(rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

40
Pengertian Pembangunan Terdapat banyak aspek dan masalah yang diketahui termasuk ke dalam pembangunan, sehingga pembangunan tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam mendefinisikan pembangunan, terutama bukan karena orang tidak faham yang dimaksud dengan pembangunan itu, tapi justru karena ruang lingkup pembangunan tersebut begitu banyak, sehingga hampir tidak mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu bentuk rumusan sederhana sebagai suatu definisi yang komplit: “Inilah dia pembangunan itu.” Menurut Soetomo (2008), pembangunan sebagai proses perubahan dapat dipahami dan dijelaskan dengan cara yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam hal sumber atau faktor yang mendorong perubahan tadi, misalnya yang ditempatkan dalam posisi lebih dominan, sumber perubahan internal atau eksternal. Disamping itu, sebagai proses perubahan juga dapat dilihat dari intensitas atau fundamental tidaknya perubahan yang diharapkan, melalui transformasi struktural ataukah tidak. Sebagai proses mobilisasi sumberdaya juga dapat dilihat pandangan dan penjelasan yang berbeda, misalnya pihak yang diberi kewenangan dalam pengelolaannya diantara tiga stakeholders pembangunan, yaitu negara, masyarakat, dan swasta. Perbedaan pandangan juga menyangkut level pengelolaan sumber daya tersebut, tingkat lokal, regional, atau nasional. Perspektif yang berbeda juga dapat menyebabkan pemberian perhatian yang berbeda terhadap sumber daya yang ada. Perspektif tertentu lebih memberikan perhatian pada

Transcript of (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Page 1: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Pengertian Pembangunan

Terdapat banyak aspek dan masalah yang diketahui termasuk ke dalam pembangunan,

sehingga pembangunan tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang. Hal ini menyebabkan

kesulitan dalam mendefinisikan pembangunan, terutama bukan karena orang tidak faham yang

dimaksud dengan pembangunan itu, tapi justru karena ruang lingkup pembangunan tersebut

begitu banyak, sehingga hampir tidak mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu

bentuk rumusan sederhana sebagai suatu definisi yang komplit: “Inilah dia pembangunan itu.”

Menurut Soetomo (2008), pembangunan sebagai proses perubahan dapat dipahami dan

dijelaskan dengan cara yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam hal sumber atau

faktor yang mendorong perubahan tadi, misalnya yang ditempatkan dalam posisi lebih dominan,

sumber perubahan internal atau eksternal. Disamping itu, sebagai proses perubahan juga dapat

dilihat dari intensitas atau fundamental tidaknya perubahan yang diharapkan, melalui

transformasi struktural ataukah tidak. Sebagai proses mobilisasi sumberdaya juga dapat dilihat

pandangan dan penjelasan yang berbeda, misalnya pihak yang diberi  kewenangan dalam

pengelolaannya diantara tiga stakeholders pembangunan, yaitu negara, masyarakat, dan swasta.

Perbedaan pandangan juga menyangkut level pengelolaan sumber daya tersebut, tingkat lokal,

regional, atau nasional. Perspektif yang berbeda juga dapat menyebabkan pemberian perhatian

yang berbeda terhadap sumber daya yang ada. Perspektif tertentu lebih memberikan perhatian

pada sumber daya alam dan sumber daya manusia, sedangkan perspektif yang lain disamping

kedua jenis sumber daya tersebut juga mencoba menggali, mengembangkan dan

mendayagunakan sumber daya sosial  yang sering disebut juga dengan modal sosial atau energi

sosial. Bahkan dalam  masing-masing perspektif yang bersikap terhadap sumber daya manusia

juga dapat dijumpai pandangan dan perlakuan yang berbeda. Disatu pihak dijumpai perspektif

yang melihatnya sebagai sekedar objek yang sama dengan sumber daya alam yang dapat

digerakkan dan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pembangunan, dan dilain pihak melihatnya

sebagai aktor  atau pelaku dari proses pembangunan itu sendiri.

Pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis, bukan dilihat sebagai konsep statis

yang selama ini sering kita anggap sebagai suatu kesalahan yang wajar. Pembangunan pada

dasarnya adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. ”Development is not a

static concept. It is continuously changing“, artinya juga bisa dikatakan bahwa pembangunan itu

sebagai “never ending goal”. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu

Page 2: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju

atas kekuatan sendiri (self sustaining proces) tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya.

Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan

tergantung dari suatu “innerwill”, dan proses emansipasi diri, dan suatu partisipasi kreatif dalam

proses pembangunan hanya menjadi mungkin karena proses pendewasaan (Tjokroamidjoja dan

Mustapadijaja dalam Nawawi, 2009).

            Banyak pakar memberikan definisi tentang pembangunan. Dalam tulisan-tulisan

mengenai pembangunan tersebut, pengertian-pengertian seperti modernisasi, perubahan sosial,

industrialisasi, westernasi, pertumbuhan (growth), dan evolusi sosio-kultural biasanya selalu

dikaitkan dalam menyusun suatu definisi pembangunan. Namun demikian, menurut para ahli,

istilah tersebut di atas terasa kurang sesuai dengan yang sesungguhnya dimaksud dengan

pembangunan. Frey dalam Zulkarimen Nasution (2004) menyebutkan bahwa pengertian

pertumbuhan (growth) terasa terlalu luas, sedangkan industrialisasi terlalu sempit. Begitu pun

dengan istilah westernisasi yang terasa bersifat parokial (sempit wawasannya).

Menurut Rogers dalam Zulkarimen Nasution (2004), pembangunan diartikan sebagai

proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial, sedangkan modernisasi menunjuk

pada proses yang terjadi pada level individu. Yang paling sering, kalaupun kedua pengertian

istilah tersebut dibedakan, maka pembangunan dimaksudkan yang terjadi pada bidang ekonomi,

atau lebih mencakup seluruh proses analog dan seiring dengan itu, dalam masyarakat secara

keseluruhan.

Sebagai suatu istilah teknis, pembangunan berarti membangkitkan masyarakat di negara-

negara sedang berkembang dari keadaan kemiskinan, tingkat melek huruf (literacy rate) yang

rendah, pengangguran, dan ketidakadilan sosial (Seers dalam Zulkarimen Nasution, 2004

Menurut Seers dalam Zulkarimen Nasution (2004).

Menurut Sondang P. Siagian (2008), pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha

mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu

negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building).

Karakteristik Pembangunan

Berdasarkan beragamnya pengertian pembangunan di atas, maka karakteristik

pembangunan dapat dilihat dari perkembangan paradigma pembangunan yang berlangsung dari

Page 3: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

waktu ke waktu. Berikut ini merupakan paradigma yang aktivitas pembangunannya didasarkan

pada tiga karakterstik, yaitu integral, universal, dan partisipasi total

(patriotproklamasi.blogspot.com).

Karakteristik pembangunan integral mengandung arti bahwa program pembangunan

disatu sektor tidak bisa dipisahkan dengan pembangunan disektor lain. Pembangunan ekonomi

misalnya, tidak terlepas dari pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, pembangunan

politik yang adil dan jujur serta bersih dari penyimpangan, pembangunan hukum yang

berkeadilan, pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertumpu pada kekuatan

sendiri, serta pembangunan sosial budaya yang berakhlak. Dalam Paradigma ini, karakteristik

pembangunan yang bersifat integral akan meniadakan ketimpangan pembangunan antara

ekonomi fisik yang dominan (mercusuaris) dengan pembangunan sumber daya manusia, ilmu

pengetahun dan teknologi, kemandirian, serta sosial budaya.

Karakteristik pembangunan universal memberikan pengertian bahwa aset-aset

pembangunan haruslah dipergunakan untuk kepentingan lintas generasi, lintas teritorial, dan

bahkan lintas kehidupan (dunia akhirat). Lintas generasi berarti harus berkelanjutan

(sustainable), jangan sampai pembangunan sekarang menyebabkan terpuruknya generasi-

generasi yang akan datang. Mungkin pembangunan telah mengabaikan hal ini, pembangunan-

pembangunan fisik yang gegap gempita di masa lalu membuat generasi sekarang menderita

lantaran pembiayaannya melalui utang. Lintas teritorial maksudnya adalah bahwa pembangunan

disuatu tempat tidak menyebabkan tempat lain terlantar atau bahkan terkena dampak negatifnya.

Dalam paradigma ini, terdapat pula visi pemerataan pembangunan dan pembangunan yang

ramah lingkungan. Sedangkan lintas kehidupan bermakna menginspirasikan pelaku-pelaku

pembangunan supaya berbuat sambil membangun pula akhirat yang lebih baik, aktivitas dalam

hal ini merupakan ekspresi relijius.

Karakteristik pembangunan partisipasi total adalah bahwa pembangunan harus dilakukan

oleh seluruh aktor pembangunan sesuai perannya. Untuk itu, diperlukan pemberdayaan

masyarakat agar mereka setara sebagai mitra  pemerintah dalam merumuskan kepentingan

bersama. Kesetaraan ini tidak hanya dari segi kedudukannya tetapi juga kualitasnya, sehingga

diperlukan pendidikan politik.

Page 4: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Ciri-ciri Pembangunan

Pada dasarnya, ciri-ciri pembangunan itu dapat dilihat dari pengertian pembangunan itu

sendiri. Ciri-ciri pembangunan yang dikemukakan disini adalah berdasarkan tujuh ide pokok

yang muncul dari definisi pembangunan yang diberikan oleh Sondang P. Siagian (2008), yaitu:

1. Pembangunan merupakan suatu proses. Berarti pembangunan merupakan rangkaian

kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap yang disatu

pihak independen akan tetapi dipihak lain merupakan “bagian” dari sesuatu yang bersifat

tanpa akhir (never ending). Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan

pentahapan tersebut, seperti berdasarkan jangka waktu, biaya, atau hasil tertentu yang

diharapkan akan diperoleh.

2. Pembangunan merupakan upaya yang secara sadar ditetapkan sebagai sesuatu untuk

dilaksanakan. Dengan perkataan lain, jika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara terdapat kegiatan yang kelihatannya seperti pembangunan, akan tetapi

tidak ditetapkan secara sadar dan hanya terjadi secara sporadis atau insidental, maka

kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pembangunan.

3. Pembangunan dilakukan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang, jangka

menengah, dan jangka pendek. Seperti dimaklumi, merencanakan berarti mengambil

keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dilakukan pada jangka waktu tertentu di

masa depan.

4. Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan. Pertumbuhan

dimaksudkan sebagai peningkatan kemampuan suatu negara bangsa untuk berkembang

dan tidak sekedar mampu mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan, dan eksistensinya.

Perubahan mengandung makna bahwa suatu negara bangsa harus bersikap antisipatif dan

proaktif dalam menghadapi tuntutan situasi yang berbeda dari jangka waktu tertentu ke

jangka waktu yang lain, terlepas apakah situasi yang berbeda itu dapat diprediksikan

sebelumnya atau tidak. Dengan perkatan lain, suatu negara bangsa yang sedang

membangun tidak akan puas jika hanya mampu mempertahankan status quo yang ada.

5. Pembangunan mengarah pada moderntias. Modernitas di sini diartikan antara lain sebagai

cara hidup yang baru dan lebih baik daripada sebelumnya, cara berpikir yang rasional dan

sistem budaya yang kuat tetapi fleksibel.

Page 5: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

6. Modernitas yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan pembangunan perdefinisi

bersifat multidimensional, artinya modernitas tersebut mencakup seluruh segi kehidupan

berbangsa dan bernegara yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta

pertahan dan keamanan.

7. Semua hal yang telah disinggung di atas ditujukan kepada usaha pembinaan bangsa,

sehingga negara bangsa yang bersangkutan semakin kokoh fondasinya dan semakin

mantap keberadaannya.

Tujuan Pembangunan

Tujuan pembangunan di negara manapun tentunya untuk kebaikan masyarakatnya dan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Siagian dalam Nawawi (2009), pada

umumnya komponen yang dicita-citakan dalam keberhasilan pembangunan adalah bersifat relatif

dan sukar membayangkan tercapainya “titik jenuh yang absolut”, dan yang sudah tercapai tidak

mungkin ditingkatkan lagi, seperti: keadilan sosial; kemakmuran yang merata; perlakuan yang

sama dimata hukum; kesejahteraan material, mental, dan spiritual; kebahagian untuk semua;

ketentraman; serta keamanan. Untuk mencapai tujuan ini, maka masyarakat harus lebih

berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan yang meliputi keterlibatan aktif, keterlibatan dalam

memikul beban dan tanggung jawab, serta keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat

(Tjokroamidjojo dalam Nawawi, 2009).

Menurut Zulkarimen Nasution (2004), yang menjadi tujuan umum (goals) pembangunan

adalah proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari

yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal yang terbaik yang dapat dibayangkan. Tujuan

khusus (objectives) pembangunan adalah tujuan jangka pendek, biasanya yang dipilih sebagai

tingkat pencapaian sasaran dari suatu program tertentu. Sedangkan target pembangunan adalah

tujuan-tujuan yang dirumuskan secara konkret, dipertimbangkan rasional dan dapat

direalisasikan sebatas teknologi dan sumber-sumber yang tersedia, yang ditegakkan sebagai

aspirasi suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir pembangunan.

Page 6: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Visi dan Misi Pembangunan

            Agar program-progam pembangunan dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang

telah dituangkan dalam prioritas pembangunan, maka visi dan misi pembangunan haruslah

selaras dengan tujuan pembangunan, sehingga dapat menumbuhkan komitmen pelaksana

pembangunan untuk mewujudkan  visi menjadi kenyataan dalam proses kreatif dan intuitif. Visi

adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan.

Sedangkan misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk

mewujudkan visi.

Agar dapat menentukan visi pembangunan dengan jelas, maka haruslah dapat menjawab

pertanyaan ”dalam pembangunan apa kita sekarang berada?”. Langkah-langkah yang diperlukan

untuk menjawab pertanyaan itu adalah:

1. Menganalisis skala, lingkup, ukuran, bauran hasil pembangunan, dan aktivitas

pembangunan saat ini;

2. Memandang ke depan dengan cara membandingkan celah antara apa yang sesungguhnya

dicapai dengan apa yang ingin dicapai;

3. Celah tersebut digunakan oleh pelaksana pembangunan untuk menentukan arah dan pola

organisasi di masa depan.

Visi yang hendak dicapai memerlukan penjabaran kegiatan yang selaras dengan visi

tersebut. Menurut Suprayitno dalam Nawawi (2009), penjabaran dari kegiatan inilah yang

disebut dengan misi. Untuk menyatakan misi tersebut, maka harus memuat antara lain:

1. Menentukan apa yang dicita-citakan organisasi;

2. Membedakan organisasi dengan organisasi lain;

3. Menjadikan kerangka untuk evaluasi aktivitas kini dan yang akan datang;

4. Menjamin kebulatan maksud dalam organisasi;

5. Menyediakan basis untuk memotivasi sumber-sumber organisasi;

6. Meyediakan standar untuk mengalokasikan sumber-sumber organisasi;

7. Menentukan sifat dan iklim bisnis yang diinginkan;

8. Menyediakan titik fokal untuk mengidentifikasikan tujuan dan arah organisasi;

9. Memungkinkan penerjemahan maksud organisasi ke da;am tujuan-tujuan yang cocok;

Page 7: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

10. Memungkinkan penerjemahan tujuan ke dalam strategi dan aktivitas yang spesifik

lainnya.

Model-model Pembangunan

Menurut Nawawi (2009), berdasarkan paradigma pembangunan yang berkembang

(intergrating Development Paradigma) pada empat dasawarsa pertama sejak awal 1950-an

hingga sekarang, sedikitnya terdapat lima model-model pembangunan, yaitu: model saling

hubungan, model pertumbuhan, model pemerataan, model pembangunan manusia, dan model

peningkatan daya saing.

Model saling hubungan adalah model pembangunan yang mempunyai relevansi antara

paradigma administrasi publik dengan paradigma pembangunan sosial ekonomi politik. Dalam

model ini, tercatat perkembangan model-model pembangunan lainnya yang mempengaruhi

proses pembangunan di negara-negara berkembang dan terbagi ke dalam tiga model, yaitu: (1)

Model pertumbuhan Gross Nasional Produk (GNP); (2) Model pemerataan dan pemenuhan

kebutuhan pokok; (3) Model pembangunan kualitas manusia.

Model pertumbuhan merupakan suatu model pembangunan yang sesuai dengan

paradigma pertumbuhan yang melandasi strategi pembangunan yang berorientasi pada

peningkatan pertumbuhan Gross Nasional Produk (GNP). Model ini beranggapan bahwa hal

tersebut dapat dicapai dengan menempuh industrialisasi dan penanaman modal secara “big push”

dengan semangat modernisasi dan superioritas. Untuk itu, maka peranan yang dilakukan adalah

melakukan perencanaan dan langkah-langkah kebijakan guna petumbuhan ekonomi yang

diinginkan yang mempunyai sasaran pada adanya perubahan sosiokultural dan institusional,

sehingga masyarakat memiliki orientasi dan sifat-sifat “achievernent, universalism, dan

fungtional specificity.

Model pemerataan dipandang sebagai pemerataan dalam berbagai aspek sosial,

lingkungan, dan kelembagaan. Model ini berawal pada pengembangan delivery service system

yang berhubungan langsung dengan kelompok sasaran pada organisasi lokal dan sektoral.

Pemberantasan pengangguran dan ketidakmerataan merupakan tujuan eksplisit pembangunan

dalam model ini. Hal tersebut disebabkan karena mekanisme pasar terganjal oleh ketimpangan

dalam pembagian pendapatan. Pembangunan yang berorientasi pada pemerataan dan pemenuhan

kebutuhan pokok, termasuk kesempatan kerja dan berusaha, air bersih dan perumahan,

Page 8: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

dipandang sebagai strategi yang lebih baik, yang nantinya akan  berdampak pada kemandirian

dan keadilan sosial.

Model pembangunan manusia didasari pada paradigma manusia yang menekankan

kegiatan dengan penuh tanggungjawab untuk membangkitkan kesadaran dan kemampuan insani

(Harmon dan Mayer dalam Nawawi, 2009) dan peningkatan sumber daya manusia, baik secara

individual maupun kolektif (UNDP dalam Nawawi, 2009). Korten sendiri menyebutkan jenis

manajemen dan administrasi yang cocok dalam rangka pelaksanaan model pembangunan

kualitas manusia ini sebagai community based resource management.

Model peningkatan daya saing merupakan model pembangunan yang dilakukan melalui

transformasi teknologi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan sistem informasi,

modernisasi manajemen usaha, serta pembaruan kelembagaan, reinventing goverment, banishing

bureauracy, deregulasi dan debirokrasi, perkembangan ek-commece, e-goverment dan lain

sebagainya, yang secara keseluruhan mengacu pada peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan

yang didukung oleh kemampuan dan keterampilan profesional, interaksi budaya, dan kegiatan

bisnis antar bangsa.

Konsep Pembangunan yang Ideal

Pembangunan sangat diperlukan untuk menciptakan suatu masyarakat yang lebih baik

dan maju sesuai tuntutan jaman. Pada dasarnya, pembangunan yang diharapkan adalah

pembangunan yang berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat,

menurunkan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan berkeadilan sosial.

Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan dalam semua segi kehidupan dan

penghidupan bangsa menuntut komitmen seluruh komponen masyarakat. Idealnya, berdasarkan

strategi dan rencana pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah, semua warga masyarakat

turut menjadi “pemain” dan tidak ada yang sekedar menjadi “penonton”. Memang benar bahwa

jenis, intensitas, dan ekstensitas keterlibatan berbagai pihak berbeda-beda karena pengetahuan,

keterampilan, pemikiran intelektual, waktu, tenaga, dan kesempatan yang dimiliki juga beraneka

ragam. Meskipun penyelenggaraan kegiatan pembangunan tidak menggunakan pendekatan

“elitist”, namun kelompok elit dalam masyarakat harus memberikan kontribusi yang lebih

substansial dibandingkan dengan warga masyarakat yang lain (Siagian, 2008).

Page 9: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Faktor Penghambat Pembangunan

Pembangunan merupakan proses perubahan secara sengaja untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan banyak dipengaruhi oleh kondisi fisik dan

nonfisik dari suatu masyarakat, sehingga akselerasi (percepatan) pembangunan disetiap negara

tidak sama. Menurut Tjokroamidjojo dalam Nawawi (2009), Faktor yang mempengaruhi

pembangunan dan mempunyai relevansi dengan kondisi masyarakat antara lain:

1. Masyarakat yang masih tradisional;

2. Masyarakat yang bersifat peralihan;

3. Masyarakat maju (modern).

Menurut Didin S. Damanhuri (2010), berdasarkan problema empiris ekonomi politik dan

pembangunan di negara-negara sedang berkembang, faktor-faktor yang menjadi tantangan,

masalah, dan hambatan dalam menjalankan agenda pembangunan yang dapat dijadikan peluang

atau ancamannya adalah:

1. Globalisasi;

2. Kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan;

3. Industrialisasi, pertanian, dan informalisasi ekonomi;

4. Korupsi, kebocoran, dan inefisiensi;

5. Utang luar negeri;

6. Lingkungan (ekologi);

7. Birokrasi.

Page 10: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

DAFTAR PUSTAKA

Damanhuri, Didin S. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan: Teori, Kritik, dan Solusi

bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. Bogor: PT. Penerbit IPB Press

Nasution, Zulkarimen. 2004. Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan

Penerapannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Nawawi, Ismail. 2009. Pembangunan dan Problema Masyarakat: Kajian, Konsep, Model,

Teori, dari Aspek Ekonomi dan Sosiologi. Surabaya: Putra Media Nusantara.

Proklamasi, Patriot. 2008. Karakteristik Pembangunan.

http://patriotproklamasi.blogspot.com/2008/05/karakteristik-pembangunan.html

Siagian, Sondang P. 2008. Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya.

Jakarta: Bumi Aksara.

Soetomo. 2008. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 11: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

PERUBAHAN MASYARAKAT

“KITA HARUS senantiasa ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan negara

Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah, terutama pada zaman

revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena itu, kita harus hidup secara dinamis, harus melihat

segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Berhubung dengan itu,

janganlah tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (Gestalt) kepada pikiran-pikiran

yang masih mudah berubah” (dikutip dari: Penjelasan Tentang Undang-Undang Dasar Negara

Indonesia, 18 Agustua 1945).

Perubahan Masyarakat.

PERUBAHAN masyarakat atau social change ialah suatu pergantian atau modifikasi

pola kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor yang menjadi

penyebab perubahan masyarakat dapat timbul dari dalam kehidupan masyarakat sendiri maupun

yang datang dari luar diri masyarakat tersebut. Kedua faktor yang menjadi sebab perubahan

masyarakat, baik faktor intern maupun faktor ekstern, tidak dapat dipilah secara tegas. Bahkan

kedua faktor tersebut juga dapat saling berpengaruh. Perubahan masyarakat ini sebenarnya

alami, artinya mengacu pada perubahan alam. Perubahan masyarakat yang alami ini mungkin

tidak disengaja, mungkin pula tidak atas kehendak masyarakat sendiri. Oleh karena perubahan

masyarakat tersebut mengacu pada hukum alam maka perubahannya terjadi secara terus menerus

dan berupa siklus. Karena perubahan masyarakat itu alami maka manusia sebagai anggota

masyarakat tidak kuasa menghentikan atau menolak perubahan tersebut.

Namun manusia mampu memanfaatkan mekanisme perubahan yang secara alami tersebut

untuk kepentingan kehidupan bersamanya. Untuk hal ini manusia dalam mengelola kehidupan

bersamanya sengaja melakukan perubahan tersebut. Acuan perubahan yang disengaja ini tetap

berlandaskan pada dalil-dalil perubahan alami, akan tetapi dirancang dengan persiapan

perencanaan secara matang dan dikelola pula dengan manajemen yang baik. Karena masyarakat

mengharapkan agar perubahan yang disengaja tersebut dapat membuahkan hasil berupa

kehidupan masyarakat yang lebih baik dan lebih sejahtera.

Page 12: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Perubahan masyarakat yang disengaja, yang direncanakan dan dikelola dengan penerapan

manajemen yang baik ini dinamakan pembangunan masyarakat atau dikenal pula dengan istilah

social development atau community development. Jadi pembangunan adalah upaya melakukan

perubahan masyarakat yang dilaksanakan dengan sengaja, yang direncanakan secara matang dan

dikelola dengan penerapan manajemen. Tujuan pembangunan adalah mewujudkan kesejahteraan

masyarakat secara adil.

Reformasi.

REFORMASI adalah istilah untuk pembangunan masyarakat yang banyak digunakan di

negara-negara Amerika Latin. Dalam bahasa Inggrisnya disebut social reform. Reformasi sosial

atau pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk peningkatan taraf hidup masyarakat tentunya

harus berdasarkan dalil-dalil pembangunan pula. Sebagaimana telah diuraikan terdahulu,

pengelolaan pembangunan masyarakat harus dilandasi perencanaan yang matang dan penerapan

manajemen yang baik. Selain itu reformasi di Indonesia harus dilandasii pula oleh dasar negara,

yaitu Pancasila baik sebagai landasan konstitusional maupun sebagai landasan moral. Karena itu

Pancasila adalah paradigma atau pola untuk pelaksanaan reformasi atau pembangunan

masyarakat.

Pembangunan masyarakat atau reformasi di Indonesia lazim disebut dengan pembangunan

nasional. Pancasila adalah paradigma pembangunan nasional. Pancasila sebagai landasan

reformasi masyarakat dan pemerintah Indonesia, mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan

reformasi baik yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat maupun berkaitan dengan

pengelolaan pemerintahan, keduanya harus berpijak pada etika moral yang terkandung dalam

lima prinsip Pancasila sebagai satu kesatuan tata nilai.

Di samping itu reformasi sebagai pembangunan masyarakat juga tidak dapat

menyimpang dari dalil-dalil perubahan masyarakat. Masyarakat yang telah berubah sebagai

dampak reformasi berdampak pula mengubah struktur dan fungsi sistem sosial serta struktur

sosial. Dalam hal ini masyarakat tidak dapat mengelak dari dampak tersebut. Oleh sebab itu

reformasi sebagai perubahan masyarakat bersifat dinamik, berubah terus menerus secara

berlanjut (change and continuity).

Page 13: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Mereformasi Reformasi.

Reformasi yang telah berlangsung selama sepuluh tahun ini dengan sendirinya telah

mengubah kehidupan masyarakat di segala bidang. Reformasi sebagai perubahan masyarakat

tentu saja menimbulkan dampak yang positif maupun yang negatif bagi kehidupan masyarakat.

Dampak yang positif itulah yang harus dikembangkan lebih lanjut, sedangkan yang

menimbulkan dampak negaratif harus dapat diperkecil Apabila memungkinkan dampak yang

negatif tersebut harus diusahakan untuk dihapuskan sama sekali. Evaluasi pelaksanaan reformasi

baik yang berdampak positif maupun yang berdampak negatif perlu dilakukan sekarang agar

lima atau sepuluh tahun yang akan datang membuahkan hasil yang makin mendekatkan

kehidupan masyarakat ke arah terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil.

Meneladan kepada kelapangan dada Para Pendiri Negara kita, hendaknya para pelaku

reformasi juga harus lapang dada untuk bersedia memperbaiki dampak-dampak negatif

reformasi. Perubahan berjalan terus dan kehidupan masyarakat juga berubah secara dinamik

sesuai tuntutan zaman serta sesuai pula dengan perubahan kehidupan secara global. Untuk

mengantisipasi dinamika perubahan nasional maupun perubahan global tersebut langkah

reformasi harus lebih difokuskan pada upaya peniadaan dampak-dampak negatif yang

menghambat dinamika kehidupan masyarakat, yaitu antara lain:

Pertama, pembenahan kembali penataan hukum dan peraturan perundang-undangan.

Dimulai dengan penataan amandemen pertama sampai dengan keempat Undang-Undang Dasar

Negara sesuai dengan prosedur dan tatacara amandemen yang benar dengan mengacu pada

Undang-Undang Dasar Negara sebagai hukum dasar. Hukum dasar hanya mengatur aturan-

aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang diperlukan untuk penyelenggaraan aturan-aturan

pokok tersebut harus ditetapkan dengan undang-undang.

Kedua, penegakan hukum harus dimulai dengan penataan hirarkhi peraturan perundang-

undangan secara nasional. Sehingga tidak timbul tumpang tindih peraturan, dan peraturan yang

di bawah harus mengacu pada peraturan di atasnya. Peraturan yang di bawah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan yang di atasnya serta merupakan rincian dari peraturan di

atasnya.

Page 14: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Ketiga, penataan kembali otonomi daerah yang seluas-luasnya. Seluas-luasnya tidak dapat

diartikan sebagai sebebas-bebasnya tanpa mengacu pada peraturan perundang-undangan yang

ada, khususnya tentang hak dan kewajiban Daerah.

Keempat, penataan demokrasi sebagai sarana (means) dan sistem pemerintahan yang

bersumber pada kedaulatan rakyat (kedaulatan di tangan rakyat). Demokrasi yang diterapkan di

Indonesia harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip yang terkandung pada dasar negara

Pancasila, yaitu “demokrasi berdasar permusyawaratan / perwakilan”. Demokrasi

permusyawaratan / perwakilan inilah yang harus dikembangkan dan diterapkan dalam

kehiduapan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia.

Kelima, penataan kembali sistem pemilihan kepala daerah. Agar pengelolaan

pemerintahan tidak disibukkan hanya untuk mempersiapkan pemilihan kepala daerah yang

memakan banyak tenaga, pikiran dan dana, perlu pemikiran ulang untuk menyusun kebijakan

tentang pemilihan kepala daerah. Pertimbangan pokoknya adalah lebih perlu tenaga, pikiran dan

dana untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dari pada untuk penyelenggaraan

pemilihan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat bukan satu-stunya unsur

atau ciri demokrasi. Demokrasi bukan tujuan, melainkan hanyalah sarana untuk mencapai

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan nasional bangsa Indonesia.

UNTUK mengantisipasi dinamika kehidupan masyarakat, mereformasi terhadap

pelaksanaan reformasi yang telah berlangsung selama satu dasawarsa ini perlu dan harus

dilakukan. Jika bangsa Indonesia tidak berani mereformasi pelaksanaan reformasi maka

reformasi akan statik, tidak bergerak dan hanya jalan di tempat seperti sekarang ini.

Memperbaiki hal-hal yang tidak baik dalam iklim reformasi saat ini bukanlah suatu

kemunduran ! Harus dipahami bahwa kehidupan masyarakat yang dinamis bukan berjalan

mundur.

Page 15: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Jenis/Macam Pengendalian Sosial Dan Pengertian Pengendalian Sosial - Pengetahuan Sosiologi

C. Arti Definisi / Pengertian Pengendalian Sosial

Pengendalian sosial adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial

serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan

nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu

meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang / membangkang.

B. Macam-Macam / Jenis-Jenis Cara Pengendalian Sosial

Berikut ini adalah cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan sosial masyarakat :

1. Pengendalian Lisan (Pengendalian Sosial Persuasif)

Pengendalian lisan diberikan dengan menggunakan bahasa lisan guna mengajak anggota

kelompok sosial untuk mengikuti peraturan yang berlaku.

2. Pengendalian Simbolik (Pengendalian Sosial Persuasif)

Pengendalian simbolik merupakan pengendalian yang dilakukan dengan melalui gambar, tulisan,

iklan, dan lain-lain. Contoh : Spanduk, poster, Rambu Lalu Lintas, dll.

3. Pengendalian Kekerasan (Pengendalian Koersif)

Pengendalian melalui cara-cara kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk membuat

si pelanggar jera dan membuatnya tidak berani melakukan kesalahan yang sama. Contoh seperti

main hakim sendiri.

Page 16: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

PENGENDALIAN ATAU KONTROL SOSIAL

C. PENGENDALIAN SOSIAL

Dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang semua anggota masyarakat bersedia menaati aturan

yang berlaku, hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan

lancar dan tertib. Tetapi, berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu

merupakan hal yang mahal. Di dalam kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia

dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang-orang

tertentu yang sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau

kelompoknya.

Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masyarakat berperilaku menyimpang

dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai berikut ( Soekanto, 181:45)

1. Karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidah

memenuhi kebutuhan dasarnya.

2. Karena kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga menimbulkan aneka penafsiran

dan penerapan.

3. Karena di dalam masyarakat terjadi konflik antara peranan-peranan yang dipegang warga

masyarakat, dan

4. Karena memang tidak mungkin untuk mengatur semua kepentingan warga masyarakat secara

merata.

Pada situasi di mana orang memperhitungkan bahwa dengan melanggar atau menyimpangi

sesuatu norma dia malahan akan bisa memperoleh sesuatu reward atau sesuatu keuntungan lain

yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah enforcement demi tegaknya norma lalu

terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu kekuatan dari luar. Norma tidak lagi self-

enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat terlaksana atas kekuatannya sendiri ), dan akan

gantinya harus dipertahankan oleh petugas-petugas kontrol sosial dengan cara mengancam atau

membebankan sanksi-sanksi kepada mereka-mereka yang terbukti melanggar atau menyimpangi

norma.

Apabila ternyata norma-norma tidak lagi self-enforcement dan proses sosialisasi tidak cukup

memberikan efek-efek yang positif, maka masyarakat – atas dasar kekuatan otoritasnya – mulai

Page 17: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

bergerak melaksanakan kontrol sosial (social control). Menurut Soerjono Soekanto,

pengendalian sosial adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang

bertujuan untuk mengajak, membimbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar

mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku. Obyek (sasaran) pengawasan sosial, adalah

perilaku masyarakat itu sendiri. Tujuan pengawasan adalah supaya kehidupan masyarakat

berlangsung menurut pola-pola dan kidah-kaidah yang telah disepakati bersama. Dengan

demikian, pengendalian sosial meliputi proses sosial yang direncanakan maupun tidak

direncanakan (spontan) untuk mengarahkan seseorang. Juga pengendalian sosiap pada dasarnya

merupakan sistem dan proses yang mendidik, mengajak dan bahkan memaksa warga masyarakat

untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial.

1. Sistem mendidik dimaksudkan agar dalam diri seseorang terdapat perubahan sikap dan

tingkah laku untuk bertindak sesuai dengan norma-norma.

2. Sistem mengajak bertujuan mengarahkan agar perbuatan seseorang didasarkan pada norma-

norma, dan tidak menurut kemauan individu-individu.

3. Sistem memaksa bertujuan untuk mempengaruhi secara tegas agar seseorang bertindak sesuai

dengan norma-norma. Bila ia tidak mau menaati kaidah atau norma, maka ia akan dikenakan

sanksi.

Dalam pengendalian sosial kita bisa melihat pengendalian sosial berproses pada tiga pola yakni :

1. Pengendalian kelompok terhadap kelompok

2. Pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya

3. Pengendalian pribadi terhadap pribadi lainnya.

B. JENIS-JENIS PENGENDALIAN SOSIAL

Pengendalian sosial dimaksudkan agar anggota masyarkat mematuhi norma-norma sosial

sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan sosial. Untuk maksud tersebut, dikenal beberapa

jenis pengendalian. Penggolongan ini dibuat menurut sudut pandang dari mana seseorang

melihat pengawasan tersebut.

Page 18: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

a. Pengendalian preventif merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum terjadinya

pelanggaran atau dalam versi ”mengancam sanksi” atau usaha pencegahan terhadap terjadinya

penyimpangan terhadap norma dan nilai. Jadi, usaha pengendalian sosial yang bersifat preventif

dilakukan sebelum terjadi penyimpangan.

b. Pengendalian represif ; kontrol sosial yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran dengan

maksud hendak memulihkan keadaan agar bisa berjalan seperti semula dengan dijalankan di

dalam versi “menjatuhkan atau membebankan, sanksi”. Pengendalian ini berfungsi untuk

mengembalikan keserasian yang terganggu akibat adanya pelanggaran norma atau perilaku

meyimpang. Untuk mengembalikan keadaan seperti semula, perlu diadakan pemulihan. Jadi,

pengendalian disini bertujuan untuk menyadarkan pihak yang berperilaku menyimpang tentang

akibat dari penyimpangan tersebut, sekaligus agar dia mematuhi norma-norma sosial.

c. Pengendalian sosial gabungan merupakan usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya

penyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan

norma-norma sosial (represif). Usaha pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan

represif ini dimaksudkan agar suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari norma-norma dan

kalaupun terjadi penyimpangan itu tidak sampai merugikan yang bersangkutan maupun orang

lain.

d. Pengendalian resmi (formal) ialah pengawasan yang didasarkan atas penugasan oleh badan-

badan resmi, misalnya negara maupun agama.

e. Pengawasan tidak resmi (informal) dilaksanakan demi terpeliharanya peraturan-peraturan yang

tidak resmi milik masyarakat. Dikatakan tidak resmi karena peraturan itu sendiri tidak

dirumuskan dengan jelas, tidak ditemukan dalam hukum tertulis, tetapi hanya diingatkan oleh

warga masyarakat.

f. Pengendalian institusional ialah pengaruh yang datang dari suatu pola kebudayaan yang

dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Pola-pola kelakuan dan kiadah-kaidah lembaga itu tidak saja

mengontrol para anggota lembaga, tetapi juga warga masyarakat yang berada di luar lembaga

tersebut.

g. Pengendalian berpribadi ialah pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang tertentu.

Page 19: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Artinya, tokoh yang berpengaruh itu dapat dikenal. Bahkan silsilah dan riwayat hidupnya, dan

teristimewa ajarannya juga dikenal.

C. CARA DAN FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL

Pengendalian sosial dapat dilaksanakan melalui :

1. Sosialisasi

Sosialisasi dilakukan agar anggota masyarkat bertingkah laku seperti yang diharapkan tanpa

paksaan. Usaha penanaman pengertian tentang nilai dan norma kepada anggota masyarakat

diberikan melakui jalur formal dan informal secara rutin.

2. Tekanan Sosial

Tekanan sosial perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan mau menyesuaikan diri dengan aturan

kelompok. Masyarakat dapat memberi sanksi kepada orang yang melanggar aturan kelompok

tersebut.

Pengendalian sosial pada kelompok primer (kelompok masyarkat kecil yang sifatnya akrab dan

informal seperti keluarga, kelompok bermain, klik ) biasanya bersifat informal, spontan, dan

tidak direncanakan, biasanya berupa ejekan, menertawakan, pergunjingan (gosip) dan

pengasingan.

Pengendalian sosial yang diberikan kepada kelompok sekunder (kelompok masyarkat yang lebih

besar yang tidak bersifat pribadi (impersonal) dan mempunyai tujuan yang khusus seperti serikat

buruh, perkumpulan seniman, dan perkumpulan wartawan ) lebih bersifat formal. Alat

pengendalian sosial berupa peraturan resmi dan tata cara yang standar, kenaikan pangkat,

pemberian gelar, imbalan dan hadiah dan sanksi serta hukuman formal.

3. Kekuatan dan kekuasaan dalam bentuk peraturan hukum dan hukuman formal

Kekuatan da kekuasaan akan dilakukan jika cara sosialisasi dan tekanan sosial gagal. Keadaan

itu terpaksa dipergunakan pada setiap masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku dalam

menyesuaikan diri dengan nilai dan norma sosial.

Page 20: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Disamping cara di atas juga agar proses pengendalian berlangsung secara efektif dan mencapai

tujuan yang diinginkan, perlu dberlakukan cara-cara tertentu sesuai dengan kondisi budaya yang

berlaku.

a. Pengendalian tanpa kekerasan (persuasi); bisasanya dilakukan terhadap yang hidup dalam

keadaan relatif tenteram. Sebagian besar nilai dan norma telah melembaga dan mendarah daging

dalam diri warga masyarakat.

b. Pengendalian dengan kekerasan (koersi) ; biasanya dilakukan bagi masyarakat yang kurang

tenteram, misalnya GPK (Gerakan Pengacau Keamanan).

Jenis pengendalian dengan kekerasan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni kompulsi dan

pervasi.

1) Kompulsi (compulsion) ialah pemaksaan terhadap seseorang agar taat dan patuh tehadap

norma-norma sosial yang berlaku.

2) Pervasi ( pervasion ) ialah penanaman norma-norma yang ada secara berulang -ulang dengan

harapan bahwa hal tersebut dapat masuk ke dalam kesadaran seseorang. Dengan demikian, orang

tadi akan mengubah sikapnya. Misalnya, bimbingan yang dilakukan terus menerus.

2. Fungsi Pengendalian Sosial

Koentjaraningrat menyebut sekurang-kurangnya lima macam fungsi pengendalian sosial, yaitu :

a. Mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma.

b. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma.

c. Mengembangkan rasa malu

d. Mengembangkan rasa takut

e. Menciptakan sistem hokum

Kontrol sosial – di dalam arti mengendalikan tingkah pekerti-tingkah pekerti warga masyarakat

agar selalu tetap konform dengan keharusan-keharusan norma-hampir selalu dijalankan dengan

Page 21: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

bersarankan kekuatan sanksi (sarana yang lain:pemberian incentive positif). Adapun yang

dimaksud dengan sanksi dalam sosiologi ialah sesuatu bentuk penderitaan yang secara sengaja

dibebankan oleh masyarakat kepada seorang warga masy arakat yang terbukti melanggar atau

menyimpangi keharusan norma sosial, dengan tujuan agar warga masyarakat ini kelak tidak lagi

melakukan pelanggaran dan penyimpangan terhadap norma tersebut.

Ada tiga jenis sanksi yang digunakan di dalam usaha-usaha pelaksanaan kontrol sosial ini, yaitu :

1. Sanksi yang bersifat fisik,

2. Sanksi yang bersifat psikologik, dan

3. Sanksi yang bersifat ekonomik.

Pada praktiknya, ketiga jenis sanksi tersebut di atas itu sering kali terpaksa diterapkan

secara bersamaan tanpa bisa dipisah-pisahkan, misalnya kalau seorang hakim menjatuhkan

pidana penjara kepada seorang terdakwa; ini berarti bahwa sekaligus terdakwa tersebut dikenai

sanksi fisik (karena dirampas kebebasan fisiknya), sanksi psikologik (karena terasakan olehnya

adanya perasaan aib dan malu menjadi orang hukuman), dan sanksi ekonomik ( karena

dilenyapkan kesempatan meneruskan pekerjaannya guna menghasilkan uang dan kekayaan ).

Sementara itu, untuk mengusahakan terjadinya konformitas, kontrol sosial sesungguhnya juga

dilaksanakan dengan menggunakan incentive-incentive positif yaitu dorongan positif yang akan

membantu individu-individu untuk segera meninggalkan pekerti-pekertinya yang salah,

Sebagaimana halnya dengan sanksi-sanksi, pun incentive itu bisa dibedakan menjadi tiga jenis,

yaitu :

1. Incentive yang bersifat fisik;

2. Incentive yang bersifat psikologik; dan

3. Incentive yang bersif ekonomik.Incentive fisik tidaklah begitu banyak ragamnya, serta pula

tidak begitu mudah diadakan. Pun, andaikata bisa diberikan, rasa nikmat jasmaniah yang

diperoleh daripadanya tidaklah akan sampai seekstrem rasa derita yang dirasakan di dalam sanksi

fisik. Jabatan tangan, usapan tangan di kepala, pelukan, ciuman tidaklah akan sebanding dengan

ekstremitas penderitaan sanksi fisik seperti hukuman cambuk, hukuman kerja paksa, hukuman

Page 22: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

gantung dan lain sebagainya. Bernilai sekadar sebagai simbol, kebanyakan incentive fisik lebih

tepat dirasakan sebagai incentive psikologik. Sementara itu, disamping incentive fisik dan

psikologik tidak kalah pentingnya adalah incentive ekonomik. Incentive ekonomik kebanyakan

berwujud hadiah-hadiah barang atau ke arah penghasilan uang yang lebih banyak.

Apakah kontrol sosial itu selalu cukup efektif untuk mendorong atau memaksa warga masyarakat

agar selalu conform dengan norma-norma sosial (yang dengan demikian menyebabkan

masyarakat selalu berada di dalam keadaan tertib ) ? Ternyata tidak. Usaha-usaha kontrol sosial

ternyata tidak berhasil menjamin terselenggaranya ketertiban masyarakat secara mutlak, tanpa

ada pelanggaran atau penyimpangan norma-norma sosial satu kalipun. Ada lima faktor yang ikut

menentukan sampai seberapa jauhkah sesungguhnya sesuatu usaha kontrol sosial oleh kelompok

masyarakat itu bisa dilaksanakan secara efektif, yaitu :

1. Menarik-tidaknya kelompok masyarakat itu bagi warga-warga yang bersangkutan ;

2. Otonom-tidaknya kelompok masyarakat itu;

3. Beragam-tidaknya norma-norma yang berlaku di dalam kelompok itu,

4. Besar-kecilnya dan bersifat anomie-tidaknya kelompok masyarakat yang bersangkutan; dan

5. Toleran-tidaknya sikap petugas kontrol sosial terhadap pelanggaran yang terjadi.

1. Menarik-Tidaknya Kelompok Masyarakat Itu Bagi Warga yang Bersangkutan.

Pada umumnya, kian menarik sesuatu kelompok bagi warganya, kian besarlah efektivitas kontrol

sosial atas warga tersebut, sehingga tingkah pekerti-tingkah pekerti warga itu mudah dikontrol

conform dengan keharusan-keharusan norma yang berlaku. Pada kelompok yang disukai oleh

warganya, kuatlah kecendrungan pada pihak warga-warga itu untuk berusaha sebaik-baiknya

agar tidak melanggar norma kelompok. Norma-norma pun menjadi self-enforcing. Apabila

terjadi pelanggaran, dengan mudah si pelanggar itu dikontrol dan dikembalikan taat mengikuti

keharusan norma. Sebaliknya, apabila kelompok itu tidak menarik bagi warganya, maka

berkuranglah motif pada pihak warga kelompok untuk selalu berusaha menaati norma-norma

sehingga karenanya-bagaimanapun juga keras dan tegasnya kontrol sosial dilaksanakan-tetaplah

juga banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

Page 23: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

2. Otonom-Tidaknya Kelompok Masyarakat Itu.

Makin otonom suatu kelompok, makin efektiflah kontrol sosialnya, dan akan semakin sedikitlah

jumlah penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di atas norma-

norma kelompok. Dalil tersebut diperoleh dari hasil studi Marsh.

Penyelidikan Marsh ini dapat dipakai sebagai landasan teoritis untuk menjelaskan mengapa

kontrol sosial efektif sekali berlaku di dalam masyarakat-masyarakat yang kecil-kecil dan

terpencil; dan sebaliknya mengapa di dalam masyarakt kota besar-yang terdiri dari banyak

kelompok-kelompok sosial besar maupun kecil itu – kontrol sosial bagaimanapun juga kerasnya

dilaksanakan tetap saja kurang efektif menghadapi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

3. Beragam-Tidaknya Norma-norma yang Berlaku di dalam Kelompok Itu Makin beragam

macam norma-norma yang berlaku dalam suatu kelompok-lebih-lebih apabila antara norma-

norma itu tidak ada kesesuaian, atau apabila malahan bertentangan-maka semakin berkuranglah

efektivitas kontrol sosial yang berfungsi menegakkannya. Dalil ini pernah dibuktikan di dalam

sebuah studi eksperimental yang dilakukan oleh Meyers. Dihadapkan pada sekian banyak norma-

norma yang saling berlainan dan saling berlawanan, maka individu-individu warga masyarakat

lalu silit menyimpulkan adanya sesuatu gambaran sistem yang tertib, konsisten, dan konsekuen.

Pelanggaran atas norma yang satu (demi kepentingan pribadi) sering kali malahan terpuji sebagai

konformitas yang konsekuen pada norma yang lainnya. Maka, dalam keadaan demikian itu, jelas

bahwa masyarakat tidak akan mungkin mengharapkan dapat terselenggaranya kontrol sosial

secara efektif.

4. Besar-Kecilnya dan Bersifat Anomie-Tidaknya Kelompok Masyarakat yang Bersangkutan

Semakin besar suatu kelompok masyarakat, semakin sukarlah orang saling mengidentifikasi dan

saling mengenali sesama warga kelompok. Sehingga, dengan bersembunyi di balik keadaan

anomie (keadaan tak bisa saling mengenal), samakin bebaslah individu-individu untuk berbuat

“semaunya”, dan kontrol sosialpun akan lumpuh tanpa daya. Hal demikian itu dapat

dibandingkan dengan apa yang terjadi pada masyarakat-masyarakat primitif yang kecil-kecil, di

mana segala interaksi sosial lebih bersifat langsung dan face-to-face. Tanpa bisa bersembunyi di

balik sesuatu anomie, dan tanpa bisa sedikit pun memanipulasi situasi heterogenitas norma, maka

Page 24: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

warga masayarakat di dalam masyarakat-masyarakat yang kecil-primitif itu hampir-hampir tidak

akan pernah bisa melepaskan diri dari kontrol sosial. Itulah sebabnya maka kontrol sosial di

masyarakat primitif itu selalu terasa amat kuatnya, sampai-sampai suatu kontrol sosial yang

informal sifatnya-seperti ejekan dan sindiran-itu pun sudah cukup kuat untuk menekan individu-

individu agar tetap memerhatikan apa yang telah terlazim dan diharuskan.

5. Toleran-Tidaknya Sikap Petugas Kontrol Sosial Terhadap Pelanggaran yang Terjadi

Sering kali kontrol sosial tidak dapat terlaksana secara penuh dan konsekuen, bukan kondisi-

kondisi objektif yang tidak memungkinkan, melainkan karena sikap toleran (menenggang) agen-

agen kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Mengambil sikap toleran,

pelaksana kontrol sosial itu sering membiarkan begitu saja sementara pelanggar norma lepas dari

sanksiyang seharusnya dijatuhkan.

Adapun toleransi pelaksana-pelaksana kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang

terjadi umumnya tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :

a. Ekstrim-tidaknya pelanggaran norma itu;

b. Keadaan situasi sosial pada ketika pelanggaran norma itu terjadi;

c. Status dan reputasi individu yang ternyata melakukan pelanggaran; dan

d. Asasi-tidaknya nilai moral-yang terkandung di dalam norma-yang terlanggar.

Kontrol atau pengendalian sosial mengacu kepada berbagai alat yang dipergunakan oleh suatu

masyarakat untuk mengembalikan anggota-anggota yang kepala batu ke dalam relnya. Tidak ada

masyarakat yang bisa berjalan tanpa adanya kontrol sosial. Bentuk kontrol sosial atau cara-cara

pemaksaan konformitas relatif beragam. Cara pengendalian masyarakat dapat dijalankan dengan

cara persuasif atau dengan cara koersif. Cara persuasif terjadi apabila pengendalian sosial

ditekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing, sedangkan cara koersif tekanan

diletakkan pada kekeraan atau ancaman dengan mempergunakan atau mengandalkan kekuatan

fisik. Menurut Soekanto (1981;42) cara mana yang lebih baik senantiasa tergantung pada situasi

yang dihadapi dan tujuan yang hendak dicapai, maupun jangka waktu yang dikehendaki.

Page 25: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Di dalam masyarakat yang makin kompleks dan modern, usaha penegakan kaidah sosial tidak

lagi bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan kesadaran warga masyarakat atau pada rasa

sungkan warga masyarakat itu sendiri. Usaha penegakan kaidah sosial di dalam masyarakat yang

makin modern, tak pelak harus dilakukan dan dibantu oleh kehadiran aparat petugas kontrol

sosial.

Di dalam berbagai masyarakat, beberapa aparat petugas kontrol sosial yang lazim dikenal adalah

aparat kepolisian, pengadilan, sekolah, lembaga keagamaan, adat, tokoh masyarakat-seperti kiai-

pendeta-tokoh yang dituakan, dan sebagainya.

Bentuk-bentuk Perubahan Sosial

Dilihat dari segi bentuk-bentuk kejadiannya, maka perubahan sosial dapat dibahas dalam tiga

dimensi atau bentuk, yaitu: perubahan sosial menurut kecepatan prosesnya, ada yang

berlangsung lambat (evolusi) dan ada yang cepat (revolusi). Perubahan sosial menurut skala atau

besar pengaruhnya luas dan dalam, serta ada pengaruhnya relatif kecil terhadap kehidupan

masyarakat. Dan yang ketiga, adalah perubahan sosial menurut proses terjadinya, ada yang

direncanakan (planned) atau dikehendaki, serta ada yang tidak direncanakan (unplanned).

Menurut kecepatan prosesnya, perubahan sosial dapat terjadi setelah memulai proses

perkembangan masyarakat yang panjang dan lama, yang disebut dengan proses evolusi. Tetapi

ada juga perubahan sosial yang berlangsung begitu cepat, yang disebut dengan revolusi.

Adapun menurut skala pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat, ada perubahan sosial yang

terjadi dan sekaligus memberikan pengaruh yang luas dan dalam terhadap kehidupan masyarakat

secara keseluruhan. Namun sebaliknya ada pula perubahan sosial yang berskala kecil dalam arti

pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat secara keseluruhan relatif kecil dan terbatas.

Sementara itu menurut proses terjadinya, ada perubahan sosial yang memang dari semula

direncanakan atau dikehendaki. Misalnya dalam bentuk program-program pembangunan sosial.

Namun ada pula yang tidak dikehendaki terjadinya atau tidak direncanakan.

Page 26: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

DAFTAR PUSTAKA

Craib, Ian (1986). Teori-teori Sosial Modern. Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta:

CV. Rajawali.

Etzioni, Eva and Amiatai Etzioni (1967). Social Change: Sources, Pattern, and

Consequences. New York: Basic Books, Inc, Publishers.

Hoselitz, Bert FR.., and Wilbert E Moore (1963). Industrialization and Society. Unecso

Mouton

Soekanto, Soerjono (i987). Sosiologi, suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit CV Rajawali.

Suwarsono, dan Alvin Y. (1991). Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia.

Jakarta: LP3S.

Page 27: (rangkuman)SOSIOLOGI PENBANGUNAN

Taneko, Soleman B. (1993). Struktur dan Proses Sosial. (Cetakan II). Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.