parsial arteri oksigen, alveolar arterial O2 difference, frekuensi nadi dan pernapasan)b. nilai laboratorium (beberapa seperti hemoglobin, kreatinin, hitung sel darah putih)c. usiad. variabel penyakit kronike. status neurologik /Glasgow Coma Scale (GCS)
25
26
27
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif,
FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
2. Rustam M, (1998). Sinopsis Obstetri, jilid I edisi 2, cetakan I, EGC, Jakarta.
3. Cunningham F.G., et al. (1995). Obstetri Williams, edisi 18, editor Devi H.R.,
EGC, Jakarta.
4. Boulton T.H., Blogg C.E., (1994). Anesthesiology, cetakan I. EGC, Jakarta.
5. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1st ed. A large
medical Book
6. Kumpulan protokol, (2008), Penanganan kasus Obstetri & Ginekologi, Lab/SMF
obsgyn FK UNS / RSUD dr Moewardi Surakarta.
7. Michael B D., (1994),Penuntun Praktis Anestesi. cetakan I. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
8. Ery L., (1998), Belajar Ilmu Anestesi. FK Univ. Diponegoro. Semarang.
9. Agus R., (2003), Buku Pelatihan Penaggulangan Penderita Gawat Darurat Bagi
Dokter. FK Univ. Sebelas Maret. Surakarta.
10. Hanifah M., (2005), Buku Saku Internoid. FK Univ. Gajah Mada. Yogyakarta.
29
11. Sunita A., (2005), Penuntun Diet. Cetakan kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
12. Prawirohardjo, Sarwono, Ilmu Kebidanan, edisi ke 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2007.
30