RANGKUMAN PERBANKAN

294
Kelompok 1 PEMBAHASAN A. CEK Pengertian Cek Cek merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk menarik atau mengambil uang direkening giro. Fungsi lain dari cek adalah sebagai alat untuk melakukan pembayaran. Cek adalah surat berharga yang memuat kata cek/cheque dalam mana penerbitannya memerintahkan kepada bank tertentu untuk membayar sejumlah uang kepada orang yang namanya disebut dalam cek, penggantinya, pembawanya pada saat ditunjukkan. Cek juga merupakan surat perintah dari nasabah, dalam hal ini pemilik dana pada rekening giro (current account), kepada tertarik, dalam hal ini bank, untuk membayar tanpa syarat sejumlah dana kepada pemegang pada saat diunjukkan, yang berfungsi sebagai alat pembayaran tunai. Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang menggunakan cek adalah: 1. Penarik (drawee) adalah giran yang menerbitkan cek atau pihak yang memiliki kewajiban pembayaran. Disebut Penerbit. 2. Pemegang (namer, holder ), dalam hal ini adalah kreditur atau pemilik piutang. 3. Tertarik (betrokkene, drawee, payee), adalah pihak lain (biasanya bank) yang memperoleh perintah dari Penarik

description

RANGKUMAN PERBANKAN

Transcript of RANGKUMAN PERBANKAN

Page 1: RANGKUMAN PERBANKAN

Kelompok 1PEMBAHASAN

A. CEKPengertian Cek

Cek merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk menarik atau mengambil uang

direkening giro. Fungsi lain dari cek adalah sebagai alat untuk melakukan pembayaran.

Cek adalah surat berharga yang memuat kata cek/cheque dalam mana  penerbitannya

memerintahkan kepada bank tertentu untuk membayar sejumlah uang kepada orang yang

namanya disebut dalam cek, penggantinya, pembawanya  pada saat ditunjukkan. Cek

juga merupakan surat perintah dari nasabah, dalam hal ini pemilik dana pada rekening

giro (current account), kepada tertarik, dalam hal ini bank, untuk membayar tanpa syarat

sejumlah dana kepada pemegang pada saat diunjukkan, yang berfungsi sebagai alat

pembayaran tunai. Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang menggunakan cek

adalah:

1. Penarik (drawee) adalah giran yang menerbitkan cek atau pihak yang memiliki

kewajiban pembayaran. Disebut Penerbit.

2. Pemegang (namer, holder ), dalam hal ini adalah kreditur atau pemilik  piutang.

3. Tertarik (betrokkene, drawee, payee), adalah pihak lain (biasanya bank) yang

memperoleh perintah dari Penarik untuk membayar kepada Pemegang atau Pembawa

atau Pengganti dari Pemegang.

4. Pembawa (toonder, bearer ), adalah siapapun yang memegang cek dengan klausula

kepada pembawa.

5. Pengganti (order ), adalah adalah siapapun yang namanya tercantum dalam cek

dengan klausula kepada pengganti;

Penerbit (orang yang menarik), tersangkut (yaitu Bank), pembawa (orang yang ditunjuk),

pemegang (orang yang diberi hak), pengganti (orang yang menggantikan pemegang atau

kepada endosemen. Cek tersebut harus dibayarkan oleh tersangkut atas perintah penerbit

selama cek tersebut tidak dibatalkan oleh penerbit. Meskipun cek tersebut dapat

dibatalkan namun tetap harus menunggu masa penawaran berakhir yaitu setelah 70 hari

sari selama cek tersebut belum diambil atau diuangkan kepada bank oleh pemegang.

Page 2: RANGKUMAN PERBANKAN

Tenggang waktu pengunjukan cek : untuk cek yang diterbitkan dan dibayarkan di Indonesia,

harus diunjukkan dalam tenggang waktu 70 hari, sejak tanggal penerbitannya (Pasal 206

KUHD) ditambah 6 bulan tenggang waktu sebelum kadaluwarsa (Pasal 229 KUHD).

Jenis-jenis Cek

Berdasarkan Pasal 182 KUHD dan dikaitkan dengan mekanisme pengalihannya cek dapat

dibagi menjadi:

a. Cek Atas Nama

Merupakan cek yang diterbitkan atas nama seseorang atau badan hukum tertentu yang

tertulis jelas di dalam cek tersebut. Sebagai contoh jika didalam cek tertulis perintah

bayarlah kepada : Tn. Roy Akase sejumlah Rp 3.000.000,- atau bayarlah kepada PT.

Marindo uang sejumlah Rp 1.000.000,- maka cek inilah yang disebut dengan cek atas

nama, namun dengan catatan kata "atau pembawa" dibelakang nama yang

diperintahkan dicoret.

b. Cek Atas Unjuk

Cek atas unjuk merupakan kebalikan dari cek atas nama. Di dalam cek atas unjuk

tidak tertulis nama seseorang atau badan hukum tertentu jadi siapa saja dapat

menguangkan cek atau dengan kata lain cek dapat diuangkan oleh si pembawa cek.

Sebagai contoh di dalam cek tersebut tertulis bayarlah tunai, atau cash atau tidak

ditulis kata-kata apa pun.

c. Cek Silang

Cek Silang atau cross cheque merupakan cek yang dipojok kiri atas diberi dua tanda

silang. Cek ini sengaja diberi silang, sehingga fungsi cek yang semula tunai berubah

menjadi non tunai atau sebagai pemindahbukuan.

d. Cek Mundur

Merupakan cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal sekarang, misalnya hari ini

tanggal 01 Mei 2002. Sebagai contoh. Tn. Roy Akase bermaksud mencairkan

selembar cek dan di mana dalam cek tersebut tertulis tanggal 5 Mei 2002. jenis cek

inilah yang disebut dengan cek mundur atau cek yang belum jatuh tempo, hal ini

biasanya terjadi karena ada kesepakatan antara si pemberi cek dengan si penerima

cek, misalnya karena belum memiliki dana pada saat itu.

Page 3: RANGKUMAN PERBANKAN

e. Cek Kosong

Cek kosong atau blank cheque merupakan cek yang dananya tidak tersedia di dalam

rekening giro. Sebagai contoh nasabah Tn. Rahman Hakim menarik cek senilai 60

juta rupiah yang tertulis di dalam cek tersebut, akan tetapi dana yang tersedia di

rekening giro tersebut hanya ada 50 juta rupiah. Ini berarti kekurangan dana sebesar

10 juta rupiah, apabila nasabah menariknya. Jadi jelas cek tersebut kurang jumlahnya

dibandingkan dengan jumlah dana yang ada.

Macam-macam Cek

Dalam perkembanganya Cek semakin banyak digunakan sebagai alat

pembayaran. Tuntutan akan kebutuhan hidup manusia dalam perdagangan semakin

mendorong ke arah kompleksitas dari bentuk Cek yang semula hanya berfungsi semata-

mata sebagai alat pembayaran dalam bentuk baku pada perkembanganya mengalami

perluasan ke dalam bentuk-bentuk khusus sesuai peruntukan dan tujuan penerbitanya.

Macam-macam cek:

1. Cek biasa adalah cek yang memenuhi semua kriteria dan ciri-ciri dari suatu Cek,

tanpa suatu ketentuan tambahan terhadap cek terdebut.

2. Cek atas pengganti penerbit adalah cek diman nama pemegang pertama tidak

disebutkan sehingga pihak penarik sama dengan pemegang pertama.

3. Cek atas nama penerbit sendiri adalah cek dimana nama pihak tertarik juga tertindak

sebagai penarik.

4. Cek untuk perhitungan pihak ketiga adalah cek yang terbitkan untuk diri penarik

sendiri.

5. Cek inkasso adalah cek yang didalamnya terdapat kata “Inkasso” atau kata “ dalam

pemberian kuasa” atau kata lain sejenisnya.

6. Cek berdomisili adalah cek yang ditempat pencariannya di tunjukkan di tempat

tertentu, yakni di tempat pihak ketiga atau ditempat pihak tersangkut.

7. Cek silang adalah cek yang dilembarannya diberikan garis silang, diman cek seperti

ini hanya dapat di bayarkan jika pembawannya adalah bank lain atau nasabah tertarik.

Page 4: RANGKUMAN PERBANKAN

8. Cek untuk perhitungan adalah cek yang dipembayaranya diberikan kata “untuk

diperhitungkan” atau kata lain yang sejenis.

9. Cek perjalanan adalah cek yang diterbitkan oleh seseorang yang akan melakukan

perjalanan ketempat lain. Sehingga ia tidak perlu membawa uang tunai dalam

pejalanan.

Manfaat dari adanya cek:

a. Manfaat cek bagi pemilik rekening (nasabah):

1) Sebagai alat pencatatan dan pembukuan transaksi penarikan dana di bank.

2) Sebagai alat pengawasan jumlah dana yang tersedia di bank.

3) Sebagai alat penarik dana dari bank.

4) Sebagai alat pembayaran kepada pihak lain.

b. Manfaat cek bagi bank :

1) Sebagai alat pembayaran

2) Sebagai alat pemindahbukuan dari satu rekening ke rekeninglainnya

3) Sebagai dokumen pembukuan

c. Manfaat cek bagi pihak ketiga, yaitu pihak yang memegang cek :

1) Sebagai alat untuk menyelesaikan hutang piutang dengan pihaklain

2) Sebagai alat pembayaran, pengganti alat pembayaran yang sah

Alur transaksi Pencairan cek yaitu:

1. Penerbit menuliskan jumlah nominal uang yang akan dibayarkannya pada cek.

Penerbit juga menuliskan nomor rekening dari pemegang cek, disertai nama bank dari

pemegang cek. Penerbit menandatangani cek tersebut. Cek itu tentu didapatkan oleh

penerbit dari bank  penerbit.

2. Penerbit menyerahkan cek itu kepada pemegang cek.

3.  Pemegang cek menyerahkan cek tadi kepada bank di tempat  pemegang cek memiliki

rekening. Pemegang menginstruksikan kepada  banknya agar memproses cek itu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cek:

1. Dalam cek tidak berlaku tanggal efektif, sehingga pembayaran wajib dilakukan pada

saat diunjukkan.

Page 5: RANGKUMAN PERBANKAN

2. Apabila tempat pembayaran tidak ditulis dalam cek, maka nama tempat di samping

nama bank pembayar dianggap sebagai tempat pembayaran (Pasal 179 KUHD).

3. Bila ada beberapa tempat yang ditulis, maka nama tempat yang ditulis terdahululah

yang dianggap sebagai tempat pembayaran (Pasal 179  KUHD).

4. Jika petunjuk-petunjuk dalam butir 1, 2 dan 3 di atas tidak ada, maka  pembayaran

dianggap di kantor pusat bank pembayar (Pasal 179 KUHD).

5. Jika tempat dimana cek itu diterbitkan tidak tertulis, maka tempat yang tertulis di

samping nama penerbit dianggap sebagai tempat diterbitkannya warkat cek (Pasal

179 KUHD).

6. Tiap-tiap cek harus ditarik di bank yang mengelola dana untuk keperluan  penerbit

atau giran (Pasal 180 KUHD).

7. Cek tidak boleh diaksep, karena berfungsi sebagai alat pembayaran tunai, sehingga

apabila cek diaksep maka akseptasi tersebut dianggap tidak ada (Pasal 181 KUHD).

8. Cek dapat diterbitkan untuk keperluan penerbit sendiri.

B. Pengaturan Cek

Dasar Hukum Antara lain:

a. Pasal 178-229d KUHD.

b. SEBI No.8/7/UPPB tertanggal 16 Mei 1975 tentang Cek/Bilyet Giro Kosong (“SEBI

No.8/7/1975”).

c. SEBI No.9/72/UPPB tertanggal 10 Januari 1977 tentang Penulisan Nilai Nominal

Cek/Bilyet Giro dalam Angka dan Huruf (“SEBI No.9/72/1975”).

d. SEBI No.9/16/UPPB tertanggal 31 Mei 1976 tentang Larangan Menerbitkan

Cek/Bilyet Giro dalam Valuta Asing (“SEBI No.9/16/1976.

e. SEBI No.5/85/UPPB/PbB tertanggal 11 September 1972 tentang

Pembuatan/Penerbitan Cek/Bilyet Giro dan Alat-alat Lalu Lintas Pembayaran Giral

Lainnya (“SEBI No.5/85/1972”).

Syarat Formil

Cek diatur dalam Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 178 sampai dengan 229.

Menurut ketentuan pasal 178 KUHD, cek mempunyai syarat-syarat yaitu:

Page 6: RANGKUMAN PERBANKAN

a. Nama cek harus jelas tertulis.

b. Harus ada perintah membayar sesuatu jumlah uang tertentu.

c. Harus disebutkan nama badan hukum atau bank yang harus membayar.

d. Harus ditetapkan tempat dan tanggal pembayaran dan tempat mengeluarkan.

e. Harus ada tanda tangan atau ditanda tangani oleh yang mengeluarkan cek tersebut.

Jika salah satu syarat tidak dipenuhi, maka surat berharga ini tidak merupakan cek yang

sah. Cek itu dapat dikeluarkan secara atas nama, atas tunjuk atau perintah, dan atas bawa.

Syarat lainnya yang dapat ditetapkan oleh bank :

a. Tersedianya dana.

b. Adanya materai yang cukup.

c. Jika ada coretan atau perubahan harus ditandatangani oleh si pemberi cek.

d. Jumlah uang yang terbilang dan tersebut harus sama.

e. Memperlihatkan masa kadaluarsa cek yaitu 70 hari setelah dikeluarkannya cek

tersebut.

f. Tanda tangan atau cap perusahaan harus sama dengan speciment/contoh.

g. Tidak diblokir pihak berwenang.

h. Endorsment cek benar (jika ada).

i. Kondisi cek sempurna.

j. Rekening belum ditutup.

k. Dan syarat-syarat lainnya

Keterangan yang ada didalam suatu cek :

a. Ada tertulis kata-kata Cek atau Cheque.

b. Ada tertulis Bank Penerbit (Bank Matras).

c. Ada nomor cek.

d. Ada tanggal penulisan cek (di bawah nomor cek).

e. Ada perintah membayar ” bayarlah kepada……. atau pembawa”.

f. Ada jumlah uang (nominal angka dan huruf).

g. Ada-tanda tangan dan atau cap perusahaan pemilik cek.

C. Praktek Penggunaan Cek Kosong  sebagai Alat Pembayaran

Page 7: RANGKUMAN PERBANKAN

Setiap nasabah yang mempunyai rekening di Bank setiap saat ketika diperlukan dapat

mengambil uang di dalam rekeningnya di Bank dengan menerbitkan surat cek, baik untuk

seluruh jumlahnya maupun sebagiandemi sebagian. Tetapi nasabah tidak boleh

menerbitkan surat cek yang jumlahnya lebih besar dari uang di dalam rekeningnya di

Bank. Apabila ia melakukan hal yang demikian, ia dikatakan menerbitkan surat cek ko-

song. Jadi cek kosong adalah cek yang ditarik dari sebuah rekening, yang dananya tidak

cukup untuk membayar cek tersebut.

Cek kosong adalah Cek yang diunjukkan dan ditolak Tertarik dalam tenggang waktu

adanya kewajiban penyediaan dana oleh Penarik karena saldo tidak cukup atau Rekening

telah ditutup.

Pada asasnya setiap penerbit yang menerbitkan cek seharusnya berlatar belakang suatu

perbuatan dasar dimana penerbit sebagai seorang nasabah di Bank yang mempunyai

rekening tabungan mempunyai dana yang cukup terlebih dahulu sebelum menerbitkan

surat cek sebagai alat pembayaran. Namun seringkali di dalam praktek penggunaan cek

sering disalah gunakan sebagai tindakan penipuan yaitu cek kosong.

Faktor yang menjadi pendukung praktek penggunaan cek kosong adalah rahasia Bank.

Bank tidak akan memberikan informasi mengenai jumlah rekening nasabahnya. Jadi

apabila ternyata surat cek itu dananya tidak mencukupi atau kosong, penerima surat cek

tidak mungkin mengetahui hal itu. Penerima surat cek hanya percaya bahwa pada saat

diperlihatkan ia akan memperoleh pembayaran. Bagi penerbit surat cek yang

berspekulasi, hal ini merupakan kesempatan untuk memperoleh kenikmatan dengan

menerbitkan surat cek kosong atau membayar dengan cek kosong dalam transaksi

dagang.

Penyelesaian masalah yang timbul dalam praktek penggunaan Cek kosong sebagai alat

pembayaran di Indonesia adalah bahwa cek tersebut dapat ditagihkan kemudian hari

sebelum habis masa pengunjukannya yaitu 70 hari. Tetapi apabila masa pengunjukkan

selama 70 hari cek telah lewat dan cek masih ditolak karena belum tersedianya dana,

maka masih dapat dimintakan dana sampai waktu selama 6 bulan terhitung mulai hari

penerbitan semula. Setelah waktu 6 bulan telah lewat (daluwarsa), pemegang cek masih

dapat melakukan Hak Regres.

Page 8: RANGKUMAN PERBANKAN

Hak regres adalah hak yang diberikan oleh undang- undang kepada pemegang surat

berharga dalam hal terjadi non akseptasi atau non pembayaran. Hak regres atau hak

recourse dalam kamus Bank Indonesia adalah Hak Pemegang Surat Wesel/cek/surat

sanggup untuk menagih penarik/endosan/avalis guna mendapatkan pembayaran jika

pihak tertarik menolak melakukan pembayaran (recht van regres) dan Recourse juga

diartikan hak alih bayar. Hak regres diatur di dalam Pasal 142 sampai dengan Pasal 153

KUHD.

Penarikan cek kosong dianggap sebagai tindak pidana ekonomi diancam dengan sanksi

pidana yang berat, yaitu hukuman mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara 20

tahun. Ancaman pidana yang berat itu ternyata menimbulkan keengganan masyarakat

menggunakan cek dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan pertimbangan, Pemerintah

kemudian mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 1971. Maka pada saat ini penarikan cek

kosong bukan lagi dianggap sebagai suatu kejahatan. Praktis tidak terdapat lagi

perbedaan yang signifikan antara penarikan cek kosong dengan bilyet giro kosong dari

segi hukum pidana.

D. Hasil Wawancara dari Narasumber mengenai Cek

a. Apa definisi dari cek ?

Surat cek adalah surat berharga yang ada kata cek diterbitkan di tanggal dan tempat

tertentu, di mana penerbit memerintahkan tanpa syarat pada bankir untuk membayar

sejumlah uang tertentu pada pemegang atau pembawa di tempat tertentu.

b. Apa permasalahan yang timbul dengan sistem pembayaran berdasarkan cek ?

Butuh waktu untuk mendapatkan cek dari satu tempat ke tempat lain, khususnya pada

masalah yang serius, jika akan membayar seseorang di lokasi berbeda yang butuh

pembayaran dengan cepat semua pekerjaan administrasi yang dibutuhkan dalam

proses cek mahal.

c. Dimana pengaturan tentang cek ?

Diatur dalam Pasal 178 sampai dengan 229 KUHDagang. Ada tambahan penjelasan

dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

d. Apa saja syarat dari cek berdasarkan dasar hukum yang ada ?

Page 9: RANGKUMAN PERBANKAN

a. Harus ada kata cek. 

b. Surat cek harus berisi surat perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang

tertentu.

c. Nama orang yang membayar harus selalu suatu bank.

d. Penunjukkan tempat pembayaran.

e. Menyebutkan tanggal dan tempat penarikan cek.

f. Tanda tangan orang yang menarik cek.

e. Apa saja manfaat dari adanya cek ?

Manfaat dari adanya cek

Manfaat cek bagi pemilik rekening (nasabah): alat pencatatan dan pembukuan

transaksi penarikan dana di bank, alat pengawasan jumlah dana yang tersedia di bank,

alat penarik dana dari bank, alat pembayaran kepada pihak lain.

Manfaat cek bagi bank: alat pembayaran, alat pemindahbukuan dari satu rekening ke

rekening lain, dokumen pembukuan.

Manfaat cek bagi pihak ketiga (pihak yang memegang cek): alat untuk menyelesaikan

hutang piutang dengan pihak lain, alat pembayaran, pengganti alat pembayaran yang

sah.

f. Berapa tenggang waktu dari cek tersebut untuk dicairkan ?

Tenggang waktu dari cek 70 hari sejak tanggal penarikannya, kalau setelah 70 hari

cek yang bersangkutan tidak diuangkan maka penarik tidak wajib lagi menyediakan

dana untuk cek yang bersangkutan.

g. Apa saja jenis-jenis dari cek ?

- Cek atas tunjuk

- Cek atas nama

- Cek atas pembawa

- Cek mundur

- Cek silang

- Cek kosong

h. Apa saja kekhususan dari cek ?

Page 10: RANGKUMAN PERBANKAN

Apabila cek tidak memuat lokasi di mana pembayaran harus atau dapat dilakukan, tempat yang ditulis di samping nama pengguna atau nama penarik akan dianggap sebagai lokasi pembayaran;

Apabila tertulis beberapa tempat pencairan, makan pencairan harus dilakukan di tempat yang ditulis pada urutan pertama

Apabila cek tidak memuat sama sekali keterangan tempat di mana cek dapat dicairkan, makan pembayaran atau pencairan dilakukan di kantor pusat bank tertarik

i. Bagaimana mekanisme dari pembukuan cek ?

Penerimaan cek tunai ditempatkan dalam penerimaan kas dilanjutkan dengan proses

kliring/ingkaso setoran pemindahan bank, lalu pengeluaran cek tunai ditempatkan

dalam pengeluaran bank ditindak lanjutkan dengan proses rekonsiliasi bank di

akhir bulan.

j. Apa hukuman bagi orang yang menerbitkan cek kosong ?

Penarikan cek kosong dianggap sebagai tindak pidana ekonomi diancam dengan

sanksi pidana yang berat, yaitu hukuman mati, pidana seumur hidup, atau pidana

penjara 20 tahun. Ancaman pidana yang berat itu ternyata menimbulkan keengganan

masyarakat menggunakan cek dalam lalu lintas pembayaran. Pemerintah kemudian

mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 1971. Maka pada saat ini penarikan cek kosong

bukan lagi dianggap sebagai suatu kejahatan. Praktis tidak terdapat lagi perbedaan

yang signifikan antara penarikan cek kosong dengan bilyet giro kosong dari segi

hukum pidana.

Page 11: RANGKUMAN PERBANKAN

KELOMPOK 2

PEMBAHASAN

1. Pengertian bilyet giro

Istilah bilyet giro berasal dari kata bilyet dalam bahasa Belanda, artinya surat dan

giro berasal dari bahasa Italia yang berarti simpanan nasabah pada bank yang

pengambilannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau dengan

pemindahbukuan. Jadi, bilyet giro adalah surat perintah pemindahbukuan yang berfungsi

sebagai pembayaran karena itu bilyet giro disebut alat pembayaran. Sebagai bahan

perbandingan terhadap definisi bilyet giro dikemukakan versi-versi rumusan yang

diberikan oleh Soesatio Reksodiprodjo dalam bukunya yang berjudul Pengguna Ekonomi

Bank dan Kredit disebutkan bahwa bilyet adalah giro yang berarti alat untuk melunasi

utang piutang melalui clearing.

Giro (Demaind Deposit) dalam dunia perdagangan kata giro sudah tidak asing

lagi. Setiap akan melakukan transaksi pembayaran sering dikaitkan dengan giro, baik

pembayaran yang bersifat tunai maupun non tunai. Hal ini dilakukan karena pembayaran

dengan menggunakan giro sangat memberikan berbagai keuntungan, terutama dari segi

keamanan untuk jumlah pembayaran yang relatif besar. Pengertian Bilyet giro adalah

surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahkan sejumlah

dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan

namanya.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa bilyet giro merupakan

surat yang berharga dapat dialihkan/ diperdagangkan serta ditukarkan dengan uang

seperti halnya cek. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 UU No.10/1995 yang

dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat

dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan

pemindah bukuan.

Jika bilyet giro tersebut tidak disebutkan tidak diisikan nama si penerima dana

oleh penariknya, sehingga mudah untuk dialihkan dari tangan yang satu ke tangan yang

lain. Dengan demikian, pembayaran bilyet giro tidak dapat dilakukan dengan uang tunai

Page 12: RANGKUMAN PERBANKAN

dan tidak dapat dipindahtangankan melalui endosemen. Endosemen adalah penyerahan

suatu surat atas tertunjuk oleh seseorang yang berhak/pemegang kepada orang lain

dengan disertai pernyataan mengalihkan haknya atas surat yang ditulis pada surat

tersebut.

Adapun menurut Muhammad Amin, S.H. bilyet giro sebagai surat berharga model baru

pada hakikatnya bilyet iro adalah surat perintah tanpa syarat dari nasabah suatu bank

yang memelihara dananya karena tertarik. Perintah dimana bentuk dan isinya sudah

distandardisasi untuk memindahbukukan sejumlah dana penarik kepada pihak penerima

yang namanya telah disebutkan penerima yang memiliki rekening pada bank yang sama.

Atas dasar beberapa perumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa bilyet giro adalah

suatu surat perintah pemindahbukuan tanpa syarat yang dikeluarkan oleh penerbit

nasabah yang mempunyai rekening giro/yang ditujukan kepada tersangkut), dimana

penerbit mempunyai rekening giro dengan permintaan agar sejumlah dana yang

disediakan untuk kepentngan pemegang ata penerima yang tercantum dalam bilyet giro

itu. Dengan batasan pengertian diatas, dapat diketahui ada beberapa unsur yang antara

lain:

a. Bilyet giro adalah suatu perintah pemindahbukuan tanpa syarat dari penarik bilyet

giro

b. Penerbit bilyet giro haruslah nasabah yang mempunyai rekening giro.

c. Tersangkut bilyet giro adalah bank yang memelihara rekening giro penerbit.

d. Pemegang atau penerima bilyet adalah harus nasabah bank, baik bank yang sama

maupun bank lain.

e. Bilyet giro tidak dapat dilakukan dengan pembayaran uang tunai.

2. Syarat Bilyet Giro

Syarat Bilyet Giro Sama halnya dengan surat-surat berharga lainnya, surat aksep dan

surat cek bilyet giro juga ada syarat-syarat formalnya. Adapun syarat-syarat formal bilyet

giro sebagai berikut :

Page 13: RANGKUMAN PERBANKAN

a. Nama nomor seri dan bilyet giro tercantum pada formulir bilyet giro. Jika

diperhatikan, klausul bilyet giro cukup dicantumkan pada formulir bilyet giro dan

tidak perlu dicantumkan dalam teksnya.

b. Perintah yang jelas tanpa syarat untuk memindahkan pemindahbukuan sejumlah dana

atas beban saldo penarik yang harus tersedia pada saat berlakunya surat perintah

yang terkandug dalam bilyet giro tersebut.

c. Nama dan tempat bank tarik kepada perintah termaksud ditujukan. Nama bank

tertarik atau tersangkut dimuat dalam bilyet giro.

d. Nama pihak yang harus menerima pemindahbukuan dana secara administratif

termaksud dan jika dianggap perlu, alamat dan nama pihak penerima dana harus ada.

Artinya, bank tersangkut harus mengetahui apakah penerima dana itu adalah nasabah

bank yang bersangkutan atau nasabah bank lain.

e. Jumlah dana yang dipindahbukukan dapat ditulis baik berupa angka maupun huruf.

f. Tanda tangan penarik dan cap atau stempel badan usaha diperlukan jika si penarik

merupakan suatu perusahaan berbentuk badan usaha.

g. Tempat penarikan dan tanggalnya atau tempat dan tanggal penarikan. Tempat ini

penting untuk mengetahui dimana perbuatan itu dilakukan.

h. Tanggal mulai efektif berlakunya peraturan atau perintah dalam bilyet giro, tanggal

efektif perlu disebutkan secara khusus

i. Nama bank dimana orang atau pihak yang harus menerima dana pemindahbukuan

tersebut memelihara rekening sepanjang nama bank si penerima itu diketahui oleh

penarik.

3. Keuntungan Penggunaan Bilyet Giro :

a. Bilyet Giro dapat post dated Artinya dapat diberi tanggal lebih terhadap tanggal

penarikannya. Pada Bilyet Giro terdapat tanggal penarikan dan terdapat pula

tanggal efektif, yakni tanggal mulai berlakunya perintah pemindahbukuan yang

tercantum dalam Bilyet Giro tersebut. Selama tanggal efektif belum jatuh tempo,

maka pemindah bukuan tidak akan dilakukan, yang tidak melebihi 3 (tiga) tahun

sejak tanggal penerbitan. Tanggal penerbitan adalah tanggal diterbitkannya surat

perintah pemindahbukuan.

Page 14: RANGKUMAN PERBANKAN

b. Bilyet Giro dapat dibatalkan setiap saat selama sebelum jatuh tanggal efektifnya

atau belum dilaksanakan amanatnya oleh tertarik.

c. Karena formulir Bilyet Giro telah distandarisasi bentuknya oleh Bank Indonesia,

sehingga bila dilihat selintas bentuknya sama seperti cek (bahkan ada yang

menamakan Bilyet Giro sebagai giro cek).

d. Walaupun menurut ketentuan Bilyet Giro tidak dapat dipindahtangankan atau

dialihkan hak tagihnya kepada pihak lain, tetapi kenyataannya penarik suatu

Bilyet Giro sering tidak mencantumkan nama penerima dan nama bank dimana

penerima dana mempunyai rekening. Sehingga Bilyet Giro sering dialihkan begitu

saja hak tagihnya kepada pihak lain.

e. Bilyet Giro sebagai warkat kliring, yaitu dapat diperhitungkan melalui kliring

antar bank, sehingga mudah bagi pemegangnya untuk mencairkan dana.

4. Para Pihak dalam bilyet giro

Dalam transaksi yang menggunakan bilyet giro ada beberpa pihak yang wajib terkait

dalam penerbitannya pihak-pihak tersebut adalah ;

Penerbit adalah pemilik rekening yang memerintahkan tertarik melakukan

pemindahbukuan sejumlah dana atas beban rekeningnya kepada pihak yang

disebutkan namnya dalam surat perintah tersebut.

Tertarik dalam transaksi yang menggunakan bilyet giro adalah bank yang

menerima perintah pemindah bukuan dana dari penarik

Penerima adalah nasabah yang namanya disebut dalam bilyet giro untuk

memperoleh pemindahbukuan dana sebagaimana di perintahkan oleh penarik

kepada tertarik.

Bank penerima Adalah pihak bank yang melakukan penagihan bilyet giro untuk

kepentingan pemegang kepada tertarik

5. Tata Cara Transaksi Dengan bilyet Giro

Secara umum, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menggunakan

Bilyet Giro untuk keamanan dan pemenuhan standar administrasi. Pertama Penerbit

Bilyet Giro datang ke bank tertarik dan menyerahkan fisik Bilyet Giro kepada petugas

Page 15: RANGKUMAN PERBANKAN

bank. Kemudian Petugas bank menerima Bilyet Giro dan mengecek keabsahan dan

syarat-syarat penerbitan Bilyet Giro. Jika seluruh ketentuan sudah dipenuhi maka petugas

bank memindahkan dana dari rekening Penerbit Bilyet Giro ke rekening Penerima Bilyet

Giro dengan jumlah yg tercantum di Bilyet Giro. Pencairan Bilyet Giro juga dapat

dilakukan dengan cara kliring dimana Penerima Bilyet Giro cukup datang ke banknya

dan mengkliringkan Bilyet Giro tersebut. Untuk kemudian bank Penerbit Bilyet Giro

akan mentransfer dana sejumlah yg tercantum di Bilyet Giro ke bank Penerima Bilyet

Giro dan bank penerima akan mengkreditkan dana tersebut ke rekening penerima Bilyet

Giro.

Selain proses tersebut didalam penggunaan Bilyet Giro dikenal dengan jangka

waktu penawaran dan tanggal efektif. Bilyet giro yang diserahkan kepada Bank sebelum

tanggal atau waktu pencairan efektif akan ditolak oleh bank. Bank tidak perlu memeriksa

ketersediaan dana jika dilakukan di luar tanggal efektif. Tanggal efektif adalah waktu

mulai berlakunya pemindahbukuan. Tanggal ini harus berada pada tenggat waktu

penawaran. Tanggal efektif ini harus berada pd tenggang waktu penawaran, yaitu

tenggang waktu yg diberikan adalah 70 hari sebelum masa efektif.

Gambar 1. Alur penggunaan transaksi bilyet giro

Page 16: RANGKUMAN PERBANKAN

Gambar 2. Contoh bentuk bilyet giro

Bilyet Giro yang ditawarkan kepada bank tertuju sesudah berakhirnya tenggang

waktu masih tetap dicairkan dengan dua catatan, yaitu ketersediaan dana atau tidak

dibatalkan oleh penarik.Tenggang Waktu Penawaran Bilyet Giro Tenggang waktu

penawaran bilyet giro perlu ditetapkan, agar amanat atau perintah dalam bilyet giro yang

bersangkutan tidak berlalul terus-menerus sehingga menyulitkan administrasinya.

Adapun penetapan yang dimaksudkan adalah selama 70 hari terhitung sejak tanggal

penarikannya. Tenggang waktu penawaran ini sama dengan tenggang waktu penawaran

pada surat cek, yaitu 70 hari terhitung sejak tanggal penerbitannya. Jika dibandingkan

dengan surat cek, bilyet giro mempunyai dua macam tanggal penerbitan dan tanggal

efektif, yang merupakan tenggang waktu dimana penerbit diberi kesempatan untuk

mengusahakan dana untuk membayar dengan cara pemindahbukuan.

Macam Tenggang Waktu Tenggang waktu yang dikenal pada bilyet giro ada dua

macam

1) Tenggang waktu dari tanggal penerbitan sampai pada tanggal efektif. Dalam hal

ini diberikan kesempatan kepada penerbit untuk mempersiapkan dana guna

membayar bilyet giro dengan pemindahbukuan.

Page 17: RANGKUMAN PERBANKAN

2) Tenggang waktu mulai tanggal efektif sampai berakhirnya waktu tenggang waktu

70 hari. Dalam hal ini kesempatan diberikan kepada pemegang untuk

menawarkan kepada bank tesangkut guna pemindahbukuan dana.

6. Bilyet Giro Kosong

Bilyet Giro Kosong Bilyet giro kosong adalah bilyet giro yang diajukan kepada

bank, namun dana nasabah pada bank tidak mencukupi untuk membayar atau memenuhi

amanat pada bilyet giro yang bersangkutan. Jika saldo rekening yang bersangkutan tidak

mencukupi, maka bilyet giro tersebut harus ditolak sebagai bilyet giro kosong. Dalam

menghadapi penarik cek kosong, pihak Bank mengeluarkan konsekuesinya antara lain:

administrasi, perdata, pidana serta gabungan perdata dan pidana. Sanksi terhadap

penerbit bilyet giro kosong terutama terhadap penarikan bilyet giro kosong yang ketiga

kalinya atau lebih, telah ditetapkan berdasarkan keputusan dengan moneter No. 53 Tahun

1962 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya, yang terakhir diatur kembali dengan surat

edaran Bank Indonesia No.4/437 UPPB/Pbn, tanggal 5 Oktober 1971, yaitu pencantuman

tentang nama-nama penarik bilyet giro kosong yang bersangkutan dalam daftar hitam dan

larangan bagi bank- bank menerima nasabah-nasabah yang baru ataupun

mempertahankan nasabah mereka yang namanya tercantum dalam daftar hitam tersebut.

7. Pengisian Bilyet Giro

a. Harus jelas Pengisian surat perintah kepada bank tertarik untuk melaksanakan apa

yang diminta oleh nasabah harus lengkap, tegas, dan jelas, sebagaimana halnya pada

surat-surat berharga lainnya. Berhubung pengisian surat perintah pembayaran melalui

pemindahbukuan tidak mutlah harus dilakukan oleh penerbit sendiri, maka bank

tertarik yang menerima perintah termaksud yang telah diisi lengkap dan terdapat

tanda tangan penarik yang sah. Tidak perlu memeriksa apakah pengisisan itu

dilakukan oleh penarik sendiri atau bukan karena warkat tersebut tetap sah adanya.

Kecuali jika terdapat pengisian yang sifatnya merupakan suatu perubahan amanat,

maka perubahan termaksud harus disahkan oleh penarik yang bersangkutan.

b. Di dalam praktik sehari-hari, adakalanya terdapat bilyet giro yang tidak lengkap

pengisiannya, misalnya nama si penerima dana atau nama nasabah bank penerima

Page 18: RANGKUMAN PERBANKAN

dana dikosongkan. Apabila terjadi hal yang demikian, maka sesuai dengan ketentuan

menganai syarat-syarat formal bilyet giro tersebut. Hal ini berarti bahwa dana dapat

dipindahkan ke bank mana saja untuk rekening si penerima. Berdasarkan sifatnya

bilyet giro digunakan sebagai alat pemindahbukuan di mana nama si penerima dana

harus dicantumkan dan jika terdapat bilyet giro yang tidak tercantum nama penerima

dana, maka warkat tersebut harus ditolak atau dikembalikan.

c. Kewajiban menyediakan dana oleh penerbit

d. Saldo efektif Apabila suatu rekening mempunyai saldo efektif yang cukup, barulah

amanat pemindahbukuan dana dapat dilaksanakan. Saldo efektif adalah dana yang

ada dalam rekening giro yang siap digunakan sewaktu-waktu bila diperlukan, sedikit-

dikitnya sama dengan jumlah yang tersebut dalam bilyet giro. Yang diperhitungkan

sebagai dana nasabah yang tersedia pada bank adalah saldo giro yang efektif dan/

atau saldo fasilitas kredit yang belum dipergunakan. Dalam hal ini, nasabah tersebut

memperoleh fasilitas kredit dari bank berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat

sebelumnya.

e. Kewajiban menyediakan dana sampai tanggal efektif Dalam tenggang waktu antara

penerbitan dan tanggal efektif, penerbit diberi kesempatan yang cukup lama untuk

memenuhi kewajibannya mengusahakan dan menyediakan dana. Ditentukan adanya

tanggal efektif dalam bilyet giro justru memberikan kesempatan pada penerbit untuk

memenuhi kewajiban menyediakan dana bagi bilyet giro yang diterbitkannya.

f. Akibat hukum Ada kemungkinan bahwa penerbit tidak memenuhi kewajibannya

setelah bilyet gironya, berarti tidak mempunyai saldo efektif yang cukup, maka dalam

hal ini penerbit harus bertanggungjawab. Ketentuan bilyet giro telah diatur oleh bank

Indonesia dan tidak mengatur hak regres seperti surat wesel dan cek. Sebenarnya

ketentuan semacam ini perlu bagi bilyet giro karena digunakan untuk kepentingan

penerbit, pemegang bilyet giro yang jujur, dan pihak bank sendiri. Untuk itulah

peraturan tentang bilyet giro di Indonesia perlu dilengkapi oleh bank Indonesia.

Page 19: RANGKUMAN PERBANKAN

KELOMPOK 3

PEMBAHASAN

2.1 Dasar Hukum Kartu Kredit

Kegiatan penerbitan dan penggunaan kartu kredit di Indonesia didasarkan pada beberapa

ketentuan berikut :

a.      Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Nasional.

Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu kredit didasarkan pada

ketentuan Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 6 huruf 1 Undang-

Undang Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha

yang dapat dilakukan oleh bank. Dengan demikian, Undnag-Undang Perbankan dapat dijadikan

dasar penyelenggaraan usaha kartu kredit sebagai alat pembayaran oleh bank. Namun, Undang-

Undang Perbankan tidak mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan dan penggunaan kartu

kredit sebagai alat pembayaran.

b.      Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK Lembaga Pembiayaan) mulai berlaku pada tanggal 20

Desember 1988. KMK Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari Keputusan

Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga

Pembiayaan ini dinyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang

dapat dilaksanakan oleh Lembaga Pembiayaan.

c.       Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat

Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (Perubahan dari PBI Nomor 01/01/PBI/2009 serta

7/52/2005)

Dampak dari peraturan ini sangat signifikan, telah banyak bank yang menutup divisi

kartu kredit mereka karena peraturan baru ini, selain karena terhambat dan tidak berkembangnya

pemasaran dan kalkulasi akan keuntungan dan CPA (Cost Per Account) yang haruskeluarkan.

Page 20: RANGKUMAN PERBANKAN

Selain berdampak pada bank sebagai penerbit kartu kredit, hal ini akhirnya juga berimbas pada

pendapatan marketing serta turunnya minat customer yang beberapa bulan yang lalu sempat

tinggi dikarenakan proses persetujuan yang tergolong susah untuk beberapa bank asing.

2.2 Bank Dalam Menjalankan Kegiatan Usaha Kartu Kredit

Bank sebagi kreditur memberikan pinjaman serta berbagai fasilitas bagi para nasabahnya.

Nasabah bank adalah pihak yang menggunakan jasa bank, terdiri dari nasabah penyimpan dan

nasabah debitur. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya dalam bentuk

simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan, sedangkan nasabah

debitur adalah nasabah yang rnemperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan yang

berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersarnakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank

dengan nasabah yang bersangkutan. Pemegang kartu kredit merupakan nasabah debitur, karena

mendapatkan fasilitas berupa kartu kredit.

Menurut Pasal 6 huruf l Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu

kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank. Kartu kredit sebagai

salah satu bentuk usaha yang dilakukan oleh bank, maka prinsip 5C atau “the five C’s

principles” yang digunakan untuk menilai mengevaluasi calon nasabah kredit juga berlaku pada

usaha kartu kredit. Prinsip 5C tersebut adalah sebagi berikut :

a. Character adalah data tentang kepribadian dari calon pemegang kartu kredit seperti sifat-sifat

pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun

hobinya. Character ini untuk mengetahui apakah nantinya calon nasabah ini jujur berusaha

untuk memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan kartu kredit dengan kata lain ini

merupakan willingness to pay.

b. Capacity, merupakan kemampuan calon pemegang kartu dalam mengelola fasilitas kredit

yang diberikan oleh bank penerbit yang dapat dilihat dari pendidikannya, pengalaman calon

pemegang kartu (apakah pernah melakukan keterlambatan/wanprestasi dalam

Page 21: RANGKUMAN PERBANKAN

fasilitas kredit yang telah ada sebelumnya. Capacity ini merupakan ukuran dari ability to pay

atau kemampuan dalam membayar.

c. Capital, adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh calon pemegang kartu. Hal ini bisa dilihat

dari neraca, laporan rugi-laba, struktur permodalan, ratio-ratio keuntungan yang diperoleh seperti

return on equity, return on investment. Berdasarkan kondisi di atas bisa dinilai apakah layak

calon pelanggan diberi pembiayaan, dan berapa besar plafon pembiayaan yang layak diberikan.

d. Collateral, adalah jaminan dalam kartu kredit berdasarkan pada perjanjian penerbitan kartu

kredit. Pemegang kartu adalah orang yang dapat dipercaya oleh penerbit dan wajib memenuhi

ketentuan serta persyaratan perjanjian yang telah ditetapkan oleh penerbit. Sesuai dengan

perjanjian bahwa pemegang kartu akan membayar secara berkala tagihan yang disampaikan oleh

penerbit. Kepercayaan dan pembayaran tagihan merupakan jaminan bagi penerbit untuk

membayar barang/jasa yang ditagih dari penjual.

e. Condition, pembiayaan yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi calon

nasabah. Dalam perjanjian kartu kredit antara pemegang kartu dengan penerbit biasanya

dibuktikan dengan adanya bukti berupa slip gaji/penghasilan dari pemegang kartu.

2.3 Kelebihan dan Kelemahan Kartu Kredit

Kelebihan Kartu Kredit

1. Bisa Menggunakan Dana Lebih Dari Yang Telah Dimiliki

Keunggulan utama kartu kredit adalah kemampuannya memberikan Anda pinjaman secara

instan kapanpun dibutuhkan, bahkan walaupun pengeluaran itu nilainya lebih daripada dana

yang Anda punya dalam rekening. Memiliki kartu kredit memberikan Anda kemampuan

untuk meminjam uang dari bank kapanpun tanpa melalui proses approval yang memakan

waktu. Namun demikian, keunggulan kartu kredit yang satu ini merupakan pedang bermata

dua. Di satu sisi merupakan fasilitas, tetapi disisi lain merupakan godaan. Jika Anda

memutuskan untuk memiliki kartu kredit, Anda harus berhati-hati agar jangan sampai 'besar

pasak daripada tiang'. Jagalah pengeluaran Anda agar sebisa mungkin berada dalam batas-

batas pemasukan bulanan.

Page 22: RANGKUMAN PERBANKAN

2. Mempermudah Transaksi Online dan Offline

Tak terelakkan lagi bahwa kartu kredit mempermudah transaksi jual beli baik online maupun

offline. Jika Anda pergi berbelanja alat elektronik, misalnya, maka daripada membawa-bawa

segepok uang ratusan ribu rupiah, akan jauh lebih praktis ketika Anda membawa selembar

kartu saja. Apalagi di era internet saat ini, berbagai transaksi baik nasional maupun

internasional bisa dilakukan via internet.  Pembayaran transaksi online via kartu kredit jauh

lebih banyak diterima, praktis, dan murah biayanya daripada transfer antar bank di belahan

dunia yang berbeda.

3. Banyak Promosi Khusus Pengguna Kartu Kredit

Manfaat sampingan nomor satu kartu kredit adalah banyaknya promosi yang ditawarkan oleh

setiap penerbit kartu kredit. Promo yang dihadirkan bisa berasal dari kerjasama dengan toko

tertentu, diskon dan potongan harga insidental, iming-iming bunga rendah, dan lain

sebagainya. Promo-promo ini bisa menjadi salah satu strategi penghematan bila toko

langganan Anda bekerjasama dengan bank penerbit kartu kredit tertentu untuk selalu

memberikan potongan harga.

Kekurangan Kartu Kredit

1. Biaya Besar Untuk Menarik Cash

Penggunaan kartu kredit menjadikan pembayaran transaksi lebih praktis, tetapi perlu dicatat

bahwa kartu kredit sebaiknya tidak digunakan untuk menarik uang cash di ATM. Penarikan

bisa dilakukan, tetapi umumnya dikenakan charge besar hingga sekitar 50 ribu Rupiah untuk

setiap penarikan. Sangat direkomendasikan untuk menggunakan kartu kredit Anda hanya

untuk membayar transaksi.

2. Bunga Kredit Dan Biaya Kartu Tinggi

Bunga kredit konsumsi terhitung sangat tinggi, lebih tinggi daripada bunga kredit karya.

Persentase bunga ini seringkali luput dari perhitungan pengguna kartu kredit. Anda berbelanja

sebesar 1 juta Rupiah, lalu hanya menghitung pengeluaran 1 juta Rupiah, padahal pengeluaran

sesungguhnya adalah 1 Juta + bunga sekian persen. Itu pun belum memperhitungkan biaya

iuran tahunan kartu kredit yang lebih tinggi daripada kartu debit/ATM biasa.

3. Kartu Kredit Rawan Pembobolan

Sudah banyak cerita pembobolan kartu kredit baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Page 23: RANGKUMAN PERBANKAN

Pembobolan bisa menggunakan cara-cara tradisional seperti pemalsuan tanda tangan, juga

bisa dengan cara canggi memanfaatkan teknologi. Kartu kredit di Indonesia kebanyakan

masih dibuat menggunakan pita magnetik yang kurang terjamin keamanannya, berbeda

dengan kartu kredit di Eropa yang kebanyakan sudah menggunakan micro chip. Begitu pun,

kartu kredit masih tak terlindung dari serangan hacker yang menyasar sistem komputer Bank

penerbit kartu kredit. Jika Anda memutuskan untuk menggunakan kartu kredit, maka cermati

laporan periodik yang berisi catatan transaksi Anda untuk memastikan bahwa pengeluaran

yang terjadi sudah sesuai dengan transaksi yang Anda lakukan

2.4. Masalah Kartu Kredit

Dari informasi yang telah kami peroleh dari berbagai sumber dan diperkuat dengan

wawancara dengan Bapak Rudi, kami menanyakan apa saja masalah yang paling umum terjadi

dalam kartu kredit. Menurut beliau adalah:

1. Gagal Bayar / Wanprestasi Oleh Pengguna Kartu Kredit

Ketika menyadari bahwa sudah tidak mampu melakukan pembayaran kartu kredit,

sangat penting untuk mengambil tindakan dengan segera. Jika berhenti melakukan

pembayaran sepenuhnya, maka akun yang dimiliki bisa mendapatkan biaya-off dan

dikirim ke agen penagihan.

2. Adanya kesalahan pada tagihan

Kesalahan pada tagihan kartu kredit sangat mungkin terjadi dikarenakan jumlah

nasabah pada sebuah Bnak sangat banyak. Sehingga mungkin saja sebuah Bank

melakukan kesalahan pada tagihan nasabah dan ini tentu sangat merugikan. Apabila

terjadi kesalahan dalam pembayaran tagihan segera melaporkan ke pihak bank untuk

dapat segera do proses. Banyak masalah dapat diselesaikan hanya dengan menelepon

penerbit kartu kredit.

3. Kesalahan Administratif

Dokumen administrasi adalah dokumen-dokumen yang harus Anda lampirkan selain

bukti identitas diri. Dokumen ini menentukan cocok tidaknya Anda dengan jenis

kartu kredit yang akan diberikan, serta untuk memutuskan besarnya limit kartu kredit

yang akan diberikan. Lewat dokumen ini bank juga bisa melacak keberadaan diri

Page 24: RANGKUMAN PERBANKAN

Anda untuk urusan menagih atau mengirimkan kartu kredit. Dokumen administrasi

bagi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan profesinya pada saat mengajukan

permohonan kartu kredit. Kalau Anda seorang karyawan atau orang asing, maka yang

Anda lampirkan adalah slip gaji atau surat keterangan penghasilan (SKP). Untuk SKP

tentu harus distempel asli dan ditandatangi oleh atasan setingkat manajer atau di

atasnya. Dokumen administrasi untuk karyawan dan orang asing ini harus asli dan

tidak boleh fotokopi. Jangan sertakan SP3 loh sebab SP3 itu Surat Perintah

Penghentian Penyidikan yang banyak dikeluarkan buat pejabat dan pengusaha korup

oleh pejabat korup.

Jika Anda seorang pengusaha maka dokumen yang Anda lampirkan adalah SIUP dan

atau akte keterangan pendirian perusahaan (TDP), serta rekening koran atau rekening

tabungan 3 bulan terakhir. Semuanya cukup fotokopinya saja. Sedangkan jika Anda

seorang profesional seperti pengacara, dokter, akuntan publik, dsb.. maka cukup

sertakan rekening tabungan atau rekening koran 3 bulan terakhir dan surat izin

praktek. Juga cukup fotokopinya saja. Untuk pegawai negeri sipil (PNS) atau

TNI/POLRI lain lagi ceritanya. Dokumen yang diminta oleh bank biasanya adalah SK

pangkat terakhir atau surat pengangkatan. Ya cukup fotokopinya saja. Kartu kredit

bukan milik negara loh dan tidak bisa dipergunakan secara gratis seperti naik bus kota

atau kereta api.

Lain lagi ceritanya jika Anda sudah memiliki kartu kredit. Maka syarat

administrasinya Anda cukup menyertakan fotokopi kartu kredit bolak balik serta

billing tagihan terakhir kartu kredit yang sudah Anda miliki. Biasanya minimal 3

bulan terakhir. Untuk billing tagihan fotokopi atau asli juga tidak menjadi masalah.

Namun biasanya sih diminta yang asli. Siapa sih yang tidak mau yang virgin atau

original

4. Kredit Macet

Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya

tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet

Page 25: RANGKUMAN PERBANKAN

dapat disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank) maupun debitur. Faktor-faktor

penyebab yang merupakan kesalahan pihak kreditur adalah:

1. Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan;

2. Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan

yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;

3. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko

tinggi;

4. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang

berpengalaman;

5. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf

bagian kredit;

6. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank;

7. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit

bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur

lama

Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena kesalahan

pihak debitur antara lain:

Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi

ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi;

1. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena

kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani;

2. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan,

atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga

debitur;

3. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain;

4. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius;

5. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana

alam;

6. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan

mengembalikan kredit).

Page 26: RANGKUMAN PERBANKAN

2.5. Perlindungan Bagi Pengguna Kartu Kredit

Perlindungan terhadap pemegang kartu kredit diatur dalam Peraturan Bank Indonesia

Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu

(APMK). Peraturan ini merupakan perubahan dari peraturan bank Indonesia no.11/11/ tahun

2009. Perubahan ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan penerapan prinsip kehati-hatian, aspek

perlindungan bagi pemegang kartu, manajemen risiko pemberian kredit dalam penyelenggaraan

kartu kredit, standar keamanan bagi teknologi serta aspek peningkatan APMK.

Sebagai upaya penerapan prinsip perlindungan nasabah, penerbit APMK diwajibkan

oleh PBI APMK serta peraturan pelaksananya memperketat sejumlah ketentuan mengenai kartu

kredit, yang meliputi :

Pertama, Pengaturan mengenai batas maksimum suku bunga kartu kredit.

Besarnya bunga kartu kredit ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 3% perbulan. Dalam

penetapan bunga, melarang praktek bunga berbunga alias bunga majemuk. Pada praktek bunga

berbunga ini, nilai pokok utang naik terus setiap bulan karena tambahan-tambahanberupa denda

(charges), materai dan iuran (fee) yang seharusnya tidak boleh dikenakan bunga, karena nilai

pokok utang yang seharusnya sama di bulan berikutnya sudah kena tambahan fee/charge maupun

materai. Nilai pokok utang yang baru inilah kemudian yang dikalikan lagi dengan bunga kartu

kredit per bulan.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/34/DASP tanggal 27 November 2012 yang

akan berlaku tanggal 1 Januari 2013, bahwa :

a. Batas maksimum suku bunga kartu kredit yang wajib diterapkan oleh penerbit kartu kredit

adalah sebesar 2,95% (dua koma sembilan puluh lima persen) per bulan atau 35,40% (tiga puluh

lima koma empat puluh persen) per tahun.

b. Batas maksimum suku bunga kartu kredit sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku baik

untuk transaksi pembelanjaan maupun transaksi tarik tunai.

Page 27: RANGKUMAN PERBANKAN

c. Bank Indonesia dapat mengubah batas maksimum suku bunga kartu kredit sebagaimana

dimaksud pada angka 1 dengan mempertimbangkan, antara lain :

1. Indikator perekonomian seperti BI rate;

2. Struktur biaya kartu kredit yang meliputi biaya dana (cost of fund), biaya operasional dan

pengelolaan risiko kredit oleh Penerbit (risk premium);

dan/atau

3. Praktek suku bunga yang dikenakan oleh Penerbit.

Kedua, Pengaturan persyaratan pemberian fasilitas kredit dalam rangka menerapkan

manajemen risiko yang meliputi:

a. Kepemilikan kartu utama, usia pemegang kartu minimal harus berumur 21 tahun atau telah

kawin dan minimum berusia 17 tahun atau telah kawin untuk kartu tambahan;

b. Pendapatan minimum Rp3 juta per bulan;

c. Maksimal plafon kredit adalah tiga kali pendapatan per bulan dan penerapannya berlaku secara

industri;

d. Calon pemegang kartu yang pendapatan per bulannya kurang dari Rp10 juta dikenakan

pembatasan plafon serta pembatasan perolehan kartu kredit maksimum dari dua penerbit;

e. Calon pemegang kartu yang pendapatan per bulannya Rp10 juta ke atas tidak dikenakan

pembatasan jumlah plafon dan kartu dari dua penerbit sehingga analisis kredit sepenuhnya

diserahkan kepada Bank.

Ketiga, Pengaturan prinsip kehati-hatian serta perlindungan bagi pemegang kartu.

Prinsip kehati-hatian dilakukan dengan cara penyeragaman pola perhitungan bunga kartu

kredit, pengenaan biaya denda serta kewajiban menyampaikan informasi kepada pemegang

kartu. Informasi tersebut wajib menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah

dimengerti, ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh calon pemegang kartu. Selain

itu penerbit juga menyediakan sarana dan nomor telepon yang dapat secara mudah digunakan

dan/atau dihubungi oleh calon pemegang kartu dan pemegang kartu dalam rangka melakukan

Page 28: RANGKUMAN PERBANKAN

verifikasi kebenaran segala fasilitas yang ditawarkan dan/atau informasi yang disampaikan oleh

penerbit.

Keempat, Pengaturan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penagihan hutang.

Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17 DASP

tertanggal 7 Juni 2012 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan

Menggunakan Kartu, yang salah satu isinya adalah mengatur mengenai ketentuan mengenai jasa

penagihan kartu kredit (debt collector). Di dalam melakukan kerjasama dengan pihak penagih

hutang, pihak penerbit kartu kredit wajib memperhatikan dan memenuhi ketentuan-ketentuan

sebagai berikut:

a. Penagihan kartu kredit dapat dilakukan oleh penerbit kartu kredit dengan menggunakan tenaga

penagihan sendiri atau tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan.

b. Penagihan kartu kredit baik menggunakan tenaga penagihan sendiri atau tenaga penagihan

dari perusahaan penyedia jasa penagihan, penerbit wajib memastikan bahwa tenaga yang

melakukan penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan

dan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku. Identitas setiap tenaga penagihan

dipersiapkan dengan baik oleh penerbit kartu kredit. Tenaga penagihan dalam melaksanakan

penagihan mematuhi etika penagihan.

Penagihan hutang kartu kredit dilarang dilakukan dengan ancaman, kekerasan dan/atau tindakan

yang bersifat mempermalukan pemegang kartu kredit. Penagih juga tidak boleh melakukan

tekanan secara fisik maupun verbal. Penagihan dilakukan langsung kepada pemegang kartu

kredit tidak boleh dilakukan kepada pihak lain. Dalam melakukan penagihan hutang melalui

sarana komunikasi (telepon) dilarang dilakukan secara terus-menerus yang bersifat mengganggu.

Penagihan dilakukan dalam waktu pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 di wilayah waktu

setempat pemegang kartu, kecuali diperjanjikan secara khusus. Jadi dalam melakukan penagihan

hutang pihak penagih harus benar-benar memperhatikan etika penagihan kepada pemegang

kartu. Penerbit kartu kredit juga harus memastikan bahwa pihak lain yang menyediakan jasa

penagihan yang bekerjasama dengan penerbit juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan

oleh asosiasi penyelenggara APMK.

Page 29: RANGKUMAN PERBANKAN

Kelima, Pengaturan dalam rangka peningkatan pengamanan.

Peningkatan keamanan bagi pemegang kartu dalam melakukan transaksi, maka pihak

penerbit wajib untuk mengimplementasikan mengenai PIN paling kurang enam digit sebagai

sarana verifikasi dan autentifikasi. Transaction alert kepada pemegang kartu kredit dengan

menggunakan teknologi layanan pesan singkat (short message service/sms) atau sarana lainnya

berdasarkan pilihan pemegang kartu kredit.

Penegasan kewenangan Bank Indonesia dalam perizinan serta penegasan sanksi dalam

penyelenggaraan APMK. PBI memberikan sanksi bagi pelanggaran yang dilakukan pihak

penyelenggara APMK berupa teguran, denda, penghentian sementara seluruh kegiatan serta

mencabut izin penyelenggaraan APMK.

Peraturan Bank Indonesia hanya mengatur tentang cara melakukan pembayaran dengan

menggunakan kartu kredit. Peraturan tersebut berlaku bagi penerbit yang melakukan usaha

tersebut yaitu bank atau lembaga pembiayaan. Namun dalam praktiknya bank mempunyai

peraturan tersendiri dalam usaha penerbitan kartu kredit sehingga mereka tidak mengikuti

peraturan yang telah ditentukan. Peraturan ini juga belum menjelaskan bagaimanakah sanksi

yang tegas bagi pihak penerbit yang menggunakan jasa penagih hutang. Jadi pada dasarnya

Peraturan Bank Indonesia ini belum bisa memberikan perlindungan yang maksimal bagi

pemegang kartu kredit.

Berbagai peraturan yang mengatur mengenai kartu kredit di atas, tidak ada satu pun dari

peraturan tersebut yang mengatur secara khusus mengenai perlindungan hukum terhadap

pemegang kartu kredi

Page 30: RANGKUMAN PERBANKAN

KELOMPOK 4

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN WALI AMANAT

1. Menurut Pasal 1 angka 30 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

“ Wali Amanat merupakan pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang

bersifat utang baik di dalam maupun di luar pengadilan”.

Oleh karena bersifat utang merupakan surat pengakuan utang yang bersifat sepihak dari

pihak penerbit (emiten) dan para kreditur (investor) jumlahnya relatif banyak, sehingga dibentuk

suatu lembaga yang mewakili kepentingan seluruh kreditur, yakni Wali Amanat.

Akibat dari kedudukannya itu, dalam suatu penerbitan obligasi, para pemegang obligasi

berdasarkan hukum dianggap telah memberikan kuasa kepada Wali Amanat tersebut meskipun

penunjukan atas Wali Amanat ini sebenarnya dilakukan oleh penerbit obligasi (debitur) sendiri.

2. Menurut Pasal 1 angka 15 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan)

”Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum untuk

mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan perjanjian antara Bank Umum

dengan emiten surat berharga yang bersangkutan.”

3. Menurut Gunawan Widjaya dan Jono

“Wali Amanat adalah suatu lembaga atau pihak yang bertindak untuk mewakili

kepentingan pemegang efek yang bersifat utang (masyarakat pemodal) dengan membuat suatu

perjanjian dengan emiten, yang dibuat sebelum penerbitan obligasi (sebelum penawaran obligasi

dilakukan).

Page 31: RANGKUMAN PERBANKAN

B. PENGATURAN MENGENAI WALI AMANAT

Secara khusus tidak ada undang-undang yang mengatur mengenai Wali Amanat. Tetapi

dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, terdapat pasal-pasal yang berisi ketentuan

mengenai Wali Amanat yakni di Bab VI Lembaga Penunjang Pasar Modal Bagian Ketiga

tentang Wali Amanat dari Pasal 50 hingga Pasal 54.

Kemudian dalam PP No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang

Pasar Modal, pada Pasal 55 disebutkan:

“Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Wali Amanat

berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam”.

- Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-36/PM/1996 tentang

Pendaftaran Bank Umum sebagai Wali Amanat.

Dimana Keputusan ini menetapkan bahwa ketentuan mengenai Pendaftaran Bank Umum

sebagai Wali Amanat, mengikuti Peraturan Nomor VI.C.2.

- Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-78/PM/1996 tentang

Pemeliharaan Dokumen oleh Wali Amanat.

Dimana Keputusan ini menetapkan bahwa ketentuan mengenai Pemeliharaan Dokumen oleh

Wali Amanat, diatur dalam Peraturan Nomor X.I.2

- Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor

KEP-309/BL/2008 tentang Hubungan Kredit dan Penjamian Antara Wali Amanat dengan

Emiten.

Dimana Keputusan ini menetapkan bahwa ketentuan mengenai Hubungan Kredit dan

Penjamian Antara Wali Amanat dengan Emiten diatur dalam Peratran Nomor VI.C.3.

- Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor

KEP-412/BL/2010 tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat

Utang.

Page 32: RANGKUMAN PERBANKAN

Dimana Keputusan ini menetapkan bahwa Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan

Efek Bersifat Utang diatur dalam Peraturan Nomor VI.C.4.

C. PERSYARATAN MENJADI WALI AMANAT

1. Dilakukan oleh Bank Umum dan Pihak Lain sesuai Peraturan Pemerintah

Kegiatan Perwaliamanatan dilakukan oleh Bank Umum dan Pihak Lain yang

ditetapkan dengan peraturan pemerintah untuk dapat menyelenggarakan kegiatan usaha

sebagai Wali Amanat. Bank Umum atau Pihak Lain wajib terlebih dahulu terdaftar di

Otoritas Jasa Keuangan. Adapun persyaratan dan tata cara pendaftaran Wali Amanat

diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

2. Bertempat kedudukan di Indonesia.

Hal ini untuk memudahkan Wali Amanat dalam menjalankan tugasnya dan

memudahkan pihak yang mengangkat Wali Amanat untuk dapat bertemu atau

menghubungi Wali Amanat karena jika kedudukannya di luar negeri interaksi akan sulit

dan dapat terjadi miscommunication.

3. Dalam dua tahun terakhir secara berturut – turut memperoleh

laba/keuntungan.

Hal ini untuk membuktikan bahwa Wali Amanat mampu menjalankan tugasnya dan

tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan sebab jika tidak memperoleh keuntungan

maka akan menimbulkan resiko kerugian yang cukup besar.

4. Laporan keuangan telah diperiksa akuntan publik/akuntan negara untuk dua

tahun berturut – turut dengan pernyataan pendapat wajar tanpa syarat untuk

tahun terakhir.

Hal ini untuk membuktikan bahwa Wali Amanat benar-benar memperoleh

keuntungan selama dua tahun terakhir secara berturut-turut agar pihak yang mengangkat

Wali Amanat dapat percaya dan untuk membuktikan bahwa keuntungan yang diperoleh

bukan dari cara yang salah.

Page 33: RANGKUMAN PERBANKAN

D. MANFAAT WALI AMANAT

1. Memenuhi salah satu persyaratan atas penerbitan obligasi

Persyaratan obligasi sendiri adalah:

a. Mengajukan surat permohonan listing ke Bapepam;

b. Laporan keuangan harus memiliki pendapat wajar tanpa syarat dari akuntan pulik;

c. Nilai nominal obligasi minimal Rp 25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar

rupiah);

d. Jangka waktu jatuh tempo minimal 4 (empat) tahun;

e. Telah beroperasi selama 3 (tiga)tahun;

f. Telah menghasilkan laba selama 2 (dua) tahun terakhir;

g. Saldo laba yang ditahan minimal Rp 0,-

h. Komisaris dan direksi mempunyai reputasi yang baik.

Dari kedelapan syarat tersebut salah satunya dapat dipenuhi karena kegiatan dari

Wali Amanat.

2. Meningkatkan kepercayaan investor untuk membeli obligasi yang diterbitkan

Manfaat ini untuk Wali Amanat agar pihak yang memilih Wali Amanat tersebut

mempercayai bahwa Wali Amanat dapat mewakili kepentingan pemegang efek, sehingga

akan banyak pihak yang mempercayai Wali Amanat tersebut untuk melakukan kegiatan

yang dibutuhkan yang dapat dilakukan olehWali Amanat.

Page 34: RANGKUMAN PERBANKAN

Selain itu, manfaat ini juga memberikan keuntungan bagi pihak yang menggunakan

jasa Wali Amanat. Karena investor akan percaya juga kepada bank/ pihak yang

mengangkat Wali Amanat tersebut sebagai pihak yang dipercaya menjalankan tugas Wali

Amanat.

3. Menambah kepercayaan investor atas bonafiditas emiten

Investor akan mempercayai emiten karena telah menggunakan jasa Wali Amanat

sebagai pihak yang mewakili pemegang efek yang bersifat utang dengan baik dari segi

kejujuran maupun kemampuannya.

E. TUGAS WALI AMANAT

1. Menganalisi kemampuan dan kredibilitas emiten apakah secara operasional perusahaan

(emiten) mempunyai kesanggupan menghasilkan dan membayar obligasi beserta

bunganya;

2. Menilai kekayaan emiten yang akan dijadikan jaminan. Wali Amanat harus mengetahui

dengan pasti apakah nilai kekayaan emiten yang menjadi jaminan setara atau memadai

dibanding nilai obligasi yang diterbitkan;

3. Melakukan pengawasan terhadap kekayaan emiten. Apabila harta yang menjadi jaminan

tadi dialihkan pemanfaatan atau pemilikannya haruslah sepengetahuan Wali Amanat;

4. Mengikuti secara terus menerus perkembangan perusahaan emiten dan jika diperlukan

memberikan nasehat kepada emiten

5. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pembayaran bunga dan pinjaman

pokok obligasi; dan

6. Sebagai agen utama pembayaran.

F. KEWAJIBAN WALI AMANAT

Page 35: RANGKUMAN PERBANKAN

1. Wali Amanat wajib membuat kontrak perwaliamanatan dengan Emiten sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan oleh OJK;

2. Wali Amanat wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang Efek bersifat utang atau

sukuk atas kerugian karena kelalaiannya dalam pelaksanaan tugasnya, sebagaimana

diatur dalam UU dan aturan peraturan pelaksanaannya serta kontrak perwaliamanatan.

Dengan kata lain melalui kontrak perwaliamantan tersebut, walaupun Wali Amanat

bukanlah kreditur pemilik efek bersifat utang, tetapi lembaga tersebut merupakan satu-

satunya pihak yang berwenang untuk bertindak sehubungan dengan efek bersifat utang

tersebut. Sebaliknya ketika investor itu sendiri, ia tidak berhak untuk melakukannya; dan

3. Setelah terdaftar di OJK, Wali Amanat wajib memenuhi kewajiban-kewajiban

sebagaimana diatur dalam Peraturan Ketua OJK mengenai Laporan Wali Amanat dan

kewajiban dokumen oleh Wali Amanat.

G. LARANGAN WALI AMANAT

1. Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten kecuali hubungan

afiliasi tersebut terjadi karena kepemilikan atau penyertaan modal pemerintah. Hal ini

dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan antara Wali Amanat

selaku pemegang Efek bersifat utang atau sukuk dan kepentingan Emiten dimana Wali

Amanat mempunyai hubungna afiliasi;

2. Wali Amanat juga dilarang mempunyai hubungan kredit dengan Emiten kecuali dalam

jumlah sesuai dengan ketentuan OJK. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya

benturan kepentingan antara Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang

atau sukuk dan kepentingan Wali Amanat sebagai kreditur atau debitur dari Emiten.

Ketentuan ini bertujuan agar Wali Amanat dapat melaksanakan fungsinya secara

independen sehingga dapat melindungi kepentingan pemegang Efek berisfat utang atau

sukuk secara maksimal; dan

3. Wali Amanat dilarang merangkap sebagai penanggung dalam Emisi Efek bersifat utang

atau sukuk yang sama. Larangan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan

kepentingan Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang atau sukuk dengan

kepentingan Wali Amanat selaku penanggung yang justru wajib memenuhi kewajiabn

Page 36: RANGKUMAN PERBANKAN

Emiten terhadap pemegang Efek bersifat utang atau sukuk dalam hal terjadi wanprestasi

oleh Emiten.

H. DAFTAR WALI AMANAT DI INDONESIA

Berikut ini adalah daftar Wali Amanat yang terdaftar di OJK dengan status aktif.

I. HASIL WAWANCARA

Nama : Bp. Andi (PimpinanCabang Bank Danamon Setiabudi)

Saat kami melakukan beberapa wawancara dengan narasumber kami yang merupakan

bagian dari dunia perbankan, tidak ada yang mengetahui mengenai Wali Amanat. Setelah apa

yang kami utarakan mengenai refrensi yang kami dapatkan dari media elektronik serta buku,

narasumber masih belum dapat menjelaskan mengenai Wali Amanat. Setelah ditelusuri dalam

website Bank Danamon, dalam hal ini bicara spesifik mengenai bank Danamon yang merupakan

Page 37: RANGKUMAN PERBANKAN

pihak penerbit obligasi dan memiliki Wali Amanat yaitu bank Mandiri. Pihak yang mengetahui

lebih lanjut mengenai Wali Amanat adalah bagian treasury yang berada di kantor pusat.

Treasury menyatakan bahwa Wali Amanat merupakan pihak yang mewakili kepentingan

pemegang efek bersifat utang atau sukuk untuk melakukan penuntutan bank di dalam maupun di

luar pengadilan, yang berkaitan dengan kepentingan pemegang efek bersifat utang atau sukuk

tersebut tanpa surat kuasa.

Bank Danamon menerbitkan obligasi dan tidak hanya bank Mandiri sebagai Wali

Amanat, Bank Mega juga bertindak sebagai Wali Amanatdari bank danamon. Untuk ketentuan

obligasi yang bagaimana atau ketentuan pembagiannya, ada beberapa seri yang sebagian masuk

ke bank Mandiri dan sebagiannya lagi masuk ke bank Mega. Hal-hal yang berkaitan dengan How

and Why mengenai Wali Amanat sendiri tidak dapat di telusuri lebih lanjut oleh narasumber

karena ini merupakan kepentingan dari divisi treasury yang berada di kantor pusat dan tidak

dapat diutarakan ke publik.

Page 38: RANGKUMAN PERBANKAN

KELOMPOK 5

PEMBAHASAN

J. PENGERTIAN WALI AMANAT

4. Menurut Pasal 1 angka 30 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

“ Wali Amanat merupakan pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang

bersifat utang baik di dalam maupun di luar pengadilan”.

Oleh karena bersifat utang merupakan surat pengakuan utang yang bersifat sepihak dari

pihak penerbit (emiten) dan para kreditur (investor) jumlahnya relatif banyak, sehingga dibentuk

suatu lembaga yang mewakili kepentingan seluruh kreditur, yakni Wali Amanat.

Akibat dari kedudukannya itu, dalam suatu penerbitan obligasi, para pemegang obligasi

berdasarkan hukum dianggap telah memberikan kuasa kepada Wali Amanat tersebut meskipun

penunjukan atas Wali Amanat ini sebenarnya dilakukan oleh penerbit obligasi (debitur) sendiri.

5. Menurut Pasal 1 angka 15 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan)

”Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum untuk

mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan perjanjian antara Bank Umum

dengan emiten surat berharga yang bersangkutan.”

6. Menurut Gunawan Widjaya dan Jono

Page 39: RANGKUMAN PERBANKAN

“Wali Amanat adalah suatu lembaga atau pihak yang bertindak untuk mewakili

kepentingan pemegang efek yang bersifat utang (masyarakat pemodal) dengan membuat suatu

perjanjian dengan emiten, yang dibuat sebelum penerbitan obligasi (sebelum penawaran obligasi

dilakukan).

K. PENGATURAN MENGENAI WALI AMANAT

Secara khusus tidak ada undang-undang yang mengatur mengenai Wali Amanat. Tetapi

dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, terdapat pasal-pasal yang berisi ketentuan

mengenai Wali Amanat yakni di Bab VI Lembaga Penunjang Pasar Modal Bagian Ketiga

tentang Wali Amanat dari Pasal 50 hingga Pasal 54.

Kemudian dalam PP No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang

Pasar Modal, pada Pasal 55 disebutkan:

“Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Wali Amanat

berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam”.

- Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-36/PM/1996 tentang

Pendaftaran Bank Umum sebagai Wali Amanat.

Dimana Keputusan ini menetapkan bahwa ketentuan mengenai Pendaftaran Bank Umum

sebagai Wali Amanat, mengikuti Peraturan Nomor VI.C.2.

- Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-78/PM/1996 tentang

Pemeliharaan Dokumen oleh Wali Amanat.

Dimana Keputusan ini menetapkan bahwa ketentuan mengenai Pemeliharaan Dokumen oleh

Wali Amanat, diatur dalam Peraturan Nomor X.I.2

Page 40: RANGKUMAN PERBANKAN

- Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor

KEP-309/BL/2008 tentang Hubungan Kredit dan Penjamian Antara Wali Amanat dengan

Emiten.

Dimana Keputusan ini menetapkan bahwa ketentuan mengenai Hubungan Kredit dan

Penjamian Antara Wali Amanat dengan Emiten diatur dalam Peratran Nomor VI.C.3.

- Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor

KEP-412/BL/2010 tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat

Utang.

Dimana Keputusan ini menetapkan bahwa Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan

Efek Bersifat Utang diatur dalam Peraturan Nomor VI.C.4.

L. PERSYARATAN MENJADI WALI AMANAT

5. Dilakukan oleh Bank Umum dan Pihak Lain sesuai Peraturan Pemerintah

Kegiatan Perwaliamanatan dilakukan oleh Bank Umum dan Pihak Lain yang

ditetapkan dengan peraturan pemerintah untuk dapat menyelenggarakan kegiatan usaha

sebagai Wali Amanat. Bank Umum atau Pihak Lain wajib terlebih dahulu terdaftar di

Otoritas Jasa Keuangan. Adapun persyaratan dan tata cara pendaftaran Wali Amanat

diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

6. Bertempat kedudukan di Indonesia.

Hal ini untuk memudahkan Wali Amanat dalam menjalankan tugasnya dan

memudahkan pihak yang mengangkat Wali Amanat untuk dapat bertemu atau

menghubungi Wali Amanat karena jika kedudukannya di luar negeri interaksi akan sulit

dan dapat terjadi miscommunication.

7. Dalam dua tahun terakhir secara berturut – turut memperoleh

laba/keuntungan.

Page 41: RANGKUMAN PERBANKAN

Hal ini untuk membuktikan bahwa Wali Amanat mampu menjalankan tugasnya dan

tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan sebab jika tidak memperoleh keuntungan

maka akan menimbulkan resiko kerugian yang cukup besar.

8. Laporan keuangan telah diperiksa akuntan publik/akuntan negara untuk dua

tahun berturut – turut dengan pernyataan pendapat wajar tanpa syarat untuk

tahun terakhir.

Hal ini untuk membuktikan bahwa Wali Amanat benar-benar memperoleh

keuntungan selama dua tahun terakhir secara berturut-turut agar pihak yang mengangkat

Wali Amanat dapat percaya dan untuk membuktikan bahwa keuntungan yang diperoleh

bukan dari cara yang salah.

M. MANFAAT WALI AMANAT

4. Memenuhi salah satu persyaratan atas penerbitan obligasi

Persyaratan obligasi sendiri adalah:

i. Mengajukan surat permohonan listing ke Bapepam;

j. Laporan keuangan harus memiliki pendapat wajar tanpa syarat dari akuntan pulik;

k. Nilai nominal obligasi minimal Rp 25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar

rupiah);

l. Jangka waktu jatuh tempo minimal 4 (empat) tahun;

m. Telah beroperasi selama 3 (tiga)tahun;

n. Telah menghasilkan laba selama 2 (dua) tahun terakhir;

o. Saldo laba yang ditahan minimal Rp 0,-

Page 42: RANGKUMAN PERBANKAN

p. Komisaris dan direksi mempunyai reputasi yang baik.

Dari kedelapan syarat tersebut salah satunya dapat dipenuhi karena kegiatan dari

Wali Amanat.

5. Meningkatkan kepercayaan investor untuk membeli obligasi yang diterbitkan

Manfaat ini untuk Wali Amanat agar pihak yang memilih Wali Amanat tersebut

mempercayai bahwa Wali Amanat dapat mewakili kepentingan pemegang efek, sehingga

akan banyak pihak yang mempercayai Wali Amanat tersebut untuk melakukan kegiatan

yang dibutuhkan yang dapat dilakukan olehWali Amanat.

Selain itu, manfaat ini juga memberikan keuntungan bagi pihak yang menggunakan

jasa Wali Amanat. Karena investor akan percaya juga kepada bank/ pihak yang

mengangkat Wali Amanat tersebut sebagai pihak yang dipercaya menjalankan tugas Wali

Amanat.

6. Menambah kepercayaan investor atas bonafiditas emiten

Investor akan mempercayai emiten karena telah menggunakan jasa Wali Amanat

sebagai pihak yang mewakili pemegang efek yang bersifat utang dengan baik dari segi

kejujuran maupun kemampuannya.

N. TUGAS WALI AMANAT

7. Menganalisi kemampuan dan kredibilitas emiten apakah secara operasional perusahaan

(emiten) mempunyai kesanggupan menghasilkan dan membayar obligasi beserta

bunganya;

8. Menilai kekayaan emiten yang akan dijadikan jaminan. Wali Amanat harus mengetahui

dengan pasti apakah nilai kekayaan emiten yang menjadi jaminan setara atau memadai

dibanding nilai obligasi yang diterbitkan;

Page 43: RANGKUMAN PERBANKAN

9. Melakukan pengawasan terhadap kekayaan emiten. Apabila harta yang menjadi jaminan

tadi dialihkan pemanfaatan atau pemilikannya haruslah sepengetahuan Wali Amanat;

10. Mengikuti secara terus menerus perkembangan perusahaan emiten dan jika diperlukan

memberikan nasehat kepada emiten

11. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pembayaran bunga dan pinjaman

pokok obligasi; dan

12. Sebagai agen utama pembayaran.

O. KEWAJIBAN WALI AMANAT

4. Wali Amanat wajib membuat kontrak perwaliamanatan dengan Emiten sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan oleh OJK;

5. Wali Amanat wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang Efek bersifat utang atau

sukuk atas kerugian karena kelalaiannya dalam pelaksanaan tugasnya, sebagaimana

diatur dalam UU dan aturan peraturan pelaksanaannya serta kontrak perwaliamanatan.

Dengan kata lain melalui kontrak perwaliamantan tersebut, walaupun Wali Amanat

bukanlah kreditur pemilik efek bersifat utang, tetapi lembaga tersebut merupakan satu-

satunya pihak yang berwenang untuk bertindak sehubungan dengan efek bersifat utang

tersebut. Sebaliknya ketika investor itu sendiri, ia tidak berhak untuk melakukannya; dan

6. Setelah terdaftar di OJK, Wali Amanat wajib memenuhi kewajiban-kewajiban

sebagaimana diatur dalam Peraturan Ketua OJK mengenai Laporan Wali Amanat dan

kewajiban dokumen oleh Wali Amanat.

P. LARANGAN WALI AMANAT

4. Wali Amanat dilarang mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten kecuali hubungan

afiliasi tersebut terjadi karena kepemilikan atau penyertaan modal pemerintah. Hal ini

dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan antara Wali Amanat

selaku pemegang Efek bersifat utang atau sukuk dan kepentingan Emiten dimana Wali

Amanat mempunyai hubungna afiliasi;

Page 44: RANGKUMAN PERBANKAN

5. Wali Amanat juga dilarang mempunyai hubungan kredit dengan Emiten kecuali dalam

jumlah sesuai dengan ketentuan OJK. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya

benturan kepentingan antara Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang

atau sukuk dan kepentingan Wali Amanat sebagai kreditur atau debitur dari Emiten.

Ketentuan ini bertujuan agar Wali Amanat dapat melaksanakan fungsinya secara

independen sehingga dapat melindungi kepentingan pemegang Efek berisfat utang atau

sukuk secara maksimal; dan

6. Wali Amanat dilarang merangkap sebagai penanggung dalam Emisi Efek bersifat utang

atau sukuk yang sama. Larangan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan

kepentingan Wali Amanat selaku wakil pemegang Efek bersifat utang atau sukuk dengan

kepentingan Wali Amanat selaku penanggung yang justru wajib memenuhi kewajiabn

Emiten terhadap pemegang Efek bersifat utang atau sukuk dalam hal terjadi wanprestasi

oleh Emiten.

Q. DAFTAR WALI AMANAT DI INDONESIA

Berikut ini adalah daftar Wali Amanat yang terdaftar di OJK dengan status aktif.

Page 45: RANGKUMAN PERBANKAN

R. HASIL WAWANCARA

Nama : Bp. Andi (PimpinanCabang Bank Danamon Setiabudi)

Saat kami melakukan beberapa wawancara dengan narasumber kami yang merupakan

bagian dari dunia perbankan, tidak ada yang mengetahui mengenai Wali Amanat. Setelah apa

yang kami utarakan mengenai refrensi yang kami dapatkan dari media elektronik serta buku,

narasumber masih belum dapat menjelaskan mengenai Wali Amanat. Setelah ditelusuri dalam

website Bank Danamon, dalam hal ini bicara spesifik mengenai bank Danamon yang merupakan

pihak penerbit obligasi dan memiliki Wali Amanat yaitu bank Mandiri. Pihak yang mengetahui

lebih lanjut mengenai Wali Amanat adalah bagian treasury yang berada di kantor pusat.

Treasury menyatakan bahwa Wali Amanat merupakan pihak yang mewakili kepentingan

pemegang efek bersifat utang atau sukuk untuk melakukan penuntutan bank di dalam maupun di

luar pengadilan, yang berkaitan dengan kepentingan pemegang efek bersifat utang atau sukuk

tersebut tanpa surat kuasa.

Bank Danamon menerbitkan obligasi dan tidak hanya bank Mandiri sebagai Wali

Amanat, Bank Mega juga bertindak sebagai Wali Amanatdari bank danamon. Untuk ketentuan

obligasi yang bagaimana atau ketentuan pembagiannya, ada beberapa seri yang sebagian masuk

ke bank Mandiri dan sebagiannya lagi masuk ke bank Mega. Hal-hal yang berkaitan dengan How

and Why mengenai Wali Amanat sendiri tidak dapat di telusuri lebih lanjut oleh narasumber

karena ini merupakan kepentingan dari divisi treasury yang berada di kantor pusat dan tidak

dapat diutarakan ke publik.

Page 46: RANGKUMAN PERBANKAN

KELOMPOK 6

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Pelaksanaan Jasa Safe Deposit Box

Safe Deposit Box adalah tempat penyimpanan barang yang disewakan oleh Bank BCA

kepada nasabah dalam jangka waktu satu tahun dengan dikenakan biaya sewa yang

besarnya telah ditentukan oleh Bank BCA. Penyewaan Safe Deposit Box diperpanjang

apabila penyewa tidak melakukan penutupan fasilitas Safe Deposit Box-nya. Meskipun

Page 47: RANGKUMAN PERBANKAN

Safe Deposit Box adalah tempat yg disewa oleh nasabah untuk menyimpan barang

berharga miliknya, namun dalam penyimpanan di dalam Safe Deposit Box tidak

diperbolehkan untuk menyimpan barang-barang yang terlarang atau barang-barang yang

dapat merusak Safe Deposit Box itu sendiri. Misalnya seperti penyimpanan narkoba atau

penyimpanan senjata api atau bahan peledak. Namun dalam praktiknya walaupun hal ini

dilarang ada atau tidaknya barang-barang ini di dalam penyimpanan SDB, pihak bank

tidak bisa mengetahui dan mengawasi isi barang dari pemilik loker.

Penyimpanan barang maupun dokumen di dalam SDB memberikan keamanan dan

privacy yang tertutup dan terjaga dari pihak manapun. Bahkan pihak Bank pun tidak bisa

mengetahui, bahkan bertanya barang atau dokumen apa yang akan nasabah simpan di

dalam SDB. Tidak semua pihak bank mempunyai otoritas dalam menangani SDB dari

nasabah, double key hanya diserahkan pada pihak yang memiliki otoritas penuh dalam

penanganan SDB tersebut. Semua isi SDB menjadi tanggung jawab penuh

nasabah/pengguna. Bank hanya sebagai penyedia brankas SDB itu sendiri.

Setiap pembukaan loker SDB dicatat secara rinci oleh pihak bank. Rincian mengenai hari

dan waktu kapan SDB diakses oleh pemilik SDB tersebut menggunakan Kartu Kontrol

Safe Deposit Box:

Pihak bank mencatat segala kegiatan yang dilakukan nasabah jika ingin mengakses SDB

dalam Data Kunjungan sebagai data Bank. Data kunjungan ini diisi oleh Costumer

Service sebagai pihak yang memiliki otoritas dalam mengurus SDB. Lama kunjungan

nasabah penyewa SDB atau kuasanya juga dibatasi. Setiap sekali berkunjung ke

khazanah SDB (ruangan pribadi tempat loker SDB) batas waktu maksimumnya adalah 15

menit.

Jangka waktu untuk penyimpanan di dalam SDB tidak ditentukan, jadi selama nasabah

ingin menggunakan SDB dalam jangka waktu yang lama maka nasabah membayar

Page 48: RANGKUMAN PERBANKAN

iuran/fee setiap tahunnya. Pembiayaan sewa di debet otomatis dari rekening penyewa.

Apabila ada keterlambatan pembayaran uang sewa SDB, maka akan dikenakan denda

50% dari biaya sewa. Jadi penyimpanan di dalam SDB bisa dilakukan selama yang

nasabah mau.

Biaya sewa SDB di BCA KCU Pekalongan:

1. SDB Golongan A = Rp 650.000,-

2. SDB Golongan B = Rp 450.000,-

3. SDB Golongan C = Rp 300.000,-

4. SDB Golongan D = Tidak Tersedia.

(Penyediaan ukuran loker berkas dari setiap bank penyedia SDB berbeda beda).

Tidak ada kelemahan dalam penyimpanan di SDB. Keamanan benar benar dijaga dan

terjaga. Kotak SDB itu sendiri tahan dari berbagai hal, misalnya api atau air. Namun di

BCA sendiri, kelemahannya hanya apabila dalam 3 bulan setelah telat pembayaran sewa

maka pihak bank berhak melakukan pembongkaran terhadap brankas nasabah. Namun

pembongkaran SDB ini sebelumnya harus mendapat persetujuan dan disaksikan oleh

pejabat yang berwenang. Pembongkaran Safe Deposit Box yang dilakukan karena

nasabah penyewa tidak membayar biaya sewa lebih dari tiga bulan, dan masih ada

beberapa barang milik penyewa yang masih tersimpan di SDB, maka pihak BCA

bertanggung jawab untuk menyimpan barang-barang milik penyewa tersebut sampai

penyewa mengambilnya.

B. Pengaturan Perlindungan Nasabah Pengguna Jasa Safe Deposit Box

Safe Deposit Box, merupakan salah satu jasa pelayanan yang ditawarkan oleh bank umum,

berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun1992 tentang Perbankan. Salah satu usaha bank

umum menurut Pasal 6 (butir h) adalah menyediakan tempat untuk menyimpan barang atau

Page 49: RANGKUMAN PERBANKAN

surat berharga. Undang-undang Perbankan merupakan dasar hukum eksistensi dari safe

deposit box sebagai salah satu dari produk dan jasa perbankan.

Di BCA, jasa penyewaan SDB hanya diperuntukkan bagi nasabah BCA Prioritas atau

Solitaire yang sesuai dengan Surat Edaran Tahun 2010 tentang Produk Jasa Safe Deposit

Box. Nasabah reguler yg saat ini telah menyewa SDB tetap dapat menggunakan jasa ini

sampai nasabah yg bersangkutan melakukan penutupan SDB yang disewanya.

Bank bertanggung jawab penuh terhadap keamanan dan keutuhan isi SDB dari nasabah

sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP). Namun mengenai apa isi dari SDB itu

sendiri bank tidak ikut bertanggung jawab apabila terjadi hal-hal lainnya. Jadi, untuk

pengaturan perlindungan nasabah yang menggunakan jasa safe deposit box merupakan

kewenangan dari bank masing-masing.

Kemudian untuk pengaturan lebih lanjut mengenai perlindungan nasabah pengguna jasa safe

deposit box, bank dan nasabah membuat perjanjian sewa menyewa, maka dari itu mengikuti

ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ketika terdapat pembobolan kepada

brankas nasabah tanpa ijin maka pertanggungjawaban akan mengacu pada Pasal 1365

KUHPerdata. Pasal itu menentukan tiap perbuatan melawan hukum yang menyebabkan

kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian

itu untuk mengganti kerugian.

KELOMPOK 7

A. PENGERTIAN RAHASIA BANK

Pada dasarnya terdapat perbedaan dari pengertian rahasia bank dari peraturan-peraturan perundang-

undangan mulai dari Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 hingga Undang-undang yang masih berlaku

sekarang. Dibawah ini kutipan beberapa pengertian rahasia bank tersebut, yaitu :

Page 50: RANGKUMAN PERBANKAN

1. Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, sebagaimana

dalam Pasal 36 menyatakan bahwa :

“Yang dimaksudkan dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan

dan lain-lain dari nasabah menurut kelaziman dunia perbankan perlu dirahasiakan.”

2. Selanjutnya menurut Pasal 1 Angka 16 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

menyatakan bahwa :

“Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah

bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.”

3. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 1 Angka 28 menyatakan bahwa :

“Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya.”

4. Pasal 1 Angka 14 Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, menyatakan

bahwa :

“Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan investasinya.”

Yang dimaksud dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya meliputi segala keterangan tentang orang dan badan yang memperoleh

pemberian layanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri, meliputi :

1.Jumlah kredit;

2.Jumlah dan jenis rekening nasabah (Simpanan Giro, Deposito, Tabanas, Sertifikat, dan surat berharga

lainnya);

3.Pemindahan (transfer) uang;

4.Pemberian garansi bank;

Page 51: RANGKUMAN PERBANKAN

5.Pendiskontoan surat-surat berharga; dan

6.Pemberian kredit.

Rahasia bank diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Menurut ketentuan pasal

tersebut :

Ayat (1)

Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam

hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.

Ayat (2)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi.

Berdasarkan ketentuan diatas, jelas bahwa yang wajib dirahasiakan oleh pihak Bank/Pihak terafiliasi

hanya keterangan mengenai nasabah Penyimpan dan simpanannya. Apabila Nasabah Bank adalah

Nasabah Penyimpan yang sekaligus juga sebagai Nasabah debitur, bank tetap wajib merahasiakan

keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Artinya jika nasabah itu

hanya berkedudukan sebagai nasabah debitur maka keterangan tentang nasabah debitur dan hutangnya

tidak wajib dirahasiakan oleh bank/pihak terafiliasi. Dengan demikian, lingkup rahasia bank hanya

meliputi keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, keterangan selain itu bukan

rahasia bank.

Yang dimaksud Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank dalam bentuk

simpanan berdasarkan perjanjian Bank dengan nasabah yang bersangkutan (Pasal 1 angka (17) UU

No.10 Tahun 1998).

Sedangkan yang dimaksud dengan Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada

Bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito,

Page 52: RANGKUMAN PERBANKAN

Tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (Pasal 1 angka (5) UU No.10 Tahun

1998).

B.SIFAT RAHASIA BANK

Berbicara mengenai teori-teori rahasia bank, maka ada ketentuan mnegenai rahasia bank itu sehingga

kemudian menimbulkan kesan bagi masyarakat (nasabah) bahwa bisa juga bahwa bank sendiri sengaja

untuk menyembunyikan keadaan keunagan yang tidak sehat dari nasabah debitur, baik orang

perorangan, atau perusahaan yang sedang menjadi sorotan masyarakat.

Sehingga dengan demikian terkadang kepercayaan kepada bank sangat diragukan. Akan tetapi terdapat

juga ketentuan bahwa karena rahasia bank yang merupakan suatu hal yang sanngat penting bagi

nasabah penyimpan maupun dan simpanannya serta juga bagi kepentingan bank itu sendiri. Sehingga

dengan dsemikian maka rahasia bank juga diperlukan.

Teori-teori rahasia bank artinya bahwa suatu bank wajib merahasiakan berbagai informasi nasabahnya

itu dengan ketentuan yang bersifat mutlak. Selanjutnya dikemukakan beberapa dua teori tentang

rahasia bank, antara lain :

Mengenai sifat Rahasia Bank, ada dua teori yang dapat dikemukakan, yaitu:

1.Teori Mutlak (Absolute Theory)

Menurut teori ini, Rahasia Bank bersifat mutlak. Semua keterangan mengenai nasabah dan

keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan. Dengan

alasan apapun dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah dan keuangannya tidak boleh dibuka

(diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran terhadap kerahasiaan tersebut, Bank yang bersangkutan

harus bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkannya. Maksud dari teori ini bahwa bank

mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya

yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apapun juga, dalam keadaan biasa atau

Page 53: RANGKUMAN PERBANKAN

dalam keadaan luar biasa. Teori ini menonjolkan kepentingan individu dan masyarakat yang sering

terabaikan.

Keberatan terhadap teori mutlak ini adalah terlalu individualis, artinya hanya mementingkan hak

individu (perseorangan). Disamping itu, teori ini juga bertentangan dengan kepentingan umum, artinya

kepentingan Negara atau masyarakat banyak dikesampingkan oleh kepentingan individu yang

merugikan Negara atau masyarakat banyak. Dengan kata lain menurut teori ini,sifat mutlak rahasia bank

sangat sukar untuk ditterobos dengan alasan apapun dan oleh hukum dan undang-undang sekalipun.

Teori mutlak ini banyak dianut oleh bank-bank yang ada di Negara Swiss.

2.Teori Relatif (Relative Theory)

Menurut teori ini, Rahasia Bank bersifat relative (terbatas). Semua keterangan mengenai nasabah dan

keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan. Namun bila ada alasan yang dapat dibenarkan

oleh undang-undang, Rahasia Bank mengenai keuangan nasabah yang bersangkutan boleh dibuka

(diungkapkan) kepada pejabat yang berwenang.

Keberatan terhadap teori ini adalah rahasia bank masih dapat dijadikan perlindungan bagi pemilik dana

yang tidak halal, yang kebetulan tidak terjangkau oleh aparat penegak hukum karena tidak terkena

penyidikan. Dengan demikian dananya tetap aman.

Namun teori relative ini sesuai dengan rasa keadilan (sense of justice), artinya kepentingan Negara atau

kepentingan masyarakat banyak tidak dikesampingkan begitu saja. Apabila ada alasan yang sesuai

dengan prosedur hukum maka rahasia keuangan nasabah boleh dibuka (diungkapkan). Dengan demikian

teori relative ini melindungi kepentingan semua pihak, baik individu, masyarakat maupun Negara. Teori

ini di anut oleh bank-bank yang ada di Negara Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Singapura dan

Indonesia. Di Indonesia teori relative ini diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Page 54: RANGKUMAN PERBANKAN

C.PENGECUALIAN RAHASIA BANK

Dalam Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan bahwa :

“Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam

hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A”.

Kata “kecuali” diartikan sebagai pembatasan terhadap berlakunya Rahasia Bank. Mengenai keterangan

yang disebut dalam pasal-pasal tadi Bank tidak boleh merahasiakannya (boleh mengungkapkannya)

dalam hal sebagai berikut :

1.Untuk Kepentingan Perpajakan

Dalam Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan :

“Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan

berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan

memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan

tertentu kepada pejabat pajak”.

Untuk pembukaan (pengungkapan Rahasia Bank, Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi sebagai berikut :

a.Pembukaan Rahasia Bank itu untuk kepentingan perpajakan.

b.Pembukaan Rahasia Bank itu atas permintaan tertulis Menteri keuangan.

c.Pembukaan Rahasia Bank itu atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia.

Page 55: RANGKUMAN PERBANKAN

d.Pembukaan Rahasia Bank ittu dilakukan oleh Bank dengan memberikan keterangan dan

memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan

yang namanya disebutkan dalam permintaan Menteri Keuangan.

e.Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tersebut

diberikan kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis Pimpinaan Bank

Indonesia.

2.Untuk Kepentingan Penyelesaian Piutang Bank yang telah diserhakan kepada BUPLN/PUPN.

Penyelesaian piutang Bank diatur dalam Dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:

a. Untuk penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara dan

Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada

pejabat Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk

memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan Nasabah Debitur.

b. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari

Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara.

c. Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan Badan

Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang

bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.

3.Untuk kepentingan Peradilan dalam perkara Pidana

Kepentingan peradilan Dalam Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:

Page 56: RANGKUMAN PERBANKAN

a. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan bank Indonesia dapat memberikan izin

kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan tersangka

atau terdakwa pada Bank.

b. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari

Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah agung.

c. Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi,

jaksan atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan

perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.

4.Untuk kepentingan peradilan perkara Perdata antara bank dengan nasabah

Menurut ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 :

“Dalam perkara perdata antara Bank dengan nasabahnya, direksi Bank bersangkutan dapat

menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan

memberikan keterangan lainnya yang relevan dengan perkara tersebut”.

Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa informasi mengenai keadaan keuangan nasabah

yang bersangkutan dapat diberikan oleh Bank kepada pengadilan tanpa izin Menteri. Karena pasal ini

tidak diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, maka penjelasannya perlu disesuiakan, yang

memberi izin adalah Pimpinan Bank Indonesia.

5.Untuk keperluan Tukar-Menukar Informasi antar Bank

Tukar-menukar informasi antar Bank diatur Dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:

Ayat (1)

“Dalam rangka tukar-menukar informasi antar Bank, direksi Bank dapat memberitahkan keadaan

keuangan nasabahnya kepada Bank lain”.

Page 57: RANGKUMAN PERBANKAN

Dalam Penjelasannya dinyatakan :

“Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan

usaha Bank antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari bank

yang lain. Dengan demikian, Bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi sebelum melakukan suatu

transaksi dengan nasabah atau dengan Bank lain”. Ini dilakukan dengan mengantisipasi kerugian yang

dialami oleh bank lain dari kelakuan nasabah yang melakukan pinjaman nasabah yang beritikad buruk

terhadap bank.

Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi antarbank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur

lebih lanjut oleh Bank Indonesia ayat (2). Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa dalam ketentuan yang

akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyampaian dan

permintaan infprmasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti

indicator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan dan masuk tidaknya debitur yang

bersangkutan dalam daftar kredit macet.

6.Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah,

Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah penyimpan diatur dalam Pasal 44A Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:

Pasal 44 A ayat (1), yang menyebutkan bahwa :

“atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank

wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan

kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut.”

Sedangkan ayat (2), diatur bahwa :

Page 58: RANGKUMAN PERBANKAN

“dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari penyimpan yang

bersangkutan berhak memperoleh ketrangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 44A ayat (1), Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan

nasabah penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asal ada permintaan, atau persetujuan atau kuasa

tertulis dari nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasehat hukum yang

menangani perkara nasabah penyimpan. Sedangkan dalam ayat (2) ahli waris yang sah berhak

memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan bila nasabah penyimpan yang

bersangkutan telah meninggal dunia. Untuk memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan

sebagai ahli waris yang sah.

D.PELANGGARAN RAHASIA BANK

Pelanggaran Rahasia Bank adalah perbuatan memberikan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan

dan simpanannya, secara melawan hukum (bertentangan dengan Undang-Undang Perbankan) atau

tanpa persetujuan Nasabah Penyimpan yang bersangkutan. Pelanggaran Rahasia Bank dapat dilakukan

karena paksaan pihak ketiga atau karena kesengajaan anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank,

atau Pihak terafiliasi lainnya.

1.Paksaan Pihak Ketiga

Paksaan Pihak ketiga diatur dalam Pasal 44A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:

“Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa Bank atau Pihak Terafiliasi

untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara

sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta dendan sekurang-kurangnya

Page 59: RANGKUMAN PERBANKAN

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar

rupiah)’.

Ancaman hukuman tersebut mulai dari yang paling rendah sampai kepada yang paling tinggi. Dengan

demikian, apabila terbukti bahwa pihak ketiga itu secara melawan hukum telah melakukan pemaksaan

agar nasabah penyimpan dan simpanannya, dia tidak akan luput dari hukuman, setidak-tidaknya

hukuman pidana dan denda minimum, yang lama dan jumlahnya sudah ditetapkan oleh undang-undang.

2.Kesengajaan Pihak Bank atau Pihak Terafiliasi

Kesengajaan pihak Bank dilakukan oleh Anggota Dewan Komisaris, direksi, Pegawai Bank, atau Pihak

Terafiliasi diatur dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Dalam Pasal tersebut

ditentukan bahwa :

“Anggota Dewan Komisaris, direksi, Pegawai Bank, atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja

memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara

sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp

4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”.

Dalam penjelasan pasal diatas dinyatakan bahwa yangh dimkasud dengan Pegawai Bank adalah semua

pejabat dan karyawan Bank. Pihak Terafiliasi sebagaimana disebutkan dalam pasal diatas, diatas,

menurut Pasal 1 angka (22) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 adalah:

a.Anggota Dewan Komisaris, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank;

b.Anggota pengurus, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank. Khusus bagi Bank

berbentuk hukum Koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c.Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akunta public, penilai, konsultan hukum, dan

konsultan lainnya;

Page 60: RANGKUMAN PERBANKAN

d.Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan Bank, antara

lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, dan

keluarga pengurus.

E.KELEMAHAN RAHASIA BANK

Simpanan Nasabah Penyimpan adalah sumber dana bagi Bank. Oleh karena itu, wajar jika undang-

undang mengatur agar Bank melindungi nasabahnya, tetapi disis lain tentu ada juga Nasabah Penyimpan

yang berstatus debitur beritikad jahat (bad faith), dengan berlindung di balik Rahasia Bank melakukan

perbuatan tercela terhadap mitra bisnisnya, misalnya membayar dengan cek atau bilyet giro kosong.

Mitra bisnis yang menerima cek atau bilyet giro kosong tersebut sudah tentu tidak mungkin mengetahui

saldo simpanan Nasabah Penyimpan yang berstatus debitur itu karena dilindungi oleh Rahasia Bank. Hal

semacam ini tentu akan mempengaruhi citra kepercayaan masyarakat terhadap Bank. Oleh karena itu

menghadapi Nasabah Penyimpan yang beritikad jahad, Bank tidak perlu ragu melakukan tindakan black

list dan kepada Bank Indonesia selaku pengawas dan Pembina perbankan. Penegakan hukum yang tegas

justru meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Bank.

KELOMPOK 8

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KREDIT

2.1.1 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Page 61: RANGKUMAN PERBANKAN

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak

lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan pemberian bunga.

Dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Perkreditan, Drs. Thomas Suyatno,

mengemukakan bahwa unsur-unsur kredit terdiri atas:

1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang

diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar

diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan dating.

2. Tenggang waktu, suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan

kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan ddatang. Dalam unsur

waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang

lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan dating.

3. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya

jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi

yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tingggi

pula tingkat resikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos

masa depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang dapat

diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya

unsur resiko inilah, maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

4. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga

dapat berbentuk barang, atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern

sekang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang

menyangkut uanglah yang setiap kali kita jumpai da lam praktik perkreditan

2.1.2 Kredit bank adalah semua realisasi pemberian kredit dalam bentuk rupiah maupun

valuta asing kepada pihak ketiga bukan bank termasuk kepada pegawai bank sendiri

serta pembelian surat berharga yang disertai dengan note purchase agreement /

pengambilalihan tagihan dalam rangka anjak piutang dan cerukan

Page 62: RANGKUMAN PERBANKAN

2.2 JENIS-JENIS KREDIT PERBANKAN

2.2.1 Ditinjau dari jangka waktu, kredit bank dapat berbentuk :

1. jangka pendek

Apabila tenggang waktu yang diberikan bank kepada nasabah untuk melunasi

pinjaman tidak lebih dari 1 tahun

2. jangka menengah

Apabila kredit yang diberikan berjangka waktu lebih dari 1 tahun sampai dengan 3

tahun.

3. Jangka panjang

Waktu pengembalian pinjaman yang diberikan lebih dari 3 tahun

2.2.2 Ditinjau dari sifat penggunaannya

1. Pinjaman konsumtif

Apabila kredit yang diberikan oleh bank digunakan nasabah untuk membiayai

barang-barang konsumtif

2. Pinjaman komersial

Pinjaman yang digunakan oleh nasabah untuk membiayai kegiatan usaha. Sumber

pembayaran berasal dari usaha yang dibiayai.

2.2.3 Ditinjau berdasarkan keperluannya.

1. Kredit modal kerja

Kredit yang dipergunakan untuk menambah modal kerja suatu perusahaan, seperti

pembelian bahan baku, biaya produksi, pemasaran dan modal kerja untuk operasional

2. Kredit investasi

Page 63: RANGKUMAN PERBANKAN

Kredit jangka menengah atau panjang yang digunakan untuk membeli barang-barang

modal beserta jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi maupun ekspansi

proyek yang akan ada.

3. Kredit pembiayaan proyek

Kredit yang digunakan untuk pembiayaan investasi maupun modal kerja proyek baru.

2.2.4 Ditinjau dari sifat penarikannya

1. kredit langsung (cash loan)

Kredit yang langsung menggunakan dana bank dan secara efektif merupakan hutang

nasabah kepada bank (kredit investasi dan kredit modal kerja)

2. kredit tidak langsung (non cash loan)

Kredit yang tidak langsung menggunakan dana bank dan belum secara efektif

meupakan hutang nasabah ke bank

2.2.5 Ditinjau dari sifat pelunasannya

1. kredit dengan angsuran

Kredit yang pembayaran kembali pokok pinjamannya diatur secara bertahap menurut

jadwal yang telah ditetapkan di dalam perjanjian kredit.

2. kredit dibayarkan sekaligus pada saat jatuh tempo

Kredit yang pembayaran kembali pokok pinjamnya tidak diatur secara bertahap

melainkan harus dikembalikan secara sekaligus pada saat tanggal jatuh tempo yang

telah ditetapkan dalam perjanjian kredit

2.2.6 Ditinjau dari metode pembayaran

1. kredit bilateral

Kredit yang dibiayai oleh hanya satu bank

Page 64: RANGKUMAN PERBANKAN

2. kredit sindikasi

Kredit yang diberikan 2 atau lebih lembaga keuangan untuk membiayai suatu

proyek/usaha dengan syarat-syarat dan ketentuan yang sama, menggunakan dokumen

yang sama dan diadmininstrasikan oleh agen yang sama.

2.2.7 Dintinjau dari lokasi bank

1. kredit onshore

Kredit yang diberikan kepada nasabah di dalam negeri dalam bentuk valuta asing dan

dilaksanakan melalui cabang di dalam negeri

2. kredit offshore

Kredit yang diberikan kepada nasabah di dalam negeri dalam bentuk valuta asing dan

melalui cabang bank di luar negeri

2.2.8 Ditiinjau dari cara penarikan

1. Penarikan sekaligus

Penarikan kredit yang dilaksanakan satu kali sebesar limit kredit yang disetujui setelah

seluruh ketentuan dipenuhi, dengan cara tunai atau dipindah bukukan ke rekening

tabungan/giro milik debitur

2. penarikan bertahap sesuai jadwal

Penarikan dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan oleh bank baik berdasarkan

tingkat penyelesaian proyek maupun kebutuhan pembiayaan debitur.

3. Rekening koran (revolving)

Penarikan sesuai kebutuhan yaitu penarikan kredit yang dapat dilaksanakn lebih dari

satu kali sebesar kebutuhan debitur pada saat setelah seluruh ketentuan dipenuhi,

dengan cara tunai atau dipindahbukukan ke tabungan/giro debitur

Page 65: RANGKUMAN PERBANKAN

2.2.9 SYARAT PENGAJUAN KREDIT

1. Kredit Investasi dan Modal Kerja:

Kredit investasi dan Modal kerja diperuntukan untuk Perseorangan maupun Badan

Usaha yang memiliki usaha dimana fasilitas kredit diberikan untuk membantu

pengembangan usaha berupa pembiayaan barang modal (Investasi) maupun pembiayaan

kebutuhan Modal Kerja, untuk pemberian fasilitas ini calon debitur haru memenuhi

kriterian/persyaratkan sbb:

a. Calon debitur memiliki Usaha (perdagangan, manufaktur, pertambangan dll)

b. Usaha telah berjalan lebih dari 2 tahun.

c. Memiliki Legalitas Usaha dan Perusahaan

Legalitas Usaha` :

dilengkapi dengan ijin-ijin usaha sesuai usaha yang dijalankan seperti

- Identitas Diri

- SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) dikeluarkan Pemerintah Daerah

- SKDP (Surat keterangan Domisili Perusahaan/Usaha) dikeluarkan Pemerintah

Daerah

- TDP (Tanda daftar Perusahaan) dikeluarkan Pemerintah Daerah

- NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dikeluarkan Kantor Pajak

- HO (Hinder Ordonantie) Surat ijin Gangguan dikeluarkan instansi Terkait

Atas Ijin-Ijin tersebut saat ini dapat dikeluarkan oleh badan pelayanan perizinan

Terpadu dimasing masing Pemerintah Daerah.

Legalitas Perusahaan:

- Akta Pendirian Perusahaan

- Pengesahan MENKUMHAM atas Akta Pendirian.

- Apabila Badan Usaha berbentuk CV akta pendirian telah didaftarkan pada

pengadilan Negeri setempat.

- Akta-akta Perubahan (Jika ada).

- Lembar berita Acara Negara.

Page 66: RANGKUMAN PERBANKAN

d. Tidak tercatat sebagai debitur Macet atau masuk dalam daftar Hitam (informasi Bank

Indonesia)

e. Fixed Assets yang diagunkan harus memadai (mengcover fasilitas kredit) dan

marketable (mudah untuk di jual).

f. Hasil Trade Checking kepada pelanggan dan Suplyer maupun kepada pengusaha

sejenis dan rekanan kerja Tidak ada Informasi yang Negatif

g. Keuangan Calon debitur harus baik, bahwa keuangan hasil usaha (Cash Flow) dapat

menutupi biaya Operasional dan kewajiban Bank.

2. Kredit Konsumtif :

Kredit konsumtif hanya diperuntukan untuk Perseorangan yang memenuhi criteria

atau syarat sbb:

- Identitas Calon Debitur

- Memiliki pekerjaan atau usaha

- Legalitas Obyek yang akan dibiayai lengkap dan syah.

- Tidak tercatat sebagai debitur Macet atau masuk dalam daftar Hitam (informasi

Bank Indonesia)

- DSR (Deb Security Ratio) 40%

Penghasilan bersih setelah dikurangi kebutuhan hidup nilainya, hanya 40% yang

dapat dialokasikan untuk memenuhi kewajiban Bank (Pokok kredit dan Bunga

Bank)

2.3 PRINSIP-PRINSIP DALAM PEMBERIAN KREDIT

1. Prinsip kepercayaan

Yaitu suatu asas yang melandasi hubungan antara bank dan nasabah bank.

a. Nasabah percaya bahwa bank akan mengelola dananya dengan sebaik-baiknya.

b. Bank yakin terhadap kredit yang diberikan kepada debitur akan bermanfaat dan

digunakan sebaik-baiknya

c. Bank yakin terhadap semua data yang diberikan nasabah (know your costumer)

Page 67: RANGKUMAN PERBANKAN

Indikator nasabah dapat dipercaya dilihat dari transaksi nasabah tersebut apakah

transaksi yang dilakukan mencurigakan atau tidak. Transaksi dianggap tidak

mencurigakan apabila anatar uang yang diterima nasabah dalam rekening banknya

sesuai dengan profil nasabah tersebut. Sedangkan transaksi dianggap mencurigakan

dapat dilihat dari laporan hasil analisis yang dapat mengkategorikan transaksi tesebut

sebagai suatu tindak pidana.

2. Prinsip Kehati-hatian (prudent banking)

Suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik

dalam penghimpun dana dan penyaluran dana, terutama dalam penyaluran dana atau

pemberian kredit. Usaha pengawasan yang dilakukan bank dapat berupa :

a. Internal

Berupa SOP (Standard Operational Procedure)

b. Eksternal

Bank ketika melayani nasabah khususnya dibidang kredit harus melihat

ketentuan yang diatur Bank Indonesia

Bank ketika memberikan kredit kepada nasabah harus memperhatikan 5C’s of

Credit .

3. Prinsip 5C (5C’s of credit)

1. Character

Pemberian kredit pada dasarnya adalah kepercayaan sehingga penilaian Karakter

memiliki peringkat pertama dari yang lain, namun dalam menilai karakter ini

sangat sulit dilakukan dalam waktu singkat, kareana kita harus memahami benar

sifat-sifat dan kebiasaan, gaya hidup serta hubungan sosial nasabah kita dan

nasabah ini harus dapat dipercaya (Willingness to Pay).

Informasi mengenai karakter dapat diperoleh:

Meminta Informasi Bank Indonesia, dimana dalam informasi tersebut akan

teriformasi jumlah pinjaman berikut kualitas pinjaman (apakanh nasabah

dalam memenuhi kewajibanya selalu tepat waktu atau terlambat) , jangka

waktu kredit dan agunan.

Page 68: RANGKUMAN PERBANKAN

Melakukan trade Checking kepada sesama pengusaha atau pelangga serta

suplyer nasabah, dengan harapan memperoleh informasi mengenai pribadi

maupun perusahaan atau bisnis yang dimiliki .

2. Capacity

Capacity adalah menilai kapasitas atau kemampuan nasabah dalam mengelola

usahanya sehingga dapat memenuhi kewajiban atau mengembalikan pinjaman Bank

dari hasil usaha yang dijalankan. (abilty to Pay) Dalam hal ini dinilai seberapa besar

skala usaha yang dijalankan dan seberapa besar usaha tersebut dapat menghasilkan

laba serta kemampuan usaha untuk terus berjalan dalam kondisi ekomoni normal

atau kurang baik.

3. Capital

Melihat sebearapa besar modal atau kekayaan yang dimiliki nasabah untuk

menjalankan usaha, hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan berupa Neraca dan

laba Rugi perusahaan termasuk ratio keuangan.

4. Collateral

Menilai seberapa besar nilai jaminan atau agunan yang diserahkan ke Bank dan nilai

tersebut harus dapat mencover fasilitas Kredit yang diberikan oleh Bank, dalam hal

ini Bank juga harus menilai tingkat marketabilitas (mudah dijual) agunan dimaksud,

serta meneliti keabsahan atas legalitas bukti kepemilikan agunan, agunan yang dapat

diterima Bank dapat berupa Barang Bergerak maupun barang Tidak Bergerak yang

harus dilakukan pengikatan secara Yuridis Sempurna. Contoh :

Barang Tidak bergerak berupa Tanah dan bangunan harus dilakukan pengikatan

Hak Tanggungan.

Barang Bergerak berupa Mesin-mesin dan kendaraan termasuk Kapal dengan

bobot >30Ton diikat dengan Fiducia.

Page 69: RANGKUMAN PERBANKAN

5. Condition of economic

Condition of economic dalam pengertian Pemberian fasilitas kredit juga harus

mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan usaha yang dijalakan

nasabah termasuk regulasi atau perturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah

terhadap usaha yang dijalankan nasbah.

Page 70: RANGKUMAN PERBANKAN

2.4 TAHAPAN-TAHAPAN DALAM PENGAJUAN KREDIT

1. Permohonan kredit dapat diperoleh dari calon debitur yang dating ke Bank maupun

Bank yang mencari calon debitur dari beberpa sumber, antara lain dari daftar

Nasabah Tabungan dan Giro dengan Nominal besar dan volume transaksi yang cukup

tinggi.

2. Pengumpulan data atas permohona kredit (Collecting Data) berupa legalitas

usaha dan perusahaan, data keuangan dan data agunan serta melakukan verifikasi

keabsahan terhadap data-data tersebut, termasuk meminta informasi Bank Indonesia

dan melakukan penilaian agunan melalui Jasa Penilai Agunan (KJPP kantor Jasa

penilai publik)

a. Calon debitur dipastikan memiliki usaha yang menurut bank tidak bertentangan

dengan Undang-Undang dan norma sosial. Bank menilai usaha debitur sebagai

usaha yang :

Visible

Usaha dapat menghasilkan laba yang besar tetapi bertentangan dengan

Undang-Undang dan norma sosial

Bankable

Usaha yang memiliki legalitas/ijin-ijin yang dapat dibiyai oleh bank sesuai

ketentuan.

Usaha yang bankable belum tentu visible , usaha tersebut bisa saja sesuai dengan

ketentuan yang berlaku tetapi tidak menghasilkan untung yang besar.

b. Usaha harus sudah berjalan minimal 2 tahun

2 tahun untuk menilai usaha tersebut diyakini dapat terus berjalan dan sudah

teruji bahwa usaha debitur tersebut mempunyai kinerja yang baik.

c. Debitur menyertakan data-data legalitas usaha

Seperti SIUP,TDP, Surat Keterangan Domisili Perusahaan, Surat Ijin

Tempat Usaha (SITU), NPWP atas nama perusahaan dan identitas diri.

Page 71: RANGKUMAN PERBANKAN

Perusahaan berbadan hukum melampirkan akta pendirian dan akta

perubahan anggaran dasar yang telah mendapat pengesahan Menkumham

dan lembar berita acara negara.

Perusahaan non badan hukum (perorangan) melampirkan KTP, Kartu

Keluarga dan akte nikah.

d. Melampirkan laporan keuangan/ hasil usaha selama 2 tahun

Lampiran laporan keuangan dapat berupa :

Neraca

Untuk melihat seberapa besar aset dan modal yang diimiliki perusahaan

(termasuk hutang piutang perusahaan)

Laba /rugi

Untuk melihat seberapa besar keuntungan yang diperoleh perusahaan

Misalnya pada tahun 2013 perusahaan A dapat menjual 1000 meja kantor

dengan biaya produksi Rp 2.000.000,00 , mendapatkan laba Rp

2.500.000.000,00

e. Melengkapi/mengisi form aplikasi kredit dari pihak bank

3. Proses Analisa kredit, berdasarkan data-data perijinan dan laporan keuangan

dilakukan analisa kredit dengan memperhatikan aspek-aspek legalitas, keuangan

dan kondisi usaha serta ketentuan atau regulasi pemerintah terkait usaha yang

dijalankan oleh debitur, termasuk pengaruh kondisi ekonomi saat itu terhadap

kondisi usaha calon debitur.

a. Bank menilai dengan standard yang ada di bank dengan data-data dan

informasi yang diberikan debitur.

b. Penilaian tersebut dilakukan oleh Komite Kredit yang terdiri dari bagian

marketing dan bagian risk management (manajemen risiko).

c. Komite kredit melakukan perundingan dengan melihat serta mengantisipasi

risiko (memitigasi), kredit yang diajukan calon debitur dapat disetujui atau

ditolak

4. Proses persetujuan kredit dilakukan melalui mekanisme Four Eyes atau RKK

(Rapat Komite Kredit) yang beranggotakan Business Unit dan Risk Management,

Page 72: RANGKUMAN PERBANKAN

bersama-sama meberikan keputusan kredit ditolak atau disetujui, dengan

mempertimbangkan tingkat resiko.

Business Unit adalah bagian yang mencari (marketing) dan mengusulkan

permohonan kredit serta melakukan analisa kredit untuk diajukan dalam Rapat

Komite Kredit.

Risk Management adalah salah satu bidang yang menilai dan memitigasi Resiko

atas calon debitur dan usaha yang dijalankan (menilai kemungkinan resiko yang

timbul dari usaha yang dijalankan calon debitur dan memitigasi resiko) .

5. Persetujuan Kredit yang dikeluarkan oleh komite kredit di tindak lanjuti ke

bagian Legal untuk dipersiapkan Perjanjian kredit termasuk pemenuhan syarat-

syarat kredit serta berkoordinasi dengan pihak eksternal antara lain Notaris untuk

melakukan pengikatan agunan dan Asuransi untuk melindungi barang agunan.

a. Jika kredit disetujui maka akan dibuatkan Surat Persetujuan Kredit, yang

berisi syarat dan ketentuan kredit yang berisi biaya provisi, asuransi, limit kredit,

jangka waktu kredit, bunga serta sifat kredit yang bersifat angsuran atau

rekening koran

b. Apabila debitur menyetujui syarat dan ketentuan yang diajukan oleh pihak bank

maka akan dibuat perjanjian kredit yang akan ditanda tangani oleh debitur dan

bank sebagai kreditur.

c. Perjanjian ini bersifat konsensuil obligatoir, maksudnya dengan adanya kata

sepakat baru akan menimbulkan hak dan kewajiban yang tunduk pada Undang-

Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, artinya perjanjian kredit ini

terjadi pada saat ditandatanganinya perjanjian oleh kedua belah pihak antara

kreditur dan yang telah ditentukan yang artinya didalam perjanjian kredit harus

memuat klausul yang telah disepakati antara pihak bank sebagai kreditur dengan

debitur atau pihak lain yang mewajibkan pihak perjanjian untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

6. Setelah seluruh Perjanjian kredit di tandatangani dan seluruh syart-syarat kredt

terpenuhi, proses selanjutnya adalah proses realisasi kredit (pencairan kredit).

Page 73: RANGKUMAN PERBANKAN

7. Supervisi dan monitoring pasca pencairan kredit harus terus dilakukan untuk tetap

menjaga kualitas kredit tersebut tetap baik.

CONTOH FORMULIR PERMOHONAN KREDIT BANK MANDIRI

Page 74: RANGKUMAN PERBANKAN
Page 75: RANGKUMAN PERBANKAN
Page 76: RANGKUMAN PERBANKAN

2.5 KOMITE KREDIT

Komite Kredit bertanggung jawab dalam memberikan persetujuan pengajuan kredit dan

kualitas standar penjaminan dalam bisnis perbankan. Anggota Komite memiliki

wewenang dalam batasan tertentu, berdasarkan kemampuan dan pengalamannya. Komite

Kredit bertanggung jawab memberikan persetujuan atas proposal kredit serta kualitas

penjaminan

Anggota Komite kredit terdiri dari :

1. Business Unit adalah bagian yang mencari (marketing) dan mengusulkan

permohonan kredit serta melakukan analisa kredit untuk diajukan dalam Rapat

Komite Kredit.

2. Risk Management adalah salah satu bidang yang menilai dan memitigasi Resiko

atas calon debitur dan usaha yang dijalankan (menilai kemungkinan resiko yang

timbul dari usaha yang dijalankan calon debitur dan memitigasi resiko)

Tugas dan fungsi komite kredit:

1. Menilai kelayakan usaha calon debitur

2. Menilai kesesuaian legalitas usaha (ijin-ijin usaha) dan perusahaan (akta pendirian),

contoh : dalam akta pendirian kegiatan usaha dalam bidang perdagangan ban

sedangkan realita nya menjlankan kegiatan usaha perdagangan obat. Melihat

pembuktian akta pendirian pada saat OTS (on the spot) kunjungan nasabah yang salah

satu tujuan nya untuk melihat jenis usaha debitur.

3. Memitigai risiko/melihat risiko-risiko yang mungkin timbul pada debitur maupun

perusahaan.

Risiko debitur dapat berupa gaya hidup yang konsumtif sehingga dikhawatirkan

kredit yang diberikan oleh bank akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup

debitur yang konsumtif tersebut.

Risiko usaha dengan melihat perkambangan usaha debitur, memitigasi risiko usaha

apabila pemerintah mengeluarkan ketentuan (UU) baru terkait bidang usaha debitur.

Misalnya usaha pertambangan seiring dengan berjalannya usaha pemerintah

Page 77: RANGKUMAN PERBANKAN

mengeluarkan UU baru yang berisi larang untuk melakukan ekspor bahan tambang.

UU yang baru dikeluarkan pemerintah tersebut dapat menghentikan

menghentikan usaha debitur sehingga komite kredit harus mampu untuk melihat

risiko yang akan timbul tersebut dan mengantisipasi risiko tersebut.

4. Komite kredit harus mampu meminimalisasi risiko yang akan timbul

Contoh : komite kredit menilai PT A yang bergerak dibidang usaha peternakan

ayam harus dilengkapi izin keributan (HO) supaya tidak didemo masyarkat sekitar.

5. Menetapkan syarat dan ketentuan kredit debitur sesuai dengan tingkat risiko usaha

debitur, karena tiap debitur berbeda-beda tingkat risikonya

6. Menyetujui / menolak usulan permohonan kredit.

2.6 KREDIT BERMASALAH

2.6.1 Kualitas Kredit :

Supervisi dan Monitoring pasca pemberian kredit sangat penting untuk tetap menjaga

kualitas kredit, penetapan kualitas kredit atas dasar PBI (Peraturan Bank Indonesia). No.

14/15/PBI/2012 dan SE BI No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005

Penetapan Kualitas kredit ini ditetapkan berdasarkan 3 factor penilaian :

1. Prospek Usaha.

2. Kinerja Debitur (performace).

3. Kemampuan membayar.

Penilaian terhadap prospek usaha, kinerja debitur dan kemampuan membayar antara lain

dengan melihat potensi pertumbuhan usaha, Kondisi pasar dan posisi debitur dalam

persaingan, termasuk sensitivitas terhadap resiko pasar, kualitas manajemen dan

permasalahn tenaga Kerja, perolehan laba, struktur modal , ketepatan membayar

kewajiban Bank.

Atas hal-hal tersebut kualitas kredit dibagi dalam 5 katagori

1. Kolektibilitas Lancar (L)

2. Kolektibilitas Dalam Perhatian Khusus (DPK)

3. Kolektibilitas Kurang Lancar (KL)

4. Kolektibilitas Diragukan (D)

Page 78: RANGKUMAN PERBANKAN

5. Kolektibilitas Macet (M)

Kolektibilitas kredit berdasarkan ketepatan pembayaran :

1. Kolektibilitas Lancar (Kol-1) yaitu apabila tidak terdapat tunggakan pembayaran

pinjaman baik Pokok maupun Bunga

2. Kolektibilitas Dalam Perhatian Khusus (Kol-2) yaitu apabila terdapat tunggakan

pinjaman pembayaran pokok dan atau bunga dengan umur tunggakan sampai dengan 90

hari.

3. Kolektibilitas Kurang Lancar (Kol-3) yaitu apabila terdapat tunggakan pinjaman

pembayaran pokok dan atau bunga dengan umur tunggakan sampai dengan 120 hari.

4. Kolektibilitas Diragukan (Kol-4) yaitu apabila terdapat tunggakan pinjaman pembayaran

pokok dan atau bunga dengan umur tunggakan sampai dengan180 hari.

5. Kolektibilitas Macet (Kol-5) yaitu apabila terdapat tunggakan pinjaman pembayaran

pokok dan atau bunga dengan umur tunggakan lebihdari 180 hari.

Kredit dapat digolongkan bermasalah Non Performing Loan (NPL) apabila telah masuk

dalam kualitas/Kolektibilitas Kurang Lancar (Kol3), Kolektibilitas Diragukan (Kol-4) dan

Kolektibilitas Macet (Kol-5)

Tujuan dilakukan klasifikasi kualitas kredit tersebut antara lain untuk menetapkan tingkat

cadangan potensi kerugian Bank akibat kredit bermasalah. Atau dengan kata lain Bank harus

mencadangkan atau menyisihkan dari laba usahanya untuk menutup kerugian akibat kredit

bermasalah yang tidak dapat dikembalikan oleh peminjam.

Langkah-langkah Perbankan untuk menjaga kualitas kredit antara lain dengan menetapkan

Kebijakan Perkreditan antara lain dengan selalu mengupdate Portofolio Guidelines atau

menetapkan sector-sektor mana saja yang tidak dapat dibiayai antara lain:

- Usaha bertentangan dengan norma-norma social, seperti usaha Judi, Narkoba Pornografi

dll.

- Tanpa Informasi Keuangan yang cukup

- Keahlian Khusus yang tidak dimiliki Bank.

- Tercatat sebagai debitur Macet di Bank Lain.

- Debitur tercatat atau masuk dalam daftar Hitam

- Fasilitas Kredit dipergunakan untuk kepetingan Politik.

Page 79: RANGKUMAN PERBANKAN

- Personal dengan kekebalan Diplomatik.

- Melakukan Kegiatan Ekspor Impor diluar ijin Resmi

- Menjalankan usaha yang merusak Lingkungan.

- Usaha tidak sesuai ketentuan Perbankan.

2.6.2 Langkah-langkah Penyelamatan & Penyelesaian Kredit Bermasalah

1. Langkah-langkah penanganan terhadap debitur KoLektibiltas Lancar (Kol-1)

maupun Dalam Perhatian Khusus (DPK/Kol-2)

Tindakan pemantauan secara dini terhadap kredit dengan kolektibilitas 1 maupun

2, dengan tujuan untuk memberikan early warning signal atas gejala -gejala yang

dapat mempengaruhi tingkat kolektibilitas debitur sehingga dapat segera dilakukan

tindakan preventif untuk mencegah terjadinya down grade kolektibilitas

Penagihan melalui telepon dibantu oleh petugas Desk Collector

Penagihan melalui kunjungan, pemanggilan debitur serta pengiriman surat reminder

pemberitahuan kewajiban kepada debitur samapi diterbitkan surat peringatan apabila

umur tunggakan telah melampaui 90 hari.

2. Langkah-langkah penanganan terhadap debitur Non PerForming Loan (NPL)

a. Landasan Hukum

- Pasal 6 jo Pasal 20 Undang-undang No.4 Tahun 1996 Tetang Hak Tanggungan

atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang memberikan

Hak kepada kreditur untuk mengeksekusi benda jaminan jika debitur cidera janji

(wanprestasi)

- Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29 Undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang jaminan

Fidusia (UU Fidusia) yang memberikan Hak kepada Kreditur untuk mengeksekusi

benda jaminan fidusia jika debitur cidera janji (WanPrestasi)

- Pasal 1155 KHUP Perdata : kreditur sebagai penerima benda gadai berhak untuk

menjual Barang gadai setelah lewat jangka waktu yang ditentukan atau setelah

dilakukan peringatan untuk memenuhi perjanjian

b. Tindakan penyelamatan Debitur NPL

Syarat Penyelamatan Kredit Bermasalah

Page 80: RANGKUMAN PERBANKAN

Bank / Lembaga Keuangan melakukan upaya penyelamatan kredit bermasalah

dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Dengan penyelamatan kredit, kondisi Bank / Lembaga Keuangan menjadi

lebih baik.

2. Adanya itikad baik dari debitur yang kooperatif.

3. Penilaian usaha debitur yang menunjukkan prospek usaha yang baik.

upaya-upaya penyelamatan kredit, melalui

Penjadwalan kembali hutangnya (Reschedulling) yaitu perubahan syarat

kredit yang menyangkut jadwal pembayaran termasuk menetukan kembali

besarnya angsuran dan atau perpanjangan jangka waktu kredit

Persyaratan kembali (Reconditioning) yaitu perubahan sebagian atau

seluruh syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran,

jangka waktu namum tidak menambah saldo Pinjaman

Penataan kembali (Restructurisasi) yaitu perubahan syarat-syarat kredit

dapat berupa penambahan dana Bank dan atau konversi seluruh tunggakan

pokok dan bunga menjadi kredit baru.

2.6.3 Penyelesaian kredit bermasalah

Adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum. Yang

dimaksud dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang Negara

(PUPN) dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui Badan

Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian sengketa.

Apabila penyelesaian sebagaimana tersebut diatas tidak berhasil dilaksanakan, pada

umumnya upaya yang dilakukan bank dilakukan melalui prosedur hukum. Sehubungan

dengan hal tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdapat

beberapa lembaga dan berbagai sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk

mempercepat penyelesaian masalah kredit macet perbankan.

Penyelesaian Kredit Bermasalah dilakukan melalui2 (dua) cara, yaitu sebagai berikut:

1.    Penyelesaian Kredit Bermasalah Secara Damai.

Penyelesaian kredit bermasalah secara damai dapat dilakukan terhadap debitur yang

beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya dan cara yang ditempuh dalam

Page 81: RANGKUMAN PERBANKAN

penyelesaian ini dianggap lebih baik dibandingkan alternatif penyelesaian melalui saluran

hukum.

Jenis-Jenis dan Ketentuan Penyelesaian Kredit Secara Damai, meliputi: 

Pemberian fasilitas keringanan bunga, Pemberian fasilitas keringanan bunga

hanya diberikan kepada penunggak dengan kolektibilitas Diragukan, Macet dan Kredit

yang telah dihapus bukukan. 

Penjualan agunan di bawah tangan, Penjualan agunan di bawah tangan dilakukan

agar debitur masih diberikan kesempatan untuk menawarkan/menjual sendiri

agunannya.

2.   Penyelesaian Kredit Bermasalah  Melalui Saluran Hukum

Penyelesaian kredit bermasalah melalui saluran hukum ini apabila upaya

restrukturisasi/ penyelesaian secara  damai sudah diupayakan secara maksimal dan

belum memberikan hasil atau debitur tidak menunjukkan itikad baik (onwill) dalam

menyelesaikan kewajibannya, maka penyelesaian dapat ditempuh melalui saluran

hukum yakni Badan Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN) atau Panitia Urusan

Piutang Negara (PUPN) atau Pengadilan Negeri.

2.6.4 Pendekatan Kredit Bermasalah

Pendekatan dan penetapan strategi dalam penanganan kredit bermasalah yaitu sebagai

berikut:

1.    Pendekatan Secara Tertulis, dengan cara yaitu:

Pemberian Surat Tagihan

Pemberian Surat Peringatan

Pemberian Surat Tagihan I, II, dan III 

2.    Pendekatan Secara Lisan.

Pihak Bank / Lembaga Keuangan  dalam melaksanakan pendekatan ini dengan

cara berkunjung ke tempat usaha debitur untuk segera melunasi kewajibannya

sebelum diberikan surat tagihan.

Page 82: RANGKUMAN PERBANKAN

Apabila setelah diberi Surat Peringatan III,tetapi debitur belum melunasi

kewajibannya maka pihak Bank / Lembaga Keuangan  melakukan kunjungan

untuk menilai usaha debitur.

Pihak Bank / Lembaga Keuangan  melakukan pembinaan kepada debitur yang

mempunyai kategori prospek baik dan itikad baik, prospek tidak baik dan itikad

baik, dan prospek tidak baik dan itikad tidak baik supaya menjadi kooperatif dan

mau segera melunasi kewajibannya

.

2.6.4 Proses eksekusi agunan kredit melalui proses lelang

Proses eksekusi agunan melalui proses lelang merupakn alternative terakhir dalam

penyelsaian kredit bermasalah, dan diharapkan dari hasil penjualan agunan melalui lelang

tersebut dapat menutupi hutang debitur, adapun prose lelang yang selama ini berjalan

sbb:

1. Kriteria debitur yang dapat dilelang

Page 83: RANGKUMAN PERBANKAN

a. Debitur dengan kolektibilitas Macet (Kol-5)

b. Sudah tidak memiliki prospek usaha maupun upaya penyeleamatan.

c. Telah mendapat surat peringatan

2. Proses lelang :

a. Debitur Macet usulan dari Bag.Collection yang menyatak debitur sudah tidak

dapat lagi menyelesaiakan kreditnya dan tidak dapat dilakukan upaya

penyelamatan

b. Pengumpulan Dokumen berkoordinasi dengan Business Unit terkait dokumen

perkreditan.

c. Mengeluarkan Surat Peritah Kerja (SPK) kepad Balai Lelang Swasta) untuk

melakukan kegiatan pra lelang berupa Collction dan pengumuman lelang.

d. Melakukan penilaian agunan melalui KJPP )kantor Penilai Publik) untuk

mendapatkan nilai agunan terkini dan hasil penilaian harus di review olwh pihak

Bank (Bag.legal)

e. Penentuan harga lelang atas dasar Nilai pengikatan dan hasil penilaian terakhir

KJPP.

f. Bank Mengajukan dan mendaftarkan Lelang ke Kantor pelayanan Kekayaan dan

Lelang Negara untuk mendapatkan tanggal Lelang.

g. Dilakukan pengumum di harian nasional atas rencana pelaksanaan Lelang

minimal 2x.

h. Pelaksanaan Lelang.

Hasil Lelang agunan akan dipergunakan sepenuhnya untuk pelunasan kredit, apabila

terdapat kelebihan maka terhadap kelebihan tersebut akan dikembalikan kepada

debitur, namun apabila hasil lelang tidak menutupi hutang debitur maka kepad debitur

akan dibuatkan surat Hutang tanpa agunan yang tetap harus dilunasi oleh debitur.

Page 84: RANGKUMAN PERBANKAN

KELOMPOK 10

PEMBAHASAN

1. Uraian Kliring

a. Dasar Hukum Kliring

UU no 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU

no 10 tahun 1998 ( penjelasan pasal 6 huruf g )

UU no 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

PBI no 12/5/PBI/2010 tentang Perubahan PBI no 7/18/PBI/2005 tentang

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

b. Definisi Kliring

Kliring adalah pertukaran data keuanggan elektronik dan/warkat antar peserta

kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah yang perhitungannya

diselesaikan pada waktu tertentu (PBI no 12/5/PBI/2010 tentang Perubahan PBI no

7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia).

Sebagai contoh misalnya terjadi suatu transaksi bisnis antara A dan B yang

melibatkan jumlah uang yang cukup besar dan keduanya adalah nasabah bank yang

berbeda. Dapat dipastikan bahwa keduanya pasti merasa ragu-ragu untuk bertransaksi

dengan menggunakan uang tunai, dengan alasan keamanan. Cara yang mudah untuk

melakukan oleh keduanya adalah melakukan pembayaran dengan cek/bilyet giro

dengan mekanisme kliring sebagai berikut:1

A memberikan cek/bilyet giro bank BA ke B;

B menagih lewat bank BB di mana B sebagai nasabah.

Proses yang terjadi di Bank BA dan BB akan berlangsung sebagai berikut:2

Setelah bank BB menerima warkat cek/bilyet giro, maka warkat tersebut akan

dibawa dalam pertemuan antar bank di suatu tempat yang ditunjuk oleh Bank

Sentral dan penyerahannya kepada bank BA;

Setelah menerima cek/bilyet giro dari bank BB, maka bank BA akan memeriksa

kebenaran warkat serta saldo nasabahnya. Bila tidak ada masalah, maka bank BA

1 https://blogaanwati.wordpress.com/2014/07/09/contoh-transaksi-kliring/2 Ibid

Page 85: RANGKUMAN PERBANKAN

akan memotong rekening A sebesar nilai cek/bilyet giro dan mengirimkannya ke

bank BB;

Setelah mendapatkan kiriman dari bank BA, maka bank BB akan mengkreditkan

rekening B sebesar nilai yang berhak diterimanya. Dengan cara di atas, maka B

akan menerima uang pembayaran dengan mudah dan aman.

Cara lain yang dapat ditempuh oleh B setelah menerima cek dari A adalah dengan

cara mendatangi bank BA untuk mencairkan cek tersebut, namun cara ini memiliki risiko

bagi B karena dia akan menerima dan membawa pulang uang tunai, atau dia akan kena

biaya transfer bila B akan memasukkannya ke rekeningnya di bank BB. Sedangkan jika

dilakukan dengan bilyet giro, maka B tidak bisa menerima uang tunai melainkan harus

memindah bukukan pada saat jatuh tempo sesuai dengan instruksi dalam bilyet giro yang

dikeluarkan oleh A

c. Para Pihak dalam Kliring

1. Penyelenggara

Sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 2 PBI no 12/5/PBI/2010 tentang

Perubahan PBI no 7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia,

SKNBI diselenggarakan oleh :

1. Penyelenggara Kliring Nasional yang selanjutnya disebut PKN yaitu Unit

kerja di kantor pusat Bank Inonesia yang bertugas mengelola dan

menyelenggarakan SKNBI secara Nasional. Dalam penyelenggaraan SKNBI,

PKN melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Menyediakan SSK Utama dan SSK Back-up

b. Menjamin SSK Utama dan SSK Back-up berfungsi dengan baik

c. Menyediakan JKD dari KPK ke SSK

d. Menyediakan aplikasi SSK, KPK, dan TPK serta perubahannya

e. Memberikan pelayanan kepada Peserta dan PKL dalam

penyelenggaraan SKNBI

Page 86: RANGKUMAN PERBANKAN

f. Memiliki Disaster Recovery Plan (DRP) atau Business Continuity Plan

(BCP) atas penyelenggarakan SKNBI dalam kondisi gangguan dan

keadaan darurat

g. memastikan kepatuhan PKL dan Peserta terhadap Peraturan Bank

Indonesia ini dan peraturan pelaksanaannya; dan

h. Menyediakan fasilitas lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang

mendukung kelancaran penyelenggaraan SKNBI

2. Penyelenggara Kliring Lokal yang selanjutnya disebut PKL yaitu Unit kerja di

Bank Indonesia dan Unit kerja di kantor Bank yang bertugas mengelola dan

menyelenggarakan SKNBI di suatu wilayah kliring. PKL tersebut dapat

berupa PKL BI maupun PKL selain BI. PKL BI adalah PKL yang

diselenggarakan oleh Bank Indonesia yaitu Kantor Bank Indonesia dan

Bagian Kliring Jakarta yang berada di Kantor Pusat Bank Indonesia. PKL

Selain BI adalah PKL yang diselenggarakan oleh oleh kantor bank yang telah

mendapat persetujuan dari Bank Indonesia untuk menyelenggarakan SKNBI

di wilayah yang bersangkutan. Penyelenggaraan SKNBI di wilayah kliring

yang tidak terdapat kantor Bank. Indonesia pada prinsipnya didasarkan pada

kebutuhan dan kesepakatan tertulis dari bank-bank setempat. Persyaratan

minimal agar di suatu wilayah dapat diselenggarakan SKNBI adalah : 3

1. Jumlah Kantor Bank

Jumlah kantor bank yang mendukung dan akan menjadi peserta

penyelenggaraan SKNBI paling kurang 4 (empat) bank yang berbeda.

2. Jumlah Transaksi

Jumlah warkat debet antar bank setempat yang potensial untuk

dikliringhkan melalui Kliring Debet rata-rata paling kurang 30 (tiga)

puluh) warkat per hari dalam periode 6 (enam) bulan terakhir

3 http://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/edukasi/Documents/6b5f6eab68c34268a28718a699e609a9MateriSKNBINew.pdf

Page 87: RANGKUMAN PERBANKAN

2. Peserta

Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini, pihak yang dapat menjadi peserta

SKNBI adalah Bank. Setiap bank dapat menjadi peserta dalam penyelenggaraan

SKNBI di suatu wilayah kliring, dengan persyaratan antara lain sebagai berikut: 4

1. Telah memperoleh izin usaha atau izin pembukaan kantor dari Bank

Indonesia.

2. Lokasi kantor bank memungkinkan untuk mengikuti penyelenggaraan SKNBI

secara tertib sesuai jadwal yang ditetapkan PKL.

3. Telah menandatangani perjanjian penggunaan SKNBI antara Bank Indonesia

dengan bank sebagai peserta.

4. Kantor Bank yang akan menjadi peserta menyediakan perangkat kliring,

antara lain meliputi perangkat TPK dan jaringan komunikasi data baik main

maupun backup.

d. Jenis Transaksi dalam Kliring5

1. Kliring Debet

Penyelenggaraan Kliring debet dilakukan per wilayah kliring oleh

Penyelenggara Kliring Lokal (PKL).

Transaksi yang dapat dikliringkan adalah transfer debet yang berasal dari

warkat debet berupa cek dan bilyet giro.

Transfer debet yang dikliringkan dalam bentuk data keuangan elektronik

disertai dengan penyampaian warkat debet

Kegiatan dalam penyelenggaraan Kliring Debet terdiri atas :

a. Kliring Penyerahan yaitu Memperhitungkan transfer debet yang

disampaikan oleh peserta pengirim kepada peserta penerima

melalui PKL.

b. Kliring Pengembalian yaitu Memperhitungkan transfer debet yang

ditolak oleh peserta penerima kepada peserta pengirim berdasarkan

alasan penolakan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Jam Operasional :

4 Ibid 5 Ibid

Page 88: RANGKUMAN PERBANKAN

a. Jam operasional Penyelenggaraan Kliring Debet ditetapkan

secara lokal per wilayah kliring oleh Penyelenggara Kliring

Lokal (PKL).

b. Seluruh kegiatan kliring debet, yaitu Kliring Penyerahan dan

Pengembalian diselesaikan pada hari yang sama kecuali untuk

wilayah kliring Jakarta dan Surabaya, kegiatan kliring

pengembalian dilakukan pada keesokan harinya atau H + 1.

c. Batas waktu operasional penyelenggaraan kliring debet

ditetapkan oleh PKN yaitu pada pukul 15.30 WIB.

Perhitungan kliring dan settlement hasil kliring :

a. Perhitungan kliring debet dilakukan dilakukan per wilayah

kliring lokal dengan metode multilateral netting oleh

Penyelenggara Kliring Lokal (PKL).

b. Perhitungan kliring debet merupakan hasil netto antara hasil

pada kliring penyerahan dan kliring pengembalian dari seluruh

wilayah kliring lokal.

c. Setelmen hasil perhitungan kliring debet dilakukan oleh

Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) sebanyak 1 (satu) kali

pada akhir jam operasional ke rekening giro bank peserta di

sistem BI RTGS

Biaya

a. Biaya proses Data Keuangan Elektronik (DKE) debet

ditetapkan oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) sebesar

Rp1.000 (seribu rupiah) per DKE untuk kliring penyerahan.

Sedangkan untuk proses DKE pada kliring pengembalian tidak

dikenakan biaya.

b. Biaya proses pemilahan warkat debet ditetapkan oleh

Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) sebesar Rp500 (lima

ratus rupiah) per lembar warkat.

c. Sanksi kewajiban membayar atas Cek/BG yang ditolak melalui

kliring pengembalian dengan alasan tertentu ditetapkan oleh

Page 89: RANGKUMAN PERBANKAN

Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) sebesar Rp100.000

(seratus ribu rupiah) perlembar warkat/DKE.

2. Kliring Kredit

Penyelenggaraan Kliring Kredit dilakukan secara nasional oleh

Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).

Transaksi yang dapat dikliringkan adalah transfer kredit yang berasal

dari peserta di suatu wilayah kliring untuk ditujukan ke peserta lainnya

di seluruh Indonesia.

Transfer kredit yang dikliringkan dalam bentuk Data Keuangan

Elektronik (DKE).

Jam Operasional :

a. Jam operasional Penyelenggaraan Kliring Kredit ditetapkan secara

nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).

b. Kegiatan operasional Penyelenggaraan Kliring Kredit dimulai pada

pukul 08.15 WIB sampai dengan pukul 15.30 WIB.

Perhitungan kliring dan settlement hasil kliring :

a. Perhitungan kliring kredit dilakukan secara nasional dengan

menggunakan metode multilateral netting.

b. Setelmen hasil perhitungan kliring kredit dilakukan pada rekening

giro bank peserta yang disimpan di sistem BI RTGS.

c. RTGS (Real-Time Gross Settlement). Sistem RTGS adalah proses

penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang

dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement)

dan bersifat Real-time (electronically processed), di mana rekening

peserta dapat di-debit / di-kredit berkali-kali dalam sehari sesuai

dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Dengan

sistem RTGS, peserta pengirim melalui terminal RTGS di

tempatnya mentransmisikan transaksi pembayaran ke pusat

pengolahan sistem RTGS (RTGS Central Computer /RCC) di

Bank Sentral (dalam hal ini Bank Indonesia) untuk proses

settlement. Jika proses settlement berhasil, transaksi pembayaran

Page 90: RANGKUMAN PERBANKAN

akan diteruskan secara otomatis dan elektronis kepada peserta

penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung dari

kecukupan saldo peserta pengirim karena dalam sistem BI-RTGS

peserta hanya diperbolehkan untuk mengkredit peserta lain.

Dengan kata lain, peserta RTGS harus meyakinkan bahwa saldo

rekeningnya di Bank cukup sebelum Makan peserta tersebut

melaksanakan transfer ke perserta RTGS lainnya.

d. Penerapan sistem RTGS di Indonesia telah dimulai sejak tanggal

17 November 2000 dengan nama Sistem Bank Indonesia Real

Time Gross Settlement (BI-RTGS).

e. Perhitungan dan setelmen hasil kliring kredit pada saat ini

dilakukan oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) sebanyak 4

(empat) kali dalam 1 hari, yaitu pada pukul 10.00 WIB, pukul

12.00 WIB, pukul 14.00 WIB dan pukul 16.00 WIB oleh PKN.

Biaya

Biaya proses Data Keuangan Elektronik (DKE) kredit ditetapkan oleh

Kliring Nasional (PKN) sebesar Rp1.000 (seribu rupiah) per DKE

e. Manajemen Risiko

Dalam rangka mencegah terjadinya gagal bayar pada saat setelmen hasil kliring

dari peserta SKNBI, Bank Indonesia mewajibkan setiap peserta untuk menyediakan

sejumlah dana tertentu pada setiap awal hari sebelum kegiatan Kliring Kredit dan

Kliring Debet dimulai atau dikenal dengan istilah minimum prefund. Penyediaan

minimum prefund pada kliring debet dapat berupa cash maupun collateral (surat

berharga). Sedangkan penyediaan minimum prefund pada kliring kredit hanya dapat

berupa cash. Kebijakan tersebut diterapkan untuk memenuhi prinsip-prinsip

manajemen risiko atas penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral netting

sesuai standar Core Principles yang dikeluarkan oleh Bank for International

Settlemen.

Page 91: RANGKUMAN PERBANKAN

2. Inkaso

a. Definisi Inkaso

Inkaso adalah kegiatan jasa Bank untuk melakukan amanat dari pihak ke tiga

berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan tertentu di kota lain yang

telah ditunjuk oleh si pemberi amanat. Sebagai imbalan jasa atas jasa tersebut biasanya

bank menerapkan sejumlah tarif atau fee tertentu kapada nasabah atau calon nasabahnya.

Tarif tersebut dalam dunia perbankan disebut dengan biaya inkaso. Sebagai imbalan bank

meminta imbalan atau pembayarn atas penagihan tersebut disebut dengan biaya inkaso.

b. Ruang Lingkup Inkaso

Kegiatan inkaso dilakukan untuk menyelesaikan tagihan pihak pemberi amanat

berupa warkat-warkat atau surat berharga yang tidak dapat segera dibayarkan, karena

pihak tertarik (pihak berhutang) berada di luar wilayah kliring atau di kota yang berbeda.

Dengan demikian inkaso hanya dilakukan antar cabang suatu bank atau antar bank yang

berada di kota yang berbeda. Sebagai contoh, misalnya Ratih nasabah giro Bank Satria

Cabang Bandung menerima cek dari Ira nasabah giro Bank Satria Cabang Jakarta. Dalam

hal demikian cek Ratih tidak dapat diselesaikan (ditagih) melalui kliring di Bank

Indonesia. Penyelesaiannya harus dilakukan melalui inkaso.

Manfaat inkaso dipandang dari pemberi amanat relatif lebih menguntungkan,

terutama dari segi kepraktisan penyelesaian. Sementara manfaat kegiatan inkaso bagi

pihak bank pemrakarsa selain terjadinya pendapatan komisi inkaso dan sarana promosi

dengan meningkatkan pelayanan, juga mengendapnya dana inkaso sejak dapat ditagih

sampai dicairkan oleh pihak pemberi amanat merupakan keuntungan bagi bank.

Warkat-warkat yang digunakan dalam inkaso :

1. Cek

2. Bilyet Giro

3. Wesel

4. Kuitansi

Page 92: RANGKUMAN PERBANKAN

5. Surat Aksep

6. Deviden

7. Kupon

c. Jenis-Jenis Warkat Inkaso

1. Warkat inkaso tanpa lampiran yaitu warkat–warkat inkaso yang tidak dilampirkan

dengan dokumen – dokumen apapun seperti cek, bilyet giro, wesel dan surat

berharga.

2. Warkat inkaso dengan lampiran yaitu warkat–warkat inkaso yang dilampirkan dengan

dokumen–dokumen lainnya seperti kwitansi, faktur, polis asuransi dan dokumen–

dokumen penting.

3. Warkat Inkaso sendiri adalah warkat yang diterbitkan oleh Kantor Cabang Bank yang

wilayah kliringnya berbeda dengan wilayah kliring bank pengirim.

4. Warkat Inkaso Bank lain adalah warkat yang diterbitkan oleh Bank lain yang wilayah

kliringnya berbeda dengan wilayah kliring bank pengirim.

d. Keuntungan transaksi inkasso

Inkaso memiliki manfaat atau keuntungan seperti diantaranya adalah sebagai berikut :

Membantu lebih efektif dan efisien dalam penyelesaian tagihan antar kota.

Lebih bonafid dan nasabah memiliki reputasi yang lebih jelas.

Kemudahan dalam penagihan pembayaran atas warkat-warkat dengan biaya yang

kompetitif.

e. Mekanisme atau prosedur inkasso

Mekanisme Inkaso dibedakan menjadi:

1. Inkaso melalui bank lain yaitu inkaso yang dilaksanakan terhadap pihak ketiga

yang merupakan nasabah dari Bank lain.

Page 93: RANGKUMAN PERBANKAN

2. Inkaso melalui cabang sendiri yaitu Inkaso yang dilakukan melalui cabang Bank

sendiri untuk pihak ketiga di luar kota pada kantor cabang Bank sendiri.

3. Inkaso Dalam Negeri merupakan jasa pelayanan Bank untuk melakukan

penagihan kepada pihak ketiga atas inkaso tanpa dokumen di tempat lain di dalam

negeri.

4. Inkaso Luar Negeri (Collection) merupakan jasa pelayanan Bank BTN untuk

menagihkan pembayaran atas suatu warkat/dokumen berharga kepada pihak

ketiga yang berada di luar negeri menggunakan jasa bank koresponden. Bentuk

Collection yaitu :

1. Outward Collection (inkaso keluar)

2. Pengiriman warkat-warkat valuta asing dari Kantor Cabang Bank BTN

kepada Bank Koresponden di luar negeri, untuk ditagihkan kepada bank

penerbit.

3. Inward Collection (inkaso masuk).

4. Penerimaan warkat-warkat valuta asing dari Bank Koresponden Bank BTN di

luar negeri, untuk ditagihkan pembayarannya kepada tertarik di dalam negeri.

Umumnya berupa warkat-warkat tanpa dokumen.

Biaya Collection :

Outward collection (inkaso keluar) : 0,125% x nominal transfer (min

USD 10, max USD 150)

Inward collection (inkaso masuk) : ) : 0,125% x nominal transfer (min

USD 10, max USD 150) + USD 35

Dipandang dari kegiatannya, inkaso dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :

a. Inkaso Keluar

Inkaso keluar merupakan kegiatan bank pemrakarsa melaksanakan penagihan sesuai

dengan amanat yang diterimanya, baik untuk keuntungan nasabah bank sendiri atau pihak

lainnya. Kegiatan inkaso keluar meliputi :

1) Penerimaan amanat dan warkat inkaso dari pemberi amanat.

Page 94: RANGKUMAN PERBANKAN

2) Meneruskan amanat kepada kantor cabang bank sendiri di kota tempat pihak

tertagih.

3) Penerimaan hasil inkaso dari kantor cabang pelaksana inkaso.

4) Penyerahan (pembayaran) hasil inkaso kepada pihak pemberi amanat.

b. Inkaso masuk

Inkaso masuk merupakan tagihan dari cabang bank sendiri atau bank lain atas warkat

yang diterbitkan oleh nasabah sendiri. Kegiatan inkaso masuk meliputi :

1) Penerimaan tagihan masuk dari cabang sendiri di kota lain. Dalam hal ini, bank

penerima tagihan masuk merupakan bank pelaksana inkaso

2) Pelaksanaan (realisasi) penagihan. Jika pihak tertagih (tertarik) sebagai nasabah

sendiri, bank pelaksana membebani rekening nasabah yang bersangkutan sejumlah

nominal inkaso. Dalam hal pihak tertarik adalah nasabah bank lain, bank pelaksana

melakukan penagihan kepada bank tempat rekening tertarik melalui kliring.

3) Pengiriman informasi mengenai hasil inkaso kepada kantor cabang pemrakarsa.

Kegiatan inkaso keluar dan inkaso masuk dapat digambarkan dengan bagan sebagai

berikut :

Page 95: RANGKUMAN PERBANKAN

a. Pencatatan Inkaso Keluar

Transaksi inkaso keluar merupakan transaksi yang belum mengandung suatu

kepastian, sehingga belum mengakibatkan perubahan terhadap aktiva dan kewajiban bagi

Bank yang melakukan transaksi tersebut. Dan transaksi tersebut menjadi efektif setelah

diperoleh informasi bahwa inkaso berhasil. Oleh karena itu transaksi inkaso keluar belum

diperoleh kepastian berhasil tidaknya. Oleh bank yang melakukan transaksi tersebut

dicatat ke dalam Rekening Administratif Rupiah (RAR) dalam bentuk catatan tunggal

(single entry).

b. Pencatatan Inkaso Masuk

Apabila pihak tertarik dalam inkaso masuk adalah nasabah giro pada bank

pelaksana, maka bank pelaksana memeriksa kecukupan dana pada rekening giro nasabah

yang bersangkutan.

Jika ternyata dananya mencukupi, bank pelaksana melakukan pemindahbukuan dari

rekening giro nasabah tertarik kepada rekening antar kantor cabang.

Dalam hal pihak tertarik dalam inkaso masuk adalah sebagai nasabah bank lain, berarti

warkat inkaso harus diteruskan kepada bank tempat rekening giro tertarik melalui kliring.

Dengan demikian dapat saja diperlakukan sebagai inkaso keluar.

Page 96: RANGKUMAN PERBANKAN

KELOMPOK 11

ISI

3.1 PEMBAHASAN

Jaminan atau agunan adalah aset pihak peminjam yang dijanjikan

kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat mengembalikan

pinjaman tersebut. Jika peminjam gagal bayar, pihak pemberi pinjaman

dapat memiliki agunan tersebut. Dalam pemeringkatan kredit, jaminan

sering menjadi faktor penting untuk meningkatkan nilai kredit perseorangan

ataupun perusahaan. Bahkan dalam perjanjian kredit gadai, jaminan

merupakan satu-satunya faktor yang dinilai dalam menentukan besarnya

pinjaman.

Berdasarkan pasal 6 huruf A Undang-undang no. 7 tahun 1992 tentang

Perbankan “Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun

sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank,

dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya”

pada kenyataanya di Bank BRI cabang Pandanaran Semarang. Pada suatu

kredit apabila kreditur wanprestasi maka agunan tersebut akan melalui

beberapa proses yang panjang dimana dari setiap proses tersebut

melibatkan nasabah yang wanprestasi. Dalam proses awal nasabah yang

wanprestasi akan mendapat surat peringatan dari pihak bank dimana akan

diberitahukan bahwa utang kredit telah jatuh tempo dan harus segera

dilunasi oleh pihak nasabah. Bank akan mengirimkan Surat Peringatan

kepada Debitur agar melaksanakan kewajibannya dalam pembayaran

angsuran sesuai dengan yang diperjanjikan. Peringatan tersebut biasanya

diajukan paling sedikit sebanyak 3 (tiga) kali untuk memenuhi syarat

keadaan wanprestasinya debitur.

Apabila telah diperingati secara patut tetapi Debitur tidak juga melakukan

pembayaran kewajibanya, maka Bank melalui ketentuan hukum yang

terdapat pada Pasal 6 dan Pasal 20 UU RI No. 4 tahun 1996 tentang Hak

Page 97: RANGKUMAN PERBANKAN

Tanggungan, akan melakukan proses Lelang terhadap Jaminan Debitur.

Dalam keadaan nasabah mempunyai itikad baik untuk membayar utang

maka prosesnya akan diselesaikan dengan cara yang menguntungkan kedua

belah pihak baik dengan cara bank bersedia memfasilitasi dalam penjualan

agunan tanpa melalui pelelangan ataupun dengan cara yang diinginkan oleh

nasabah.

Apabila pada kasus nasabah yang tidak memiliki itikad baik maka bank

akan mengambil jalan hukum, dimulai dari penerbitan surat peringatan,

somasi, sampai dengan cara memasukkan obyek jaminan milik nasabah ke

dalam pelelangan umum.

Sebuah bank dapat membeli agunan dari bank lain dengan cara

diawali dengan macetnya pembayaran kredit, di samping tidak adanya itikat

baik dari kreditur setelah melalui proses mediasi tidak menemukan titik

temu.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam ketentuan pada poin a di atas,

proses pengalihan terhadap suatu agunan dapat dilakukan melalui dua (2)

cara yakni;

1.      melalui mekanisme lelang, atau

2.      melalui mekanisme penjualan di bawah tangan dengan

persetujuan dari pemilik agunan.

 

Mekanisme lelang barang agunan milik debitur dapat dilakukan oleh

Bank tanpa persetujuan debitur. Pasalnya, dalam hal debitur cedera janji

pemilik agunan dapat mengeksekusi haknya (lihat Pasal 6 jo Pasal 20 ayat

[1] UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta

Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah - UUHT).

 

Mekanisme lelang sendiri dapat ditempuh dengan 3 cara;

Page 98: RANGKUMAN PERBANKAN

1.      Melalui penetapan pengadilan negeri,

2.      Melalui Lembaga Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan

Lelang (KPKNL),

3.      Melalui Balai Lelang Swasta.

 

1. Lelang melalui balai lelang swasta :

Dasar hukum penjualan lelang melalui Balai Lelang Swasta diatur

dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 47/KMK.01/1996 tanggal 25 Januari

1996 dan Keputusan Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara

(BUPLN) No.1/PN/1996. Adapun peraturan yang mengatur tentang perizinan,

kegiatan usaha dan pelaksanaan lelang Balai Lelang Swasta diatur dalam

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30 November

2005 tentang Balai Lelang.

Dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor

118/PMK.07/2005 ditegaskan bahwasanya kegiatan usaha Balai Lelang

meliputi Jasa Pralelang, Jasa Pelaksanaan Lelang dengan Pejabat Lelang

Kelas II, dan Jasa Pascalelang terhadap jenis lelang :

a. Lelang Non Eksekusi Sukarela,

b. Lelang aset BUMN/ D berbentuk persero, dan

c. Lelang aset milik bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha,

Pembubaran dan Likuidasi Bank.

Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) di atas, maka kegiatan lelang

hak tanggungan yang dilakukan melalui Balai Lelang Swasta terlebih dahulu

secara formal hukumnya harus ada kata sepakat antara Bank dengan

debitornya. Tanpa adanya kata kesepakatan untuk menggunakan

Page 99: RANGKUMAN PERBANKAN

mekanisme penjualan lelang melalui Balai Lelang Swasta, debitor dapat

menuntut pembatalan atas mekanisme tersebut.

2. Lelang melalui KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan

Lelang) :

Pasal 30 Keputusan Menteri Keuangan No.102/PMK.02/2008 tentang

organisasi dan tata kerja instansi vertikal dilingkungan Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara, menyatakan bahwasanya tugas pokok KPKNL adalah

melaksanakan pelayanan dibidang kekayaan Negara, penilaian, piutang

negara dan lelang.

Adapun teknis pelaksanaan lelang yang dilakukan KPKNL diatur dalam

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /PMK.06/2010 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang. Yang kemudian diubah dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Perubahan atas Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 93/pmk.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 ditegaskan

bahwasanya lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku, tidak dapat dibatalkan. Artinya lelang yang dilakukan KPKNL

memilki kekuatan hukum yang tetap terkecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Dalam Pasal 4-nya ditegaskan pula, bahwasanya lelang tetap dilaksanakan

walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta lelang dan jika dalam hal

tidak ada peserta lelang, lelang tetap dilaksanakan dan dibuatkan Risalah

Lelang Tidak Ada Penawaran. Artinya dari segi kepraktisan waktu, lelang

yang dilakukan KPKNL lebih praktis dan cepat dibandingkan lelang yang

dilakukan Balai Lelang Swasta.

Bahwa secara hukum, segala jenis lelang dapat dilakukan oleh KPKNL

(pasal 8 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010).

Page 100: RANGKUMAN PERBANKAN

Bandingkan dengan kegiatan lelang yang dilakukan Balai Lelang Swasta

yang notabene hanya mencakup Lelang Non Eksekusi Sukarela saja.

Sayangnya jika dilihat dari beban tanggungjawab hukum, bank selaku

pemegang hak tanggungan tetap bertanggung jawab atas gugatan atau

tuntutan pidana dari debitur terkait keabsahan kepemilikan barang,

keabsahan dokumen persyaratan lelang, penyerahan barang bergerak

dan/atau barang tidak bergerak dan dokumen kepemilikan kepada Pembeli

serta dipersyaratkan pula, terkait dengan barang bergerak, bahwasanya

bank selaku pemegang hak tanggungan terlebih dahulu harus menguasai

fisik barang tersebut (Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan No.

93/PMK.06/2010). Bandingkan dengan kewajiban Balai lelang Swasta

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 29 Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 118/PMK.07/2005 yang mensyaratkan Balai Lelang Swasta yang

harus bertanggungjawab atas adanya gugatan atau tuntutan pidana atas

pelaksanaan lelang yang dilakukannya.

Terkait lelang hak tanggungan atas tanah dan bangunan, dalam Pasal

22 Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010, KPKNL juga

mensyaratkan Bank selaku pemegang hak tanggungan harus melengkapi

dengan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kantor Pertanahan setempat. Jika

tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang belum terdaftar di

Kantor Pertanahan setempat, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II

mensyaratkan kepada Bank untuk melengkapi Surat Keterangan dari

Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status kepemilikan tanah atau

bangunan tersebut. Dan atas segala biaya pengurusan tersebut menjadi

tanggung jawab pihak bank. Rumitnya, jika Bank selaku pemegang hak

tanggungan tidak menguasai dokumen kepemilikan maka, berdasarkan

ketentuan Pasal 23 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan No.

93/PMK.06/2010, setiap dilaksanakan lelang harus dimintakan SKT baru.

Page 101: RANGKUMAN PERBANKAN

Kemudian yang harus diperhatikan jika ingin menggunakan jasa lelang

KPKNL adalah ketentuan Pasal 64 Peraturan Menteri Keuangan No.

93/PMK.06/2010 yang menyatakan, setiap pelaksanaan lelang dikenakan

Bea Lelang. Disamping itu, perlu diperhatikan pula bahwasanya Pasal 65

Peraturan Menteri Keuangan No.93/PMK.06/2010 juga mengatur pengenaan

bea pembatalan lelang.

3. Lelang melalui Pengadilan Negeri :

Proses lelang melalui pengadilan ini hanya dapat dilakukan apabila

jaminan/ barang yang akan dilelang tersebut masih dalam kondisi:

a. Masih dikuasai oleh pemilik jaminan/pemilik barang (belum

dikosongkan).

b. Adanya indikasi perlawanan dari pemilik jaminan/pemilik barang.

Dari segi prosedur dan biaya, lelang melalui pengadilan negeri ini relatif

rumit dan cukup memakan biaya karena Bank selaku pemegang hak

tanggungan tidak cukup mengajukan hanya permohonan lelang kepada

Ketua Pengadilan Negeri tetapi juga harus mengajukan permohonan sita

jaminan (meskipun dari segi kepraktisan, permohonan sita jaminan dan

permohonan lelang ini dapat disatukan dalam satu permohonan, sayangnya

dalam praktek, banyak Pengadilan yang menghendaki satu persatu

permohonan).

Jika permohonan lelang disetujui maka Pengadilan akan menerbitkan

penetapan lelang yang dikemudian dilanjutkan dengan penetapan sita

jaminan. Dengan diterbitkannya sita jaminan, maka Pengadilan akan

melakukan penyitaan terhadap objek lelang yang kemudian akan

Page 102: RANGKUMAN PERBANKAN

didaftarkan kepada kantor Badan Pertanahan setempat sekaligus

mengajukan permohonan SKPT (Surat Keterangan Pendaftaran Tanah).

Setelah keluarnya SKPT tersebut, maka Pengadilan Negeri mengajukan

kegiatan Taksasi (penaksiran) dengan melibatkan pihak kelurahan dan pihak

Dinas Pekerjaan Umum (PU), untuk dapat ditetapkannya berapa nilai atau

harga wajar atas jaminan/barang yang akan dilelang. Setelah didapatkannya

harga, maka Kepala Pengadilan akan menetapkan harga limit terendah atas

jaminan/barang yang akan dilelang tersebut. Bandingkan dengan kegiatan

lelang yang dilakukan oleh Balai Lelang Swasta atau KPKNL dimana penjual/

pemegang hak tanggungan yang berhak menentukan harga limit terendah

atas objek lelang.

Adapun untuk pelaksanaan lelangnya, Pengadilan bekerjasamana

dengan KPKNL. Ini berarti, secara praktis dan biaya, lelang melalui KPKNL

tetap lebih efektif dibandingkan lelang melalui Pengadilan Negeri karena

pada akhirnya akan tetap bekerjasama dengan KPKN. Demikian juga pada

akhirnya akta Risalah Lelang pada akhirnya akan diurus dan diterbitkan oleh

Pejabat Lelang yang notabene merupakan bagian dari KPKNL.

Kemudian, mekanisme pelepasan kedua adalah melalui Pengalihan di

bawah tanggan atas persetujuan dari pemilik agunan itu sendiri.Dalam

praktiknya, pemilik agunan bisa memberikan persetujuan untuk menjual

agunannya dengan memberikan surat kuasa untuk menjual (lihat Pasal 20

ayat [2] UUHT). Namun, yang perlu dicermati lebih lanjut adalah bahwa surat

kuasa untuk menjual yang diberikan oleh pemilik agunan tidak boleh

berumur kurang dari 1 (satu) tahun. Hal ini karena Badan Pertanahan

Nasional (BPN) menolak jual beli didasarkan surat kuasa yang melebihi masa

satu tahun (lihat Pasal 12A ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan). Dalam

pelaksanaannya, pelepasan agunan dengan cara di bawah tangan harus

dilakukan setelah lewat jangka waktu 1 bulan. Sebelumnya, rencana

Page 103: RANGKUMAN PERBANKAN

pelepasan agunan yang dilakukan di bawah tangan tersebut harus terlebih

dahulu diumumkan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar (lihatPasal

20 ayat [3] UUHT).

Hal lain yang juga perlu dicermati adalah surat kuasa menjual tidak

boleh dibuat pada awal perjanjian kredit. Hal ini karena surat kuasa menjual

dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) pada awal kredit dapat

membatalkan perjanjian.

Kemudian, sebelum dilakukannya pengalihan dengan cara lelang

maupun di bawah tangan dengan menggunakan surat kuasa untuk menjual

dari pemilik agunan, Bank selalu melakukan penilaian terhadap aset.

Penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan Kantor Jasa Penilai Publik

(KJPP) untuk mendapatkan nilai wajar terhadap aset yang akan dialihkan

tersebut.

Page 104: RANGKUMAN PERBANKAN

KELOMPOK 12

PEMBAHASAN

2.1 Jenis-Jenis Tindak Pidana di bidang Perbankan

Tindak Pidana di Bidang Perbankan mengandung pengertian yang tampaknya lebih netral

dan lebih luas karena dapat mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan

di dalam bank atau keduanya. Istilah “tindak pidana di bidang perbankan” dimaksudkan

untuk menampung segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan

kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank. Tidak ada pengertian formal dari tindak

pidana di bidang perbankan. Ada yang mendefinisikan secara popular, bahwa tindak pidana

perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crimes through the

bank) dan sasaran tindak pidana itu (crimes against the bank).

Adapun ruang lingkup terjadinya tindak pidana perbankan, dapat terjadi pada keseluruhan

lingkup kehidupan dunia perbankan atau yang sangat berkaitan dengan kegiatan perbankan

dan lebih luasnya mencakup juga lembaga keuangan lainnya, sedangkan ketentuan yang

dapat dilanggarnya baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis juga meliputi norma-norma

kebiasaan pada bidang perbankan, namun semua itu tetap harus telah diatur sanksi

pidananya. Lingkup pelaku dan tindak pidana perbankan dapat dilakukan oleh perorangan

maupun badan hukum (korporasi).

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) menetapkan tiga

belas macam tindak pidana yang diatur mulai dari Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A.

Ketiga belas tindak pidana itu dapat digolongkan ke dalam lima macam, yaitu:

a. Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan

Page 105: RANGKUMAN PERBANKAN

b. Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank

c. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan

d. Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank.

e. Tindak pidana yang berkaitan dengan sikap dan/ atau tindakan yang dilakukan oleh

pengurus, pegawai, pihak terafilisiasi, dan pemegang saham bank

Adapun untuk lebih jelasnya maka kelima macam tindak pidana di bidang perbankan ini

akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Perizinan

Tindak pidana di bidang perbankan yang tergolong dalam kelompok ini adalah tindak

pidana yang berhubungan dengan perizinan pendirian bank sebagai lembaga keuangan.

Setiap orang yang ingin mendirikan bank, tentunya harus memenuhi syarat-syarat atau

ketentuan yang terdapat dalam undangundang. Pihak yang mendirikan bank, tetapi bank

tersebut didirikan tidak berdasarkan atas syarat atau ketentuan yang ditetapkan oleh

undang-undang, pihak pendiri bank tersebut dapat dikatakan telah melakukan tindak

pidana di bidang perbankan kelompok ini dan Bank yang telah didirikan tersebut

dinamakan bank gelap.6

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan

bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan

perizinan, terdapat dalam Pasal 46.

Pasal 46 Ayat (1) menyebutkan, bahwa :

Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa

izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16,

diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15

6 Dikutif dari http:// click-gtg.blogspot.com/2009/03/tindak-pidana-bank.html, diakses pada tanggal 3 Mei 2015.

Page 106: RANGKUMAN PERBANKAN

(lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

rupiah) dan paling banyak 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Ketentuan ayat (2) menyebutkan, bahwa

Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan oleh badan

hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka

penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang

memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan

dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya. Ketentuan ini satu-satunya ketentuan

dalam UU Perbankan yang mengenakan ancaman hukuman terhadap korporasi dengan

menuntut mereka yang memberi perintah atau pimpinannya.

b. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Rahasia Bank

Bank sebagai lembaga keuangan yang mengelola dana masyarakat dalam jumlah

yang besar, salah satu yang harus dijaga adalah kepercayaan masyarakat. Kepercayaan

yang harus dijaga tersebut, salah satunya adalah mengenai keterangan tentang data diri

dan keadaan keuangan nasabah. Jika ada pihak yang dengan melawan hukum

membocorkan tentang keadaan keuangan nasabah suatu bank, maka dia termasuk

melakukan tindak pidana di bidang perbankan kelompok ini.7

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan

bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan

rahasia bank, terdapat dalam Pasal 47 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), dan Pasal 47A.

Pasal 47 Ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa

7 Ibid.

Page 107: RANGKUMAN PERBANKAN

Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari pimpinan Bank

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan

sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-

kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-

kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.

200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Ayat (2)

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya

yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal

40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama

4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar

rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Pasal 47A UU Perbankan menyebutkan bahwa

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja

tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun

dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00

(empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar

rupiah)

Terhadap tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, ada beberapa

pengecualian sehingga pihak yang melakukan tindak pidana rahasia bank yang

dikecualikan tersebut, tidak dipidana. Pengecualian tersebut adalah:8

1. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan perpajakan. Pada awalnya

berdasarkan ketentuan Pasal 41 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan, untuk kepentingan perpajakan, Menteri keuangan berwenang

8 Ibid.

Page 108: RANGKUMAN PERBANKAN

mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan

memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat menyurat mengenai keadaan

keuangan nasabah tertentu kepada pejabat pajak. Ketentuan tersebut telah

mengalami perubahan seiring dengan diubahnya ketentuan dalam Pasal 41 ayat

1 Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tersebut. Dengan adanya Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1992 tentang Perbankan, ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 menjadi:

“Untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan

Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar

memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-

surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat

pajak.”

Dengan demikian perubahan yang terjadi bahwa Pimpinan Bank Indonesia- lah

yang dapat mengeluarkan keterangan mengenai hal-hal yang termasuk ke dalam

rahasia bank. Sedangkan yang berhak untuk meminta pembukaan hal yang

menyangkut rahasia bank dari seorang nasabah penyimpan, apabila berkaitan

dengan kepentingan perpajakan saat ini hanya bisa dilakukan oleh Menteri

Keuangan. Dalam kondisi ini maka Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan

Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar

memberikan keterangan dan memperhatikan bukti-bukti tertulis serta surat-surat

mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.

Dalam hal pembukaan rahasia bank tersebut, maka pembukaannya harus ada

permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. Sedangkan mengenai keperluan

untuk menjalankan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan lainnya,

tidak diperlukan permintaan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 35 ayat (1)

dan (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, yang menjelaskan bahwa untuk

kepentingan menjalankan peraturan perundang-undangan pajak, pihak pajak

dapat langsung meminta keterangan atau bukti dari bank mengenai keadaan

nasabahnya sepanjang mengenai perpajakan.

Page 109: RANGKUMAN PERBANKAN

2. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan penyelesaian piutang Negara.

Ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk penyelesaian piutang

Negara merupakan ketentuan yang baru. Pasal yang mengatur untuk itu, yaitu

Pasal 41A menyatakan bahwa:

“Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan

Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan

Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan

Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan

mengenai simpanan nasabah debitur.”

Izin untuk pembukaan rahasia dalam rangka penyelesaian Piutang Negara

tersebut dapat diperoleh apabila dilakukan permohonan tertulis oleh Kepala

Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara serta Ketua Panitia Urusan Piutang

Negara. Permintaan tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan Badan

Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara, nama

nasabah debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan.

3. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan peradilan.

Menurut ketentuan yang terdapat dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan untuk kepentingan peradilan dalam perkara

pidana, Menteri keuangan dapat member izin, secara tertulis, kepada polisi,

jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan

keuangan tersangka/ terdakwa pada bank.

Selain izin dari Menteri Keuangan, juga harus ada permintaan tertulis dari

Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah

Agung. Sedangkan menyangkut perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,

informasi dan keterangan dapat diberikan tanpa izin dari Menteri Keuangan.

Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan

tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan

Page 110: RANGKUMAN PERBANKAN

keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Hal ini sesuai dengan

Pasal 43 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

4. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan kegiatan perbankan.

Pembukaan yang menyangkut data dari nasabah yang termasuk pula sebagai

rahasia bank dalam hal untuk kelancaran kegiatan bank, terbatas dalam hal tukar

menukar informasi antar bank. Tukar menukar informasi antar bank

dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank,

antar lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status

dari suatu bank ke bank yang lain. Dengan demikian, bank dapat menilai tingkat

resiko yang dihadapi sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau bank

lain. Hal ini tercantum dalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 44 Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan:

“Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi Bank dapat

memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.”

Peraturan pelaksanaan dari ketentuan mengenai tukar menukar informasi

mencakup pengaturan tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta

bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator

secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuk

tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Peraturan yang

berlaku saat ini yaitu Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/120/KEP/DIR tentang Tata Cara Tukar Menukar Informasi Antar-Bank,

tanggal 25 Januari 1995.

Permintaan informasi kepada bank lain diajukan secara tertulis oleh direksi bank

yang memerlukan, dengan menyebutkan secara jelas tujuan penggunaan

Page 111: RANGKUMAN PERBANKAN

informasi yang diminta. Bank yang diminta informasinya oleh bank lainnya

wajib memberikannya secara tertulis sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 44 Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Alasan lain untuk tukar menukar informasi ini adalah dalam rangka melakukan

kerja sama atau transaksi dengan bank, maka keterangannya dapat diminta dari

Bank Indonesia, yaitu mengenai keadaan dan status dari suatu bank. Informasi

mengenai bank yang dapat diberikan oleh Bank Indonesia meliputi:

1. Nomor dan tanggal akta dan pendirian dan izin usaha;

2. Status/jenis usaha;

3. Tempat kedudukan;

4. Susunan pengurus;

5. Permodalan;

6. Neraca yang telah diumumkan;

7. Pengikutsertaan dalam kliring;

8. Jumlah kantornya.

5. Pembukaan rahasia bank atas permintaan pemegang rekening

Pembukaan rahasia yang tidak dikenakan pidana, bisa saja dilakukan atas

permintaan nasabah penyimpan itu sendiri, bisa melalui diri nasabah itu sendiri

maupun melalui kuasa hukum nasabah pemegang rekening. Hal ini sesuai

dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 44A ayat (1) Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, sebagaimana telah

Page 112: RANGKUMAN PERBANKAN

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang berbunyi:

“Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat

secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan

nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk

oleh nasabah penyimpan tersebut.”

6. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan ahli waris

Jika nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris dari nasabah

penyimpan tersebut berhak mengajukan permintaan untuk membuka keadaan

keuangan nasabah penyimpan yang telah meninggal tersebut. Hal ini bisa saja

untuk menyelesaikan hak dan kewajiban nasabah penyimpan di bidang

keuangannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 44A

ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, yang berbunyi:

“Dalam hal nasabah penyimpan telah meniggal dunia, ahli waris yang sah dari

nasabah penyimpan yang bersangkutam berhak memperoleh keterangan

mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.”

7. Pembukaan rahasia bank berkaitan dengan kewajiban memberikan laporan

Pembukaan rahasia bank berkaitan dengan Pelaksanaan kewajiban bank dalam

hal pelaporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan

(PPATK). Hal ini terdapat dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang berbunyi:

Page 113: RANGKUMAN PERBANKAN

“Pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh penyedia jasa keuangan yang

berbentuk bank, dikecualikan dari ketentuan rahasia bank sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai rahasia bank.”

c. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Pengawasan Dan Pembinaan Bank

Untuk menjaga kelangsungan bank, maka setiap bank mempunyai keharusan

untuk mematuhi kewajibannya kepada pihak yang bertanggungjawab dalam pengawasan

dan pembinaan bank, dalam hal ini Bank Indonesia dan/ atau otoritas jasa keuangan. Hal

tersebut mutlak diperlukan karena sebagai lembaga yang mengelola uang masyarakat

dalam jumlah yang besar, maka Bank Indonesia perlu mengetahui bagaimana perjalanan

kegiatan dan usaha bank yang dituangkan dalam bentuk laporan. Bank yang tidak

melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud diatas, maka telah melakukan tindak

pidana di bidang perbankan kelompok ini.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan

bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan

rahasia bank, terdapat dalam Pasal 48 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (2)

Pasal 48 Ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa “Anggota Dewan

Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan

keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan

ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-

kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-

kurangnya Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.

100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”

Ayat (2) UU Perbankan menyebutkan bahwa, “Anggota Dewan Komisaris,

Direksi, atau pegawai bank yang lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 34 Ayat (1) dan

Ayat (2),diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun

Page 114: RANGKUMAN PERBANKAN

danpaling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp.

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua

miliar rupiah.”

d. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Usaha Bank

Sehubungan dengan semakin banyak dan bervariasinya kegiatan dan usaha suatu

bank, maka bank tersebut perlu untuk menjaga kepercayaan masyarakat dengan cara

menggunakan dana nasabahnya secara bertanggungjawab yang diwujudkan dalam

bentuk laporan pertanggungjawaban yang akan diumumkan langsung kepada publik

melalui media massa, maupun diberikan kepada Bank Indonesia dan/ atau Otoritas Jasa

Keuangan.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan

bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan

rahasia bank, terdapat dalam :

Pasal 49 Ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris,

Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :

a. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau

dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan

transaksi atau rekening suatu bank;

b. Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya

pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau

laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;

c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan

adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam

dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu

bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,

menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut.

Page 115: RANGKUMAN PERBANKAN

Diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15

(lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Pasal 49 UU Ayat (2) Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota Dewan

Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja :

a) Meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu

imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk

keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka

mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh

uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka

pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek,

dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainya, ataupun dalam rangka

memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana

yang melebihi batas kreditnya pada bank;

b) Tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan

ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan

peraturan perundang-undangan lainya yang berlaku bagi bank,

Diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8

(delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar

rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Menurut penjelasan Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) butir a dan b, istilah pengawai

bank dalam pasal tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam ketentuan Pasal

49 ayat (1) dan ketentuan Pasal 49 ayat (2) butir a bahwa yang dimaksud dengan pegawai

bank adalah semua pejabat dan karyawan bank, sedangkan dalam Pasal 49 ayat (2) butir b

yang dimaksud dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang mempunyai wewenang

dan tanggungjawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang

bersangkutan.9

9 Hermansyah, Hukum Perbankan Indonesia Kencana, Jakarta, 2006, hal 156.

Page 116: RANGKUMAN PERBANKAN

e. Tindak pidana yang berkaitan dengan sikap dan/ atau tindakan yang dilakukan

oleh pengurus, pegawai, pihak terafilisiasi, dan pemegang saham bank

Sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan dana yang dititipkan nasabah,

sudah sepatutnya para pihak tersebut menjaga amanat yang dititipkan kepada nasabah

dengan penuh rasa tanggung jawab dan kehati-hatian. Untuk mencegah terjadinya

penyelewengan kepercayaan nasabah, para pihak tersebut dapat melakukannya dengan

cara menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bukan malah

melakukan tindakan sebaliknya.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan

bahwa tindak pidana yang termasuk ke dalam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan

rahasia bank, terdapat dalam:

Pasal 49 ayat (2) huruf b:

“Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan segaja tidak

melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank

terhadap ketentuan dalan undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-

kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-

kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.

100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”

Pasal 50 :

“Pihak terafilisiasi yang dengan segaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang

diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang

ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam

Page 117: RANGKUMAN PERBANKAN

dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan)

tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan

paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”

Pasal 50A:

“Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh dewan komisaris, direksi, atau

pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank

tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank

terhadap ketentuan undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan

lainya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7

(tujuh) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00

(seratus miliar rupiah),”

Untuk Pasal 50A merupakan perwujudan dari prinsip piercing corporate veil.

Prinsip ini adalah pengecualian dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa “pemegang saham

perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama

perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang

dimiliki.”

2.2 Faktor- faktor yang Menyebabkan Terjadinya Tindak Pidana Perbankan

Bank adalah lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung pada kepercayaan para

nasabahnya, oleh karena itu bank harus melindungi kerahasiaan mengenai nasabah dan

simpanannya. Rahasia bank mutlak diperlukan bukan hanya untuk nasabah saja melainkan

juga mutlak perlu bagi kepentingan bank itu sendiri. Akan tetapi dalam hubungan tersebut

terdapat pula kewajiban bagi bank untuk melindungi nasabahnya kecuali jika ditentukan lain

oleh perundang-undangan yang berlaku.

Page 118: RANGKUMAN PERBANKAN

Satu penyebab utama terjadinya kasus-kasus perbankan adalah lemahnya pengawasan

internal bank. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya unsur moral hazard, di mana pengawas

internal bank melakukan kolusi dengan oknum petugas bank dan oknum dari luar perbankan

untuk melakukan tindak kejahatan perbankan. Dengan kata lain kolusi pada bank, pihak bank-

lah yang menjadi objek penipuan atau penggelapan, sedangkan pelakunya bervariasi. Apa pun

variasinya, biasanya salah satu pihak yang berkolusi adalah oknum bank. Faktor inilah yang

seringkali menjadi biang keladi terjadinya fraud dan criminal perbankan yang berpotensi

merugikan bank secara finansial dan reputasi.

Arti yang terkandung dalam banking criminal (tindak pidana perbankan) tidak hanya

mencakup setiap perbuatan yang melanggar ketentuan Undang-undang Perbankan, melainkan

juga Undang-undang Bank Indonesia, KUHPidana, peraturan hukum pidana khusus seperti

Undang-undang tentang Pemutihan Uang (Money loundering), Undang-undang tentang

Peraturan Lalu Lintas Devisa dan Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cara melakukan (modus operandi) dilatarbelakangi

oleh pelaksanaan kehendak dan faktor-faktor lainnya, yaitu kesempatan (opportunity) berupa

kebetulan atau diciptakan; dan faktor kebutuhan (need) yang sebenarnya atau ditampilkan.

Apa pun modus operandinya sebenarnya hanya ada dua jenis kejahatan perbankan, yaitu

dalam bentuk error omission dan error comission.

Bentuk error omission adalah berupa pelanggaran terhadap suatu ketentuan berupa

sistem dan prosedur yang seharusnya dipatuhi tetapi tidak dilaksanakan. Sedangkan

bentuk error comission adalah berupa pelanggaran dalam bentuk melaksanakan sesuatu yang

seharusnya tidak boleh, tetapi karena tidak tertulis dalam sistem dan prosedur tetap saja

dilakukan. Kedua jenis pelanggaran itu walaupun modus operandinya sama tetapi mempunyai

sanksi yang berbeda. Bentuk pelanggaran error omission selalu ada sanksi adminsitratif yang

dimuat dalam ketentuan peraturan perundangan. Sementara error comission berupa sanksi

yang biasanya dimuat dalam code of conduct (kode etik).

Faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perbankan secara umum

antara lain :

adanya sikap yang buruk dari para karyawan bank atau pejabat bank;

Page 119: RANGKUMAN PERBANKAN

kegagalan pihak staf bank untuk secara teliti mengikuti instruksi dan pedoman yang diatur

oleh bank;

keterlibatan aktif pada setiap tingkat pegawai (secara intern) maupun atas kerja sama

dengan orang luar;

tekanan dari pihak luar terhadap pegawai bank;

adanya persaingan usaha antar bank sehingga dapat terjadi suatu kerjasama antara pihak

bank dengan pihak luar untuk membongkar rahasia bank;

orang luar yang melakukan pemalsuan atau manipulasi terhadap warkat dan suart berharga

perbankan;

2.3 Pengaturan Lainnya di Indonesia Terhadap Tindak Pidana Perbankan

Selain yang diatur dalam UU Perbankan, tindak pidana di bidang perbankan juga berkaitan

dengan bidang lainnya sehingga perlu adanya suatu pengaturan khusus untuk bisa mengikuti

perjalanan tindak pidana di bidang perbankan, untuk kemudian menanggulanginya. Pengaturan

khusus tersebut berupa pengaturan dalam peraturan perundang-undangan khusus,

antara lain yaitu:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Sebagai peraturan yang mengatur secara tegas mengenai seluruh tindak pidana pada

umumnya, KUHP bisa dijadikan sebagai acuan untuk menanggulangi tindak pidana di bidang

perbankan. Hal ini dapat terjadi karena semakin hari semakin banyak pelaku dan motif dalam

tindak pidana di bidang perbankan, dimana pelaku tersebut melakukan tindak pidana umum yang

diatur dalam dalam KUHP. Semakin bervariasinya kegiatan dan usaha perbankan juga dapat

menjadi salah satu factor semakin terbuka lebarnya peluang untuk melakukan tindak pidana.

Pasal-pasal dalam KUHP yang digunakan untuk menanggulangi tindak pidana di bidang

perbankan, antara lain adalah:

Page 120: RANGKUMAN PERBANKAN

a. Pasal 263 KUHP

Ayat (1): “Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan

sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat

tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat

menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam

tahun.”

Ayat (2):“Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat

palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan

kerugian.”

Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 263 (1) KUHP tersebut adalah:10

1. Suatu surat yang dapat:

a. Menerbitkan suatu hak,

b. Berupa suatu perjanjian,

c. Berupa suatu penghapusan utang,

d. Dipakai untuk membuktikan sesuatu.

2. Membuat surat palsu atau memalsukan

Menurut doktrin, membuat surat palsu atau memalsukan, dibedakan menjadi:

a. Pemalsuan Intelektual, yakni asal surat sudah benar, tapi isi seluruhnya atau sebagian

bertentangan dengan keadaan sebenarnya.

10 Leden Marpaung, Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Terhadap Perbankan Djambatan, Jakarta, 2005, hal. 79

Page 121: RANGKUMAN PERBANKAN

b. Pemalsuan Material, yakni baik isi maupun asal surat bertentangan dengan yang sebenarnya.

Dengan kata lain, mengubah suatu surat baik isi, dan/ atau tanda tangan, bertentangan dengan

keadaan yang sebenarnya.

3. Maksud untuk memakai surat palsu atau dipalsu itu seolah-olah surat itu asli (tulen) dan tidak

dipalsu. Dalam hal ini tidak perlu orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai maksud

untuk menipu atau merugikan orang lain.

4. Dapat menimbulkan atau mendatangkan kerugian. Pengertian kerugian dalam hal ini tidak

perlu suatu kerugian material dan mengenai orang tertentu, tapi juga dapat berkenaan dengan

kerugian immaterial, misalnya kerugian terhadap kesopanan atau masyarakat umum.

Berdasarkan uraian tersebut maka terhadap perbuatan yang dilakukan oleh pegawai bank atau

pihak-pihak terafiliasi yang mengeluarkan surat atau dokumen palsu yang berhubungan dengan

bank baik dalam penyampaian informasi produk bank yang tidak benar maka terhadapnya dapat

dikenakan Pasal 262 KUHP karena termasuk dalam perbuatan penipuan.

b. Pasal 264 KUHP

Ayat (1):“Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika

dilakukan terhadap:

1. Akta-akta otentik;

2. Surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu Negara atau bagiannya ataupun dari suatu

lemabaga umum;

3. Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari sesuatu perkumpulan, yayasan,

perseroan atau maskapi;

4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan

3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;

5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan”. Ayat (2): “Diancam

dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam

ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak

dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.”

Page 122: RANGKUMAN PERBANKAN

Berdasarkan rumusan Pasal 264 KUHP tersebut, yang perlu dicermati adalah pengertian

dari akta autentik dan akta di bawah tangan.11 Pengertian akta autentik terdapat di dalam

Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

“Suatu akta autentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh

undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa

untuk itu di tempat di mana akta dibuat.”

Selanjutnya dalam Pasal 1869 KUH Perdata dijelaskan bahwa jika bentuk akta dalam

keadaan cacat/ tidak sesuai maka disamakan dengan tulisan di bawah tangan. Pengertian

akta di bawah tangan dijelaskan dalam Pasal 1874 KUH Perdata, yaitu: “Tulisan-tulisan

di bawah tangan dianggap sebagai akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-

surat register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa

seorang pegawai umum.”

c. Pasal 362 KUHP

“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena

pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling

banyak sembilan ratus rupiah.”

Dari rumusan Pasal 362 di atas dapat disimpulkan bahwa tindak pidana di bidang

perbankan yang terjadi adalah dengan menjadikan bank sebagai sasaran atau objek tindak

pidana.

d. Pasal 363 KUHP

“Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun, dihukum: (4e) Pencurian yang

dilakukan oleh dua orang atau lebih”

11 Ibid., hal. 82

Page 123: RANGKUMAN PERBANKAN

Pencurian di bank sering dilakukan orang luar bersama-sama dengan karyawan bank, atau

pengurus dan direksi bank. Tindak pidana ini juga menjadikan bank sebagai sebagai

sasaran dan objek tindak pidana.

e. Pasal 372 KUHP

“Barang siapa dengan segaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang

seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam

kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana

penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus

rupiah”.

Dari rumusan Pasal 372 KUHP tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tindakan

tersebut bukanlah berasal atau bersumber dari kejahatan, misalnya mencuri, akan tetapi

hasil akhir tindak pidana tersebut telah melanggar hak orang lain yang sah di mata

hukum. Dewasa ini tindak pidana semacam ini sangat sering terjadi. Hal ini didukung

oleh faktor bahwa simpanan nasabah ditata sedemikian canggihnya melalui teknologi

komputerisasi, sehingga orang yang memiliki keahlian di bidang teknologi mudah untuk

memanipulasinya.

f. Pasal 374 KUHP

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang

disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat

upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Rumusan yang terdapat dalam Pasal 374 KUHP tersebut sangat sesuai dengan realitas

yang terjadi terhadap tindak pidana di bidang perbankan saat ini. Pihak yang

penguasaannya terhadap barang disebabkan karena adanya hubungan kerja atau karena

pencarian atau mendapat upah karena itu, bisa disematkan pada pihak terafiliasi pada

umumnya, dan pegawai bank pada khususnya. Sebagai pihak yang bersentuhan langsung

dengan dana nasabah, peluang untuk melakukan tindak pidana sangat terbuka lebar.

Page 124: RANGKUMAN PERBANKAN

g. Pasal 378 KUHP

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara

melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu

muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan

barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang

diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Berdasarkan rumusan Pasal 378 KUHP tersebut, maka unsur-unsur tindak pidana

penipuan adalah:12

a. Membujuk orang supaya menyerahkan suatu barang, supaya membuat suatu utang atau

supaya menghapuskan suatu piutang. Hal tersebut biasanya disebut sebagai objek

penipuan.

b. Maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum.

c. Mempergunakan cara-cara: memakai nama palsu, memakai kedudukan palsu,

mempergunakan tipu muslihat, dan membohong.

Berdasarkan uraian tersebut diatas unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal tersebut juga

merupakan unsur-unsur yang dilakukan dalam praktek kejahatan perbankan yang mana

hal ini dapat terlihat jelas dalam kasus yang dialami oleh nasabah Bank Century yang

mengalami kerugian material akibat produk yang ditawarkan oleh Bank Century yaitu

produk Reksa Dana yang ternyata adalah produk yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan oleh bank.

2. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang

12 Ibid,. hal. 83

Page 125: RANGKUMAN PERBANKAN

Salah satu tindak pidana yang berhubungan dengan dunia perbankan adalah

tindak pidana pencucian uang. Dengan perkataan lain, Pencucian uang (money

laundering) adalah salah satu bentuk tindak pidana yang menggunakan jasa pernbankan

berhubungan dengan hasil kejahatan yang dilakukannya. Pencucian uang (money

laundering) adalah suatu tindakan dari seorang pemilik guna membersihkan uangnya

dengan cara menginvestasi atau menyimpannya di lembaga keuangan, dimana tindakan

tersebut disebabkan uangnya merupakan hasil dari suatu tindakan yang melanggar

hukum.13

Sedangkan pengertian hukum dari pencucian uang adalah sesuai dengan

ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang berbunyi

sebagai berikut:

“Segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan

dalam Undang-Undang ini.”

Dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang, digunakan kata “setiap perbuatan”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa subjek atau pelaku dari tindak pidana

pencucian uang adalah segala perbuatan orang perseorangan dan/ atau badan hukum.

Transaksi Keuangan adalah Transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan,

penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,

penitipan dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain

yang berhubungan dengan uang. 14

Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, disebutkan bahwa yang

dimaksud dengan transaksi mencurigakan adalah:

a. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan dari

pengguna jasa yang bersangkutan;

13 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 59814 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 angka 4

Page 126: RANGKUMAN PERBANKAN

b. Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan

untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh

Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan UndangUndang ini;

c. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta

kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana;

d. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh pihak pelapor

karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana.

Penyebutan tindak pidana pencucian uang salah satunya harus memenuhi unsur

adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU Nomor 8

Tahun 2010, dimana perbuatan melawan hukum tersebut terjadi karena pelaku

melakukan tindakan pengelolaan atas harta kekayaan yang merupakan hasil tindak

pidana.

Untuk dapat menentukan masuk tidaknya suatu hasil tindak pidana termasuk

dalam tindak pidana pencucian uang adalah dengan cara membuktikan bahwasannya

telah benar terjadi tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan. Yang dilihat disini

adalah bahwa memang adanya hubungan sebab akibat antara tindak pidana yang

dilakukan dengan hasil dari tindak pidana tersebut yang berupa harta kekayaan.

Dalam pencucian uang, ada tahapan-tahapan yang sering dilalui oleh pelaku tindak

pidana pencucian uang, yaitu:

a. Tahap penempatan (placement), merupakan tahap pengumpulan dan penempatan uang

hasil kejahatan pada suatu bank atau tempat tertentu yang diperkirakan aman guna

mengubah bentuk uang tersebut agar tidak teridentifikasi, biasanya sejumlah uang tunai

dalam jumlah besar dibagi dalam jumlah yang lebih kecil dan ditempatkan pada beberapa

rekening di beberapa tempat;

b. Tahap pelapisan (layering), merupakan upaya untuk mengurangi jejak asal muasal

uang tersebut diperoleh atau ciri-ciri asli dari uang hasil kejahatantersebut atau nama

Page 127: RANGKUMAN PERBANKAN

pemilik uang hasil tindak pidana, dengan melibatkan tempat-tempat atau bank di negara-

negara dimana kerahasiaan bank akan menyulitkan pelacakan jejak uang.

c. Tahap penggabungan (integration), merupakan tahap mengumpulkan dan menyatukan

kembali uang hasil kejahatan yang telah melalui tahap pelapisan dalam suatu proses arus

keuangan yang sah. Pada tahap ini uang hasil kejahatan benar-benar telah bersih dan sulit

untuk dikenali sebagai hasil tindak pidana, muncul kembali sebagai asset atau investasi

yang tampak legal.

Selain tindak pidana pencucian uang itu sendiri, ternyata dalam pengaturan Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, ditemukan tindak pidana

lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Tindak pidana tersebut diatur

dalam pasal-pasal sebagai berikut:

1. Pasal 8 UU Tindak Pidana Pencucian Uang

Ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh penyedia jasa keuangan kepada Pusat

Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, yaitu memberikan laporan tentang adanya:15

a. Transaksi keuangan mencurigakan;

b. Transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp.

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau mata uang asing yang nilainya

setara, baik dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam

satu hari kerja. Penyedia jasa keuangan yang lalai melakukan kewajiban tersebut diancam

dengan Pasal 8 yang berbunyi:

“Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada

PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dipidana dengan pidana denda 15 Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Op. Cit., Pasal 13 ayat 1

Page 128: RANGKUMAN PERBANKAN

paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak

Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

2. Pasal 9 UU Tindak Pidana Pencucian Uang

Dalam Pasal 16 disebutkan bahwa setiap orang yang membawa uang tunai berupa

rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,00 atau lebih, atau mata uang asing yang nilainya

setara dengan itu ke dalam atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia, harus

melaporkan kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai. Pelanggaran terhadap ketentuan

dalam Pasal 16 tersebut diancam dengan Pasal 9, yang berbunyi: “Setiap orang yang tidak

melaporkan uang tunai berupa rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

atau lebih, atau mata uang asing yang nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar

wilayah Negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah).”

3. Pasal 10 UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam Pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa PPATK, Penyidik, Penuntut Umum, atau

Hakim wajib merahasiakan identitas pelapor, dimana dilarang menyebut nama atau

alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memungkinkan terungkapnya identitas pelapor.

Pelanggaran ketentuan yang terdapat dalam Pasal 39 ayat (1) tersebut diancam dalam

Pasal 10 yang berbunyi:

“PPATK, Penyidik, Saksi, Penuntut Umum, Hakim, atau orang lain yang bersangkutan

dengan perkara tindak pidana pencucian uang yang sedang diperiksa melanggar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dan Pasal 41 ayat (1),

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)

tahun.”

4. Pasal 10A UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

Page 129: RANGKUMAN PERBANKAN

Aparat penegak hukum atau siapapun yang terkait selain wajib merahasiakan identitas

pelapor atau saksi, juga wajib merahasiakan dokumen dan atau keterangan yang

diperolehnya karena apabila tidak dapat merahasiakannya, diancam dengan Pasal 10A,

yang berbunyi:

Ayat (1): “PPATK, penyidik, saksi, penuntut umum, hakim, dan siapapun juga yang

memperoleh dokumen dan/ atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya

menurut undang-undang ini, wajib merahasiakan dokumen dan/ atau keterangan tersebut

kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut undang-undang ini.”

Ayat (2): “Sumber keterangan dan laporan transaksi keuangan mencurigakan wajib

dirahasiakan dalam pengadilan.”

Ayat (3): “Pejabat dan pegawai PPATK, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan

siapapun juga yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan pada ayat 1 dan ayat 2

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun.”

Ayat(4): “Jika pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan (2) dilakukan dengan sengaja, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas tahun).”

5. Pasal 17A UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

Ketentuan dalam Pasal 17A ayat 1 dan 2 dibuat untuk menjamin kerahasiaan penyusunan

dan penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan kepada

PPATK atau penyidik (anti tipping off). Hal ini dimaksud antara lain untuk mencegah

berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencurian sehingga

mengurangi efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Pelanggaran ketentuan Pasal 17A ayat (3), yang berbunyi:

“Direksi, pejabat atau Pegawai Penyedia Jasa Keuangan, Pejabat atau Pegawai PPATK

serta Penyidik/ penyelidik yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)

Page 130: RANGKUMAN PERBANKAN

tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu

milyar rupiah).”

2.4 Salah Satu Kasus Tindak Pidana Perbankan di Indonesia

Nasabah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Daud Wibawa menuntut tanggung jawab atas

hilangnya dana dalam rekening miliknya. Daud telah melaporkan kasus ini ke Kepolisian

Polda Metro Jaya. Laporan atas hilangnya sejumlah Rp 5 miliar dana milik Daud ini tertuang

dalam laporan polisi nomor Lp/899/XI/2012/PMJ/Bareskrim tertanggal 21 November 2012.

Daud menuturkan, dirinya menjadi korban kejahatan perbankan yang dilakukan Bank

Mandiri. Ia mengaku bahwa tindak pidana perbankan yang menimpa dirinya terjadi sejak Mei

2003 sampai dengan September 2011.

Daud Wibawa merupakan seorang nasabah Bank Mandiri Cabang Krekot. Berbagai

dugaan tindak pidana kejahatan perbankan yang terjadi pada dirinya diantaranya adalah pada

18 Februari 2008, pada bilyet giro nomor seri OG 834492 dicairkan oleh pihak Bank Mandiri

adalah nomor rekening pada bilyet giro dan nama penarik tidak sesuai.

Kemudian pada 3 Juni 2008 terjadi pendebetan sebesar Rp 825.160 di rekening Daud.

Pada 21 November 2008, terjadi transfer sebesar Rp 200 juta dari Bank Mandiri Cabang

Krekot tanpa tanda tangan nasabah dan bisa dicairkan untuk pembelian investasi Sidana

Proteksi Batavia III. Tetapi pada surat subscription Sidana Proteksi Batavia III tercantum

hanya Rp 100 juta. “Sedangkan surat subscription yang asli masih ada pada nasabah dan bisa

dicairkan oleh Bank Mandiri,” kata Daud dalam surat pembaca tersebut.

Selain itu, yang menurut Daud juga merupakan hal yang mencurigakan adalah adanya

perpindahan dana dari rekening miliknya di Bank Mandiri yang berpindah ke rekening atas

nama Daud Wibawa di Bank Danamon. Padahal, kata Daud, pihaknya tidak pernah

memerintahkan ataupun menginginkan perpindahan dana senilai Rp 1 miliar tersebut.

Daud menceritakan bahwa pada tanggal 11 September 2009, Bank Mandiri mentransfer

dana sejumlah Rp 1 miliar ke Bank Danamon dari rekening Bank Mandiri atas nama Daud

Wibawa ke rekening Bank Danamon atas nama Daud Wibawa. Pada hari yang sama juga,

Page 131: RANGKUMAN PERBANKAN

Bank Danamon mendepositokan dana tersebut dan dicairkan oleh Bank Danamon tanpa

sepengetahuan nasabah pada tanggal 12 April 2010.

Daud bilang, atas berbagai jenis investasi dan berbagai transaksi perbankan yang

mengatasnamakan dirinya, kerugian yang ia derita setidaknya mencapai Rp 5 miliar. Atas

dugaan pelanggaran hukum ini, Daud telah berupaya untuk meminta data rekening koran

kepada Bank Mandiri. Namun upaya tersebut ditolak.

Selain itu, Daud juga telah menemukan adanya bukti dugaan pemalsuan tandatangan

dirinya yang diduga dilakukan oleh oknum perbankan. Selain itu, kubu Daud menduga

adanya rekayasa dan manipulasi data yang dilakukan oleh Bank Mandiri dan juga Bank

Danamon.

Analisa :

Kasus tersebut menurut kami merupakan tindak pidana yang berkaitan dengan usaha

bank dan segala tindakan yang dilakukan oleh pengurus dan pegawai bank sehingga

merugikan nasabah. Pihak bank dirasa tidak bertanggung jawab atas dana nasabahnya karena

setelah kami wawancara kepada salah satu pegawai Bank Mandiri Cabang Krekot, Jakarta,

pegawai tersebut seakan- akan menutupi permasalahan tersebut. Daud telah dirugikan sebesar

Rp. 5 Miliar dikarenakan beberapa transaksi yang dilakukan oleh pihak bank tanpa

sepengetahuan dan persetujuan Daud sebagai nasabahnya dan terkait pemalsuan tanda tangan

yang dilakukan oleh pihak bank agar transaksi-transaksi tersebut di atas dapat berjalan, serta

terkait penolakan oleh pihak bank terhadap nasabah yang meminta data rekening koran milik

nasabah tersebut.

Dalam bidang perbankan, nasabah memiliki hak untuk mengetahui semua data rekening

atau transaksi terhadap rekening tersebut (terkait rahasia bank). Berdasarkan Pasal 44 A ayat

(1) UU No. 7 Tahun 1992, Pembukaan rahasia yang tidak dikenakan pidana, dilakukan atas

permintaan nasabah penyimpan itu sendiri, bisa melalui diri nasabah itu sendiri maupun

melalui kuasa hukum nasabah pemegang rekening.

Dalam kasus tersebut bank dapat disangka telah melakukan tindak pidana yang

berkaitan dengan Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50A UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah

diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 karena :

Page 132: RANGKUMAN PERBANKAN

1. Penarikan dana rekening nasabah melalui Bilyet Giro yang mana nomor rekening pada

bilyet giro dan nama penarik tidak sesuai.

2. Untuk transaksi di atas Rp. 100.000.000,- dalam kasus tersebut tidak menggunakan tanda

tangan pemilik rekening. Saat ini berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

16/18/DPSP tanggal 28 November 2014, untuk transaksi Rp. 100.000.000,- sampai dengan

Rp. 500.000.000,- BI menyelenggarakan layanan pembayaran nontunai menggunakan

Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI) dan BI Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

namun untuk transaksi di atas Rp. 500.000.000,- hanya menggunakan sistem BI-RTGS.

Untuk melakukan transaksi nominal besar seperti yang disebutkan pada kasus tersebut

seharusnya dilakukan di bank langsung dengan mengisi slip setoran yang harus

ditandatangani oleh pemilik rekening dan bank sebelum melakukan transaksi akan

meminta identitas pemilik guna mencocokan kebenaran kepemilikan rekening. Namun

dana nasabah pada kasus tersebut dapat dicairkan tanpa adanya tanda tangan pemilik

rekening maka terdapat indikasi pemalsuan tanda tangan terhadap transaksi tersebut.

KELOMPOK 13

Pembahasan

Page 133: RANGKUMAN PERBANKAN

A. Pengertian Prinsip Kehati – hatian (Prudential Banking)

Menurut ketentuan Pasal 2 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 dikemukakan bahwa

perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan Demokrasi Ekonomi dengan

menggunakan prinsip kehati – hatian. Prinsip kehati – hatian atau dikenal juga dengan prudential

banking merupakan suatu prinsip yang penting dalam praktik dunia perbankan di Indonesia sehingga

wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Istilah prudent sangat terkait dengan pengawasan dan manajemen bank. Kata prudent itu

sendiri secarara harafiah dalam bahasa Indonesia berarti bijaksana, namun dalam dunia perbankan

istilah itu digunakan untuk asas kehati – hatian.

Prinsip kehati – hatian tersebut mengharuskan pihak bank selalu berhati –hati dalam

menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan

perundang – undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik. Pengertian

prinsip kehati –hatian sendiri adalah prinsip pengendalian risiko melalui penerapan peraturan

perundang – undangan ketentuan yang berlaku secara konsisten.

Tujuan dari penerapan prinsip kehati – hatian ini adalah untuk menjaga keamanan, kesehatan,

dan kestabilan sistem perbankan peraturan perundang – undangan ketentuan yang berlaku secara

konsisten. Sedangkan dalam penjelasan Pasal 4 ayat 1 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1999

tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, dinyatakan bahwa prinsip kehati – hatian adalah

salah satu upaya untuk meminimalkan risiko usaha dalam pengelolaan bank, baik melalui ketentuan

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maupun ketentuan intern bank yang bersangkutan.

Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia pasal 25 ayat 1 mengatur

mengenai wewenang Bank Indonesia untuk mengatur mengenai prinsip kehati – hatian bagi usaha

bank dengan menyatakan bahwa ”Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, Bank Indonesia

berwenang menetapkan ketentuan – ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati – hatian.”

Dalam penjelasan Pasal 25 ayat 1 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia tersebut dijelaskan bahwa ketentuan – ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati –

hatian bertujuan untuk memberikan rambu – rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan

guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat. Mengingat pentingnya tujuan tersebut maka

peraturan – peraturan mengenai prinsip kehati – hatian yang ditetapkan Bank Indonesia harus

disesuaikan dengan standar internasional dan harus didukung dengan sanksi – sanksi yang adil.

Penerapan prinsip kehati-hatian dalam seluruh kegiatan perbankan merupakan salah satu

cara untuk menciptakan perbankan yang sehat, yang pada gilirannya akan berdampak positif

Page 134: RANGKUMAN PERBANKAN

terhadap perekonomian secara makro maupun mikro atau mungkin negatif apabila prinsip

kehati-hatian tersebut disalahgunakan. Terutama prinsip kehati-hatian yang ada pada kebanyakan

BPRS yang sebagian besar menyalahgunakan prinsip kehati-hatian tersebut, terutama dalam

pemberian kredit pada nasabah (pemberian kredit bermasalah yang timbul akibat adanya

hubungan keluarga antara pihak bank dan nasabah maupun keinginan bank untuk berekspansi).

Serta, diketahui bahwa peer control sangat rendah pada nasabah yang memiliki hubungan

keluarga.

Kondisi ini akan memicu munculnya moral hazard (ketidakjujuran) dan adverse selection

sehingga meningkatkan potensi terjadinya penyimpangan penggunaan pembiayaan yang pada

akhirnya meningkatkan kredit macet/pembiayaan bermasalah, dan kesulitan nasabah dalam

mengembalikan modal. Padahal, apabila seorang investor berani mendirikan bank, dia harus

berani pula menanggung risiko menghadapi kesulitan menagih kredit/pembiayaan yang

diberikan kepada debitur tertentu. Sebab, nantinya pembiayaan bermasalah juga

menghambat dampak ganda positif (multiplier effects) investasi dana, karena dana yang

diberikan kepada debitur bermasalah terlambat kembali atau tidak kembali lagi kepada

bank kreditur. Dengan demikian, dana tersebut tidak dapat diputar kembali kepada debitur

lain yang membutuhkannya untuk mengembangkan operasi bisnisnya. Oleh karena itu,

diperlukan prinsip kehati-hatian yang didalamnya terdapat screening (penyaringan

terhadap calon nasabah maupun proyek yang akan dibiayai) dan monitoring yang dimiliki oleh

setiap bank dalam menangani kredit bermasalah secara professional, serta mencegahnya

terulang kembali.

a. Praktik Prinsip Kehati-hatian

Dalam praktiknya, prinsip kehati-hatian memiliki sekurang-kurangnya 5 prinsip

meliputi:

1. Watak (character), yang berarti, bank harus dapat menilai calon debitor

memiliki pembawaan, karakter, dan sifat-sifat yang baik dalam melaksanakan

kewajiban-kewajibannya (kewajiban dalam membayar pinjaman).

2. Kemampuan (capacity), yang berarti, bank harus dapat menilai calon debitor

Memiliki kemampuan-kemampuan secara ekonomis (pada masa sekarang dan

masa mendatang) dalam melakukan pembayaran pinjamannya.

Page 135: RANGKUMAN PERBANKAN

3. Modal (capital), yang berarti, bank harus dapat menilai calon debitor memiliki

aset-aset ekonomis yang dapat dijadikan sarana calon debitor melaksanakan

kewajiban-kewajibannya (melakukan pembayaran pinjaman).

4. Jaminan (collateral), yang berarti, bank harus dapat menilai aset calon debitor yang

dijaminkan memiliki nilai ekonomis yang proposional dengan jumlah pinjaman

(pembiayaan) yang diberikan bank kepada calon debitor.

5. Kondisi ekonomi (condition of economy), yang berarti bank harus dapat menilai

stabilitas kondisi ekonomi dan keuangan calon debitor, pada saat peminjaman dan

perkiraan pada masa mendatang.

Serta, adanya penyaringan (screening) terhadap calon nasabah dan proyek yang

akan dibiayai sebagai cerminan dari prinsip kehati-hatian. Kemudian, terdapat tiga

langkah monitoring yang dapat ditempuh bank menurut kasus pembiayaan dan juga

efisiensi biaya dan waktu yaitu pemantauan pembiayaan secara administrative (on

disk monitoring), pemantauan langsung ke lapangan (on side monitoring).

Memberikan tekanan pada hal-hal yang kurang berjalan (exception monitoring).

Berkaca pada penjelasan di atas, maka sekiranya dibutuhkan kesinergisan

antara teori dan praktik dalam hal pelaksanaan prinsip kehati- hatian.

B. Dasar Hukum Prinsip Kehati – hatian

Meskipun Undang-Undang Perbankan tidak menjelaskan secara pasti mengenai

pengertian prinsip kehati-hatian namun pengaturan mengenai prinsip kehati-hatian (prudential

banking) secara eksplisit tersirat pada Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 sebagai perubahan

atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yaitu pada pasal 29 ayat 2,3, dan

4 yang menyatakan :

a. ayat 2 :

Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan

modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan

aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan

usaha sesuai dengan prinsip kehati – hatian.

b. ayat 3 :

Page 136: RANGKUMAN PERBANKAN

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan

melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara – cara yang tidak

merugikan bank dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada

bank.

c. ayat 4 :

untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai

kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang

dilakukan melalui bank.

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apapun juga bagi

pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati – hatian dalam menjalankan kegiatn usahanya

dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Ini mengandung arti, bahwa segala perbuatan

dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa

berdasarkan kepada peraturan perundang – undangan yang berlaku sehingga dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 29 ayat (3) terkandung arti perlunya diterapkan prinsip

kehati – hatian dalam rangka penyaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

kepada nasabah debitor.

Sedangkan ketentuan pasal 29 ayat (4) sangat erat kaitannya dengan dua pasal

sebelumnya menyangkut perlindungan bagi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya.

Hal menarik dalam ketentuan prinsip kehati – hatian bank adalah kewajiban bagi bank

menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan

transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank sebagaimana dinyatakan dalam pasal 29 ayat 4

diatas. Penyediaan informasi tersebut dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi

mengenai bank menjadi lebih terbuka. Apabila informasi tersebut telah dilaksanakan maka bank

dianggap telah melaksanakan ketentuan ini. Ketentuan ini juga menunjukkan bahwa bank benar

– benar memiliki tanggung jawab dengan nasabahnya. Hal ini sangat relevan dengan konsep

hubungan antara bank dengan nasabahnya yang bukan hanya sekedar hubungan antara debitur

dengan kreditur melainkan juga hubungan kepercayaan.

Sebenarnya dalam pasal – pasal sebelumnya, Undang – Undang Perbankan secara tersirat

juga pengaturan mengenai prinsip kehati – hatian, antara lain :

1. pasal 8

Page 137: RANGKUMAN PERBANKAN

”Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai yang

diperjanjikan”

2. pasal 11

(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian

kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan,

penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat

dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait,

termasuk kepada perusahaan – perusahaan dalam kelompok yang sama dengan

bank yang bersangkutan.

(2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi

30% (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia.

(3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian

kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan,

penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat

dilakukan oleh bank kepada :

a. pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih

dari modal disetor bank;

b. anggota Dewan Komisaris;

c. anggota Direksi;

d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,

huruf c;

e. pejabat bank lainnya; dan

f. perusahaan – perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan

dari pihak – pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,

huruf c, huruf d, dan huruf e.

(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi

30% (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia.

(4A) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank

Page 138: RANGKUMAN PERBANKAN

dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat

(3), dan ayat (4).

Pengertian prinsip kehati hatian dalam Undang – Undang Perbankan baik dalam

ketentuan maupun penjelasannya tidak dijelaskan secara pasti, melainkan hanya menyebutkan

istilah dan ruang lingkupnya saja sebagaiman dijelaskan dalam pasal – pasal diatas. Dalam

bagian akhir ayat 2 misalnya disebutkan bahwa bank wajib menjalankan usaha sesuai dengan

prinsip kehati-hatian, dalam arti wajib senantiasa memelihara tingkat kesehatan bank,

kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas dan aspek lain yang

berhubungan dengan usaha bank. Apa yang dimaksud dengan aspek lain tersebut, Undang –

Undang Perbankan tidak menjelaskannya.

Dalam sejarah perbankan Indonesia, ketentuan mengenai prinsip kehati – hatian pernah

diatur secara khusus dalam beberapa Paket Kebijakan Deregulasi, misalnya Paket Kebijakan

Regulasi 25 Maret 1989 dan Paket Kebijakan Regulasi Februari 1991. Kebijakan Maret 1989

mencakup pengaturan mengenai masalah – masalah merger, permodalan, batas pinjaman,

penyertaan oleh bank dan pemberian kredit investasi, kredit ekspor, pemilikan bank campuran,

dan ketentuan mengenai Bank Perkreditan Rakyat. Paket ini antara lain

mengatur/menyempurnakan ketentuan – ketentuan tentang :

1. peleburan dan penggabungan usaha bank;

2. penyempurnaan ketentuan tentang pendanaan dan usaha BPR;

3. pemilikan modal bank campuran;

4. pengertian kredit ekspor;

5. pengertian modal sendiri;

6. batas maksimum pemberian kredit kepada debitor, debitor grup, pengurus, serta

pemegang saham dan keluarganya;

7. penggunaan tenaga kerja asing;

8. pemeliharaan likuiditas wajib minimum dalam rupiah dan valuta asing

9. posisi devisa neto (PDN);

10. pengawasan dan pembukuan LKBB;

11. pemberian kredit investasi dan penyertaan oleh bank dan LKBB;

Page 139: RANGKUMAN PERBANKAN

12. pajak atas bunga deposito berjangka,sertifikat deposito milik bank dan LKBB;

13. lembaga penunjang pasar modal.

Paket Kebijakan Regulasi Januari 1991 merupakan pengembangan dari Paket Kebijakan

Regulasi Maret 1989. Paket Kebijakan Januari 1991 berupa pengaturan mengenai prudential

regulation (prinsip kehati – hatian).

Paket ini dilandasi keadaan dan kondisi perbankan khususnya dan perekonomian yang

kurang menggembirakan umumnya. Paket Januari 91, antara lain berisikan asas kehati – hatian

bagi perbankan, pihak Bank Indonesia meminta agar kalangan perbankan nasional memenuhi

CAR (capital adequacy ratio, yaitu perbandingan antara modal sendiri dan aset tertimbang

menurut risiko) sebesar 5% pada 31 Maret 1992, kemudian 7% pada 31 April 1993, dan harus

menjadi 8% pada 31 Desember 1993.

Ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati – hatian (prudential regulation) yang

meliputi :

1. permodalan bank.

2. kualitas aktiva dan pembentukan cadangan.

3. jaminan pemberian kredit.

4. kredit untuk pembelian saham dan pemilikan saham oleh bank.

5. batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit).

6. garansi bank.

7. margin trading.

8. PDN.

9. swap dan swap ulang.

Ruang lingkup aturan mengenai prinsip kehati – hatian pada masa sekarang telah banyak

disinggung khususnya dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Aturan – aturan

tersebut antara lain:

1. Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret

1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan

Bank (PPKPB) bagi Bank Umum.

2. Peraturan Bank Indonesia No.9/16/PBI/2007 tentang perubahan atas Peraturan Bank

Indonesia No.7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia No.8/13/PBI/2006 tentang perubahan atas Peraturan Bank

Page 140: RANGKUMAN PERBANKAN

Indonesia No.7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)

Bank Umum.

3. Surat Edaran Bank Indonesia kepada Bank Umum No.9/12/DPNP tanggal 30 Mei

2007 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum.

4. Peraturan Bank Indonesia No.10/25/PBI/2008 tentang perubahan atas Peraturan Bank

Indonesia No.10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank

Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing.

C. Cakupan Dalam Prinsip Kehatian-hatian Kegiatan Perbankan

Setiap rupiah yang disalurkan dalam bentuk kredit, bank harus berkeyakinan bahwa akan

digunakan oleh debitur sesuai dengan perjanjian dan debitur mau serta mampu

mengembalikannya kepada bank sesuai dengan waktu dan jumlah yang sudah diperjanjikan.

Bank juga harus secara hati-hati dalam pengelolaan portfolio yang dimiliki, sehingga selalu

dalam kondisi baik.

Setiap bank senantiasa menerapkan prinsip kehati – hatian (prudential banking) dalam

pemberian kredit. Prinsip kehati – hatian tersebut dimuat dan ditetapkan secara jelas di dalam

Kebijakan Pemberian Kredit (KPB) yaitu meliputi sebagai berikut:

1. Kebijakan pokok dalam perkreditan yang memuat pokok – pokok mengenai

a. tata cara pemberian kredit yang sehat

b. pemberian kredit kepada pihak yang terkait dengan bank

c. pemberian kredit kepada debitur – debitur besar tertentu

d. pemberian kredit yang mengandung resiko yang tinggi

e. pemberian kredit yang perlu dihindari

2. Tata cara penilaian kualitas kredit, yaitu penilaian kualitas kredit harus berdasarkan pada

suatu tata cara yang bertujuan untuk memastikan bahwa hasil penilaian kolektibilitas

kredit yang dilakukan oleh bank telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia.

3. Profesionalisme dan integritas pejabat perkreditan

Dalam KPB dinyatakan bahwa semua pejabat bank yang terkait dengan perkreditan

termasuk anggota – anggota Dewan Komisaris dan Direksi sekurang – kurangnya harus :

Page 141: RANGKUMAN PERBANKAN

a. melaksanakan kemahiran profesionalnya di bidang perkreditan secara jujur,

obyektif, cermat, dan seksama

b. menyadari dan memahami sepenuhnya pasal 49 ayat 2 Undang – Undang

Perbankan serta menjauhkan diri dari perbuatan –

perbuatan sebagaimana disebutkan dalam pasala tersebut.

Sebagai otoritas perbankan, Bank Indonesia menetapkan berbagai peraturan yang terkait

dengan penerapan prinsip kehati-hatian bagi bank.

Berdasarkan SK DIR BI No.26/20/KEP/DIR, Tanggal 29 Mei 1993 dan SE BI

No.26/2/BPPP Tanggal 29 Mei 1993, Cakupan Prinsip Kehati-hatian, meliputi:

1. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)

2. Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

3. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

4. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)  

1. KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM (KPMM)

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor:8/18/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006

tentang Penyediaan Modal Minimum BPR, ditetapkan sebagai berikut :

1. BPR wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR (Aktiva

Tertimbang Menurut Risiko).

2. Modal terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.

Modal inti terdiri dari: modal disetor; agio; dana setoran modal; modal sumbangan;

cadangan umum; cadangan tujuan; laba ditahan setelah diperhitungkan pajak; laba

tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak; dan laba tahun berjalan

diperhitungkan 50% setelah taksiran pajak.

Modal pelengkap hanya dapat diperhitungkan setinggi-tingginya 100% dari modal

inti.

3. BPR dilarang melakukan distribusi laba jika distribusi dimaksud mengakibatkan

kondisi permodalan BPR tidak mencapai rasio 8%

Implikasi KPMM terhadap prinsip kehati-hatian bank yaitu, KPMM dikaitkan dengan

penilaian tingkat kesehatan bank, sehingga bank akan selalu berupaya agar rasio CAR (Capital

Adequacy Ratio) pada tingkat yang aman. Portfolio kredit yang diberikan merupakan komponen

Page 142: RANGKUMAN PERBANKAN

besar dari ATMR secara langsung mempengaruhi rasio CAR, sehingga ekspansi kredit harus

selalu memperhitungkan dampaknya terhadap nilai rasio CAR. Disamping itu, bank akan selalu

berupaya meningkatkan laba dan menghindari kerugian, karena laba/rugi setelah pajak akan

mempengaruhi komponen modal inti bank.

Selain itu juga ada ketentuan bahwa apabila rasio CAR lebih kecil dari 4%, BPR akan

ditetapkan dalam pengawasan khusus Bank Indonesia. Pada status DPK, bank hanya diberi

kesempatan 180 hari untuk meningkatkan rasio CAR hingga mencapai minimal 4% dan ruang

gerak operasional dapat menjadi sangat terbatas. Bank dalam status DPK sering juga diibaratkan

manusia masuk ICU, sehingga kondisi seperti ini harus dihindari.

  

2. KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (KAP) 

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor:8/19/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006

tentang Kualitas Produktif dan Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif BPR dan Peraturan

Bank Indonesia nomor 13/26/PBI/2011 tentang Perubahan atas PBI no 8/19/PBI/2006,

ditetapkan sebagai berikut :

1. Aktiva Produktif adalah penyediaan dana BPR dalam Rupiah untuk memperoleh

penghasilan, dalam bentuk Kredit, Sertifikat Bank Indonesia dan Penempatan Dana

Antar Bank.

2. Aktiva Produktif yang diklasifikasikan adalah aktiva produktif yang sudah

mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian bagi

BPR.

3. Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Kredit ditetapkan dalan 4 (empat) golongan,

yaitu Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

4. Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Dana Antar Bank ditetapkan

dalam 3 (tiga) golongan sebagai berikut : Lancar, Kurang Lancar dan Macet.

5. Kualitas Aktiva Produktif yang ditetapkan oleh BPR dapat diturunkan oleh Bank

Indonesia denganprofessional judgement  apabila terjadi kondisi sebagai berikut:

a. Debitur tidak diketahui lagi keberadaannya dan /atau

b. Usaha Debitur bangkrut 

Implikasi KAP terhadap prinsip kehati-hatian bank yaitu, rasio KAP termasuk dalam

unsur penilaian tingkat kesehatan bank (TKS), dimana rasio KAP dihitung sebagai Aktiva

Page 143: RANGKUMAN PERBANKAN

Produktif yang diklasifikasikan dibagi dengan Total Aktiva Produktif. Dengan demikian bank

akan selalu berupaya meningkatkan kualitas aktiva produktifnya dan selalu berhati-hati di dalam

pengalokasian aktiva produktifnya.

Kredit yang diberikan merupakan komponen besar dalam aktiva produktif, sehingga bank

akan memilih debitur yang baik dan melakukan pengawasan terhadap debiturnya pasca

pemberian kredit hingga penyelesaian kredit terhadap debitur-debitur yang bermasalah.

3. PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF (PPAP)

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar

persentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan kualitas Aktiva Produktif.

PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF SESUAI PBI NO.

8/19/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006.

Pasal 12:

1. BPR wajib membentuk PPAP berupa PPAP umum dan PPAP khusus.

2. PPAP umum ditetapkan paling kurang sebesar 0,5% (lima permil) dari Aktiva

Produktif yang memiliki kualitas Lancar, tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia.

3. PPAP khusus ditetapkan paling kurang sebesar :

a. 10% dari Aktiva Produktif dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi

dengan nilai agunan;

b. 50% dari Aktiva Produktif dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi dengan

nilai agunan;

c. 100% dari Aktiva Produktif dengan kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai

agunan;

d. BPR wajib melakukan penilaian atas agunan untuk mengetahui nilai

ekonomisnya 

Implikasi PPAP terhadap prinsip kehati-hatian bank yaitu, keharusan membentuk PPAP

sesuai kualitas aktiva produktif (kolektibilitas), semakin jelek kualitas aktiva produktifnya

semakin besar PPAP yang harus dibentuk. Setiap pembentukan PPAP akan menimbulkan beban

PPAP yang secara langsung akan mengurangi laba bank atau bahkan berbalik menjadi kerugian

apabila beban bank lebih besar dari pada pendapatan bank, sehingga dengan demikian bank akan

Page 144: RANGKUMAN PERBANKAN

selalu berusaha menjaga kualitas aktiva produktifnya, termasuk mendapatkan jaminan berupa

agunan yang bernilai tinggi.

4.  BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT (BMPK)

BMPK adalah persentase maksimal realisasi penyediaan dana terhadap modal BPR yang

mencakup kredit dan penempatan dana BPR di bank lain, kecuali giro. 

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/13/PBI/2009 tentang Batas Maksimum Pemberian

Kredit BPR

1. Pelanggaran BMPK yaitu selisih lebih persentase penyediaan dana pada saat

direalisasikan terhadap modal BPR dengan persentase BMPK.

2. Pelampauan BMPK yaitu selisih antara persentase penyediaan dana yang telah

direalisasikan terhadap modal BPR pada saat tanggal laporan dengan persentase

BMPK, dan penyediaan dana tersebut tidak melanggar BMPK pada saat

direalisasikan.

3. BPR dilarang membuat perjanjian kredit yang dapat mengakibatkan terjadinya

pelanggaran BMPK.

4. BPR dilarang memberikan penyediaan dana yang mengakibatkan terjadinya

pelanggaran BMPK.

5. Penyediaan dana kepada pihak terkait ditetapkan paling tinggi 10% dari modal BPR.

6. Penyediaan Dana dalam bentuk Penempatan Dana Antar Bank kepada BPR lain yang

merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari

Modal BPR.

7. Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu) Peminjam Pihak Tidak

Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR.

8. Penyediaan dana dalam bentuk kredit kepada 1 (satu) kelompok peminjam pihak

tidak terkait ditetapkan paling tinggi 30% dari Modal BPR.

9. BMPK dihitung berdasarkan baki debet kredit.

10. BPR wajib menyusun action plan penyelesaian pelanggaran dan/ atau pelampauan

BMPK.

11. Action plan wajib memuat paling kurang langkah-langkah untuk penyelesaian

pelanggaran dan/atau pelampauan BMPK serta target waktu penyelesaian.

Page 145: RANGKUMAN PERBANKAN

12. Target waktu penyelesaian pelanggaran BMPK paling lambat dalam jangka waktu 3

bulan sejak action plan disampaikan kepada BI.

13. Target waktu penyelesaian pelampauan BMPK akibat penurunan modal,

penggabungan usaha, peleburan usaha, pengambilalihan usaha, perubahan struktur

kepemilikan dan/atau kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait

dan/atau kelompok Peminjam, paling lambat 6 bulan sejak action plan disampaikan

kpd BI atau sampai dengan kredit jatuh tempo.

14. Target waktu penyelesaian pelampauan BMPK akibat perubahan ketentuan, paling

lambat 12 bulan sejak action plan disampaikan kepada BI atau sampai dengan kredit

jatuh tempo.

15. Ketentuan BMPK dikecualikan untuk:

a. Penempatan Dana Antar Bank pada Bank Umum, termasuk Bank Umum yang

memenuhi kriteria Pihak Terkait;

b. Bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh:

1. Agunan dalam bentuk agunan tunai berupa deposito atau tabungan di BPR;

2. Emas dan/atau logam mulia; dan/atau

3. Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. agunan diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa pencairan/penjualan

yang tidak dapat dibatalkan dari pemilik agunan untuk keuntungan BPR

penerima agunan, termasuk pencairan/penjualan sebagian untuk

membayar tunggakan angsuran pokok/bunga;

b. jangka waktu pemblokiran sebagaimana dimaksud pada huruf a) paling

kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana; dan

c. untuk agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2),

disimpan atau ditatausahakan pada BPR yang bersangkutan.

c. Bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh Pemerintah Indonesia secara

langsung maupun melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan

Usaha Milik Daerah (BUMD) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. jaminan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan

(irrevocable);

Page 146: RANGKUMAN PERBANKAN

2. harus dapat dicairkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak klaim

diajukan, termasuk pencairan sebagian; dan

3. mempunyai jangka waktu penjaminan paling kurang sama dengan jangka

waktu Penyediaan Dana.

d. Bagian Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain sepanjang memenuhi

persyaratan:

1. Terdapat kesepakatan antar BPR yang menempatkan dananya dengan BPR

lain yang menerima penempatan dana;

2. Dalam rangka menanggulangi kesulitan likuiditas BPR; dan

3. Bagian Penempatan Dana dimaksud:

a. merupakan simpanan/iuran/porsi dana yang wajib ditempatkan oleh

BPR pada BPR lain sesuai kesepakatan sebagaimana dimaksud pada

angka 1); atau

b. berasal dari simpanan/iuran/porsi dana dari BPR-BPR yang ditujukan

untuk menanggulangi kesulitan likuiditas masing-masing BPR.

16. Kredit kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pegawai BPR

yang memenuhi kriteria Pihak Terkait yang ditujukan untuk peningkatan

kesejahteraan serta dibayar kembali dari pendapatan yang diperoleh dari BPR yang

bersangkutan dikecualikan sebagai pemberian Kredit kepada Pihak Terkait.

Pihak terkait:

a) Pemegang saham yg memiliki saham 10% atau lebih dari modal disetor;

b) Anggota Dewan Komisaris;

c) Anggota Direksi;

d) Pihak yg mempunyai hubungan keluarga s.d. derajat kedua, baik horisontal maupun

vertikal dg pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c;

e) Pejabat Eksekutif;

f) Perusahaan-perusahaan bukan Bank yg dimiliki oleh pihak-pihak sebagaimana

dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e yg kepemilikannya baik individual

maupun keseluruhan sebesar 25% atau lebih dari modal disetor perusahaan;

Page 147: RANGKUMAN PERBANKAN

g) BPR lain yang dimiliki sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e

yg kepemilikannya secara individual sebesar 10% atau lebih dari modal disetor BPR

lain tersebut;

h) BPR lain yang:

1) Anggota Dewan Komisarisnya merupakan anggota Dewan Komisaris BPR; dan

2) Rangkap jabatan pada BPR lain dimaksud merupakan 50% atau lebih dari

jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan Direksinya.

i) Perusahaan yg 50% atau lebih dr jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan

anggota Direksinya merupakan anggota Dewan Komisaris BPR;

j) Peminjam yg diberikan jaminan oleh pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a

sampai dengan huruf i.

Implikasi BMPK terhadap prinsip kehati-hatian bank yaitu, adanya ketentuan BMPK

membuat bank membatasi plafon pemberian kredit  maupun penempatan deposito pada bpr lain

berdasarkan besarnya modal yang dimiliki bank, aktiva produktif tidak terpusat pada beberapa

debitur besar atau pada kelompok debitur, sehingga akan terjadi penyebaran risiko.

Page 148: RANGKUMAN PERBANKAN

KELOMPOK 15

PEMBAHASAN

Bank Garansi adalah jaminan pembayaran dari Bank yang diberikan kepada pihak

penerima jaminan (bisa perorangan maupun perusahaan dan biasa

disebut Beneficiary ) apabila pihak yang dijamin (biasanya nasabah bank penerbit dan

disebut Applicant ) tidak dapat memenuhi kewajiban atau cidera janji (Wanprestasi). Jadi artinya

bank menjamin nasabahnya (si terjamin/Applicant) memenuhi suatu kewajiban kepada pihak lain

sesuai dengan persetujuan atau berdasarkan suatu kontrak perjanjian yang disepakati.

Di dalam hal Bank mengeluarkan garansi bank artinya Bank membuat suatu pengakuan

tertulis, yang isinya Bank penerbitmengikat diri kepada penerima jaminan (Beneficiary) dalam

jangka waktu dan syarat-syarat tertentu apabila dikemudian hari ternyata nasabahnya (si

terjamin/Applicant) tidak memenuhi kewajibannya kepada si penerima jaminan (Beneficiary). Di

Bank Syariah Bank garansi disebut ‘Al Kafalah’ yang artinya bank memberi bank garansi

sebagai jaminan pelaksanaan proyek. Pihak yang dijamin (Applicant) menyetor sejumlah

uang dengan prinsip ‘Al Wadiah’

Bahwa dalam pemberian bank garansi dapat menimbulkan kewajiban bagi bank untuk

membayar kepada pihak ketiga (penerima jaminan), tentunya keadaan ini nantinya akan

mempengaruhi likuiditas dan sovabilitas, oleh karena itu pemberian bank garansi dikenakan

ketentuan tentang batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dan kewajiban pemenuhan modal

minimum (KPMM) penghitungan pemberian bank garansi berlaku baik bagi kantor bank

didalam negeri maupun diluar negeri16.

Sehubungan dengan itu pihak bank sebelum memberikan bank garansi terlebih dahulu

melakukan penelitian dan penelaahan yang pada hakekatnya sama dengan penelaahan yang

dilakukan dalam pemberian kredit yaitu antara lain mengenai hal- hal sebagai berikut :

1. Meneliti bonafiditas dan reputasi pihak yang dijamin.

16 SE.BI., Nomor 23/5/UKU, tanggal 28 Februari 1991, Tentang Pemberian Bank Garansi.

Page 149: RANGKUMAN PERBANKAN

2. Meneliti sifat dan nilai transaksi yang akan dijamin sehingga dapat diberikan garansi

yang sesuai.

3. Menilai jumlah bank garansi yang akan diberikan menurut kemampuan bank.

4. Menilai kemampuan pihak yang akan dijamin untuk memberikan kontra garansi sesuai

dengan kemungkinan terjadinya risiko

Bank garansi adalah surat jaminan yang diterbitkan oleh bank yang berfungsi sebagai alat

pembayayaran, tentunya dalam penerbitan bank garansi tersebut harus memenuhi persyaratan

sesuai yang ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku, dalam hal ini dasar hukum surat jaminan

bank tersebut diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, namun yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak diatur secara

lengkap karena hanya mengatur tentang penanggungan utang secara umum, sedangkan mengenai

syarat-syarat umum dalam pemberian bank garansi tidak diatur secara lengkap, untuk itu akan

dijelaskan sebagaimana tersebut dibawah ini :

A. Tinjauan Umum Pemberian Bank Garansi

1. Prosedur pemberian bank garansi yang lazim dilakukan oleh bank

Dalam praktek perbankan pemberian bank garansi, yang dilakukan oleh bank- bank sesuai

dengan penelitian dari beberapa bank di Kotamadya Medan, prosedur yang lazim dilakukan

adalah sebagai berikut :

a. Pemohon telah menjadi nasabah bank

Artinya pemohon bank garansi terlebih dahulu harus memiliki rekening pada bank dimana ia

mengajukan permohonan bank garansi yang diinginkannya atau disyaratkan oleh bouwheer

(pemberi kerja). Pada prakteknya pemberi kerja kadang kala menentukan sendiri bank garansi

yang diterbitkan oleh bank-bank yang dapat diterima sebagai jaminan bank.

b. Nasabah bank mengajukan permohonan bank garansi

Page 150: RANGKUMAN PERBANKAN

Pemohon bank garansi memohon jenis dan besarnya bank garansi sesuai yang dipersyaratkan

oleh pemberi kerja (proyek), jika dimungkinkan permohonan bank garansi ini harus disertai

dengan dokumen rencana proyek.

c. Bank melakukan analisis atas permohonan bank garansi

Adapun yang dianalisis yang dilakukan terhadap beberapa faktor yaitu mengenai kredibilitas,

bonafiditas dan ferformance pihak yang dijamin dan penerima jaminan, selanjutnya meneliti sifat

dan nilai transaksi yang akan dijamin dan melakukan analisis sebagaimana dalam pemberian

kredit pada umumnya.

d. Nasabah/pemohon bank garansi menyediakan kontra bank garansi

Kontra bank garansi adalah syarat yang selalu diminta oleh bank sebagai lawan bank garansi,

artinya bank garansi sebagai produk bank yang juga memiliki resiko bagi bank, untuk itu perlu

kiranya didukung oleh suatu jaminan, maka bank memiliki jaminan atas dana yang dikeluarkan

untuk membayar klaim tersebut. Mengingat kontra jaminan yang tersebut diatas merupakan hal

yang sangat dibutuhkan oleh pihak bank dalam hubungannya sebelum diterbitkannya bank

garansi, perlu kiranya untuk mengetahui mengenai penggolongan mengenai lembaga jaminan

dengan harapan nantinya bank dapat terhindar dari resiko dalam pemberian bank garansi, adapun

penggolongan dari lembaga jaminan yang dikenal dalam tata hukum Indonesia, dapat

digolongkan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut objeknya, menurut kewenangan

menguasainya dan lain-lain sebagai berikut :

1) Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan jaminan yang lahir karena

perjanjian maksudnya adalah bahwa jaminan itu lahir karena ditunjuk oleh undang-

undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak, hal ini disebutkan dalam pasal 1131

kitab undang-undang hukum perdata : segala kebendaan siberutang, baik yang bergerak

maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian

hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Disamping itu juga ada benda-

benda dari debitor dimana undang-undang menentukan bahwa kreditor sama sekali tidak

mempunyai hak untuk meminta pemenuhan piutangnya (verhaal) terhadapnya. Juga oleh

undang-undang ditentukan bahwa seluruh benda kepunyaan dari debitor tersebut menjadi

Page 151: RANGKUMAN PERBANKAN

jaminan bagi semua kreditor, dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

disebutkan bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua

kreditor yang mana hasil penjualan benda-benda tersebut harus dibagi antara kreditor

secara seimbang dengan besarnya piutang masing-masing.

2) Jaminan yang tegolong jaminan umum dan jaminan khusus

Untuk kepentingan kreditor yang mana undang-undang memberikan jaminan yang tertuju

kepada semua kreditor dan semua harta benda debitor baik mengenai benda bergerak

maupun benda yang tidak bergerak, baik yang ada maupun yang akan ada merupakan

jaminan hutang debitor kepada semua kreditor, hasil penjualannya tersebut dibagi-bagi

secara seimbang, hal ini disebut sebagai jaminan umum yang maksudnya adalah jaminan

yang timbul dari undang-undang, dengan kata lain tanpa adanya perjanjian yang diadakan

oleh para pihak terlebih dahulu (Pasal 1131, 1132 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata), dengan demikian dalam prakteknya jaminan seperti ini tidak memuaskan bagi

kreditor karena kurang aman dan terjamin bagi kredit/bank garansi yang telah diberikan,

dengan demikian kreditor membutuhkan terhadap jaminan yang ditunjuk secara khusus

sebagai jaminan piutangnya dan itu hanya berlaku kepada kreditor dan memerlukan

adanya jaminan yang dikhususkan baginya baik yang bersifat kebendaan maupun

perorangan adapun yang dimaksud dengan jaminan kebendaan adalah adanya benda

tertentu yang dipakai sebagai jaminan sedangkan jaminan perorangan adalah adanya

orang tertentu yang sanggup membayar/memenuhi prestasi manakala debitor

wanprestasi.17

3) Jaminan yang bersifat kebendaan dan Hak Perorangan

Jaminan yang bersifat kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu

benda, yang mempunyai ciri-ciri :

a) Mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitor;

b) Dapat dipertahankan terhadap siapapun;

c) Selalu mengikuti bendanya (droit de suite)

d) Dapat dipindah tangankan.

17 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,1980,Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok HukumJaminan Dan Jaminan Perorangan, Yokyakarta,CV.Bina Nusa,hlm.46.

Page 152: RANGKUMAN PERBANKAN

Mengingat hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditor

kedudukan yang lebih baik, karena :

1. Kreditor didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya atas

hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitor dan/atau.

2. Ada benda tertentu milik debitor yang dipegang oleh kreditor atau terikat kepada hak

kreditor, yang berharga bagi debitor dan dapat memberikan suatu tekanan psikologis

terhadap debitor untuk memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditor. Disini

adanya semacam tekanan psikologis kepada debitor untuk melunasi hutang-hutangnya

adalah karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang berharga

baginya. Sifat manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga dan telah

dianggap atau diakui telah menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan.

Sedangkan untuk jaminan yang bersifat perorangan ialah jaminan yang menimbulkan hubungan

langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu,

terhadap harta kekayaan debitor seumumnya (borgtocht).

Pada jaminan perorangan kreditor mempunyai hak menuntut pemenuhan piutang yang selain

kepada debitor utama juga kepada penanggung.

4) Jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak

Menurut sistem hukum perdata di Indonesia pembedaan benda bergerak dan benda tidak

bergerak mempunyai arti penting dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan penyerahan,

daluwarsa, kedudukan berkuasa, pembebanan/jaminan, hal ini terlihat bahwa jika benda jaminan

itu berupa benda bergerak dapat dipasang dengan lembaga jaminan yang berbentuk gadai atau

fidusia, sedangkan jika benda jaminan itu berbentuk benda tetap, maka lembaga jaminan dapat

dipasang hak tanggungan, sehubungan dengan itu terhahap lembaga jaminan berbentuk gadai,

yang dimaksud dengan gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu benda bergerak,

yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas debitor sebagai jaminan pembayaran

dan memberikan kepada kreditor untuk mendapat pembayaran lebih dahulu dari pada kreditor-

kreditor lainnya atas hasil penjualan benda jaminan (Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata), yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak, yang berwujud (lichamelijke zaken)

Page 153: RANGKUMAN PERBANKAN

dan benda bergerak yang tidak berwujud (onlichamelijke zaken) berupa hak untuk mendapatkan

pembayaran uang yang berujud surat-surat berharga, dapat berupa atas bawa (aan toonder) atas

perintah (aan order) dan atas nama (opnaam).54 Terhadap lembaga jaminan fidusia diatur dalam

Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tanggal 30 september 1999 tentang jaminan fidusia,

adapun objek jaminan fidusia adalah ketentuannya tercantum dalam Pasal 1 ayat 4, Pasal 9, Pasal

10, Pasal 20, benda-benda objek jaminan fidusia adalah 18:

a. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum.

b. Dapat atas benda berwujud.

c. Benda bergerak.

d. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan

e. Benda bergerak yang tidak dapat diikat dengan hipotik.

f. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh

kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu

akta pembebanan fidusia tersendiri.

g. Dapat atas satu satuan atau jenis benda.

h. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda.

i. Termasuk hasil dari benda yang menjadi objek fidusia.

j. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

k. Benda persediaan (inventory, Stock perdagangan) dapat juga menjadi objek jaminan

fidusia.Sedangkan untuk lembaga jaminan hak tanggungan dasar hukumnya terdapat

dalam Pasal 51 UUPA jo.Pasal 57, 25, 33 dan 39 UUPA, ketentuan pelaksanaannya

diterbitkan Undang- Undang Nomor 4 tahun 1996 (Lembaran Negara Nomor 42

tanggal 9 April 1996).

5) Jaminan dengan menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya

Jaminan yang merupakan cara menurut hukum untuk pengamanan pembayaran kembali

kredit yang diberikan dapat juga dibedakan atas jaminan dengan menguasai bendanya dan

jaminan tanpa menguasai bendanya, jaminan yang menguasai bendanya misalnya pada gadai,

18 Riduan Syahrani,2006,Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata,Bandung,PT.AlumniBandung, hlm.142-143.

Page 154: RANGKUMAN PERBANKAN

sedangkan jaminan yang diberikan tanpa menguasai bendanya pada hak tanggungan, fidusia.

Berdasarkan uraian tentang jaminan tersebut pada intinya menurut hukum jaminan adalah

ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitor) dan

penerima jaminan (kreditor) sebagai akibat pembebanan suatu hutang tertentu (kredit)

dengan suatu jaminan ( benda atau orang tertentu) Dalam hukum jaminan tidak hanya

mengatur perlindungan hukum terhadap kreditor sebagai pihak pemberi hutang saja,

melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitor sebagai penerima hutang.

Dengan kata lain, hukum jaminan tidak hanya mengatur hak-hak kreditor yang berkaitan

dengan jaminan pelunasan hutang tertentu, namun sama-sama mengatur hak-hak kreditor dan

hak-hak debitor berkaitan dengan jaminan pelunasan hutang tertentu tersebut. Sehubungan

dengan hukum jaminan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang

terkandung didalam perumusan hukum jaminan tersebut yaitu sebagai berikut :

a. Serangkaian ketentuan hukum, baik yang bersumber kepada ketentuan hukum yang

tertulis dan ketentuan yang tidak tertulis. Ketentuan hukum jaminan yang tertulis adalah

ketentuan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan, termasuk

yurisprudensi, adapun ketentuan yang tidak tertulis adalah ketentuan hukum yang timbul

dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan pembebanan hutang suatu jaminan.

b. Ketentuan hukum jaminan tersebut mengatur mengenai hubungan hukum antara pemberi

jaminan (debitor) dan penerima jaminan (kreditor). Pemberi jaminan, lazimnya

dinamakan debitor, yaitu pihak yang berhutang dalam suatu hubungan utang piutang

tertentu, yang menyerahkan suatu kebendaan tertentu sebagai benda jaminan kepada

penerima jaminan (kreditor). Dalam hal ini yang dapat menjadi pemberi jaminan bisa

orang perseorangan atau badan hukum yang mendapat fasilitas hutang (kredit) tertentu,

atau pemilik benda yang menjadi objek jaminan hutang tertentu. Adapun penerima

jaminan, lazimnya dinamakan kreditor, yaitu pihak yang berpiutang dalam suatu

hubungan hutang piutang tertentu, yang menerima penyerahan suatu kebendaan tertentu

sebagai (benda) jaminan dari pemberi jaminan (debitor). Dalam hal ini yang dapat

menjadi penerima jaminan bisa orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai

piutang yang pelunasannya dijamin dengan suatu benda tertentu sebagai jaminan.

Page 155: RANGKUMAN PERBANKAN

c. Adapun jaminan yang diserahkan oleh debitor kepada kreditor. Karena hutang yang

dijamin itu berupa uang, maka jaminan disini sedapat mungkin harus dapat dinilai dengan

uang. Jaminan disini bisa jaminan kebendaan maupun jaminan perseorangan.

d. Pemberian jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan dimaksudkan sebagai jaminan

(tanggungan) bagi pelunasan hutang tertentu, artinya pembebanan kebendaan jaminan

dilakukan dengan maksud untuk mendapat hutang, pinjamanan atau kredit, yang

diberikan oleh seseorang atau badan hukum kepada seseorang atau badan hukum

berdasarkan kepercayaan, yang dipergunakan sebagai modal atau investasi usaha,

Dengan kata lain pembebanan kebendaan jaminan dimaksudkan untuk menjamin

pengamanan pelunasan hutang tertentu terhadap kreditor bila debitor mengalami

wanprestasi.

e. Apabila permohonan bank garansi disetujui, maka bank memberikan surat persetujuan

prinsip pemberian bank garansi kepada pemohon.

f. Selanjutnya setelah disetujui oleh bank atas permohonan bank garansi tersebut, maka

dilakukan perjanjian pemberian bank garansi.

g. Setelah dianalisis oleh bank dengan memperhatikan prinsip kepercayaan, prinsip kehati-

hatian, prinsip 5-C, prinsip 5-P, dan prinsip 3-R.

1. Prinsip kepercayaan

Savelberg mengemukakan prinsip kepercayaan, bahwa debitur dapat dipercaya

kemampuannya untuk memenuhi perikatannya, hal ini menuju kepada arti hukum

kredit pada umumnya.19

2. Prinsip Kehati-hatian

19 Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT. Refika Aditama, 2010,hlm 143.

Page 156: RANGKUMAN PERBANKAN

Prinsip kehati-hatian (prudent) adalah salah satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan

dalam suatu pemberian bank garansi, hal ini merupakan perwujudan dari prinsip

prudent banking (prinsip kehati-hatian bank) dari seluruh kegiatan perbankan, untuk

dapat berjalan dengan baik atas prinsip tersebut bank melakukan berbagai usaha

pengawasan baik internal maupun ekternal.

3. Prinsip 5-C

Dalam dunia perbankan 5-C merupakan singkatan dari unsur-unsur, character,

capacity, Capital, condition of economy, dan collateral.

1. Character adalah watak/kepribadian/prilaku calon debitor yang harus menjadi

perhatian bank sebelum perjanjian pemberian bank garansi ditandatangani.

2. Capacity adalah kemampuan calon debitor diprediksi tentang kemampuan untuk

memenuhi kewajiban yang ada pada bank.

3. Capital adalah modal debitor yang harus diketahui oleh calon kreditor, karena

dengan kemampuan modal yang ada dan keuntungan dari debitor dapat dianalisa

tingkat kemampuan debitor untuk membayar pelunasan kredit yang ada pada

bank.

4. Condition of economy adalah suatu kondisi perekonomian baik secara mikro

mapun makro yang harus dianalisis sebelum bank garansi diberikan, terutama

yang berkaitan dengan bisnis calon debitor.

5. Collateral adalah agunan atau jaminan dalam pemberian garansi yang mana fungsi

agunan dalam setiap pemberian garansi berfungsi untuk direalisasi atau

dieksekusi, jika benar-benar suatu kewajiban debitor dalam keadaan macet.

4. Prinsip 5-P

1. Party atau para pihak adalah merupakan yang harus diperhatikan dalam setiap

pemberian bank garansi, karena menyangkut karakter dan kemampuan calon

debitor untuk memenuhi kewajiban yang ada pada bank.

Page 157: RANGKUMAN PERBANKAN

2. Purpose yaitu tujuan pemberian bank garansi dapat digunakan untuk hal-hal yang

positif sehingga dapat menaikkan pendapatan perusahaan.

3. Payment atau pembayaran, oleh karena itu harus diperhatikan apakah sumber

pembayaran calon debitor cukup aman dan tersedia, sehingga mampu untuk

membayar segala kewajiban yang dijanjikan kepada bank.

4. Profitability yaitu penilaian terhadap kemampuan calon debitor untuk

memperoleh keuntungan dalam menjalankan usahanya.

5. Protection yaitu perlindungan dari kelompok perusahaan atau jaminan pribadi dari

pemilik perusahaan, untuk menjaga hal-hal yang terjadi diluar yang diprediksikan.

5. Prinsip 3-R

1. Returns yaitu hasil yang akan diperoleh debitor mencukupi untuk membayar

kembali kreditnya.

2. Repayment yaitu kemampuan membayar dari pihak debitor.

3. Risk bearing ability yaitu kemampuan menanggung resiko , sejauh mana

kemampuan debitor untuk menanggung resiko dalam hal-hal diluar antisipasi

kedua belah pihak.

Jika melihat dari beberapa prinsip yang tersebut diatas, bahwa 5-C tersebut telah

mewakili prinsip 5-P dan 3-R, sedangkan dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998, tampak

telah mencantumkan prinsip 5-C.

Setelah dilakukan analisis oleh bank, pada umumnya bank-bank apabila layak untuk

diberikan bank garansi sesuai dengan permohonannya, bank akan memberikan surat persetujuan

dan dikirimkan kepada calon debitor yang mana diminta oleh bank,bahwa foto copy surat

persetujuan tersebut ditandatangani oleh debitor yang menyetujui atas syarat-syarat yang

ditentukan oleh bank tersebut.

Adapun isi surat persetujuan tersebut adalah merupakan syarat-syarat umum yang

diberikan bank kepada nasabahnya, antara lain :

1). Besarnya plafond bank garansi yang disetujui;

Page 158: RANGKUMAN PERBANKAN

2). Jenis dan jangka waktu penggunaan bank garansi;

3). Biaya-biaya yang harus dibayar;

4). Tata cara klaim;

5). Barang-barang jaminan yang diminta.

Selanjutnya setelah disetujui isi surat pertujuan bank oleh pemohon, maka surat tersebut

foto copynya ditandatanganinya, kemudian dikirimkan kembali kepada bank tersebut.

Namun demikian dalam pelaksanaan pemberian bank garansi dalam prakteknya bank-

bank harus memenuhi syarat-syarat minimum yang ditentukan oleh Bank Indonesia, berdasarkan

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor:23/72/Kep/Dir, tanggal 28 Februari 1991, yang

telah diedarkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 23/5/UKU, tanggal 28 Februari

1991 tentang pemberian bank garansi oleh bank yaitu sebagai berikut :

1. Judul “garansi bank” atau “bank garansi”.

2. Nama dan alamat bank pemberi garansi bank.

3. Tanggal penerbitan bank garansi.

4. Jenis transaksi antara pihak yang dijamin dengan penerima jaminan bank.

5. Jumlah nominal uang yang dijamin oleh bank.

6. Tanggal mulai berlaku dan berakhirnya bank garansi.

7. Penegasan batas waktu pengajuan klaim.

8. Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran dengan

terlebih dahulu menyita dan menjual benda-benda siberutang untuk melunasi

hutangnya sesuai dengan pasal 1831 Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

atau pernyataan bahwa penjamin (bank) melepaskan hak istimewanya untuk

menuntut supaya benda-benda siberutang lebih dahulu disita dan dijual untuk

melunasi hutang- hutangnya sesuai dengan Pasal 1832 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.

Jenis-jenis bank garansi

Page 159: RANGKUMAN PERBANKAN

Sebagaimana disebutkan dalam Ketentuan Bank Indonesia bahwa bank garansi adalah :

“Garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan kewajiban

membayar terhadap pihak yang menerima garansi apabila yang dijamin cidera janji

(wanprestasi)” Dalam hal ini hanya akan menguraikan 4 (empat) jenis bank garansi yang

diterbitkan oleh bank dalam bentuk warkat yang diberikan kepada nasabahnya adalah sebagai

berikut :

1. Bank garansi untuk jaminan tender dalam negeri (tender bid bond)

Yaitu bank garansi yang diterbitkan oleh bank bagi nasabahnya agar dapat mengikuti

tender/penawaran atas suatu proyek. Terjadi cidera janji (wanprestasi) apabila yang terjamin

(nasabah bank) tidak menerima penunjukan untuk melaksanakan proyek padahal ia telah

dinyatakan sebagai pemenangnya oleh bouwheer atau pemberi proyek.

2. Bank garansi untuk jaminan pelaksanaan (performance bond)

Yaitu bank garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin kepastian (mutu dan ketepatan)

pengerjaan suatu proyek atau untuk menjamin performance salah satu pihak dalam suatu

transaksi. Terjadi cidera janji (wanprestasi) apabila pihak dijamin (nasabah bank) tidak

melakukan pekerjaannya sesuai dengan waktu dan kualitas atau mutu kerja yang diperjanjikan

atau mengalami keterlambatan dalam penyelesaiannya.

3. Bank garansi untuk jaminan penerima uang muka (payment bond).

Yaitu bank garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin pembayaran terlebih dahulu telah

diterima oleh pemohon bank garansi dari pemilik proyek (bouwheer) atau pemberi order, baik

dalam bentuk uang muka, pembayaran termin, maupun keseluruhan nilai proyek. Terjadi cidera

janji (wanprestasi) apabila terjamin (nasabah bank) tidak melaksanakan kewajibannya untuk

melaksanakan atau mengerjakan proyek yang telah diberikannya, padahal ia telah menerima

pembayaran dimuka atas proyek tersebut dari bouwheer atau pemberi kerja (proyek).

4. Bank garansi pemeliharaan (Retention bond).

Page 160: RANGKUMAN PERBANKAN

Yaitu bank garansi yang diberikan kepada pemilik proyek (bouwheer) untuk kepentingan

kontraktor guna menjamin pemeliharaan atas proyek yang telah diselesaikan oleh kontraktor

tersebut.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam bank garansi:

1. Waktu berlaku dan berakhirnya perjanjian pokok;

2. Waktu berlaku dan berakhirnya bank garansi;

3. Waktu terjadinya cidra janji yang secara sah masih dapat ditanggung oleh bank garansi;

4. Waktu selambat-lambatnya untuk pengajuan klaim oleh tertanggung.60 Namun demikian

pihak penerima bank garansi dan pihak terjamin juga perlu memperhatikan hal-hal

sebagai berikut :

Bagi penerima bank garansi.

1. Pastikan keaslian dan keabsahan bank garansi dengan cara menghubungi bank penerbit.

2. Periksa masa berlaku bank garansi sesuai dengan jangka waktu proyek anda.

3. Periksa dan pahami syarat-syarat klaim untuk memudahkan anda melakukan klaim

apabila diperlukan.

Bagi pihak yang dijamin bank garansi.

1. Perhatikan biaya-biaya yang harus dibayar dalam rangka penerbitan bank garansi.

2. Laksanakan kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan dengan pihak penerima jaminan

sehingga tidak terjadi klaim atas bank garansi yang diterbitkan.

3. Proses penerbitan bank garansi sama halnya dengan proses pemberian kredit, sehingga

perlu menjelaskan usahanya terbuka kepada bank.

Larangan dan pembatasan dalam pemberian bank garansi

a) Larangan dalam pemberian garansi bank

Page 161: RANGKUMAN PERBANKAN

Dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat serta bank-bank dalam melaksanakan

asas-asas perbankan yang sehat, maka ditetapkan bahwa garansi bank tidak boleh

memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Syarat-syarat yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya garansi bank baru

berlaku setelah pihak yang dijamin menyetor sejumlah uang.

2. Ketentuan garansi bank dapat diubah/dibatalkan secara sepihak, misalnya bank atau

pihak yang dijamin.

3. Kata-kata yang dapat diartikan perubahan tanggal berakhirnya bank garansi.

b) Batasan dalam pemberian bank garansi

Bank hanya diperkenankan memberikan bank garansi sesuai dengan kemampuan

keuangannya, yang mana dalam pemberian bank garansi menurut ketentuan Bank

Indonesia menentukan bahwa pembatasan pemberian bank garansi adalah :

1. Khusus untuk pemberian garansi dalam rangka penerimaan kredit dari luar negeri

hanya diperbolehkan dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan pemberian garansi

dimaksud tidak melebihi 20% dari modal.

2. Dalam pengertian jumlah keseluruhan tersebut termasuk pula garansi yang

dikeluarkan oleh kantor-kantor bank di luar negeri.

c) Permintaan bank garansi atas permintaan bukan penduduk hanya diperkenankan apabila

disertai dengan :

1. Kontra garansi yang cukup dari bank diluar negeri yang bonafide, dalam pengertian

bahwa bank tersebut tidak termasuk cabang dari bank yang bersangkutan di luar

negeri.

2. Setoran sebesar 100% (seratus persen) dari nilai bank garansi yang diberikan20.

3. Pemberian bank garansi dikenakan ketentuan tentang batas pemberian maksimum

kredit (BMPK) dan kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM). BMPK yang

ditetapkan saat ini adalah :

20 .I.,SE.B.I,No.23/5/UKU,tgl.28-02-1991,”Tentang Pemberian Bank Garansi”, hlm.10-11.

Page 162: RANGKUMAN PERBANKAN

a. 1 (satu) peminjam secara individu ditetapkan paling tinggi 20% (seratus

persen) dari Modal bank.

b. (satu) kelompok peminjam ditetapkan 25% dari modal bank21.

Pelanggaran atas ketentuan tersebut diatas dikenakan sanksi dalam rangka pengawasan dan

pembinaan bank, dan juga diberikan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar 3% sebulan dari

nilai nominal pelanggaran.

Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian kredit/pemberian bank garansi yaitu :

1. Perjanjian kredit/pemberian bank garansi yang dibuat dibawah tangan.

Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit/bank garansi dibawah tangan adalah

perjanjian kredit/pemberian bank garansi yang dibuat diantara mereka dan perjanjian

kredit/bank garansi tanpa dihadapan Notaris. Bahkan penerapan dalam prakteknya bahwa

dalam penandatangannya yang dipersiapkan oleh bank tanpa adanya saksi yang turut

serta dalam membubuhkan tandatangannya.

a. Kelemahan;

Ada beberapa kelemahan dari akta perjanjian kredit/pemberian bank garansi dibawah

tangan antara lain ;

1. Bahwa apabila suatu saat nanti terjadi wanprestasi oleh debitor, pada akhirnya akan

diambil tindakan hukum melalui proses pengadilan, maka debitor yang bersangkutan

menyangkali atau memungkiri tanda tangannya, akan berakibat mentahnya kekuatan

hukum perjanjian kredit / pemberian bank garansi yang telah dibuat tersebut, dalam

Pasal 1877 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa jika seorang

memungkiri tulisan atau tandatangannya, hakim harus memerintahkan supaya

kebenaran dari tulisan atau tandatangannya diperiksa dimuka pengadilan, yang mana

formulirnya telah disediakan oleh bank (form standar/baku), maka tidak mungkin

terdapat kekurangan data-data yang seharusnya dilengkapi untuk suatu kepentingan

21 R.I.SE.B.I.No.7/14/DPNP,tgl.18-04-2005, ”Tentang Batas Maksimum Pemberian KreditBank Umum.hlm.14.

Page 163: RANGKUMAN PERBANKAN

pengikatan bukan tidak mungkin kredit/pemberian bank garansi, bahkan bukan tidak

mungkin pelayanan, penandatanganan perjanjian dilakukan walaupun formulir

perjanjian masih dalam perjanjian dalam bentuk blangko/kosong, kelemahan ini pada

hakekatnya akan merugikan bank jika suatu saat berperkara dengan nasabahnya.

Sehubungan dengan itu untuk menyempurnakan permulaan pembuktian tulisan

sebagaimana diatur dalam Pasal 1902 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam

suatu peristiwa atau hubungan hukum menurut undang-undang hanya dapat

dibuktikan dengan tulisan atau akta, namun alat bukti tulisan.

2. Arsip / File surat asli

Pada dasarnya merupakan suatu kelemahan dari perjanjian yang dibuat dibawah

tangan, dalam arti bahwa apabila akta perjanjian kredit/bank garansi yang dibuat

dibawah tangan aslinya hilang karena sebab apapun, bank tidak memiliki arsip/file

asli, hal ini akan membuat posisi bank akan menjadi lemah jika terjadi perselisihan.

3. Isian blangko perjanjian

Dalam hal perjanjian kredit/pemberian bank garansi dilakukan dibawah tangan,

kemungkinan terjadi debitor mengingkari atau memungkiri isi perjanjian, hal ini

disebabkan dalam pembuatan akta perjanjian kredit/pemberian bank garansi, form

blangkonya telah disiapkan bank, sehingga debitor/pemohon bank garansi dapat

mengelak bahwa yang bersangkutan pada waktu menandatangani blangko kosong,

sehingga tidak mengetahui isi perjanjian tersebut.

2. Perjanjian kredit/bank garansi yang dibuat dihadapan Notaris/dan atau akta otentik.

Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit/pemberian bank garansi notaril (otentik)

adalah perjanjian pemberian kredit/bank garansi oleh bank kepada nasabahnya yang

hanya dibuat oleh atau dihadapan Notaris.84 Dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata menyebutkan : bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam

bentuk yang ditentukan oleh undang- undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-

Page 164: RANGKUMAN PERBANKAN

pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya, dari penjelasan

Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa akta otentik dibuat oleh atau

dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini disebut pejabat umum. Sehubungan

dengan itu bahwa kekuatan pembuktian formil pada akta otentik dijelaskan dalam Pasal

1871 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa segala keterangan yang tertuang

didalamnya adalah benar diberikan dan disampaikan penandatangan kepada pejabat yang

membuatnya, untuk itu kebenaran yang tercantum didalamnya benar dari orang yang

menandatanganinya, tetapi juga meliputi kebenaran formil yang dicantum oleh pejabat

pembuat akta yaitu mengenai tanggal yang tertera didalamnya, dalam Undang-Undang

Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004,Pasal 15 ayat 1 menyebutkan bahwa Notaris

berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan

yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh

yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan

akta,semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-

undang.Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 3917 K/Pdt/1986, dapat ditarik

kesimpulan, pada dasarnya apa yang tertuang dalam akta notaris, harus dianggap benar

merupakan kehendak para pihak.86 Berkaitan dengan yang tersebut diatas bahwa notaris

adalah sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sebagaimana

disebutkan dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun

2004.

Selanjutnya mengenai akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian :

a. Lahiriah (uitwendige bewijskracht)

Kemampuan lahiriah akta notaris merupakan akta itu sendiri untuk membuktikan

keabsahannya sebagai akta otentik, jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik

serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik,

maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, artinya sampai ada yang membuktikan

bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian

Page 165: RANGKUMAN PERBANKAN

ada pada pihak yang menyangkal keotentikan akta notaris. Parameter untuk menentukan

akta notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan dari notaris yang bersangkutan, baik

yang ada pada minuta dan salinan serta adanya awal akta (mulai dari judul) sampai

dengan akhir akta. Nilai pembuktian akta notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus

dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa.

b. Formal (formele bewijskracht)

Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut

dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang

menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah

ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan

kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, saksi dan

notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh notaris, dan

mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap.

c. Materil (materiele bewijskracht)

Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting,bahwa apa yang tersebut dalam akta

merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka

yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya

(tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat

(atau berita acara), atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan dihadapan

notaris dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan/dimuat

dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap notaris

yang kemudian/keterangannya dituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar

berkata demikian. Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi

tidak benar, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari

hal semacam itu, dengan demikian isi akta notaris mempunyai kepastian sebagai yang

sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk/diantara para pihak dan ahli waris serta para

penerima hak mereka.

Page 166: RANGKUMAN PERBANKAN

Ketiga aspek tersebut diatas merupakan kesempurnaan akta notaris sebagai akta otentik

dan siapapun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam suatu persidangan

pengadilan, bahwa ada salah satu aspek yang tidak benar, maka akta itu hanya mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta tersebut kekuatan pembuktiannya

sebagai akta yang mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan.

Komposisi perjanjian kredit/pemberian bank garansi

Dalam prakteknya komposisi perjanjian kredit/pemberian bank garansi pada umumnya

terdiri dari empat bagian yaitu :

1. Judul perjanjian

Dalam prakteknya judul yang dipergunakan oleh bank-bank tidak ada keseragaman

antara satu bank dengan bank lainnya,

2. Komparisi

Yaitu bagian dari suatu akta yang memuat keterangan tentang orang/pihak yang

bertindak mengadakan perbuatan hukum, penuangannya adalah berupa :

a. Uraian terperinci tentang identitas meliputi nama, tempat tanggal lahir,

kewarganegaraan, pekerjaan, dan domisili para pihak.

b. Dasar hukum yang memberi kewenangan yuridis untuk bertindak dari para pihak

dan kedudukan para pihak.

3. Isi perjanjian.

Yaitu merupakan bagian dari perjanjian kredit/pemberian bank garansi yang

didalamnya dimuat hal-hal yang diperjanjikan.

4. Penutup.

Page 167: RANGKUMAN PERBANKAN

Yaitu merupakan bagian atau dimuatnya hal-hal :

1. Pilihan domisili hukum para pihak.

2. Tempat dan tanggal perjanjian ditandatangani.

3. Tanggal mulai berlakunya perjanjian

Isi perjanjian pemberian bank garansi.

Perjanjian pemberian bank garansi harus memuat 5 (lima) syarat minimal yaitu :

a. Besaran/nominal bank garansi yang diterbitkan.

b. Jangka waktu bank garansi.

c. Klausula covenant.

d. Biaya-biaya yang harus dibayar nasabah.

e. Barang jaminan.

f. Tujuan penggunaan bank garansi.

g. Terjamin tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan

oleh pemerintah dan Bank Indonesia serta kelaziman perbankan.

h. Terjamin memberi kuasa yang tak dapat dicabut kembali kepada bank untuk sewaktu-

waktu mencairkan jaminan lawan guna melunasi hutang terjamin sebagai akibat

dilaksanakannya pembayaran bank garansi maupun hutang lainnya yang timbul

sehubungan dengan pemberian bank garansi tersebut.

Oleh karena itu apabila dikembangkan lebih lanjut, isi dari perjanjian pemberian bank garansi

yang termuat pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut : Ad.(a) Klausul mengenai besaran atau

nominal bank garansi. Klausul ini mempunyai arti penting karena merupakan batas maksimum

kewajiban bank untuk membayar klaim kepada penerima/pemegang bank garansi. Dan berapa

besar klaim yang dibayar oleh bank, maka sebesar jumlah itu yang menjadi fasilitas kredit oleh

nasabah bank yang bersangkutan.

Klausul mengenai jangka waktu bank garansi

Page 168: RANGKUMAN PERBANKAN

Klausul ini mempunyai arti penting karena merupakan batas waktu bagi bank untuk

menyediakan dana apabila terdapat klaim, batas waktu bagi nasabah adanya jaminan dari bank

dan batas waktu pemegang bank garansi untuk melakukan klaim kepada bank penerbit bank

garansi.

Klausul covenant

Klausul ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal,antara lain :

1. Adanya syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah sebelum

bank berkewajiban untuk bank garansi tersebut kepada nasabah yang selanjutnya

menyerahkan kepada bouwheer.

2. Adanya janji-janji nasabah untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian pemberian

bank garansi masih berlaku

Klausul biaya-biaya yang harus dibayar nasabah

Klausul ini penting karena hanya dari biaya-biaya inilah bank memperoleh pendapatan dari

pemberian bank garansi. Tidak adanya pembebanan bunga pada pemberian bank garansi karena

tidak adanya cash out (pengeluaran dengan tunai) oleh bank kepada nasabah, cash out terjadi

setelah adanya klaim dari pemegang bank garansi. Adapun biaya-biaya tersebut adalah provisi

dan administrasi.

Klausul barang jaminan.

Klausul ini sangat penting karena apabila terjadi klaim atas bank garansi tersebut, bank

akan mengeluarkan dana klaim yang harus dibayar kepada pemegang bank garansi. Dengan

demikian dana yang dikeluarkan tersebut tercover (tertutupi) oleh suatu jaminan yang telah diikat

sebelumnya oleh bank dalam suatu perjanjian pemberian bank garansi.

Peran atau fungsi bank garansi

a. Peranan bank garansi

Page 169: RANGKUMAN PERBANKAN

Bank garansi merupakan pranata hukum dibidang perbankan yang diperlukan dan

biasanya dilakukan dalam rangka memperlancar lalu lintas barang dan jasa. Peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan,diantaranya Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992

tentang perbankan. Peraturan lebih lanjut berkaitan dengan bank garansi adalah Surat Keputusan

Direksi Bank Indonesia nomor 23/72/KEP/DIR, tanggal 28 Februari 1991 tentang pemberian

garansi oleh bank, berikut Surat Edaran Bank Indonesia nomor 23/5/UKU, tanggal 28 Februari

1991 perihal pemberian garansi oleh bank, dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor

23/88/KEP/DIR, tanggal 18 Maret 1991 tentang pemberian garansi oleh bank, selanjutnya dalam

pemberian bank garansi pada setiap bank umum terkena ketentuan Batas maksimum pemberian

kredit (BMPK) sebagaimana ditentukan dalam Surat Edaran Bank Indonesia nomor 7/14/DPNP,

tanggal 18 April 2005 perihal : Batas Maksimum Pemberian Kredit Umum, Peraturan Bank

Indonesia nomor 7/2/PBI/2005,tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank

Umum, berikut Peraturan Bank Indonesia nomor 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang

perubahan kedua atas peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 tentang penilaian Kualitas

Aktiva Bank Umum ketentuan ini bertujuan bahwa dalam melaksanakan pembiayaan bank harus

tetap mengelola risiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian yaitu dengan menjaga kualitas

aktiva dan membentuk penyisihan penghapusan aktiva yang memadai.

Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/5/UKU tanggal

28 Februari 1991 pada angka 1 menyebutkan bahwa pentingnya bank garansi sebagai sarana

untuk memperlancar lalu lintas barang dan jasa serta perdagangan surat-surat berharga.

Selanjutnya bank garansi pada asasnya memberikan suatu jaminan atas pembayaran sejumlah

uang yang melibatkan tiga pihak yaitu bank, pihak yang dijamin dan pihak penerima jaminan,

kemudian dalam prakteknya bank garansi memberikan hak tuntut atau klaim apabila dari pihak

yang dijamin wanprestasi, maka pihak penerima/pemegang jaminan tetap mendapatkan

pembayaran walaupun tagihannya kemudian ditentang oleh pihak yang dijamin.

Bank garansi merupakan suatu perjanjian yang dikenal dengan ungkapan “bayar dahulu,

bicara kemudian (eerst betalen, dan praten)”. Dengan menggunakan lembaga garansi bank, tidak

diperlukan adanya suatu uang jaminan (waarborgsom).90 Dengan adanya perjanjian bank

garansi, maka bank harus membayar kepada pihak yang dijamin, hal ini sebagaimana telah

Page 170: RANGKUMAN PERBANKAN

diputuskan pada arrest 13 Juni 1980, HR 12 Maret 1982, NJ 1982,267. Arrest tersebut

memutuskan bahwa :

“Tujuan dari suatu bank garansi sebagai bagian dari lalu lintas internasional adalah

bahwa bank atas permintaan pertama dari pihak penerima jaminan, dan semata-mata karena

pemberitahuan, bahwa klien (pihak yang dijamin) telah melakukan wanprestasi, dengan segera

membayar jumlah uang kepada pihak penerima jaminan sebesar yang diberitahukan kepada

bank, tanpa meneliti lebih lanjut adanya alasan wanprestasi yang dikemukakan. Hal mana tidak

menutup kemungkinan bagi hakim atau arbiter yang berwenang untuk meneliti lebih lanjut

mengenai wanprestasi tersebut, tetapi hanya sebatas prosedur pembayaran atas jumlah yang telah

dibayarkan oleh pihak yang dijamin terhadap pihak penerima jaminan, tetapi bukan mengenai

prosedur dari pihak yang dijamin terhadap bank.

Tujuan pemberian bank garansi

Tujuan pemberian bank garansi oleh pihak bank kepada sipenerima jaminan atau yang

dijaminkan adalah sebagai berikut :

1. Memberikan bantuan fasilitas dan kemudahan dalam memperlancar transaksi nasabah.

2. Bagi pemegang jaminan tidak akan menderita kerugian bila pihak yang dijaminkan

melalaikan kewajibannya, karena pemegang akan mendapat ganti rugi dari pihak

perbankan.

3. Menumbuhkan rasa saling percaya antara pemberi jaminan, yang dijaminkan dan yang

menerima jaminan.

4. Memberikan rasa aman dan ketentraman dalam berusaha baik, bagi bank maupun bagi

pihak lainnya, Bagi bank disamping keuntungan yang diatas juga akan memperoleh

keuntungan dari biaya-biaya yang harus dibayar nasabah serta jaminan lawan yang

diberikan.

Disamping itu bank garansi memiliki sifat tertentu yang mana bank garansi hanya berlaku

untuk satu kali transaksi yaitu sampai dengan tanggal berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan

sesuai dengan klausul yang tercantum dalam surat bank garansi yang bersangkutan. Bank garansi

Page 171: RANGKUMAN PERBANKAN

tidak dapat diperpanjang, tetapi dapat diajukan permohonan oleh nasabah untuk diperbaharui

atas persetujuan tertulis dari pemegang bank garansi.

Dalam prakteknya hal ini dapat dilihat dari bank garansi jaminan pelaksaan antara PT.

Pertamina EP Region Sumatera dengan PT. Bella Prayatama yang mana bank garansi untuk

jaminan pelaksanaannya telah diterbitkan oleh Bank Mandiri dimana dalam bank garansi telah

dinyatakan dengan tegas bahwa bank garansi pada angka 2 disebutkan bahwa jaminan

pelaksanaan ini berlaku sejak tanggal 01/10/2010 sampai dengan 31/01/2011, keadaan ini

menunjukan bahwa apabila telah jatuh tempo dan jika diperlukan lagi bank garansi tersebut

diajukan permohonan kembali.

Fungsi Bank Garansi

Bank garansi sebagai jaminan pelaksanaan adalah merupakan salah jasa yang diberikan

oleh bank, dimana bank memberikan jaminan kepada penerima jaminan, jika pihak yang dijamin

wanprestasi, dengan tujuan memberikan fasilitas guna menunjang usaha nasabah yang akan

melakukan transaksi yang tidak membutuhkan uang kontan/fasilitas kredit dari bank. Dengan

demikian bagi masing-masing pihak, bank garansi mempunyai fungsi dan meperoleh manfaat

yaitu :

1. Bagi kreditor (penerima jaminan), bank garansi berfungsi sebagai jaminan

terlaksananya pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian.

2. Bagi debitor (terjamin), bank garansi berfungsi sebagai sarana mendukung untuk

memberikan jaminan kepercayaan kreditor (penerima jaminan), bahwa prestasi yang

menjadi hak kreditor akan tetap terpenuhi pada waktunya, sekalipun ia sendiri

berhalangan untuk memenuhinya. Fungsi bank garansi seperti ini memperlancar

terjadinya trasaksi yang dibuatnya.

3. Bagi bank (penjamin), bank garansi berfungsi sebagai salah satu sarana untuk

memberikan bantuan fasilitas berbentuk jaminan untuk membantu memperlancar

transaksi yang dibuat oleh nasabah dan kreditornya dan memperoleh keuntungan dari

Page 172: RANGKUMAN PERBANKAN

biaya-biaya yang harus dibayar nasabah serta dengan adanya jamanan lawan yang

diberikan, maka kredibilitas bank juga akan meningkat dimata para nasabahnya.

Namun kenyataannya dalam masyarakat bank garansi sangat membantu kelancaran usaha

disebabkan untuk menjadi rekanan dalam mejalankan pekerjaan pada proyek-proyek pemerintah

persyaratannya harus menyerahkan bank garansi, hal ini menunjukkan bahwa bank garansi

sangat berperan dalam aktivitas dunia usaha, ternyata untuk mengikuti tender pada PTPN.II di

Tanjung Morawa persyaratannya harus menyerahkan bank garansi (bid bond) kemudian

setelahdinyatakan menang tender disayaratkan menyerahkan bank garansi (performent bond),

namun untuk jenis bank garansi dalam bentuk payment bond, setelah terjadinya krisis monoter

berkisar tahun 1997, jarang digunakan disebabkan bouwheer tidak lagi memberikan uang muka

pada perusahaan.kemudian terhadap pekerjaan yang telah selesai dikerjakan, untuk biaya

pemeliharaan biasanya dana perusahaan kami diblokir 5 % (lima persen) dalam jangka waktu

selama 3 (tiga) bulan untuk borongan pekerjaan perumahan karyawan jika dalam tenggang waktu

tidak muncul permasalahan, maka dana tersebut dikembalikan kepada perusahaan dengan

demikian untuk bank garansi dalam bentuk retention bond saat ini jarang dipergunakan.

Bertalian dengan itu untuk jangka waktu bank garansi tergantung pada permintaan dari

bouwheer yang dimohonkan terjamin kepada pihak bank, namun pada umumnya jangka waktu

bank garansi maksimal 12 (dua belas) bulan karena perlakuan terhadap syarat-syaratnya sama

dengan permohonan kredit modal kerja, bedanya untuk bank garansi dananya tidak langsung

diterima dan bersifat kontijen liability (kewajiban yang belum tentu terjadi).

Sehubungan dengan itu terlihat bahwa bank garansi berfungsi sebagai sarana untuk

memudahkan melakukan aktivitas usaha dan sangat bermanfaat bagi terjamin untuk menambah

kepercayaan bouwheer dan lebih meyakinkan akan terpenuhinya prestasi terjamin apabila terjadi

wanprestasi.

Namun demikian dalam pelaksanaan pemberian bank garansi oleh pihak bank, tentunya

tidak terlepas dari kehendak para pihak oleh karena itu kehendak tersebut akan dituangkan dalam

suatu perjanjian, untuk itu terhadap perjanjian bank garansi ternyata tidak ada ketentuan yang

mengatur bahwa judul perjanjian bank garansi itu harus sama untuk setiap bank.98 Berarti

Page 173: RANGKUMAN PERBANKAN

pemakaian judul perjanjian bank garansi tergantung pada banknya masing-masing, namun dari

hasil wawancara tersebut perjanjian pemberian bank garansi pada umumnya bank- bank swasta

nasional perjanjiannya dilakukan secara akta otentik. Hal ini terbukti bahwa pengguna bank

garansi yang telah berhubungan dan menikmati fasilitas bank garansi dari beberapa bank swasta

nasional yang ada di Medan terhadap perjanjian bank garansi dilakukan dengan akta otentik yang

dibuat dihadapan Notaris sedangkan pada Bank Pemerintah perjanjian pemberian bank garansi

dapat dilakukan dibawah tangan akan tetapi pengikatan jaminan untuk dilakukan pemasangan

hak tanggungan dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.99 Selanjutnya untuk itu

perjanjian pemberian bank garansi pada Perseroan Terbatas PT.Bank Negara Indonesia (Pesero)

Tbk dapat dilakukan dibawah tangan.100 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peran atau

fungsi bank garansi dihubungkan dengan perjanjian kredit adalah merupakan satu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan karena apabila bank garansi dicairkan disebabkan terjadinya wanprestasi

secara otomatis perjanjian pemberian bank garansi menjadi perjanjian kredit.

KELOMPOK 16

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Bank

Page 174: RANGKUMAN PERBANKAN

Menurut UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, dapat

disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun

dana,menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan

menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya

hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan

balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat. Kegiatan

menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa

perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut. bank

didirikan oleh Prof. Dr. Ali Afifuddin, SE. Inilah beberapa manfaat perbankan dalam kehidupan:

1. Sebagai model investasi, yang berarti, transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah

satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka

pendek (yield enhancement).

2. Sebagai cara lindung nilai, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah

satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut

juga sebagai risk management.

3. Informasi harga, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari

atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari

(price discovery).

4. Fungsi spekulatif, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan

spekulasi (untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar dari transaksi derivatif itu

sendiri.

5. Fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien, yang berarti, transaksi

derivatif dapat memberikan gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen

dalam menilai suatu permintaan dan kebutuhan pasar pada masa mendatang.

Terlepas dari funsi-fungsi perbankan (bank) yang utama atau turunannya, maka yang perlu

diperhatikan untuk dunia perbankan, ialah tujuan secara filosofis dari eksistensi bank di

Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat (4) Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 yang menjelaskan, ”Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan

stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Meninjau lebih dalam

Page 175: RANGKUMAN PERBANKAN

terhadap kegiatan usaha bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya

harus didasarkan atas asas demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian.4 Hal

ini, jelas tergambar, karena secara filosofis bank memiliki fungsi makro dan mikro terhadap

proses pembangunan bangsa.

2.2. Tujuan perbankan

Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan

pada umumnya terbagi atas dua tujuan. Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat

pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai,tabungan,

dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupanekonomi. Tanpa

adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan

dengan cara barter yang memakan waktu. Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan

meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana

untuk karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.

2.3. Bank sebagai agen penjamin

Agen Penjamin adalah del credere agent yaitu agen yang menjamin pembayaran barang yang

dijual olehnya dengan menerima komisi tambahan. pihak yang bertanggung jawab atas

pengikatan jaminan dan dokumentasinya. Dalam hal terdapat suatu jaminan dalam kredit

sindikasi, maka tugas Security Agent adalah mengadministrasikan jaminan (security sharing

agreement) dan bertindak mewakili para Kreditor dalam mengeksekusi atau melakukan tindakan-

tindakan hukum atas jaminan-jaminan yang bersangkutan. Biasanya, didaftarkannya dokumen

jaminan menjadi atas nama agen jaminan.

Mewakili prinsipal (Kreditur-Kreditur) dalam hal pengikatan Jaminan Hutang.

Mewakili prinsipal dalam hal eksekusi Jaminan Hutang.

Membagi-bagi eksekusi Jaminan Utang kepada para Kreditur menurut imbangan seperti

yang diperjanjikan, biasanya secara Pari Passu.

Melakukan hal-hal lain dalam hubungan dengan Jaminan Hutang, seperti mengawasi

barang yang menjadi objek Jaminan Utang, menerima/memegang polis asuransi dari

Jaminan Hutang, dan mengurusi masalah-masalah administrasi lainnya.

Page 176: RANGKUMAN PERBANKAN

Security Agent diangkat dari salah satu Kreditur yang ikut terlibat dalam perjanjian—

biasanya yang memiliki dana/saham paling besar dan paling aktif. Dalam hukum Anglo

Saxon, Security Agent lebih dikenal dengan istilah Security Trustee, atau yang dikenal dalam

hukum Pasar Modal sebagai Wali Amanat.

Tugas Security Agent hampir sama dengan tugas seorang Kurator dalam permasalahan

kepailitan. Tugas Security Agent harus ditulis secara jelas dalam klausul-klausul perjanjian

karena hal ini tidak tercatat dalam Undang-undang. Seorang Security Agent juga

mendapatkan fee/ongkos pekerjaan, permasalahan fee/ongkos pekerjaan ini pun haruslah ditulis

dalam perjanjian.

2.4. Mengenal Bank Agen Penjaminan

Jadi dalam pemberian Bank Garansi ada tiga pihak yang terlibat , yaitu sebagai berikut :

1. Bank sebagai pihak pemberi jaminan disebut Penjamin( Bank penerbit / Issuing Bank )

2. Nasabah sebagai pemohon ( Applicant ) pihak yang dijamin disebut Terjamin

3. Pihak ketiga yang menerima jaminan disebut Penerima jaminan ( Beneficiary)

Kenapa si penerima jaminan (Beneficiary) percaya kepada Bank penerbit Bank Garansi (Issuing

Bank/Opening Bank)sebagai penjamin ? Jawabannya Kepercayaan masyarakat terhadap Bank

adalah modal utama bank, Bank yang menerbitkan Bank Garansi harus bank yang mempunyai

reputasi yang baik di mata masyarakat, sehingga si penerima jaminan percaya bahwa bank akan

mengganti kedudukan si terjamin (Applicant) untuk memenuhi kewajibannya. Dengan demikian

maka si penerima jaminan (Beneficiary) akan terhindar dari resiko yang timbul akibat kelalaian

si terjamin (Applicant).

Bagaimana Bank bisa mempercayai nasabahnya sebagai pemohon (Applicant) atas penerbitan

Bank Garansi dan berani mengambil resiko kerugian jika nasabahnya sebagai si terjamin

melanggar janji ? Untuk mengatasi resiko atas pengeluaran Bank Garansi, Bank terlebih dahulu

akan meminta Jaminan lawan (Counter Guarantee) kepada si pemohon (Applicant) sebagai calon

si terjamin yang nilai tunainya sekurang-kurangnya sama dengan nilai nominal yang tercantum

di dalam Bank Garansi. Counter Guarantee ini bisa berupa uang tunai atau simpanan giro,

deposito, surat berharga, atau harta kekayaan (Asset) milik si terjamin yang umumnya di

perbankan biasa disebut Collateral. Collateral ini akan di blokir oleh bank atau di disclaimer atau

Page 177: RANGKUMAN PERBANKAN

di bekukan selama Bank Garansi tersebut berjalan dan belum jatuh tempo. Namun demikian ,

berdasarkan pengalaman, syarat-syarat persetujuan antara Bank dengan si pemohon (Applicant)

Bank Garansi sangat Fleksibel, penilaian Bank terhadap pemohon lebih tergantung kepada

reputasi atau Bonafiditas nasabahnya. Nasabah yang sudah bertahun-tahun menjadi nasabah

Bank-nya dengan reputasi yang baik sehingga bonafiditasnya tidak diragukan akan berbeda

dengan nasabah yang bonafiditasnya masih diragukan. Sehinga inti pemberian Bank Garansi

adalah kepercayaan Bank terhadap Nasabahnya dalam membantu kelancaran transaksi Bisnis

nasabahnya.

Apa keuntungan bank atas pemberian Bank Garansi ? Atas pemberian Bank Garansi terhadap

nasabahnya atau si terjamin, Bank akan menerima imbalan jasa dari si terjamin (Applicant)

berupa sejumlah uang tertentu yang disebut dengan ‘provisi’. Biasanya provisi dihitung atas

dasar persentase tertentu dari jumlah Nominal Bank Garansi dan untuk jangka waktu tertentu,

bisa triwulan, semester atau satu tahun dan sebagainya.

MANFAAT DAN KEGUNAAN BANK AGEN PENJAMINAN

Bank Garansi diterbitkan atas permintaan nasabahnya (Applicant) yang akan

digunakan untuk keperluan beragam sesuai kebutuhan transaksi bisnis nasabahnya, manfaatnya

secara umum adalah Sebagai sarana untuk memperlancar lalu lintas barang dan jasa,

meringankan Cash Flow dll. Penerima jaminan (Beneficiary) tidak akan menderita kerugian bila

pihak yang dijamin (Applicant) melalaikan kewajiban karena penerima jaminan

(Beneficiary) akan mendapat ganti rugi (pembayaran) dari bank.

Sebagai contoh saya berikan ilustrasi sebagai berikut. Misalkan anda akan membuat

sebuah rumah yang baru, lalu anda akan mencari kontraktor atau pemborong untuk

melaksanakan proses pembangunan rumah anda, akan tetapi anda merasa ragu dengan si

kontraktor tersebut, yang anda takutkan jika anda memberikan uang untuk membangun rumah

anda kepada si kontraktor atau pemborong, si kontraktor tersebut tidak melaksanakan

pembangunan rumah anda atau berhenti di jalan, atau si kontraktor membawa lari uang yang

anda berikan, sehingga anda akan menanggung resiko. Dan sebaliknya si kontraktor juga

misalkan ragu sama si pemilik proyek atau anda, kontraktor ragu karena jika dia mengerjakan

pembangunan rumah anda dan setelah selesai dikhawatirkan ternyata anda tidak sanggup

membayar pekerjaan pembangunan yang telah diselesaikan oleh si kontraktor.

Page 178: RANGKUMAN PERBANKAN

Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi tersebut, maka kedua pihak yaitu anda

dan si kontraktor bersepakat untuk menetapkan suatu Bank sebagai penjamin terhadap hal-hal

yang mungkin tidak diinginkan oleh kedua belah pihak. Bank yang harus dipilih oleh anda dan si

kontraktor adalah Bank yang dipercaya masyarakat dan sudah dikenal bonafiditasnya. Lalu anda

membuat kontrak perjanjian dengan si Kontraktor. Isi perjanjan, karena anda sebagai pemilik

proyek rumah anda dan anda akan mengeluarkan uang untuk pembangunan rumah anda, anda

meminta Jaminan Bank Garansi dari si kontraktor sebagai jaminan pelaksanaan pembangunan

rumah anda. Lalu si Kontraktor akan mengajukan permohonan penerbitan Bank Garansi

(Kontraktor sebagai Applicant) kepada Bank dimana dia menjadi nasabahnya, Bank Garansi

tersebut ditujukan atas nama Anda sebagai penerima jaminan (Beneficiary), kenapa? Karena

anda akan mengeluarkan uang dimuka sebelum pelaksanaan pembanguan dimulai oleh

kontraktor. Setelah anda memegang Bank Garansi dari si kontraktor maka tentu anda sudah tidak

akan ragu lagi untuk melepas uang anda kepada si kontraktor untuk melaksanakan pembangunan

rumah anda. Karena jika si kontraktor tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kontrak

pekerjaan, maka Bank yang menerbitkan Bank Garansi akan menangung kewajiban si

kontraktor.

Ilustrasi tadi bisa terjadi sebaliknya tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak. Jika

misalkan pembangunan rumah anda dibangun melalui uang si kontraktor dan anda akan

membayar setelah si kontraktor menyelesaikan pekerjaannya, maka dalam hal ini andalah yang

harus memberikan jaminan kepada si kontraktor, anda yang harus mengajukan permohonan pada

bank anda untuk menerbitkan Bank Garansi atas nama si penerima jaminan si kontraktor

(beneficiary). Jadi dalam hal ini anda sebagai Applicant atau pemohon dan si kontraktor menjadi

Beneficiary atau penerima jaminan.

Hal penting yang harus di ingat adalah bahwa Bank akan memeriksa kesanggupan dari

si pemohon penerbitan Bank Garansi (Applicant), disamping si applicant harus mempunyai

Counter Garansi, Bank penerbit juga akan memeriksa Surat Kontrak antara si Applicant dengan

si Beneficiary. Isi Surat kontrak harus berbunyi sedetail mungkin, karena Kontrak tersebut akan

merupakan dasar daripada permohonan penerbitan Bank Garansi. Di dalam Surat Bank Garansi

dicantumkan berlakunya jangka waktu yaitu mulai tanggal penerbitan sampai tanggal jatuh

tempo atau berakhirnya masa berlaku Bank Garansi. Tanggal berakhirnya masa berlaku Bank

Garansi adalah hal yang harus selalu di ingat, supaya bilamana masa berlaku Bank Garansi akan

Page 179: RANGKUMAN PERBANKAN

berakhir dan ternyata si Applicant menganggap masih membutuhkan, maka si Applicant dapat

mengajukan permohonan untuk perpanjangan, untuk hal tersebut Bank penerbit akan

memperbaharuinya dengan menerbitkan Bank Garansi yang baru. Jadi Bank harus selalu

mengetahui tanggal jatuh tempo Bank Garansi supaya dapat melakukan langkah sebelum masa

berlaku Bank Garansi berakhir. Setelah tanggal jatuh tempo Bank Garansi, maka si Applicant

harus menyerahkan Surat Bank Garansi tersebut kepada Bank penerbit. Dan Bank bersangkutan

akan menyerahkan kembali Collateral bersama bukti-bukti kepemilikan serta Surat Perjanjian

Bank Garansi yang telah diroya (aquit et de charge).

Hal penting yang harus di ingat ! *Dalam menerbitkan Garansi Bank, bank terikat oleh

suatu ketentuan-ketentuan maupun larangan-larangan yang ditaati, antara lain :

Untuk melindungi serta menjamin rasa kepastian terhadap masyarakat yang menerima

Garansi Bank, maka Garansi Bank tidak boleh memuat :

1. Syarat-syarat yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya garansi bank

tersebut.

2. Ketentuan bahwa Garansi Bank boleh diubah atau dibatalkan secara sepihak

(Revocable/Irrevocable).

Bank dilarang memberikan Garansi Bank untuk kredit yang diberikan atau unuk dana

yang diterima oleh bank lain. Alasannya Garansi Bank sesungguhnya berfungsi pokok

sebagai alat untuk memperlancar lalu lintas barang_barang dan jasa.

Bank dilarang memberikan jaminan :

1. Dalam rupiah untuk kepentingan bukan penduduk.

2. Dalam valuta asing baik untuk penduduk maupun bukan penduduk.

Bank asing dilarang memberikan Garansi Bank untuk perusahaan yang diluar Jakarta.

Bank Umum dan Bank Pembangunan pemerintah dilarang memberikan Garansi Bank

jangka menengah dan panjang kepada pengusaha non pribumi dalam rangka pengadaan

barang modal. Sedangkan untuk pengusaha pribumi harus dengan izin B.I. Demikian

juga PMA dilarang.

Dalam memberikan Garansi Bank ini, Bank juga dikenakan pembatasan dalam hal jumlah

(nilai) yang bolah dikeluarkan. Maksimal pemberian Garansi Bank diambil dari jumlah yang

tertinggi dari perhitungan : 40% x dana pihak ketiga (giro, deposito, tabungan dalam rupiah

maupun valuta asingt), atau dari 2 X modal sendiri.

Page 180: RANGKUMAN PERBANKAN

BANK GARANSI DALAM VALUTA ASING

Bank Devisa juga mengeluarkan Bank Garansi dalam transaksi perdagangan luar negeri,

berupa Bank Garansi dalam valuta asing. Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan-

ketentuan sebagai berikut :

1. Bank devisa pemerintah diperkenankan memberikan Bank Garansi dalam valuta asing

kepada konsultan, kontraktor, dan eksportirIndonesia sehubungan dengan tender dan

pelaksanaan kontrak di Negara lain.

2. Bank Garansi dalam valuta asing hanya diberikan untuk memenuhi persyaratan

sebagai Bid bond, Advance payment guarantee, dan Performance bond.

3. Bank Garansi dalam valuta asing diberikan untuk kepentingan peserta tender di luar

negeri yang diadakan oleh pihak-pihak di Indonesia dalam rangka project aid dan

pembelian-pembelian pemerintah non-project aid atas permintaan dan tanggungan bank

di luar negeri yang bonafide.

4.  Bank Garansi dalam valuta asing diberikan untuk kepentingan kontraktor dalam negeri

yang mengikuti tender dan melaksanakan pembangunan proyek yang dibiayai dengan

dana bantuan luar negeri atau dana sendiri.

Counter Guarantee untuk Bank Garansi dalam valuta asing, khusus untuk konsultan yang

Bonafide, diatur sebagai berikut :

1. Persyaratan mengenai uang jaminan yang harus dibekukan, tidak merupakan hal

yang mutlak, akan tetapi disesuaikan dengan kemungkinan terjadinya resiko.

2. Besarnya jaminan lawan (Counter guarantee) yang harus diserahkan oleh konsultan yang

bersangkutan tergantung kepada besarnya risiko kemungkinan timbul menurut penilaian

bank, dengan demikian Counter Guarantee itu dapat berupa materiil maupun immateriil.

Page 181: RANGKUMAN PERBANKAN

KELOMPOK 17

PEMBAHASAN

TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN KREDIT

A. Pengertian Jaminan

Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992

mengenai Perbankan, tidak disebutkan secara tegas mengenai kewajiban atau keharusan tersedianya

jaminan atas kredit yang dimohonkan oleh calon debitur atau debitur, seperti yang diatur dalam Undang –

Undang Perbankan sebelumnya.

Selengkapnya dibandingkan bunyi Pasal dalam Undang-Undang Perbankan yang mengatur mengenai

masalah jaminan tersebut, yaitu :

1. Bunyi Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 : “Bank umum tidak memberi kredit tanpa

jaminan kepada siapapun juga”.

2. Bunyi Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 : “Dalam memberikan kredit atau

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis

yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya

atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1967, secara tersirat jelas ditekankan keharusan adanya jaminan

atas setiap pemberian kredit kepada siapapun. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998,

keharusan adanya jaminan terkandung secara tersirat dalam kalimat : “…keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan debitur…” dan sekaligus mencerminkan apa yang disebut dengan jaminan

yang harus disediakan oleh debitur. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit

bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek

usaha dari debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsure jaminan pemberian kredit, maka

apabila berdasarkan unsure-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur

mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai

dengan kredityang bersangkutan. Apalagi apabila kita melihat ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang

menentukan bahwa segala kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik

Page 182: RANGKUMAN PERBANKAN

yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan

perseorangan. Yang dimaksud dengan jaminan itu sendiri adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur

dan atau pihak ketiga kepada kreditur karena pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan bahwa debitur

harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan. Dari pengertian tersebut lebih lanjut dapat

dikemukakan bahwa :

1. Jaminan yang diberikan kepada kreditur tersebut, baik berupa hak kebendaanmaupun hak perorangan.

2. Jaminan yang diberikan kepada kreditur tersebut, dapat diberikan oleh debitur sendiri maupun pihak

ketiga yang disebut juga penjamin atau penanggung.

3. Jaminan yang diberikan kepada kreditur tersebut ialah untuk keamanan dan kepentingan kreditur yang

harus diadakan dengan suatu perjanjian khusus, perikatan mana bersifat acesoir dari perjanjian kredit atau

pengakuan utang yang diadakan antara kreditur dengan debitur.

Mengenai pentingnya suatu jaminan oleh kreditur atas suatu pemberian kredit, tidak lain adalah salah satu

upaya untuk mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan

pelunasan kredit tersebut.

B. Prinsip-Prinsip Hukum Jaminan

Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh ketentuan-ketentuan KUH Perdata adalah

sebagai berikut ;

1. Kedudukan harta para pihak peminjam

Pasal 1131 KUH Perdata mengatur tentang kedudukan harta pihak peminjam, yaitu bahwa harta para

pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan jaminan atas utangnya. Pasal 1131 KUH Perdata

menetapkan bahwa semua harta pihak peminjam, baik yang berupa harta bergerak, baik yang sudah ada

maupu yang akan ada di kemudian hari merupakan jaminan atas perikatan utang pihak peminjam.

Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan salah satu ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu

mengtur tentang kedudukan harta pihak yang berutang (pihak peminjam) atas perikatan utangnya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata pihak pemberi pinjaman akan dapat menuntut pelunasan

utang pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan, Termasuk senua harta yang akan dimilikinya

dikemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak untuk menuntut pelunasan utang dari harta

yang akan diperoleh oleh pihak peminjam dikemudian hari.

Page 183: RANGKUMAN PERBANKAN

Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata sering pula dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian

kredit perbankan. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata yang dicantumkan sebagai klausul dalam

perjanjian kredit bila ditinjau dari isi (materi) perjanjian, disebut sebagai isi naturalia.

Klausul perjanjian yang tergolong sebagai isi naturalia merupakan klausul fakultatif, artinya bila

dicantumkan sebagai isi perjanjian akan lebih baik, tetapi bila tidak dicantumkan, tidak menjadi masalah

kecacatan perjanjian karena hal (klausul) yang seperti demikian sudah diatur oleh ketentuan hukum yang

berlaku.

Dengan memperhatikan kedudukan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata Bila dikaitkan dengan suatu

perjanjian pinjaman uang, akan lebih baik ketentuan tersebut dimasukkan sebagai klausul dalam

perjanjian pinjaman uang, termasuk dalam perjanjian kredit.

2. Kedudukan pihak pemberi pinjaman

Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa kedudukan pihak pemberi

pinjaman dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu :

a. Yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing-masing.

b. Yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak peberi pinjaman yang lain berdasarkan suatu

peraturan perundang-undangan.

Pasal 1132 KUH Perdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam menjadi jaminan bersama bagi semua

pihak pemberi pinjaman, hasil penjualan harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut

besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara pihak pemberi pinjaman itu mempunyai

alasan yang sah untuk didahulukan.

3. Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak pemberi pinjaman

Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang bila pihak

peminjam ingkar janji atau wanperstasi. Larangan bagi pihak pemberi pinjaman utnuk memperjanjikan

akan memiliki objek jaminan utang sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan lembaga

jaminan tersebut tentunya akan melindungi kepentingan pihak peminjam dan pihak pemberi pinjaman

lainnya, terutama bila nilai objek jaminan melebihi besarnya utang yang dijamin. Pihak pemberi pinjaman

Page 184: RANGKUMAN PERBANKAN

yang mempunyai hak berdasarkan ketentuan lembaga jaminan dilarang serta-merta menjadi pemilik objek

jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji. Ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas tentunya

akan dapat mencegah tidakan sewenang-wenang pihak pemberi pinjaman yang akan merugikan pihak

peminjam.

C. Jenis-Jenis Jaminan

Oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, pada dasarnya jenis-jenis jaminan kredit

adalah sebagai berikut :

1. Jaminan Perorangan

Jaminan perorangan adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seseorang pihak

ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila debitur

yang bersangkutan wanprestasi. Jaminan semacam ini pada dasarnya adalah penanggungan utang yang

diatur dalam KUH Perdata Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 (termasuk Pasal 1316).

2. Jaminan Kebendaan

Jaminan kebendaan adalah jaminan berupa harta kekayaan, baik benda maupun hak kebendaan, yang

diberikan dengan cara pemisahan bagian

dari harta kekayaan baik dari sidebitur maupun dari pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-

kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila debitur yang bersangkutan wanprestasi. Menurut

sifatnya, jaminan kebendaan ini terbagi 2, yaitu :

a. Jaminan dengan benda berwujud (material)

Dapat berupa benda atau barang bergerak dan barang tidak bergerak. Sedangkan benda tak berwujud yang

lazim diterima oleh bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih. Barang bergerak yang lazim

diterima sebagai jaminan kredit oleh bank, antara lain dapat berupa :

1. Kendaraan Bermotor.

Yang dimaksud dengan kendaraan bermotor disini adalah mobil dengan berbagai jenis, tipe dan merek

serta sepeda motor dan skuter. Hal ini sesuai dengan definisi yang diberikan oleh Undang-Undang No. 14

Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, yaitu pada Pasal 1 ayat (7) disebutkan bahwa

“kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan, oleh peralatan teknik yang berada di atas

Page 185: RANGKUMAN PERBANKAN

atau pada kendaraan itu”. Untuk kepentingan pengikatan jaminan, maka yang harus diminta oleh bank

adalah buku Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB).

2. Stok Barang.

Yang dimaksud dengan stok barang disini adalah barang dagangan, baik yang sudah ada maupun yang

akan ada yang dapat dinilai baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

3. Deposito.

Apabila deposito akan dijadikan jaminan kredit, maka yang harus diminta dan disimpan oleh bank adalah

bilyet deposito tersebut, baik untuk deposito berjangka maupun untuk sertifikat deposito.

Kemudian atas deposito ini, harus diperiksa keaslian, legalitasnya serta kebenaran daripada isi bilyet

tersebut. Ada beberapa cara untuk mengetahui dan mengamankan suatu deposito yang akan dijadikan

jaminan, antara lain adalah :

a. Apabila bank penerbit deposito tersebut berbeda dengan bank pemberi kredit, maka :

1. Pemilik deposito memberikan surat kuasa kepada bank pemberi kredit untuk memblokirkan atau

mencairkan deposito pada bank penerbit deposito tersebut.

2. Atas dasar surat kuasa tersebut bank pemberi kredit memebuat surat permintaan pemblokiran atas

deposito yang bersangkutan, dimana sebagai tanda sepengetahuan dan pesetujuannya, maka bank penerbit

deposito tersebut membubuhkan tanda tangannya pada surat permintaan pemblokiran deposito tadi.

b. Apabila bank penerbit deposito tersebut dan bank pemberi kredit adalah bank yang sama, maka :

1. Pemilik deposito memberikan surat kuasa kepada bank pemberi kredit untuk memblokirkan atau

mencairkan deposito yang dijaminkan tersebut.

2. Atas dasar surat kuasa tersebut bank yang bersangkutan melakukan pengecekan keaslian dan kebenaran

serta pemblokiran atas deposito tersebut.

Sedangkan barang tidak bergerak yang lazim diterima sebagai jaminan kredit oleh bank, dapat berupa ;

Page 186: RANGKUMAN PERBANKAN

1. Tanah dan Bangunan.

Sehubungan dengan kenyataan yang ada saat ini bahwa tanah-tanah dan benda-benda khususnya

bangunan yang ada di atasnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, maka apabila bank

bank akan menerima tanah sebagai jaminan kredit, maka benda-benda yang berada di atas tanah tersebut

harus diminta pula sebagai jaminan atas kredit tersebut.

2. Kapal

Untuk kepentingan pembebanan hak tanggungan atau perikatan jaminan kapal, maka secara umum dapat

dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

a. Kapal yang berukuran kurang dari 20 meter kubik.

b. Kapal yang berukuran 20 meter kubik atau lebih.

D. Fungsi Jaminan Dalam Pemberian Kredit

Sebagaimana telah dikemukakan pemberian kredit adalah salah satu bentuk pinjaman uang. Dalam suatu

pinjaman uang sering dipersyaratkan adanya jaminan utang yang dapat terdiri dari berbagai bentuk dan

jenisnya. Mengenai penjaminan utang, dalam hukum positif di Indonesia terdapat berbagai peraturan

perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan jaminan utang yang sering disebut dengan

sebutan hukum jaminan. Ketentuan-ketentuan hukum jaminan yang berlaku memberikan pengaturan yang

akan melindungi pihak-pihak yang berkepentingan dengan pinjaman uang dan jaminan utang tersebut.

Dari uraian di atas terlihat bahwa jaminan yang diberikan debitur kepada kreditur mempunyai fungsi

sebagai berikut :

1. Jaminan kredit sebagai pengamanan pelunasan kredit

Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib melaksanakan upaya

pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi debitur yang bersangkutan. Kredit yang tidak dilunasi

oleh debitur baik sebagian maupun seluruhnya akan merupakan kerugian bagi bank. Kerugian yang

menunjukkan jumlah yang relatif besar akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan kelanjutan usaha

bank.

Oleh karena itu, sekecil apapun nilai uang dari kredit yang telah diberikan kepada debitur harus tetap

diamankan sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Secara umum pengamanan kredit dapat dilakukan melalui

Page 187: RANGKUMAN PERBANKAN

tahap analisis kredit dan melalui penerapan ketentuan hukum yang berlaku. Khusus mengenai jaminan

kredit, untuk pengamanannya dapat

ditemukan baik pada tahap analisis kredit maupun melalui penerapan ketentuan hukum. Keterkaitan

jaminan kredit dengan pengamanan kredit dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata

sehingga merupakan upaya lain atau alternatif yang dapat digunakan bank untuk memperoleh pelunasan

kredit pada waktu debitur ingkar janji pada bank. Bila di kemudian hari debitur ingkar janji, yaitu tidak

melunasi utangnya kepada bank sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit, akan dilakukan pencairan

(penjualan) atas objek jaminan kredit yang bersangkutan. Hasil pencairan kredit tersebut selanjutnya akan

diperhitungkan oleh bank untuk pelunasan kredit debitur yang telah dinyatakan sebagai kredit macet.

Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan muncul pada saat kredit

dinyatakan sebagai kredit macet. Selama kredit telah dilunasi oleh debitur, tidak akan terjadi pencairan

jaminan kreditnya. Dalam hal ini jaminan kredit akan dikembalikan kepada debitur yang bersangkutan

sesuai dengan ketentuan hukum dan perjanjian kredit.

Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit sangat berkaitan dengan kepentingan bank

yang menyalurkan dananya kepada debitur yang sering dikatakan mengandung risiko. Dengan adanya

jaminan kredit yang dikuasai dan diikat bank sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku, pelaksanaan fungsi tersebut akan terlaksana pada saat debitur ingkar janji atau wanprestasi.

2. Jaminan kredit sebagai pendorong motivasi debitur

Pengikatan jaminan kredit yang berupa harta milik debitur yang dilakukan oleh pihak bank, tentunya

debitur yang bersangkutan takut akan kehilangan harta tersebut. Hal ini akan mendorong debitur berupaya

untuk melunasi kreditnya kepada bank agar hartanya yang dijadikan jaminan kredit tersebut tidak hilang

karena harus dicairkan oleh bank. Umumnya sesuai dengan ketentuan peraturan internal masing-masing

bank, nilai jaminan kredit yang diserahkan debitur kepada bank lebih besar bila dibandingkan dengan

nilai kredit yang diberikan bank kepada debitur yang bersangkutan.

Hal ini memberikan motivasi kepada debitur untuk menggunakan kredit sebaik-baiknya, melakukan

kegiatan usahanya secara baik, mengelola kondisi keuangan secara hati-hati sehingga dapat segera

melunasi kreditnya agar dapat menguasai kembali hartanya. Tidak dapat dipungkiri siapapun juga pasti

Page 188: RANGKUMAN PERBANKAN

tidak ingin kehilangan hartanya karena merupakan sesuatu yang dibutuhkan, mempunyai nilai-nilai

tertentu, atau disayangi.

3. Motivasi pemenuhan perjanjian

Dengan adanya jaminan yang diberikan debitur kepada kreditur, maka debitur akan merasa termotivasi

untuk memenuhi isi perjanjian. Ini

disebabkan karena jaminan yang diberikan kepada kreditur lebih besar nilainya dari jumlah uang yang

dipinjam debitur. Dengan pengertian lain, secara sepintas adanya kewajiban bagi debitur untuk melunasi

utangnya disebabkan karena keinginan menebus benda yang dijadikan jaminan.

E. Pengikatan Atas Jaminan Kredit

Terhadap setiap objek jaminan kredit yang diserahkan debitur dan disetujui bank, harus segera diikat

sebagai jaminan utang. Bank seharusnya mengikat objek jaminan kredit secara sempurna, yaitu dengan

mengikuti ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan utang. Pengikatan atau

penguasaan jaminan kredit seharusnya dilakukan sebelum diizinkannya dibitur menarik dana kredit.

Keharusan pengikatan dan penguasaan jaminan kredit merupakan bagian dari persyaratan adminstratif

yang sudah diselesaikan sebelum kredit disalurkan dananya kepada debitur.

Sehubungan dengan adanya persyaratan administrative yang ditetapkan dalam peraturan internal bank,

untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan hendaknya bank tidak menyetujui permohonan penarikan

kredit yang diajukan debitur sebelum seluruh persyaratan administratif diselesaikan oleh debitur,

termasuk mengenai pengikatan dan penguasaan jaminan kreditnya.

Page 189: RANGKUMAN PERBANKAN

BAB III

LEMBAGA JAMINAN PEMBEBANAN DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT

A. Gadai

1. Pengertian Gadai

Deposito termasuk dalam katagori benda bergerak yang tidak berwujud, sehingga atasnya dapat

dibebani hak gadai. Terhadap gadai atas benda bergerak tersebut maka hukum yang berlaku adalah

ketentuan hukum KUH Perdata Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160.

Pemberian gadai pada dasarnya adalah suatu jaminan dalam pelaksanaan suatu prestasi yang akan

diberikan oleh debitur untuk masa yang akan datang mengingat bahwa gadai memberikan kekuasaan

kepada pemegang gadai untuk mengambil pelunasan dari barang gadai secara didahulukan.

Hak gadai terjadi dengan penyerahan benda gadai secara nyata, sehingga benda tersebut berada di

bawah kekuasaan kreditur. Hak kebendaan (jaminan) atas benda bergerak itu ada pada pemegang

gadai.

Hal tersebut tercantum dalam Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata, yaitu:

“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bahwa diletakkan dengan membawa

barang gadainya dibawah kekuasaan si berpiutang atau seseorang pihak ketiga, tentang siapa telah

disetujui oleh kedua belah pihak”.

Gadai merupakan perjanjian accecoir, maksudnya adalah bahwa sebelum diadakan perjanjian gadai,

terlebih dahulu harus ada perjanjian kredit sebagai perjanjian pokoknya. Menurut ketentuan Pasal

1150 bahwa pihak yang mengadaikan disebut “pemberi gadai” dan pihak yang menerima gadai

disebut “penerima atau pemegang gadai”. Pasal 1150 KUH Perdata mendefinisikan gadai sebagai

berikut : “ Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang

bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan

yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang

tersebut secara didahulukan dari pada orang –orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya

untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah

barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan ”. Selanjutnya, Volmar dengan

bahasanya sendiri, ia memberikan pengertian gadai adalah :

Page 190: RANGKUMAN PERBANKAN

“Sebuah hak atas benda bergerak milik orang lain yang dimaksud tujuannya bukan memberikan

kepada orang yang berhak terhadap gadai itu (penerima gadai) nikmat benda tersebut, tetapi hanyalah

untuk memberikan kepadanya jaminan tertentu bagi pelunasan suatu barang”.

Dari perumusan di atas dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak kebendaan yang

mempunyai objek berupa benda bergerak yang berwujud dan tidak berwujud yang penyerahannya

dilakukan oleh debitur atau orang lain atas nama debitur/pihak ketiga dengan fungsi untuk menjamin

pemenuhan piutang kreditur, dimana gadai mempunyai hak untuk didahulukan (hak preferen) dari

kreditur-kreditur lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.

b. Unsur-unsur Yuridis Dari Perjanjian Gadai

Di dalam perjanjian gadai terdapat beberapa unsur yuridis yang terdapat dalam pelaksanaan

perjanjian gadai antara lain:

1. obyek gadai adalah barang bergerak

2. subyek gadai adalah perorangan atau badan usaha

3. syarat gadai bahwa benda gadai harus diserahkan kepada kreditor (inbezitstelling)

4. pihak yang menyerahkan barang adalah debitor atau kuasanya

5. kreditor gadai mempunyai hak didahulukan penagihannya dari kreditor-kreditor

lainnya

6. pengecualian atas hak didahulukan meliputi 2 (dua) hal yaitu biaya lelang dan biaya

penyelamatan barang.

Barang bergerak yang menjadi obyek gadai meliputi barang bergerak berwujud dan

barang bergerak tidak berwujud.Tidak sah perjanjian gadai apabila obyek gadai tidak dilepaskan dari

kekuasaan debitor. Benda jaminan gadai tidak dibolehkan berada dalam tangan debitur, walaupun hal

tersebut diperjanjikan,karena sangat bertentangan dengan prinsip gadai. Larangan ini sekaligus

menunjukkan pula bahwa perjanjian gadai bersifat riil. Mahkamah Agung dalam salah satu

pertimbangan hukumnya menetapkan bahwa dalam

Page 191: RANGKUMAN PERBANKAN

2. Cessie

a. Pengertian Cessie

Cessie adalah suatu cara pengalihan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal 613 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata. Pengalihan ini terjadi atas dasar suatu peristiwa perdata, seperti

perjanjian jual-beli antara kreditor lama dengan calon kreditor baru.

Cessie atau pengalihan hak atas kebendaan tak bertubuh (intangible goods) kepada pihak ketiga.

Kebendaan tak bertubuh di sini biasa berbentuk piutang atas nama. Cessie dapat dilakukan melalui

akta otentik atau akta bawah tangan. Syarat utama keabsahan cessie adalah pemberitahuan cessie

tersebut kepada pihak terhutang untuk disetujui dan diakuinya. Pihak terhutang di sini adalah pihak

terhadap mana si berpiutang memiliki tagihan. Pengaturan mengenai cessie diatur dalam Pasal 613

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.Dalam praktek transaksi bisnis di Indonesia saat

ini, akta cessie biasa dibuat dalam bentuk "Assignment Deed". Hal pokok yang diatur dalam

Assignment Deed adalah sebagai berikut:

a.Para pihak, yaitu pihak yang memiliki piutang (Transferor) dan pihak yang akan menerima

pengalihan piutang (transferee);

b. Pernyataan pengalihan piutang oleh Transferor kepada Transferee dan pernyataan penerimaan

pengalihan piutang tersebut oleh Transferee dari Transferor;

c. Syarat adanya pemberitahuan dari Transferor kepada pihak yang berhutang dan penegasan si

berhutang ini bahwa ia menerima pengalihan hutangnya (atau piutang si Transferor) kepada

Transferee. Sedangkan dalam praktek, dasar diadakannya cessie ini adalah sebagaimana ketentuan

penyerahan piutang yang diatur dalam KUH Perdata, khususnya terdapat dalam Pasal 613, yaitu :

“Penyerahan akan piutang atas nama dan kehendak tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan

membuat suatu akta otentik atau dibawah tangan dengan mana hak-hak atas kebendaan itu

dilimpahkan kepada orang lain”. Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya

melainkan setelah penyerahan itu diberikan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya.

Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat-bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu; penyerahan

tiap-tiap pitang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan

endorsement”.

Page 192: RANGKUMAN PERBANKAN

Dari Bunyi Pasal tersebut di atas, maka cessie jaminan hanya dibebankan atas piutang atas bawa,

oleh karena itu bilyet deposito yang termasuk sebagai piutang atas nama dapat dibebankan dengan

cessie.

Menurut Budi Untung lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa berlakunya secara yuridis formal suatu

cessie adalah memenuhi tiga pensyaratan minimal, yaitu :

1. Atas pengalihan piutang/tagihan tersebut haruslah dilakukan dengan suatu perjanjian cessie baik

dengan akta otentik maupun akta di bawah tangan.

2. Adanya pemebritahuan, persetujuan dan pengakuan dari si tertagih bahwa hak atas piutang/tagihan

sebelumnya tersebut telah dialihkan kepada pihak lain.

3. Adanya penyerahan nyata atas bukti kepemilikan atas piutang tagihan tersebut dari yang berhak

sebelumnya kepada yang menerima hak atas piutang/tagihan tersebut. Untuk kepentingan dan

keamanan bank, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh kreditur sebelum suatu piutang/tagihan

diterima dan diikat sebagai jaminan yaitu :

Akan tetapi dalam praktek perbankan sekarang berdasarkan hasil penelitian bahwa pada PT. Bank

Mandiri (Persero) Tbk, pengikatan kredit dengan jaminan deposito tidak memakai lembaga jaminan

cessie akan tetapi pengikatannya cukup

1. Kepastian jumlah tagihan, bukti/dasar adanya tagihan tersebut serta tanggal jatuh tempo

penagihan;

2. Adanya pemberutahuan,persetujuan dan pengakuan dari pihak tertagih mengenai pengalihan

tagihan tersebut kepada bank;

3. Untuk setiap pengalihan tagihan tersebut selain harus ada penyerahan nyata atas kepemilikannya,

juga harus ada perjanjian pengalihan tersebut, baik dengan akta otentik ataupun dengan akta di

bawah tangan. dilakukan dengan lembaga jaminan gadai, yang sudah pasti terjamin dan akurat dalam

hal pencairannya.

B. Pengertian Tentang Deposito Sebagai Jaminan Kredit 1. Pengertian Deposito

Pengertian deposito disebut dalam pasal 1 angka (7) UU Perbankan. Pasal tersebut menyatakan

bahwa “Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu

berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank” Berdasarkan pasal tersebut, deposito

dikategorikan sebagai bentuk simpanan dana oleh nasabah penyimpan (deposan) kepada pihak bank,

dimana berdasarkanperjanjian antara keduanya, dana itu dapat ditarik kembali oleh nasabah setelah

jangka waktu tertentu. Kata perjanjian yang terdapat pada pasal 1 angka (7) UU Perbankan tersebut

Page 193: RANGKUMAN PERBANKAN

menunjukan bahwa simpanan deposito yang lahir dari perjanjian yang dibuat antara pihak bank

dengan nasabah, tidak terikat bentuknya, tetapi diberikan kesempatan kepada para pihak untuk

menentukan syarat-syaratnya. Asas ini sengaja demikian untuk memberikan ruang gerak kepada

bank dan nasabah dalam menentukan syarat-syarat deposito yang akan dibuat diantara mereka.

Ahmad Anwari memberikan pengertian bahwa “deposito adalah nama yang diberikan pada simpanan

deposan di bank yang lasim diletakkan pada persyaratan jangka waktu penyimpanan” Referensi dari

sarjana lain, seperti Karim (2004 : 411), juga mengemukakan pendapat bahwa : “uang yang

dititipkan pada bank oleh pribadi maupun lembaga usaha tertentu untuk disimpan dan kemudian

ditarik kembali saat dibutuhkan atau berdasarkan syarat yang telah disepakati bersama, yang dapat

dimintai atau dibutuhkan disebut deposito”. Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan

bahwa deposito adalah simpanan uang ke bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu

tertentu menurut perjanjian yang telah disepakati yang dibuat secara tertulis oleh dan antara pihak

bank dengan nasabah penyimpan dana (deposan).

2. Jenis-jenis Deposito

OP.Simorangkir dalam bukunya “Seluk Beluk Bank Komersial”, membagi deposito menjadi empat

jenis, yaitu :

a. Deposito berjangka (time deposit), yaitu simpanan dalam rupiah milik pihak ketiga yang

penarikannya dilakukan setelah jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara bank dan si

penyimpan (deposan). Bila jangka waktunya telah habis maka kemungkinannya deposan dapat

mencairkan atau memperpanjang jangka waktunya. Jangka waktu deposito ini biasanya bervariasi

mulai dari 1, 2, 3, 6 ataupun 12 bulan, tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Dalam praktek

sehari-hari jenis ini lasim disebut deposito biasa.

b. Deposito on call, yaitu simpanan deposan dalam jumlah tertentu artinya penempatannya ada syarat

jumlah minimal tertentu, biasanya lebih besar dari deposito berjangka biasa, dan jangka waktu

penempatannya minimal 7 hari, tergantung bank yang bersangkutan.

c. Deposito Automatic Roll-over, perbedaannya dengan deposito berjangka biasa ialah ketika jatuh

tempo maka pihak bank harus melakukan perpanjangan jangka waktu secara otomatis, tanpa

menunggu konfirmasi lagi ke deposan. Artinya pada saat penempatannya sudah ditentukan syarat

perpanjangan otomatis tersebut.

Page 194: RANGKUMAN PERBANKAN

d. Sertifikat Deposito, adalah surat berharga yang pada hakikatnya sama dengan surat tanda bukti

menyimpan uang. Perbedaan dengan deposito biasa adalahpembayaran bunganya adalah diawal

penempatan, diterbitkan oleh bank sebagai surat berharga atas unjuk yang dapat diperjual-belikan

atau dipindah tangankan, sedangkan deposito biasa diterbitkan atas nama dan tidak dapat diperjual-

belikan

3. Hak dan Kewajiban Pemegang Deposito

Mengenai hak dan kewajiban bagi seorang deposan ini, telah ditetapkan dan

dibuat secara tertulis di dalam bilyet deposito yang asli, namun tidak secara jelas

dibedakan mengenai hak dan kewajiban. Dari bilyet deposito hanya tercantum antara

lain :

1. menerima atas depositonya pada saat jatuh tempo

2. menerima nominal deposito pada saat jatuh tempo

3. depositonya dapat dijadikan jaminan kredit

4. deposito dijamin secara penuh oleh bank untuk mendapat pembayaran

kembali

5. meminta izin kepada bank yang bersangkutan bila ingin memindahtangankan

deposito berjangkanya.

Hak dan kewajiban yang dimiliki deposan ini dibuat dan ditetapkan oleh pihak bank yang

menerbitkan deposito tersebut dan deposan harus mematuhinya seperti tercantum di dalam deposito.

4. Deposito Sebagai Jaminan Kredit

Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa jaminan diperlukan sebagai salah salah

satu sumber pembayaran kredit jika kredit yang diberikan bermasalah maka deposito belakangan ini

juga berkembang menjadi trend yang berlaku/diterima sebagai jaminan kredit. Diterimanya deposito

sebagai jaminan kredit tidak terlepas dari sifat kepastian jumlahnya yang memang sangat pasti dan

sangat likuid dibanding dengan jaminan-jaminan kredit lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa

pemberian kredit dengan jaminan deposito memberikan tingkat keamanan yang sangat tinggi dan

pasti bagi kreditur. Apalagi jika deposito tersebut keberadaannya (penempatannya) berada di bank

pemberi kredit.

Selain karena sifatnya yang sangat likuid tersebut, dari sudut debitur, faktor pendorong deposito

diserahkan sebagai jaminan kredit, adalah pertimbangan proses permohonan dan approval kredit serta

Page 195: RANGKUMAN PERBANKAN

biaya. Dibandingkan dengan kredit dengan jaminan selain deposito, proses permohonan dan approval

kreditnya sangat cepat dan tidak berbelit-belit. Demikian juga dengan biaya, dalam kredit dengan

jaminan deposito (back to back loan), biaya kredit yang dikeluarkan oleh debitur dapat ditekan

sedemikian rupa sehingga bisa jauh lebih murahdibandingkan dengan kredit umum dengan jaminan

lainnya. Hal ini disebabkan karena dua hal :

a. seluruh pengikatan kredit dan jaminannya cukup dilakukan secara di bawah tangan;

b. karena kepentingan kreditur yang tidak mau kehilangan bisnis dari sisi pendanaan, yaitu dengan

penempatan depositonya di bank yang sama dengan kreditur, maka bagi kreditur, deposito jaminan

ini juga membawa keuntungan tersendiri sebagai bagian dari pemenuhan target pengumpulan dana-

dana pihak ketiga. Sehingga karenanya, terdapat bargaining position yang relatif lebih kuat dibanding

dengan jenis-jenis kredit dengan jaminan selain deposito

5. Tata Cara Pengikatan Deposito Sebagai Jaminan Kredit

Deposito termasuk dalam kategori benda bergerak yang tidak berwujud, sehingga atasnya, dapat

dibebani dengan hak gadai. Terhadap gadai atas benda bergerak tersebut maka hukum yang berlaku

adalah ketentuan dalam KUHPerdata pasal 1150 sampai dengan pasal 1160.

Maka untuk mengikat deposito sebagai jaminan kredit, akan dilakukan tahap-tahap pengikatan

sebagai berikut :

a.Tahap pertama.

Pengikatan kredit sebagai perjanjian pokok dimana di dalamnya disebutkan jaminan kredit ini adalah

deposito.

b. Tahap kedua.

Pengikatan deposito dilakukan dengan pembuatan akta perjanjian gadai antara pemilik deposito

dengan pihak bank. Menurut hukum, akta perjanjian gadai dapat dibuat secara sah dengan dilakukan

secara notaril maupun di bawah tangan, dibuat untuk menjamin perjanjian pokoknya yang berupa

perjanjian kredit.

c. Tahap ketiga.

Untuk membebankan hak gadai maka setelah pembuatan akta perjanjian gadai antara pemilik

deposito dengan pihak bank, selanjutnya diikuti dengan penyerahan bilyet deposito yang dijaminkan

Page 196: RANGKUMAN PERBANKAN

kepada pemegang gadai, dalam hal ini pihak bank. Penyerahan tersebut merupakan penyerahan yang

nyata, artinya bilyet deposito itu harus benar-benar diserahkan dibawah kekuasaan bank, tidak boleh

hanya berdasarkan pada pernyataan dari pemberi gadai saja, tetapi benda itu masih berada didalam

kekuasaannya. Penyerahan nyata ini dilakukan bersamaan dengan penyerahan yuridis, sehingga

penyerahan tersebut merupakan unsur sahnya gadai.

d. Tahap keempat. Bersamaan dengan tahap ketiga, pemilik deposito/penjamin harus memberikan

kuasa kepada pemegang gadai/pihak bank untuk melakukan pencairan deposito dalam hal pemilik

deposito/debitur wanprestasi. Kuasa mencairkan deposito ini adalah juga bentuk nyata penyerahan

yuridis deposito kepada bank untuk memudahkan pihak kreditur dalam melakukan pelunasan kredit

yang dijamin dengan deposito tersebut.

e. Tahap kelima.

Kreditur selaku penerima gadai deposito akan melakukan pemblokiran atas deposito jaminan tersebut

sesuai dengan jangka waktu perjanjian kreditnya. Artinya sepanjang kredit sebagai perjanjian pokok

belum dilunasi maka sepanjang itu pula deposito jaminan diblokir.

Page 197: RANGKUMAN PERBANKAN

KELOMPOK 18

PEMBAHASAN

A. Pengertian RTGS dan Dasar Hukum RTGS

Real Time Gross Settlement adalah proses penyelesaian

akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi

(individually processed / gross settlement) dan bersifat Real-

time (electronically processed), di mana rekening peserta dapat di-debit / di-

kredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan

penerimaan pembayaran.

Dengan sistem BI-RTGS, peserta pengirim melalui terminal RTGS di

tempatnya mentransmisikan transaksi pembayaran ke pusat pengolahan

sistem RTGS (RTGS CentralComputer/RCC) di Bank Indonesia untuk

proses settlement. Jika proses settlement berhasil, transaksi pembayaran

akan diteruskan secara otomatis dan elektronis kepada

peserta penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung dari

kecukupan saldo peserta pengirim karena dalam sistem BI-RTGS peserta

hanya diperbolehkan untuk mengkredit peserta lain. Dengan kata lain,

peserta BI-RTGS harus meyakinkan bahwa saldo rekeningnya di Bank

Indonesia cukup sebelum peserta tersebut melaksanakan transfer

keperserta BI-RTGS lainnya.

Dasar hukum yang mengatur RTGS adalah Peraturan Bank Indonesia

Nomor 10/6/PBI/2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross

Settlement.

Page 198: RANGKUMAN PERBANKAN

B. Mekanisme Real Time Gross Settlement

Saat ini terdapat 2 macam mekanisme penyelesaian transaksi antar

bank, yaitu melalui kliring atau sistem BI-RTGS. Berbeda dengan sistem BI-

RTGS yang menggunakan metode gross settlement dimana setiap transaksi

diperhitungkan secara individual, maka kliring menggunakan metode net

settlement dalam rangka penyelesaian akhir. Net settlement adalah proses

penyelesaian akhir transaksi-transaksi pembayaran yang dilakukan pada

akhir suatu periode dengan melakukan offsetting antara kewajiban-

kewajiban pembayaran dengan hak-hak penerimaan sehingga hanya ada 1

net hak atau kewajiban yang akan disettle untuk masing-masing rekening

bank. Dalam sistem kliring terdapat risiko pada akhir hari bahwa suatu bank

akan mengalami kekalahan kliring dalam jumlah yang cukup besar karena

sebelum diimplementasikannya sistem BI-RTGS seluruh transaksi antar bank

baik yang bersifat retail transactions maupun large value transactions

dilaksanakan melalui kliring. Apabila jumlah kekalahan kliring ini melampaui

saldo rekeningnya di Bank Indonesia, maka saldo bank tersebut di Bank

Indonesia akan menjadi negatif (overdraft) yang pada gilirannya nanti akan

menyulitkan Bank Indonesia apabila bank tersebut tidak mampu menutup

overdraft keesokan harinya.

Secara umum mekanisme transfer dana antar peserta BI-RTGS sebagai

berikut :

1. Nasabah pengirim memberi instruksi transfer kepada bank pengirim

untuk melakukan transfer sejumlah dana ke Nasabah penerima di bank

penerima.

Page 199: RANGKUMAN PERBANKAN

2. Bank pengirim memproses transfer pada komputer RTGS Terminal (RT),

selanjutnya ditransmisikan ke RTGS Central Computer (RCC) yang

merupakan pusat komputer RTGS di Bank Indonesia.

3. Selanjutnya, jika pesan dari bank pengirim diterima RCC, maka RCC

memproses transfer dana dengan mekanisme sebagi berikut:

a. Mengecek kecukupan saldo giro bank pengirim di Bank Indonesia. Jika

saldo giro mencukupi untuk melakukan transfer, dilakukan pembukuan

simultan dengan mendebit rekening giro bank pengirim dan

mengkredit rekening giro bank penerima.

b. Jika saldo rekening giro bank pengirim tidak mencukupi, transfer

tersebut ditempatkan dalam antrian (queue) sistem BI-RTGS.

2. Informasi transfer yang telah diselesaikan (settled) ditransmisikan secara

otomatis oleh RCC ke RT bank pengirim dan RT Bank Penerima.

3. Bank penerima meneruskan perintah transfer dana yang diterima dari

RCC, dengan cara mengkredit dana yang sesuai dengan yang dikirim oleh

nasabah pengirim. Kecepatan proses ini bergantung kondisi dan standar

bank penerima (Level Nasabah). RTGS diperlukan terutama bagi transfer

dana yang penting atau bernilai besar, yang umumnya dana tersebut

akan sesegera mungkin digunakan.

Dari mekanisme di atas, tampak bahwa transfer dan RTGS dapat

terhambat jika transaksi dalam antrian. Selain itu, hambatan bahkan

retur/kegagalan transakasi dapat terjadi sehingga transaksi dikembalikan

oleh bank penerima, jika data yang dapat diinput oleh nasabah pada formulir

transfer dana RTGS keliru, misalnya: nama dan nomor rekening tujuan

transfer tidak cocok/salah.

Dari ilustrasi di atas nasabah diharapkan dapat memahami proses

transaksi RTGS dan dapat memperkirakan kapan RTGS diperlukan. Bank

Indonesia melaksanakan transaksi RTGS dengan penetapan jam pelayanan

transfer RTGS antar peserta dalam periode waktu yang seragam untuk 3

zona waktu di Indonesia (untuk kepentingan nasabah saat ini dibatasi mulai

Page 200: RANGKUMAN PERBANKAN

pukul 06.30-16.30). Adapun jam pelayanan pada masing-masing bank

bergantung kondisi dan standar bank masing-masing.

Apabila anda sebagai nasabah memberi instruksi kepada bank untuk

melakukan transfer dana melalui sistem BI-RTGS dalam jam pelayanan bank,

maka ketentuan Bank Indonesia menjamin bahwa dana tersebut akan

diterima oleh Nasabah penerima paling lambat pada hari itu juga.

Sedangkan jika anda memberi instruksi untuk melakukan transfer dana

melalui sistem BI-RTGS setelah jam pelayanan bank, maka paling lambat

dana akan diterima oleh nasabah penerima paling lambat pada hari kerja

berikutnya.

Bank Indonesia menetapkan biaya transaksi sistem BI-RTGS yang

seragam kepada seluruh peserta sistem BI-RTGS. Adapun biaya transaksi

system BI-RTGS yang dikenakan oleh bank kepada nasabahnya bergantung

kepada kondisi dan standar masing-masing bank. Bank Indonesia

mewajibkan setiap bank mengumumkan tarif biaya sistem BI-RTGS, baik

yang dibebankan Bank Indonesia kepada bank, maupun bank kepada

nasabah disetiap kantor.

Bank Indonesia meminta auditor/pemeriksa Teknologi Informasi yang

independen secara berkala untuk mengaudit seluruh aplikasi maupun

jaringan/network yang digunakan dalam sistem BI-RTGS yang digunakan

aman. selain itu, Bank Indonesia memiliki sistem backup/cadangan di lokasi

yang aman dengan prosedur penaggulangannya jika menghadapi kondisi

darurat. Selanjutnya tehadap peseerta/bank juga diwajibkan agar memiliki

sistem backup yang memadai.Secara periodik seluruh peserta diwajibkan

untuk melakukan uji coba backup dan rencana penanggulangan kondisi

darurat (DRP) untuk melakukan sesuatunya agar berjalan dengan baik.

Bank Indonesia juga melakukan pengawasan kepada seluruh

peserta/bank untuk memastikan persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan

oleh penyelenggara RTGS kepada peserta terkait dengan kegiatan

operasional RTGS telah dipenuhi. Peserta diwajibkan pula melakukan

pemeriksaan internal terhada kegiatan operasional RTGS yang kemudian

Page 201: RANGKUMAN PERBANKAN

dilaporkan kepada Bank Indonesia.Dengan sistem BI-RTGS pengiriman

transfer dana lebih aman, dengan jaminan keamanan sistem

penyelenggaraan dan pengiriman transfer dana lebih cepat dengan jaminan

dapat diterima oleh nasabah penerima pada hari yang sama.

C. Perbedaan Real Time Gross Settlement dan Kliring

Perbedaan antara Real Time Gross Settlement dan Kliring dilihat dari

system pembayarannya ialah :

Item Kliring Real Time Gross

Pengertian

Sarana perhitungan warkat antar

bank dalam satu wilayah kliring yang

sama dengan tujuan untuk

memperluas dan memperlancar lalu

lintas pembayaran.

Mekanisme transfer

antar bank secara real

time, sehingga

langsung masuk

kedalam rekening

penerima.

Penyelesaia

n Akhir /

Settelement

Jam 10, 12, 14, 16, secara

bersamaan setiap hari kerja

Setiap saat pada hari

kerja

Eksekutor Bank Indonesia Bank Indonesia

Sarana /

PrasaranaMelalui bank

Melalui Teller Bank,

Internet Banking

(Tergantung system

bank)

Page 202: RANGKUMAN PERBANKAN

Minimum

Rp.Bebas Rp. 100 Juta

Maksimal

Rp.Rp. 100 Juta Bebas

Biaya

PembayaranRp. 5000 Rp. 25.000 – 50.000