Referat

21
BAB I PENDAHULUAN Agen vasoaktif merupakan agen farmasi yang memiliki efek meningkatkan maupun menurunkan tekanan darah dan atau denyut jantung. Terapi dengan menggunakan agen vasoaktif termasuk vasopressor, inotropik dan vasodilator digunakan untuk memperbaiki tonus pembuluh darah atau meningkatkan cardiac output untuk mengembalikan perfusi jaringan dan menormalkan konsumsi oksigen. Saat ini, terapi dengan agen vasoaktif merupakan manajemen dasar dalam perawatan pasien dengan syok pada unit perawatan intensif. 1 Vasoaktif didefinisikan sebagai bahan kimia yang memiliki efek pada pembuluh darah. Obat-obat vasoaktif seringkali digunakan sebagai pilihan lanjutan apabila terapi cairan tidak mampu memperbaiki kondisi syok. Pemilihan obat-obat vasoaktif tergantung pada pengertian mengenai mekanisme kerja dan keterbatasan penggunannya. Sebagian besar obat vasoaktif adalah katekolamin yang pengaruhnya bergantung pada interaksinya dengan reseptor α dan β adrenergik. Beberapa contoh obat yang dapat digolongkan sebagai vasoaktif adalah epinefrin, norepinefrin, dopamin, dobutamin, efedrin, dan milrinon. 2 Rangsangan pada reseptor adrenergik dapat meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan atau memodifikasi resistensi pembuluh darah perifer. Berikut ini merupakan efek perangsangan pada reseptor adrenergik 3 : 1

description

Farmakologi vasoaktif

Transcript of Referat

Page 1: Referat

BAB I

PENDAHULUAN

Agen vasoaktif merupakan agen farmasi yang memiliki efek meningkatkan

maupun menurunkan tekanan darah dan atau denyut jantung. Terapi dengan

menggunakan agen vasoaktif termasuk vasopressor, inotropik dan vasodilator

digunakan untuk memperbaiki tonus pembuluh darah atau meningkatkan cardiac output

untuk mengembalikan perfusi jaringan dan menormalkan konsumsi oksigen. Saat ini,

terapi dengan agen vasoaktif merupakan manajemen dasar dalam perawatan pasien

dengan syok pada unit perawatan intensif.1

Vasoaktif didefinisikan sebagai bahan kimia yang memiliki efek pada pembuluh

darah. Obat-obat vasoaktif seringkali digunakan sebagai pilihan lanjutan apabila terapi

cairan tidak mampu memperbaiki kondisi syok. Pemilihan obat-obat vasoaktif

tergantung pada pengertian mengenai mekanisme kerja dan keterbatasan

penggunannya. Sebagian besar obat vasoaktif adalah katekolamin yang pengaruhnya

bergantung pada interaksinya dengan reseptor α dan β adrenergik. Beberapa contoh

obat yang dapat digolongkan sebagai vasoaktif adalah epinefrin, norepinefrin, dopamin,

dobutamin, efedrin, dan milrinon.2

Rangsangan pada reseptor adrenergik dapat meningkatkan kontraktilitas otot

jantung dan atau memodifikasi resistensi pembuluh darah perifer. Berikut ini

merupakan efek perangsangan pada reseptor adrenergik3:

1. Agonis β-adrenergik meningkatkan frekuensi jantung dan kekuatan kontraksi

2. Agonis α-adrenergik meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer

3. Rangsangan reseptor DA memicu dilatasi di jaringan vaskular ginjal dan organ visera

serta turut mengaktivasi reseptor α- dan β- adrenergik.

Agen α-adrenergik yang kuat dapat digunakan untuk menaikkan tekanan darah

pada pasien yang mengalami penurunan resistensi perifer seperti pada keadaan

anestesia spinal atau intoksikasi dengan obat antihipertensi. Namun, keadaan hipotensi

tersebut bukanlah suatu indikasi untuk pemberian obat vasoaktif kecuali bila tidak ada

perfusi yang cukup pada organ vital seperti otak, jantung, atau ginjal. Penggantian

cairan atau darah pada sebagian besar kasus hipotensi merupakan pilihan yang lebih

1

Page 2: Referat

tepat daripada penggunaan terapi obat. Pada pasien anestesi spinal yang mengganggu

aktivasi simpatik jantung, injeksi efedrin dapat meningkatkan frekuensi jantung dan

resistensi pembuluh darah perifer.

2

Page 3: Referat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epinefrin

Epinefrin merupakan α-adrenergik dan β-adrenergik kuat namun tidak dianggap

sebagai pengobatan lini pertama pada syok septik karena efek yang merugikan pada

tingkat laktat dan sirkulasi regional. Epinefrin hanya digunakan untuk kasus kolaps

hemodinamik berat. Walaupun epinefrin meningkatkan cardiac output, tekanan darah

dan kinerja otot jantung, epinefrin juga dikaitkan dengan efek metabolik kuat,

penurunan arteri mesenterika, koroner dan konduktansi renal, serta penurunan sifnifikan

aliran darah ginjal. Epinefrin menyebabkan hiperlaktasemia sistemik dan asidosis,

menginduksi peningkatan marker laktat menjadi piruvat dan berhubungan dengan

penurunan aliran darah portal.1

Epinefrin merupakan suatu stimulan yang poten pada reseptor α- dan β-

adrenergik, sehingga memiliki efek kompleks pada organ target. Respon yang paling

menonjol pemberian epinefrin dapat terlihat pada perubahan aktifitas jantung, vaskular

dan otot polos lainnya4. Epinefrin merupakan salah satu vasopresor yang poten.

Mekanisme peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh epinefrin ada tiga macam,

antara lain3:

a. Stimulasi miokardial langsung dengan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikular

(kerja

inotropik positif)

b. Meningkatkan frekuensi jantung (kerja kronotropik positif)

c. Vasokonstriksi di berbagai jaringan vaskular (terutama pada pembuluh darah

resistensi

prakapiler di kulit, mukosa, dan ginjal) disertai konstriksi vena. Denyut nadi yang

awalnya dipercepat, dapat menjadi sangat lambat akibat tingginya peningkatan tekanan

darah sebagai efek pembebasan kompensasi vagus. Dosis rendah epinefrin (0,1 μg/kg)

dapat menyebabkan penurunan tekanan darah.3

Efek tersebut akan berbeda apabila obat diberikan melalui jalur infus intravena lambat

atau melalui injeksi subkutan. Absorbsi epinefrin setelah injeksi subkutan berlangsung

3

Page 4: Referat

lambat akibat adanya kerja vasokonstriktor lokal. Peningkatan kekuatan kontraktilitas

jantung dan peningkatan curah jantung setelah pemberian epinefrin dapat meningkatkan

tekanan sistolik. Namun, resistensi perifer berkurang akibat kerja reseptor β2 pembuluh

yang dominan di dalam otot rangka (tempat terjadinya peningkatan aliran darah).

Sehingga, hal tersebut berdampak pada penurunan tekanan diastolik.3

Kerja utama epinefrin di pembuluh darah adalah terhadap arteriol kecil dan

sfingter prekapiler. Injeksi epinefrin menyebabkan penurunan aliran darah kutan,

konstriksi pembuluh prekapiler dan venula kecil. Vasokonstriksi kutan berdampak pada

penurunan aliran darah pada tangan dan kaki. Kongesti mukosa yang terjadi akibat

vasokonstriksi setelah pemberian epinefrin yang digunakan secara lokal kemungkinan

disebabkan oleh perubahan reaktivitas vaskular sebagai akibat hipoksia jaringan, bukan

akibat akivitas obat terhadap reseptor β di pembuluh mukosa3.

Epinefrin merupakan stimulan jantung yang kuat, terutama terhadap reseptor β1

pada miokardium, sel pacemaker, dan jaringan konduksi. Berikut respons langsung

jantung terhadap epinefrin3: (a) Peningkatan kekuatan kontraksi; (b) Percepatan laju

kenaikan tekanan isometrik; (c) Peningkatan laju relaksasi; (d) Pengurangan waktu

untuk mencapai tekanan puncak; (e) Peningkatan eksitabilitas; (f) Percepatan laju

denyut spontan; dan (g) induksi automatisitas pada bagian-bagian tertentu pada jantung.

Efek epinefrin pada otot polos tergantung pada tipe reseptor adrenergik di otot

tersebut. Pada umumnya epinefrin merelaksasi otot polos gastrointestinal melalui

aktivasi reseptor α- dan β- adrenergik. Tonus usus, frekuensi dan amplitudo kontraksi

spontan berkurang. Lambung umumnya dalam keadaan rileks. Sedangkan, sfingter

pilorik dan sfingter ileosakal berkontraksi. Tetapi efek ini bergantung pada tonus otot

sebelumnya. Jika tonus sudah tinggi, epinefrin menyebabkan relaksasi. Namun, apabila

tonus rendah, epinefrin menyebabkan kontraksi.3

Pemberian epinefrin berdampak pada relaksasi otot detrusor kandung kemih

melalui

aktivasi reseptor β serta kontraksi otot trigor dan sfingter melalui aktivitas agonis α. Hal

ini dapat menyebabkan kesulitan urinasi dan memperbesar kemungkinan terjadinya

retensi urin di kandung kemih. Aktivasi kontraksi otot polos di prostat dapat

meningkatkan retensi urin.3

4

Page 5: Referat

Epinefrin memiliki efek bronkodilator yang kuat. Hal ini terutama terlihat apabila otot

bronkus berkontraksi karena penyakit, seperti pada asma bronkial. Efek epinefrin pada

asma mungkin juga timbul akibat adanya penghambatan pelepasan mediator inflamasi

dari sel mast yang diinduksi oleh antigen (diperantarai reseptor β2-adrenergik), dan

sebagian kecil akibat pengurangan sekresi bronkus dan kongesti di dalam mukosa

(diperantarai reseptor α).4

Epinefrin bukanlah suatu stimulan SSP yang kuat. Hal tersebut disebabkan oleh

sifat polar senyawa epinefrin yang tidak mampu masuk ke SSP. Kegelisahan, ketakutan,

sakit kepala, dan tremor yang mungkin terjadi setelah pemberian epinefrin

kemungkinan disebabkan oleh efek epinefrin pada kardiovaskular, otot rangka, dan

metabolisme antara senyawa ini dapat meningkatkan konsentrasi glukosa dan laktat

dalam darah. Sekresi insulin dihambat melalui suatu interaksi dengan reseptor α2 dan

ditingkatkan melalui aktivasi reseptor β2, efek yang paling menonjol pada epinefrin

adalah penghambatan.3 Epinefrin secara cepat meningkatkan jumlah leukosit

polimorfonuklear yang bersirkulasi, kemungkinan akibat demarginasi sel yang

diperantarai oleh respetor β. Efek epinefrin pada kelenjar sekresi tidak jelas, sebagian

besar kelenjar mengalami penghambatan sekresi, sebagian akibat berkurangnya aliran

darah yang disebabkan oleh vasokonstriksi3.

Epinefrin juga menyebabkan penurunan K+ plasma terutama akibat stimulasi

ambilan K+ ke dalam sel, terutama otot rangka, akibat aktivasi reseptor β2. Hal ini

berakibat pada penurunan ekskresi K+ di ginjal.3 Dosis epinefrin yang tinggi atau

diberikan berulang dapat menyebabkan kerusakan dinding arteri dan miokardium,

sehingga menimbulkan daerah nekrosis di jantung yang tidak dapat dibedakan dengan

infark miokardial, hal tersebut terbukti baik pada hewan coba maupun manusia.4

2.1.1 Absorbsi dan Eksresi Epinefrin

Pemberian epinefrin secara oral tidak efektif karena senyawa tersebut secara

cepat terkonjugasi dan teroksigenasi di mukosa gastrointestinal dan hati. Absorbsi dari

jaringan

subkutan berlangsung relatif lambat karena vasokonstriksi lokal dan lajunya semakin

berkurang akibat hipotensi sistemik, misalnya pada pasien yang mengalami syok.

Sedangkan, absorbsi yang lebih cepat didapatkan apabila pemberian epinefrin dilakukan

melalui injeksi intramuskular.

5

Page 6: Referat

Epinefrin diinaktivasi secara cepat di dalam tubuh. Enzim COMT dan MAO

yang banyak terkandung dalam hati sangat berperan dalam menghancurkan epinefrin

yang beredar di sirkulasi3. Epinefrin tersedia dalam berbagai formulasi, antara lain: (a)

injeksi, biasanya secara subkutan tetapi terkadang intravena; (b) inhalasi; atau (c)

topikal. Epinefrin tidak stabil dalam larutan basa. Injeksi epinefrin tersedia dalam

larutan 1:1.000, 1:10.000, dan 1:100.000. Dosis lazim epinefrin melalui jalur subkutan

pada dewasa berkisar 0,3-0,5 mg. Apabila pemberian epinefrin dilakukan melalui jalur

vena, larutan tersebut harus diencerkan secara memadai dan disuntikkan dengan sangat

perlahan. Dosis 0,25 mg umumnya digunakan pada kasus henti jantung. Formulasi 1%

(1:100) tersedia untuk pemberian secara inhalasi.3

2.1.2 Toksisitas dan Kontraindikasi Epinefrin

Epinefrin dapat menyebabkan reaksi yang mengganggu seperti kegelisahan,

sakit kepala berdenyut, tremor dan palpitasi. Efek tersebut dapat cepat mereda setelah

istirahat, tenang, dan posisi berbaring. Penggunaan dosis tinggi atau injeksi epinefrin

intravena yang cepat dapat menyebabkan hemoragi otak akibat peningkatan darah yang

tajam. Aritmia ventrikel juga dapat terjadi. Sedangkan, pada penyakit arteri koroner,

pemberian epinefrin juga dapat berdampak pada aritmia ventrikel. Pada pasien penyakit

arteri koroner, pemberian epinefrin dapat menginduksi angina. Penggunaan epinefrin

biasanya dikontraindikasikan pada pasien yang sedang menggunakan terapi obat-obat

penghambat reseptor β adrenergik nonselektif, karena kerjanya pada reseptor α1-

adrenergik vaskular tidak terimbangi. Sehingga dapat menyebabkan hipertensi yang

parah dan hemoragi otak.3

2.1.3 Penggunaan Terapeuetik

Penggunaan utama epinefrin adalah untuk meredakan reaksi hipersensitivitas

secara cepat, termasuk anafilaksis, terhadap obat dan alergen lain. Selain itu, epinefrin

juga dapat digunakan untuk memperpanjang kerja anestetik lokal, mungkin dengan cara

mengurangi aliran darah lokal. Epinefrin juga dapat digunakan sebagai senyawa

hemostatik topikal pada permukaan yang berdarah seperti pada mulut atau perdarahan

tukak peptik selama endoskopi lambung/duodenum. Absorbsi sistemik dapat terjadi

apabila obat tersebut digunakan pada gigi. Selain itu, inhalasi epinefrin juga dapat

6

Page 7: Referat

berguna dalam penanganan pascaintubasi dan infectious croup (kondisi obstruksi

parsial akut saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh infeksi).3

2.2 Norepinefrin

Norepinefrin merupakan agonis α-adrenergik kuat dan β-adrenergik lemah dan

dianggap merupakan terapi lini pertama untuk pemeliharaan tekanan darah dan jaringan

perfusi pada syok septik. Dahulu, norepinefrin merupakan terapi yang dihindari karna

faktor biaya dan penyebab vasokonstriksi yang berat. Namun data menunjukkan bahwa

hal tersebut tidak lah benar.1,5,6

Norepinefrin merupakan mediator kimia utama yang dibebaskan oleh saraf

adrenergik pascaganglionik pada mamalia. Norepinefrin mengisi 10-20% kandungan

katekolamin pada medulla adrenal manusia dan sebanyak 97% pada beberapa

feokromositoma, yang tidak dapat mengekspresikan enzim fenilatenolamin-N-metil-

transferase. Epinefrin dan norepinefrin merupakan agonis langsung pada sel efektor,

dan kerjanya berbeda terutama pada rasio keefektifannya dalam menstimulasi reseptor

α dan β2. Norepinefrin merupakan agonis poten pada reseptor α dan kerjanya relatif

lebih kecil pada reseptor β2. Namun, agak kurang poten daripada epinefrin pada

reseptor α di sebagian besar organ.3

Infus intravena 10 μg norepinefrin per menit pada manusia umumnya

meningkatkan tekanan sistolik, diastolik, dan tekanan nadi. Curah jantung tidak berubah

atau berkurang, dan resistensi perifer total meningkat. Aktivitas refleks vagus terjadi

sebagai kompensasi memperlambat jantung, mengatasi kerja kardioakselator langsung,

dan meningkatkan volume stroke. Resistensi vaskular perifer di sebagian besar jaringan

vaskular meningkat, dan aliran darah ke ginjal berkurang. Dosis kecil norepinefrin tidak

dapat menyebabkan vasodilatasi atau menurunkan tekanan darah, karena pembuluh

darah otot rangka mengalami konstriksi dan bukan dilatasi. Oleh karena itu, bloker

reseptor α-adrenergik meniadakan efek pressor tetapi tidak menyebabkan pembalikan

yang signifikan, misalnya hipotensi.

Norepinefrin dapat menyebabkan hiperglikemia dan efek metabolik lain yang

mirip dengan efek yang dihasilkan oleh epinefrin. Tetapi, hal tersebut hanya dapat

diamati pada pemberian norepinefrin dosis tinggi. Injeksi intradermal dengan dosis

yang sesuai dapat menyebabkan pengeluaran keringat yang tidak di blok oleh atropin.3

7

Page 8: Referat

Norepinefrin tidak efektif jika diberikan secara oral dan hanya sedikit diabsorbsi

dari tempat injeksi subkutan. Senyawa tersebut terinaktivasi secara cepat di dalam

tubuh oleh enzim yang sama yang memetilasi dan mendeaminasi oksidatif epinefrin.

Pemberian norepinefrin dapat meningkatkan tekanan darah. Sehingga perlu dilakukan

pemantauan tekanan darah yang cermat selama pemberian norepinefrin secara

sistemik.3,4

2.3 Dopamin

Dopamin (3,4-dihidroksifeniletilamin) merupakan prekursor metabolik langsung

norepinefrin dan epinefrin. Dopamin merupakan substrat untuk MAO dan COMT,

sehingga tidak efektif jika diberikan secara oral. Pada konsentrasi rendah, interaksi

utama dopamin adalah dengan reseptor D1-dopaminergik vaskular, terutama di ginjal,

mesenterium, dan jaringan koroner. Stimulasi reseptor-D1 menyebabkan vasodilatasi

melalui aktivasi adenilsiklase dan peningkatan konsentrasi siklik AMP intraselular.

Pemberian dosis rendah dopamin dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus, aliran

darah ginjal, dan ekskresi Na+. Sehingga dopamin tepat digunakan dalam menangani

keadaan rendahnya curah jantung pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, seperti

gagal jantung kengestif parah.3

Pemberian dopamin dengan dosis yang sedikit lebih tinggi dapat memberikan

efek inotropik positif pada miokardium, yang bekerja pada reseptor β1-adrenergik.

Dopamin juga menyebabkan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf, yang turut

berperan terhadap efeknya pada jantung. Dopamin seringkali memperlihatkan

peningkatan tekanan darah sistolik dan nadi serta tidak berefek atau sedikit

meningkatkan tekanan diastolik. Pada umumnya resistensi perifer total tidak mengalami

perubahan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kemampuan dopamin dalam

menurunkan resistensi arteri setempat pada beberapa jaringan vaskular, seperti

mesenterium dan renal. Pemberian dopamin dengan konsentrasi tinggi dapat

mengaktivasi reseptor α1-adrenergik vaskular sehingga menimbulkan vasokonstriksi.

Pemberian dopamin secara IV biasanya tidak menimbulkan efek sentral meskipun

terdapat reseptor spesifik dopamin di SSP. Hal tersebut terjadi akibat ketidakmampuan

dopamin dalam menumbus sawar darah otak.3

Perbaikan hipovolemia harus terlebih dahulu dilakukan sebelum pemberian

dopamin pada pasien syok. Perbaikan dapat dilakukan dengan memberikan transfusi

8

Page 9: Referat

darah lengkap, plasma, atau cairan lain. Ekstravasasi jumlah besar dopamin selama

pemberian infus dapat menyebabkan nekrosis iskemia dan penglupasan. Pada beberapa

kasus dapat terjadi gangren pada jari tangan atau kaki setelah pemberian dopamin

dalam jangka waktu yang lama. Dopamin harus dihindari atau diberikan dalam dosis

yang jauh lebih rendah apabila pasien sudah diberikan suatu terapi MAO inhibitor.

Pemberian pada pasien dengan terapi antidepresan trisiklik juga perlu diperhatikan

karena dapat menimbulkan respons yang berubah-ubah.2

Dopamin dapat digunakan dalam menangani gagal kongestif parah, terutama

pada pasien oliguria dan resistensi vaskular perifer yang rendah atau normal. Dopamin

hidroklorida hanya digunakan secara intravena dengan laju awal pemberian

2-5μg/KgBB. Laju pemberian tersebut dapat dinaikkan secara bertahap hingga

50μg/KgBB per menit atau lebih sesuai kebutuhan klinis. Penilaian klinis tentang fungsi

miokardial dan perfusi organ vital sangat penting dilakukan selama pasien diberikan

infus dopamin. Pengurangan aliran urin, takikardia, dan perkembangan aritmia dapat

menjadi indikasi untuk memperlambat atau menghentikan infus. Durasi kerja dopamin

berlangsung singkat, sehingga laju pemberian dapat digunakan untuk mengendalikan

intensitas efeknya.3

2.4 Dobutamin

Dobutamin merupakan agonis selektif reseptor β1. Struktur senyawa dobutamin

menyerupai dopamin. Namun, memiliki substitusi aromatik yang besar pada gugus

amino. Efek farmakologis dobutamin terjadi akibat adanya interaksi langsung dengan

reseptor α-1 dan β- adrenergik. Dobutamin diindikasikan untuk penanganan jangka

pendek pada dekompensasi jantung yang dapat terjadi setelah pembedahan jantung,

pada pasien gagal jantung kongestif, atau infark miokardial akut. Dobutamin dapat

meningkatkan curah jantung dan volume stroke tanpa disertai kenaikan frekuensi

jantung yang berlebihan. Perubahan tekanan darah atau resistensi perifer biasanya juga

tidak signifikan.4

Waktu paruh dobutamin sekitar 2 menit dengan onset kerja yang cepat, sehingga

tidak diperlukan loading dose dalam pemberiannya. Metabolit utama dobutamin

merupakan hasil konjugasi dobutamin dan 3-O-metildobutamin. Konsentrasi optimal

umumnya dapat tercapai dalam waktu 10 menit setelah awal pemberian infus dengan

dosis 2,5 dan 10 μg/KgBB per menit. Pemberian laju dan durasi infus ditentukan oleh

9

Page 10: Referat

respon klinis dan respons hemodinamik pasien. Selama pemberian dobutamin dapat

terjadi peningkatan tekanan darah dan frekuensi jantung secara signifikan pada

beberapa pasien. Respon presor yang berlebihan ini terutama terjadi pada pasien dengan

riwayat hipertensi. Pemberian dobutamin pada pasien dengan fibrilasi atrial beresiko

meningkatkan laju respons ventrikel, karena dobutamin mempermudah konduksi

atrioventrikular. Pemberian digoksin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hal

tersebut.4

2.5 Non Katekolamin

Efedrin merupakan alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra atau ma

huang. Efek farmakodinamik efedrin banyak menyerupai efek epinefrin. Perbedaannya

adalah efedrin bukan katekolamin, maka efektif pada pemberian oral, masa kerjanya

jauh lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat, tetapi diperlukan dosis yang lebih besar

daripada dosis epinefrin. Efedrin bekerja pada reseptor α1, β1, dan β2. Efek perifer

efedrin terjadi melalui kerja langsung dan pelepasan norepinefrin endogen. Kerja tidak

langsung efedrin mendasari timbulnya takifilaksis terhadap efek perifernya2.

Efek kardiovaskular efedrin menyerupai efek epinefrin tetapi berlangsung kira-

kira 10 kali lebih lama. Pemberian efedrin dapat meningkatkan tekanan sistolik,

biasanya juga disertai peningkatan tekanan diastolik dan tekanan nadi. Peningkatan

tekanan darah tersebut sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama

disebabkan oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan

curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak berubah akibat refeks kompensasi vagal

terhadap kenaikan tekanan darah. Aliran darah ginjal dan viseral berkurang, sedangkan

aliran darah koroner, otak dan otot rangka meningkat3.

Pada beberapa orang yang sensitif terhadap efedrin, pemberian dalam dosis

rendah sudah dapat menimbulkan kesulitan tidur, tremor, gelisah dan gangguan

berkemih. Sedangkan, pada dosis yang berlebihan dapat menimbulkan efek berbahaya

pada SSP dan jantung seperti palpitasi. Pemberian efedrin 5-10 mg secara intra vena

seringkali dilakukan dalam anestesi spinal untuk mengatasi hipotensi yang diakibatkan

oleh penurunan aliran balik vena dan/atau disertai penurunan frekuensi jantung.3

2.6 Penghambat Fosfodiesterase

10

Page 11: Referat

Milrinone merupakan derivate karbonitril (-CN) yang berkhasiat inotrop positif

dan vasodilatasi. Mekanisme kerja milrinone belum diketahui seluruhnya, antara lain

menghambatphosphodiesterase type-3 (PDE-3) di myocard dan pembuluh, hingga

kadar cAMP intraseluler dinaikkan (cyclic Adenyl-Mono-Phospate). Hal tersebut

meningkatkan resorpsi kalsium dalam sel-sel myocard dengan efek perbaikan

kontraktilitas jantung. Peningkatan kadar cAMP di jaringan otot polos dapat

menurunkan penyerapan kalsium dengan efek vasodilatasi. Milrinone umumnya

diberikan melalui jalur intra vena dengan dosis 0,375-0,75 mcg/Kg/menit.2

2.7 Pengobatan Vasoaktif pada Unit Perawatan Intensif

Tujuan penggunaan obat vasoaktif pada unit perawatan intensif yang utama

adalah untuk mengembalikan perfusi jaringan pada keadaan syok. Syok hipovolemi,

syok kardiogenik dan obstruktif yang di karakteristikkan dengan menurunnya cardiac

output, tekanan arteri, dan vasokonstriksi pada sirkulasi perifer. Pada kondisi syok

vasodilator terjadi interaksi kompleks diantara vasodilatasi patologis, relatif dan

hipovolemia absolut, depresi miokard dan perubahan distribusi aliran darah yang terjadi

akibat respon inflamasi terhadap jejas. Sepsis merupakan penyebab tersering dari syok

vasodilator, bagaimanapun syok vasodilator juga merupakan jalan terjadinya syok yang

lebih berat dan berkepanjangan.1,6

Manajemen hemodinamik pada syok bertujuan untuk mempertahankan aliran

oksigen dan meningkatkan tekanan arteri rerata (Mean Arterial Pressure) ke level yang

adekuat untuk cardiac output sehingga perfusi organ terdistribusi secara adekuat. Agen

vasopressor meningkatkan MAP dimana akan meningkatkan tekanan perfusi organ dan

memlihara distribusi cardiac output menuju organ. Pertahanan tekanan sistemik yang

adekuat penting untuk perfusi organ yang adekuat. Saat MAP turun dibawah kisaran

normal terjadi penurunan aliran darah yang menyebabkan iskemia jaringan dan

kegagalan organ. Agen vasopressor juga memperbaiki cardiac output dan pengaturan

aliran oksigen dengan menurunkan compliance kompartemen vena sehingga venous

return bertambah.1

Fungsi ventrikel juga menurun pada keadaan syok baik dari kondisi sebelumnya

ataupun karena depresi miokard akibat sepsis. Karena distribusi oksigen bergantung

11

Page 12: Referat

pada curah jantung, kesuksesan resusitasi pasien tergantung identifikasi disfungsi

ventrikel kiri dan di koreksi dengan penggunaan agen inotropik.1

KESIMPULAN

Vasoaktif didefinisikan sebagai bahan kimia yang memiliki efek pada pembuluh

darah. Obat-obat vasoaktif seringkali digunakan sebagai pilihan lanjutan apabila terapi

cairan tidak mampu memperbaiki kondisi syok. Pemilihan obat-obat vasoaktif

tergantung pada pengertian mengenai mekanisme kerja dan keterbatasan

penggunannya. Sebagian besar obat vasoaktif adalah katekolamin yang pengaruhnya

bergantung pada interaksinya dengan reseptor α dan β adrenergik.

Obat vasoaktif katekolamin terdiri atas epinefrin, norepinefrin,

dopamin, dan dobutamin yang perngaruhnya bergantung pada

interaksinya dengan reseptor α dan β adrenergik, serta reseptor DA.

Efedrin merupakan contoh obat vasoaktif non katekolamin yang

memiliki efek farmakodinamik menyerupai epinefrin. Namun, efedrin

efektif pada pemberian oral, memiliki masa kerja yang jauh lebih

panjang dengan efek sentral lebih kuat, dan memerlukan dosis yang

lebih besar daripada dosis epinefrin. Dalam anestesi spinal efedrin

seringkali digunakan untuk meningkatkan tekanan darah pada

hipotensi yang diakibatkan oleh penurunan aliran balik vena dan/atau

disertai penurunan frekuensi jantung.

Tujuan penggunaan obat vasoaktif pada unit perawatan intensif yang utama

adalah untuk mengembalikan perfusi jaringan pada keadaan syok. Manajemen

12

Page 13: Referat

hemodinamik pada syok bertujuan untuk mempertahankan aliran oksigen dan

meningkatkan tekanan arteri rerata (Mean Arterial Pressure) ke level yang adekuat

untuk cardiac output sehingga perfusi organ terdistribusi secara adekuat. Agen

vasopressor meningkatkan MAP dimana akan meningkatkan tekanan perfusi organ dan

memlihara distribusi cardiac output menuju organ. Pertahanan tekanan sistemik yang

adekuat penting untuk perfusi organ yang adekuat. Saat MAP turun dibawah kisaran

normal terjadi penurunan aliran darah yang menyebabkan iskemia jaringan dan

kegagalan organ.

DAFTAR PUSTAKA

1. Holmes Cheryl L. Vasoactive Drugs In The Intensive Care Unit. Current

opinion and critical care. 2005. (11) 413-417. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16175026

2. Miller RD & Pardo MC. Basic of Anesthesia, Sixth Edition. Philadelphia:

Elsevier; 2011.

3. Brunton LL & Parker KL. Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology

and Therapeutics. United States: Mc Graw Hill; 2008.

4. Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik, Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2010.

5. Pei Xian Bo, Ma Pen Ling, Zhou Qing. Extensive Variability in Vasoactive

Agent Therapy: A Nationwide Survey in Chinese Intensive Care Units.

Chinese medical journal. 2015. (128). Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25881592

6. Deblieux P., Winters Michael. Vasoactive agents for managing shock.

Emergency Medicine News. 2011. Available from :

13

Page 14: Referat

http://journals.lww.com/emnews/Fulltext/2011/01001/Vasoactive_Agents_f

or_Managing_Shock.1.aspx

14