Refarat Forensik - Asfiksia

32
PATOFISIOLOGI ASFIKSIA I. PENDAHULUAN Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernapasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernapasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Kedua gangguan tersebut akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang (hipoksia) yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida (hiperkapnea). 1,2 Asfiksia dalam bahasa Indonesia disebut dengan “mati lemas”. Sebenarnya pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini berasal dari bahasa Yunani, menyebutkan bahwa asfiksia berarti “absence of pulse” ( tidak berdenyut), sedangkan pada kematian karena asfiksia, nadi sebenarnya masih dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah

description

Asfiksia

Transcript of Refarat Forensik - Asfiksia

Page 1: Refarat Forensik - Asfiksia

PATOFISIOLOGI ASFIKSIA

I. PENDAHULUAN

Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan

dalam pertukaran udara pernapasan yang normal. Gangguan tersebut dapat

disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernapasan dan gangguan

yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Kedua gangguan tersebut akan

menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang

(hipoksia) yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida

(hiperkapnea). 1,2

Asfiksia dalam bahasa Indonesia disebut dengan “mati lemas”.

Sebenarnya pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini

berasal dari bahasa Yunani, menyebutkan bahwa asfiksia berarti “absence of

pulse” ( tidak berdenyut), sedangkan pada kematian karena asfiksia, nadi

sebenarnya masih dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah pernapasan

berhenti. Istilah yang tepat secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau

hipoksia. 3,4

Pemeriksaan Post-mortem pada asfiksia:4,5,6

1. Pemeriksaan Luar

a. Lebam mayat jelas terlihat (livide) karena kadar karbondioksida yang

tinggi dalam darah

b. Sianosis

Page 2: Refarat Forensik - Asfiksia

Sianosis adalah warna kebiruan dari kulit dan membran mukosa yang

merupakan akibat dari konsentrasi yang berlebihan dari deoksihemoglobin

atau hemoglobin tereduksi pada pembuluh darah kecil. Sianosis terjadi

jika kadar deoksihemoglobin sekitar 5 g/dL. Dapat dengan mudah terlihat

pada daerah ujung jari dan bibir.

c. Pada mulut bisa ditemukan busa

d. Karena otot sfingter mengalami relaksasi, mungkin bisa terdapat feses,

urin atau cairan sperma

e. ‘Bercak Tardieu’ yaitu bercak peteki di bawah kulit atau konjungtiva

2. Pemeriksaan Dalam

a. Mukosa saluran pernapasan bisa tampak membengkak

b. Sirkulasi pada bagian kanan tampak penuh sedangkan bagian kiri kosong

c. Paru-paru mengalami edema

d. Bercak-bercak perdarahan peteki tampak di bawah membran mukosa pada

beberapa organ

e. Hiperemi lambung, hati dan ginjal

f. Darah menjadi lebih encer

II. EPIDEMIOLOGI

Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh

dokter. Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu - lintas dan trauma

mekanik. 2

Page 3: Refarat Forensik - Asfiksia

III. ETIOLOGI 2,3

1. Alamiah

Misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti

laringitis difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti

fibrosis paru.

2. Mekanik

Kejadian ini sering dijumpai pada keadaan hanging, drowning,

strangulation dan sufocation. Obstruksi mekanik pada saluran pernapasan

oleh:

- Tekanan dari luar tubuh misalnya pencekikan atau penjeratan

- Benda asing

- Tekanan dari bagian dalam tubuh pada saluran pernapasan, misalnya

karena tumor paru yang menekan saluran bronkus utama

- Edema pada glotis

Asfiksia mekanik juga bisa karena trauma yang mengakibatkan emboli

udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral, sumbatan pada saluran

nafas dan sebagainya.

Kerusakan akibat asfiksia (asphyxial injuries) dapat disebabkan oleh

kegagalan sel-sel untuk menerima atau menggunakan oksigen. Kehilangan

oksigen dapat terjadi parsial (hipoksia) atau total (anoksia). Asphyxial

injuries dapat dibagi menjadi empat kategori umum, yaitu: 2,7

Page 4: Refarat Forensik - Asfiksia

1. Suffocation (kekurangan napas).

Kekurangan napas atau kegagalan oksigen untuk mencapai

darah dapat terjadi akibat kurangnya kadar oksigen di lingkungan

sekitar atau terhalangnya saluran napas eksternal. Contoh klasik

dari tipe asfiksia ini adalah anak kecil yang terjebak di lemari es

dan pada kasus pembunuhan yang dilakukan dengan menutup

kepala korban dengan plastik. Pengurangan kadar oksigen sampai

pada level 16% adalah keadaan yang cukup membahayakan.

Suffocation juga terjadi pada choking. Diagnosis dan

penatalaksanaan dalam choking asphyxiation (obstruksi pada

saluran napas internal) tergantung pada lokasi dan pengeluaran

benda yang menyebabkan obstruksi. Suffocation dapat juga terjadi

karena kompresi pada daerah dada atau abdomen yang dapat

menghalangi pergerakan respirasi normal.

2. Strangulation (pencekikan)

Pencekikan menyebabkan penekanan dan penutupan pembuluh

darah dan jalan napas oleh karena tekanan eksternal (luar) pada

leher. Hal ini menyebabkan hipoksia atau anoksia otak sekunder

menyebabkan perubahan atau terhentinya aliran darah dari dan ke

otak. Dengan hambatan komplit pada arteri karotis, kehilangan

kesadaran dapat terjadi dalam 10-15 detik.

3. Hanging ( penggantungan )

Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat tersumbatnya saluran

Page 5: Refarat Forensik - Asfiksia

nafas, kongesti vena sampai menyebabkan perdarahan di otak,

iskemis serebral karena sumbatan pada arteri karotis dan

vertebralis, syok vagal karena tekanan pada sinus karotis yang

mengakibatkan jantung berhenti berdenyut, dan fraktur atau

dislokasi tulang vertebra cervicalis 2 dan 3 yang menekan medulla

oblongata dan mengakibatkan terhentinya pernafasan.

4. Drowning (tenggelam)

Suatu keadaan dimana terjadi asfiksia yang menyebabkan

kematian akibat udara atmosfer tidak dapat masuk ke dalam

saluran pernapasan, karena sebagian atau seluruh tubuh berada

dalam air sehingga udara tidak mungkin bisa memasuki saluran

pernapasan.

3. Keracunan

Paralisis sistem respirasi karena adanya penekanan pada otak. Bahan

yang menimbulkan depresi pusat pernafasan misalnya barbiturat,

narkotika.  

IV. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN 8

Struktur sistem pernapasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Upper respiratory tract yang meliputi hidung dan rongga mulut, faring,

laring, dan trakea. Upper respiratory tract memiliki area permukaan yang

luas, kaya akan suplai darah, dan epitel yang menyusunnya adalah epitel

respirasi yang dilapisi oleh mukus. Di dalam hidung terdapat rambut yang

Page 6: Refarat Forensik - Asfiksia

berfungsi sebagai penyaring. Fungsi dari upper respiratory tract adalah

menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara sehingga udara

tersebut sesuai dengan kondisi di bagian distal dari lower respiratory tract.

b. Lower respiratory tract yang terdiri atas bagian bawah trakea, dua bronkus

primer dan paru-paru. Struktur ini terletak di rongga toraks.

Gambar 1. Traktus Respiratorius (dikutip dari kepustakaan 8)

Paru-paru adalah organ pertukaran udara dan bertindak sebagai tempat

aliran udara dan tempat pertukaran dari oksigen masuk ke dalam darah dan

karbon dioksida keluar dari dalam darah, dalam hal ini darah berada di kapiler

alveolus dan pertukaran tersebut melewati membran kapiler alveolus. Paru-

paru terdiri atas saluran udara, pembuluh darah, saraf dan limfe yang disokong

Page 7: Refarat Forensik - Asfiksia

oleh jaringan parenkim. Di dalam paru-paru, bronkus primer dibagi menjadi

lebih kecil dan kecil lagi sampai mencapai the end respiratory unit (acinus).

Gambar 2. Acinus. (Dikutip dari kepustakaan 8)

Paru-paru,dinding dada, dan mediastinum ditutupi oleh dua lapisan

epitelium yang disebut sebagai pleura. Lapisan peura terdalam yang meutup

parenkim paru-paru disebut pleura viseral dan lapisan pleura terluar yang

lebih dekat dengan dinding dada disebut pleura parietalis. Diantara pleura

tersebut terdapat cairan yang berfungsi sebagai lubricant dan memudahkan

pengembangan paru-paru saat bernapas.

V. FISIOLOGI PERNAPASAN 8,9

Page 8: Refarat Forensik - Asfiksia

Sistem respirasi memainkan peranan penting yang esensial dalam

mencegah hipoksia jaringan dengan mengoptimalkan kadar oksigen di dalam

darah pada arteri melalui pertukaran gas yang efisien.

Sistem pernapasan melaksanakan pertukaran udara antar atmosfer dan

paru melalui proses ventilasi. Pertukaran O2 dan CO2 dalam paru dan darah

dalam kapiler paru berlangsung melalui dinding kantung udara atau alveolus

yang sangat tipis. Saluran pernapasan menghantarkan udara dari atmosfer ke

bagian paru tempat pertukaran gas berlangsung. Paru terletak dalam

kompartemen toraks yang tertutup, yang volumenya dapat diubah-ubah oleh

aktivitas kontraksi otot-otot pernapasan.

Tiga tahap yang terlibat pada proses pertukaran gas adalah:

o Ventilasi.

Ventilasi atau bernapas adalah proses pergerakan udara masuk-keluar

paru secara berkala sehingga udara alveolus yang lama dan telah ikut serta

dalam pertukaran O2 dan CO2 dengan darah kapiler paru diganti oleh udara

atmosfer segar. Tahap ini ditentukan oleh dua hal, yaitu:

1. Respiratory rate (jumlah pernapasan per menit yang nilai normalnya

12-20).

2. Tidal volume.

Mekanisme ventilasi:

Pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru terjadi karena

perbedaan tekanan yang disebabkan oleh perubahan dalam volume paru-

paru. Udara mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.

Page 9: Refarat Forensik - Asfiksia

Kita tidak dapat merubah tekanan atmosfer sekitar kita menjadi lebih

tinggi dibanding tekanan dalam paru-paru, alternatif yang mungkin adalah

menurunkan tekanan dalam paru-paru dengan memperluas rongga thoraks.

Otot inspirasi utama adalah diafragma, berbentuk kubah, saat berkontraksi

kubahnya mendatar, meningkatkan tekanan intrathoraks. Hal ini

membantu otot interkostal eksterna, yang meningkatkan rangka kosta.

Gambar 3. Tahap-tahap dalam pernapasan (Dikutip dari kepustakaan 8)

Ventilasi secara mekanis dilaksanakan dengan mengubah secara

berselang-seling arah gradien tekanan untuk aliran udara antara atmosfer

dan alveolus melalui ekspansi dan penciutan berkala paru. Kontraksi dan

relaksasi otot-otot inspirasi (terutama diafragma) yang berganti-ganti

Page 10: Refarat Forensik - Asfiksia

secara tidak langsung menimbulkan inflasi dan deflasi periodik paru

dengan secara berkala mengembang-kempiskan rongga toraks dengan

paru secara pasif mengikuti gerakannya.

Karena kontraksi otot inspirasi memerlukan energi, inspirasi adalah

proses aktif, tetapi ekspirasi adalah proses pasif pada bernapas tenang

karena ekspirasi terjadi melalui penciutan elastik paru sewaktu otot-otot

inspirasi melemas tanpa memerlukan energi. Untuk ekspirasi aktif yang

lebih kuat, kontraksi otot-otot ekspirasi (terutama otot abdomen) semakin

memperkecil ukuran rongga toraks dan paru yang semakin meningkatkan

gradien tekanan intra-alveolus terhadap atmosfer. Semakin besar gradien

antara alveolus dan atmosfer, semakin besar laju aliran udara, karena

udara terus mengalir sampai tekanan intra-alveolus seimbang dengan

tekanan atmosfer.

Selain secara langsung proporsional dengan gradien tekanan, laju

aliran udara juga berbanding terbalik dengan resistensi saluran

pernapasan. Karena resistensi saluran pernapasan, yang bergantung pada

kaliber saluran pernapasan, dalam keadaan normal sangat rendah, laju

aliran udara biasanya bergantung pada gradien gradien tekanan yang

tercipta antara alveolus dan atmosfer. Apabila resistensi saluran

pernapasan meningkat secara patologis akibat penyakit paru obstruktif

menahun, gradien tekanan harus juga meningkat melalui peningkatan

aktivitas otot pernapasan agar laju aliran udara konstan.

o Perfusi

Page 11: Refarat Forensik - Asfiksia

Dinding alveoli mengandung cabang kapiler yang padat yang

membawa darah vena dari jantung kanan. Barriernya yang sangat tipis

memisahkan darah pada kapiler dan udara di alveoli. Perfusi darah

melewati kapiler ini menyebabkan terajdinya difusi dan pertukaran gas.

Untuk memperoleh pertukaran gas yang efisien , aliran gas

(ventialsi:V) dan aliran darah (perfusi:Q) harus seimbang. Rasio V:Q yang

normal sekitar 1:1. Berikut adalah contoh kasus mengenai

ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi:

1. Ventilasi alveolus normal tetapi tidak ada perfusi (oleh karena adanya

bekuan darah yang menyumbat aliran darah). Hal ini disebut dead space

ventilation

2. Perfusi normal tetapi tidak ada udara yang mencapai paru-paru (oleh

karena adanya kumpulan mucus yang menyumbat jalan napas).

Ketidakseimbangan ventilasi:perfusi adalah penyebab umum dari

hipoksemia dan mendasari banyak penyakit sistem respirasi.

o Difusi

Pada pertukaran gas, difusi terjadi melewati kapiler alveolar

membrane. Difusi molekul O2 dan CO2 terjadi sepanjang gradient tekanan

parsial.

Udara pada atmosfer dihirup dan dilembabkan mengandung 21 %

oksigen. Hal ini berarti:

- 21 % dari total molekul di udara adalah oksigen

Page 12: Refarat Forensik - Asfiksia

- Oksigen bertanggung jawab untuk 21 % dari total tekanan udara; ini

yang disebut tekanan parsial, diukur dalam mmHg atau kPa daan

disingkat PO2

Oksigen dan CO2 bergerak melintasi membran tubuh melalui proses

difusi pasif mengikuti gradien tekanan parsial. Difusi netto O2 mula-mula

terjadi antara alveolus dan darah, kemudian antara darah dan jaringan

akibat gradien tekanan parsial O2 yang tercipta oleh pemakian terus

menerus O2 oleh sel dan pemasukan teru-menerus O2 segar melalui

ventilasi. Difusi netto CO2 terjadi dalam arah yang berlawanan, pertama-

tama antara jaringan dan darah, kemudian antara darah dan alveolus,

akibata gradien tekanan parsial CO2 yang tercipta oleh produksi terus-

menerus CO2 oleh sel dan pengeluaran terus-menerus CO2 alveolus oleh

proses ventilasi.

Gambar 4. Perfusi. (Dikutip dari kepustakaan 8)

Transportasi gas

Karena O2 dan CO2 tidak terlalu larut dalam darah, keduanya terutama

harus diangkut dalam mekanisme selain hanya larut secara fisik. Hanya

1,5% O2 yang larut secara fisik dalam darah, dengan 98,5% secara

Page 13: Refarat Forensik - Asfiksia

kimiawi berikatan dengan hemoglobin (Hb). Faktor utama yang

menentukan seberapa banyak O2 yang berikatan dengan Hb adalah PO2

darah. Karbon dioksida yang diserap di kapiler sistemik diangkut dalam

darah dengan tiga cara :

1. 10% larut secara fisik.

2. 30% terikat ke Hb.

3. 60% dalam bentuk bikarbonat (HCO3)

VI. PATOFISIOLOGI

Kondisi-kondisi yang berkaitan dengan asfiksia adalah sebagai berikut: 10

a. Gangguan pertukaran udara pernapasan.

b. Penurunan kadar oksigen (O2) dalam darah (hipoksia).

c. Peningkatan kadar karbondioksida (CO2) dalam darah (hiperkapnea).

d. Penurunan suplai oksigen (O2) ke jaringan tubuh.

Kerusakan akibat asfiksia disebabkan oleh gagalnya sel menerima atau

menggunakan oksigen. Kegagalan ini diawali dengan hipoksemia.

Hipoksemia adalah penurunan kadar oksigen dalam darah. Manifestasi

kliniknya terbagi dua yaitu hipoksia jaringan dan mekanisme kompensasi

tubuh. Tingkat kecepatan rusaknya jaringan tubuh bervariasi. Yang paling

membutuhkan oksigen adalah sistem saraf pusat dan jantung. Terhentinya

aliran darah ke korteks serebri akan menyebabkan kehilangan kesadaran

dalam 10-20 detik. Jika PO2 jaringan dibawah level kritis, metabolisme aerob

Page 14: Refarat Forensik - Asfiksia

berhenti dan metabolisme anaerob berlangsung dengan pembentukan asam

laktat.6,7

Tanda dan gejala hipoksemia dibagi menjadi 2 kategori yaitu akibat

ketidakseimbangan fungsi pusat vital dan dan akibat aktivasi mekanisme

kompensasi. Hipoksemia ringan menyebabkan sedikit manifestasi yaitu

gangguan ringan dari status mental dan ketajaman penglihatan, kadang-

kadang hiperventilasi. Hal ini karena saturasi Hb masih sekitar 90% ketika

PO2 hanya 60 mmHg.6

Hipoksemia yang lebih berat bisa menyebabkan perubahan kepribadian,

agitasi, inkoordinasi otot, euphoria, delirium, bisa sampai stupor dan koma.

Pengerahan mekanisme kompensasi simpatis menyebabkan takikardi, kulit

menjadi dingin (oleh karena vasokonstriksi perifer), diaphoresis dan

peningkatan ringan dari tekanan darah.6

Hipoksemia akut yang sangat berat bisa menyebabkan konvulsi,

perdarahan retina dan kerusakan otak permanent. Hipotensi dan bradikardi

biasanya merupakan stadium preterminal pada orang dengan hipoksemia,

mengindikasikan kegagalan mekanisme kompensasi.6

Kehilangan oksigen bisa bersifat parsial (hipoksia) atau total (anoksia). 7

Hipoksia dapat diberi batasan sebagai suatu keadaan dimana sel gagal untuk

dapat melangsungkan metabolisme secara efisien. Dahulu untuk keadaan ini

disebut anoksia yang setelah dipelajari ternyata pemakaian istilah anoksia itu

sendiri tidak tepat. Dalam kenyataan seahri-hari merupakan gabungan dari 4

kelompok. Kelompok tersebut adalah: 1,4

Page 15: Refarat Forensik - Asfiksia

1. Hipoksik-hipoksia (dahulu anoksik-anoksia)

Keadaan dimana oksigen tidak dapat masuk aliran darah atau tidak cukup

bisa mencapai aliran darah , misalnya pada orang-orang yang menghisap

gas inert, berada dalam tambang atau pada tempat yang tinggi dimana

kadar oksigen berkurang.

2. Stagnan-hipoksia (dahulu stagnant circulatory anoxia)

Terjadi karena gangguan sirkulasi darah (embolism)

3. Anemik-hipoksia (dahulu anemic anoxia)

Darah tidak mampu mengangkut oksigen yang cukup. Bisa karena volume

darah yang kurang

4. Histotoksik-hipoksia (dahulu histotoxic tissue anoxia)

Pada keadaan ini sel-sel tidak dapat mempergunakan oksigen dengan baik,

hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

a. Extra celluler: system enzim oksigen terganggu. Misalnya pada

keracunan HCN, barbiturate dan obat-obat hypnotic.

Pada keracunan HCN, cytochrome enzim hancur sehingga sel-sel

mati. Sedangkan barbiturate dan hypnotic hanya sebagian system

cytochrome enzim yang terganggu, maka jarang menimbulkan

kematian sel kecuali pada overdosis.

b. Intra celluler: terjadi karena penurunan permeabilitas sel

membrane, seperti yang terjadi pada pemberian obat-obat

anesthesia yang larut dalam lemak (chloroform, ether, dll)

Page 16: Refarat Forensik - Asfiksia

c. Metabolit: sisa-sisa metabolisme tidak bisa dibuang, misalnya pada

uremia dan keracunan CO2

d. Substrat: bahan-bahan yang diperlukan untuk metabolisme kurang.

Misalnya pada hipoglikemia.

Terdapat empat fase dalam asfiksia, yaitu: 10

1. Fase Dispneu.

Pada fase ini terjadi penurunan kadar oksigen dalam sel darah merah

dan penimbunan CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di

medulla oblongata. Hal ini membuat amplitude dan frekuensi pernapasan

meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi, dan mulai tampak tanda-

tanda sianosis terutama muka dan tangan.

2. Fase Konvulsi.

Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap

susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula

kejang berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan

akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut

jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan

paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akobat kekurangan O2.

3. Fase Apneu.

Pada fase ini, terjadi depresi pusat pernapasan yang lebih hebat.

Pernapasan melemah dan dapat berhenti, kesadaran menurun,dan akibat

dari relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urine, dan

tinja.

Page 17: Refarat Forensik - Asfiksia

4. Fase Akhir.

Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti

setelah kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih

berdenyut beberapa saat setelah pernapasan berhenti. Masa dari saat

asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya

berkisar antara 4-5 menit.

Fase 1 dan 2 berlangsung ±3-4 menit. Hal ini tergantung dari tingkat

penghalangan O2. Bila penghalangan O2 tidak 100 %, maka waktu kematian

akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.

Stadium asfiksia adalah: 10

1. Stadium pertama.

Gejala yang terjadi pada stadium ini adalah pernapasan dirasakan

berat. Kadar CO2 yang meningkat menyebabkan pernapasan menjadi

cepat dan dalam (frekuensi pernapasan meningkat), nadi menjadi cepat,

tekanan darah meningkat, muka dan tangan menjadi agak biru.

2. Stadium kedua.

Gejala yang terjadi adalah pernapasan menjadi sukar, terjadi kongesti

di vena dan kapiler sehingga terjadi perdarahan berbintik-bintik (petechie),

kesadaran menurun, dan timbul kejang.

3. Stadium ketiga.

Gerakan tubuh terhenti, pernapasan menjadi lemah dan lama kelamaan

berhenti, pingsan, muntah, pengeluaran kencing dan tinja, dan meninggal

Page 18: Refarat Forensik - Asfiksia

dunia. Korban laki-laki dapat mengeluarkan mani dan korban wanita

mengeluarkan darah dari vagina.

Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua

golongan : 2,4,11

1.   Primer ( akibat langsung dari asfiksia )

Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung

pada tipe dari asfiksia. Sel - sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan

O2. Apa yang terjadi pada sel yang kekurangan O2 belum dapat diketahui,

tapi yang dapat diketahui adanya perubahan elektrolit dimana kalium

meninggalkan sel dan diganti natrium mengakibatkan terjadinya retensi air

dan gangguan metabolisme. Di sini sel - sel otak yang mati akan

digantikan oleh jaringan glial. Akson yang rusak akan mengalami

pertumbuhan (sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan

parut tersebut. Akan tetapi hal ini tidak mengakibatkan tersambungnya

kembali akson yang terputus, karena terhalang oleh jaringan parut yang

terdiri dari sel glia.

Bila orang yang mengalami kekurangan anoksia dapat hidup beberapa

hari sebelum meninggal perubahan tersebut sangat khas pada sel - sel

serebrum, serebelum dan ganglia basalis. Akan tetapi bila orangnya

meninggal cepat, maka perubahannya tidak spesifik dan dapat dikaburkan

dengan gambaran postmortem autolisis. Pada organ tubuh yang lain yakni

jantung, paru - paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat

kekurangan O2 langsung atau primer tidak jelas.

Page 19: Refarat Forensik - Asfiksia

Asfiksia

Oksigenasi darah di Tekanan oksigen

Paru-paru berkurang menurun

Aliran darah arteri Dilatasi kapiler

Pulmoner berkurang

Aliran balik darah vena Stasis kapiler

ke jantung berkurang

Stasis darah pada organ tubuh Pelebaran kapiler

Gambar 5. Lingkaran setan pada asfiksia (Dikutip dari kepustakaan 3)

2.   Sekunder ( berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi

dari tubuh ) Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen

yang rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan

vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak

cukup untuk kerja jantung maka terjadi gagal jantung dan kematian

berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada :

a. Penutupan mulut dan hidung ( pembekapan )

b. Obstruksi jalan nafas seperti pada mati gantung, penjeratan,

pencekikan dan korpus alienum dalam saluran nafas atau pada

tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru – paru

c. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (

traumatic asphyxia )

d.Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat

pernafasan, misalnya pada keracunan.

Page 20: Refarat Forensik - Asfiksia

Darah Fibrinolisis ASFIKSIA Relaksasi Urin, fesesmenjadi sfingter dan cairanencer sperma keluar

Tidak sadar

Tenaga otot Dilatasi Tekanan oksigen Kerusakan pada dindingberkurang kapiler dan darah menurun kapiler dan lapisan

diantara sel endotel

Stasis kapilerSianosis Peningkatan permeabilitas

Bendungan kapiler kapiler

Kongesti Tekanan intrakapiler darah berwarnavisceral meningkat ungu Bercak Tardieu dan

transudasi cairan (edema)Lebam mayat berwarna ungu

Ruptur pembuluh kapiler

Gambar 6. Patologi Asfiksia (Dikutip dari kepustakaan 3)

VII. PENUTUP

Pada asfiksia terjadi kekurangan oksigen yang bisa diakibatkan oleh

karena adanya gangguan akibat obstruksi saluran penapasan maupun akibat

terhentinya sirkulasi. Terjadi kegagalan oksigen untuk mencapai sel-sel tubuh

sehingga terjadi kekurangan O2 dan kelebihan CO2 . Asfiksia bisa terjadi

karena penyebab yang wajar atau tidak wajar. Penyebab tidak wajar misalnya

pada patah tulang panjang sehingga bisa terjadi emboli lemak dan tersangkut

di paru, udara yang terhalang paksa karena starngulasi, suffokasi, asfiksia

traumatik ataupun drowning. Penyebabnya bisa ditentukan dengan melihat

hasil pemeriksaan postmortem. 1,4

Page 21: Refarat Forensik - Asfiksia

DAFTAR PUSTAKA

1. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.

1997.p: 170

2. Leonardo. Asfiksia Forensik. Bagian Ilmu Forensik RSU Dr. Pirngadi Medan.

[cited July 2008][online April 2008]. Available at: www.kabarindonesia.com

3. Knight B. Asphyxia and pressure on the neck and chest. In: Simpson’s forensic

medicine, eleventh ed. London, Oxford University Press,Inc. 2001. p:87-90

4. Apuranto H, Asphyxia. In: Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.2007.p:71-99

5. Chadha PV. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi. Jakarta: Widya

Medika. 1995.p: 47-8

6. Porth CM. Alterations in Respiratory Function: Disorders of Gas Exchange. In: :

Essential of Pathophysiology, Concepts of Altered Health States. Philadelphia:

Lippincott Williams and Wilkins. 2004.p:397

7. Grey TC, McCance KL. Altered Cellular and Tissue Biology. In:

Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. Fifth

Edition. Philadelphia: Mosby, Inc.2006.p:67

8. Myers A, McGowan P. Overview of The Respiratory System. In: Crash Course

Respiratory System. Philadelphia: Elsevier Mosby.2006.p:3-8

9. Sherwood, L. Sistem Pernapasan. In: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001.p.457

10. Lawrence GS, Asphyxia. Makassar, 2005, slide 1-38. Forensic Medicine &

Medicolegal Faculty of Medicine, Hasanuddin University.

11. Islam MS. Terapi Sel Stem pada Cedera Medula Spinalis. In: Cermin Dunia

Kedokteran No. 153. 2006. p.17