Qiyas sebagai sumber hukum islam

21
QIYAS SEBAGAI METODE ISTINBAT HUKUM ISLAM MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ushul Fiqih Dosen Pengampu : Amin Farih Disusun Oleh : 1. Chyntia Ayu Puspaningtyas 133911061 2. Lina Indah Nurmalita 133911063 FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

Transcript of Qiyas sebagai sumber hukum islam

Page 1: Qiyas sebagai sumber hukum islam

QIYAS SEBAGAI METODE ISTINBAT HUKUM ISLAM

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ushul Fiqih

Dosen Pengampu : Amin Farih

Disusun Oleh :

1. Chyntia Ayu Puspaningtyas 133911061

2. Lina Indah Nurmalita 133911063

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2013 / 2014

Page 2: Qiyas sebagai sumber hukum islam

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang mana

atas rahmat dan karunia-Nya kita masih diberikan kesempatan untuk hidup dan

masih di izinkan untuk menikmati dan melihat keindahan ciptaan-Nya. 

Shalawat beserta salam marilah kita kirimkan kepada nabi kita Muhammad SAW,

yang mana beliau telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman

yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. 

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing,

yang telah memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah

ushul fiqih ini. Dan apabila makalah ini masih kurang sempurna, penulis meminta

kritik dan saran kepada pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Semarang, 27 Mei 2014

Penulis

1

Page 3: Qiyas sebagai sumber hukum islam

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dinamika hukum Islam dibentuk oleh adanya interaksi antara wahyu

dan rasio. Itulah yang berkembang menjadi ijtihad, upaya ilmiah menggali

dan menemukan hukum bagi hal-hal yang tidak ditetapkan hukumnya secara

tersurat (manshus) dalam syariah (al-kitab wa sunnah). Dengan demikian,

sumber hukum Islam terdiri atas: al-Qur'an, Sunnah, Ijma' dan akal. Selain

dari sumber hukum primer tersebut, dikenal juga adanya sumber-sumber

sekunder (al-mashadir al-tab'iyyah), yaitu: syariah terdahulu (syar' man

qablana). Pendapat sahabat Nabi (qaul al-shahabi), kebiasaan/adat-istiadat

(al'urf), Istihsan, Istishlah dan Istishhab.

Biasanya untuk hal yang pokok telah dicantumkan hukumnya dalam

al-quran maupun al-hadits. Qiyas menjadi sangat penting mengingat makin

banyak permasalahan baru dalam dunia islam yang berkaitan dengan syara`

seiring dengan perkembangan zaman. Untuk itu penganalogian masalah

hukum dengan tetap memperhatikan al-quran dan hadits sebagai acuan pokok

menjadi sangat penting untuk menghindari perpecahan dan kebutaan umat

terhadap perkara hukum syara`. Maka diperlukan Qiyas sebagai sumber

hukum islam yang ke 4 oleh sebab itu, pada pembahasan makalah kami ini

akan memaparkan sedikit tentang qiyas.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka kami merumuskan masalahnya pada

hal-hal sebagai berikut :

1. Pengertian Qiyas

2. Syarat-Syarat Qiyas

3. Macam - Macam Qiyas

2

Page 4: Qiyas sebagai sumber hukum islam

4. Qiyas sebagai metode istinbat hukum islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Qiyas

Menurut bahasa, qiyas berarti “menyamakan” sedang menurut istilah

ahli ushul, qiyas adalah menyamakan hukum suatu perkara yang belum ada

hukumnya dengan hukum perkara lain yang sudah di tetapkan oleh nash,

karena adanya persamaan dalam illat (alasan) hukum, yang tidak bisa di

ketahui dengan semata-mata memahami lafad-lafadnya dan mengetahui

dilalah-dilalah bahasanya.

Sebenarnya, pengertian qiyas syar’i di atas di ambil dari pengertian

bahasanya. Sebab qiyas menurut bahasa, berarti menyamakan. Perbedaan

antara dua defenisis di atas adalah bahwa defenisi yang pertama menjelaskan

bahwa qiyas dengan pengertian yang hakiki. Qiyas dalam pengertian ini

adalah merupakan hujjah ilahiyah  yang datang dari sisi Allah untuk

mengetahui hukum-Nya, dan bukan perbuatan yang di datangkan bagi

seseorang.

Adapun defenisi kedua,ia menegaskan makna qiyas secara majazi, yang

merupakan amalan para mujahid, yang di tegakkan untuk membistimbathkan

hukum syara’. Illat qiyas itu tidak dapat di ketahui dalam semata-mata

memahami lafad dan maknanya tetapi memerlukan pada pencerahan pikiran

dalam memperhaikan, beristidlal dan beristinbath hukum secara akal.1

B. Syarat-Syarat Qiyas

Qiyas memiliki syarat-syarat di antaranya :

 

1. Tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat darinya, maka tidak

dianggap qiyas yang bertentangan dengan nash atau ijma’ atau perkataan

1 Djazuli dan I. Nurol Aen, Ushul Fiqh, Metodologi Hukum Islam, Jakarta: Raja Grapindo,2000, hlm 24

3

Page 5: Qiyas sebagai sumber hukum islam

shohabat jika kita mengatakan bahwa perkataan shohabat adalah hujjah. Dan

qiyas yang bertentangan dengan apa yang telah disebutkan dinamakan sebagai

anggapan yang rusak ( االعتبار .(فاسد

Contohnya : dikatakan : bahwa wanita rosyidah (baligh, berakal, dan bisa

mengurus diri sendiri, pent) sah untuk menikahkan dirinya sendiri tanpa wali,

diqiyaskan kepada sahnya ia berjual-beli tanpa wali.

 

2. Hukum ashl-nya tsabit (tetap) dengan nash atau ijma’. Jika hukum ashl-nya

itu tetap dengan qiyas maka tidak sah mengqiyaskan dengannya, akan tetapi

diqiyaskan dengan ashl yang pertama, karena kembali kepada ashl tersebut

adalah lebih utama dan juga karena mengqiyaskan cabang kepada cabang

lainnya yang dijadikan ashlkadang-kadang tidak shohih. Dan karena

mengqiyaskan kepada cabang, kemudian mengqiyaskan cabang kepada ashl;

menjadi panjang tanpa ada faidah.

Contohnya : dikatakan riba berlaku pada jagung diqiyaskan dengan beras, dan

berlaku pada beras diqiyaskan dengan gandum, qiyas yang seperti ini tidak

benar, akan tetapi dikatakan berlaku riba pada jagung diqiyaskan dengan

gandum, agar diqiyaskan kepada ashl yang tetap dengan nash.

 

3. Pada hukum ashl terdapat ‘illah (sebab) yang diketahui, agar

memungkinkan untuk dijama’ antara ashl dan cabang padanya. Jika

hukum ashl-nya adalah perkara yang murni ta’abbudi (peribadatan yang tidak

diketahui ‘illah-nya, pent), maka tidak sah mengqiyaskan kepadanya.

Contohnya : dikatakan daging burung unta dapat membatalkan wudhu

diqiyaskan dengan daging unta karena kesamaan burung unta dengan unta,

maka dikatakan qiyas seperti ini adalah tidak benar karena hukum ashl-nya

tidak memiliki ‘illah yang diketahui, akan tetapi perkara ini adalah

murni ta’abbudi berdasarkan pendapat yang masyhur (yakni dalam madzhab

al-Imam Ahmad rohimahulloh, pent).

4

Page 6: Qiyas sebagai sumber hukum islam

5. ‘Illah-nya mencakup makna yang sesuai dengan hukumnya, yang

penetapan ‘illahtersebut diketahui dengan kaidah-kaidah syar’i,

seperti ‘illah memabukkan padakhomer.

Jika maknanya merupakan sifat yang paten (tetap) yang tidak ada

kesesuaian/hubungan dengan hukumnya, maka tidak sah

menentukan ‘illahdengannya, seperti hitam dan putih.

Contohnya : Hadits Ibnu Abbas rodhiyallohu anhuma : bahwa Bariroh diberi

pilihan tentang suaminya ketika ia dimerdekakan, Ibnu Abbas berkata :

suaminya ketika itu adalah seorang budak berkulit hitam.

6. Illat tersebut ada pada cabang sebagaimana ‘illat tersebut juga ada dalam

ashl, seperti menyakiti orang tua dengan memukul diqiyaskan dengan

mengatakan “uf/ah”. Jika ‘illat tidak terdapat pada cabangnya maka qiyas

tersebut tidak sah.

Contohnya : dikatakan ‘illah dalam pengharoman riba pada gandum adalah

karena ia ditakar, kemudian dikatakan berlaku riba pada apel dengan

diqiyaskan pada gandum, maka qiyas seperti ini tidak benar,

karena ‘illah (pada ashl-nya, pent) tidak terdapat pada cabangnya, yakni apel

tidak ditakar.2

 

C. Macam - Macam Qiyas

1. Qiyas Aulawi 

Yaitu bahwa ‘illat yang terdapat pada qiyas (furu’) lebih aula (utama) dari

pada illat yang ada pada tempat mengqiyaskan (ashl).

Seperti mengqiaskan memukul kepada kata-kata “ah” pada ibu bapak, karena

‘illatnya menyakiti maka hukumnya sama-sama berdosa. Sesuai Q.S Al

Isra’:23

2 Satria Effendi, M, zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005 ), hlm:335

Page 7: Qiyas sebagai sumber hukum islam

23. dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah

selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan

sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya

sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah

kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu

membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang

mulia[850].

[850] Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama

apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih

kasar daripada itu.

2. Qiyas Musawi 

Yaitu ‘illat yang terdapat bpada yang qiyaskan (furu’) sama dengan illat yang

ada pada tempat mengqiaskan (ashl). Karena itu hukum keduanya sama.

Seperti, mengqiaskan membakar harta anak yatim dengan memakan harta

anak yatim, karena illatnya sama-sama menghabiskan (melenyapkan). Sesuai

Q.S Al Isra’:23

10. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,

sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk

ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

3. Qiyas Dalalah 

Yaitu illat yang ada pada qiyas menjadi dalil (alasan) bagi hukum tetapi tidak

diwajibkan baginya (furu’). Seperti, mengqiaskan wajib zakat pada harta anak-

anak kepada harta orang dewasa yang telah sampai nisab, tetapi bagi anak-

anak tidak wajib mengeluarkan zakatnya diqiaskan pada haji tidak diwajibkan

atas anak - anak. Rasulullah SAW bersabda “Tidak wajib zakat, kecuali dari

orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad)

6

Page 8: Qiyas sebagai sumber hukum islam

4. Qiyas Syabab 

Yaitu menjadikan yang diqiaskan (furu’) dikembalikan kepada antara dua ashl

yang lebih banyak persamaan antara keduanya. Seperti mengqiyaskan budak

dengan orang merdeka, atau budak dengan benda (budak dapat dijual,

diwaqafkan, diwariskan dan jaminan). Jadi furu’nya budak dapat

dikembalikan kepada dua ashl : manusia merdeka dan harta kekayaan, tetapi

budak itu lebih banyak persamaaannya dengan harta benda,. Jadi qiyasnya

budak lebih tepat kepada harta kekayaan. Contoh lainnya seperti pembunuhan

tidak sengaja terhadap hamba yang dimiliki  oleh orang lain. sesuai Q.S

AnNisa:92

92. dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang

lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja, dan Barangsiapa membunuh

seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang

hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada

keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)

bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai)

antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat

yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba

sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka

hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk

7

Page 9: Qiyas sebagai sumber hukum islam

penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi

Maha Bijaksana.

5. Qiyas Adwan 

Yaitu yang diqiyaskan (furu’) terhimpun pada hukum yang ada pada tempat

mengqiaskan, seperti mengqiaskan memakai perak bagi laki-laki sama halnya

seperti memakai emas. انما ا والفضة الذهب انية فى وبشرب يأكل لذين

مسلم ( رواه نارجهنم بطنه فى )يجرجو

Artinya: orang yang makan dan minum dalam bejana emas dan perak,

sesungguhnya bergejolak pada perutnya api neraka jahanam.(HR.Muslim).3

D. Syarat – syarat Ashal

Syarat ashal

a) Hukum ashal itu adalah hukum yang telah tetap dan tidak mengandung

kemungkinan dinaskhkan (diganti atau dibatalkan)

b) Hukum itu ditetapkan berdasarkan syarak.

c) Dalil yang menetapkan ‘illat pada ashal itu adalah dalil khusus, tidak

bersifat umum

d) Ashal  itu tidak berubah setelah dilakukan qiyas

e) Hukum ashal itu tidak keluar dari kaidah-kaidah qiyas.

E. Syarat – syarat Furu’

Syarat-syarat furu’

a) Tidak ada nash dan ijma yang menetapkan hukum furu’ sebab qiyas ketika

terdapat nash atau ijma yang bertentangan dengannya, maa qiyas tersebut

merupakan qiyas yang batal (fasid) dan berdasarkan kepada illat yang

tidak di benarkan.

b) Antara furu’ dan ashal harus sama illat hukumnya, tidak ada berbedaan

antara keduanya, sehingga tidak ada mengqiyaskan sesuatu dengan

berbeda.

3 Sapiudin shiddiq, Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana , 2011) hlm 12-138

Page 10: Qiyas sebagai sumber hukum islam

F. Syarat – syarat Illat

Syarat-syarat illat

Syarat-syarat illat yang telah di sepakati para ulama ushul itu ada empat

macam:

a) Illat itu berupa sifat yang jelas

b) Illat itu harus berupa sifat yang sudah pasti

c) Illat itu harus berupa sifat yang sesuai (munasib) dengan hikmah hukum

d) Illat itu bukan hanya terdapat pada asal (pokok) saja.

G. Syarat – syarat Hukum Ashal

Syarat hukum ashal

a) Hukum ashal hendaknya di tetapkan oleh Al-Qur’an seperti keharaman

khamar sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya atau hukum ashal

hendaknya di tetapkan oleh hadist

b) Hukum ashal itu hendaknya dapat di salami akal (ma’kulul ma’na). 

Maksudnya akal mampu menentukan illatnya seperti keharaman khamar.

c) Hukum ashal hendaknya bukan merupakan hukum yang khusus. Sebab

hukum yang khusus tidak bisa di berlakukan kepada furu’ dengan cara

qiyas.4

H. Dalil-Dalil Kehujjahan Qiyas

Jumhur ulama telah mendatangkan dalil-dalil dari syariat untuk mendukung

kehujjahan qiyas, dan sekaligus membantah golongan-golongan yang

mengingkari dan peniadaan kehujjahan qiyas dalam syari’at golongan terakhir

ini disebut nuffatul qiyas (penolak qiyas).Berikut ini adalah dalil-dalil

kehujjahan qiyas :

1. Bahwa syari’at islam datang untuk mengatur kehidupan manusia;

memelihara hubungan mereka secar khusus maupun yang umum di antara

individu  dan masyarakat; Allah yang maha suci tidaklah mengutus para

4 Satria Effendi, M, zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005 ), hlm:419

Page 11: Qiyas sebagai sumber hukum islam

nabi dan rasul kepada manusia kecuali sebagai rahmat alam semesta.Allah

berfirman:

Artinya: “Dan tidaklah kami mengutus kamu ( muhammad   ) malainkan

sebagai rahmat bagi alam semesta (al-anbiya’:107)”.

2. Bahwa al-qur’an telah mempergunakan qiyas dalam mencukupkan dan

menetapkan hujjah serta menjelaskan sebagai hukum dan menetapkannya

jika sama, dan menghilangkannya jika berbeda.

3. Bahwa al-qur’an telah banyak menyuruh manusia untuk mengambil I’tibar

(pelajaran) dalam berbagai peristiwa.

4. Bahwa para sahabat  telah berjima’ atas kehujjahan qiyas.

5. Bahwa nash-nash al-qur’an dan as sunnah adalah terbatas dan sudah

selesai sedangkan peristiwa-pristiwa atau kejadian-kejadian zaman tiada

henti-hentinya terjadi.5

I. Qiyas sebagai Metode Istinbat Hukum Islam

Para pakar ushul fikih mengemukakan beberapa kritikan atas kelemah-

an qiyds dalam menghasilkan suatu hukum dari kasus yang sedang dihadapi.

Ada beberapa kritikan terhadap qiyas antara lain :

1.  Man'u al-hukm fi al-ashal. Maksudnya, seorang mujtahid mengemukakan

kritik bahwa ia tidak menerima adanya hukum pada ashal. Misalnya, pakar

Syafi'iyyah mengqiyaskan hukum wajib mencuci bejana yang dijilat babi

sebanyak tujuh kali pada hukum mencuci bejana sebanyak tujuh kali

apabila dijilat anjing.

2.  Man'u wujud al-wasfi fi al-ashal. Maksudnya, seorang mujtahid tidak

mengakui keberadaan sifat pada ashal tempat mengqiyaskan. Misalnya,

pakar ushul Syafi'iyyah dan sebagian pakar Malikiyyah mengatakan bahwa

tata urutan (tertib) dalam mencuci anggota wudhu adalah wajib dan wudhu

batal karena adanya hadas. Mereka mengqiyaskan wajibnya tertib dalam

berwudhu kepada tertib amalan yang dilakukan dalam salat, karena

keduanya sama-sama ibadah. Akan tetapi, pakar Hanafiyyah dan sebagian

5 Satria Effendi, M, zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005 ), hlm:3910

Page 12: Qiyas sebagai sumber hukum islam

pakar Malikiyyah mengemukakan kritikan bahwa sifat hadas\ dalam al-

ashal, yaitu salat, tidak ada, karena hadas\ itu sendiri, menurut mereka

tidak membatalkan salat. Yang membatalkan oleh hadas

adalah taharah, sekalipun dengan batalnya taharah yang membatalkan

shalat.

3.  Man'u kaun al-wasfi 'illatan. Maksudnya pengkritik mengatakan ia tidak

menerima sifat yang dianggap sebagai ‘illat itu sebagai ‘illat. Misalnya,

pakar Hanafiyyah mengatakan, wanita budak yang dimerdekakan orang

merdeka mempunyai hak pilih sebagaimana berlaku bagi budak laki-laki.

4.  Mu'aradah fi al-ashal. Misalnya, pakar ushul Syafi'iyyah mengqiyaskan

apel pada gandum dalam hal pemberlakuan riba fadl, karena keduanya

mempunyai ‘illat yang sama, yaitu jenis makanan. Akan tetapi, pakar

ushul Malikiyyah mengatakan bahwa "jenis makanan"

bukanlah ‘illat, karena yang menjadi ‘illat pada gandum itu, menurut

mereka adalah "makanan pokok" dan apel bukan sebagai makanan pokok.

5.       Mu'aradah wujud al-wasfi fi al-furu’. Maksudnya pengkritik menyatakan

penolakannya terhadap kevalidan suatu sifat yang dijadikan ‘illat pada

ashal. Misalnya, pakar Malikiyyah mengatakan memberi upah kepada

orang lain untuk menghajikan seseorang yang telah wafat adalah boleh,

dengan alasan bahwa haji adalah suatu pekerjaan yang bisa dikerjakan

orang lain; sama halnya dengan tukang jahit yang menerima upah jahitan

baju.

6.       Mu'aradah fi al-far'u min mayaqtadi naqid al-hukm. Maksudnya,

pengkritik mengemukakan bahwa terdapat pertentangan dalam furu’yang

membawa kepada pembatalan hukum ashal. Misalnya, pakar Syafi'iyyah

mengatakan bahwa seseorang yang berhutang, apabila mempunyai harta,

wajib membayar zakat dengan mengqiyaskan pada orang yang tidak

mampu. 'Illatnya,menurut mereka adalah sama-sama memiliki harta.

Akan tetapi, pakar Hanafiyyah dan Malikiyyah mengemukakan kritikan

11

Page 13: Qiyas sebagai sumber hukum islam

mereka dengan mengatakan bahwa terdapat pertentangan

pada furu’ yaitu adanya hutang.6

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Qiyas adalah menyamakan hukum suatu perkara yang belum ada

hukumnya dengan hukum perkara lain yang sudah di tetapkan oleh nash,

karena adanya persamaan dalam illat (alasan) hukum, yang tidak bisa di

ketahui dengan semata-mata memahami lafad-lafadnya dan mengetahui

dilalah-dilalah bahasanya. Dengan demikian qiyas bisa dipandang sebagai

prosese berfikir dalam rangka mengeluarkan hukum (istimbath), disamping itu

qiyas juga sebagai salah satu dalil yang dapat dijadikan petunjuk adanya

hukum oleh suatu kaidah yang sudah diakui kekuatan dan kebenarannya.

B. Saran

Demikian apa yang dapat disajikan oleh pemakalah, semoga dapat

memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya. Tentu makalah yang

singkat ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, untuk itu kritik

dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini dan

yang selanjutnya.

6 Djazuli dan I. Nurol Aen, Ushul Fiqh, Metodologi Hukum Islam, Jakarta: Raja Grapindo,2000, hlm 54-56

12

Page 14: Qiyas sebagai sumber hukum islam

DAFTAR PUSTAKA

Djazuli, I. Nurol Aen. Ushul Fiqh, Metodologi Hukum Islam. Jakarta: Raja

Grapindo, 2000.

Effendi,Satria, M, zein. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2005.

Shiddiq Saipudin, Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana , 2011.

13