Pud
-
Upload
vino-g-albert -
Category
Documents
-
view
47 -
download
4
Transcript of Pud
LAPORAN KASUS
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL (PUD)
disusun Oleh :
Uus Sustan Nugraha
NPM (02310180)
Pembimbing :
dr.H.Sugianto, Sp.OG
STASE OBSTETRI & GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT DJOELHAM BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan laporan kasus Ilmu kandungan dan
kebidanan yang berjudul “PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL (PUD)”.
Laporan kasus ini disusun sebagai bagian dalam rangka memenuhi salah satu tugas
kami sebagai mahasiswa kedokteran yang mengikuti program studi profesi dokter di bagian
Ilmu kandungan dan kebidanan Fakultas kedokteran Malahayati.
Saya juga mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada pihak yang telah
membantu, kepada yang terhormat dr.H.Sugianto, Sp.OG sehingga laporan kasus ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktunya.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak
kekurangan baik dalam penulisan maupu keterbatasan referensi.Oleh karena itu kritik dan
saran saya harapan.
Akhir kata semoga laporan kasus ini dapat berguna dan memberikan pengetahuan bagi kita
dalam mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan dengan tepat apabila menemukan kasus
ini dikemudian hari.
Binjai, Januari 2013
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan Uterus merupakan suatu masalah kesehatan yang cukup penting di negara
yang sedang berkembang terlihat dari laporan mengenai indikasi terbanyak alasan kasus
rujukan kepada ginekolog di negara berkembang untuk penanganan bedah akibat kelainan
haid pada usia di atas 40 tahun, perdarahan intermenstrual yang persisten, kegagalan terapi
medikamentosa, serta keluhan-keluhan yang berkaitan dengan dismenorre yang berat.
Perdarahan Uterus yang tidak normal disebabkan oleh banyak hal akan tetapi pada
perdarahan uterus disfungsional tidak ditemukan sesuatu sebab organik pada genitalia
interna, dan juga tidak ditemukan sesuatu latar belakang lain seperti suatu kelainan medis dan
kejiwaan yang bisa menerangkan terjadinya perdarahan. Keluhan yang paling banyak
dikemukakan adalah perdarahan hebat, banyak yaitu lebih dari 80 cc/bulan; keadaan ini akan
berakibat timbulnya anemia yang perlu ditangani, karena untuk mendiagnosisnya diperlukan
kemampuan untuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan penyakit atau kelainan-
kelainan lain penyebab perdarahan yang abnormal maka para klinisi dituntut dapat
mendiagnosis dan mengevaluasi kelainan ini melalui pendekatan bertahap yang logis.
Suatu keadaan yang ditandai dengan perdarahan banyak, berulang dan berlangsung
lama.Perdarahan tersebut berasal dari uterus namun bukan disebabkan oleh penyakit organ
dalam panggul, penyakit sistemis ataupun kehamilan. Oleh karena itu diagnosis PUD
ditegakkan dengan menyingkirkan diagnosis bandingnya. Kebanyakan (90%) perdarahan
yang terjadi akibat anovulasi.Dapat dikatakan bahwa dengan batasan mana pun yang dipakai
etiologi PUD adalah multifaktorial; sulit didefinisikan secara jelas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENGERTIAN
Dysfunctional uterine bleeding (DUP) atau perdarahan uterus disfungsional adalah
perdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar siklus menstruasi,
karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormon (hipotalamus, hipofisis, ovarium,
endometrium), tanpa kelainan organ. Perdarahan ini juga didefinisikan sebagai menstruasi
yang banyak dan atau tidak teratur tanpa adanya patologi pelvik yang diketahui.
KLASIFIKASI
a. Perdarahan Uterus Disfungsional pada Usia Remaja
Etiologinya diperkirakan karena disfungsi dari mekanisme kerja hipotalamus – hipofisis yang
mengakibatkan anovulasi sekunder. Pada masa ini ovarium masih belum berfungsi dengan
baik dan pada remaja yang mengalami perdarahan disfungsional sistem mekanisme siklus
feedback yang normal belum mencapai kematangan. Kenaikan kadar estrogen tidak
menyebabkan penurunan produksi FSH dan oleh karena itu produksi estrogen berjalan terus
dan bertambah banyak. Kadar estrogen yang berfluktuasi dan berlangsung tanpa
keseimbangan progesteron mengakibatkan pertumbuhan endometrium yang berlebihan dan
tidak teratur diikuti oleh pelepasan yang tidak beraturan dari lapisan-lapisan endometrium
sehingga terjadi perdarahan yang beragam baik dalam hal jumlah dan lamanya maupun dalam
hal frekuensi atau panjang siklusnya.
b. Perdarahan Uterus Disfungsional pada Masa Reproduksi
Ada tiga macam perdarahan disfungsional sebagai berikut :
1) Perdarahan teratur siklusnya namun jumlahnya melebihi daripada biasa (hypermenorrhoe),
terjadi pada masa haid, yang mana hal itu sendiri biasa teratur atau tidak. Perdarahan
semacam ini sering terjadi dan haidnya biasanya anovulasi. Biasanya 90% disebabkan
oleh lesi organik dan kadang-kadang bisa terjadi pada ketegangan psikologi dan pada
pemeriksaan histologi endometrium menunjukkan tanda-tanda pengaruh gestagen yang
tidak cukup.
2) Perdarahan berulang atau intermitten yang terjadi di luar siklus haid, misalnya terjadi pada
masa pertengahan antara dua masa haid atau dalam fase post menstruasi. Yang pertama
disebabkan penurunan kadar estrogen akibat peristiwa ovulasi dan perubahan fungsi
folikel
de Graff menjadi korpus luteum, dan pada yang kedua disebabkan oleh involusio yang
terlambat atau persistensi dari korpus luteum yang terus menghasilkan progesteron
walaupun dalam kadar yang lebih rendah beberapa hari setelah proses degenerasi pada
endometrium dimulai sehingga perdarahan endometrium yang terjadi bisa banyak sekali
hypermenorrhoe yang demikian bisa juga terjadi disebabkan produksi progesteron yang
tidak mencukupi oleh korpus luteum dan perdarahan telah dimulai sehingga beberapa hari
sebelum haid (perdarahan premenstruasi).
3) Yang jarang adalah episode perdarahan yang cukup banyak yang terjadi pada sembarang
waktu dalam siklus haid dan tidak disertai ovulasi. Penyebabnya belum jelas, tetapi
keadaan kongesti lokal dalam pelvis misalnya oleh karena kurang gerak badan,
rangsangan seksual yang tidak memuaskan. Akibat disharmoni dan ketidakbahagiaan
pernikahan dan pengaruh psikologis, semuanya dapat menjadi faktor predisposisi bagi
terjadinya disfungsi ovarium yang pada akhirnya bisa menyebabkan produks estrogen
terganggu sedemikian rupa dan jauh melebihi kadar ambang proliferasi. Kadar estrogen
yang jauh daripada kadar ambang ini bisa menyebabkan perdarahan pada endometrium.
c. Perdarahan Uterus Disfungsional pada Masa menjelang menopause.
Beberapa tahun menjelang menopause fungsi ovarium mengalami kemunduran karena
secara histologi di dalam korteks ovarium hanya tersisa sedikit jumlah folikel primordial
yang resisten terhadap gonadotropin. Sekalipun terus terangsang oleh gonadotropin akan
tetapi folikel tersebut tidak akan mampu menghasilkan jumlah estrogen yang cukup.
Kekurangan estrogen yang berkelanjutan pada akhirnya akan menuju pada kemunduran
peristiwa-peristiwa yang fungsinya bergantung pada kecukupan estrogen seperti ovulasi,
menstruasi, kekuatan jaringan vagina dan vulva. Masa ini dikenal dengan masa klimaterium.
Dalam periode ini timbullah gejala-gejala kekurangan estrogen seperti hypermenorrhoe dan
haid yang tidak teratur. Namun, tidak semua wanita akan mengalami kekurangan estrogen
dalam masa ini bahkan sebaliknya dapat juga mengalami kelebihan estrogen bebas yang
beredar, karena dalam masa ini terjadi kekurangan globulin pengikat hormon kelamin
sementara kelenjar adrenal masih tetap menghasilkan estrogen.
INSIDENSI
A. 50% penderita berusia antara 40-50 tahun.
B. 20% penderita adalah remaja.
ETIOLOGI
Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional (PUD) belum
diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim
disfungsional, antara lain :
• Kegemukan (obesitas)
• Faktor kejiwaan
• Alat kontrasepsi hormonal
• Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices)
• Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (PUD), misalnya:
trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah), Kencing Manis
(diabetus mellitus), dan lain-lain
• Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ reproduksi, kista
ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain lain.
PATOGENESIS
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi (pengeluaran sel
telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan lain, misalnya pada wanita
premenopause (folikel persisten).Sekitar 90% perdarahan uterus disfungsional (perdarahan
rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.
Pada siklus ovulasi.
Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan
waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon estrogen, sementara
hormon progesteron tetap terbentuk.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa reproduksi. Hal ini
karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen berlebihan sedangkan hormon
progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami penebalan
berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang
memadai. Nah, kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim
yang rapuh. Di lain pihak, perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di
satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan
rahim berkepanjangan.
PATOFISIOLOGI
Pada siklus haid yang normal atau yang berovulasi, perubahan yang dialami kelenjar-
kelenjar, pembuluh darah, dan komponen stroma dari endometrium berturut-turut terjadi
sesuai dengan pengaruh estrogen dan progesteron yang secara teratur dan bergiliran
dihasilkan oleh folikel dan korpus luteum atas pengaruh gonadotropin (FSH dan LH) yang
dihasilkan hipofisis setelah menerima rangsangan faktor-faktor pelepas gonadotropin dari
hipotalamus. Perubahan anatomi dan fungsonal ini dari endometrium berulang kembali setiap
28 hari yang secara berurutan dapat dibagi ke dalam 4 fase : 1) fase menstruasi, 2) fase pra
ovulasi, 3) fase ovulasi, dan 4) fase sekresi/pasca ovulasi (pre menstruasi). Pada perdarahan
uterus disfungsional tidak ditemukan empat fase ini secara baik dan teratur pada
endometrium. Perdarahan uterus disfungsi dapat terjadi pada siklus ovulatoar, anovulatoar
maupun pada keadaan folikel persisten.
· PUD pada siklus anovulatoar
Pada keadaan anovulasi korpus luteum tidak terbentuk, akibatnya siklus haid dipengaruhi
oleh hormon estrogen yang berlebihan dan kurangnya hormon progesteron. Penyebab pasti
dari perdarahan dengan siklus anovulatoar ini belum diketahui, beberapa kemungkinan yang
terjadi bila :
1. Perdarahan pada masa menarche biasanya keadaan ini dihubungkan dengan belum
matangnya fungsi hipotalamus dan hipofisis.
2. Perdarahan pada masa reproduksi sering disebabkan karena gangguan di hipotalamus
sehingga terjadi lonjakan kadar LH sehingga tidak terjadi ovulasi.
3. Perdarahan yang terjadi pada masa premenopause sering disebabkan karena kegagalan
ovarium dalam menerima rangsangan hormon gonadotropin.
· PUD pada siklus ovulatoar
Perdarahan yang terjadi pada siklus ovulatoar berbeda dari perarahan pada suatu haid yang
normal, dan hal ini dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu :
1. Perdarahan pada pertengahan siklus
Perdarahan yang terjadi biasanya sedikit, singkat dan dijumpai pada pertengahan
siklus. Penyebabnya adalah rendahnya kadar estrogen.
2. Perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium.
Perdarahan yang terjadi biasanya banyak dan memanjang. Keadaan ini disebabkan
oleh adanya korpus luteum persisten dan kadar estrogen rendah sedangkan
progesteron terus terbentuk.
3. Perdarahan bercak (spotting) pra haid dan pasca haid.
Perdarahan ini disebabkan oleh insufisiensi korpus luteum, sedangkan pada masa
pasca haid disebabkan oleh defisiensi estrogen, sehingga regenerasi endometrium
terganggu.
· PUD pada keadaan folikel persisten
Keadaan ini sering dijumpai pada masa pra menopause dan jarang terjadi pada masa
reproduksi. Pada keadaan ini endometrium secara menetap dipengaruhi oleh estrogen,
sehingga terjadi hiperplasia endometrium, yang bervariasi dari pertumbuhan yang ringan
sampai berlebihan. Terdapat 3 jenis hiperplasia endometrium yaitu : tipe simpleks, tipe
kistik, dan tipe atipik. Secara histopatologis akan ditemukan penambahan endometrium dari
kelenjar maupun stromanya. Keadaan ini sering menyebabkan keganasan endometrium,
sehingga memerlukan penanganan yang seksama, setelah folikel tidak mampu lagi
membentuk estrogen maka terjadi perdarahan lepas estrogen. Gambaran klinis pada
kelainan jenis ini biasanya mula-mula berupa haid biasa, kemudian terjadi perdarahan
sedikit dan selanjutnya akan diikuti perdarahan yang makin banyak terus menerus disertai
gumpalan.
Gangguan perdarahan pada perdarahan uterus disfungsional dapat berupa gangguan panjang
siklus, gangguan jumlah dan lamanya perdarahan berlangsung, dan gangguan keteraturan.
Gangguan panjang siklus umumnya akibat disfungsi hipotalamus dan dapat berupa :
· Oligomenorrhoe, yaitu haid jarang, siklus panjang, siklus haid lebih dari 35 hari.
· Polymenorrhoe, yaitu haid sering datang, siklus pendek, kurang dari 21 hari.
Gangguan jumlah dan lama perdarahan dapat berupa :
· Hypomenorrhoe, yaitu haid yang disertai perdarahan yang ringan dan berlangsung
hanya beberapa jam sampai 1- 2 hari saja.
· Hypermenorrhoe (menorrhoe), yaitu haid yang teratur tetapi jumlah darahnya
banyak.
· Metrorrhagi, yaitu perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungan dengan
haid.
· Menometorrhagi, yaitu perdarahan yang berlangsung lebih lama dari 14 hari.
Keadaan lain yang terjadi pada penderita-penderita PUD adalah meningkatnya aktifitas
fibrinolotik pada endometrium. Terjadi peningkatan kadar prostaglandin yaitu PGF 2, PGE
2 dan prostasiklin (prostasiklin mengakibatkan relaksasi dinding pembuluh darah dan
berlawanan dengan aktivitas agregasi trombosit sehingga terjadi perdarahan yang lebih
banyak. Peningkatan rasio PGF 2, PGE 2, mengakibatkan vasodilatasi, relaksasi
miometrium dan menurunnya agregasi trombosit sehingga kehilangan darah haid lebih
banyak. Mekanisme patofisiologi PUD diatas dapat dilihat dari gambar dibawah ini:
stimulasi estrogen dominan, tidak mendapat perimbangan dan berlangsung terus menerus
proliferasi
penambahan lapisan pembuluh darah dan kelenjar-kelenjar
pertumbuhan endometrium berlebihan akibat stimulasi estrogen
pelepasan endometrium ireguler
Skema & Mekanisme terjadinya PUD
Makin tinggi rasio PGF 2 : PGE2, terjadinya menoragi dan
menometroragi akan meningkat. Perdarahan uterus disfungsional bervariasi
antara tiga kelompok umur yaitu masa remaja, usia reproduksi dan
perimenopause. Perdarahan pada kelompok remaja dan perimenopause
biasanya akibat anovulasi kronik, sedangkan pada kelompok usia reproduksi
perdarahan terjadi walaupun siklus haid ovulatoar.
GEJALA KLINIK
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan
bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Kejadian tersering pada
menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita mengalami menstruasi) atau masa pre-
menopause.
Pada siklus ovulasi
Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga spotting atau
perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan
disfungsionalndengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk
menegakan diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena
perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga siklus haid tidak lagi dikenali maka kadang-
kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa
perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, maka harus
dipikirkan sebagai etiologi :
1. korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang kadang bersamaan
dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau
polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH
releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak
cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang
bersangkutan.
3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah
dalam uterus
4. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme
pembekuan darah.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh
lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan.
2Pada tipe ini berhubungan dengan fluktuasi kadar estrogen dan jumlah folikel yang pada
suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folike ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami
atresia dan kemudian diganti oelh folikel-folikel baru . Endometrium dibawah pengaruh
estrogen akan tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliperatif dapat terjadi
endometrium hiperplastik kistik. Jika gambaran ini diperoleh pada saat kerokan dapat diambil
kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. Biasanya perdarahan disfungsional ini
terjadi pada masa pubertas dan masa pramenopause. Pada masa pubertas terjadi sesudah
menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses
maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing factor dan hormon
gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya
fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan
kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid
menjadi ovulatoar. Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause
dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya
tumor ganas
DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam pemeriksaan pasien.
Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka
penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus
diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan siklik (reguler) didahului
oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan
tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan,
perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore
berbulan – bulan, kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 – 0,6
C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) dan atau perubahan sekretorik pada
endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya
merupakan bukti ovulasi. Diagnosis PUD setelah eksklusi penyakit organik traktus genitalia,
terkadang menimbulkan kesulitan karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai
penyakit organik, dan tergantung pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk
menyingkirkan penyakit traktus genitalia. Pasien berusia dibawah 40 tahun memiliki resiko
yang sangat rendah mengalami karsinoma endometrium, jadi pemeriksaan patologi
endometrium tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis dapat digunakan sebagai
pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara invasif dilakukan hanya jika simptom
menetap. Resiko karsinoma endometerium pada pasien DUB perimenopause adalah sekitar 1
persen. Jadi, pengambilan sampel endometrium penting dilakukan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium ini harus sudah terarah sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik dan
anamnesis karena biayanya sangat mahal.
1. Tes kehamilan harus dilakukan.
2. PAP tes : untuk mencari displasia; kemungkinan STD harus selalu dicari.
3. Hitung jenis leukosit, menentukan derajat perdarahan apakah berupa hematom atau
hanya memar saja.
4. Fungsi koagulasi, bila ada memar-memar.
5. Fungsi tiroid, hati, glukosa, dan sistem endokrin yang mungkin berinteraksi dan
mengakibatkan perdarahan.
6. Pemeriksaan kadar hormon steroid:
· DHEA dari ovarium dan adrenal
· DHEA-S adrenal
· LH/FSH rendah atau normal _ disfungsi poros H-P
· LH tinggi, FSH rendah – SOP
· FSH/LH tinggi, postmenopause, kegagalan prematur fungsi
ovarium poros H-P atau kegagalan prematur fungs ovarium.
· Prolaktin tinggi pikirkan adenoma hipofise atau hipotiroidisme.
· Progesteron midluteal.
7. Biopsi endometrium
· Singkirkan kanker pada wanita dengan riwayat PUD > 1 tahun
dan onset pada perimenopause.
8. USG, singkirkan adanya massa, gambaran hiperplasia.
DIAGNOSIS BANDING Kelainan organik genitalia seperti mioma uteri terutama mioma submukosa, polip
endometrium, endometriosis, salpingo-oophoritis, ca serviks dan sebagainya.
Penyakit – penyakit atau konstitusional seperti infeksi akut, sirosis hepatitis,
hipertensi, penyakit kardiovaskular, trombositopeni, gangguan pembekuan darah atau
terapi antikoagulansia, tumor-tumor pada sistem limfe, hematopoiesis, dan retikuler.
Kontrasepsi baik hormonal maupun mekanik seperti alat kontrasepsi dalam rahim.
Hormone replacement therapy khususnya pemakaian estrogen pada pengobatan pasca
menopouse.
Gangguan psikosomatis seperti disharmoni dalam pernikahan dan
ketidakpuasan seksual.
PENGOBATAN
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan
organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal
3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.
Menghentikan perdarahan.
Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:
Kuret (curettage). Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi
wanita menikah tapi “belum sempat berhubungan intim”. O b a t (medikamentosa)
1. Golongan estrogen.
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama generik) yang
relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan
gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat
menimbulkan gangguan fungsi liver.
Dosis dan cara pemberian:
• • Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari.
• • Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
• • Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen
konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-
lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen
intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti )
akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek
langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi
estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik
atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot
progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan,
perdarahan timbul lagi.
2. Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan
medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi
setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini
dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah
timbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan
pengobatan berkelanjutan diperlukan. Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan
endometrium yang berdarah banyak selama penarikan progestin . Speroff menganjurkan
pengobatan dengan menggunakan kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun
secara bertahap.
Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam hingga duabelas jam , selama 5
sampai 7 hari untuk mengontrol perdarahan akut. Formula ini biasanya mengontrol
perdarahan akut dalam 24 hingga 48 jam ; penghentian obat akan menimbulkan perdarahan
berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini, mulai diberikan kontrasepsi oral siklik dosis rendah dan
diulangi selama 3 siklus agar terjadi regresi teratur endometrium yang berproliferasi
berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi dapat diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian
3 kali sehari, kemudian 2 kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan
sekali setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena
paparan estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan menghambat
steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana DUB jangka panjang pada
pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tambahan yaitu mencegah kehamilan. Khususnya
untuk pasien perimenarche, perdarahan berat yang lama dapat mengelupaskan endometrium
basal, sehingga tidak responsif terhadap progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan
dikontraindikasikan karena tingginya resiko terjadinya sinekia intrauterin ( sindroma
Asherman ) jika endometrium basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40 dan
diatasnya yang tidak obes, tidak merokok, dan tidak hipertensi.
3. Golongan progesterone
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar,
sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap
endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain:
• • Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum selama 7 10 hari.
• • Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.
• • Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular
4. OAINS
Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser dan Shearman
membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum
onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada
onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini
mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ).
Mengatur menstruasi agar kembali normal setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya
adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan
progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15
menstruasi.
Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.
Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong
darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti,
jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.
PROGNOSIS
Prognosis dari kasus-kasus PUD belum jelas dapat dikemukakan karena informasi yang jelas
mengenai hal tersebut masih sangat sedikit dan belum didasarkan pada penilaian jumlah
keluarnya perdarahan secara objektif. Suatu PUD yang terjadi satu periode pada masa remaja
mungkin mempunyai prognosis yang lebib baik dibandingkan dengan PUD dengan beberapa
episoda, terutama dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya perubahan pola haid yang
persisten (30-80%), seringnya dilakukan kuretase (40-55%), anemi (30%), perlunya terapi
hormonal (40%), kemungkinan terjadinya infertilitas (45-55%), laparotomi untuk kista
ovarium (10-30%). Prognosis ini jelas akan sangat buruk jika terjadi hipertropi glandular
kistik, sehingga jika seorang remaja datang dengan PUD yang berulang,kuretase merupakan
suatu indikasi atau tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Prognosis PUD pada kelompok usia pertengahan reproduksi cukup baik walaupun belum ada
bukti-bukti yang akurat. Di beberapa negara banyak wanita dalam usia ini menjalani tindakan
histerektomi. Dari data yang dilaporkan tampak bahwa prognosis jangka panjang PUD
anovulatoar pada masa akhir reproduksi kurang baik/buruk sebagai akibat sering terjadinya
rekurensi.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Ny.Martaria, perempuan, usia 48 tahun keluar darah dari kemaluan
disertai nyeri perut bagian bawah sejak 9 hari. Darah yang keluar adalah darah segar, dan tiap
harinya pasien harus mengganti pembalut 5-8 kali.
Pada Ny. Martaria dari hasil anamnesa maka didapati diagnosa perdarahan uterus
disfungsional, yaitu ditemukan faktor predisposisi yaitu usia 48 (premenopause) dan perdarahan ± 9
hari (menometroragia).Perdarahan keluar banyak berupa sitosol, ganti pembalut > 5
x/hari. Pasien sudah merasakan gangguan haid sejak 1 tahun yang lalu.
Semenjak keluar darah pasien merasa haidnya terasa nyeri gakseperti biasanya akan
tetapi tidak sampai pingsan. Riwayat menstruasi, pasien menarche pada usia 12 tahun, lama
haid ± 5 hari, siklus haid teratur, dismenorrhoe: ada, jumlah darahhaid normal (sehari ganti
pembalut 2-3 kali).Pasien menggunakan KB dalam bentuk IUD sejak 1 tahun yang
lalu.
Pada banyak k a s u s p e n g g u n a a n k o n t r a s e p s i I U D , s a a t I U D
b e r s e n t u h a n d e n g a n e n d o m e t r i t i s d a p a t menyebabkan peradangan sehingga
menimbulkan keluarnya daraha berupa bercak (spoting)dari vagina. Namun ini terjadi hanya
pada satu minggu setelah pemasangan IUD. Sedangkan pada Ny. Martaria adalah akseptor
IUD sejak 1 tahun yang lalu, sehingga kemungkinan pasien endometritis karena IUD dapat
disingkirkan.Diagnosa perdarahan uterus disfungsional ditegakkan berdasarkan gejala yang
timbul, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Gejala yang timbul sangat
tergantung pada gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormon (hipotalamus-hipofisis-
ovarium-endometrium), tanpa kelainan organ. Gejala-gejala pada pasien tersebut antara lain
perdarahan ± 9 hari (menometroragia) nyeri perut dan badan terasa lemas.
P e m e r i k s a a n f i s i k p a d a p a s i e n i n i d i d a p a t k a n s t a t u s v i t a l y a n g
b a i k , p e r e i k s a a n a b d o m e n b a g i a n b a w a h t i d a k a d a b e n j o l a n , Pemeriksaan
penunjang laboratorium didapatkan kadar Hb 13,8 gr/dl, Leukosit 9000/ul, Trombosit 282/ul
B A B I V
K E S I M P U L A N
D a p a t d i t a r i k k e s i m p u l a n d i a g n o s i s p a s i e n t e r s e b u t
a d a l a h p e r d a r a h a n u t e r u s disfungsional melalui hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Pada anamnesis yang menunjang diagnosis
perdarahan uterus disfungsional adalah didapatkan keluhan pasien P2A0 dengan perdarahan 9 hari
(menometroragia) disertai nyeri perut dan lemas. Pasien juga memiliki faktor predisposisi yaitu
usia 45 tahun, merupakan usia premenopause, dimana pada usia tersebut tubuh seorang
wanita terjadi perubahan mekanisme pengaturan hormon pada hipotalamus-hipofisis-
ovarium.P a d a p e m e r i k s a a n l a b o r a t o r i u m d i d a p a t k a n k a d a r H b 1 3 , 8 g r / d l .
Penatalaksanaan perdarahan uteri disfungsional berdasarkan usia, status pernikahan,fertilitas,
berat, jenis dan lama perdarahan serta prognosisnya.Mengingat usia pasien
yang premenopause sehingga penatalaksanaan terbaik adalah tindakan operatif berupa
kuretase
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Martaria Sitepu
Usia : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
TGL : Binjai, 01-01-1965
Alamat : Jalan Sutoyo III
Suku : Karo
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama suami : T. M. Arifin
Pekerjaan : PNS
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Tanggal masuk RS : 24-01-2013 pukul 03.50 WIB
HPHT : 18-01-2013 s.d. saat ini
No.Rekam Medis : 06 88 44
ANAMNESIS
A. KELUHAN UTAMA
Keluar darah dari kemaluan
B. KELUHAN TAMBAHAN
nyeri pada perut bagian bawah
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 7 hari yang lalu dsertai nyeri perut
bagan bawah. Semenjak keluar darah pasien badan merasa lemas. Perdarahan keluar banyak
ganti pembalut > 8 x/hari. sebelumnya pasien tidak pernah mengalam haid selama ini, riwayat
keputihan (-)
D.RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Hipertensi
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
tidak ada
F. RIWAYAT MENSTRUASI : Tidak ada kelainan, menarche usia 12 tahun, lama
haid ± 5 hari, siklus haid teratur, dismenorrhea (+),
jumlah darah haid normal (sehari ganti pembalut 2-3
kali).
G. RIWAYAT MENIKAH : Pasien menikah sebanyak satu kali
H. RIWAYAT OBSTETRI : Pasien mempunyai anak 2 orang
I. RIWAYAT GINEKOLOGI : P2A0,Riwayat Operasi, Kuret, Keputihan tidak ada
J. RIWAYAT KB : Pasien menggunakan alat kontrasepsi IUD
K. RIWAYAT ALERGI OBAT : Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan tanggal 24-01-2013 Pukul 04.10 WIB
Keadaan Umum : tampak sakit ringan, Compos mentis
Vital sign : TD 120/90 mmHg
Nadi 84 X/menit
RR 22 X/menit
Suhu 36ºC
A. Status Generalisata
1. Kepala : normocephal, tidak terdapat jejas,
2. Mata :konjunctiva an anemis -/-, an ikterik -/-, reflex pupil +/+
3. Telinga :aurikula normal, serumen -/-, hiperemis -/-
4. Hidung :normal, secret -/-, tidak ada septum deviasi
5. Mulut :mukosa bibir basah, sianosis (-), lidah kotor -/-
6. Leher :KGB tidak teraba membesar, TVJ tidak meningkat
7. Thoraks :PARU : dada simetris, vesikuler, ronkhi -/-, whezzing -/-
JANTUNG : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen : datar, bising usus (+) N, organomegali tidak ada. Tidak teraba masa
dibagian perut bagian bawah
9. Ekstremitas :edema -/-
B. Status Ginekologi
HPHT : 18-01-2013 s.d. saat ini
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. LAB
Leukosit : 9000/uI
Hb : 13,8 g/dL
Trombosit : 282/uI
Golongan darah : O
b. USG : belum dilakukan
DIAGNOSIS
P2A0 dengan PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL (PUD)
TERAPI
Ivfd RL 30 tetes/ menit
Kalnek 1 gr/8 jam
Ketrolac 1 gr/8 jam
Nifedipin 10 mg 3x1
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
FOLLOW UP
TANGGAL SUBJEKTIF OBJEKTIF TERAPI
24-01-2013 PUKUL
04.10 WIB
KU: Keluar darah compos mentis
TD 120/90 mHg
Nadi 84x/menit
RR 22x/menit
Suhu 36ºCIvfd RL 30 tetes/
menit
Kalnek 1 gr/8 jam
Ketrolac 1 gr/8 jam
Nifedipin 10 mg 3x1
24-01-2013 PUKUL
08.15 WIB
25-01-2013
KU: Darah masih
keluar Perut terasa
nyeri
compos mentis
TD 150/100 mHg
Nadi 50x/menit
RR 22x/menit
Suhu 36,2ºC
26-01-2013
PBJ
KU: Nyeri
berkurang,
perdarahan
berkurang
Compos ments
TD 180/120 mHg
Nadi 76x/menit
RR 22x/menit
Suhu 36,8ºC
DAFTAR PUSTAKA
1. Achadinat, C. Obstetri dan Ginekologi : EGC, Kediri. 2004.
2. Brenner PF. 1996; Differential diagnosis of abnormal uterine bleeding. Am J Obstet
Gynecol; 175;766-69.
3. Chalik, TMA. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginetologi, 1997. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala,1996.
4. Fraser IS. 1985; “Dysfunctional “ Uterus. Dalam : Shearman RP (penyunting) Clinical
reproductive endocrinology. Edinburg, London, Melbourne,New York; 579-98.
5. Ginekologi : bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bndung. Bandung, 1981.
6. Perlmen, S., Herbweck, P : Clinical Potocols in Pediatric and Adolescent Ginecology.
2004; 57 – 64.
7. Supriyadi, T ; Gunawan. J: Perdarahan Uterus Disfungsional. Dalam : Supriyadi, T.
Gunawan. J. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi : EGC.2001. 469 – 474.
8. Yunizaf : Perdarahan Uterus Disfungsional. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta. 2001 : 375 – 376.
9. www.dexa.medica.com/test/htdoc/dexamedica/article-files/p.afibrinolitik.pdf
10. www.ob-ugm.com