Electric Injury

download Electric Injury

of 34

Transcript of Electric Injury

PRESENTASI KASUS 5

Pembimbing : dr. Herry Setya Yudha Utama, Sp. B, M.Hkes, FInaCs

Disusun oleh :

Fachri Valyasevi Rizka Iradati Yurdhina Meilissa

1102005085 1102005230 1102005306

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA SMF ILMU BEDAH BRSUD ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON 2011

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama Pekerjaan

: Tn. J : 51 tahun : laki-laki : Jamblang : Islam : Buruh

II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama : kesetrum listrik B. Keluhan Tambahan : Tangan kiri tidak berasa, luka bakar pada perut, luka bakar pada punggung C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan kesetrum listrik kurang lebih 1 bulan yang lalu. Pasien sedang membetulkan antena di atas genteng dan tidak sengaja berpegangan pada kabel listrik dengan tangan kiri. Pasien mengeluh tangannya menghitam sampai diatas pergelangan tangan, pasien juga mengeluh tangan kirinya mati rasa. Pasien mengeluh terdapat luka bakar pada bagian perut dan punggungnya. Luka pada bagian perut dirasa sangat nyeri dan mengeluarkan cairan. Luka bakar pada perut tidak terlalu nyeri. Sebelumnya pasien sudah berobat di rumah sakit dan menolak diamputasi. Keluhan pusing, dan dada berdebar disangkal, riwayat pingsan diakui pasien. D. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Diabetes melitus disangkal E. Riwayat Penyakit Keluarga : (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK (saat pasien datang) Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang Kesadaran : Compos Mentis Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit Respirasi : 20 x/menit Suhu : 36,8 rC Status Generalisata Kepala Mata Hidung Telinga

: Simetris, mesochepal : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+) : Discharge (-/-) : tidak tampak kelainan

Leher Thorax -

: Kelenjar thyroid tidak membesar, kelenjar limfe tidak membesar Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi

-

Auskultasi Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis kuat angkat : Batas kiri atas ICS II LMC sinistra Batas kanan atas ICS II LPS dekstra Batas kiri bawah ICS V LMC sinistra Batas kanan bawah ICS IV LPS dekstra : S1 - S2 reguler, tidak terdapat suara jantung tambahan : : : : Simetris kanan kiri, retraksi (-) Vokal fremitus kanan sama dengan kiri Sonor di seluruh lapangan paru Suara vesikuler kanan = kiri, tidak terdapat suara napas tambahan : lihat status lokalis : Superior : Edema (-/-) Sianosis (-/-) Inferior : Edema (-/-) Sianosis (-/-)

Abdomen Ekstremitas

B. Status Lokalis : Abdomen Supel, datar, Bising usus (+) normaly

y

y

Terdapat luka bakar pada daerah epigastrium sampai umbilikus dengan luas 15x10cm, permukaan tidak rata, Dasar sub kutis terlihat jaringan lemak yang sudah bernanah. Terdapat krusta, nyeri (+), berbau busuk. Terdapat luka bakar di daerah punggung atas dengan luas 15x15 cm dengan permukaan jaringan sub kutis terkelupas. Riwayat bula (+) sudah pecah, nyeri (+) terasa perih, krusta (+) Lengan kiri bawah hingga ke telapak tangan kiri tampak berwarna kehitaman permukaannya kering. Nyeri (-)

IV.

RESUME A. Anamnesis B. Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan kesetrum listrik kurang lebih 1 bulan yang lalu. Pasien sedang membetulkan antena di atas genteng dan tidak sengaja berpegangan pada kabel listrik dengan tangan kiri. Pasien mengeluh tangannya menghitam sampai diatas pergelangan tangan, pasien juga mengeluh tangan kirinya mati rasa. Pasien mengeluh terdapat luka bakar pada bagian perut dan punggungnya. Luka pada bagian perut dirasa sangat nyeri dan mengeluarkan cairan. Luka bakar pada perut tidak terlalu nyeri. Sebelumnya pasien sudah berobat di rumah sakit dan menolak diamputasi.

Keluhan pusing, dan dada berdebar disangkal, riwayat pingsan diakui. B. Pemeriksaan Fisik (saat pasien datang) Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang Kesadaran : Composmentis Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit Respirasi : 20 x/menit Suhu : 36,8 rC Status Generalisata : Dalam batas normal

Status lokalis : y Terdapat luka bakar pada daerah epigastrium sampai umbilikus dengan luas 15x10cm, permukaan tidak rata, Dasar sub kutis terlihat jaringan lemak yang sudah bernanah. Terdapat krusta, nyeri (+), berbau busuk. y Terdapat luka bakar di daerah punggung atas dengan luas 15x15 cm dengan permukaan jaringan sub kutis terkelupas. Riwayat bula (+) sudah pecah, nyeri (+) terasa perih, krusta (+) y Telapak tangan kiri sampai pertengahan lengan bawah tampak berwarna kehitaman, permukaannya kering, nyeri (-) Luas Luka Bakar : 28%

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG - Laboratorium darah rutin Hb : 9,7 g/dl Ht Leukosit : 31 % : 9400 / mm3

Trombosit : 284000 / mm3

VI.

DIAGNOSA KLINIS Necrotic manus sinistra ec Combustio Combustio derajat II III Luas 28%

VII. DIAGNOSA BANDING -

VIII. PENATALAKSANAAN Operatif : bone quarter amputasi Medikamentosa : Antibiotik Analgesik PPH Antibiotik Cairan inj. Ceftazidime 3 x 1 gr inj Ketorolac 2 x 30 mg Inj Ranitidine 2x15 mg Tab metronidazol 3 x 500mg

: IVFD RL 30 gtt/menit

IX.

PROGNOSIS : Quo ad vitam Quo ad functionam

: dubia ad bonam : ad malam

LUKA BAKAR (COMBUSTIO) BATASAN Combustio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam. Mengingat kasus luka bakar merupakan suatu cidera berat yang memerlukan penanganan dan penatalaksanaan yang sangat komplek dengan biaya yang cukup tinggi serta angka morbiditas dan mortalitas karena beberapa faktor penderita, faktor pelayanan petugas, faktor fasilitas pelayanan dan faktor cideranya. Untuk penanganan luka bakar perlu perlu diketahui fase luka bakar, penyebab luka bakar, derajat kedalaman luka bakar, luas luka bakar. Pada penanganan luka bakar seperti penanganan trauma yang lain ditangani sec ara teliti dan sistematik. Penatalaksanaan sejak awal harus sebaik baiknya karena pertolongan pertama kali sangat menentukan perjalanan penyakit ini. EPIDEMIOLOGI Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian 5 - 6 ribu kematian pertahun, sedangkan di Indonesia belum ada laporan tertulis. Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 1998 di laporkan 107 kasusluka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38 sedangkan di Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar, kematian 26, 41 %. PATOFISIOLOGI Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak sel darah yang di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intra vaskuler. Tubuh kehilangan cairan antara % - 1 %, Blood Volume setiap 1 % luka bakar. Kerusakan kult akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebih (insensible water loss meningkat). Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urine menurun (kegagalan fungsi ginjal). Pada kebakaran daerah muka dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap atau uap panas yang terisa. Gejala yang timbul adalah sesa nafas, takipneu, stridor, k suara serak dan berdahak berwarna gelap karena jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat oksigen lagi. Tanda keracunan yang ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan berat terjadi koma. Bila lebih 60 % hemoglobin terikat CO, penderita akan meninggal. Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan media baik untuk pertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Kuman

penyebab infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Stres dan beban faali yang terjadi pada luka bakar berat dapat menyebabkan tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal dengan Tukak Curling dan yang dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah pendarahan yang timbul sebagai hematesis melena. Pada luka bakar yang berat juga dapat terjadi ileus paralitik. Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. FASE LUKA BAKAR Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase selanjutnya. 1. Fase akut / fase syok / fase awal. Fase ini mulai dari saat kejadian sampai penderita mendapat perawatan di IRD/Unit luka bakar. Pada fase ini penderita luka bakar, seperti penderita trauma lainnya, akan mengalami ancaman dan gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernafas) dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma , inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi juga gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang berdampak sistemik. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih berhubungan akibat problem instabilitas sirkulasi. 2. Fase Subakut. Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi. Luka yang terjadi dapat menyebabkan beberapa masalah yaitu: Proses inflamasi atau infeksi. Problem penutupan lukaKeadaan hipermetabolisme. 3. Fase Lanjut. Fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau melalui rawat jalan. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur. PENYEBAB LUKA BAKAR Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis penyebab, antara lain : 1. Luka bakar karena api 2. Luka bakar karena air panas 3. Luka bakar karena bahan kimia 4. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi 5. Luka bakar karena sengatan sinar matahari.

6. 7.

Luka bakar karena tungku panas/udara panas Luka bakar karena ledakan bom.

Arus listrik Arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot. Energy panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energy panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500oC. arus bolak-balik menimbulkan rangasangan otot yang hebat berupa kejang-kejang. Bila arus tersebut melalui jantung, kekuatan sebesar 60 miliamper. Saja sudah cukup untuk menimbulkan fibrilasi dapat terjadi oleh arus sebesar 1/10 miliampere. Kejang tetanik yang kuat pada otot skelet dapat menyebabkan fraktur kompresi vertebra. Bila kawat berarus listrik terpegang tangan, pegangan akan sulit dilepaskan akibat kontraksi otot fleksor jari lebih kuat dari pada otot ekstensor jari sehinga korban terus teraliri arus. Pada otot dada (m.interkostal) keadaan ini menyebabkan gerakan nafas. Terhenti sehingga penderita dapat mengalami asfiksia. Pada tegangan rendah, arus searah tidah berbahaya dibanding arus bolak-balik dengan ampere yang sama. Sebaliknya pada tegangan tinggi arus searah lebih berbahaya panas timbul karena tahanan yang dijumpai waktu arus mengalir, dan dampaknya tergantung pada jenis jaringan dan keadaan kulit. Urutan tahanan jaringan dimulai dengan yang paling rendah adalah saraf, pembulu darah, otot, kulit, tendo, dan tulang. Jaringan yang tahannanya tinggi akan lebih banyak dialiri arus dan panas yang timbul lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal. Telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi akibat arus listrik didaerah ini juga lebih berat. Kelancaran arus masuk tubuh juga bergantung pada basah atau keringnya kulit yang kntak dengan arus. Bila kulit basah atau lembab, arus akan mudah sekali masuk. Di tempat masuk akan tampak luka masuk yang berupa luka bakar dengan kuit yang lebih rendah dari sekelilingnya, sedangakan ditempat arus keluar, yaitu luka keluar, terkesan loncatan arus keluar. Panas yang timbul pada pembuluh darah akan merusak intima sehingga terjadi thrombosis yang timbul pelan-pelan. Hal ini menerangkan mengapa kematian jaringan pada luka listrik seakan-akan progresif dan banyak kerusakan jaringan baru terjadi kemudian. Ekstremitas yang yang semula tampak vital, mungkin setelah beberapa hari menunjukan nekrosis otot iskemik. Beberapa jam setelah kecelakaan listrik dapat terjadi sindrom kompartemen karena udem dan thrombosis. Arus listrik menyebabkan destruksi luas dan nekrosis jaringan yang lebih dalam. Kerusakan jaringan sehubungan dengan cedera listrik terjadi bila energy listrik diubah menjadi energy panas. Kulit merupakan sawar pertama terhadap aliran listrik, dan sebagai insulator yang efektif untuk jaringan-jaringan ini. Pada bagian-bagian tubuh dengan penampang melintang yang kecil, misalnya ekstremitas , densitas arus tinggi , dan kerusakan

jaringan berat. Karena tulang memiliki resistensi yang tinggi terhadap arus listrik. Maka tulang suhunya akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan sekitarnya. Akibatnya, jaringan lunak yang menderita kerusakan akibat panas yang paling parah biasanya adalah otot dan saraf yang melekat pada tulang. Posisi yang nyaris tidak terjangkau pada deteksi klinis sebelumnya. Resiko gagal ginjal akut juga tinggi pada pasien dengan cedera listrik. Perkiraan kebutuhan cairan dan kerusakan otot yang terlalu rendah, dapat berakibat pembebasan dari mioglobin. Pengeluaran urin segera, merupakan terapi yang diperlukan untuk mencegah agar mioglobin tidak mengendap dalam tubulus ginjal dan menyebabkan nekrosis tubular akut. Disamping itu kerusakan jaringan yang luas dapat menyebabkan hiperkalemia. Cedera listrik terkadang dapat menyebabkan perforasi usus., nekrosis pangkreas, nekrosis kandung empedu, dan cedera pada hati. Suatu pemeriksaan neurologis yang menyeluruh perlu dilakukan pada saat pasien datang kerumah sakit dan selanjutnya dilakukan secara berkala untuk mengenali dan mencatat setiap deficit neurologic. Saraf sensoris nampaknya kurang pekak terhadap cedera listrik, dibadingkan dengan saraf motrik, deficit medulla spinalis yang timbul segera akibat kerusakan langsung pada akson sering kali bersifat sementara namun tidak demikian halnya dengan deficit medulla spinalis yang muncul belakangan, dan bermanifestasi sebagai quadriplegia, hemiplegia, mielitis tranversa, atau paralisis asendens.

Fase Luka Bakar Fase Awal/Akut/shock Keadaan yang ditimbulkan berupa : a. Cedera Inhalasi Mekanisme trauma dibagi 3 : 1. Inhalasi Carbon Monoksida (CO) CO merupakan gas yang dapat merusak oksigenasi jaringan , dalam darah berikatan dengan Hb dan memisahkan Hb dengan O2 sehingga akan menghalangi penggunaan oksigen. 2. Trauma panas langsung mengenai saluran nafas Sering mengenai saluran nafas bagian atas jarang mengenai bagian bawah karena sebelum mencapai trachea secara reflek terjadi penutupan plica dan penghentian spasme laryng. Edema mukosa akan timbul pada saluran nafas bagian atas yang menyebabkan obstruksi lumen, 8 jam pasca cedera. Komplikasi trauma ini merupakan penyebab kematian terbanyak.

3. Efek samping sisa pembakaran Gas karosen, aldehid akan mengiritasi mukosa membran karena merupkan toksik yang iritan.

b. Cedera Termis Menimbulkan gangguan sirkulasi keseimbangan cairan & elektrolit, sehingga berakibat terjadi perubahan permeabilitas kapiler dan menyebabkan odema selanjutnya terjadi syok hipovolemi. Kejadian ini akan menimbulkan : Paru Perubahan inflamatorik mukosa bagian nafas bawah, akan menimbulkan gangguan difusi oksigen Acquired Respiratory Distress Syndrome(ARDS), ini akan timbul hari ke-4,5 pasca cedera termis Hepar SGOT, SGPT meningkat Ginjal ARF menjadi ATN Lambung Stres Ulcer Usus Illeus menyebabkan translokasi bakteri kemudian terjadi sepsis yang menyebabkan perforasi akhirnya terjadilah peritonitis Fase Sub-Akut Terjadi setelah shock teratasi, luka terbuka disini akan menimbulkan : y Proses Inflamasi disertai eksudasi dan kebocoran protein y Infeksi yang menimbulkan sepsis y Proses penguapan cairan tubuh disertai panas(evaporasi heat loss) Fase Lanjut Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah yang timbul adalah jaringan parut, kontraktur dan deformitas akibat kerapuhan jaringan atau organ strukturil.

Klasifikasi Luka Bakar A. Berdasarkan Penyebaby

Suhu Baik panas ataupun dingin (frost bite), pada ujung ekstremitas dapat menimbulkan nekrosis akibat dingin. Penanganan dengan pemberian antibiotik propilaksis sampai putus dengan sendirinya, karena puntungnya akan lebih baik hasilnya dari amputasi. Listrik , akibat terkena petir Kimia Radiasi Laser , CO2 laser

y y y y

B. Berdasarkan Kedalaman kerusakan jaringan Derajat I (superficial skin burn)y y y y

Hanya reaksi inflamasi, kerusakan mengenai epidermis Kulit kering, merah (erithema) Nyeri karena ujung saraf sensorik teriritasi Sembuh spontan 5 10 hari

Gambar 2. Luka Bakar derajat I Derajat II (partial skin burn)y y y y

Kerusakan meliputi dermis, sebagian dermis masih ada yang sehat Bula (+) , bila bula pecah terlihat luka basah kemerahan Nyeri (+) , Pin prick test (+) Sembuh dalam 2-3 minggu.Tak perlu flapping

Derajat III (Full thickness skin burn)y y y y

Kerusakan seluruh tebal dermis, bisa sampai subcutis, tidak ada epitel kulit yang sehat. Terjadi koagulasi protein dikenal sebagai ESCAR. Bula (-), bila bula pecah lukanya kering warna abu-abu Nyeri (-), karena ujung saraf sensorik rusak, Pin prick test(-) Penyembuhan sulit perlu cangkok kulit (STSG)

Gambar 3. Luka Bakar derajat III

LUAS LUKA BAKAR Wallace membagi tubuh atas bagian bagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace. Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak anak dipakai modifikasi Rule of Nine Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

KRITERIA BERAT RINGANNYA (American Burn Association) 1. Luka Bakar Ringan. a. Luka bakar derajat II 3 cm.

MONITORING PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, penderita palpasi, perkusi dan auskultasi adalah prosedur yang harus dilakukan pada perawatan penderita. Pemeriksaan laboratoris untuk monitoring juga dilakukan untuk mengikuti perkembanagn keadaan penderita. Monitoring penderita kita dibagi dalam 3 situasi yaitu pada saat di triage, selama resusitasi (0-72 jam pertama)dan pos resustasi. I. Triage Intalasi Gawat Darurat A. A-B-C : Pada waktu penderita datang ke Rumah sakit, harus dinilai dan dilakukan segera diatasi adakah problem airway, breathing, sirkulasi yang segera diatasi life saving. Penderitaluka bakar dapat pula mengalami trauma toraks atau mengalami pneumotoraks.

B. VITAL SIGN : Monitoring dan pencatatan tekanan darah, repsirasi, nadi, rectal temperature. Monitoring jantung terutama pada penderita karena trauma listrik, dapat terjadi aritmia ataupun sampai terjadi cardiac arrest. C. URINE OUTPUT : Bilamana urine tidak bisa diukur maka dapat dilakukan pemasangan foley kateter. Urine produksi dapat diukur dan dicatat tiap jam. Observasi urine diperiksa warna urine terutama pada penderita luka bakar derajat III atau akibat trauma listrik, myoglobin, hemoglobin terdapat dalam urine menunjukkna adanya kerusakaan yang hebat. II. MONITORING DALAM FASE RESUSITASI (sampai 72 jam) 1. Mengukur urine produksi. Urine produksi dapat sebagai indikator apakah resusitasi cukup adekuat / tidak. Pada orang dewasa jumlah urine 30-50 cc urine/jam. 2. Berat jenis urine. Pascatrauma luka bakar jenis dapat normal atau meningkat. Keadaan ini dapat menunjukkna keadaan hidrasi penderita. Bilamana berat jenis meningkat berhubungan dengan naiknya kadar glukosa urine. 3. Vital Sign 4. pH darah. 5. Perfusi perifer 6. laboratorium a. serum elektrolit b. plasma albumin c. hematokrit, hemoglobin d. urine sodium e. elektrolit f. liver function test g. renal function tes h. total protein / albumin i. pemeriksaan lain sesuai indikasi 7. Penilaian keadaan paru Pemeriksaan kondisi paru perlu diobservasi tiap jam untuk mengetahui adanya perubahan yang terjadi antara lain stridor, bronkhospam, adanya secret, wheezing, atau dispnae merupakan adannya impending obstruksi. Pemeriksaan toraks foto ini. Pemeriksaan arterial blood gas. 8. Penilaian gastrointestinal. Monitoring gastrointestinal setiap 2-4 jam dengan melakukan auskultasi untuk mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya darah dan pH kurang dari 5 merupakan tanda adanya Culing Ulcer. 9. Penilaian luka bakarnya. Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan berbau atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.

Luka Bakar yang Perlu Perawatan Khusus 1. Luka Bakar Listrik. 2. Luka Bakar dengan trauma Inhalasi 3. Luka Bakar Bahan Kimia 4. Luka Bakar dengan kehamilan

Luka Bakar listrik Luka bakar bisa karena voltase rendah atau voltase tinggi. Kerusakan jaringan tubuh disebabkan karena beberapa hal berikut : 1. Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan energi dalam jumlah besar. Berasal dari sumber listrik, melalui bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah (cairan, darah / pembuluh darah). Aliran listrik dalam tubuh menyebabkan kerusakan akibat yang ditimbulkan oleh resistensi. Kerusakan dapat bersifat ekstensif local maupun sistemik (otak/ensellopati, jantung/fibrilisasi ventrikel, otot/ rabdomiosis, gagal ginjal, dan sebagai berikut). 2. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi api. 3. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat diperkirakan luasnya. Hal ini di sebabkan akibat kerusakan system pembuluh darah di sepanjang bagian tubuh yang dialiri listrik (trombosis, akulasi kapiler)

PENANGANAN/SPECIAL MANAGEMENT A. PRIMARY SURVEY a. Airway cervical spine. b. Breathing c. Circulation d. Disability-Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa pupil e. Exposure-cegah penderita dari hipotermi. B. SECOUNDARY SURVEY 1. Pemeriksaan dari kepala sampai kaki. 2. Pakaian dan perhiasan dibuka a. Periksa titik kontak b. Estimasi luas luka bakar / derajat luka bakarnya. c. Pemeriksaan neurologist d. Pemeriksaan traumalain, patah tulang/dilokasi. e. Kalau perlu dipasang endotrakeal intubasi. C. RESUSITASI 1. Bila didapatkan luka bakar, dapat diberikan cairan 2-4 cc/kg/ luas luka bakar. 2. Kalau didapatkan haemocromogen (myoglobin), urine output dipertahankan antara 75-100 cc/jam sampai tampak menjadi jernih. 3. Sodium bicarbonate dapat ditambahkan pada ringer laktat sampai pH > 6,0 4. Monitor jarang dipergunakan.

D. CARDIAC MONITORING 1. Monitoring ECG kontinu untuk disritmia. 2. ventricular fibrilasi, asystole dan aritmia diterapi sesuai Advanced Cardiac Live Support . III. MONITORING POST RESUSITASI (72 jam pascatrauma) Hal hal yang perlu diobservasi setiap harinya secara sistematik dan teliti meliputi observasi klinis dan data pemeriksaan laboratorium yaitu : 1. Cairan elektrolit 2. Keadaan luka bakarnya 3. Kondisi potensial infeksi 4. Status nutrisi / gizi Luka Bakar Kimia. y Di Amerika Serikat terdapat 500.000 jenis kimia yang beredar. Sekitar 30.000 jenis yang berbahaya. y Dilaporkan 2-6 % kejadian luka bakar karena bahan kimia Klafisikasi Bahan kimia : 1. Alkalis/Basa Hidroksida, soda kaustik, kalium amoniak, litium, barium, kalsium atau bahan bahan pembersih dapat menyebabkan liquefaction necrosis dan denaturasi protein. 2. Acids/Asam Asam hidroklorat, asam aksalat, asam sulfat, pembersih kamar mandi atau kolam renang dapat menyebabkan kerusakan coagulation necrosis. 3. Organic Compounds Fenol, creosote, petroleum, sebagai desinfektan kimia yang dapat menyebabkankerusakana kutaneus, efek toksis terhadap ginjal dan liver. Berat / ringannya trauma tergantung : 1. bahan 2. Konsentrasi 3. Volume 4. Lama kontak 5. Mekanisme trauma Penatalaksanaan : 1. Bebaskan pakaian yang terkena 2. Irigasi dengan air yang kontinu 3. Hilangkan ras nyeri 4. Perhatikan airway, breathing dan circulation 5. Indenifikasi bahan penyebab. 6. Perhatikan bila mengenai mata. 7. Penanganan selajutnya sama seperti penanganan luka bakar.

Luka Bakar dan kehamilan y Hati hati terhadap komplikasi y Komplikasi pada ibu dan janin y Pada luka 60 % atau lebih menimbulkan terminasi spontan dari kehamilan. Penatalaksanaan: 1. Segera dilakukan stabilisasi airway. Hipoksia dapat terjadi pada ibu dan janin 2. Distress napas hipoksia dapat menimbulkan resistensi vaskuler pada ut rus, e mengurangiuterus blood flow dan oksigen ke janin menurun. 3. Monitoring janin 4. Konsultasi dengan spesialis kandungan

KOMPLIKASI LUKA BAKAR PADA KEHAMILAN 1. Terminasi kehamilan akibat hipotensi, hipoksia serta adanya gangguan cairan dan elektrolit. 2. Persalinan premature 3. Kematian janin intrauterine

KOMPLIKASI LUKA BAKAR 1. Syok karena kehilangan cairan. 2. Sepsis / toksis. 3. Gagal Ginjal mendadak 4. Pneumonia

PROGNOSA : 1. Tergantung derajat luka bakar. 2. Luas permukaan 3. Daerah yang terkena, perineum, ketiak, leher dan tangan karena sulit perawatan dan mudah kontraktur. 4. Usia dan kesehatan penderita.

AMPUTASI Prinsip dasar amputasi Dengan kemajuan dibidang prostesis maka pemilihan tempat amputasi dengan tujuan untuk mempertahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak sepenuhnya benar. Hal ini berlaku pada amputasi ekstremitas superior. Aturan yang menyatakan untuk mempretahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak dapat diterapkan pada amputasi ekstremitas inferior. Meskipun begitu sedapat mungkin lutut harus diselamatkan, karena lutut sangat berguna secara fungsional. Masalah weight bearing dan menyisakan soft tissue untuk menutupi stump sangat mempengaruhi pemilihan tempat amputasi pada ekstremias inferior. Pada amputasi below knee stump yang terlalu panjang tidak disarankan karena akan mempersulit penggunaan prostesa. Batas anterior tibia harus di bevel dan harus tersedia soft tissue yang cukup untuk menutupinya dengan cara membuat flap diposterior lebih panjang. Amputasi setinggi pergelangan kaki mempunyai indikasi yang cukup jarang, umumnya pada trauma. Amputasi Syme bermanfaat untuk end weight bearing prosthesis. Untuk amputasi telapak kaki kesepakatan umum yang dipakai adalah trans metatarsal (level amputasi lihat gambar skematis). Lokasi untuk melakukan amputasi:

b. Indikasi Operasiy y y y y y

Trauma Dead limb karena ganggan suplai vaskuler Malignant neoplasma Osteomyelitis kronis Infeksi yang mengancam nyawa Deformitas tungkai kongenital yang inoperable

c. Kontra indikasi operasi: keadaan umum yang jelek

Teknik Operasi Penatalaksanaan Amputasi Ekstremitas Anesthesia Anestesia spinal umum digunakan untuk amputasi ekstremitas bawah, anstesia umum untuk amputasi ekstremitas atas. Bisa juga digunakan anestesia blok leksus. Untuk amputasi jari bisa digunakan infiltrasi lokal anestesia. Teknik operasi

Amputasi atas-lutut Tempat terbaik untuk membagi femur adalah 8-10 cm ( selebar satu tangan). Gunakan spidol kulit untuk merencanakan insisi, yang harus membuat flap anterior maupun flap posterior memiliki panjang sama atau yang anterior sedikit lebih panjang. Bagi kulit dan jaringan subkutan sepanjang garis yang direncanakan. Hemostasis biasanya tidak sukar pada anggota gerak yang iskemik namun bisa terjadi perdarahan hebat pada anggota gerak yang septik. Ikat semua vena dengan menggunakan jarum serap 2/0. Perdalam insisi anterior sampai tulang, sambil memotong tendon quadriceps femoris. Vasa femoralis bersama-sama nervus poplitea media dan lateral dijumpai pada posisi posteromedial. Ikat rangkap pembuluh darah dengan benang serap. Sebelum memotong saraf, beri tegangan pada saraf sehingga saraf tertarik ke dalam puntung pada amputasi. Jika amputasi dilakukan pada tingkat yang lebih tinggi, nervus sciaticus bisa dijumpai. Nervus sciaticus diikuti oleh arteri yang harus didiseksi secara terpisah dan diikat sebelum saraf dipotong. Setelah memotong semua otot di sekeliling femur, ikat pembuluh yang tinggal dan hindari pemakaian diatermi. Periksa titik amputasi yang tepat dari femur dan kerok periosteum dari tulang di daerah ini. Otot-otot paha harus diretraksi ke arah proksimal untuk memberikan cukup ruang dalam menggunakan gergaji. Ini bisa dilakukan dengan bantuan beberapa pembalut abdomen atau retraktor khusus. Setelah memotong femur dan melepas tungkai bawah, tempatkan handuk bersih di bawah puntung dan istirahatkan puntung pada mangkok yang dibalik. Gunakan kikir untuk menghaluskan pinggir femur, kemudian bawa otot-otot depan dan belakang bersamaan menutup tulang dengan jahitan terputus benang serap ukuran 1. Pasang suction drain Insisi kulit Titik pemotongan tulang di bawah lapisan otot. Tempatkan jahitan lapis kedua yang lebih superfisial dalam otot dan jaringan subkutan karena ini akan membantu mendekatkan flap kulit. Jahit pinggir kulit dengan beberapa jahitan putus dengan benang non serap 2/0. Hindari memetik pinggir kulit dengan forsep bergigi. Tutup puntung dengan kasa dan kapas dan balut dengan crepe bandage. Amputasi bawah-lutut Titik optimum untuk amputasi adalah 14 cm dari tibial plateau, fibula dipotong 2 cm proksimal dari ini. Beri tanda insisi, dengan flap anterior berakhir tepat distal dari garis pemotongan tulang pada tibia dan flap posterior meluas ke bawah sampai tendon Achilles. Buat insisi sepanjang garis yang telah diberi tanda. Di posterior potong tendon Achilles dan perdalam insisi untuk memotong sisa otot dan tendon sampai tulang. Potong otot ke dalam sampai melintasi bagian depan. Fibula dipotong miring dengan gergaji Gigli, kemudian belah tibia 2 cm distal dari ini. Bersihkan otot dari tulang dengan elevator periosteum. Potong bevel anterior pertama kali dengan gergaji diagonal kemudian potong tegak lurus tibia. Bentuk sudut pada ujung bawah tibia ke arah atas dan pisahkan massa otot dari aspek posteriornya. Ikat rangkap semua pembuluh darah dan potong setiap saraf yang tegang. Lepas tungkai bagian distal. Flap posterior ditarik ke atas membungkus puntung tulang dan dijahit ke flap anterior. Flap posterior mungkin perlu dikurangi dengan eksisi jaringan otot. Tempatkan benang serap di antara otot di bagian posterior dan jaringan subkutan di anterior dan meninggalkan suction drain di bawah otot. Satukan pinggir kulit dengan jahitan putus benang

non-serap 2/0. Pangkas sudut-sudut flap posterior jika perlu agar bentuknya rapi. Tutup puntung dengan katun dan balut ketat dengan crepe bandage. Komplikasi operasiy y

Perdarahan Infeksi

Mortalitas Tergantung etiologinya Perawatan Pascabedah dan Follow upy y

Perawatan luka pada umumnya Rehabilitasi dengan pembuatan prostesis yang sesuai

Daftar Pustaka David S. Perdanakusuma, Penanganan Luka bakar, Airlangga University Press,2006 Dunphy Englebert J, MD, Way W Lawrence, MD, Current Surgical Diagnosis & Treatment. FK UI, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, Jilid ke 2 editor Arif Mawyur, Media Aesculapius, Jakarta 2000. Jonatan Oswani, Bedah Minor, Hal. 91-99, Medan Lawrance W. Way, Gerard M. Doherty, Current Surgical Diagnosis & Treatment, Eleventh Edition, Hal. 267-276, Penerbit Mc Graw-Hill Companies, 2003. M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlangga University Press, 2006 R. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Hal. 81-93. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1997. Sabiston, Devid C; Buku Ajar Bedah : Sabistons Essential Surgey, Alih Bahasa Petrus Andrianto, Timah I. S; editor, Jonatan Oswan - Jakarta : EGC, 1995, hal 228 - 231. Schwartz. Principles of Surgery. Ed. 7th. The McGraw-Hills Company, 1999 Soelarto Reksoparjo, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Hal. 435-442 UI, Jakarta .