Rancang Bangun Sistem Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran ... · PKSPL-IPB. Bogor Adibroto TA....

46
DAFTAR PUSTAKA Abidin SZ. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah Adrianto L, A. Damar, T. Kusumastanto. 2005. Tantangan Kebijakan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk Jakarta. Working Paper. PKSPL-IPB. Bogor Adibroto TA. 1994a : Managing the Indonesia Marine and Coastal Environment : The Role of Monitoring Activities ; Proceding no. 979 – 8465 – 07 – 5 pada Workshop on Technology Application on Marine Environmental Monitoring, Forecasting and Information System : Institutional Framework and Project Benefits, 17 November 1994, Jakarta, Indonesia. Adibroto TA. 1999 : The Role of Seawatch Indonesia in Supporting Policy for The Coastal Management in Indonesia ; Proceeding in International Seminar on Application of Seawatch Indonesia Information System for Indonesia Marine Resources Development, March 10 – 11, 1999, Jakarta, Indonesia (ISBN 979 – 8465 – 19 – 9) Alder J, Pitcher TJ, Prekshot D, Kaschner K, Ferriss B. 2000. How good is good?: a rapid appraissal technique for evaluation of the sustainability status of fisheries of the North Alantic. Sea Around Us: Methodology Review. Fisheries Center. Canada. University of Colombia. 136-182. Alikodra HS. 2000. Konsep Pegelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Makalah dipersiapkan dalam rangka diskusi pengelolaan DAS, proLH/GTZ dan Kantor Meneg LH/Bapedal. Jakarta: Tanpa Penerbit. [APHA] American Public Health Association.1976. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater. 4th edition. American Public Health Association. Washington DC. Amirin TM. 1992. Pokok-pokok Teori Sistem. Jakarta : Rajawali Pers. Aminullah E. 2003. Berpikir Sistem dan Pemodelan Dinamika Sistem. Makalah Kuliah Umum. Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2002. Rencana Strategis Pengelolaan Terpadu Teluk Balik Papan. Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Pr. Aronoff S. 1989. Geographic Information System. A Management Perspective. Canada : WDL Publications, Ottawa. Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Cetakan pertama. Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Cetakan ketiga. Asdak C. 2001. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air Untuk Keberlanjutan Pemanfaatan Waduk dan Danau ; Journal Ekologi dan Pembangunan 5, 5- 17 ; Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan LP-UNPAD, Bandung. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2002. Laporan Utama Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat tahun 2010. Mei. Bandung: Tanpa Penerbit. Barnes DR. 1980. Invertebrate Zoologi (4 th ed.) Tokyo : Holt-Saunders International Editions. Basiogo AD. 1995. Methods of defining “Sustainability”. Sustainable Development.

Transcript of Rancang Bangun Sistem Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran ... · PKSPL-IPB. Bogor Adibroto TA....

DAFTAR PUSTAKA

Abidin SZ. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah Adrianto L, A. Damar, T. Kusumastanto. 2005. Tantangan Kebijakan

Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk Jakarta. Working Paper. PKSPL-IPB. Bogor

Adibroto TA. 1994a : Managing the Indonesia Marine and Coastal Environment : The Role of Monitoring Activities ; Proceding no. 979 – 8465 – 07 – 5 pada Workshop on Technology Application on Marine Environmental Monitoring, Forecasting and Information System : Institutional Framework and Project Benefits, 17 November 1994, Jakarta, Indonesia.

Adibroto TA. 1999 : The Role of Seawatch Indonesia in Supporting Policy for The Coastal Management in Indonesia ; Proceeding in International Seminar on Application of Seawatch Indonesia Information System for Indonesia Marine Resources Development, March 10 – 11, 1999, Jakarta, Indonesia (ISBN 979 – 8465 – 19 – 9)

Alder J, Pitcher TJ, Prekshot D, Kaschner K, Ferriss B. 2000. How good is good?: a rapid appraissal technique for evaluation of the sustainability status of fisheries of the North Alantic. Sea Around Us: Methodology Review. Fisheries Center. Canada. University of Colombia. 136-182.

Alikodra HS. 2000. Konsep Pegelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Makalah dipersiapkan dalam rangka diskusi pengelolaan DAS, proLH/GTZ dan Kantor Meneg LH/Bapedal. Jakarta: Tanpa Penerbit.

[APHA] American Public Health Association.1976. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater. 4th edition. American Public Health Association. Washington DC.

Amirin TM. 1992. Pokok-pokok Teori Sistem. Jakarta : Rajawali Pers. Aminullah E. 2003. Berpikir Sistem dan Pemodelan Dinamika Sistem. Makalah

Kuliah Umum. Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 2002. Rencana Strategis Pengelolaan Terpadu Teluk Balik Papan. Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Pr. Aronoff S. 1989. Geographic Information System. A Management Perspective.

Canada : WDL Publications, Ottawa. Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Yogyakarta:

Gajah Mada University Press. Cetakan pertama. Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Yogyakarta:

Gajah Mada University Press. Cetakan ketiga. Asdak C. 2001. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air Untuk Keberlanjutan

Pemanfaatan Waduk dan Danau ; Journal Ekologi dan Pembangunan 5, 5-17 ; Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan LP-UNPAD, Bandung.

[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2002. Laporan Utama Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat tahun 2010. Mei. Bandung: Tanpa Penerbit.

Barnes DR. 1980. Invertebrate Zoologi (4 th ed.) Tokyo : Holt-Saunders International Editions.

Basiogo AD. 1995. Methods of defining “Sustainability”. Sustainable Development.

239

Below PJ, Morrisey Ancomb BL . 1989. The Executive Guide to Starategic Planning. San Francisco. Jossey Bass.

Bielajew AF. 12001. Fundamental of the Monte Carlo Method for Natural and Charged Particle Transport. Departemen Engineering and Radiological Sciences, The University of Michigan, Ann Arbor.

[BP DAS Citarum-Ciliwung] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum Ciliwung. 2003. Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Provinsi Jawa Barat. Naskah Buku I dan II. BPDAS Citarum Ciliwung. Bogor: Tanpa Penerbit.

[BPLHD] Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat. 2002. Proyek Pengendalian Pencemaran Air , Udara dan Tanah di Jawa Barat: Pengendalian Pencemaran Air. Executive Summary. Desember. Bandung: Tanpa Penerbit.

[BPLHD] Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat. 2003. Penyebaran Industri di DAS Citarum Hulu [peta]. Bandung: Tanpa Penerbit

[BPLHD] Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat. 2004. Tingkat Pencemaran Sungai Citarum Hulu [peta]. Bandung: Tanpa Penerbit.

[BPN] Badan Pertanahan Nasional, 2002. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat.

[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2002. Jawa Barat Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2003. Jawa Barat Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2004. Jawa Barat Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. 2003. Kabupaten Bandung

Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. 2002. Kabupaten Bandung

Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. 2003. Kabupaten Bandung

Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bandung. 2003. Kota Bandung Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. 2003. Kabupaten Cianjur Dalam

Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta. 2003. Kabupaten

Purwakarta Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang. 2003. Kabupaten Karawang

Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi. 2003. Kabupaten Bekasi Dalam

Angka. [BP DAS Citarum-Ciliwung] Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung. 2006.

Karakteristik DAS Citarum. Laporan Akhir. Bourgeois R. 2004. Participaztory Prospective Analysis. Exploring and

Anticipating Challenges With Stakeholders. UNESCAP-CAPSA. Trough Secondary Crop’s Development in Asia and Fascific. CAPSA Monograph No. 46.

Boyce AW. 2003. Pandangan organisasi non pemerintah terhadap kebijakan sumber daya air (RUU sumber daya air dalam menggagas pengelolaan sumberdaya air berkelanjutan). Di dalam: FAO/Bappenas, Menggagas Pengelolaan Sumberdaya Air Berkelanjutan. Prosiding Seminar FAO-Bappenas, TCP/INS/2802. Jakarta:FAO/Bappenas. Hlm 111-124

240

Brahmana SS, U. Suyatno, S. Bahari, R. Fanshury. 2002. Pencemaran air dan eutrofikasi WadukKarangkates dan upaya penanggulangannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan 16 (49) : 73-81.

Byl RG. 2002. Strategic Planning Using Scenario. Paper to be Presented at IAME 2002 Conference, Panama City, Panama.

Clark JR. 1992. Integrated Management of Coastal Zones, FAO Fisheries . 1996. Coastal Zone Management Handbook, Lewis Publisher, New

York, USA. Cox T. 1993. Cultural Diversity in Organization effectiveness. Policy Studies

Institute, Heinemann. Dahuri R. 2000. Permasalahan Pengelolaan Lingkungan Kawasan Pesisir,

Journal Ekologi dan pembangunan No. 4 Agustus 2000, PPSDAL-LP Unpad.

Dahuri R, J Rais dan Ginting PS Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Dahuri R, J Rais, Ginting PS Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Revisi. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Darsiharjo. 2004. Model Pemanfaatan Lahan Berkelanjutan di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus Daerah Hulu Sungai Cikapundung Bandung Utara). Disertasi (tidak dipublikasikan) Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Darwanto H. 2000. Mekanisme Pengelolaan Penataan Ruang Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil serta Hubungannya dengan RTRWN; RTRWP, RTRW Kabupaten/Kota; makalah disampaikan pada Temu Pakar ” Konsep Pengembangan Wilayah Pesisir, Pantai dan Pulau-pulau kecil melalui Pendekatan Ruang, Ditjen P3K, DKP, Jakarta 10 Oktober 2000.

[Depkimpraswil] Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002. Kebijakan dan Program Terpadu Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah Dalam Rangka Penanganan Banjir Nasional. Makalah pada Forum Sains dan Kebijakan Penanganan Bencana Banjir, ITB, Bandung, 2 Maret.

[Dephut] Departemen Kehutanan, 1987. Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Daerah Aliran Sungai Citarum Sub DAS Cikapundung. Bakosurtanal dan PPLH UGM, Jakarta.

[Deptan] Departemen Pertanian. 1997. Kriteria Kesesuaian Tanah dan Iklim Tanaman Pertanian. Biro Perencanaan, Jakarta.

[DTRP-LPPM ITB] Dinas Tata Ruang dan Permukiman dan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Teknologi Bandung. 2002. Penyusunan Tata Ruang DAS Citarum Hulu. Bandung.

Dunn WN. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Ed ke-2. Yogyakarta: Gajah Mada Univ Pr. Terjemahan dari: Public Policy Analysis: An Introduction.

Edwarsyah, T. Kusumastanto, Hartrisari, A. Damar. 2007. Rancang Bangun Sistem Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir (Studi Kasus: DAS dan Pesisir Citarum Jawa Barat) ; Jurnal Forum Pascasarjana IPB , Volume 31 Nomor 1/2008. IPB Bogor.

Edwarsyah. 2007. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Pengelolaan DAS dan Pesisir Citarum Jawa Barat. Makalah disajikan pada Konferensi Sains Kelautan dan Perikanan Indonesia di Kampus FPIK-IPB Bogor pada tanggal 17-18 Juli 2007.Bogor.

EPA. 1997. Guiding Principle for Monte Carlo Analysis. EPA/630/R-97/001. Risk Assessment Forum, U.S Enviromental Protection Agency, Wasington D.C.

241

Etzioni A. 1982. Organisasi-organisasi Modern. Jakarta. Universitas Indonesia dan Pustaka Bradjaguna. Terjemahan dari: Modern Organization.

Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem; Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Jilid I Edisi Kedua. IPB Press. Bogor.

_______. 2002. Ilmu Sistem; Apa dan Bagaimana. Centrfor System Studies and Development (CSSD) Indonesia. Gedung Jaya 2nd Floor, Jl. Thamrin 12, Jakarta.

_______. 2003. Ilmu Sistem; Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Jilid I Edisi Ketiga. IPB Press. Bogor.

Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Fisheries Com. 1999.Rapfish Project. ttp://.www.fisheries.com/project/rafish.htm. Gramlich EM. 1981. Benafit Cost Analysis of Government Program. Englewood

Cliffs, NJ: Prenticce Hall. Gibson JL, Ivancevich JM, Donnely JH Jr. 1994. Organisasi dan Manajemen:

Prilaku, Struktur, dan Proses. Djoerban W, penerjemah . Jakarta. Erlangga. Hakim A. 2005. Statistika diskriptif untuk ekonomi dan bisnis. Yogyakarta :

Penerbit Ekonesia. Fakultas Ekonomi. UII. Hammer WI. 1980. Soil Conservation Consultant Report. CSR, Bogor. Hanley N, Faichney R, Munro A, Shortle JS. 1998. Economic and environmental

modelling for popullation control in an estuary. Jurnal of Environmental Management 52, 211-225.

Hardjowigeno S. 1995. llmu Tanah. Akademi Pressindo, Jakarta. Hardjowigeno S, S. Sukmana. 1995. Menentukan Tingkat Bahaya Erosi (Erosion

Hazard Evaluation). Centre for Soil and Agroclimate Research, Bogor. Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan

Tataguna Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Hartrisari. 2002. Panduan Analisis Prospektif. Bahan Kuliah Analisis Sisitem dan

Pemodelan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. SEAMEO BIOTROP (Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology) Bogor.

Hildebrand LP, EJ. Norena. 1992. Appraches and Progress Toward Effektive ICZM, Marine Pollution Bulletin 25 (1-4), 94-97.

Hikmatullah H, Subagyo, BH. Prasetyo. 2000. Properties and Classification of Andisols Developed from VolGanic Ash in The Tondano Area North Sulawesi, Journal on Agricutturai Sciences. 21(2) : 28-40.

Hirosi F. 2001. Land Ownership and Environmentai Agriculture in Water Suply Protection Area in The Seoul Metropolitan Area. Journal of Asian Pacific Studies. 8 : 61-69.

Haslam SM. 1992. River Pollution; An Ecological Perspective, Belhaven Press, London, UK.

Hayward G. 1992. Applied Ecology, Thomas Nelson and Sons, London, UK. [Jantop] Jawatan Topografi. 1984. Gunung Tangkuban Prahu. Topdam

VI/Siliwangi: helai 39/XXXIX-A.Hartisari. 2001. Bahan Kuliah Analisis Sistem Pemodelan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

242

Jones V, S Westrnacott (eds). 1993. Management Arrangements for the Development and Implementation of Coastal Zone Management Programmes, Word Coast Conference 1993, The Netherlands.

Kabupaten Bandung. 2001. Provinsi Jawa Barat Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.Kay R and J Alder. 1999. Coastal Zone Management Programmes, E and FN SPON, London dan New York.

Karsidi A, Muchlis M, Hartanto. 1997. Indonesian Land Use and Land Cover Change Case Study: Upper Citarum Watershed, Jakarata.

Karsidi A. 2003. Spatial Analysis of Land Usep-Land Cover Change Dynamics Using Remote Sensing and Geographical Information System: A Case Study In the down Stream and Surroundings of the Citarum Watershed. PhD Dissertation Department of Geographical and Environmental Studies The University of Adelaide South Australia.

Kavanagh P, Pitcher TJ. 2004. Implementing microsoft Excell software for rapfish: a technique for rapid appraisal of fisheries status. Fisheries Centre Research Report. Canada. University of Brithis Colombia. 12 (2):74p.

Keputusan Gubernur No. 39 Tahun 2000, tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada Sungai Citarum dan Anak – anak Sungainya di Jawa Barat, Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat No. 27 Tahun 2000 Seri D.

Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 610/Kep. 305-Bappeda/2002, Tanggal 01 April 2002 tentang Pola Pengembangan Pengusahaan dan Pemanfaatan Prasarana Sumberdaya Air Wilayah Sungai Citarum, Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air, Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

[KepMenLH] Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.115 tahun 2003, tentang pedoman penentuan status mutu air dengan Metoda Indeks Pencemaran.

[Keppres] Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

[Keppres] Keputusan Presiden No. 09 tahun 1999 tentang Tim Koordinasi Sungai dan Pemeliharaan Kelestarian DAS.

Kota Bandung. 2004. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.

Kota Cimahi. 2003. Peraturan Daerah No. 23 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.

Kupchella CE, MC. Hyland.1993. Environmental Science, Living Within The System of Nature, Prentice Hall, New Jersey, USA.

Kurniasih N. 2001. Pelaksanaan Prokasih. Pelaksanaan Prokasih Di Jawa Barat. Badan Pengendalian Lingkungan Daerah Jawa Barat. Makalah disajikan pada Lokakarya selamatkan air Citarum di Bandung pada tanggal 10-11 April 2001.Bandung.

Kusumastanto T. 1995. Penilaian Ekonomi Sumberdaya Wilayah Pesisir. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.

. 2000. Valuasi Ekonomi dan Analisis Biaya Manfaat Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil. Makalah Lokakarya Pendekatan Penataan Ruang Dalam Menunjang Pengembangan Wilayah Pesisir, Pantai dan Pulau-Pulai Kecil. Jakarta.

. 2001. An Evaluation on Investment Strategy for the Development of Brackiswater shirmp Aquaculture Industry in Indonesia, Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. ISSN 0833 – 3989 Vol. 1 No. 4: 1-28.

243

. 2002. Reposisi ”Ocean Policy” Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia Di Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kebijakan Ekonomi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

. 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

. 2006. Strategic Issues For The Implementation of Integrated River Basin-Coastal And Ocean Management (IRCOM) In Indonesia. Center for Coastal and Marine Resources Studies. Institute for Tropical Coastal and Ocean, Bogor Agricultural University. Bogor.

Krismono A, Sarnita, A Rukyani. 1996. 1600 ton ikan mati di Waduk Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 1. Nomor 1. 14 pp.

Manan S. 1986. Kaidah dan Pengertian Dasar Manajemen Daerah Aliran Sungai dalam Procceding Analisis Dampak Lingkungan (Kumpulan Bahan Kuliah Bagian I). Kerjasama KLH-PPLH-IPB. Bogor.

Manetch TJ, GL. Park. 1997. Sistem Analysis and Simulation With Appplication to Economic and Social System Part I. Third Edition, Department of Electrical Engineering and System Science, Michigan State University, East Lansing, Michigan.

Midgley G. 2000. Systemic Intervention: Philosophi, Methology, and Practice. Kluwer Academic/Plenum Publisher, New York, Boston, Dordrecht, London Moscow.

Mintzberg H. 2003a. Jatuh bangunnya perencanaan strategis. Subroto. VN, penerjema Usmara A, Editor. Di dalam: handbook of Organizations: Kajian dan Teori Organisasi. Yogyakarta: Amara. Terjemahan dari: Handbook of Organizations.

Mintzberg H. 2003b. Pekerjaan-pekerjaan Manajer: Mitos dan Kenyataan. Subroto VN, penerjemah; Usman A, editor:

Muhammadi, E. Aminullah, B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis :Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta

Nazir. 1993. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nemerow NL.1991.Stream, lake,nestuary dan ocean pullution.Second Edition.

Van Nostrand Reinhld. New York. Nybakken JW. 1982. Biologi Laut, suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia.

Jakarta. O’brien JA. 1999. Management Information System. McGraw Hill. Arizona. USA. Parikesit, K. Takekuechi, OS. Abdoellah. 2004. a disappearing agroforest in the

Upper Citarum Watershed, West Java Indonesia. Journal Agroforestry System. 63:171-182, 2004. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands.

Parsons W. 2005. Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan: Jakarta Edisi Pertama, Cetakan Ke-1, Kencana.

Pearce D, Georgiou. 1994. Economic Values and The Environment in The Developing World. A Report for The United Nations Environment Programme , Nairobi

[Permendagri] Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 09 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah.

[Perda] Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat. 1994. Peraturan Daerah No. 3 Tahun 1994 tentang Pengaturan Penggunaan Lahan.

244

[Perda] Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat. 2000. Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2000 tentang Dinas Daerah.

[Perda] Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat. 2000. Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat.

[Perda] Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat. 2001. Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2001 tentang Pola Induk Pengelolaan Sumberdaya Air Jawa Barat.

[Perda] Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat. 2003. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.

[PKSPL-IPB] Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. 2000. Penyusunan Pola Penanganan Kerusakan Pesisir dan Pantai di Jawa Barat. PKSPL-IPB. Bogor.

[PKSPL-IPB dan BAPEDA Jawa Barat] Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB dan Badan Perencanaan Daerah Jawa Barat. 2000. Atlas Wilayah Pesisir Jawa Barat Bagian Utara Penyusunan Kriteria Ekologis Untuk Pemulihan dan Pelestarian Kawasan Pesisir di Pantura Jawa Barat.

[PKSPL-IPB dan KLH RI] Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB dan Kementerian Lingkungan Hidup RI. 2004. Evaluasi Ekonomi Dampak Pencemaran DAS Citarum. Laporan Akhir Proyek. Januari. Bogor: Tanpa Penerbit

[PKSPL-IPB dan BPLHD Jawa Barat] Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat. 2006. Monitoring Kualitas Air Laut di Pesisir Utara Jawa Barat. Laporan Akhir. Tidak dipublikasi.

Rancangan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat. 2007. Tentang Pembentukan Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Provinsi Jawa Barat.

Rees J. 1990. Natural Resources: Allacation. Economics and Policy Routlege. London and New York.

[RI] Republik Indonesia. 1970. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan.

[RI] Republik Indonesia. 1982. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air.

[RI] Republik Indonesia. 1985. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan.

[RI] Republik Indonesia. 1988. Peraturan Pemerintah No. 06 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah, Lembaran Negara No. 3373 Tahun 1988.

[RI] Republik Indonesia. 1990. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

[RI] Republik Indonesia. 1991. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai, Lembaran Negara No 44 Tahun 1991.

[RI] Republik Indonesia, 1997. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional.

[RI] Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 1999 tentang Perusahaan Jasa Tirta II.

[RI] Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2001 tentang Irigasi, Tambahan Lembaran Negara No. 4156.

245

[RI] Republik Indonesia. 2001, Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Lembaran Negara No. 153 Tahun 2001.

[RI] Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.

[RI] Republik Indonesia, 2004. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Lembaran Negara No. 125. Tambahan Lembaran Negara No. 4437.

[RI] Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah. Tambahan Lembaran Negara No. 4437.

[RI] Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Lembaran Negara Tahun 2004 No. 32. Tambahan Lembaran Negara No. 4377.

[RI] Republik Indonesia. 1974. Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Lembaran Negara, Tahun 1974 No. 65, Tambahan Lembaran Negara No. 3046.

[RI] Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati da Ekosistemnya, Lembaran Negara Tahun 1997 No. 68, Tambahan Lembaran Negara NO. 3699.

[RI] Republik Indonesia,1992. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Lembaran Negara Tahun 1992 No. 115, Tambahan Lembaran Negara No. 3501.

[RI] Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Indonesia Tahun 1997 No. 68, Tambahan Lembaran Negara No. 3699.

[RI] Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Lembaran Negara Tahun 1999 No.60, Tambahan Lembaran Negara No. 3839.

Ritchie B, McDougall C, Haggith M. and Oliveira NB. 2000. Pedoman Pendahuluan: Kriteria dan Indikator Kelestarian Hutan yang Dikelola oleh Masyarakat. Jakarta: CIFOR.

Roberts J. 2004. Enviromental Policy. London: Routledge. Salm RV. 1984. Man’s Use of Coral Reef Survey and Assesment Methods

Currently in Use in Indonesia. Unesco Reports in Marine Science No : 21 pp 74 – 82.

Salusu J. 2000. Pengambilan Keputusan Stratejik. Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit. Jakarta. PT. Gramedia Widiasarana Indonsia. 536 hal.

Smith SV, Chambers RM, Hollibaugh. 1996. Dissolved and particulate nutrient transport through a coastal watershed-estuary system. Jurnal of Hydrology. 181-203.

Soepardi G. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Soerjani M. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan, UI Press, Jakarta.Simon AH. 1976. Organization. New York: John Wiley & Sons.

Steiner G. 2003. Organisasi yang kreatif. Subroto VN, Penerjemah; Usmara A, editor. Di dalam: Handbook of Organizations: Kajian dan Teori Organisas. Yogyakarta: Amara. Terjemahan dari : Handbook of Organizations.

246

Stoner G JAF, Freeman RE. 1994. Management. Ed ke-4. Englewood. Cliffs: Prectice Hall.

Sugiarti. 2000. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir di Kota Dati II Pasuruan Jawa Timur. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Suhara O. 1991. Studi Perencanaan Penggunaan Lahan Pertanian Terpadu dan Kaitannya dengan upaya Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Citarum Hulu Jawa Barat). Disertasi. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Sulasdi WN. 2000. Potensi Sumberdaya Kelautan Non Perikanan Serta Pola Pemanfaatannya Dalam Perspektif Penataan Ruang Wilayah Pesisir dan Laut: Suatu Kajian Pada Skala Makro Menggunakan Konsep Klasifikasi, Standarisasi dan Spesifikasi; makalah disampaikan pada Temu Pakar ” Konsep Pengembangan Wilayah Pesisir, Pantai dan Pulau-pulau Kecil melalui Pendekatan Ruang, Ditjen P3K, DKP, Jakarta 10 Oktober 2000.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: Gramedia.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Penerbit Andi Yogyakarta.

Susilo SB. 2000. Penginderaan Jauh Kelautan Terapan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50 h.

Susilo SB. 2003. Keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil: Studi kasus Kelurahan Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. DKI Jakarta. Disertasi Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. (tidak dipublkasikan)

Syafaat N. 2002. Besaran, Determinan dan Kebijakan Pengelolaan Konversi Lahan Pertanian, Ringkasan Eksekutif Makalah pada Acara Round Table Discusssion di Bappenas. Jakarta, 5 November.

Tideman EM. 1996. Watershed Management.: Guidlines for indian Condition. New Delhi, India: Omega Sci.

Treyer P. 2000. Prospective Analysis on Agricultural Water Use in The Mediterranean. http : www.engref.fr/rgt/doc.pdf/Treyer-Polagwat- Metodology Proposal, tanggal 14 Agustus 2003.

Turner RK. Pearce D. and Bateman I. 1994. Enviromental Economics. An Elementry Introduction. Hertfordshire: Harvester Wheatsheaf.

Ucas H. 1993. Analisis, desain dan Implementasi Sistem Informasi (Penerjemah: Abdul Basith). Erlangga. Jakarta.

[UNEP] United Nation Enviroment Program. 1990. Conceptual Framework and Planning Guidelines for Integrated Coastal Area and River Basin Management. Split, Priority Action Programme.

[UNEP] United Nation Enviroment Program. 1995 : Meeting of Government – designated Experts to Review and Revice a Global Program of Action to Protect the Marine Environment from Land-based Activities, Reykjavik, 6-10 Maret 1995 (UNEP/ICL/IG/1/2).

Webster’s Third New International Dictionery. 1996. Merriam-Webster Inc., USA. Wischmeier WH, DD. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses a Guide to

Conservation Planning. USDA., Washington D.C. Wangsaatmaja S. 2005. Damapak Konversi Lahan Terhadap Rezim Aliran

Permukaan Serta Kesehatan Lingkungan Suatu Analisis Kasus DAS Citarum Hulu. Disertasi (tidak dipublikasikan) Bandung: Institut Teknologi Bandung.

LAMPIRAN

247

Lampiran 1 Nilai Rata-rata pengamatan Kualitas Air menurut parameter fisika dan kimia di hulu, tengah, hilir dan muara Citarum.

Lokasi Pemantauan Baku Mutu/Golongan **) Parameter Satuan ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7 ST 8 ST 9 ST 10 ST 11 ST 12 I II III IV

Fisika TSS mg/l 39.40 47.52 56.00 40.00 76.00 74.00 175.00 72.00 63.82 39.92 192.00 190.00 50 50 400 400 Kimia BOD mg/l 51.00 55.00 36.00 31.00 43.00 18.00 43.00 103.00 95.00 25.00 102.00 21.00 2 3 6 12 COD mg/l 148.40 180.57 96.60 94.99 91.00 29.27 91.07 210.84 123.55 68.15 254.07 67.23 10 25 50 100 Nitrat (NO3-N) mg/l 1.07 9.48 7.90 10.73 5.05 1.17 4.27 1.07 11.19 2.10 12.54 14.10 10 10 20 20

Keterangan:

**) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

248248

Lampiran 2 Perhitungan Biaya Pokok Pengolahan Limbah Rata-rata (BPPL Rata-rata)

Sektor Yang Terkena Dampak

Standar Kualitas Air

Sesuai dengan Peruntukkannya

(ppm)

Kualitas air Sungai

Eksisting (ppm)

Selisih

eksisting dengan standar (ppm)

Volume Rata-Rata Air Sungai per Tahun

(m3/tahun)

Jumlah Pencemar

Yang Harus Dipulihkan

(Ton)

BPPL (Rp/Ton)

Nilai Ekonomi Dampak

Pencemaran (Rp)

1 2 3 4 5 6 7 8 Perikanan, perikanan, air bersih dan baku industri

Baku Mutu B 1) Data survei 2) ( 3-2) Q 3) (4 x 5) BPPL 4) (7 x 6)

Sumber: PKSPL-IPB , 2004 Keterangan: 1) Berdasarkan peraturan yang berlaku 2) Hasil monitoring kuaitas air sungai secara berkala sehingga menggambarkan keadaan air sungai dalam satu tahun. 3) Diperoleh dari pengamatan instansi terkait secara berkala sehingga menggambarkan keadaan kuantitas air sungai per tahun 4) Hasil Survei terhadap industri yang melakukan pengoahan limbah

249

Lampiran 3 Atribut-atribut dan skor Keberlanjutan Sistem Pengelolaan Pesisir dan Daerah aliran sungai (DAS) di DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat.

Dimensi dan Atribut

DAS Hulu (Skor)

DAS Tengah (Skor)

DAS Hilir (Skor) Baik Buruk Keterangan

Dimensi Ekologi: Pengalian Pasir pantai/sungai

sangat tinggi (3)

sangat tinggi (3)

sangat tinggi (3)

0 3 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi; (3) sangat tinggi

Tingkat Pemanfaatan Objek Wisata

melebihi kapasitas (0)

melebihi kapasitas (0)

Sedang (2)

3 0 (0) melebihi kapasitas; (1) rendah; (2) sedang; (3) optimal

Rasio Penutupan sumberdaya mangrove/tegakkan hutan

<30%; (0) <30%; (0) <30% ;(0) 2 0 Berdasarkan Dahuri at al (1996) dan modifikasii: (0) <30%; (1) 30-50%; (2) >50%

Abrasi pantai tinggi; (2) tinggi; (2) tinggi; (2) 0 3 Mengacu pada PKSPL 2002: (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi; (3) sangat tinggi

Konservasi kawasan lindung menjadi peruntukan lainnya

sangat tinggi(3)

sangat tinggi(3)

sangat tinggi(3)

0 3

Mengacu pada Analisis Citra Lansat 2004 (BP DAS Citarum-Ciliwung: (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi; (3) sangat tinggi

Kualitas dan Pencemaran kawasan Perairan

tidak berkelas (4)

tidak berkelas (4)

kelas IV (3) 0 4

Mengacu pada PP 82 2001: (0) kelas I; (1) kelas II; (2) kelas III; (3) kelas IV; (4) tidak berkelas

Tingkat Kesesuaian dengan RTRW

Menyim-pang (0)

Menyim-pang (0)

Menyim-pang (0) 3 0

Berdasarkan pola ruang dan struktur ruang Provinsi Jawa Barat, 2100: (0) menyimpang; (1) tidak sesuai; (2) sesuai; (3) sangat sesuai

Tingkat kesesuaian Lahan (1) rendah (1) rendah (1) rendah 3 0

Mengacu pada BP DAS Citarum-Ciliwung dan PT. Perhutani Jawa Barat: (0) tidak sesuia; (1) rendah; (2) sesuai; (3) sangat sesuai dengan peruntukan

Kondisi Hidrologi kritis (1) Kritis (1) Kritis (1) 4 0 Mangacu pada PSDA: (0) tidak tersedia; (1) kritis; (2) langka; (3) sangat langka; (4) tersedia

Kondisi Hidrogeologi kritis (1) Kritis (1) Kritis (1) 4 0 Mangacu pada PSDA: (0) tidak tersedia; (1) kritis; (2) langka; (3) sangat langka; (4) tersedia

Tingakt Bahaya Erosi

sangat berat) (3)

sangat berat) (3) berat(2) 0 3

Pedoman penyusunan RTL dan RLKT (1995): (0) ringan; (1) sedang; (2) berat; (3) sangat berat)

Laju Sedimentasi sangat tinggi (4)

sangat tinggi (4)

tinggi; (3)

0 4

Mengacu pada PSDA: (0) sangat rendah; (1) rendah; (2) sedang; (3) tinggi; (4) sangat tinggi

Lahan Kritis sangat kritis(4)

sangat kritis(4) kritisi; (3) 0 4

Mengacu pada BP DAS Citarum-Ciliwung Jabar: (0) rendah; (1) sedang; (2) potensial kritis; (3) kritisi; (4) sangat kritis

250

Lanjutan Dimensi dan Atribut

DAS Hulu (Skor)

DAS Tengah (Skor)

DAS Hilir (Skor) Baik Buruk Keterangan

Dimensi Ekologi:

Konservasi Tanah dan Air

tidak ada perlakuan Vegetatif dan mekanik; (0)

tidak ada perlakuan Vegetatif dan mekanik; (0)

tidak ada perlakuan Vegetatif dan mekanik; (0)

4 0

Berdasarkan Arsyad (2000) t: (0) tidak ada perlakuan Vegetatif dan mekanik; (1) tidak ada perlakuan Mekanik; (3) ada perlakuak Vegetatif; (4) ada perlakua Mekanik

Kondisi Waduk kritis; (1) kritis; (1) kritis; (1) 0 2

Mengacu pada BPLHD dan PSDA Jawa Barat: (0) ; berpotensi kritis; (1) kritis; (2) sangat kritis

Pendekatan Ecoregion

sangat rendah; (0)

sangat rendah; (0)

sangat rendah; (0) 4 0

Mengacu pada PSDA: (0) sangat rendah; (1) rendah; (2) sedang; (3) tinggi; (4) sangat tinggi

Dimensi Ekonomi:

Nilai green PDB nilai sangat tinggi; (3)

nilai sangat tinggi; (3)

nilai sangat tinggi; (3)

3 0

Mengacu pada PKSL (2004) : (0) nilai rendah; (1) nilai sedang; (2) nilai tinggi , (3) nilai sangat tinggi

Potensi dalam Konstelasi Nasional

sangat pesat ; (4)

sangat pesat; (4)

sangat pesat; (4) 4 0

Berdasarkan BPS (200$0: (0) nilai rendah; (1) nilai sedang; (2) nilai tinggi; (3) nilai sangat tinggi; (4) sangat pesat

Kontribusi terhadap Nasional

sangat pesat; (4)

sangat pesat; (4)

sangat pesat; (4) 4 0

Berdasarkan BPS (2004): (0) nilai rendah; (1) nilai sedang; (2) nilai tinggi; (3) nilai sangat tinggi; (4) sangat pesat

Insentif

konsensi tidak memadai; (0)

konsensi kurang memadai; (1)

konsensi tidak memadai; (0) 3 0

Berdasarkan BPS dan Bapeda Jabar (2004): (0) konsensi tidak memadai; (1) konsensi kurang memadai; (2) konsensi memadai; (3) konsensi sangat memadai

Kontribusi terhadap Regional Jawa dan Balai

sangat pesat; (4)

sangat pesat; (4)

sangat pesat; (4) 4 0

Berdasarkan BPS (2004): (0) nilai rendah; (1) nilai sedang; (2) nilai tinggi; (3) nilai sangat tinggi; (4) sangat pesat

Kontribusi terhadap Ibukota Negara

sangat pesat (4)

sangat pesat (4)

sangat pesat (4) 4 0

Berdasarkan BPS (2004): (0) nilai rendah; (1) nilai sedang; (2) nilai tinggi; (3) nilai sangat tinggi; (4) sangat pesat

Pertumbuhan PDB Perikanan dan PDB Nasional

sangat pesat; (4)

sangat pesat; (4)

sangat pesat; (4) 4 0

Berdasarkan BPS (2004): (0) nilai rendah; (1) nilai sedang; (2) nilai tinggi; (3) nilai sangat tinggi; (4) sangat pesat

Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha

sangat pesat; (4)

sangat pesat; (4)

sangat pesat; (4) 4 0

Berdasarkan BPS (2004): (0) nilai rendah; (1) nilai sedang; (2) nilai tinggi; (3) nilai sangat tinggi; (4) sangat pesat

Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha

sangat pesat; (4)

sangat pesat; (4)

sangat pesat; (4) 4 0

Berdasarkan BPS (2004): (0) nilai rendah; (1) nilai sedang; (2) nilai tinggi; (3) nilai sangat tinggi; (4) sangat pesat

251

Lanjutan Dimensi dan Atribut

DAS Hulu (Skor)

DAS Tengah (Skor)

DAS Hilir (Skor) Baik Buruk Keterangan

Dimensi Ekonomi:

Besarnya Pasar

pasar regional; (1)

pasar lokal; (0)

pasar lokal; (0)

3

0

Mengacu pada Rafish: (0) pasar lokal; (1) pasar regional ; (2) pasar nasional; (3) pasar internasional

Distribusi PDRB Sektor Pertanian 4 0

Berdasarkan BPS (2004): (0) nilai rendah; (1) nilai sedang; (2) nilai tinggi; (3) nilai sangat tinggi; (4) sangat pesat

Dimensi Sosal budaya:

Persepsi stakeholder terhadap Pesisir, laut dan DAS

sangat buruk; (0)

Buruk; (1)

sangat buruk; (0) 3 0

Berdasarkan FGD (2005): (0) sangat buruk; (1) buruk; (2) baik; (3) lestari

Konflik Pemanfaatan Kawasan

tidak kondusif; (0)

kuarang kondusif; (1)

kuarang kondusif; (1)

3 0 (0) tidak kondusif; (1) kuarang kondusif; (2) terkendali; (3) sangat kondusif

Pertumbuhan Penduduk

diatas nasional; (2)

diatas nasional; (2)

diatas nasional; (2)

0 2 Berdasarkan BPS 2004: (0) di bawah nasional; (1) rata-rata nasional ; (2) diatas nasional

Local Employment diatas nasional; (2)

diatas nasional; (2)

diatas nasional; (2)

0 2 Berdasarkan BPS 2004: (0) di bawah nasional; (1) rata-rata nasional ; (2) diatas nasional

Tingkat Pendidikan rata-rata nasional; (1)

rata-rata nasional; (1)

rata-rata nasional; (1)

2 0 Berdasarkan BPS 2004: (0) di bawah nasional; (1) rata-rata nasional ; (2) diatas nasional

Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan

tidak peduli; (0)

kurang peduli; (1)

kurang peduli; (1)

3 0 (0) tidak peduli; (1) kurang peduli; (2) peduli; (3) sangat peduli

Pengetahuan Masyarakat terhadap Lingkungan Pesisir, laut dan DAS

Jumlah Pengangguran

diatas nasional; (2)

diatas nasional; (2)

diatas nasional; (2)

0 2 Berdasarkan BPS 2004: (0) di bawah nasional; (1) rata-rata nasional; (2) diatas nasional

Dimensi Teknologi: Ketersediaan dan pemanfaatan IPAL

Kondusif; (1)

belum kondusif; (0)

belum kondusif; (0)

2 0 Mengacu pada BPLHD Jawa Barat (2004): (0) belum kondusif; (1) kondusif; (2) sangat kondusif

Pemanfaatan TPA belum kondusif; (0)

belum kondusif; (0)

belum kondusif; (0)

2 0 Mengacu pada BPLHD Jawa Barat (2004): (0) belum kondusif; (1) kondusif; (2) sangat kondusif

Pemanfaatan Constructive wetland

belum kondusif; (0)

belum kondusif; (0)

(0) belum kondusif;

2 0 Mengacu pada BPLHD Jawa Barat (2004): (0) belum kondusif; (1) dan kondusif; (2) sangat kondusif

252

Lanjutan Dimensi dan Atribut

DAS Hulu (Skor)

DAS Tengah (Skor)

DAS Hilir (Skor) Baik Buruk Keterangan

Dimensi Teknologi: Teknik konservasi tanah secara vegetatif

belum kondusif; (0)

belum kondusif; (0)

belum kondusif; (0)

2 0 Mengacu pada BP DAS Citarum BPLHD Jawa Barat (2004): (0) belum kondusif;(1) kondusif; (2) sangat kondusif

Penggunaan alat bantu penangkapan (fish attraction device, FADS)

digunakan alat atraktif yang lain; (2)

digunakan alat atraktif yang lain; (2)

tidak ada; (0)

0 2 Mengacu pada Rapfish: (0) tidak ada; (1) digunakan umpan saja; (2) digunakan alat atraktif yang lain

Penyebaran tempat pendaratan ikan

agak terpusat; (1)

agak terpusat; (1)

agak terpusat; (1)

0 2 Mengacu pada Rapfish: (0) sangat tersebar; (1) agak terpusat; (2) ikan tidak didaratkan di tempat

Teknik Konstruktif Sipil

belum kondusif; (0)

belum kondusif; (0)

belum kondusif; (0)

2 0 (0) belum kondusif; (1) kondusif; (2) sangat kondusif

Dimensi Hukum dan Kelembagaan:

One rive, coastal and ocean one integrated Management plan

belum sinergi; (0)

belum sinergi; (0)

belum sinergi; (0)

2 0 (0) belum sinergi; (1) bersinergi; (2) bersinergi dan berkolaborasi

Zonasi peruntukan lahan/perairan

ada tapi di langgar; (1)

ada tapi di langgar; (1)

tidak ada; (0)

2 0 (0) tidak ada; (1) ada tapi di langgar; (2) ada dan ditepati

Ketersediaan peraturan pengelolaan secara formal

tersedia dan dilanggar; (1)

tersedia dan dilanggar; (1)

tersedia dan dilanggar; (1)

2 0 (0) tidak tersedia; (1) tersedia dan dilanggar; (2) konsistensi

Efektifitas kelembaagaan

(1) belum memadai; (1)

(1) belum memadai; (1)

(1) belum memadai; (1)

2 0 (0) ego sektoral; (1) sektoral; (2) terintegrasi

Sarana dana prasarana

2 0 (0) belum tersedia; (1) belum memadai; (2) kondusif

Aspek legalitas sangat kondusif; (2)

sangat kondusif; (2)

sangat kondusif; (2)

2 0 (0) belum kondusif; (1) kondusif; (2) sangat kondusif

Penegakkan Hukum Lingkungan

Inkonsis-ten; (0)

Inkonsis-ten; (0)

Inkonsis-ten; (0)

1 0 (0) inkonsistensi; (1) konsistensi

Transparansi dalam Penentuan Kebijakan

tidak transpa-ran; (0)

kadang-kadang transparan; (1)

kadang-kadang transparan; (1)

2 0 (0) tidak transparan; (1) kadang-kadang transparan; (2) sangat transparan

Political Commitment belum sinergi; (0)

belum sinergi; (0)

belum sinergi; (0)

2 0 (0) belum sinergi; (1) bersinergi; (2) bersinergi dan berkolaborasi

Strategi Action belum sinergi; (0)

belum sinergi; (0)

belum sinergi; (0)

2 0 (0) belum sinergi; (1) bersinergi; (2) bersinergi dan berkolaborasi

Penyuluham Hukum Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

jarang; (1) jarang; (1) jarang; (1) 2 0 (0) tidak pernah; (1) jarang; (2) sering

253

Lampiran 4 Nilai faktor C pada beberapa jenis tanaman di Indonesia

No. Macam penggunaan Nilai faktor C 1 Tanah terbuka/tanpa tanaman 1.0 2 Sawah 0.01 3 Tegalan tidak dispesifikasi 0.7 4 Ubikayu 0,8 5 Jagung 0.7 6 Kedelai 0.399 7 Kentang 0.4 8 Kacang tanah 0.2 9 Padi 0.561

10 Tebu 0.2 11 Pisang 0.6 12 Akar wangi (sere wangi) 0.4 13 Rumput bede (tahun pertama) 0.287 14 Rumput bede (tahun kedua) 0.002 15 Kopi dengan penutup tanam buruk 0.2 16 Talas 0.85 17 Kebun campuran : - Kerapatan tinggi 0.1

- kerapatan sedang 0.2 - kerapatan Rendah 0.5

18 Perladangan 0.4 19 Hutan alam : - serasah banyak 0.001

- serasah kurang 0.005 20 Hutan produksi: - tebang habis 0.5

- tebang pilih 0.2 21 Semak belukar/padang rumput 0.3 22 Ubi kayu + kedelai 0.181 23 Ubi kayu + kacang tanah 0.195 24 Padi – sorghum 0.345 25 Padi – kedelai 0.417 26 Kacang tanah + gude 0.495 27 Kacang tanah + kacang tunggak 0.571 28 Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0.049 29 Padi + mulsa jerami 4 ton/ha 0.096 30 Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha 0.128 31 Kacang tanah + mulsa crotalaria 3 ton/ha 0.136 32 Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0.259 33 Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha 0.377 34 Padi + mulsa crotalaria 3 ton/ha 0.387 35 Pola tanam tumpang gilir *) + mulsa jerami 0.079 36 Pola tanam berurutan **) + mulsa sisa tanaman 0.357 37 Alang-alang murni subur 0.001

Sumber: Arsyad (2000).

Keterangan : *) pola tanam tumpang gilir : jagung + padi + ubikayu setelah panen padi ditanam kacang tanah.

**) pola tanam berurutan : padi - jagung - kacang tanah.

254254

Lampiran 5 Penyebaran pembagian Sub DAS Citarum Jawa Barat

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

SUB DAS CIBEET

SUB DAS CIKASO

SUB DAS CIMETA

SUB DAS CISOKAN

SUB DAS CITARIK

SUB DAS CIW IDEY

SUB DAS CIKUNDUL

SUB DAS CIKAPUNDUNG

SUB DAS CITARUM HILIR

SUB DAS CIRASEA

SUB DAS CIMINYAK

SUB DAS CISANGKUY

7°15

' 7°15'

7°00

' 7°00'

6°45

' 6°45'

6°30

' 6°30'

6°15

' 6°15'

6°00

' 6°00'

106°45'

106°45'

107°00'

107°00'

107°15'

107°15'

107°30'

107°30'

107°45'

107°45'

108°00'

108°00'

108°15'

108°15'

PETA PENYEBARAN SUB DASDAS CITARUM

RANCANG BANGUN SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN PESISIR DAN DAS

(Studi Kasus Pantura dan DAS Citarum Jawa Barat)

U

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Kilometers

SKALA 1 : 250.000

LEGENDA:

Sub DAS Ciwidey

Sub DAS Citarum Hilir

Sub DAS Citarik

Sub DAS Cisokan

Sub DAS Cisangkuy

Sub DAS Cirasea

Sub DAS Ciminyak

Sub DAS Cimeta

Sub DAS Cikundul

Sub DAS Cikaso

Sub DAS Cikapundung

Sub DAS Cibeet

Batas DAS Citarum

Waduk

PETA SITUASIPROVINSI JAWA BARAT

SKALA 1 : 2.000.000

Areal yang dipetakan

EDWARSYAHSEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2007

LAUT JAWA

1.Landsat 7/ETM Path/Row 122/64 dan 122/65 2.LAPAN 3.BPPT 4.BP DAS Citarum-Ciliwung 5.Bapeda Jawa Barat 6.(diolah)

Sumber:

255255

Lampiran 6 Peta curah hujan DAS Citarum Jawa Barat

Sumber:

1.Landsat 7/ETM Path/Row 122/64 dan 122/65 2.LAPAN 3.BPPT 4.BP DAS Citarum-Ciliwung 5.Bapeda Jawa Barat 6.(diolah)

Laut Jawa

256256

Lampiran 7 Peta Penutupan Lahan DAS Citarum Jawa Barat 7°

15' 7°15'

7°00

' 7°00'

6°45

' 6°45'

6°30

' 6°30'

6°15

' 6°15'

6°00

' 6°00'

106°45'

106°45'

107°00'

107°00'

107°15'

107°15'

107°30'

107°30'

107°45'

107°45'

108°00'

108°00'

108°15'

108°15'

PETA PENUTUPAN LAHANDAS CITARUM

RANCANG BANGUNSISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN PESISIR DAN DAS

(Studi Kasus Pantura dan DAS Citarum Jawa Barat)

U

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Kilometers

SKALA 1 : 250.000

LEGENDA

Hutan Lahan Kering PrimerHutan Lahan Kering SekunderHutan TanamanLadangPemukimanPerkebunanPertanian Lahan KeringPertanian Lahan Kering CampuranSawahSemak/BelukarTambakTanah TerbukaWaduk

Batas DASSungai dan Anak Sungai

PETA SITUASIPROVINSI JAWA BARAT

SKALA 1 : 2.000.000

Areal yang dipetakan

EDWARSYAHSEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2007

1. Landsat 7/ETM Path/Row 122/64 dan 122/65 2. LAPAN 3. BPPT 4. BP DAS Citarum-Ciliwung 5. Bapeda Jawa Barat 6. (diolah)

Sumber:

Laut Jawa

257257

Lampiran 8 Peta Tingkat Bahaya Erosi DAS Citarum Jawa Barat

7°15

' 7°15'

7°00

' 7°00'

6°45

' 6°45'

6°30

' 6°30'

6°15

' 6°15'

6°00

' 6°00'

106°45'

106°45'

107°00'

107°00'

107°15'

107°15'

107°30'

107°30'

107°45'

107°45'

108°00'

108°00'

108°15'

108°15'

PETA TINGKAT BAHAYA EROSI

RANCANG BANGUN SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN PESISIR DAN DAS

(Studi Kasus Pantura dan DAS Citarum Jawa Barat)

U

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Kilometers

SKALA 1 : 250.000

LEGENDA:

SANGAT RINGAN

RINGAN

SEDANGBERAT

SANGAT BERATTIDAK ADA EROSI

Danau / Waduk

Batas DAS

Sungai dan Anak Sungai

Waduk

PETA SITUASIPROVINSI JAWA BARAT

SKALA 1 : 2.000.000

Areal yang dipetakan

EDWARSYAHSEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2007

Sumber:

1.Landsat 7/ETM Path/Row 122/64 dan 122/65 2.LAPAN 3.BPPT 4.BP DAS Citarum-Ciliwung 5.Bapeda Jawa Barat 6.(diolah)

Laut Jawa

258258

Lampiran 9 Peta tanah DAS Citarum Jawa Barat 7°

15' 7°15'

7°00

' 7°00'

6°45

' 6°45'

6°30

' 6°30'

6°15

' 6°15'

6°00

' 6°00'

106°45'

106°45'

107°00'

107°00'

107°15'

107°15'

107°30'

107°30'

107°45'

107°45'

108°00'

108°00'

108°15'

108°15'

PETA TANAH DAS CITARUM

RANCANG BANGUNSISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN PESISIR DAN DAS

(Studi Kasus Pantura dan DAS Citarum Jawa Barat)

U

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Kilometers

SKALA 1 : 250.000

LEGENDA:

Batas DAS

Sungai dan Anak Sungai

Dystrandepts; Humitropepts; HydrandeptsDystrandepts; Tropudults; EutropeptsDystropepts; Dystrandepts; TropaqueptsDystropepts; Dystrandepts; TroporthentsDystropepts; Dystrandepts; Tropudults;Dystropepts; Eutropepts; Tropudalfs;Dystropepts; Humitropepts; TropohumultsDystropepts; Tropudults; HumitropeptsDystropepts; Tropudults; TroporthentsEutrandepts; TroporthentsEutrandepts; Tropudults;TropohumultsEutropepts; EuntrandeptsEutropepts; RendollsEutropepts; TropaqueptsEutropepts; Tropudults;Eutropepts; Tropudults; TropudalfsHydraquents; SulfaquentsPaleudults; EutropeptsPaleudults; Humitropepts; DystropeptsPaleudults; Tropaquepts; DystropeptsTropaquepts; Dystropepts; EutropeptsTropaquepts; FluvaquentsTropaquepts; Fluvaquents; UstropeptsTropaquepts; Tropofluvents; FluvaquentsTropaquepts; Tropofluvents; EutropeptsTropudalfs; Tropudulfs; EutropeptsTropudalfs; TropudultsTropudults; DystropeptsTropudults; Dystropepts; EutropeptsTropudults; Dystropepts; HaplorthoxTropudults; Humitropepts; TroporthentsTropudults; TropudalfsVitrandepts; Eutropepts

Waduk

PETA SITUASIPROVINSI JAWA BARAT

SKALA 1 : 2.000.000

Areal yang dipetakan

EDWARSYAHSEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2007

Sumber:

1.Landsat 7/ETM Path/Row 122/64 dan 122/65 2.LAPAN 3.BPPT 4.BP DAS Citarum-Ciliwung 5.Bapeda Jawa Barat 6.(diolah)

Laut Jawa

259259

Lampran 10 Peta Lereng DAS Citarum Jawa Barat

Sumber:

1.Landsat 7/ETM Path/Row 122/64 dan 122/65 2. LAPAN 3. BPPT 4. BP DAS Citarum-Ciliwung 5. Bapeda Jawa Barat 6. (diolah)

Laut Jawa

260

Lampiran 11 Formulasi model persamaan nilai ekonomi pencemaran pada DAS Citarum.

DOCUMENT: Total Nilai Ekonomi Pencemaran pada DAS Citarum Citarum Bagian Tengah INFLOWS: COD_DAS_Teng = L_COD_DASTeng*VADASTeng/1000000 TNEPDASHil(t) = TNEPDASHil(t - dt) + (NEPDASHil) * dt INIT TNEPDASHil = 0 DOCUMENT: Total Nilai Ekonomi Pencemaran pada DAS Citarum bagian hilir INFLOWS: NEPDASHil = COD_DAShilir*N_BPPL_COD DOCUMENT: Nilai Ekonomi Pencemaran DAS Citarum Bagian Hilir adalah perkalian anatara COD DAS Citarum Bagian Hilir dikalikan dengan Nilai BPPL ( Nilai Biaya Pokok Pengolahan Limbah Rata-Rata COD (Rp/ton)) TNEPDASHu(t) = TNEPDASHu(t - dt) + (NEPDASHu) * dt INIT TNEPDASHu = 0 DOCUMENT: Total Nilai Ekonomi Pencemaran pada DAS Citarum bagian Tengah INFLOWS: NEPDASHu = N_BPPL_COD*COD_DAShu DOCUMENT: Nilai Ekonomi Pencemaran DAS Citarum Bagian Hilir adalah perkalian anatara COD DAS Citarum Bagian Hulu dikalikan dengan Nilai BPPL ( Nilai Biaya Pokok Pengolahan Limbah Rata-Rata COD (Rp/ton)) TNEPDASTeng(t) = TNEPDASTeng(t - dt) + (NEPDASTeng) * dt INIT TNEPDASTeng = 0 DOCUMENT: Total Nilai Ekonomi Pencemaran pada DAS Citarum bagian Tengah INFLOWS: NEPDASTeng = COD_DAS_Teng*N_BPPL_COD DOCUMENT: Nilai Ekonomi Pencemaran DAS Citarum Bagian Hilir adalah perkalian anatara COD DAS Citarum Bagian Tengah dikalikan dengan Nilai BPPL ( Nilai Biaya Pokok Pengolahan Limbah Rata-Rata COD (Rp/ton))

261

Lanjutan TSCOD_DASTengHil(t) = TSCOD_DASTengHil(t - dt) + (S_COD_DASTengHil) * dt INIT TSCOD_DASTengHil = 0 INFLOWS: S_COD_DASTengHil = COD_DAShilir-COD_DAS_Teng TSNEPDASHuHil(t) = TSNEPDASHuHil(t - dt) + (SNEPDASHuHil) * dt INIT TSNEPDASHuHil = 0 INFLOWS: SNEPDASHuHil = SNEPDASTengHil+SNEPDASHuTeng TSNEPDASHuTeng(t) = TSNEPDASHuTeng(t - dt) + (SNEPDASHuTeng) * dt INIT TSNEPDASHuTeng = 0 INFLOWS: SNEPDASHuTeng = NEPDASTeng-NEPDASHu TSNEPDASTengHul(t) = TSNEPDASTengHul(t - dt) + (SNEPDASTengHil) * dt INIT TSNEPDASTengHul = 0 INFLOWS: SNEPDASTengHil = NEPDASHil-NEPDASTeng TS_COD_DAS__HuHil(t) = TS_COD_DAS__HuHil(t - dt) + (S_COD_DASHulHil) * dt INIT TS_COD_DAS__HuHil = 0 INFLOWS: S_COD_DASHulHil = S_COD_HulTeng+S_COD_DASTengHil TS_COD_HulTeng(t) = TS_COD_HulTeng(t - dt) + (S_COD_HulTeng) * dt INIT TS_COD_HulTeng = 0 DOCUMENT: Total Selisih COD pada DAS Citarum Bagian Tengah INFLOWS: S_COD_HulTeng = COD_DAS_Teng-COD_DAShu T_COD_DASHil(t) = T_COD_DASHil(t - dt) + (COD_DAShilir) * dt INIT T_COD_DASHil = 0 DOCUMENT: Total Nilai Ekonomi Pencemaran pada DAS Citarum Citarum Bagian hilir INFLOWS: COD_DAShilir = L_COD_Hil*VADASHil/1000000

262

Lanjutan DOCUMENT: COD DAS Citarum Bagian Hilir adalah Laju COD DAS Citarum Bagian Hilir dikalikan degan Volume Air DAS Citarum Bagian Hilir dibagikan 1.000.000 T_COD_DASHul(t) = T_COD_DASHul(t - dt) + (COD_DAShu) * dt INIT T_COD_DASHul = 0 DOCUMENT: Total Nilai Ekonomi Pencemaran pada DAS Citarum Citarum Bagian Hulu INFLOWS: COD_DAShu = L_COD_DAS_Hu*VADAS_Hu/1000000 DOCUMENT: COD DAS Citarum Bagian Hulu adalah Laju COD DAS Citarum Bagian Hulur dikalikan degan Volume Air DAS Citarum Bagian Hulu dibagikan 1.000.000

263

Lampiran 12 Formulasi model persamaan Laju COD Hulu adalah Laju pertambahan COD yang berada pada DAS Citarum.

DOCUMENT: Laju COD Hulu adalah Laju pertambahan COD yang berada pada DAS Citarum bagian Tengah setiap tahun L_COD_DAS_Hu = 16.75 DOCUMENT: Laju COD Hulu adalah Laju pertambahan COD yang berada pada DAS Citarum bagian hulu setiap tahun L_COD_Hil = 95.47 DOCUMENT: Laju COD Hulu adalah Laju pertambahan COD yang berada pada DAS Citarum bagian Hilir setiap tahun L_Sub_DAS_Cibeet = 7 L_Sub_DAS_Cikapundung = 7 L_Sub_DAS_Cikaso = 5.78 L_Sub_DAS_Cikundul = 6.08 L_Sub_DAS_Cimeta = 5.78 L_Sub_DAS_Ciminyak = 5.48 L_Sub_DAS_Cirasea = 6.23 L_Sub_DAS_Cisangkuy = 6.04 L_Sub_DAS_Cisokan = 6.71 L_Sub_DAS_Citarik = 5.75 L_Sub_DAS_Citarum = 6.18 L_Sub_DAS_Citarum_Hilir = 10.45 L_Sub_DAS_Ciwidey = 5.82 N_BPPL_COD = 135325000 DOCUMENT: Nilai BPPL adalah Nilai Biaya Pokok Pengolahan Limbah Rata-Rata COD (Rp/ton)

264

Lampiran 13 Faktor erodibilitas tanah (K) DAS Citarum

No. unit Iahan

Penggunaan lahan Ph Db Lp M A b C K

1 Hutan pinus 10 14 68 768 5,85 2 4 0.06 2 Perkeb. kina 17 13 60 1200 6,91 2 3 0.12 3 Hutan alam 8 19 66 918 3,32 2 5 0.12 4 Perkeb. kina 15 14 60 1160 5,65 2 3 0.11 5 Pemukiman 30 14 40 2640 2,12 3 3 0.26 6 Hutan pinus 12 19 59 1271 6,57 2 3 0.05 7 Hutan pinus 22 20 48 2184 6,52 3 3 0.14 8 Tegalan 35 22 33 3819 5,64 3 3 0.25 9 Pemukiman 34 23 31 3933 2,51 3 3 0.36

10 Hutan pinus 19 20 50 1950 4,22 2 3 0.12 11 Hutan pinus 13 21 60 1360 3,15 2 3 0.09 12 Hutan pinus 27 19 44 2576 7,41 2 3 0.10 13 Hutan pinus 14 19 59 1353 4,32 2 3 0.08 14 Tegalan 32 19 37 3213 7,71 3 3 0.16 15 Tegalan 16 23 49 1939 5,42 2 3 0.10 16 Pemukiman 15 23 51 1862 5,00 2 3 0.10 17 Tegalan 17 27 47 2332 4,83 2 3 0.13 18 Tegaian 26 29 32 3740 7,31 2 3 0.15 19 Pemukiman 25 15 48 2080 2,60 2 4 0.19 20 Tegalan 23 22 44 2520 5,69 2 3 0.13 21 Pemukiman 21 25 42 2666 4,00 2 4 0.21 22 Hutan pinus 27 20 41 2773 3,60 2 3 0.19 23 Sawah 9 32 53 1927 4,50 2 5 0.18 24 Hutan pinus 10 21 61 1209 3,97 2 3 0.07 25 Hutan pinus 12 26 54 1748 3,30 2 3 0.12 26 Tegalan 26 30 32 3808 6,09 2 3 0.19 27 Pemukiman 21 26 44 2532 2,70 2 4 0.23 28 Tegalan 28 21 43 2793 5,25 2 3 0.15 29 Sawah 30 24 33 3618 3,06 3 3 0.32 30 Tegalan 21 35 36 3584 7,02 2 3 0.15 31 Tegalan 17 20 58 1554 3,66 2 3 0.10 32 Tegalan 19 19 56 1672 4,08 2 3 0.10 33 Hutan pinus 11 27 54 1748 5,83 2 3 0.08 34 Tegaian 20 20 51 1960 6,91 2 4 0.11 35 Sawah 13 28 53 1927 4,20 2 5 0.18 36 Sawah 10 31 52 1968 6,66 2 5 0.15 37 Sawah 14 32 46 2484 3,50 2 5 0.24 38 Sawah 17 30 46 2538 3,70 2 o 0.24 39 Sawah 16 31 42 2726 3,94 2 5 0.25 40 Pemukiman 20 32 39 3172 2,80 2 3 0.24 41 Tegaian 18 26 50 2200 4,73 2 3 0.13 42 Tegalan 12 31 49 2193 5,38 2 3 0.12 43 Pemukiman 26 23 45 2695 3,10 2 3 0.20 44 Pemukiman 30 22 41 3068 2,90 2 3 0.23 45 Hutan pinus 22 31 40 3180 7,21 2 3 0.13 46 Tegalan 35 29 29 4544 6,27 3 3 0.27

265

Lanjutan

No. unit Iahan

Penggunaan lahan

Ph Db Lp M A b C K

47 Tegalan 37 26 30 4410 6,37 3 3 0.26 48 Pemukiman 32 30 29 4402 3,20 3 3 0.38 49 Tegalan 15 10 69 775 7,74 2 3 0.02 50 Hutan pinus 27 32 32 4012 2,52 2 3 0.33 51 Hutan pinus 27 12 51 1911 4,00 2 3 0.12 52 Hutan pinus 35 23 28 4176 7,02 3 3 0.22 53 Hutan pinus 40 28 20 5440 7,88 3 3 0.24 54 Hutan pinus 14 13 67 891 3,35 2 3 0.05 55 Hutan pinus 21 22 50 2150 3,40 '2 3 0.15 56 Hutan pinus 23 21 46 2376 4,60 2 3 0.14 57 Tegalan 17 17 59 1394 4,87 2 3 0.07 58 Tegalan 24 24 43 2736 5,02 2 3 0.16 59 Tegalan 26 16 47 2226 6,03 2 3 0.11 60 Pemukiman 24 23 43 2679 3,40 2 3 0.19 61 Tegalan 23 26 42 2842 3,30 2 3 0.20 62 Sawah 13 16 65 1015 2,70 2 5 0.13 63 Sawah 14 17 62 1178 3,80 2 5 0.14 64 Pemukiman 21 32 40 3180 2,80 2 3 0.25 65 Rumput 13 27 52 1920 3,20 2 3 0.13 66 Tegalah 19 30 43 2793 2,96 2 3 0.21 67 Tegalah 10 31 53 1927 2,91 2 3 0.14 68 Tegalan 11 32 50 2150 3,70 2 3 0.14 69 Hutan pinus 22 24 44 2576 5,07 2 3 0.15 70 Hutan pinus 5 15 70 600 6,11 4 3 0.11 71 Hutan pinus 8 21 68 928 4,20 2 3 0.05 72 Hutan pinus 11 23 59 1394 4,00 2 3 0.08 73 Hutan pinus 17 14 60 1240 4,30 2 3 0.07 74 Tegalan 11 22 63 1221 3,34 2 3 0.08 75 Pemukiman 13 23 58 1512 3,20 2 3 0.10 76 Tegalan 12 23 56 1540 3,60 2 3 0.10

Faktor erodibilitas (K) rerata 0.13 Sumber: Darsiharjo, 2004 diolah dengan menggunakan persamaan Arsyad 2000

Keterangan : Ph = pasir sangat halus; Db = debu; Lp = liat; M = (Ph + Db) x (100 - Lp); a = bahan organik; b = struktur tanah: c = permeabilitas tanah; K = Erodibilitas tanah.

266

Lampiran 14 Faktor lereng (LS) DAS Citarum

No. urut lahan Penggunaan lahan L S LS 1 Hutan pinus 80 32 15.52 2 Perkeb. kina 75 30 13.38 3 Hutan alam 84 80 88.15 4 Perkeb. kina 55 30 11.46 5 Pemukiman 60 16 4.04 6 Hutan pinus 75 57 43.71 7 Hutan pinus 80 38 21.23 8 Tegalan 52 35 14.73 9 Pemukiman 70 17 4.82

10 Hutan pinus 54 38 17.44 11 Hutan pinus 68 24 8.58 12 Hutan pinus 79 20 6.74 13 Hutan pinus 75 46 29.25 14 Tegalan 99 26 11.92 15 Tegalan 97 32 17.09 16 Pemukiman 60 16 4.04 17 Tegalan 75 17 4.99 18 Tegalan 76 0 0.12 19 Pemukiman 60 5 0.75 20 Tegalan 80 38 21.23 21 Pemukiman 31 17 5.19 22 Hutan pinus 20 13 1.67 23 Sawah 95 5 0.94 24 Hutan pinus 56 30 11.56 25 Hutan pinus 70 47 29.42 26 Tegalan 90 9 2.02 27 Pemukiman 55 4 0.55 28 Tegalan 60 19 5.39 29 Sawah 50 7 1.05 30 Tegalan 75 39 21.56 31 Tegalan 88 55 44.27 32 Tegalan 58 42 21.73 33 Hutan pinus 85 39 22.95 34 Tegalan 57 8 1.35 35 Sawah 75 7 1.29 36 Sawah 75 6 1.05 37 Sawah 55 2 0.29 38 Sawah 55 4 0.55 39 Sawah 60 3 0.43 40 Pemukiman 64 6 0.97 41 Tegalan 75 6 1.05 42 Tegalan 62 20 5.97 43 Pemukiman 62 16 4.11 44 Pemukiman 60 16 4.04 45 Hutan pinus 62 23 7.60

267

Lanjutan

No. urut lahan Penggunaan lahan L S LS 46 Tegalan 73 10 2.12 47 Tegalan 61 10 1.04 48 Pemukiman 59 9 1.63 49 Tegalan 60 42 22.10 50 Hutan pinus 64 24 8.32 51 Hutan pinus 80 17 5.16 52 Hutan alam 105 21 8.45 53 Hutan alam 117 60 60.15 54 Hutan pinus 54 15 3.45 55 Hutan pinus 75 17 4.99 56 Hutan pinus 70 15 3.92 57 Tegalan 70 45 27.13 58 Tegalan 60 20 5.88 59 Tegalan 61 25 8.73 60 Pemukiman 54 10 1.82 61 Tegalan 75 5 0.84 62 Sawah 60 7 1.15 63 Sawah 60 4 0.58 64 Pemukiman 113 5 1.03 65 Rumput 80 7 1.33 66 Tegalan 60 7 1.15 67 Tegalan 60 27 9.92 68 Tegalan 70 28 11.43 69 Hutan pinus 50 25 7.90 70 Hutan pinus 77 34 17.00 71 Hutan pinus 76 55 41.14 72 Hutan pinus 55 46 25.05 73 Hutan pinus 80 22 8.00 74 Tegalan 77 33 16.10 75 Pemukiman 88 16 4.89 76 Tegalan 54 21 6.06

Faktor lereng (LS) rerata 15.21

Sumber: Darsiharjo, 2004 diolah dengan persamaan Arsyad 2000

Keterangan: L = Panjang lereng; S = Kemiringan lereng; LS = Faktor lereng.

268

Lampiran 15 Faktor tanaman/vegetasi (C) DAS Citarum

No. unit lahan Luas (ha) Jenis tanaman Nilai faktor C

(1) (2) (3) (4) 1 227.1 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 2 257,6 Kina (hutan produksi tebang pilih) 0.2 3 124,5 Hutan alam (seresah banyak) 0.001 4 545,7 Kina (hutan produksi tebang pilih) 0.2 5 10,0 Pemukiman 6 59,3 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 7 193,9 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 8 260,0 Pisang, tomat, cabe rawit (tegalan/ladang) 0.4 9 17,7 Pemukiman 10 39,4 Semak belukar 0.3 11 450,0 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 12 15,5 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 13 1346,0 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0,2 14 59,3 Blumkol, tomat, cabe rawit (tegalan/ladang) 0.4 15 46,0 Jagung, kol, tomat (tegalan/ladang) 0.4 16 41,8 Pemukiman 17 106,7 Tomat, blumkol, bawang daun (tegalan/ladang) 0.4 18 202,4 Blumkol, tomat, cabe rawit (tegalan/ladang) 0.4 19 43,6 Pemukiman 20 142,1 Blumkol, jeruk, cabe rawit (tegalan/ladang) 0.4 21 8,0 Pemukiman 22 65,3 Bambu (hutan produksi tebano pilih) 0.2 23 14,2 Sawah 0.01 24 90,2 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 25 85,3 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 26 176,5 Tomat, cabe rawit (tegalan/ladang) 0.4 27 62,4 Pemukiman 28 202,4 Cabe rawit, cesin (tegalan/ladang) 0.4 29 30,9 Sawah 0.01 30 94,0 Blumkol, Tomat (tegalan/ladang) 0.4 31 98,3 Cabe rawit, tomat (legalan/ladang) 0.4 32 27,5 Blumkol, cabe rawit, tomat (tegalan/ladang) 0.4 33 25,4 Pinus (hutan produksi ladang pilih) 0.2 34 16,1 Cengkeh, jeruk, blumkol (tegalan/ladang) 0.4 35 11,1 Sawah 0.01 36 9,6 Sawah 0.01 37 17,9 Sawah 0.01 38 64,1 Sawah 0.01 39 51,8 Sawah 0.01 40 19,3 Pemukiman 41 59,8 Cesin, tomat, cabe rawit (tegalan/ladang) 0.4 42 232,9 Pisang 0.6 43 55,8 Pemukiman 44 10,3 Pemukiman

269

Lanjutan

No. unit

lahan

Luas (ha)

Jenis tanaman Nilai faktor C

(1) (2) (3) (4) 45 21,1 Pinus dan semak belukar 0.2 46 214,0 Tomat, kol, cesin (tegalan/ladang) 0.4 47 20,8 Tomat, koi, cesin (tegalan/ladang) 0.4 48 168,5 Pemukiman 49 22,9 Biumkol, jeruk (tegalan/ladang) 0.4 50 137,6 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 51 82,6 Pinus dan semak belukar 0.2 52 374,7 Hutan alam (seresah banyak) 0.001 53 76,5 Hutan alam (seresah banyak) 0.001 54 211,4 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 55 43,8 Pinus (hutan produksi tebang pitih) 0.2 56 35,6 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 57 143,5 Cabe rawit, tomat, cesin (tegalan/ladang) 0.4 58 42,0 Jeruk, cabe rawit, tomat (tegalan/ladang) 0.4 59 77,6 Kentang, jeruk, bawang daun (tegalan/ladang) 0.4 60 13,8 Pemukiman 61 89,5 Ubikayu, jagung (tegalan/ladang) 0.75 62 13,0 Sawah 0.01 63 23,8 Sawah 0.01 64 254,5 Pemukiman 65 63,8 Padang rumput 0.3 66 26,5 Jagung (iegalan/ladang) 0.7 67 17,6 Ubikayu (tegalan/ladang) 0.8 68 25,3 Cabe rawit, ubikayu, pisang (tegalan/ladang) 0.4 69 27,3 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 70 120,5 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 71 125,8 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 72 108,7 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 73 56,5 Pinus (hutan produksi tebang pilih) 0.2 74 665,8 Jagung (tegalan/ladang) 0.7 75 33,6 Pemukiman 76 324,2 Cabe rawit, tomat, blumkol (tegalan/ladang) 0.4

Faktor tanaman/vegetasi (C) rerata 0.242

Sumber: Darsiharjo, 2004 diolah dengan menggunakan persamaan Arsyad 2000

270

Lampiran 16 Faktor tindakan konservasi tanah (P) DAS Citarum

No. unit lahan

Luas (ha) Jenis tanaman Nilai faktor C

(1) (2) (3) (4) 1 227.1 Tertutup sernak belukar kerapatan tinggi 0.1 2 257.6 Tertutup semak, rumput dan ranting kerapatan

tinggi 0.1

3 124.5 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 4 545.7 Tertutup semak, rumput dan ranting kerapatan

tinggi 0.1

5 10.0 Pemukiman 6 59.3 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 7 193.9 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 8 260.0 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 9 17.7 Pemukiman

10 39.4 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 11 450.0 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 12 15.5 Tertutup semak beiukar kerapatan tinggi 0.1 13 1346.0 Tertutup semak beiukar kerapatan tinggi 0.1 14 59.3 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 15 46.0 Tanpa konservasi (searah lereng) 1 16 41.8 Pemukiman 17 106.7 Menurut kontur pada lerenc 9-20 % 0.75 18 202.4 Menurut kontur pada lereng 0 - 8 % 0.5 19 43.6 Pemukiman 20 142.1 Teras bangku konsiiuksi sedang 0.15 21 8.0 Pemukiman 22 65.8 Menurut kontur pada lereng 9 - 20 % 0.5 23 14.2 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 24 90.2 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 25 86.3 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 26 176.5 Menurut kontur pada lereng 9-20 % 0.75 27 62.4 Pemukiman 28 202.4 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 29 30.9 Menurut kontur pada lereng 0 - 8 % 0.5 30 94.0 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 31 98.3 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 32 27.5 Tanpa konservasi (searah lereng) 1 33 25.4 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 34 16.1 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 35 11.1 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 36 9.6 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 37 17.9 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 38 34.1 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 39 51.8 Teras bangku konstruksi baik 0.04 40 19.3 Pemukiman 41 59.8 Menurut kontur pada lereng 0 - 8 % 0.5 42 232.9 Menurut kontur pada lereng 9-20 % 0.75

271

Lanjutan

No. Unit lahan

Luas (ha)

Jenis tanaman Nilai faktor C

(1) (2) (3) (4) 43 55.8 Pemukiman 44 10.3 Pemukiman 45 21.1 Tertutup semak beiukar kerapatan tinggi 0.1 46 214.0 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 47 20.8 Menurut kontur pada lereng 9-20 % 0.75 48 168.5 Pemukiman 49 22.9 Menurut kontur pada lereng > 20 % 0.9 50 137.6 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 51 82.6 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi. 0.1 52 374.7 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 53 76.5 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi . 0.1 54 211.4 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 55 43.8 Teitutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 56 35.6 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 57 143.5 Menurut kontur pada lereng > 20 % 0.9 58 42.0 Menurut kontur pada lereng 9-20 % 0.75 59 77.6 Menurut kontur pada lereng > 20 % 0.9 60 13.8 Pemukiman 61 89.5 Menurut kontur pada lereng 0 - 8 % 0,5 62 13.0 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 63 23.8 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 64 254.5 Pemukiman 65 63.8 Rumput keadaan baik 0.04 66 26.5 Menurut kontur pada lereng 0 - 8 % 0.5 67 176 Teras bangku konstruksi sedang 0.15 68 25.3 Menurut kontur pada lereng > 20 % 0.9 69 27.3 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 70 120.5 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 71 125.8 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 72 108.7 Tertutup semak beiukar kerapatan tinggi 0.1 73 56.5 Tertutup semak belukar kerapatan tinggi 0.1 74 665.8 Menurut kontur pada lereng > 20 % 0.9 75 33.6 Pemukiman 76 324.2 Teras bangku konstruksi sedang 0.15

Faktor tindakan konservasi tanah (P) rerata 0.308

Sumber: Darsiharjo, 2004 diolah dengan menggunakan persamaan Arsyad (2000)

272

Lampiran 17 Formulasi model persamaan erosi DAS Citarum bagian hulu, tengah dan hilir.

K_T_Sub_DAS_Cibeet(t) = K_T_Sub_DAS_Cibeet(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Cibeet - Penipisan_Sub_DAS_Cibeet) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Cibeet = 90 INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Cibeet = IF (ET_Sub_DAS_Cibeet/10>=Penipisan_Sub_DAS_Cibeet) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Cibeet/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Cibeet = A_Sub_DAS_Cibeet_/(B_V_Sub_DAS_Cibeet*10)/10 K_T_Sub_DAS_Cikapundung(t) = K_T_Sub_DAS_Cikapundung(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Cikapundung - Penipisan_Sub_DAS_Cikapundung) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Cikapundung = 100 INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Cikapundung = IF (ET_Sub_DAS_Cikapundung/10>=Penipisan_Sub_DAS_Cikapundung) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Cikapundung/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Cikapundung = A_Sub_Das_Cikapundung/(B_V_Sub_DAS_Cikapundung*10)/10 K_T_Sub_DAS_Cikaso(t) = K_T_Sub_DAS_Cikaso(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Cikaso - Penipisan_Sub_DAS_Cikaso) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Cikaso = 90 INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Cikaso = IF (ET_Sub_DAS_Cikaso/10>=Penipisan_Sub_DAS_Cikaso) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Cikaso/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Cikaso = A_Sub_Das_Cikaso/(B_V_Sub_DAS_Cikaso*10)/10 K_T_Sub_DAS_Cikundul(t) = K_T_Sub_DAS_Cikundul(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Cikundul - Penipisan_Sub_DAS_Cikundul) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Cikundul = 100 INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Cikundul = IF (ET_Sub_DAS_Cikundul/10>=Penipisan_Sub_DAS_Cikundul) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Cikundul/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Cikundul = A_Sub_Das_Cikundul/(B_V_Sub_DAS_Cikundul*10)/10

273

Lanjutan K_T_Sub_DAS_Cimeta(t) = K_T_Sub_DAS_Cimeta(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Cimeta - Penipisan_Sub_DAS_Cimeta) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Cimeta = 100 INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Cimeta = IF (ET_Sub_DAS_Cimeta/10>=Penipisan_Sub_DAS_Cimeta) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Cimeta/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Cimeta = A_Sub_Das_Cimeta/(B_V_Sub_DAS_Cimeta*10)/10 K_T_Sub_DAS_Ciminyak(t) = K_T_Sub_DAS_Ciminyak(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Ciminyak - Penipisan_Sub_DAS_Ciminyak) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Ciminyak = 100 INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Ciminyak = IF (ET_Sub_DAS_Ciminyak_/10>=Penipisan_Sub_DAS_Ciminyak) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Ciminyak_/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Ciminyak = A_Sub_Das_Ciminyak/(B_V_Sub_DAS_Ciminyak*10)/10 K_T_Sub_DAS_Cirasea(t) = K_T_Sub_DAS_Cirasea(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Cirasea - Penipisan_Sub_DAS_Cirasea) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Cirasea = 100 INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Cirasea = IF (ET_Sub_DAS_Cirasea/10>=Penipisan_Sub_DAS_Cirasea) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Cirasea/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Cirasea = A_Sub_Das_Cirasea_/(B_V_Sub_DAS_Cirasea*10)/10 K_T_Sub_DAS_Cisangkuy(t) = K_T_Sub_DAS_Cisangkuy(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Cisangkuy - Penipisan_Sub_DAS_Cisangkuy) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Cisangkuy = 100 INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Cisangkuy = IF (ET_Sub_DAS_Cisangkuy/10>=Penipisan_Sub_DAS_Cisangkuy) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Cisangkuy/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Cisangkuy = A_Sub_Das_Cisangkuy_/(B_V_Sub_DAS_Cisangkuy*10)/10

274

Lanjutan K_T_Sub_DAS_Cisokan(t) = K_T_Sub_DAS_Cisokan(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Cisokan - Penipisan_Sub_DAS_Cisokan) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Cisokan = 100 INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Cisokan = IF (ET_Sub_DAS_Cisokan/10>=Penipisan_Sub_DAS_Cisokan) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Cisokan/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Cisokan = A_Sub_Das_Cisokan/(B_V_Sub_DAS_Cisokan*10)/10 K_T_Sub_DAS_Citarik(t) = K_T_Sub_DAS_Citarik(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Citarik - Penipisan_Sub_DAS_Citarik) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Citarik = 100 DOCUMENT: Ketebalan Tanah pada Sub DAS Ctarik yang berada di kawasan DAS Citarum bagian Hulu Jawa Barat INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Citarik = IF (ET_Sub_DAS_Citarik/10>=Penipisan_Sub_DAS_Citarik) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Citarik/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Citarik = A_Sub_Das_Citarik/(B_V_Sub_DAS_Citarik*10)/10 K_T_Sub_DAS_Citarum(t) = K_T_Sub_DAS_Citarum(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Citarum - Penipisan_Sub_DAS_Citarum) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Citarum = 60 INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Citarum = IF (ET_Sub_DAS_Citarum/10>=Penipisan_Sub_DAS_Citarum) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Citarum/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Citarum = A_Sub_DAS_Citarum_/(B_V_Sub_DAS_Citarum*10)/10 K_T_Sub_DAS_Citarum_Hilir(t) = K_T_Sub_DAS_Citarum_Hilir(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Citarum_Hilir - Penipisan_Sub_DAS_Citarum_Hilir) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Citarum_Hilir = 60

275

Lanjutan INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Citarum_Hilir = IF (ET_Sub_DAS_Citarum_Hilir/10>=Penipisan_Sub_DAS_Citarum_Hilir) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Citarum_Hilir/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Citarum_Hilir = A_Sub_DAS_Citarum_Hilir/(B_V_Sub_DAS_Citarum_Hilir*10)/10 K_T_Sub_DAS_Ciwidey(t) = K_T_Sub_DAS_Ciwidey(t - dt) + (Penambahan_Sub_DAS_Ciwidey - Penipisan_Sub_DAS_Ciwidey) * dt INIT K_T_Sub_DAS_Ciwidey = 100 INFLOWS: Penambahan_Sub_DAS_Ciwidey = IF (ET_Sub_DAS_Ciwidey/10>=Penipisan_Sub_DAS_Ciwidey) THEN 0.01 ELSE (ET_Sub_DAS_Ciwidey/10) OUTFLOWS: Penipisan_Sub_DAS_Ciwidey = A_Sub_DAS_Ciwidey/(B_V_Sub_DAS_Ciwidey*10)/10 TCOD_DASTeng(t) = TCOD_DASTeng(t - dt) + (COD_DAS_Teng) * dt INIT TCOD_DASTeng = 0 A_DAS_Citarum = (A__DAS_Hilir+A__DAS_Hulu+A__DAS_Tengah)/3 A_Sub_DAS_Cibeet_ = R_Sub_DAS_Cibeet__*K_Sub_DAS_Cibeet*LS_Sub_DAS_Cisabgkuy*C_Sub_DAS_Cibeet*P_Sub_DAS_Cibeet_ A_Sub_Das_Cikapundung = R_Sub_DAS_Cikapundung*K_Sub_DAS_Cikapundung*LS_Sub_DAS_Cikapundung*C_Sub_DAS_Cikapundung*P_Sub_DAS_Cikapundung A_Sub_Das_Cikaso = R_Sub_DAS_Cikaso*K_Sub_DAS_Cikaso*LS_Sub_DAS_Cikaso*C_Sub_DAS_Cikaso*P_Sub_DAS_Cikaso A_Sub_Das_Cikundul = R_Sub_DAS_Cikundul*K_Sub_DAS_Cikundul*LS_Sub_DAS_Cikundul*C_Sub_DAS_Cikundul*P_Sub_DAS_Cikundul A_Sub_Das_Cimeta = R_Sub_DAS_Cimeta*K_Sub_DAS_Cimeta*LS_Sub_DAS_Cimeta*C_Sub_DAS_Cimeta*P_Sub_DAS_Cimeta A_Sub_Das_Ciminyak = R_Sub_DAS_Ciminyak*K_Sub_DAS_Ciminyak*LS_Sub_DAS_Ciminyak*C_Sub_DAS_Ciminyak*P_Sub_DAS_Ciminyak A_Sub_Das_Cirasea_ = R_Sub_DAS_Cirasea__*K_Sub_DAS_Cirasea*LS_Sub_DAS_Cirasea*C_Sub_DAS_Cirasea*P_Sub_DAS_Cirasea

276

Lanjutan A_Sub_Das_Cisangkuy_ = R_Sub_DAS_Cisangkuy__4*K_Sub_DAS_Cisangkuy*LS_Sub_DAS_Cisangkuy*C_Sub_DAS_Cisangkuy*P_Sub_DAS_Cisangkuy A_Sub_Das_Cisokan = R_Sub_DAS_Cisokan*K_Sub_DAS_Cisokan*LS_Sub_Das_Cisokan*C_Sub_DAS_Cisokan*P_Sub_DAS_Cisokan A_Sub_Das_Citarik = R_Sub_DAS_Citarik*K_Sub_DAS_Ciatrik*LS_Sub_DAS_Citarik*C_Sub_DAS_Citarik*P_Sub_DAS_Citarik A_Sub_DAS_Citarum_ = R_Sub_DAS_Citarum*K_Sub_DAS_Citarum*LS_Sub_DAS_Citarum*C_Sub_DAS_Citarum*P_Sub_DAS_Citarum A_Sub_DAS_Citarum_Hilir = R_Sub_DAS_Citarum_Hilir*K_Sub_DAS_Citarum_Hilir*LS_Sub_DAS_Citarum_Hilir*C_Sub_DAS_Citarum_Hilir*P_Sub_DAS_Citarum_Hilir A_Sub_DAS_Ciwidey = R_Sub_DAS_Ciwidey*K_Sub_DAS_Ciwidey*LS_Sub_DAS_Ciwidey*C_Sub_DAS_Ciwidey*P_Sub_DAS_Ciwidey A__DAS_Hilir = (A_Sub_DAS_Citarum_+A_Sub_DAS_Citarum_Hilir)/2 A__DAS_Hulu = (A_Sub_Das_Cikapundung+A_Sub_Das_Cikundul+A_Sub_Das_Cimeta+A_Sub_Das_Ciminyak+A_Sub_Das_Cirasea_+A_Sub_Das_Cisangkuy_+A_Sub_Das_Cisokan+A_Sub_Das_Citarik+A_Sub_DAS_Ciwidey)/9 A__DAS_Tengah = (A_Sub_DAS_Cibeet_+A_Sub_Das_Cikaso)/2 B_V_Sub_DAS_Cibeet = 1.16 B_V_Sub_DAS_Cikapundung = 1.18 B_V_Sub_DAS_Cikaso = 1.18 B_V_Sub_DAS_Cikundul = 1.18 B_V_Sub_DAS_Cimeta = 1.18 B_V_Sub_DAS_Ciminyak = 1.18 B_V_Sub_DAS_Cirasea = 1.18 B_V_Sub_DAS_Cisangkuy = 1.18 B_V_Sub_DAS_Cisokan = 1.18 B_V_Sub_DAS_Citarik = 1.18 B_V_Sub_DAS_Citarum = 1.16 B_V_Sub_DAS_Citarum_Hilir = 1.8 B_V_Sub_DAS_Ciwidey = 1.18 C_Sub_DAS_Cibeet = 0.24 C_Sub_DAS_Cikapundung = 0.24 C_Sub_DAS_Cikaso = 0.33 C_Sub_DAS_Cikundul = 0.21 C_Sub_DAS_Cimeta = 0.20

277

Lanjutan C_Sub_DAS_Ciminyak = 0.15 C_Sub_DAS_Cirasea = 0.25 C_Sub_DAS_Cisangkuy = 0.30 C_Sub_DAS_Cisokan = 0.13 C_Sub_DAS_Citarik = 0.26 C_Sub_DAS_Citarum = 0.23 C_Sub_DAS_Citarum_Hilir = 0.36 C_Sub_DAS_Ciwidey = 0.19 ET_Sub_DAS_Cibeet = 2 ET_Sub_DAS_Cikapundung = 2 ET_Sub_DAS_Cikaso = 2 ET_Sub_DAS_Cikundul = 2 ET_Sub_DAS_Cimeta = 2 ET_Sub_DAS_Ciminyak_ = 2 ET_Sub_DAS_Cirasea = 2 ET_Sub_DAS_Cisangkuy = 2 ET_Sub_DAS_Cisokan = 2 ET_Sub_DAS_Citarik = 2 ET_Sub_DAS_Citarum = 2 ET_Sub_DAS_Citarum_Hilir = 2 ET_Sub_DAS_Ciwidey = 2 KT_DAS_Citarum = (KT__DAS_Hilir+KT__DAS_Hulu+KT__DAS_Tengah)/3 KT__DAS_Hilir = (K_T_Sub_DAS_Citarum+K_T_Sub_DAS_Citarum_Hilir)/2 KT__DAS_Hulu = (K_T_Sub_DAS_Cikapundung+K_T_Sub_DAS_Cikundul+K_T_Sub_DAS_Cimeta+K_T_Sub_DAS_Ciminyak+K_T_Sub_DAS_Cirasea+K_T_Sub_DAS_Cisangkuy+K_T_Sub_DAS_Cisokan+K_T_Sub_DAS_Citarik+K_T_Sub_DAS_Ciwidey)/9 KT__DAS_Tengah = (K_T_Sub_DAS_Cibeet+K_T_Sub_DAS_Cikaso)/2 K_Sub_DAS_Ciatrik = 0.25 K_Sub_DAS_Cibeet = 0.28 K_Sub_DAS_Cikapundung = 0.28 K_Sub_DAS_Cikaso = 0.3 K_Sub_DAS_Cikundul = 0.28 K_Sub_DAS_Cimeta = 0.28 K_Sub_DAS_Ciminyak = 0.27 K_Sub_DAS_Cirasea = 0.22 K_Sub_DAS_Cisangkuy = 0.24 K_Sub_DAS_Cisokan = 0.29 K_Sub_DAS_Citarum = 0.30 K_Sub_DAS_Citarum_Hilir = 0.28 K_Sub_DAS_Ciwidey = 0.25

278

Lanjutan LS_Sub_DAS_Cikapundung = L_Sub_DAS_Cikapundung*S_Sub_DAS_Cikapundung LS_Sub_DAS_Cikaso = L_Sub_DAS_Cikaso*S_Sub_DAS_Cikaso LS_Sub_DAS_Cikundul = L_Sub_DAS_Cikundul*S_Sub_DAS_Cikundul LS_Sub_DAS_Cimeta = L_Sub_DAS_Cimeta*S_Sub_DAS_Cimeta LS_Sub_DAS_Ciminyak = L_Sub_DAS_Ciminyak*S_Sub_DAS_Ciminyak LS_Sub_DAS_Cirasea = L_Sub_DAS_Cirasea*S_Sub_DAS_Cirasea LS_Sub_DAS_Cisabgkuy = L_Sub_DAS_Cibeet*S_Sub_DAS_Cibeet LS_Sub_DAS_Cisangkuy = L_Sub_DAS_Cisangkuy*S_Sub_DAS_Cisangkuy LS_Sub_Das_Cisokan = L_Sub_DAS_Cisokan*S_Sub_DAS_Cisokan LS_Sub_DAS_Citarik = L_Sub_DAS_Citarik*S_Sub_DAS_Citarik LS_Sub_DAS_Citarum = L_Sub_DAS_Citarum*S_Sub_DAS_Citarum LS_Sub_DAS_Citarum_Hilir = L_Sub_DAS_Citarum_Hilir*S_Sub_DAS_Citarum_Hilir LS_Sub_DAS_Ciwidey = L_Sub_DAS_Ciwidey*S_Sub_DAS_Ciwidey L_COD_DASTeng = 63.75 Penambahan_DAS_Citarum = (Penambahan__DAS_Hilir+Penambahan__DAS_Hulu+Penambahan__DAS_Tengah)/3 Penambahan__DAS_Hilir = (Penambahan_Sub_DAS_Citarum+Penambahan_Sub_DAS_Citarum_Hilir)/2 Penambahan__DAS_Hulu = (Penambahan_Sub_DAS_Cikundul+Penambahan_Sub_DAS_Cikapundung+Penambahan_Sub_DAS_Cimeta+Penambahan_Sub_DAS_Ciminyak+Penambahan_Sub_DAS_Cirasea+Penambahan_Sub_DAS_Cisangkuy+Penambahan_Sub_DAS_Cisokan+Penambahan_Sub_DAS_Citarik+Penambahan_Sub_DAS_Ciwidey)/9 Penambahan__DAS_Tengah = (Penambahan_Sub_DAS_Cibeet+Penambahan_Sub_DAS_Cikaso)/2 Penipisan_DAS_Citarum = (Penipisan_DAS_Hilir+Penipisan__DAS_Hulu+Penipisan__DAS_Tengah) Penipisan_DAS_Hilir = (Penipisan_Sub_DAS_Citarum+Penipisan_Sub_DAS_Citarum_Hilir)/2 Penipisan__DAS_Hulu = (Penipisan_Sub_DAS_Cibeet+Penipisan_Sub_DAS_Cikapundung+Penipisan_Sub_DAS_Cimeta+Penipisan_Sub_DAS_Ciminyak+Penipisan_Sub_DAS_Cirasea+Penipisan_Sub_DAS_Cisangkuy+Penipisan_Sub_DAS_Cisokan+Penipisan_Sub_DAS_Citarik+Penipisan_Sub_DAS_Ciwidey)/9 Penipisan__DAS_Tengah = (Penipisan_Sub_DAS_Cibeet+Penipisan_Sub_DAS_Cikaso)/2 P_Sub_DAS_Cibeet_ = 0.3 P_Sub_DAS_Cikapundung = 0.3 P_Sub_DAS_Cikaso = 0.33 P_Sub_DAS_Cikundul = 0.26

279

Lanjutan P_Sub_DAS_Cimeta = 0.27 P_Sub_DAS_Ciminyak = 0.22 P_Sub_DAS_Cirasea = 0.25 P_Sub_DAS_Cisangkuy = 0.29 P_Sub_DAS_Cisokan = 0.19 P_Sub_DAS_Citarik = 0.26 P_Sub_DAS_Citarum = 0.24 P_Sub_DAS_Citarum_Hilir = 0.33 P_Sub_DAS_Ciwidey = 0.21 R_Sub_DAS_Cibeet__ = 820.40 R_Sub_DAS_Cikapundung = 791.12 R_Sub_DAS_Cikaso = 758.41 R_Sub_DAS_Cikundul = 725.05 R_Sub_DAS_Cimeta = 761.89 R_Sub_DAS_Ciminyak = 972.72 R_Sub_DAS_Cirasea__ = 809.16 R_Sub_DAS_Cisangkuy__4 = 797.72 R_Sub_DAS_Cisokan = 777.38 R_Sub_DAS_Citarik = 744.24 R_Sub_DAS_Citarum = 805.38 R_Sub_DAS_Citarum_Hilir = 988.96 R_Sub_DAS_Ciwidey = 918.01 S_Sub_DAS_Cibeet = 5 S_Sub_DAS_Cikapundung = 5 S_Sub_DAS_Cikaso = 6.68 S_Sub_DAS_Cikundul = 8.13 S_Sub_DAS_Cimeta = 6.68 S_Sub_DAS_Ciminyak = 9.92 S_Sub_DAS_Cirasea = 6.98 S_Sub_DAS_Cisangkuy = 6.60 S_Sub_DAS_Cisokan = 3.22 S_Sub_DAS_Citarik = 7.50 S_Sub_DAS_Citarum = 4.58 S_Sub_DAS_Citarum_Hilir = 0.64 S_Sub_DAS_Ciwidey = 7.86 VADASHil = 78.41*60*60*24*365 DOCUMENT: Volume Air Hulu adalah Volume air DAS Citarum bagian hilir per tahun yang merupakan hasil kali dari debit sungai dan waktu (tahun) VADASTeng = 49.5*60*60*24*365 DOCUMENT: Laju COD Hulu adalah Laju pertambahan COD yang berada pada DAS Citarum bagian tengah setiap tahun VADAS_Hu = 13.7*60*60*24*365 DOCUMENT: Volume Air Hulu adalah Volume air DAS Citarum bagian hulu per tahun yang merupakan hasil kali dari debit sungai dan waktu (tahun)

280

Lampiran 18 Tingkat erosi yang masih dapat dibiarkan (ET) di DAS Citarum

No. unit lahan

Penggunaan lahan

Kedalaman tanah

Kondisi substrata

Permeabilitas tanah

(subsoil)

Erosi yang masih dapat

dibiarkan (mm)

Berat volume tanah

Erosi yang masih dapat

dibiarkan (ton/ha/th)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Hutan pinus > 90 cm melapuk Lambat 1.6 1.14 18.24 2 Perkeb. Kina > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.15 23.00 3 Hutan alam > 90 cm melapuk Lambat 1.6 1.13 18.08 4 Perkeb. Kina > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.14 22.80 5 Pemukiman > 90 cm melapuk Sedang 6 Hutan pinus > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.13 22.60 7 Hutan pinus > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.13 22.60 8 Tegalan > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.17 23.40 9 Pemukiman > 90 cm melapuk Sedang

10 Hutan pinus > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.14 22.80 11 Hutan pinus > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.13 22.60 12 Hutan pinus > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.15 23.00 13 Hutan pinus > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.15 23.00 14 Tegalan > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.16 23.20 15 Tegalan > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.18 23.60 16 Pemukiman > 90 cm melapuk Sedang 17 Tegalan > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.18 23.60 18 Tegalan > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.16 23.20 19 Pemukiman > 90 cm melapuk Lambat 20 Tegalan > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.17 23.40 21 Pemukiman > 90 cm melapuk Lambat 22 Hutan pinus > 90 cm meiapuk Sedang 2.0 1.14 22.80 23 Sawah > 90 cm melapuk Lambat 1.6 1.21 19.36 24 Hutan pinus > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.13 22.60 25 Hutan pinus > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.15 23.00 26 Tegalan > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.17 23.40 27 Pemukiman > 90 cm melapuk Lambat 28 Tegatan > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.18 23.60 29 Sawah > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.20 24.00 30 Tegalan > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.16 23.20 31 Tegalan > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.18 23.60 32 Tegalan > 90 cm melapuk Sedang 2.0 1.19 23.80 33 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.14 22.30 34 Tegalan > 90 cm Melapuk Lambat 1.6 1.17 18.72 35 Sawah > 90 cm Melapuk Lambat 1.6 1.21 19.36 36 Sawah > 90 cm Melapuk Lambat 1.6 1.20 19.20 37 Sawah > 90 cm Melapuk Lambat 1.6 1.19 19.04 38 Sawah > 90 cm Melapuk Lambat 1.6 1.20 19.20 39 Sawah > 90 cm Melapuk Lambat 1.6 1.18 18.88 40 Pemukiman > 90 cm Melapuk Sedang 41 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.19 23.80 42 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.19 23.80 43 Pemukiman > 90 cm Melapuk Sedang 44 Pemukiman > 90 cm Melapuk Sedang

281

Lanjutan

No. unit lahan

Penggunaan lahan

Kedalaman tanah

Kondisi substrata

Permeabilitas tanah

(subsoil)

Erosi yang masih dapat

dibiarkan (mm)

Berat volume tanah

Erosi yang masih dapat

dibiarkan (ton/ha/th)

45 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.15 23.00 46 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.18 23.60 47 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.17 23.40 48 Pemukiman > 90 cm Melapuk Sedang 49 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.18 23.60 50 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.13 22.60 51 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.14 22.80 52 Hutan alam > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.15 23.00 53 Hutan alam > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.14 22.80 54 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.13 22.60 55 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.14 22.80 56 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.15 23.00 57 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.19 23.80 58 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.19 23.80 59 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.18 23,60 60 Pemukiman > 90 cm Melapuk Sedang 61 Tegaian > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.17 23,40 62 Sawah > 90 cm Melapuk Lambat 1.6 1.21 19,36 63 Sawah > 90 cm Melapuk Lambat 1.6 1.19 19,04 64 Pemukiman > 90 cm Melapuk Sedang 65 Rumput > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.16 23,20 66 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.17 23,40 67 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.18 23,60 68 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.18 23.60 69 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.15 23.00 70 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.16 23.20 71 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.15 23.00 72 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.,0 1.16 23.20 73 Hutan pinus > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.15 23.00 74 Tegalan > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.19 23.80 75 Pemukiman > 90 cm Melapuk Sedang 76 Tegaian > 90 cm Melapuk Sedang 2.0 1.19 23.80

Sumber: Darsiharjo, 2004 diolah dengan persamaan Arsyad (2000)

282