RBD ok(1)
description
Transcript of RBD ok(1)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun
suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada
depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian (paranoid,
borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah
pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien
kurang mampu mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya
tentang pengkajian resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang
melakukan skrening akan resiko bunuh diri.
Di Amerika Serikat, 75 orang menyatakan keinginan bunuh diri setiap harinya
(Varcarolis, 2005). Sedangkan di Indonesia, angka kematian akibat bunuh diri
sebanyak 50.000 per tahun (WHO, 2005) dan 70 % nya adalah laki-laki (Forensik
FKUI/RSCM, 2005). Menurut DepKes RI, penyebab bunuh diri terbesar di
Indonesia diakibatkan oleh gangguan jiwa (41%), dan 23 % karena
penyalahgunaan zat dan alkohol.
Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim
kesehatan diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa
mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor – faktor
yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien
yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan
training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga,
pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah
sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen
lainnya. Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta
kesadaran diri perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya
resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di
rumah sakit.
2
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan (Wilson & Kneisl, 1988). 2 dari 3 orang yang melakukan
suicide diketahui oleh perawat dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi yang
adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk menanyakan tentang
masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui bagaimana untuk
menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide. Oleh karena
itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang
cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai faktor resiko
terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya
dengan pendekatan proses keperawatanya.
1.2 Tujuan
Tujuan penulis dalam membuat makalah mengenai Asuhan Keperawatan Jiwa pada
Pasien dengan Masalah Resiko Bunuh Diri adalah sebagai berikut :
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep Resiko Bunuh Diri dan mengetahui konsep asuhan
keperawatan jiwa pada Resiko Bunuh Diri.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari Resiko Bunuh Diri
2. Mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi reaksi resiko bunuh diri
pada klien.
3. Mengetahui fase-fase proses resiko bunuh diri
4. Mengetahui tanda dan gejala serta proses terjadinya masalah pada
klien dengan resiko bunuh diri.
5. Mengetahui dan merancang konsep dan teori asuhan keperawatan jiwa
pada pasien dengan masalah resiko bunuh diri.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pikiran bunuh diri biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan
mood, terutama depresi. Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja
untuk membunuh diri sendiri. Edwin Shneidman (1963, 1981), seorang peneliti
bunuh diri yang ternama, mendefinisikan dua kategori bunuh diri :
1. Bunuh diri langsung adalah tindakan yang disadari dan disengaja untuk
mengakhiri hidup seperti membakar diri, menggantung diri, menembak diri dan
meracuni diri.
2. Bunuh diri tidak langsung adalah keinginan tersembunyi untuk mati, yang
ditandai dengan perilaku kronis beresiko seperti penyalahgunaan zat, makan
berlebihan, aktivitas seks bebas, dll.
Pengertian Bunuh diri sendiri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat
mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai
perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah
pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas
bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu
yang diinginkan (Stuart dan Sundeen, 1995)
Pendapat lain tentang bunuh diri:
1. Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs,
2004).
2. Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai
gangguan depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997).
3. Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya.
4. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
4
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan
kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
2.2 Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), faktor predisposisi bunuh diri antara lain:
1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif
dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan
dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik,
dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam
menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekaman
gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
5
2.3 Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah (Stuart &
Sudden, 1995):
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor
lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
2.4 Tanda dan Gejala
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak
membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana
bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan
gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi dan gelisah, insomnia yang
menetap, penurunan BB, berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan
sosial. Adapun petunjuk psikiatrik anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya,
kelainan afektif, alkoholisme dan penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan
depresi mental pada remaja, dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia.
Sedangkan riwayat psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/kehilangan, hidup
sendiri, tidak bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor
kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan,kegiatan kognitif dan negatif,
keputusasaan, harga diri rendah, batasan/gangguan kepribadian antisosial (Stuart &
Sundeen, 2006).
6
2.5 Proses Terjadinya Masalah
Peningkatan verbal/ non verba
Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri
Ancaman Bunuh diri
Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif
Upaya bunuh diri
Bunuh diri
( Stuart & Sundeen, 2006)
Tipe Bunuh Diri
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya.
Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebu mempertimbangkan
untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang
kematian kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan
untuk melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang
dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
7
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang
yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati
mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada
waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami
depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya ( Stuart
& Sundeen, 2006).
8
BAB 3
PROSES KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar di lakukan oleh pasien untuk
mengakhiri hidupnya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan
bunuh diri, kita mengenal 3 macam perilaku bunuh diri, yaitu isyarat bunuh dirri,
ancaman bunuh diri, dan percobaaan bunuh diri.
3.1.1 Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan "tolong jaga anak-anak karena
saya akan pergi jauh‼" atau "segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya".
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidask disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/
putus asa/ tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri
sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
3.1.2 Ancaman Bunuh Diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat
untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan
rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum mencoba bunuh diri, pengawasan
ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3.1.3 Percobaan Bunuh Diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien menciderai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
9
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Berdasarkan jenis-jenis bunuh diri ini
dapat dilihat data-data yang harus dikaji pada tiap jenisnya.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Jika ditemukan data bahwa pasien menunjukkan isyarat bunuh diri, masalah
keperawatan yang mungkin muncul adalah Harga Diri Rendah. Bila telah
ditemukan masalah tersebut maka tindakan paling utama yang harus dilakukan
adalah meningkatkan harga diri pasien.
2. Jika ditemukan data bahwa pasien memberikan ancaman atau mencoba bunuh
diri, masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah Risiko Bunuh Diri.
3.3 TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tindakan Keperawatan Pasien Percobaan Bunuh Diri
Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
Tindakan : Melindungi pasien
a) Menemani pasien terus menerus sampai ia dapat dipindahkan ke tempat
yang aman.
b) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misal: pisau, silet, gelas, tali,
ikat pinggang).
c) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapat obat.
d) Menjelaskan pada pasien bahwa kita akan melindungi pasien hingga tidak
ada keinginan bunuh diri.
2. Tindakan Keperawatan Keluarga Pasien Percobaan Bunuh Diri
a) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien dan jangan pernah
meninggalkan pasien sendiri.
b) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhkan pasien dari
barang-barang berbahaya.
c) Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak membiarkan pasien sering
melamun sendiri.
d) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.
10
3. Tindakan Keperawatan Pasien Isyarat Bunuh Diri
Tujuan tindakan :
a. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
b. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya
c. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
d. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
Tindakan keperwatan :
a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan keluarga atau teman
b. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
1) Memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian bila pasien mengatakan perasaan yang positif
3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
4) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnyadisyukuri oleh pasien
5) Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan
c. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara :
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
2) Mendiskusikan dengan pasien efektivitas masing-masingh cara
penyelesaian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
4. Tindakan Keperawatan Keluarga Pasien Isyarat Bunuh Diri
Tujuan tindakan keperawatan adalah keluarga mampu merawat pasien dengan
risiko bunuh diri
Tindakan keperawatan:
a. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
1) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah
muncul pada pasien
2) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada
pasien risiko bunuh diri
11
b. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
1) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri
2) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
i. Memberikan tempat yang aman
ii. Menempatkan pasien di temapt yang mudah diawasi, jangan
biaran pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan
meninggalkan pasien sendiri di rumah
iii. Menjauhkan baang-barang yang dapat digunakan untuk bunuh
diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang dapat digunakan
bunuh diri, seperti tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau
atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti obat nyamuk
dan racun serangga
iv. Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan
apabila ada tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah
melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukkan
tanda dan gejala bunuh diri
3) Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas
c. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien
melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
1) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut
2) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas untuk
mendapatkan bantuan medis
d. Membantu keluarga mencari rujukan ke fasilitas kesehatan yang tersedia
bagi pasien
1) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
2) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/ kontrol
secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya
3) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai
prinsip lima benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya,
benar cara penggunaannya, benar waktu penggunaannya
12
Tabel ringkasan tindakan keperawatan untuk pasien risiko bunuh diri berdasarkan
perilaku bunuh diri yang ditampilkan:
3 perilaku bunuh
diri
Tindakan keperawatan untuk
pasien
Tindakan keperawatan
untuk keluarga
Isyarat bunuh diri Mendiskusikan cara
mengatasi keinginan bunuh
diri
Meningkatkan harga diri
pasien
Meningkatkan kemampuan
pasien dalam menyelesaikan
masalah
Melakukan pendidikan
kesehatan tentang cara
merawat anggota keluarga
yang ingin bunuh diri
Ancaman bunuh diri
Melindungi pasien
Melibatkan keluarga untuk
mengawasi pasien secara
ketat
Percobaan bunuh diri
13
BAB 4
PEMBAHASAN KASUS
KASUS :
Tn. A berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Airlangga.
Status menikah, mempunyai 2 orang istri, dan seorang anak. Perusahaan tempatnya
bekerja mengalami masalah, akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena
pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk salah satunya Tn. A. Akibatnya kondisi
keuangan Tn. A memburuk, sehingga membuat istri pertamanya meminta cerai karena
Tn. A tidak bisa memberikan nafkah lagi kepada istrinya. Dan Tn. A pun menjadi putus
asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
4.1 PENGKAJIAN
4.1.1 Identitas Klien
Nama Lengkap : Tn. A
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah (2 orang istri)
Alamat : Surabaya
4.1.2 Alasan Masuk
Klien dibawa ke rumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar mandi
rumah pasien.
4.1.3 Faktor Predisposisi
Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh
perusahaan tempat ia bekerja, padahal dia harus menghidupi 2 orang istri dan
seorang anak. Ditambah lagi dengan istri pertamanya yang minta cerai. Tidak ada
anggota keluarga yang juga mengalami gangguan jiwa.
4.1.4 Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tangan, BB pasien
menurun dan klien tampak lemas tak bergairah, sensitif, mengeluh sakit perut,
14
kepala sakit. N: 80x/mnt, TD: 120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg
dan TB 170cm.
4.1.5. Psikososial
4.1.5.1 Genogram
4.1.5.2 Konsep Diri
1. Gambaran diri
Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
2. Identitas
Klien sudah menikah.
3. Peran diri
Klien adalah kepala rumah tangga dengan 2 orang istri dan seorang, istri
kedua sedang hamil.
4. Ideal diri
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung
harus mendapat pekerjaan dimana untuk menghidupi keluarga dan
bagaimana membangun keluarganya seperti dulu.
5. Harga diri
Klien merasa tidak berguna lagi, depresi dan sering mempersalahkan Tuhan
atas hal yang menimpanya.
4.1.5.3 Hubungan Sosial
Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. D teman
sekamar di rumah sakit yang satu agama. Klien adalah orang yang kurang
perduli dengan lingkungannya, klien sering diam, menyendiri, murung dan
15
tak bergairah, jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman
yang lain, sangat sensitif.
4.1.5.4 Spiritual
1. Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering
mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya
2. Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri
kepada Tuhan.
4.1.6 Status Mental
4.1.6.1 Penampilan
Pada penampilan fisik: tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh,
rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau.
4.1.6.2 Pembicaraan
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan
pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata
dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi blocking.
4.1.6.3 Aktivitas Motorik
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan
aktivitas.
4.1.6.4 Alam Perasaan
Klien terlihat sedih dan putus asa.
4.1.6.5 Afek
Klien menunjukkan afek datar pada saat berbicara dengan perawat.
4.1.6.6 Interaksi selama wawancara
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat
berkomunikasi.
4.1.6.7 Proses pikir
Klien bicara berbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan
(Sirkumstanseal).
4.1.6.8 Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
4.1.7 Mekanisme Koping
16
Mal adaptif: Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak
menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak
berdaya, klien tidak mau melakukan aktifitas.
4.2 ANALISIS DATA
Data Masalah Keperawatan
DS:
- Klien mengatakan mengakhiri
kehidupan itu lebih baik
DO:
- Ada bekas percobaan bunuh diri
pada leher dan pergelangan tangan
- Status perkawinan yang tidak
harmonis, Klien diceraikan istri
pertama.
Resiko bunuh diri
DS :
- Klien mengatakan dirinya tidak
berguna lagi
- Klien merasa tidak ada yang ia
sukai lagi dari dirinya.
- Klien mengatakan malu jika
bertemu dengan teman-teman dan
keluarganya
- Klien mengungkapkan rasa
kecemasannya tentang pekerjaan
dan keharmonisan keluarganya
- Klien sering mempersalahkan
Tuhan atas hal yang menimpanya
DO :
- Klien terlihat depresi dan murung
- Jarang berinteraksi dengan orang
Ganggguan konsep diri : harga
diri rendah
17
sekitar
4.3 POHON MASALAH
4.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko bunuh diri berhubungan dengan gangguan konsep diri
2. Ganggguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan koping individu
inefektif
4.5 RENCANA INTERVENSI
1. Resiko bunuh diri berhubungan dengan gangguan konsep diri
Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
Tindakan : Melindungi pasien
efek
core
causa
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Koping individu inefektif
Resiko bunuh diri
Berduka disfungsional
18
2.
Ganggguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan koping individu
inefektif
Tujuan umum : peningkatan harga diri klien
Intervensi Rasional
1. Temani pasien terus menerus sampai
ia dapat dipindahkan ke tempat yang
aman.
2. Jauhkan semua benda yang berbahaya
(misal: pisau, silet, gelas, tali, ikat
pinggang).
3. Periksa apakah pasien benar-benar
telah meminum obatnya, jika pasien
mendapat obat.
4. Jelaskan pada pasien bahwa kita akan
melindungi pasien hingga tidak ada
keinginan bunuh diri.
5. Intervensi pada keluarga pasien :
a. Anjurkan keluarga untuk ikut
mengawasi pasien dan jangan
pernah meninggalkan pasien
sendiri.
b. Anjurkan keluarga untuk
membantu perawat menjauhkan
pasien dari barang-barang
berbahaya.
c. Diskusikan dengan keluarga
untuk tidak membiarkan pasien
sering melamun sendiri.
d. Jelaskan kepada keluarga
pentingnya pasien minum obat
secara teratur.
1. Mengawasi tindakan pasien agar
tidak melakukan tindakan bunuh
diri.
2. Menghindari pasien menggunakan
benda berbahaya untuk percoban
bunuh diri.
3. Mengawasi pasien agar teratur dan
tepat meminum obatnya.
4. Agar pasien merasa tidak sendirian.
5. Partisipatif aktif dari keluarga akan
membntu membat nyaman pasien
sehingga meminimalisir hal-hal
pemicu bunuh diri.
19
Tujuan khusus : 1. Klien dapat memahami dan menerima keadaan
2. Klien mau mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat melakuakn stretegi koping yang adekuat
Kriteria hasil :
1. Klien menunjukkan eskpresi wajah bersahabat, menun-jukkan
rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau
menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk
berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah
yang dihadapi.
2. Klien mampu menyebutkan:
o Aspek positif dan kemampuan yang dimiliki klien.
o Aspek positif keluarga.
o Aspek positif lingkung-an kli
3. Klien menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan
4. Klien membuat rencana kegiatan harian
5. Klien melakukan kegiatan sesuai jadual yang dibuat.
6. Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga
Intervensi Rasional
1. Setelah membina hubungan
dengan klien, bicarakan masalah
pasien dengan cara yang suportif
bukan mengonfrontasi pasien;
jika klien menolak
mendiskusikannya, hentikan dan
nyatakan maksud anda untuk
kembali membicarakannya.
1. Kehadiran anda menunjukan
pehatian dan kepedulian.
Mengatakan kepada klien bahwa
anda akan kembali
memperlihatkan dukungan anda.
Klien mungkin memerlukan
dukungan emosional untuk
menghadapi dan mengungkapkan
rasa tidak nyaman atau perasaan
yang menyakitkan.
Mengonfrontasi klien akan
memaksa untuk mengungkapkan
perasaan dapat meningkatkan
ansietas dan membuat klien
20
menyangkal atau menghindar
lebih jauh.
2. Bicara dengan klien tentang hal yang
realistis terkait dengan
kehilangannya; diskusikan
perubahan kongkret yang telah
terjadi dalam kehidupannya akibat
kehilangan dan perubahan yang
harus mulai lakukan sekarang
2. Mendiskusikan pada tahap ini dapat
membantu membuatnya lebih
nyata bagi klien
3. Dorong ekspresi perasaan dengan
cara membuat klien nyaman,
misalnya : berbicara, menulis,
menggambar, menangis, dan
sebagainya. Sampaikan penerimaan
anada terhadap perasaan ini dan
makna ekspresi, tawarkan dukungan
verbal kepada klien dalam upaya
mengespresikan perasaan
3. Ekspresi perasaan dapat membantu
klien mengidentifikasi, menerima,
dan mengatasi perasaanya
walaupun hal tersebut menyakitkan
atau membuat klien tidak nyaman
4.Dorong klien untuk mengingat
pengalaman, bicarakan tentang apa
yang terlibat dalam hubungannya
dengan istri atau pekerjaannya.
Diskusikan dengan klien tentang
perubahannya perasaannya terhadap
diri sendiri, orang lain, dan orang atau
pekerjaannya yang hilang.
4. Mendiskusikan benda atau orang
yang hilang dapat membantu klien
mengidentifikasi dan
mengungkapkan kehilangan,
makna kehilangan tersebut
baginya, dan respons emosional
5. Dorong ekspresi semua perasaan
klien secara tepat (yaitu aman)
terhadap istri atau pekerjannya dan
sampaikan penerimaan. Yakinkan
klien bahwa perasaan negatif
sekalipun seperti kemarahan dan
5. Perasaan timbul tidak bisa
dikatakan baik atau buruk.
Memberi klien dukungan untuk
mengungkapkan perasaan dapat
membantu klien menerima
perasaan tidak nyaman
21
kebencihan adalah normal dan sehat
dalam berduka
6. Berikan kesempatan untuk
melepaskan ketegangan, kemarahan,
rasa bersalah, dan sbagainya melaui
aktivitas fisik. Tingkatkan olahraga
secara teratur sebagai cara yang
sehat dalam mengatasi stres dan
ketegangan
6.Aktivitas fisik merupakan cara untuk
mengurangi ketengangan dengan
cara yang sehat dan tidak merusak
7. Batasi waktu dan frekuensi interaksi
terapeutik dengan klien. Dorong
klien untuk mengungkapkan
perasaan secara mandiri dan spontan
(menulis memulai interaksi denngan
klien lain atau dengan anggota staf
lain, terlibat dalam aktivitas fisik).
Rencanakan interaksi yang dimulai
oleh staf pada waktu yang
memungkinkan klien memenuhi
tanggung jawabnya (aktivitas, tugas-
tugas di unit) dan mempertahankan
perawatan diri (tidur, makan, higine)
7.Klien perlu mengembangakan
keterampilan mandiri dalam
menyampaikan perasaan dan
mengintegrasikan kehilangan ke
dalam hidupnya sehari-hari, sambil
memenuhi kebutuhan dasarnya
4.6 EVALUASI
1. Klien mampu mengatasi keinginan untuk melakukan percobaan bunuh diri.
2. Klien mau mengungkapkan perasaannya mengenai kepercayaan diri dan mulai
mau berinteraksi.
3. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah dengan cara
berdiskusi.
4. Klien dapat membina hubungan baik dengan orang lain.
22
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk membunuh diri
sendiri. Perilaku bunuh diri terdapat dua cara yaitu bunuh diri langsung dan bunuh
diri tidak langsung. Bunuh diri secara langsung merupakan tindakan yang disadari
dan disengaja untuk mengakhiri hidup sedangakan bunuh diri tidak langsung adalah
keinginan tersembunyi untuk mati, yang ditandai dengan perilaku kronis beresiko.
Faktor predisposisi dari perilaku bunuh diri diantaranya karena diagnostik
psikiatrik, sifat kepribadian, lingkungan psikososial, riwayat keluarga, faktor kimia.
Perilaku resiko bunuh diri ini dapat dipresipitasi oleh perasaan terisolasi, kegagalan
adaptasi, perasaan marah, dan putus asa. Diantara tanda dan gejalanya adalah
keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam
perasan depresi, agitasi, gelisah, insomnia yang menetap, penurunan berat badan,
berbicara lamban, keletihan, menarik diri sebelumnya, kelainan afektif,
alkoholisme, penyalahgunaan obat, depresi mental remaja. Resiko bunuh diri juga
dapat disebabkan oleh keadan psikososial sperti baru berpisah, bercerai, hidup
sendiri, tidak bekerja dan faktor kepribadian seperti implisit, agresif, rasa
bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif, putus asa, harga diri rendah, kepribadian
antisosial. Perilaku bunuh diri dapat dibagi menjadi tiga yaitu ancaman bunuh diri,
upaya bunuh diri, dan bunuh diri.
5.2 Saran
23
Perawat sebaiknya lebih aktif dan tidak mengintrogasi dalam menggali
informasi tentang perawatan pada pasien yang berisiko untuk melakukan tindak
bunuh diri, tetapi bersifat suportif dan solutif terhadap masalah yang sedang
dihadapi oleh klien. Perawat juga harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi
terapeutik, dan dapat mengobservasi dengan akurat agar dapat menegakkan
diagnosis dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Anna Keliat, Budi. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN. Jakarta:
EGC
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C..1993. Nursing Care Plan. Guidlines
for Planning and Documentating Patient Care. Terjemahan oleh Kariasa, I.M.,
Sumarwati, N.M.. 2000. Jakarta : EGC
Stuart & Sundeen. 2006. Keperwatan psikitrik: Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.
Jakarta : EGC
Stuart dan Sundeen. 1995. Dikutip Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi
Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1
Keperawatan.
Stuart, GW, Sundeen, SJ . 1995. Pocket Guide To Psychiatric Nursing, Edisi 3, Alih
Bahasa Achir Yani S. Hamid. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC
Videbeck, sheila. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: ECG
24
SKENARIO ROLE PLAY
RESIKO BUNUH DIRI
KASUS :
Tn. A berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Airlangga.
Status menikah, mempunyai 2 orang istri, dan seorang anak. Perusahaan tempatnya
bekerja mengalami masalah, akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena
pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk salah satunya Tn. A. Akibatnya kondisi
keuangan Tn. A memburuk, sehingga membuat istri pertamanya meminta cerai karena
Tn. A tidak bisa memberikan nafkah lagi kepada istrinya. Dan Tn. A pun menjadi putus
asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
SKENARIO
PEMAIN:
1. Setiawan Arifin : Tn.Arifin (Pasien)
2. Dina Rosita : Istri pertama
3. Vera Evelyn Juliani : Istri kedua
4. Miftakhur Roifah : Anak dari istri pertama
5. Eni Muslihah : Adik Arifin
6. Yuni Tristian C. : Adik Arifin
7. Anis Maslahah : Perawat 1
8. Eka Setya Yuliana : Perawat 2
9. Yosephin Nova E. : Dokter
25
Scene 1 (Di Rumah)
Sabtu siang, di sebuah perusahaan swasta PT. Airlangga terjadi PHK karyawan secara
massal, termasuk juga Tn.A yang sudah 10 tahun bekerja disana. Tn.A yang seorang
kepala keluarga dengan 2 orang istri dan seorang anak ini merasa sangat terpuruk
mendapat keputusan tersebut, karena dia lah satu-satunya yang mencari nafkah
dikeluarganya. Bahkan dia juga mempunyai 2 orang adik yang masih sekolah.
Sepulang dari kantor, Tn.A sangat sedih dan tak tahu harus melakukan apa.
Tn.Arifin : (sedih, wajah lesu, tak bergairah, berantakan)
Mifta : Ayah,, ayah kenapa? Kok pulang-pulang wajahnya murung gitu?
Tn.Arifin : Ayah capek nak..
Anak : Ya sudah kalau gitu saya pijitin ya.. (memijat pundak sang ayah)
Istri Ke-2 : Hei Pa…!! Sudah pulang ya… Mifta, bikinin ayahmu minum sana!
(Istri lalu duduk di dekat suami). Eh pa, ngomong-ngomong
kehamilanku udah hampir 7 bulan nih, aku rasa udah saatnya kita beli
barang-barang perlengkapan untuk bayi kita nanti. Kita beli baju yang
lucu-lucu, beli mainan-mainan, pokoknya yang bagus-bagus ya pa…
Tn.Arifin : (diam saja, tidak berkonsentrasi, melamun, wajah sedih)
Istri Ke-2 : Pa, kok diam aja sih? Mama kan lagi ngomong, papa denger gak sih?
Anak : (datang membawa minum) Ini yah, minumannya.
Istri Ke-2 : Kamu ini bikin minum aja lama banget sih, gak tau apa ayahmu ini lagi
capek. Dasar lelet. Sudah pergi sana!
Tiba-tiba Istri Pertama datang.
Istri Pertama : Aku pulang… (membawa banyak barang hasil belanja)
Istri Ke-2 : Ini juga, gak anak gak ibu, sama aja. Kamu ini kerjaannya shopping
terus, buang-buang duit aja.
Istri Pertama : Kamu kenapa sih tiba-tiba marah gitu. Kesambet? Inget tuh, lagi hamil.
Istri Ke-2 : Eh, kamu itu yang kesambet. Kesambet Setan Shopping! Tiap hari
kerjaannya buang-buang uang, mending juga uangnya buat kelahiran
bayiku.
26
Istri Pertama : Eh, gak usah nyalahin orang ya, kalau kamu gak nikah sama papa, aku
juga gak bakal suka shopping kayak gini. Waktu papa tuh sekarang jadi
terbatas sama aku.
Istri Ke-2 : Loh kok jadi nyalahin aku sih?
Istri Pertama : Iya, ini semua tuh gara-gara kamu.
Akhirnya terjadi peperangan antara para istri. Bahkan mereka sampai jambak-
jambakan satu sama lain dan tidak menghiraukan suami yang baru pulang kerja dan
sedang sedih itu. Disaat itu juga, datang kedua adik yang baru pulang sekolah.
Kedua Adik : Kita Pulang…
Eni : Loh, loh,, itu mereka ngapain?
Tian : Wah, itu lagi berantem. Ayo-ayo… (berlari untuk memisahkan para
istri)
Eni : Kak, jangan berantem…
Tian : Iya,,, sudah-sudah… Lepaskan!!
(Karena tidak berhasil memisahkan, akhirnya mereka berteriak)
Kedua Adik : STOOPPPPPPP!!!!!!!!!!!!!!!
Mendengar teriakan adik, berhentilah peperangan itu dan Tn.Arifin pun tersadar dari
lamunannya.
Tn.Arifin : Ada apa ini? Kenapa kalian teriak-teriak? Gak tau apa aku ini baru
pulang kerja, capek. Bukannya bikin saya seneng malah bikin kuping
panas. (Pergi ke kamar meninggalkan semuanya)
Tian : Why? Ada apa dengan semua orang disini? (wajah heran)
Eni : Benar-benar gak ada yang benar. (geleng-geleng kepala)
Anak : (datang dari kamar dengan membawa buku) Ada apa sih? Dari tadi
ribut terus. Aku kan lagi belajar, jadi gak bisa konsentrasi deh.
Istri Ke-2 : Ini nih, semua gara-gara ibu kamu.
Istri Pertama : Lah kok aku? Kamu yang mulai!
Istri Ke-2 : Kamu!
27
Istri Pertama : Kamu!
Kedua adik : SUDAAAAAAAAAHHHH!!!!!!
Istri Pertama dan Anak : (Pergi meninggalkan ruangan)
Istri Ke-2 : Aduh, aduh! (memegangi perut)
Eni : Eh, eh, waduhh… kenapa kak? Tolongin-tolongin.
Tian : Jangan-jangan mau melahirkan.
Istri Ke-2 : Aduh, aduh,, tolong bantu aku ke kamar.
Keesokan harinya…
Scene 2 (Di meja makan, sarapan pagi)
Istri Pertama : Loh, papa hari ini gak kerja?
Tn.Arifin : Ma, maafin papa ya.. Adik, maafin kakak juga. Perusahaan tempatku
bekerja sekarang sudah bangkrut, dan aku terkena PHK.
Semua : APAAAA? (Syok)
Eni : Jadi, sekarang kakak sudah gak kerja lagi?
Tn.Arifin : Betul, tapi aku akan berusaha untuk cari kerja lagi.
Istri Pertama : Cari kerja dimana? Sekarang itu cari kerjaan susah.
Istri Ke-2 : Lalu bagaimana dengan nasib anak yang aku kandung ini? Kita perlu
biaya untuk kelahiran.
Istri Pertama : Bagaimana dengan anak kita juga? Dia masih perlu biaya untuk
sekolahnya. Bagaimana tanggung jawab Papa sebagai seorang kepala
keluarga?
Tn.Arifin : Maafin papa, Ma…
Istri Pertama : Pokoknya kalau sampai Papa gak bisa biayain hidup kita, Mama minta
cerai saja. (pergi meninggalkan meja makan bersama anak)
Istri Ke-2 : (Mengikuti pergi)
Tn.Arifin : Ma, Mama… (sedih)
Tian : Sudah kak, jangan sedih, kakak pasti bisa melewati semua ini.
28
Keesokkan harinya istri pertama dan istri kedua Tn. Arifin memilih meninggalkan
suaminya dan kembali ke rumah orang tua mereka. Hal ini membuat Tn. Arifin sedih
dan depresi, sehingga Tn. Arifin melakukan percobaan bunuh diri.
Scene 3 (Di Balkon rumah lt.3)
Tn.Arifin : Tidak ada gunanya lagi saya hidup. Sudah tidak punya pekerjaan,
ditinggal istri dan anak pula. Tidak ada yang menginginkan saya lagi.
Lebih baik saya mati.
(berencana terjun dari lt.3)
Kedua Adik : Kakak jangan… (menyelamatkan)
Tiga hari kemudian,,
Scene 4 (Di kamar mandi)
Tn.Arifin : Semoga ini jalan yang terbaik. Selamat tinggal anakku, istriku tercinta
dina dan yang tersayang veve dan kedua adikku (Menyayat tangannya
dengan pisau)
Eni : Aaaa…. Tolong!!!! Tolong!!!!!!
Tian : (datang menolong)
Akhirnya Tn.Arifin dibawa ke Rumah Sakit Jiwa karena sudah 2 kali melakukan
percobaan bunuh diri. Eni menghubungi istri pertama Tn. Arifin sedangkan Tian
menghubungi istri kedua untuk mengabarkan kejadian yang dialami Tn. Arifin.
Satu minggu kemudian,,,
Scene 5 (Di RSJ, Ruang Rawat Tn.Arifin)
Perawat 1 : Assalamu’alakum, Selamat pagi Pak Arifin. Perkenalkan saya perawat
Anis, yang bertugas di Ruang Mawar saat ini, saya dinas dari jam 7 pagi
sampai jam 2 siang. Bagaimana perasaan bapak hari ini?
Tn.Arifin : Hari ini saya sangat sedih. (murung)
29
Perawat 1 : Kalau tidak keberatan, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
hal apa yang membuat bapak merasa sedih. Saya siap kok mendengarkan
semua cerita bapak, bagaimana apa bapak bersedia?
Tn.Arifin : Baik Sus saya bersedia. (Menganggukkan kepala tanda setuju)
Perawat 1 : Kalau begitu dimana kita bisa bicara dan berapa lama kita bisa bicara?
Tn.Arifin : Ditaman saja, saya suka duduk disana, satu jam.
Perawat 1 : Baiklah kalau begitu, mari kita kesana.
Di Taman,,,
Perawat 1 : Sekarang bapak bisa cerita bagaimana perasaan bapak, apa yang
membuat bapak sedih?
Tn.Arifin : Saya sangat sedih Sus, semenjak perusahaan tempat saya bekerja
bangkrut, saya binggung apa yang harus saya perbuat untuk menghidupi
keluarga saya. Saya merasa tidak berguna lagi sebagai seorang kepala
keluarga.(Menundukkan kepala dan murung)
Perawat 1 : Apa karena hal tersebut bapak menjadi merasa tidak berguna dan
kehilangan kepercayaan diri?
Tn.Arifin : Tidak hanya itu Sus, saya malu tidak bisa membangun keluarga saya
dengan baik. Orang macam apa saya ini, tidak bisa menyenangkan istri,
anak, dan adik-adik saya. Saya merasa kehidupan saya telah hancur dan
menderita, tak ada gunanya lagi saya hidup.
Perawat 1 : Kemudian apa yang pernah bapak lakukan jika merasa tidak berguna?
Tn.Arifin : Saya pernah mau terjun dari lt.3 rumah saya tapi akhirnya gagal karena
ditolong adik saya dan saya juga pernah menyayat pergelangan tangan
saya. Bagi saya tidak ada gunanya lagi saya hidup, saya tidak berguna.
(menunjukkan pergelangan tangan)
Perawat 1 : Baiklah, setelah saya mendengar cerita bapak, tampaknya bapak
membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup. Mulai sekarang saya juga tidak akan membiarkan
bapak sendiri. Apa yang bapak lakukan jika keinginan bunuh diri itu
muncul?
30
Tn.Arifin : Saya sering menggigit, membenturkan kepala dan menyakiti diri saya
sendiri.
Perawat 1 : Baiklah, mulai sekarang kalau keinginan itu muncul bapak harus
langsung meminta tolong kepada perawat diruangan ini bisa saya, atau
perawat yang sedang sift, keluarga atau teman jika sedang besuk bapak
untuk mengatasi keinginan bapak tersebut, serta katakan kepada mereka
jika ada dorongan untuk bunuh diri. Bapak juga jangan sendiri ya,
cobalah untuk berkumpul dan berinteraksi dengan teman bapak yang
lain. Apa bapak paham dengan yang saya katakan?
Tn.Arifin : Ya, Sus. saya akan berusaha mencoba.
Perawat 1 : Saya senang mendengarnya, saya percaya bapak bisa mengatasi
masalah ini.
Dua hari kemudian….
Scene 6 (Di taman RSJ)
Perawat 1 : Selamat siang pak arifin, masih ingat dengan saya? Saya yang kemarin
ngobrol dengan bapak
Tn. Arifin : Iya suster Anis
Perawat 1 : Apakah kemarin tidur bapak nyenyak?
Tn. Arifin : Tidak suster. Saya kepikiran terus, istri-istri saya muncul di mimpi
saya. Saya memang tidak berguna, saya hanya menyusahkan (Suara
tinggi sambil memegang kepala dan membenturkannya ke tembok)
Perawat 1 : Bapak, bapak tenang dulu jangan seperti itu. Kehadiran bapak sangat
dibutuhkan kelurga bapak. (Mnecoba menghentika percobaan diri Tn.
Arifin)
Keesokkan harinya, keluarga pasien mendatangi ruangan dokter untuk konsultasi.
Scene 7 (Di ruang Dokter)
Perawat 2 : Selamat pagi dok, ini ada keluarga Tn. Arifin yang ingin bertemu
dengan dokter
Dokter : iya Sus, persilahkan masuk saja.
31
Eni : Selamat pagi dok, bagaimana keadaan kakak saya? Apakah sudah ada
kemajuan?
Dokter : Oh iya begini bu, untuk hari ini, perkembangan kesehatan bapak Arifin
sudah mengalami peningkatan dan luka sayatannya pun sudah baik.
Namun bapak Arifin masih saja terus menyalahkan dirinya atas apa yang
terjadi. Hari ini bapak Arifin pun mencoba melakukan bunuh diri. Jadi
mbak-mbak ini harus slalu ada di dekat pak Arifin dan berikan dukungan
serta motivasi sehingga mempengaruhi status kesehatan bapak.
Tian : Baik dok, apakah sekarang kami bisa menemui kakak kami?
Dokter : Bisa. Suster Eka akan mengantar anda
Di ruang tunggu Rumah Sakit
Perawat 2 : Mari mbak, kita tunggu Tn. Arifin karena beliau masih ada kegiatan
ruangan
Eni : iya Sus
Tian : Gimana ya Sus, saya bingung dengan keadaan kakak saya, kalau sudah
pulang nanti bagaimana?
Eni : Benar, kalau kakak mau bunuh diri gimana?
Perawat 2 : Sebaiknya mbak Eni dan mbak Tian memperhatikan benar-benar
munculnya tanda dan gejala bunuh diri. Pada umumnya orang yang
melakukan bunuh diri menunjukan gejala melalui percakapan misalnya
“saya tidak ingin hidup lagi, orang lain tidak butuh saya”. Jika mbak
menemukan tanda dan gejala seperti itu, maka sebaiknya mbak
mendengarkan ungkapan perasaan dari Tn. Arifin secara serius. Jangan
tinggalkan atau biarkan beliau sendiri dirumah atau jangan biarkan
mengunci diri dikamar. Kemudian jauhkan pasien dari benda-benda
seperti tali tambang, silet, gunting, ikat pinggang, pisau serta benda
tajam lainnya yang mungkin bisa digunakan untuk melukai diri.
Eni : Ouw begitu. Baik Sus, akan kami lakukan dan menjaga kakak dengan
baik
Perawat 2 : Mari kita ke taman karena Tn. Arifin sudah menunggu disana.
32
Di taman..
Perawat 2 : Selamat siang Tn Arifin, ini saya datang dengan 2 orang wanita cantik,
anda tahu siapa?
Tn. Arifin : Iya. Ini adik-adik saya.
Eni : Gimana Kak keadaannya? Baik?
Tn. Arifin : Iya baik
Perawat 2 : Nah bapak, dalam hidup bapak banyak yang perlu disyukuri, Coba
sekarang bapak lihat, ada orang-orang yang menyayangi dan
membutuhkan kasih sayang bapak.
Tian : Iya Kak, kita semua sayang kakak, kita berharap kakak bisa sembuh
dan bisa berkumpul kayak dulu lagi
Tn. Arifin : Iya terima kasih (tersenyum memandang kedua adiknya)
Eni : Banyak hal yang masih bisa dikerjakan Kak, Kakak tidak sendiri. Susah
senang kita akan slalu bersama karena itu pesan ayah dan ibu.
Tian : Kak Veve dan Kak Dina juga mau kesini kok,, pasti Kakak kangen
sama mereka. Nanti Kakak juga bisa ketemu sama Ifah
Bunuh diri itu bisa dicegah. Meningkatkan harga diri seseorang adalah salah satu
caranya unutk mencegah bunuh diri. Dukungan keluarga, motivasi dan keadaan
lingkungan sekitar mempengaruhi harga diri seseorang. Lebih baik mencegah dari pada
mengobati.