Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

17
TERAPI MEDIKAMENTOSA PADA TRIGEMINAL NEURALGIA Dipresentasikan pada DIES NATALIS KE – 48 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Oleh : Lucky Riawan, drg., Sp BM NIP. 131 567 579 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2007

Transcript of Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

Page 1: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

TERAPI MEDIKAMENTOSA PADA TRIGEMINAL NEURALGIA

Dipresentasikan pada

DIES NATALIS KE – 48 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Oleh :

Lucky Riawan, drg., Sp BM NIP. 131 567 579

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG

2007

Page 2: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

Judul : Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal

Neuralgia

Penyusun : Lucky Riawan, drg., Sp.BM

NIP : 131 567 579

Bandung, Desember 2007

Mengetahui,

Kepala Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Padjadjaran

(Tis Karasutisna, drg., Sp.BM)

NIP. 130 779 427

Page 3: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

i

ABSTRAK

Trigeminal neuralgia (tic douloreux) merupakan suatu keadaan dengan

serangan sakit paroksismal yang singkat dan hebat serta unilateral yang dipicu oleh

rangsang sensoris lokal.Patogenesis dari trigeminal neuralgia belum diketahui, terjadi

dalam bentuk idiopatik dan simtomatik, dengan gejala rasa sakit seperti tikaman

(tertusuk) dengan waktu singkat, biasanya bertahan sampai 20 detik, selama serangan

terlihat seperti menangis, terbakar atau seperti tersengat listrik.

Terapi awal untuk trigeminal neuralgia biasanya dengan obat-obatan anti

konvulsan, seperti karbamazepine atau phenytoin. Baklofen, klonazepam, gabapentin

juga efektif dan dapat dikombinasikan untuk mengatasi rasa sakit.

Kata kunci : Paroksismal, multiple-sklerosis, anti konvulsan.

Page 4: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

ii

ABSTRACT

Trigemial neuralgia (tic douloureux) is a condition characterized by brief and

paroxysmal attact of intense unilateral pain that are triggered by local sensory stimuli.

The pathogenesis of trigeminal neuralgia is unknown, occurs in idiopathic and

symptomatic form, produces severe stabbing (lancinating) pain of short duration,

usually lasting less than 20 seconds, may be seen crying during an attack, searing,

burning or like an electrick shock.

Initial treatment for trigeminal neuralgia is usually by means of anti-

convulsant drugs, such as carbamazepine or phenytoin. Baclofen, clonazepam,

gabapentin may also be effective and may be used in combination to achieve pain

relief.

Key words : Paroxysmal, multiple-sclerosis, anti-convulsant

Page 5: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena

telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini. Makalah ini penulis persiapkan untuk melengkapi syarat dalam

memperoleh

Dalam penyusunan makalah ini banyak kesulitan dan hambatan yang penulis

kenaikan pangkat dalam kepegawaian negeri sipil.hadapi, meskipun demikian berkat

bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, penyusunan makalah ini dapat terlaksana

dengan baik.

Akhirnya kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Ilmu Kedokteran

Gigi umumnya bagi pembaca yang menaruh minat pada khususnya.

Bandung, Desember 2007

Penulis

Page 6: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK......................................................................................................................i

ABSTRACT...................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR..................................................................................................iii

DAFTAR ISI.................................................................................................................iv

PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1. ANATOMI NERVUS TRIGEMINUS......................................................................2

2. PATOFISIOLOGIS....................................................................................................2

3. KLASIFIKASI...........................................................................................................4

4. GEJALA DAN TANDA............................................................................................4

5. DIAGNOSIS..............................................................................................................5

6. TERAPI MEDIKAMENTOSA TRIGEMINAL NEURALGIA...............................6

6.1. KARBAMAZEPINE (TEGRETOL)..................................................................7

6.2. OXYKARBAZEPINE (TRILEPTAL)...............................................................8

6.3. PHENYTOIN (DILANTIN)...............................................................................8

6.4. BAKLOFEN (LIORESAL).................................................................................9

6.5. GABAPENTIN (NEURONTIN).........................................................................9

KESIMPULAN..............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................11

Page 7: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

1

PENDAHULUAN

Trigeminal neuralgia sudah dikenal dan tertulis dalam kepustakaan medis

sejak abad ke 16. Kepustakaan lama disebut juga dengan tic douloureux karena nyeri

sering menimbulkan spasme otot wajah pada sisi yang sama sehingga pasien tampak

meringis atau tic convulsive. Trigeminal neuralgia merupakan suatu kumpulan gejala

yang ditandai dengan serangan sakit yang hebat secara mendadak disertai spasme

wajah dalam waktu singkat. (Rose et al, 1997 ; Sharav, 2002)

Trigeminal neuralgia insidensi kejadiannya berkisar 70 dari 100.000 populasi

dan paling sering ditemukan pada orang berusia lebih dari 50 tahun atau lanjut usia.

Insidensinya akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Jarang ditemukan

pada usia muda. Pada usia muda lebih banyak disebabkan oleh tumor dan sklerosis

multiple. Kasus familial ditemukan pada 4% kasus. Tidak terdapat perbedaan ras dan

etnis serta insidensi pada wanita 2 kali lebih besar dibanding pria. (Bryce, 2004)

Gejala dan tanda dari trigeminal neuralgia adalah rasa nyeri berupa nyeri

neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal tajam, yang terbatas di daerah dermatom

nervus trigeminus yang berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit,

tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval bebas nyeri dan

umumnya unilateral. (Olesen, 1988)

Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang

lainnya berdasarkan anamnesa riwayat sakit pasien. Pemeriksaan penunjang lebih

bertujuan untuk membedakan trigeminal neuralgia yang idiopatik atau simptomatik.

Terapi pada pasien ini ada 2 macam yaitu medikamentosa dan pembedahan.

Perawatan secara medikamentosa berupa pemberian obat-obatan anti konvulsan

dengan cara menurunkan hiperaktivitas nukleus nervus trigeminus di dalam brain

stem. Pengobatan efektif pada 80% kasus. Pemberian obat dimulai dengan dosis yang

paling minimal, kemudian karena penyakit ini memiliki progresivitas dan rasa sakit

yang makin berat dan lebih sering maka dibutuhkan penambahan dosis dimana akan

menimbulkan suatu efek samping atau kontrol rasa sakit yang tidak adekuat.

Pemberian obat-obatan ini dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasi dengan

lainnya. Jika perawatan dengan obat-obatan sampai dosis maksimal dan dengan

kombinasi beberapa obat sudah tidak mengurangi rasa sakit lagi maka terapi dengan

pembedahan menjadi pilihan. (Rose, 1997; Loeser, 2001)

Page 8: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

2

1. ANATOMI NERVUS TRIGEMINUS

Nervus trigeminus atau saraf otak kelima atau saraf otak trifasial merupakan

saraf otak terbesar diantara 12 saraf otak, bersifat campuran karena terdiri dari

komponen sensorik yang mempunyai daerah persarafan yang luas yang disebut portio

mayor dan komponen motorik yang persarafannya sempit disebut portio minor.

Komponen-komponen ini keluar dari permukaan anterolateral bagian tengah pons dan

berjalan ke anterior pada dasar fossa kranialis posterior melintasi bagian petrosa

tulang pelipis ke fossa kranialis media. Komponen sensorik dan motorik bergabung

didalam ganglion trigeminus atau ganglion gaseri, kemudian berjalan bersama-sama

sebagai saraf otak kelima (Sharav, 2002 ; Brice, 2004)

Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang

menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris) serta wajah

bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus trigeminus adalah sensasi

sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol otot pengunyahan. Fungsi nervus

trigeminus harus dibedakan dengan nervus fasialis (nervus cranialis ke VII) yang

mengontrol semua gerakan wajah. (Kaufman, 2001)

Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang disebut

ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan kebelakang kearah sisi

brain stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem, sinyal akan berjalan terus mencapai

kelompok neuron khusus yang disebut nukleus nervus trigeminal. Informasi dibawa

ke brain stem oleh nervus trigeminus kemudian diproses sebelum dikirim ke otak dan

korteks serebral, dimana persepsi sensasi wajah akan diturunkan. (Kaufman AM,

2001)

2. PATOFISIOLOGIS

Patofisiologis terjadinya suatu trigeminal neuralgia sesuai dengan penyebab

terjadinya penyakit tersebut. Penyebab-penyebab dari terjadinya trigeminal neuralgia

adalah penekanan mekanik oleh pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya,

penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel, kerusakan secara fisik dari nervus

trigeminus oleh karena pembedahan atau infeksi, dan yang paling sering adalah faktor

yang tidak diketahui. (Sharav, 2002 ; Brice, 2004)

Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brain

stem yang paling sering terjadi, sedangkan diatas bagian nervus trigeminus/portio

Page 9: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

3

minor jarang terjadi. Pada orang normal pembuluh darah tidak bersinggungan dengan

nervus trigeminus. Penekanan ini dapat disebabkan oleh arteri atau vena baik besar

maupun kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada nervus trigeminus.

Arteri yang sering menekan akar nervus ini adalah arteri cerebelar superior.

Penekanan yang berulang menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya

lapisan mielin (demielinisasi) pada serabut saraf. Sebagai hasilnya terjadi peningkatan

aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus

trigeminus dan menimbulkan gejala trigeminal neuralgia. Teori ini sama dengan

patofisiologi terjadinya trigeminal neuralgia oleh karena suatu lesi atau tumor yang

menekan atau menyimpang ke nervus trigeminus. (Kaufmann, 2001 ; Bryce, 2004)

Pada kasus sklerosis multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang

ditandai dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah

melibatkan sistem nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia

trigeminal. Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi pada usia

muda sesuai dengan kecenderungan terjadinya sklerosis multipel. (Olessen, 1988 ;

Kaufmann, 2001 ; Passon, 2001)

Adanya perubahan pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan

potensial aksi ektopik berupa letupan spontan pada saraf. Aktivitas ektopik ini

terutama disebabkan karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion

natrium sehingga menurunnya nilai ambang membran. Kemungkinan lain adalah

adanya hubungan ephaptic antar neuron, sehingga serabut saraf dengan nilai ambang

rendah dapat mengaktivasi serabut saraf yang lainnya dan timbul pula cross after

discharge. (Sharav, 2002 ; Bryce, 2004)

Selain itu aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori

glutamat. Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-5-

methyl-4-isaxole propionic acid (AMPA) di post sinap sehingga timbul depolarisasi

dan potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan disusul dengan aktifnya reseptor

glutamat lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah ion magnesium yang

menyumbat saluran di reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini akan menyebabkan

saluran ion kalsium teraktivasi dan terjadi peningkatan kalsium intra seluler.

Mekanisme inilah yang menerangkan terjadinya sensitisasi sentral. (Rose, 1997 ;

Loeser, 2001)

Page 10: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

4

3. KLASIFIKASI

Trigeminal neuralgia menurut International Headache Society, 1988 dibagi

atas 2 yaitu idiopatik dan simptomatik. (Olesen J et al, 1988)

3.1. Trigeminal neuralgia idiopatik : Jika dalam pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan

fisik dan neurologik serta pemeriksaan penunjang tidak ditemukan penyebab

dari nyeri wajah.

3.2. Trigeminal neuralgia simptomatik : penyebab nyeri wajahnya dapat diketahui

dari pemeriksaan penunjang tertentu atau pada eksplorasi fossa posterior.

4. GEJALA DAN TANDA

Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut : (olesen,

1988; Passon, 2001; Sharav, 2002; Brice, 2004)

4.1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam, seperti

menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang

berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari

dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval bebas

nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.

4.2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan yang

karakteristik nyeri unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus

mandibularis (V2) 19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi

keduanya 35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah.

Jarang sekali hanya terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien

nyeri terasa diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus

maksilaris dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada

daerah distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%). Nyeri bilateral

3,4%, nyeri jarang terasa pada kedua sisi bersamaan, umumnya diantara kedua

sisi tersebut dipisahkan beberapa tahun. Kasus bilateral biasanya berhubungan

dengan sklerosis multiple atau familial.

4.3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti perabaan

ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Akibatnya pasien akan mengalami

kesulitan atau timbul saat gosok gigi, makan, menelan, berbicara, bercukur

wajah, tersentuh wajah, membasuh muka bahkan terhembus angin dingin.

Biasanya daerah yang dapat mencetuskan nyeri (triger area) diwajah bagian

Page 11: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

5

depan, sesisi dengan nyeri pada daerah percabangan nervus trigeminus yang

sama. Bila triger area didaerah kulit kepala, pasien takut untuk berkeramas atau

bersisir.

4.4. Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau

lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi

dan beratnya serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu.

4.5. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri atipikal

yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal. Nyeri terasa

tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung beberapa hari

sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut

sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental. Pemberian terapi anti konvulsan

dapat meredakan nyeri preneuralgia trigeminal sehingga cara ini dapat dipakai

untuk membedakan kedua nyeri tersebut.

4.6. Pada pemeriksaan fisik dan neurologik biasanya normal atau tidak ditemukan

defisit neurologik yang berarti. Hilangnya sensibilitas yang bermakna pada

nervus trigeminal mengarah pada pencarian proses patologik yang

mendasarinya, seperti tumor atau infeksi yang dapat merusak syaraf. Pada tumor

selain nyerinya atipikal dan hilangnya sensibilitas, disertai pula gangguan pada

syaraf kranial lainnya.

5. DIAGNOSIS

Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang

lainnya. Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan bersama-sama

pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang serius. Diagnosa

ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan klinis dan uji klinis untuk

mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan. Kriteria

diagnosa dari trigeminal neuralgia disesuaikan dengan yang dikemukakan oleh

klasifikasi Internatianal Headache Society 1988. (Olesen, 1988; Sharav, 2002; Brice,

2004)

Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal

neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat keberadaan

tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

MRI ini sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk melihat kelainan

pembuluh darah. Diagnosa trigeminal neuralgia dibuat dengan mempertimbangkan

Page 12: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

6

riwayat kesehatan dan gambaran rasa sakitnya. Sementara tidak ada pemeriksaan

diagnostik yang dapat mempertegas adanya kelainan ini. Teknologi CT Scan dan MRI

sering digunakan untuk melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang

menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI angiography)

pada nervus trigeminal dan brain stem dapat menunjukkan daerah nervus yang

tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk

menentukan stimuli pemicu, dan lokasi yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan

termasuk inspeksi komea, nostril, gusi, lidah dan dipipi untuk melihat bagaimana

daerah tersebut merespon sentuhan dan perubahan suhu (panas dan dingin). (Brice

DD, 2004)

6. TERAPI MEDIKAMENTOSA TRIGEMINAL NEURALGIA

Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi

medikamentosa dan terapi pembedahan. Telah disepakati bahwa penanganan lini

pertama untuk trigeminal neulalgia adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah

hanya dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan. (Losser,

2001)

Sebagai suatu penyakit yang memiliki progresivitas dan rasa sakit yang makin

menjadi berat dan lebih sering, penembahan dosis dan kombinasi obat-obatan

sangatlah dibutuhkan dimana akan menimbulkan suatu efek samping atau kontrol rasa

sakit yang tidak adekuat. Setiap pasien memiliki toleransi yang berbeda terhadap

obat-obatan dan rasa sakitnya. Untuk itu banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan

dalam pemberian obat anti konvulsi untuk pengobatan trigeminal neuralgia.

Pemberian obat diberikan secara bertahap, diawali dengan dosis minimal, jika terjadi

peningkatan progresivitas rasa sakit maka dosis dinaikkan sampai dosis maksimal

yang dapat ditoleransi tubuh. Pada penggunaan dosis diatas minimal, dalam

pengurangan dosis, juga harus dilakukan secara bertahap. Pemberian obat umumnya

dimulai dengan pemberian 1 jenis. Dosisnya ditambah sesuai dengan kebutuhan dan

toleransinya. Jika 1 jenis obat tidak menunjukan efektifitasnya, obat-obatan alternatif

lain dapat dicoba secara tunggal atau kombinasi. (Grant, 1992; Ganiswara, 1995)

Saat ini obat-obatan yang digunakan untuk terapi adalah obat-obatan anti

konvulsi seperti karbamazepine (tegretol), phenitoin (dilandin), oxykarbazepine

(trileptal), dan gabapentin (neurontin). Tidak seperti sakit neuropatik lainnya,

trigeminal neuralgia hanya merespon anti konvulsan dan tidak merespon anti depresan

Page 13: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

7

atau opioid. Obat anti konvulsan dapat mengurangi serangan trigeminal neuralgia

dengan menurunkan hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di dalam brain stem.

(Ganiswara, 1995; Peterson, 1998; Kaufmann AM, 2001; Sharav, 2002; Brice, 2004)

6.1. KARBAMAZEPINE (TEGRETOL)

Karbamazepine memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada tabes

dorsalis dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Awalnya

obat ini hanya dipergunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia, kemudian

ternyata obat ini efektif juga terhadap bangkitan partial kompleks dan bangkitan

tonik-tonik seperti epilepsi. Atas pertimbangan untung rugi penggunaan

karbamazepine maka tidak dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan yang dapat

diatasi dengan analgesik biasa. Sebagian besar penderita trigeminal neuralgia

mengalami penurunan sakit yang berarti dengan menggunakan obat ini.

Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat luas, khususnya

gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan agranulositosis maka

pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk melakukan

pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang selama

pengobatan.

Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness, mental

confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan anorexia. Terdapat

juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin rash,

gangguan darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic anemia,

keracunan hati, congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi seksual.

Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal (rendah). Jika

efek samping yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari dapat dikurangi 1-3

perhari, sebelum mencoba menambah dosis perharinya lagi.

Karbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 600-1200 mg, dimana hampir

70% memperlihatkan perbaikan gejala. Meta analisa tegretol yang berisi

karbamazepine mempunyai number needed to treat (NNT) 2,6 (2,2 – 3,3). Dosis

dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil perhari, yang secara bertahap dapat

ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul efek samping. Selama periode

remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap. Karbamazepine dapat dikombinasi

dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri membandel, atau diubah ke

oxykarbazepine.

Page 14: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

8

6.2. OXYKARBAZEPINE (TRILEPTAL)

Oxikarbazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana mempunyai efek

samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan dapat meredakan

nyeri dengan baik. Trileptal atau oxikarbazepine merupakan suatu bentuk dari

trigretol yang efektif untuk beberapa pasien trigeminal neuralgia.

Dosis umumnya dimulai dengan 2 x 300mg yang secara bertahap ditingkatkan

untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 2400-3000mg perhari. Efek

samping yang paling sering adalah nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor.

Efek samping yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran pernafasan,

pandangan ganda dan perubahan elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure lainnya,

penambahan dan pengurangan obat harus secara bertahap.

6.3. PHENYTOIN (DILANTIN)

Phenitoin merupakan golongan hidantoin dimana gugus fenil atau aromatik

lainnya pada atom C5 penting untuk pengendalian bangkitan tonik-klonik.

Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat anti

konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus

kebagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel lainnya yang juga mudah

terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung. Phenitoin juga mempengaruhi

perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya dengan lebih

mengaktifkan pompa Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan beberapa bangkitan

parsial dapat pulih secara sempurna.

Phenitoin harus hati-hati dalam mengkombinasikan dengan karbamazepine karena

dapat menurunkan dan kadang-kadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma,

sebaiknya diikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma.

Phenitoin dengan kadar dalam serum 15-25 g/mL pada 25% pasien trigeminal

neuralgia dapat meredakan nyeri. Kadar obat tersebut diatas dipertahankan selama

3 minggu, jika nyeri tidak berkurang sebaiknya obat dihentikan karena dosis yang

lebih tinggi akan menyebabkan toksisitas.

Phenytoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal neuralgia

dengan dosis 300-500 mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Phenytoin dapat juga

diberikan secara intra vena untuk mengobati kelainan ini dengan eksaserbasi yang

berat. Dosis maksimum tergantung keparahan efek samping yang ditimbulkannya

Page 15: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

9

adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga mengantuk serta

kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingiva dan hypertrichosis.

Komplikasi serius tapi jarang terjadi adalah allergic skin rashes, kerusakan liver

dan gangguan darah.

6.4. BAKLOFEN (LIORESAL)

Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat

dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru

terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransi

karbamazepine. Dosis awalnya 2-3x5 mg dalam sehari, dan secara bertahap

ditingkatkan. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 50-80 mg

perhari. Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminal

neuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.

Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian baklofen adalah

mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh dihentikan

secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi atau

serangan jantung.

6.5. GABAPENTIN (NEURONTIN)

Gabapentin dengan struktur seperti neurotransmiter inhibitor gamma-

aminobutyric acid (GABA). Obat ini kemungkinan bekerja dengan memodulasi

saluran kalsium pada alfa-2 delta subunit dari voltage-dependent calcium chanel.

Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya

dengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya

3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan paling

sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua obat,

penghentian secara cepat harus dihindari.

KESIMPULAN

Trigeminal neuralgia merupakan salah satu kelanan nyeri orofasial yang

disebabkan adanya gangguan nervus trigeminus. Kelainan ini sangat mengganggu,

sehingga dapat menurunkan kualitas hidup pasien.

Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah

lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat dan mengetahui

Page 16: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

10

secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan. Kriteria diagnosa

dari trigeminal neuralgia disesuaikan dengan yang dikemukakan oleh klasifikasi

Internasional Headache Society 1988.

Penanganan lini pertama untuk trigeminal neuralgia adalah terapi dengan obat-

obatan. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan apabila terapi dengan obat-obatan

mengalami kegagalan. Hampir 80% terapi dengan obat-obatan dapat mengurangi

penderitaan pasien.

Page 17: Pustaka Unpad Terapi Medikamentosa Pada Trigeminal Neuralgia

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Bryce DD, 2004, Trigeminal Neuralgia. http :// Facial Neuralgia, org/conditins.

2. Fred G. Barker, et al, 2005 , Trigeminal Neuralgia and Hemifacial Spasm Center,

file://G:\Trigeminal Neuralgia-Hemifacial Spasm Homepage at MGH-

Harvard.htm

3. Ganiswara dkk, 1995, Farmakologi dan terapi, edisi 4, Bagian Farmakologi FK UI,

Jakarta

4. Grant SM et al, 1992, Oxacacarbazepine. A Review of its Pharmacology &

Therapeutic Potential in Epilepsy, Trigeminal Neuralgia & Affective disorders, In:

Drugs 43 (6) : 873-81

5. Kaufman AM, 2001, Your Complete guide to trigeminal neuralgia,

http://www.umanitoba.co/cranial nerves

6. Loeser JD, 2001, Cranial Neuralgia, In : Banica’s Management of Pain,

Philadelphia, Lipincott William & Wilkins, co : 855-61

7. Olesen J, 1988, Classification & Diagnostic Criteria for Headache Disorders,

Cranial neuralgias & Facial Pain, 1st ed, Oslo, The Norwegian Univ, Press

8. Passos JH et al, 2001, Trigeminal Neuralgia, in the online Journal of Dentistry &

Oral Medicine, http.//www.epub.org.br/ojdom

9. Peterson EJ, 1988, Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, Mosby Co., St

louis

10. Rose FC et al, 1977, Carbamazepine in the Treatment of Non-seizure Disorders :

Trigeminal Neuralgia, Other Painful Disorders & Affective Disorders, Rev

Contemp Pharmacother 8: 123-43

11. Sharav Y, 2002, Orofacial Pain : Dental Vascular & Neuropathic, In: Pain-An

Updated Review, Seattle, IASP Press, Hal: 440-2