radiodiagnostik MSCT scan difuse injury

82
LAPORAN KASUS RADIODIAGNOSTIK SEORANG LAKI-LAKI 46 TAHUN DENGAN DIFFUSE INJURY GRADE III Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior di Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Disusun oleh : Prananingrum Dwi Oktarina 22010112210139 Onny Septa Pradani 22010112210140 Sehat Kabau 22010112220199 Stefanus Satria Adhi Darma 22010112220201 Pembimbing : dr. Sugento Penguji : dr. Sukma Imawati, Sp.Rad

description

tatalaksana radiodiagnoostik MSCT scan pada pasien dengan Difuse Injry Grade III di RSDK semarang - koas radiologi FK UNDIP 2008

Transcript of radiodiagnostik MSCT scan difuse injury

Page 1: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

LAPORAN KASUS RADIODIAGNOSTIK

SEORANG LAKI-LAKI 46 TAHUN DENGAN DIFFUSE INJURY GRADE III

Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior di Bagian Radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Prananingrum Dwi Oktarina 22010112210139Onny Septa Pradani 22010112210140Sehat Kabau 22010112220199Stefanus Satria Adhi Darma 22010112220201

Pembimbing : dr. Sugento

Penguji :

dr. Sukma Imawati, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2013

Page 2: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 46 TAHUN DENGAN DIFFUSE INJURY GRADE III

Disusun oleh:

Prananingrum Dwi Oktarina 22010112210139

Onny Septa Pradani 22010112210140

Sehat Kabau 22010112220199

Stefanus Satria Adhi Darma 22010112220201

Telah disetujui:

Semarang, Juli 2013

Penguji,

dr. Sukma Imawati, Sp.Rad

Residen Pembimbing,

dr. Sugento

ii

Page 3: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3

BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................34

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................47

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................53

iii

Page 4: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi pada

kelompok umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1.

Penyebab paling sering adalah kecelakaan kenderaan bermotor sekitar 70%.1

Cedera kepala merupakan masalah yang sering ditemukan dan umumnya terjadi

pada pria atau wanita, dengan penyebab utama kecelakaan lalu lintas (KLL)

maupun jatuh dari ketinggian. KLL sendiri sering mengakibatkan fraktur multipel,

26% di antaranya menderita perdarahan intrakranial.2

Di Amerika Serikat kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan

mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut 10% penderita meninggal sebelum

tiba di rumah sakit. 80% dari penderita yang sampai di rumah sakit

dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan, 10% termasuk cedera kepala sedang

dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat. Lebih dari 100.000 penderita,

menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala setiap tahunnya di

Amerika Serikat.2

Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu

rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap,

terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB.

Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS,

sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.3

Cedera kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari

lapisan kulit kepala, tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai jaringan

otaknya sendiri, baik luka tertutup maupun terbuka. Akibat yang timbul setelah

cedera ini dapat dipisahkan menjadi cedera primer, yaitu cedera yang timbul

sebagai akibat langsung dari dan terjadi segera sesudah peristiwa cedera, dan

cedera sekunder yaitu cedera penyulit yang memperberat kondisi yang sudah ada

pada cedera primer. Cedera primer, antara lain berupa laserasi kulit kepala, fraktur

tengkorak, fraktur basis kranii, cedera otak fokal , cedera otak difus , kontusio

1

Page 5: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

kortikal & laserasi, lesi substansia alba difus. Sedangkan cedera sekunder, antara

lain perdarahan intrakranial berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural,

perdarahan sub arachnoid, perdarahan intraserebral, dan perdarahan intraventrikel,

edema serebri, herniasi tentorial / tonsiler, iskhemia serebral fokal / global,

infeksi, hidrocephalus.4

Di satu pihak memang hanya sebagian saja kasus cedera kepala yang

datang ke rumah sakit berlanjut menjadi perdarahan intrakranial, tetapi di lain

pihak frekuensi perdarahan ini terdapat pada 75% kasus yang datang dalam

keadaan sadar dan keluar dalam keadaan meninggal. Perdarahan intra kranial

dikelompokkan menjadi perdarahan yang terletak di luar duramater yaitu :

perdarahan epidural, dan di dalam duramater yaitu: perdarahan subdural dan

perdarahan intra serebral, di mana masing-masing dapat terjadi sendiri maupun

bersamaan.3

CT scanning merupakan prosedur pilihan dalam mengevaluasi pasien

cedera kepala dan kemungkinan memperbaiki secara jelas outcome pasien dengan

cedera kepala. Hasil-hasil gambar CT scan yang berupa penampang-penampang

kepala tidak akan dapat diperoleh dengan sedemikian jelas pada foto rontgen

biasa. Hal ini memberikan kemudahan bagi dokter khususnya ahli bedah saraf

dan ahli saraf, untuk mengetahui adanya perdarahan epidural atau subdural pada

pasien cedera kepala tanpa perlu memberikan suntikan kontras terlebih dahulu.

Lain dengan sebelumnya di mana berbagai persiapan yang memakan waktu harus

dilalui dan diperlukan penyuntikan kontras, sebelum dibuat foto Rontgen. Namun

demikian pada kasus-kasus tertentu diperlukan penyuntikan kontras untuk

membantu penegakan diagnosis.5

Kasus ini kami angkat sebagai kasus besar karena kejadian cedera kepala

merupakan kejadian yang sering terjadi sehari-hari baik karena kecelakaan lalu

lintas maupun non kecelakaan lalu lintas, yang sering menyebabkan perdarahan

intrakranial dan pada kasus-kasus yang lebih parah dapat mengakibatkan

penurunan kesadaran. Pemeriksaan penunjang dengan CT scan dapat mengetahui

letak lesi sebagai panduan untuk tatalaksana dan penegakkan diagnosis.

2

Page 6: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kepala5

2.1.1 Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :

a. Skin (kulit) yang memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi

perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak

kehilangan darah.

b. Connective tissue (jaringan penyambung)

c. Aponeurosis (galea aponeurotika), yaitu jaringan ikat fibrosa yang

berhubungan langsung dengan kranium, dapat digerakkan dengan

bebas dan membantu menyerap kekuatan cedera eksternal.

d. Lose areolar tissue (jaringan penunjang longgar), yaitu jaringan yang

memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan merupakan

tempat dimana biasanya terjadi perdarahan subgaleal.

e. Perikranium

Gambar 1. Lapisan Kulit Kepala

Diambil dari : images.radiopedia.org

3

Page 7: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

2.1.2 Tulang Tengkorak (Kranium)

Kranium terdiri dari :

Kalvarium

Terdiri dari os frontal, os parietal, os occipital, os temporal, dan ala

mayor os sphenoid

Basis kranii

Bagian interior basis cranii

Terdiri dari fosa cranialis anterior, media dan posterior

1. Fosa cranialis anterior:

Tulang: Pars orbitalis os frontal, ala minor os sfenoid, pars

kribriformis os ethmoid

Foramina: Dalam pars kribiformis (N. Olfactorius), Canalis

optiicus (N.Opticus dan a.oftalmica)

2. Fosa cranialis media:

Tulang: Ala mayor os sphenoid, os temporal

Foramen: Fissura orbitalis superior, foramen rotundum, foramen

ovale, foramen spinosum, foramen lacerum

3. Fosa cranialis posterior:

Tulang: Os temporal petrosa, os occipital

Foramina:, Foramen magnum, meatus audiotrius interna, foramen

jugularis, canalis hipoglosus

Bagian luar basis crani

Tulang: Os temporal, os sfenoid

Foramina: Foramen magnum, canalis hipoglosus, foramen

stylomastoideus, foramen jugularis, foramen laserum, canalis

carotis, foramen spinosum, foramen ovale

Basis kranii berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga cedera kepala

dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak yang bergerak

akibat cedera akselerasi dan deselerasi.

4

Page 8: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Gambar 2. Anatomi basis cranii permukaan luar

Diambil dari : imaios.com

Gambar 3. Anatomi basis cranii bagian interior

Diambil dari : imaios.com

5

Page 9: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

2.1.3 Meningen ( selaput yang menutupi seluruh otak )

Antara tulang kepala dan otak terdapat 3 lapisan meningeal:5

1. Duramater, yakni jaringan fibrous kuat, tebal dan kaku. Spasium epidural

terletak antara tulang tengkorak dengan duramater, di spasium ini terdapat

arteri meningeal, apabila terjadi perlukaan di daerah ini dapat

menyebabkan perdarahan epidural.

2. Arachnoidea mater, membran tipis transparan menyerupai sarang laba-

laba. Dibawah membrane ini terdapat spasium yang disebut sub-arachnoid

space, dimana terdapat cairan otak (liquor cerebro spinal) dan vena

meningeal. Cedera di spasium ini akan menyebabkan hematom subdural.

3. Piamater, melekat erat pada permukaan kortex otak (lapisan yang

membungkus otak).

Gambar 4. Lapisan Meningen Otak

(images.radiopedia.org)

2.1.4 Anatomi Otak

a) Otak 

Otak terdiri dari empat bagian besar, yaitu serebrum, serebelum,

brainstem dan diensefalon. Serebi terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus

kalosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari

lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung

jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis yang berperan

6

Page 10: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

untuk memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi

tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls

pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan

primer, menerima informasi penglihatan menyadari sensasi warna.7

Serebelum terletak di dalam fossa kranii posterior dan ditutupi oleh

duramater yang disebut tentorium, yang memisahkannya dari bagian

posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan

kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata,

pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat

refleks yang penting untuk jantung, vasokontriktor, pernafasan, bersin,

batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata

rantai penghubung yang penting pada jaras kortikoserebralis yang

menyatukan hemisfer serebri dan sebelum. Mesenfalon merupakan bagian

pendek dari batang otak yang berisi apendikus sylvius, beberapa traktus

serabut saraf asenden dandesenden dan pusat stimulus saraf pendengaran

dan penglihatan.7

Diensefalon dibagi menjadi empat wilayah, yaitu talamus,

subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun

penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus

fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus

akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau

tangan yang terhempas kuat pada sisi tubuh. Epitalamus berperan pada

beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan

pengaturan rangsang dari sistem susunan saraf otonom perifer yang

menyertai tingkah dan emosi.7

b) Sirkulasi darah otak 

Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20%

konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya.

Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan

7

Page 11: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini membentuk

anastomosis, yaitu sirkulus wilisi. Arteri karotis interna dan eksterna

bercabang dari arteri karotis komunis kira kira setinggi kartilago tiroidea.

Arteri karotis interna masuk kedalam tengkorak dan bercabang kira-kira

setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri

serebri anterior memberi suplai darah pada nukleus kaudatus dan putamen

basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian

(terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk kortes

somatik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk

lobus temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri. Arteria

vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.7

Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,

setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu

membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi

otak tengah, dan disini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri

serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini

memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan

sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya

memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan

temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular.7

Gambar 5. Sirkulasi Darah Otak (diambil dari : meddean.luc.edu)

c) Saraf-saraf Kepala:

8

Page 12: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

1. Nervus Olfaktorius (sensorik) merupakan saraf untuk penghidu.

2. Nervus Optikus (sensorik) merupakan saraf penglihatan.

3. Nervus Okulomotorius melayani sebagian otot eksterna mata

4. Nervus Throklearis (motorik) melayani salah satu otot mata yaitu obliq

inferior

5. Nervus Trigeminus melayani sebagian besar kulit kepala dan wajah

6. Nervus Abdusen menuju salah satu otot mata yaitu rektus lateralis

7. Nervus Fascialis untuk otot-otot mimik pada wajah dan kulit kepala,

pengecap dari lidah.

8. Nervus Vestibulokokhlearis merupakan saraf keseimbangan dan

pendengaran.

9. Nervus Glossofaringeal untuk konstriktor faring, kelenjar parotis, lidah

dan palatum.

10. Nervus Vagus.

11. Nervus Aksesorius untuk mensarafi faring, laring dan otot

sternokleidomasteideus.

12. Nervus Hipoglossus menuju otot lidah.

Gambar 6. Saraf Kepala (diambil dari : en.wikipedia.org)

d) Sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis.

9

Page 13: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

1. Ventrikel lateralis, terletak di dalam hemispherii telencephalon. Kedua

ventrikel lateralis berhubungan dengan ventrikel III melalui foramen

interventrikularis (Monro).

2. Ventrikel III (Ventrikel Tertius), terletak pada diencephalon. Dinding

lateralnya dibentuk oleh thalamus dengan adhesio interthalamica dan

hypothalamus. Recessus opticus dan infundibularis menonjol ke

anterior, dan recessus suprapinealis dan recessus pinealis ke arah

kaudal. Ventrikel III berhubungan dengan ventrikel IV melalui suatu

lubang kecil, yaitu aquaductus Sylvii.

3. Ventrikel IV (Ventrikel Quartus), membentuk ruang berbentuk kubah

diatas fossa rhomboidea antara cerebellum dan medulla serta

membentang sepanjang recessus lateralis pada kedua sisi. Masing-

masing recessus berakhir pada foramen Luschka, muara lateral

ventrikel IV. Pada perlekatan vellum medullare anterior terdapat

apertura mediana Magendie.

4. Kanalis sentralis medula oblongata dan medula spinalis. Saluran

sentral korda spinalis: saluran kecil yang memanjang sepanjang korda

spinalis, dilapisi sel-sel ependimal, ke atas, melanjut ke dalam medula

oblongata, dimana ia membuka ke dalam ventrikel IV.

5. Ruang subarakhnoidal, merupakan ruang yang terletak di antara

lapisan arakhnoid dan piamater.

Gambar 7. Anatomi Otak ( diambil dari : webMD.com)

10

Page 14: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

2.2 Cedera Kepala

2.2.1 Definisi Cedera Kepala

Cedera kepala atau cedera kapitis adalah suatu ruda paksa (cedera)

yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan

struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak. Menurut Brain

Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada

kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan

oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau

mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan

kognitif dan fungsi fisik. 8

2.2.2 Mekanisme Timbulnya Lesi Pada Cedera Kepala

Ada beberapa hipotesis yang mencoba menerangkan terjadinya lesi

pada jaringan otak pada cedera kepala.

1. Getaran otak

Trauma pada kepala menyebabkan seluruh tengkorak

beserta isinya bergetar. Kerusakan yang terjadi tergantung pada

besarnya getaran. Makin besar getarannya makin besar kerusakan

yang ditimbulkannya.9

2. Deformasi tengkorak

Benturan pada tengkorak menyebabkannya menggepeng

pada tempat benturan itu. Tulang yang menggepeng ini akan

membentur jaringan di bawahnya dan menimbulkan kerusakan

pada otak. Pada sisi seberangnya, tengkorak bergerak menjauh dari

jaringan otak dibawahnya sehingga timbul ruangan vakum yang

dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah.9

3. Pergeseran otak

Benturan pada kepala menyebabkan otak bergeser

mengikuti arah gaya benturan. Gerakan geseran lurus ini disebut

juga gerakan translasionlal. Geseran ini dapat menimbulkan lesi

bila permukaan dalam tengkorak kasar seperti yang terdapat di

dasar tengkorak. Kelambanan otak karena konsistensinya yang

11

Page 15: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

lunak menyebabkan gerakannya tertinggal terhadap gerakan

tengkorak. Di daerah seberang gerakan otak akan membentur

tulang tengkorak dengan segala akibatnya.9

4. Rotasi otak

Pada tahun 1865 Alquie pada percobaannya pada mayat

dan hewan telah mengetahui bahwa pada saat benturan kepala, otak

mengalami rotasi sentrifugal yang mengakibatkan benturan otak

pada tabula interna tengkorak. Holburn (1943) mengatakan bahwa

rotasi otak dapat terjadi pada bidang sagital, horizontal, koronal,

dan kombinasinya. Gerakan berputar ini tampak disemua daerah

kecuali di daerah frontal dan temporal. Di daerah dimana otak

dapat bergerak, kerusakan otak yang terjadi sedikit atau tidak ada,

kerusakan terbesar terjadi di daerah yang tidak dapat bergerak atau

terbatas gerakannya, yaitu daerah frontal di fossa serebri media.

Karena sulit bergerak, jaringan otak di daerah ini mengalami

regangan yang mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah

dan serat-serat saraf.9

Percobaan yang dilakukan oleh Pudenz dan Sheldon (1946) pada

kera Macque dengan kalvarium yang diganti dengan plastik yang

transparan menunjukkan bahwa benturan yang minimal saja sudah

menyebabkan terjadinya gerkan di dalam tengkorak akibat

kelembamannya. Tengkorak berputar pada sumbu servikal dan otak

berputar di dalam rongganya. Mereka hanya melihat gerakan rotasi otak di

bidang sagital dan horizontal dan tidak dibidang koronal. Kemungkina

gerakan di bidang koronal ada tetapi terbatas karena adanya falks serebri

dan tentorium serebelli. Gerakan terbesar tampak pada lobus parietalis dan

lobus oksipitalis. Gerakan lobus frontal terbatas sekali dan gerakan lobus

temporalis tidak tampak. Gerakan ini hanya terjadi pada kepala yang dapat

bergerak dengan bebas. Bila kepala difiksasi hingga tidak dapat bergerak,

maka benturan tidak menimbulkan gerakan pada otak. Adanya cairan otak

12

Page 16: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

menghambat gerakan otak yang terjadi. Kombinasi gerakan rotasi dan

translasional disebut gerakan angular. 9

2.2.3 Mekanisme Cedera Kepala

Berdasarkan mekanisme cedera kepala dibagi atas:10,11

a. Cedera kepala tumpul

Cedera kepala tumpul, dapat terjadi:

1. Kecepatan tinggi berhubungan dengan kecelakaan mobil-

motor

2. Kecepatan rendah, biasanya disebabkan jatuh dari

ketinggian atau dipukul dengan benda tumpul.

b. Cedera kepala tembus

Disebabkan oleh: - cedera peluru

- cedera tusukan

Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera

termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

2.2.4 Morfologi Cedera Kepala

a) Fraktur

Ada tiga tipe fraktur pada kranium yaitu fraktur linear, fraktur

impressi, dan fraktur diastasis. Selain itu, terdapat jenis fraktur

berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau kelainan pada

bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini

memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium.

Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang

mengalami cedera kepala berat. Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan

fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari

rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye (penumpukan darah pada orbital

mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan

kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur maxsilofasial adalah retak

atau kelainan pada tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang

13

Page 17: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur pada bagian ini bisa

menyebabkan kelainan pada sinus maxilaris.12,13

b) Perdarahan Intrakranial

1. Perdarahan Subgaleal

Perdarahan subgaleal adalah perdarahan di ruang potensial antara

periosteum tengkorak dan aponeurosis galea. Sembilan puluh persen

penyebab subgaleal hematom adalah penggunaan vacum saat

membantu persalinan. Terjadinya subgaleal hematom juga berkorelasi

dengan kejadian cedera kepala, seperti perdarahan intracranial atau

patah tulang tengkorak.12,13

2. Perdarahan Epidural

Perdarahan epidural disebut juga dengan epidural hematom (EDH)

terletak diluar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya

menyerupai lensa cembung (bikonveks), sering terletak di area temporal

atau tempral-parietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningeal

mengakibatkan retaknya tulang tengkorak. Perdarahan epidural jarang

terjadi, namun harus memerlukan tindakan diagnosis maupun operatif

yang cepat. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal

berupa kesadaran yang semakin menurun dengan observasi selama 3

hari (lucid interval), disertai oleh anisokor pada mata dan mungkin

terjadi hemiparese kontralateral. Perdarahan epidural di daerah frontal

dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan

kesadaran yang membaik setelah beberapa hari. Pertolongan secara dini

prognosisnya sangat baik, karena kerusakan langsung akibat penekanan

gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsung lama.12,13

3. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural atau subdural hematom (SDH) lebih sering

terjadi daripada perdarahan epidural. Perdarahan intrakranial ini terjadi

pada 5 – 25 % dari kasus cedera kepala berat dengan rasio laki – laki

dan perempuan sebesar 2:1. Angka mortalitas pada kejadian ini sebesar

14

Page 18: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

60% – 80%.13 Perdarahan sub dural adalah perdarahan yang terjadi di

antara duramater dan permukaan otak. SDH terjadi jika darah terkumpul

dalam beberapa jam setelah cedera. Gejala yang muncul pada pasien

dengan SDH antara lain penurunan kesadaran, penurunan memori,

kelemahan anggota gerak, sakit kepala yang makin berat, kesulitan

menelan atau berbicara, kesulitan dalam berjalan, muntah, jatuh, dan

bisa juga menyebabkan perilaku berubah. 15

SDH berdasarkan urutan kronologis:

1. SDH akut terjadi <72 jam pasca cedera, dengan gambaran

hiperdense pada CT Scan. Perdarahan subdural akut menimbulkan

gejala neurologik dalam 24 sampai <72 jam setelah cedera, dan

berkaitan erat dengan cedera otak berat. Gangguan neurologik

progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi

batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan

tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan

berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan

tekanan darah.15

2. SDH subakut terjadi 4-20 hari pasca cedera, dengan gambaran

isodens atau hipodens pada CT Scan. Pada subdural sub akut ini

didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah. Perdarahan

dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di

sekitarnya. Pada gambaran CTscan didapatkan lesi isodens atau

hipodens. Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel

darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.15

3. SDH kronis terjadi >20 hari pasca cedera, dengan gambaran

hipodens pada CT Scan. Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah

cedera bahkan bisa lebih. Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa

muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah

cedera yang ringan atau cedera yang tidak jelas, bahkan hanya

15

Page 19: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural

apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan

pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik , kita harus

berhati hati karena hematom ini lama kelamaan bisa menjadi

membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan

penekanan dan herniasi. 15

3. Perdarahan Subaraknoid

Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam

rongga diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan

subarakhnoid merupakan penemuan yang sering pada cedera kepala,

akibat dari yang paling sering adalah robeknya pembuluh darah

leptomeningeal pada vertex di mana terjadi pergerakan otak yang besar

sebagai dampak, atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh

darah serebral major. Pasien yang mampu bertahan dari pendarahan

subarakhnoid kadang mengalami adhessi anakhnoid, obstruksi aliran

cairan cerebrospinal dan hidrocepalus. Cedera intrakrnial yang lain

kadang juga dapat terjadi.14

Gambaran Klinis:16

Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%,

90% tanpa keluhan sakit kepala.

Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar

sebentar, sedikit delir sampai koma.

Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda kernig ada.

Fundus okuli: 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam

setelah pendarahan. Sering terdapat pedarahan subarachnoid karena

pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior, atau arteri

karotis interna

Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.

Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam

ringan karena rangsangan mening, dan demam tinggi bila pada

hipotalamus. Begitu pun muntah,berkeringat,menggigil, dan

16

Page 20: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

takikardi, adanya hubungan dengan hipotalamus. Bila berat, maka

terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan melena dan

seringkali disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria,

albuminuria, dan ada perubaha pada EKG.

4. Perdarahan Intraventrikular

Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada

ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi

perdarahan intraserebral.14

5. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada

jaringan otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak

yang sejajar dengan arah trauma, ini dikenali sebagai counter coup

phenomenon. Terjadi akibat deselerasi atau akselerasi yang hebat

sering mengakibatkan kerusakan jaringan otak atau pembuluh darah

atau bahkan laserasi. Bila jaringan otak yang memar cukup luas, maka

peninggian TIK bisa terjadi sehingga mengakibatkan kehilangan

kesadaran dapat disertai defisit memori dan defisit neulogis.15

Perdarahan intraserebral sering terjadi dan sebagian besar terjadi di

lobus frontal dan temporal, walaupun juga dapat terjadi pada semua

bagian dari otak. Kontusio serebri dapat, dalam waktu beberapa jam

atau hari, berubah menjadi perdarahan serebral yang membutuhkan

tindakan operasi.18

6. Diffuse Injury19

Adanya lesi hemoragik +/- efek massa pada substansia alba

subkortikal, corpus callosum, ganglia basalis, atau batang otak

Gambaran lain : odema diffuse, SAH, IVH

Klasifikasi Diffuse Injury

Grade I : tidak ada lesi

17

Page 21: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Grade II : ada lesi < 25 ml, cisterna dan ventrikel N, tidak ada midline

shift

Grade III : ada lesi < 25 ml, cisterna dan ventrikel sempit, midline shift

< 5 mm

Grade IV : ada lesi < 25 ml, cisterna dan ventrikel sempit, midline shift

> 5 mm

Evacuated mass : lesi yang mungkin dievakuasi secara bedah

Non-evacuated mass : lesi > 25 ml yang tidak mungkin dievakuasi

secara bedah

Gambar 8. DI Grade III Gambar 9. DI Grade I

2.2.5 Tingkat Keparahan Cedera Kepala dengan Skor Koma Glasgow

Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien cedera

kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat

kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah;

1. Proses membuka mata (Eye Opening)

2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)

3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)

Pemeriksaan Tingkat Keparahan Cedera kepala disimpulkan dalam suatu

tabel Skala Koma Glasgow (Skala Koma Glasgow).

18

Page 22: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Tabel 1. Skala Koma Glasgow

Eye Opening

Mata terbuka dengan spontan 4

Mata membuka setelah diperintah 3

Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri 2

Tidak membuka mata 1

Best Motor Response

Menurut perintah 6

Dapat melokalisir nyeri 5

Menghindari nyeri 4

Fleksi (dekortikasi) 3

Ekstensi (decerebrasi) 2

Tidak ada gerakan 1

Best Verbal Response

Menjawab pertanyaan dengan benar 5

Salah menjawab pertanyaan 4

Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3

Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya 2

Tidak ada jawaban 1

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan cedera kapitis dibagi atas;

1. Cedera kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 – 15

2. Cedera kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 – 13

3. Cedera kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 – 8

a) Cedera Kepala Ringan

Cedera kepala dengan Skala Koma Glasgow > 12, tidak ada kelainan

dalam CT-scan, tidak ada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah

Sakit.14,20 Cedera kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya

fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan

lainnya.21 Cedera kepala ringan adalah cedera kepala dengan GCS 14-15

19

Page 23: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

(sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala,

hematoma, laserasi dan abrasi.22 Cedera kepala ringan adalah cedara otak

karena tekanan atau terkena benda tumpul. Cedera kepala ringan adalah

cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara.23

c) Cedera Kepala Sedang

Cedera kepala dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan

abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Pasien

mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti

perintah sederhana (GCS 9-13).14, 20

c) Cedera Kepala Berat

Cedera kepala dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat

inap di Rumah Sakit. Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera

kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat

terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder

apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah

dan dihentikan. Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan

eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai

dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan

serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak. 14,20

2.3 Pemeriksaan Penunjang pada Cedera Kepala

2.3.1 Pemeriksaan Radiologis X-Foto Polos Cranium dan CT-Scan

Pemeriksaan radiologis pada pasien dengan cedera kepala antara lain:24

1. X Foto Polos Cranium

Pemanfaatan foto polos cranium dalam praktek umum sangat jarang, namun

umum dilakukan pada kejadian fraktur cranium.

a. Fraktur linear : ditandai dengan hasil foto polos cranium yang

menunjukkan garis lusen yang tajam. Fraktur ini harus dibedakan

dengan sutura. Pada foto polos cranium sutura tampak lebih smooth dan

terdapat pada posisi anatomis tertentu.

b. Fraktur impressi : fraktur linier ke dalam yang dapat berisiko brain

injury.

20

Page 24: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

c. Fraktur diastasis : fraktur yang disertai sutura yang tampak melebar

2. CT (Computed Tomography) Scan

Sejak ditemukan pada tahun 1970 CT Scan sangat banyak membantu pada

penegakkan diagnosis penyakit dan kelainan neurologik. Penggunaan CT

Scan disarankan pada:

a. Cedera akut, dimana CT Scan sangat baik mendeteksi perubahan

parenkim otak akibat perdarahan

b. Pasien yang mengalami perdarahan intrakranial, untuk mendeteksi Stroke

hemoragik maupun perdarahan intracranial akibat kecelakaan

c. Penyakit tulang cranium, seperti metastase maupun keganasan

d. Pasien dengan kontraindikasi pemeriksaan MRI (pasien dengan

pacemaker, implantasi logam)

Hasil CT Scan akan menunjukkan gambaran radiologik:24

- Hipodens : hitam, menunjukkan daerah yang berisi cairan

- Isodens : jaringan parenkim otak sendiri

- Hiperdens : jaringan yang lebih padat, kalsifikasi, perdarahan

CT Scan polos atau tanpa kontras dilakukan pada diagnosis klinis stroke

infark atau perdarahan, sedangkan CT Scan dengan kontras dillakukan pada

kondisi inflamasi, curiga tumor, metastase atau ekstravasasi perdarahan.24

2.3.2 Pemeriksaan CT Scan pada Cedera Kepala

CT scan merupakan modalitas pilihan dalam mengevaluasi pasien dengan

cedera kepala karena memiliki keunggulan antara lain, pemeriksaan cepat dan

mudah, tidak invasive, dapat mengidentifikasikan dan melokalisir adanya

fraktur dan fragmentnya pada tulang kepala, dapat menunjukkan adanya

perdarahan extrakranial dan mengihitung volumenya, dapat menunjukkan

kelainan intracranial baik infark acute, oedema cerebri, cerebral contusion

maupun perdarahan intracranial. Pada spiral atau multislice CT dapat

direkonstruksi gambar 3 dimensinya.25 Penelitian di Kanada menetapkan

bahwa indikasi CT Scan pada cedera kepala ringan (CKR) berpatokan pada 5

faktor risiko tinggi, yaitu pasien CKR dengan GCS <15 dalam 2 jam setelah

21

Page 25: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

cedera, dugaan adanya fraktur terbuka atau fraktur depresi, terdapat tanda dari

fraktur basis kranii (haemotympanum, racoon eyes, otorrhoea/ rhinorrhoea,

battle’s sign ), muntah lebih dari 2 kali, usia lebih dari 65 tahun serta adanya

faktor risiko sedang seperti amnesia dan mekanisme cedera yang berat.1

Pemeriksaan CT scan ulang dianjurkan bila terjadi perubahan status klinis

pasien atau terjadi peningkatan TIK yang tak dapat dijelaskan. Selanjutnya

temuan CT scan dinilai untuk bila perlu dilakukan monitoring TIK.20

2.3.3 Interpretasi Kelainan Intrakranial

1. Fraktur Cranium26

a. Fraktur linier

Gbr.10 Gbr.11

X Foto Polos Kepala: Fraktur liniear regiotemporoparietal kiri (Gbr.10). CT Scan Kepala: Nondisplaced linier fracture os cranii pada regio temporoparietal kiri (Gbr.11) ( diambil dari : emedicine.medscape.com)

b. Fraktur Depresi

22

Page 26: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Gbr. 12 Gbr. 13

X Foto Polos Kepala: Laki-laki 25 tahun dengan fraktur depresi. Tampak gambaran curvilinier shadow (Gbr.12). Bone Window CT Scan: Fraktur comminuted ekstensif dan fratur depresi pada regio temporoparietal kiri (Gbr.13)

( diambil dari : emedicine.medscape.com)

c. Fraktur diastasis

2. Fraktur Basis Cranii26

3. Perdarahan subgaleal

Diskontinuitas pada tulang-tulang yang menyusun basis cranii, yang sering disertai perdarahan pada sinus paranasalis (hematosinus).

Gbr. 15. Foto CT Scan Axial (bone window) disamping menunjukkan adanya cairan dalam sinus sphenoid (ujung panah putih) yang mengindikasikan adanya fraktur basis cranii. Terdapat fraktur daerah mastoid kiri (tanda panah putih).

( diambil dari : emedicine.medscape.com)

Gbr.14. X Foto Polos Kepala Postmortem pada anak dengan multipel fraktur karena cedera. Tampak fraktur diastasis pada sutura sagitalis.

( diambil dari : emedicine.medscape.com)

23

Page 27: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Gbr 16. Tampak perdarahan subgaleal di regio frontoparietal kanan (A) dan regio frontoparietal kiri (B). ( diambil dari : emedicine.medscape.com)

Perdarahan subgaleal adalah perdarahan di ruang potensial antara

periosteum tengkorak dan aponeurosis galea. Sembilan puluh persen

penyebab subgaleal hematom adalah penggunaan vacum saat

membantu persalinan. Terjadinya subgaleal hematom juga berkorelasi

dengan kejadian cedera kepala, seperti perdarahan intracranial atau

patah tulang tengkorak.12,13

4. Perdarahan epidural pada CT scan tampak sebagai area hiperdens

berbatas tegas, bentuk bikonveks melekat pada tabula interna dan

mendesak ventrikel ke sisi kontralateral. Gambaran ini dapat disertai

dengan fraktur tulang tengkorak maupun tidak. Lokasi yang paling

terkena adalah daerah temporal, frontal, atau fossa posterior.27

.

5. Perdarahan subdural pada CT scan pula tampak sebagai area hiperdens

tipis merata, berbentuk semiluner atau bulan sabit diantara tabula dan

parenkim otak. Ini disebabkan robekan vena-vena didaerah kortek

Gbr. 17. Hematome epidural pada lateral lobus frontalis kiri dengan midlinie shifting 5-6 mm.

(diambil dari : emedicine.medscape.com)

24

Page 28: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

cerebri atau bridging vein karena cedera. Perdarahan subdural akut

100% mempunyai lesi hiperdens, 70% kelompok subakuta memiliki lesi

isodens dan 76% kelompok kronik memiliki lesi hipodens. Hilangnya

sulci serebral diatas konveksitas dan distorsi ventrikel ipsilateral

mungkin merupakan tanda adanya hematoma isodens.3,14

Gbr.18 Gbr. 19

Tampak subdural hematome akut pada regio temporal kiri (Gbr.18). Tampak lesi hiperdens yang menunjukkan perdarahan akut dan midline shifting ringan ventrikel. Tampak subdural hematome kronik pada regio frontotemporal kiri(Gbr 19) (diambbil dari : emedicine.medscape.com)

6. Perdarahan intraserebral. Kebanyakan hematoma terbentuk segera

setelah cedera, namun lesi tertunda bukannya tidak jarang, biasanya

terbentuk dalam minggu pertama. Gambaran lesi densitas tinggi dengan

nilai penguatan antara 70 hingga 90 HU dan biasanya dikelilingi zona

densitas rendah karena edema.14,16

Gbr. 20. Lesi dengan densitas tinggi di ganglia

Basalis (diambil dari : emedicine.medscape.com)

7. Perdarahan subarachnoid, darah masuk ke subarachnoid space,

umumnya cysterna basalis dan jalur cerebral spinal fluid. Selain akibat

25

Page 29: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

cedera, SAH bisa terjadi akibat rupturnya saccular (berry) aneurysm dan

arteriovenous malformation. Perdarahan tesebut masuk ke dalam sulcus,

sehingga pada CT scan tampak hiperdens dari sulcus.19,24

Gbr. 21 Gbr. 22Subarachnoid hemorrhage (SAH), nonenhanced computed tomography scan otak yang menunjukkan SAH esktensif yang mengisi cysterna basalis pada pasien dengan ruptur aneurisma intrakranial (Gbr.21). Sulkus-sulcus kortikalis tampak hiperdens, yang menunjukkan gambaran perdarahan subarachnoid (Gbr.22)

(diambil dari : emedicine.medscape.com)

8. Perdarahan Intraventrikuler

Perdarahan intraventrikular semula dipercaya mempunyai prognosis

yang buruk secara universal. Ini tidak lagi dianggap benar setelah

berkembangnya CT scanning. Perdarahan intraventrikular sering terjadi

bersamaan dengan perdarahan intraserebral.14

Gbr. 23 Gbr. 24Tampak gambaran hiperdens pada (Gbr.23) dan pada ventrikel lateralis dekstra sinistra (Gbr. 24) yang menunjukkan adanya darah dalam ventrikel

( diambil dari : emedicine.medscape.com)

26

Page 30: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

2.4 Penatalaksanaan Cedera Kepala

1. Cedera Kepala Ringan (GCS = 14 – 15 )

Idealnya semua penderita cedera kepala diperiksa dengan CT scan,

terutama bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup bermakna,

amnesia atau sakit kepala hebat. Pada 3% penderita Cedera kepala ringan

ditemukan fraktur tulang cranium.3,14

Klinis :

a. Keadaan penderita sadar

b. Mengalami amnesia yang berhubungan dengan cedera yang dialaminya

c. Dapat disertai dengan hilangnya kesadaran yang singkat

Pembuktian kehilangan kesadaran sulit apabila penderita di bawah pengaruh

obat-obatan / alkohol.

d. Sebagian besar penderita pulih sempurna, mungkin ada gejala sisa ringan

Fraktur tengkorak sering tidak tampak pada foto rontgen kepala, namun

indikasi adanya fraktur basis kranii meliputi:

a. Ekimosis periorbital

b. Rhinorea

c. Otorea

d. Hemotimpani

e. Battle’s sign

Penilaian terhadap foto rontgen meliputi :

a. Fractur linear/depresi

b. Posisi kelenjar pineal yang biasanya di garis tengah

c. Batas udara – air pada sinus-sinus

d. Pneumosefalus

e. Fractur tulang wajah

f. Benda asing

Pemeriksaan laboratorium :

a. Darah rutin tidak perlu

27

Page 31: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

b. Kadar alkohol dalam darah, zat toksik dalam urin untuk diagnostik /

medikolegal

Terapi :

a. Obat anti nyeri non narkotik

b. Toksoid pada luka terbuka

Penderita dapat diobservasi selama 12 – 24 jam di RumahSakit.

2. Cedera Kepala Sedang ( GCS = 9 - 13 )3,14

Pada 10 % kasus :

Masih mampu menuruti perintah sederhana

Tampak bingung atau mengantuk

Dapat disertai defisit neurologis fokal seperti hemi paresis

Pada 10 – 20 % kasus :

Mengalami perburukan dan jatuh dalam koma

Harus diperlakukan sebagai penderita cedera kepala berat.

Tindakan di UGD :

Anamnese singkat

Stabilisasi kardiopulmoner dengan segera sebelum pemeriksaan neulorogis

Pemeriksaan CT Scan

Penderita harus dirawat untuk diobservasi

Penderita dapat dipulangkan setelah dirawat bila :

Status neulologis membaik

CT Scan berikutnya tidak ditemukan adanya lesi masa yang memerlukan

pembedahan

Penderita jatuh pada keadaan koma, penatalaksanaanya sama dengan

cedera kepala berat

Airway harus tetap diperhatikan dan dijaga kelancarannya

28

Page 32: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

3. Cedera Kepala Berat ( GCS 3 – 8 )3,14,28

Kondisi penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana walaupun

status kardiopulmonernya telah distabilkan. Cedera kepala berat mempunyai

resiko morbiditas sangat tinggi. Diagnosa dan terapi sangat penting dan perlu

dengan segera penanganan. Tindakan stabilisasi kardiopulmoner pada

penderita cedera kepala berat harus dilakukan secepatnya.

Primary survey dan resusitasi

30 % hypoksemia ( PO2 < 65 mmHg )

13 % hypotensia( tek. Darahsistolik< 95 mmHg ) Mempunyai mortalitas

2 kali lebih banyak daripada tanpa hypotensi

12 % Anemia ( Ht< 30 % )

Airway dan breathing

Sering terjadi gangguan henti nafas sementara, penyebab kematian karena

terjadi apnoe yang berlangsung lama. Intubasi endotracheal tindakan penting

pada penatalaksanaan penderita cedera kepala berat dengan memberikan

oksigen 100 %. Tindakan hiperventilasi dilakukan secara hati-hati untuk

mengoreksi sementara asidosis dan menurunkan TIK pada penderita dengan

pupil telah dilatasi dan penurunan kesadaran. PCO2 harus dipertahankan

antara 25 – 35 mm.

Sirkulasi

Normalkan tekanan darah bila terjadi hipotensi

Hipotensi petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat pada kasus

multiple truama, cedera medulaspinalis, contusio jantung / tamponade

jantung dan tension pneumothorax.

Saat mencari penyebab hypotensi, lakukan resusitasi cairan untuk

mengganti cairan yang hilang

UGS / lavase peritoneal diagnostik untuk menentukan adanya akut

abdomen

29

Page 33: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Secondary survey

Penderita cedera kepala perlu konsultasi pada dokter ahli lain.

Pemeriksaan Neurologis

Dilakukan segera setelah status cardiovascular penderita stabil, pemeriksaan

terdiri dari : 28

GCS

Reflek cahaya pupil

Gerakan bola mata

Tes kalori dan Reflek kornea oleh ahli bedah syaraf

Sangat penting melakukan pemeriksaan mini neurilogis sebelum penderita

dilakukan sedasi atau paralisis

Tidak dianjurkan penggunaan obat paralisis yang jangka panjang

Gunakan morfin dengan dosis kecil ( 4 – 6 mg ) IV

Lakukan pemijitan pada kuku atau papila mame untuk memperoleh respon

motorik, bila timbul respon motorik yang bervariasi, nilai respon motorik

yang terbaik

Catat respon terbaik / terburuk untuk mengetahui perkembangan penderita

Catat respon motorik dari extremitas kanan dan kiri secara terpisah

Catat nilai GCS dan reaksi pupil untuk mendeteksi kestabilan atau

perburukan pasien.

4. Terapi Medikamentosa Untuk Cedera Kepala

Tujuan utama perawatan intensif ini adalah mencegah terjadinya cedera

sekunder terhadap otak yang telah mengalami cedera.3,28

1. Cairan Intravena

Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar

tetap normovolemik. Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan

berlebih. Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat menyebabkan

hyperglikemia yang berakibat buruk pada otak yang cedera. Cairan yang

30

Page 34: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl 0,9 % atau RL. Kadar Natrium harus

dipertahankan dalam batas normal, keadaan hyponatremia menimbulkan

odema otak dan harus dicegah dan diobati secara agresif.

2.Hyperventilasi

Tindakan hyperventilasi (HV) harus dilakukan secara hati-hati, HV dapat

menurunkan PCo2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah

otak HV yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena perfusi otak

menurun. PCo2 < 25 mmHg , HV harus dicegah. Pertahankan level PCo2

pada 25 – 30 mmHg bila TIK tinggi.

3.Manitol

Dosis 1 gram/kg BB bolus IV. Indikasi penderita koma yang semula reaksi

cahaya pupilnya normal, kemudian terjadi dilatasi pupil dengan atau tanpa

hemiparesis. Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi

karena akan memperberat hypovolemia.

4.Furosemid

Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK dan akan

meningkatkan diuresis. Dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB IV

5.Steroid

Steroid tidak bermanfaat. Pada pasien cedera kepala tidak dianjurkan

6.Barbiturat

Bermanfaat untuk menurunkan TIK. Tidak boleh diberikan bila terdapat

hypotensi dan fase akut resusitasi, karena barbiturat dapat menurunkan

tekanan darah

7. Antikonvulsan

Penggunaan antikonvulsan profilaksis tidak bermanfaat untuk mencegah

terjadinya epilepsi pasca cedera. Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai

dalam fase akut hingga minggu ke I. Obat lain diazepam dan lorazepam.

31

Page 35: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

5. Pembedahan

Luka Kulit kepala

Hal penting pada cedera kepala adalah mencukur rambut di sekitar

luka dan mencuci bersih sebelum dilakukan penjahitan. Penyebab infeksi

adalah pencucian luka dan debridement yang tidak adekuat. Perdarahan

pada cedera kepala jarang mengakibatkan syok, perdarahan dapat

dihentikan dengan penekanan langsung, kauteraisasi atau ligasi pembuluh

besar dan penjahitan luka. Lakukan desinfeksi untuk fraktur dan adanya

benda asing, bila ada CSS pada luka menunjukan adanya robekan dura.

Lakukan foto tengkorak / CT Scan. Konsultasikan ke dokter bedah saraf.14

Fraktur depresi tengkorak

Tindakan operatif apabila tebal depresi lebih besar dari ketebalan

tulang di dekatnya. CT Scan dapat menggambarkan beratnya depresi dan

ada tidaknya perdarahan di intra kranial atau adanya suatu kontusio.

Lesi massa Intrakranial

Trepanasi dapat dilakukan apabila perdarahan intra kranial dapat

mengancam jiwa dan untuk mencegah kematian. Prosedur ini penting pada

penderita yang mengalami perburukan secara cepat dan tidak menunjukan

respon yang baik dengan terapi yang diberikan. Trepanasi dilakukan pada

pasien koma, tidak ada respon pada intubasi endotracheal ,hiperventilasi

moderat dan pemberian manitol.18

2.5 Prognosis

Mortalitas pasien dengan peningkatan TIK > 20mmHg selama perawatan

mencapai 47%, sedangkan TIK < 20mmHg kematiannya 39%. Tujuh belas persen

pasien sakit cedera kepala berat mengalami gangguan kejang-kejang dalam 2

tahun pertama post cedera. Lamanya koma berhubungan signifikan dengan

pemulihan amnesia.29

Faktor-faktor yang dapat menjadikan ”Predictor outcome” cedera kepala

adalah: lamanya koma, durasi amnesia post cedera, area kerusakan cedera pada

otak mekanisme cedera dan umur. 29

32

Page 36: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Beberapa pengukuran outcome setelah cedera kepala yang sering digunakan:29

1. Glasgow Outcome Scale (GOS)

Terdiri 5 kategori, meninggal (D), status vegetative/tidak ada tanda-tanda

berfungsinya mental luhur (V), kecacatan yang berat/tidak mampu merawat

diri sendiri (SD), kecacaatan sedang/terdapat defisit neurologis namun mampu

merawat diri sendiri (MD), kembali pulih sempurna/ke tingkat fungsi sebelum

cedera (G). Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik

yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap

dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih

kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5 – 10%.

2. Dissabily Rating Scale (DRS) 

Merupakan skala tunggal untuk melihat progress perbaikan dari koma sampai

ke kembali ke lingkungannya. Terdiri dari 8 kategori termasuk komponen

kesadaran (GCS), kecacatan (activity of daily living, handicap dalam bekerja).

3.Fungsional Independent Measure (FIM) 

Banyak digunakan untuk rehabilitasi terdiri dari 18 items skala yang digunakan

untuk mengevalusi tingkat kemandirian mobilitas, perawatan diri, kognitif.

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Penderita

Nama : Tn. S

33

Page 37: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Umur : 46 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pegawai Toko

Alamat : Kedung Ringin RT 03 RW 02, Kelurahan Kedung

Ringin, Kecamatan Tunjungan, Blora

MRS : 27 Juni 2013 (pukul 19.15 WIB)

No CM : C426430

B. Data Dasar

Data Subjektif

Data dari alloanamnesis dengan istri penderita di Bangsal A1 RSDK

pada tanggal 2 Juli 2013 pukul 13.00 WIB

Keluhan Utama : jatuh dari atap

Riwayat Penyakit Sekarang

6 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien terjatuh dari atap

rumah setinggi 3 meter saat membetulkan genting. Saat terjatuh,

bagian belakang kepala sebelah kanan terjatuh lebih dahulu. Setelah

terjatuh, keluar darah dari kepala belakang kanan dari telinga kanan.

Pasien juga muntah-muntah sebanyak 4 kali, muntah berupa cair

tanpa dirasakan mual terlebih dahulu. Sesak nafas (-). Pasien

mengalami penurunan kesadaran, kemudian oleh keluarga dibawa ke

RSUD Blora. Di RSUD Blora, pasien dipasang infus dan dijahit luka

di kepalanya.

Karena keterbatasan pemeriksaan penunjang, pasien kemudian

dirujuk ke RSDK.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat darah tinggi (+)

- Riwayat kencing manis disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

34

Page 38: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita darah tinggi

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita kencing manis

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita bekerja sebagai pegawai toko, istri seorang ibu rumah

tangga. Menanggung 3 orang anak yang belum mandiri. Biaya

pengobatan ditanggung Jamkesda.

Kesan : Sosial ekonomi kurang.

Pemeriksaan Fisik (tanggal 2 Juli 2013 pukul 13.30)

Keadaan umum : lemah, nafas spontan (+) tidak adekuat,

terpasang masker O2 rebreathing 5

liter/menit

Kesadaran : somnolen, GCS E2M5V2 = 9

Tanda vital : Tensi : 140/90 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 35 x/menit

Suhu : 37,50C

Kepala : Mesosefal

Mata : Konjungtiva palpebra anemis - / -, sklera ikterik - / -

Pupil isokor 2 mm/2 mm (miosis), reflek cahaya +/+,

Telinga : Discharge (-), krusta (+)

Hidung : Nafas cuping hidung (-), nafas kusmaul (-), epistaksis (-),

rhinore (-)

Mulut : Perdarahan gusi (-), Bibir sianosis (-), atrofi papil lidah (-)

Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis (-)

Leher : Trakea di tengah, pembesaran nnll (-), kaku kuduk (-)

Dada (terpasang perban dan bebat di seluruh dada)

Paru Depan Belakang

Inspeksi simetris statis dinamis simetris statis dinamis

35

Page 39: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Retraksi sulit dinilai Retraksi sulit dinilai

Palpasi stem fremitus dextra=sinistra stem fremitus

dextra=sinistra

Perkusi sonor seluruh lap. paru sonor seluruh lap. paru

Auskultasi SD: vesikuler, ST : (-) SD: vesikuler, ST: (-)

Jantung

I : IC tak tampak

Pa : IC teraba di SIC V, 2 cm medial linea medioclavicularis

sinistra, tak melebar, kuat angkat (+)

Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal

A : Bunyi jantung I-II murni ,bising (-) gallop (-),

Abdomen I : datar, venektasi (-)

A : Bising usus (+) Normal

Pe : Tympani, pekak sisi (+) Normal, pekak alih (-)

Pa : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Ekstremitas superior inferior

Oedem : -/- +/-

Akral dingin : -/- -/-

Sianosis : -/- -/-

Clubbing : -/- -/-

Cap. Refill : <2” <2”

Motorik

Gerak : +↓/+↓ +↓/+↓

Tonus : N/N N/N

Kekuatan : Sulit dinilai Sulit dinilai

Refleks Fisiologis: +N +N

Refleks Patologis : -/- -/-

Klonus : -/- -/-

Genitalia : laki-laki dalam batas normal

36

Page 40: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Status Lokalis :

Regio Parietal Cranium Dextra:

I : Luka bekas sayatan sepanjang ±8cm, post craniotomi,tertutup perban

(post craniotomy cito tanggal 1/7/2013)

P : Oedem (+), Konsistensi kompresibel, Nyeri tekan sulit dinilai

Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium :

Tanggal 1 Juli 2013

Darah :

Hematologi

Hb : 14,50 gr%

Ht : 43,2 %

Eritrosit : 5.030.000 /mm3

MCV : 85,90 fl

MCH : 28,90 pg

MCHC : 33,60 %

Lekosit : 12.900 / mm3 ↑

Trombosit : 266.000/mm3

Waktu Prothrombin : 14,2 detik

Kimia Klinik

GDS : 159 gr/dl ↑

Ureum : 42 mg/dL ↑

Kreatinin : 1,29 mg/dL

Albumin : 3,2 gr/dL ↓

Na : 147 mEq/L ↑

37

Page 41: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

K : 3,7 mEq/L

Cl : 111 mEq/L ↑

Analisa Gas Darah

Temperatur : 37,8oC

Hb : 14,60 gr/dl

pH : 7,46 ↑

pCO2 : 30 mmHg ↓

pO2 : 116 mmHg ↑

HCO3 : 20,9 mmol/l

SaO2 : 99 %

b. Pemeriksaan Radiologik

MSCT Scan kepala tanpa kontras (27 Juni 2013):

38

Page 42: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

39

Page 43: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

40

Page 44: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Klinis: Cedera Kepala Sedang

- Tampak lesi hiperdens kecil-kecil disertai perifokal edema pada

regio temporal kiri

- Tampak lesi hiperdens mengisi tentorium

- Sulkus kortikalis dan fissura sylvii kanan kiri tampak menyempit

- Tak tampak midline shifting

- Pons dan cerebellum tampak baik

- Pada bone window tampak diskontinuitas komplit pada os parietal

kanan

- Tampak subgaleal hematom pada regio parietotemporal kanan

KESAN :

Subdural hematom pada region temporal kiri

Subarachnoid haemorrhage

Fraktur komplit pada os parietal kiri

Subgaleal hematom disertai emfisema subkutis pada region parietotemporal

kanan

Tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

MSCT Scan Kepala Tanpa Kontras (dibandingkan dengan foto tanggal

27 Juni 2013)

41

Page 45: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

42

Page 46: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Klinis: Penurunan Kesadaran, GCS E2M5V2

- Masih tampak subdural haemorrhage pada regio temporal kiri yang

relatif bertambah

- Masih tampak epidural haemorrhage pada regio temporal kanan

yang relatif sama dibandingkan sebelumnya

- Tampak lesi hiperdens (CT number 64 HU, vol 37,26 ml) pada

lobus temporoparietal kiri disertai perifokal edema berbentuk finger like yang

memberikan efek massa berupa pendesakan dan penyempitan ventrikel lateral

kiri dan III → INTRACEREBRAL HAEMORRHAGE

- Masih tampak subarachnoid haemorrhage yang relatif berkurang

dibandingkan sebelumnya

- Sulkus kortikalis dan fissura sylvii kanan kiri masih tampak

menyempit

- Tampak midline shifting ke kanan (<5mm) → MASIH TAMPAK

TANDA-TANDA PENINGKATAN INTRAKRANIAL

- Pons dan cerebellum tampak baik

- Masih tampak fraktur komplit pada os parietal kanan

- Masih tampak subgaleal hematom pada regio parietotemporal

kanan

X-Foto Cervical AP/Lateral

43

Page 47: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Klinis: Cedera Kepala Sedang

Tampak terpasang cervical collar

Tak tampak kompresi

Tak tampak diskontinuitas maupun pemipihan pada korpus vertebra

cervikalis yang terlihat

Pedikel, processus transversus, dan processus spinosus intak

Tak tampak penyempitan diskus intervertebralis cervicalis

Tak tampak penyempitan retropharyngeal maupun retrotracheal space

Airway space baik

KESAN:

Tak tampak fraktur pada vertebra cervicalis yang tervisualisasi

44

Page 48: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

X-Foto Thorax AP

Klinis: Post Jatuh

Cor : Bentuk dan letak normal

Pulmo : Corakan vaskuler meningkat

Tampak bercak pada perihiler kanan kiri dan parakardial kanan

Hemidiafragma kanan setinggi kosta 9 posterior

Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip

Tampak diskontinuitas komplit pada costa 5 posterior kanan

KESAN :

Cor tak membesar

Gambaran kontusio pulmonum

Fraktur komplit pada costa 5 posterior kanan

45

Page 49: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

C. Diagnosis

Cedera Kepala Sedang

DD/ Diffuse Injury Grade III

D. Pengelolaan

Ip Dx : S : posisi head up 30%

O: -

Ip Rx :

- O2 masker rebreathing 5 liter/menit

- Infus RL 20 tpm

- Citicholin 500mg/24jam

- Manitol 200cc drip

- Ketorolac 50mg/8jam

- Ranitidin 50mg/8jam

Ip Mx :

- GCS , keadaan umum, tanda vital

- Observasi keadaan pasien, jika terjadi penurunan GCS > 2 , CT Scan

Ulang post Craniotomi Cito

Ip Ex :

- Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien dan pasien

harus dirawat di rumah sakit untuk diawasi keadaannya

- Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai tatalaksana yang akan

dilakukan jika kesadaran pasien terus menurun

- Menjelaskan tanda-tanda penurunan kesadaran pada pasien

46

Page 50: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus yang telah disajikan di atas, dapat diberikan

pembahasan sebagai berikut:

Berdasarkan anamnesis, didapatkan kondisi pasien: keluar darah dari

kepala belakang kanan dari telinga kanan, muntah 4 kali, muntahan berbentuk cair

tanpa dirasakan mual terlebih dahulu, penurunan kesadaran (+).

Cedera kepala yang dialami pasien tersebut, dapat dikategorikan sebagai

cedera kepala tumpul, karena berdasarkan informasi bahwa pasien mengalami

cedera kepala akibat jatuh dari ketinggian. Kondisi muntah yang tanpa didahului

mual yang dialami pasien tersebut, disebut dengan muntah proyektil. Muntah ini

disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan intrakranial penderita. Penurunan

kesadaran yang dialami pasien dapat disebabkan oleh adanya gangguan sirkulasi

darah di otak akibat cedera kepala yang dialami.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan: kondisi umum pasien lemah, nafas

spontan (+) tidak adekuat, terpasang masker O2 rebreathing 5 liter/menit dengan

kesadaran somnolen dan GCS 9. Tanda-tanda vital dalam batas normal dengan

peningkatan tekanan darah sebesar 140/90 mmHg. Pemeriksaan kepala dalam

batas normal. Pada thorax didapatkan terpasang perban dan bebat di seluruh dada,

dengan pemeriksaan paru dan jantung dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen

dalam batas normal, dengan ekstremitas didapatkan odema pada ekstremitas

inferior dekstra. Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan: pada Regio Parietal

Cranium Dextra: inspeksi: luka bekas sayatan sepanjang ± 8 cm, post craniotomi,

tertutup perban (post craniotomy cito tanggal 1 juli 2013), palpasi: oedem (+),

konsistensi kompresibel, nyeri tekan sulit dinilai.

Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan: leukositosis, peningkatan

ureum, hipoalbuminemia, dan imbalans elektrolit. Kesan pada pemeriksaan BGA

adalah alkalosis respiratorik. Hasil pemeriksaan MSCT-scan kepala didapatkan:

subdural hematom pada region temporal kiri, subarachnoid haemorrhage, fraktur

47

Page 51: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

komplit pada os parietal kiri, subgaleal hematom disertai emfisema subkutis pada

region parietotemporal kanan, tampak tanda-tanda peningkatan tekanan

intrakranial. Pada pemeriksaan MSCT-scan perbandingan didapatkan tambahan

kesan: tampak lesi hiperdens (CT number 64 HU, vol 37,26 ml) pada lobus

temporoparietal kiri disertai perifokal edema berbentuk finger like yang

memberikan efek massa berupa pendesakan dan penyempitan ventrikel lateral kiri

dan III → Intracerebral Haemorrhage, tampak midline shifting ke kanan (<5mm)

→ masih tampak tanda-tanda peningkatan intrakranial.

Leukositosis pada pasien ini dapat terjadi karena pada cedera kepala,

menimbulkan respon inflamasi akut, aktivasi sel endotel, dan penglepasan

mediator inflamasi yang dapat “mengundang” sel-sel leukosit (terutama sel

polinuklear/ PMN) untuk menuju area target.

Peningkatan ureum pada pasien ini harus segera diatasi karena dapat

mengakibatkan peningkatan kecenderungan perdarahan sehingga dapat

memperburuk kondisi perdarahan pada cedera kepala yang dialami pasien.

Hipoalbuminemia terjadi karena pada pasien terdapat cedera kepala

mengakibatkan adanya proses inflamasi. Sesuai dengan teori yang ada, bahwa

respon inflamasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan penurunan kadar

albumin karena albumin dipakai dalam proses inflamasi tersebut.

Pada pasien ini terdapat imbalans elektrolit yaitu hipernatremia dan

hiperkloremia. Hipernatremia pada pasien ini dapat mengakibatkan edema pada

otak sehingga dapat mengakibatkan penurunan kesadaran yang apabila berlanjut

dapat mengakibatkan kematian. Sedangkan kondisi hiperkloremia pada pasien ini

merupakan efek karena peningkatan kadar natrium dalam darah.

Pemeriksaan MSCT-scan dilakukan karena merupakan modalitas pilihan

dalam mengevaluasi pasien dengan cedera kepala karena memiliki keunggulan

antara lain, pemeriksaan cepat dan mudah, tidak invasif, dapat

mengidentifikasikan dan melokalisir adanya fraktur dan fragmennya pada tulang

kepala, dapat menunjukkan adanya perdarahan ekstrakranial dan menghitung

volumenya, dapat menunjukkan kelainan intrakranial baik infark akut, oedema

48

Page 52: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

cerebri, cerebral contusion maupun perdarahan intracranial. Pada spiral atau

multislices CT dapat direkonstruksi gambar 3 dimensinya.

Gambaran MSCT-scan pada Subdural Hemorhage: pada SDH akut yang

terjadi <72 jam pasca cedera, terdapat gambaran hiperdens pada CT Scan. Pada

SDH subakut terjadi 4-20 hari pasca cedera, dengan gambaran isodens atau

hipodens pada CT-scan. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada

pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran CT-scan didapatkan lesi

isodens atau hipodens. Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel

darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.

Gambaran MSCT-scan pada Subarachnoidal Hematom: pada CT scan

tampak hiperdens pada sulcus.

Gambaran MSCT-scan pada Subgaleal Hematom: pada CT scan tampak

gambaran hiperdens di antara tabula eksterna dan kulit.

Gambaran MSCT-scan pada intraserebral hematom: Gambaran lesi

densitas tinggi dengan nilai penguatan antara 70 hingga 90 HU dan biasanya

dikelilingi zona densitas rendah karena edema.

Pada pemeriksaan X-Foto Cervical AP/Lateral didapatkan: tak tampak

fraktur pada vertebra cervicalis yang tervisualisasi. Pada pemeriksaan X-Foto

Thorax AP didapatkan: cor tak membesar, gambaran kontusio pulmonum, fraktur

komplit pada costa 5 posterior kanan.

Kontusio pulmonum memiliki gambaran konsolidasi homogen (opasitas)

yang non segmental pada perifer paru, kadang disertai emfisema sub kutis. Sesuai

dengan gambaran pada pasien ini.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

pada pasien ini didiagnosis: Cedera Kepala Sedang DD/ Diffuse Injury Grade III.

Pada cedera kepala sedang terdapat trauma kepala yang diikuti

penurunan kesadaran atau kehilangan fungsi neorologis seperti misalnya

daya ingat atau penglihatan dengan skor GCS 9-13, yang di buktikan

dengan pemeriksaan penunjang CT Scan kepala (ATLS 2004). Pasien bisa atau

tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai dengan

pernyataan yang di berikan. Biasanya pasien juga mengalami: amnesia paska

49

Page 53: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,

hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal), kejang.

Pada pasien ini ditemukan trauma kepala, penurunan kesadaran, skor

GCS 9, tidak bisa menuruti perintah, dan muntah. Namun, tidak didapatkan

tanda-tanda lain seperti: kehilangan fungsi neorologis (misalnya daya ingat

atau penglihatan), amnesia paska trauma, tanda kemungkinan fraktur cranium

(tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro

spinal), maupun kejang.

Pada Diffuse Injury Grade III, terdapat gambaran MSCT-scan seperti:

ada lesi, cisterna dan ventrikel sempit, midline shift < 5 mm. Temuan tersebut

sesuai dengan gambaran MSCT-scan pada pasien ini.

Pada pasien ini diberikan terapi: O2 masker rebreathing 5 liter/menit,

infus RL 20 tpm, citicholin 500mg/24jam, manitol 200cc drip, ketorolac

50mg/8jam, ranitidin 50mg/8jam. Dilakukan pula pemantauan pada: status GCS,

keadaan umum, tanda vital, observasi keadaan pasien, jika terjadi penurunan

GCS>2, CT Scan Ulang post Craniotomi Cito.

Pemberian O2 masker rebreathing 5 liter/menit sebagai upaya untuk

meningkatkan kadar PCO2 dapat dipertahankan pada 30 mmHg sehingga dapat

mencapai vasokonstriksi pembuluh darah otak yang akan menurunkan volume

intracranial sehingga menurunkan tekanan intracranial. Pemberian infus RL untuk

resusitasi dan maintenans cairan penderita agar tetap normovolemik.

Pemberian citicholin 500mg/24jam sebagai: neuroprotektif, pembentukan

membrane saraf, meningkatkan metabolisme glukosa sehingga meningkatkan

produksi ATP untuk memperbaiki jaringan yang rusak, mengurangi inflamasi dan

stress oksidatif serta mengurangi asam lemak bebas.

Pemberian manitol 200cc drip sebagai upaya untuk mengkondisikan

vaskuler menjadi hipertonis sehingga terjadi diuresis osmotik yang bertujuan

untuk mengurangi perdarahan intracranial dan menurunkan tekanan intracranial.

Pemberian ketorolac 50mg/8jam sebagai analgetik kuat. Pemberian ranitidin

50mg/8jam sebagai antimuntah karena peningkatan intracranial mengakibatkan

muntah.

50

Page 54: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

Operasi kraniotomi sito yang dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi

kondisi yang mengancam jiwa dan untuk mencegah kematian. Prosedur ini

penting pada penderita yang mengalami perburukan secara cepat dan tidak

menunjukan respon yang baik dengan terapi yang diberikan. Kraniotomi

dilakukan pada pasien koma, tidak ada respon pada intubasi endotracheal,

hiperventilasi moderat, dan pemberian manitol.

51

Page 55: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

BAB V

KESIMPULAN

Cedera kepala merupakan 50% penyebab kematian pada trauma dan 60%

penyebab kematian pada trauma dengan kendaraan bermotor. Ada banyak jenis

kasus cedera kepala, salah satu yang terbanyak diantaranya adalah perdarahan

subdural yakni 5-25% kasus. Diagnosis cedera kepala dapat ditegakkan dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pada laporan kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang pada pasien pria 46 tahun dengan cedera kepala sedang

diberikan diferensial diagnosis Diffuse Injury Grade III.

Prognosis pada pasien ini ialah dubia ad malam.

52

Page 56: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

DAFTAR PUSTAKA

1. Teasdale G, Mathew P. Mechanism of cerebral concussion, contusion and other effects head injury. In: Youmans (ed) neurogical surgery 4th. Ed. Philadelphia : WB Saunders Co. 1996 : 1533-1548.

2. Fearnside MR, Simpson DA. Epidemiology. In : Head Injury Patophysiology and Management of Severe Closed Injury. London : Chapman & Hall Medical. 1997 : 3 – 21.

3. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam: Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI, 2004.

4. Jimmy Eko B. Kuliah Cedera Otak Traumatik. Semarang: SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNDIP, 2010.

5. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. Radiologi Diagnostik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001: 374-383.

6. Moore KL. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta; 20027. Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005.

Buku Ajar  Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.8. Langlois, JA, Rutland-Brown, W, and Wald, MM.The Epidemiology and

impact of traumatic brain injury. A brief overview.J Head Trauma Rehabil.2006.21(5),375-378

9. Markam S, Atmadja DS, Budjanto A. Cedera tertutup kepala. Balai penerbit FK-UI, Jakarta, 1999: 24-28

10. Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT. Neurotrauma, General Principles of Head Injury Management. New York: McGraw-Hill; 1996:71-75

11. Cedera Kepala dalam Advanced Trauma Life Support for Doctor, Student, course manual, 1997.

12. Anderson, T.,Heitger, M & Macleod A.Concussion and mild head injury. Practical Neurology.2006.6, 342-357

13. Graham DJ and Gennareli TA, Chapter 5 “Pathology of Brain Damage After Head Injury” Cooper P and Golfinos.2000.Head Injury, 4th Ed, Morgan Hill, New York.

14. Jong WD, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta; 200515. Meagher Richard J, Lutsep Helmi L. Subdural Hematoma. 2011. [online]

[cited 2012 Nov 24] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1137207-overview#showall

16. Anonim, 2008. Perdarahan Intrakraniali. www.medicastore.com. Updated 10 Februari 2008.

17. Hallevi, Albright, Aronowski, Barreto.Intraventricular haemorrhage;Anatomic relationship and clinical implications.Neurology.2008

18. Available from:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21501/4/chapter%208.pdf

19. Prabowo, Hari. Kuliah CT Scan Kepala Emerency.Semarang: SMF Radiologi Fakultas Kedokteran UNDIP, 2012

53

Page 57: radiodiagnostik  MSCT scan difuse injury

20. Komisi Trauma IKABI. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter Edisi ke-7. Jakarta; 2004.

21. Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. volume 2 edisi 8. Jakarta:EGC.2001

22. Mansjoer, Arief M, et al.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3.Jakarta:Media Aesculapius.2000.

23. Corwin, Elizabeth J. Buku Saku patofisiologi.Jakarta:EGC.200024. Harvard Medical School Neuroanatomy. Aavailable from:

http://www.med.harvard.edu/aanlinb/home.html25. Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance

Imaging (MRI) pada Sistem Neurologis. Available from: http://nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/konsep-ct-scan-mri.pdf

26. Khan N Ali. Imaging in Skull Fracture. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/343764-overview#a20

27. Osborn AG, Blaser SI, Salzman KC. Pocket Radiologist. W.B. Saunders Company, 2002 : 10-11.

28. Williams VL, Hogg JP. Magnetic resonance imaging of chronic subdural hematoma. NeurosurgClin N Am. 2000;11(3):491-8.

29. Anurogo D. Neurologi Update 2008: CEDERA KEPALA TRAUMATIK (Bagian 3). Available from: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20080427234109

30. Ginanjar RP. Hubungan Antara Tekanan Intracranial Berdasarkan Gambaran CT Scan Dengan Jumlah Leukosit Darah Tepi Pada Pasien Diffuse Injury. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2010.

31. Sumardjono. Perbandingan Skala Keluaran Glasgow Pada Contusion Cerebri Disertai Cedera Kepala Berat Antara Tindakan Craniectomi Dekompresi Dengan Konservatif. Semarang: SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran UNDIP, 2004.

54