PTT ACARA 3

8
LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN TOPOGRAFI DAN SURVEI TOPONIMI (GKP 0106) ACARA III FLATTENING DAN PENGUKURAN JARAK Disusun oleh : Nama : Intansania N (13/348120/GE/07580) Hari, tanggal : Kamis, 11.00 – 15.00 Asisten : 1. Yudha Purna Wijaya 2. Rika Tantiyana LABORATORIUM DESAIN, KONTRUKSI DAN ANALISA PETA FAKULTAS GEOGRAFI

description

ptt

Transcript of PTT ACARA 3

Page 2: PTT ACARA 3

ACARA III

I. JUDUL

Flattening dan Pengukuran Jarak

II. TUJUAN

1. Mengetahui besarnya penggepengan bola bumi

2. Mengetahui pengaruh yang diakibatkan dari sistem proyeksi UTM terhadap

pengukuran

3. Menghitung distorsi pada peta topografi

III. ALAT DAN BAHAN

1. Lima lembar Peta Rupabumi Indonesia skala 1:250.000 yang berurutan (1017

Tanjunguban, 1016 Tanjungpinang, 1015 Dabo, 1014 Jambi, 1013 Palembang)

2. Kertas kalkir

3. Kalkulator, penggaris

4. Alat tulis

IV. CARA KERJA

Flattening

1. Mennyiapkan lembar peta RBI sesuai dengan urutannya

2. Mencatat setiap koordinat bujur UTM yang tercantum pada pojok setiap lembar

peta

3. Menghitung selisih panjang (longitude) setiap peta

4. Menggambarkan sketsa hasil perhitungan selisih bujur

Pengukuran Jarak

5. Menentukan 10 titik untuk diukur jaraknya

6. Menentukan jarak horizontal dengan menggunakan cara yang biasa (dikalikan

skala) atau menggunakan sistem koordinat UTM

7. Menentukan faktor skala dan mengukur jarak horizontal pasangan titik yang telah

ditentukan dengan membandingkan perhitungan sebelumnya.

8. Menentukan jarak vertikal untuk dua titik yang berbeda ketinggian

9. Melakukan pengukuran analisis perubahan kenampakan yang terjadi

10. Menyalin semua pekerjaan pada kertas kalkir dan memberikan ulasan singkat

mengenai hasil yang diperoleh

Page 3: PTT ACARA 3

V. HASIL PRAKTIKUM

1. Sketsa posisi peta RBI

2. Perhitungan selisih panjang bujur tiap lembar dengan central meridian

3. Perhitungan selisih panjang grid

4. Sketsa flattening skala 1:100

5. Perhitungan jarak horizontal dengan curvimeter dan tali benang

6. Perhitunagn jarak vertikal

VI. PEMBAHASAN

Teori ellipsoid merupakan teori yang menganggap bumi berbentuk bola yang

mengalami pemampatan di kedua kutubnya dan mengembang pada bagian equator.

Terjadinya pemampatan atau pengembangan tersebut disebut dengan flattening.

Adanya rotasi dan gravitasi bumi menyebabkan pemampatan yang mengakibatkan jari-

jari bumi berbeda sehingga diperlukan cara untuk memproyeksikannya terhadap bidang

refrensi (bidang datar).

Flattening merupakan proses membandingkan panjang grid pada tiap lembar

peta, menghitung selisih bujur dan membuat sketsa mozaik dari perhitungan selisih

tersebut. Peta yang digunakan pada praktikum acara III kali ini adalah peta RBI skala

1:250.000 yang berurutan; 1017 Tanjunguban, 1016 Tanjungpinang, 1015 Dabo, 1014

Jambi, 1013 Palembang. Pada praktikum ini terjadi perbesaran sepanjang meridian

seperti meridian yang makin jauh dari meridian sentral kearah timur ataupun kearah

barat karena mengalami perbesaran hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan selisih

grid antar meridian dan contohnya Tanjung pinang dan Dabo memiliki jarak antar

meridian 166932 m sedangkan makin keatas nilai nya semakin kecil kebawah pun juga

semakin kecil (166907 dan 166831), hal inilah yang menyebabkan gambar sketsa

berbentuk melengkung menunjukan bahwa peta RBI telah mangalami pemampatan

(flattening).

Selisih paralel yang terdapat disepanjang meridian sentral berbeda dengan selisih

paralalel yang ada pada sepanjang meridian yang menuju meridian standar (320.000 m

dan 680.000 m). Contohnya selisih paralalel bernilai konstan di sepanjang meridain

sentral bernilai 110531m, sedangkan meridian sebelah barat dari meridian sentral

bernilai berbeda karena paralelnya tidak segaris dengan paralel di meridian sentral.

Pelengkungan akan berpengaruh pada panjang antar paralel dimana semakin kearah

Page 4: PTT ACARA 3

kutub panjang selisih paralel bernilai tinggi contohnya lembar tanjung uban yang

berada di utara equator memiliki selisih 110620 m. Sedangkan pada paralel yang berada

di equator belahan utara dan selatan bernilai sama contohnya Tanjung Pinang berada di

utara equator dan Dabo di selatan equator memiliki selisih 110569 m. Selain perbedaan

selisih grid, flattening juga dapat dilihat dari perubahan jarak.

Indonesia yang terletak pada garis equator memiliki faktor skala 0,9996 atau

mendekati 1, artinya daerah sekitar equator memiliki kenampakan yang hampir sama

dengan kenampakan aslinya, akan terjadi reduksi skala pada objek yang berada diantara

dengan garis grid 320.000 m U (sebelah barat meridian tengah) dan 680.000 m U

(timur meridian tengah). Faktor skala pada daerah ini memiliki harga dari 0,99960

sampai 1. Di luar dari batas garis grid 320.000 m E dan 680.000 m E faktor skala lebih

besar daripada 1. Berarti jarak-jarak pada peta tergambar dengan tidak memperhatikan

skala peta. Perbandingan jarak objek diperoleh dari selisih jarak tanpa faktor skala dan

dengan menggunakan skala memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Pada kegiatan akhir praktikum acara III kali ini praktikan melakukan perhitungan

jarak horizontal dengan curvimeter dan tali dengan memperhatikan skala peta.

Diketahui perhitungan keliling suatu pulau dengan curvimeter sebesar 8,2 cm dikalikan

skala menjadi 20,5 km (jarak sebenarnya) hal ini sangat berbeda jika dibandingkan

dengan pengukuran dengan tali yaitu 17 cm yang jika dikalikan skala dapat diperoleh

jarak sebenarnya adalah 42,5 km. Sebenarnya secara teoritis curvimeter harusnya lebih

akurat akan tetapi karena faktor alat yang tidak benar dalam memperhitungkan

sehingga hasilnya menjadi sangat berbeda. Selanjutnya, melakukan perhitungan jarak

vertikal yang diperoleh dari perhitungan beda tinggi dan jarak horizontal (jarak

sebebarnya) diperoleh jarak vertikal sebesar 1300,086 m.

VII. KESIMPULAN

1. Flattening merupakan penggepengan bola bumi akibat rotasi bumi yang

perubahnnya dapat diketahui dari selisih jari-jari bumi di equator dan kutub

dibandingkan jari-jari bumi di equator.

2. Sistem proyeksi UTM baik digunakan karena  proyeksinya simetris untuk setiap

wilayah dengan bujur 6o sehingga mudah dihitung selisih bujur maupun lintang

dalam satuan meter.

3. Distorsi pada peta dapat diketahui dengan membandingkan jarak dengan skala peta

dan jarak yang menggunakan faktor skala.

Page 5: PTT ACARA 3

4. Pengukuran dengan faktor skala lebih teliti dibandingkan tanpa menggunakan faktor

skala.

Page 6: PTT ACARA 3

DAFTAR PUSTAKA

Kamal, Muhammad. 2009. Petunjuk Praktikum Pemetaan Topografi dan Survey

Toponimi. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM

Soyder, John P. 1987. Map projections; A Working Manual. US. Geological Survey

Professional Paper. Washington D.C: US. Goverment Printing Office

Prihandito, Aryono. 1988. Proyeksi Peta. Yogyakarta: Kanisius

Page 7: PTT ACARA 3

LAMPIRAN