acara 3 _Kel 3

46
ACARA III UJI KERUSAKAN MINYAK A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Selama penyimpanan, minyak dan lemak mengalami perubahan fisiko-kimia yang dapat disebabkan oleh proses hidrolisis maupun oksidasi. Proses hidrolisis terutama terjadi pada minyak atau lemak yang banyak mengandung asam lemak jenuh. Proses oksidasi terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung ikatan rangkap. Kerusakan yang umum pada minyak dan lemak adalah ketengikan yang dapat terjadi karena reaksi oksidasi atmosfir. Reaksi oksidasi atmosfir terjadi antara oksigen peroksida-peroksida yang bersifat labil dimana peroksida-peroksida kemudian mengalami isomerasi, dekomposisi, atau bereaksi dengan air membentuk aldehid, keton, dan asam yang

description

laporan praktikum

Transcript of acara 3 _Kel 3

Page 1: acara 3 _Kel 3

ACARA III

UJI KERUSAKAN MINYAK

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk

menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga

merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat

dan protein. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan

dengan kandungan yang berbeda-beda.

Selama penyimpanan, minyak dan lemak mengalami perubahan

fisiko-kimia yang dapat disebabkan oleh proses hidrolisis maupun

oksidasi. Proses hidrolisis terutama terjadi pada minyak atau lemak yang

banyak mengandung asam lemak jenuh. Proses oksidasi terjadi pada

minyak atau lemak yang mengandung ikatan rangkap.

Kerusakan yang umum pada minyak dan lemak adalah ketengikan

yang dapat terjadi karena reaksi oksidasi atmosfir. Reaksi oksidasi

atmosfir terjadi antara oksigen peroksida-peroksida yang bersifat labil

dimana peroksida-peroksida kemudian mengalami isomerasi,

dekomposisi, atau bereaksi dengan air membentuk aldehid, keton, dan

asam yang mempunyai berat molekul rendah. Ketengikan juga dapat

terjadi karena aktifitas enzim maupun mikroba. Minyak yang telah lama

disimpan perlu diketahui tingkat kerusakannya yang dapat dinyatakan

sebagai angka peroksida, angka FFA, dan bilangan TBA. Dengan

melakukan uji kerusakan minyak, maka dapat diketahui apakah minyak

dan lemak yang telah melalui proses penyimpanan masih aman atau tidak

untuk dikonsumsi manusia.

2. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara III “Uji Kerusakan Minyak” adalah

sebagai berikut :

Page 2: acara 3 _Kel 3

a. Mengetahui angka peroksida pada berbagai sampel minyak lemak.

b. Mengetahui asam lemak bebas (FFA) pada berbagai sampel minyak

lemak.

c. Mengetahui bilangan TBA pada berbagai sampel minyak lemak.

d. Melakukan uji akrolein pada berbagai sampel minyak lemak.

B. Tinjauan Pustaka

Minyak dan lemak nabati adalah campuran biologis yang berasal dari

tumbuhan yang terdiri dari campuran ester yang berasal dari gliserol dengan

rantai asam lemak. Baik fisik dan karakteristik kimia minyak dan lemak

sangat dipengaruhi oleh jenis dan proporsi asam lemak pada triasilgliserol

tersebut. Asam lemak dapat diklasifikasikan dalam kelas-kelas seperti asam

lemak jenuh, tak jenuh tunggal (MUFA) dan tak jenuh jamak (PUFA). Di sisi

lain, asam lemak tak jenuh diklasifikasikan ke dalam kelompok yang dikenal

sebagai omega, dimana ω-9 dianggap tidak penting bagi manusia, dan ω-3 dan

ω-6 sebagai asam lemak esensial karena ini tidak dapat disintesis oleh

mamalia; Oleh karena itu, mereka diperoleh dari asupan makanan. Asam

lemak dominan yang terkandung dalam minyak dan lemak nabati adalah

senyawa jenuh dan tak jenuh dengan rantai alifatik lurus (Kostik, 2012).

Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk

menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga

merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat

dan protein. Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal,

sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Lemak

dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan

yang berbeda-beda (Winarno, 2002).

Kerusakan yang umum pada minyak dan lemak adalah ketengikan yang

dapat terjadi karena reaksi oksidasi atmosfir. Reaksi oksidasi atmosfir terjadi

antara oksigen peroksida-peroksida yang bersifat labil dimana peroksida-

peroksida kemudian mengalami isomerasi, dekomposisi, atau bereaksi dengan

air membentuk aldehid, keton, dan asam yang mempunyai berat molekul

rendah. Ketengikan juga dapat terjadi karena aktifitas enzim maupun mikroba.

Page 3: acara 3 _Kel 3

Untuk menguji tingkat ketengikan minyak dan lemak, bahan yang dibutuhkan

adalah minyak dan lemak yang telah disimpan lama (Muchtadi, 2010).

Faktor penentu minyak atau lemak antara lain adalah angka asam,

angka asam lemak bebas, angka peroksida, angka TBA, dan kadar air.

Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi

dan hidrolitik, baik enzimatik, maupun non enzimatik. Diantara kerusakan

minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang

paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi

lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid, dan keton. Bau tengik atau

ransid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat

kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam

thiobarbiturat (Sudarmadji, 2010).

Nama lain dari asam thiobarbiturat adalah 4,6-Dihidroksi-2

mercaptopirimidin dan 2-mercapto-asam barbiturat. TBA mempunyai rumus

kimia C4H4O2N2S dengan berat molekul 144,15. Sifat fisika dan kimia dari

TBA termasuk padatan berwarna kuning terang, larut dalam air, dan titik

leburnya 2350C (455 F). Bilangan TBA merupakan salah satu parameter untuk

menentukan ketengikan thiobarbiturat dengan malonaldehida yang merupakan

hasil dekomposisi peroksida (Pomeranz and Clifton, 1994 dalam Mualiffah,

2009).

Malonaldehid yang direaksikan dengan TBA akan terbentuk kromogen

MDA TBA yang berwarna merah. Intensitas warna merah sesuai dengan

jumlah malonaldehid yang terkandung dalam minyak. Semakin besar jumlah

malonaldehid maka warna yang terbentuk akan semakin merah. Intensitas

warna merah inilah yang diserap oleh alat spektrofotometer dengan panjang

gelombang 528 nm, yang akan menentukan kadar TBA atau menunjukkan

derajat ketengikan dalam minyak (Sudarmadji, 2010). Angka TBA dapat

diketahui dengan rumus sebagai berikut:

Angka TBA = x besarnya absorbansi pada ᵡ 528 nm x 7,8.

Makin besar angka TBA, maka semakin tengik suatu minyak. Uji TBA

Page 4: acara 3 _Kel 3

memiliki kelemahan, yaitu TBA tidak stabil dan terurai dalam kondisi yang

panas dan tinggi asam, terutama bila ada peroksida. Produk uraian ini dapat

menyerap pada gelombang yang sama dengan TBA (Ketaren, 1986 dalam

Suhairi, 2011).

Bilangan peroksida menunjukkan telah terjadinya suatu reaksi oksidasi

pada minyak. Bilangan peroksida dapat digunakan sebagai petunjun adanya

kerusakan oksidatif pada minyak atau lemak, dimana peroksida merupakan

produk pertama dari reaksi autooksidasi. Pada awal reaksi oksidasi asam

lemak akan mengikat oksigen dari udara (induksi) yang diikuti dengan

pembentukan peroksida (Meyer, 1960).

Angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di

dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas

menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang

rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Sudarmadji, 2010).

Prinsip penentuan bilangan peroksida adalah bahwa bilangan peroksida

biasanya didasarkan pada pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari

Kalium Iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang di

dalam medium asetat/kloroform (Muchtadi, 2010). Penelitian yang dilakukan

oleh Aisyah dkk menunjukkan bahwa analisis peroksida dan FFA minyak

goreng bekas sebesar 6,8 meq/kg dan 0,35%. Sedangkan menurut spesifikasi

SNI dalam penelitian tersebut angka peroksida maksimal 2 meq/kg dan angka

FFA sebesar 0,35%. Hal tersebut membuktikan mutu minyak goreng bekas

sudah tidak berada di bawah standar (Aisyah dkk, 2010).

Kerusakan lemak yang utama adalah timbul bau dan rasa tengik yang

disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan proses autooksidasi radikal

asam lemak tak jenuh dalam lemak. Mekanisme autooksidasi dimulai dengan

pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang

dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida, dan

hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam

porifirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim

lipoksigenase. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak

Page 5: acara 3 _Kel 3

tak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak

sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil

pemecahan hidroperoksida (Winarno, 2004).

Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya

oksidasi minyak. Setiap peningkatan suhu 10oC laju kecepatan oksidasi

meningkat dua kali lipat. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan

kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah. Kecepatan akumulasi

peroksida selama proses aerasi minyak pada suhu 100 – 115oC dua kali lebih

besar dibanding pada suhu 10 oC (Ketaren, 1986). Bahan pangan dinyatakan

tengik apabila mengandung angka peroksida lebih dari 10 meq/kg (Astuti,

2008).

Salah satu faktor penentu kualitas lemak atau minyak adalah angka

asam, angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat

dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah

miligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang

terrdapat dalam satu gram lemak atau minyak. Dalam reaksi hidrolisis, lemak

dan minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.

Reaksi hidrolisis mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak. Ini terjadi

karena terdapat terdapat sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut

(Herlina dan Ginting, 2002).

Asam lemak bebas merupakan hasil perombakan yang terjadi pada

asam lemak yang disebabkan adanya reaksi kompleks pada minyak. Semakin

tinggi kandungan asam lemak bebas pada minyak menandakan semakin

menurunnya mutu dari minyak goreng tersebut. Reaksi hidrolisa yang terjadi

pada minyak akan mengakibatkan kerusakan minyak karena terdapat

sejumlah air dalam minyak tersebut dan menyebabkan terbentuknya asam

lemak bebas dan beberapa gliserol (Muchtadi, 2009).

Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas

yang dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau dari pada bahan itu. Hidrolisa

dapat disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau karena

kegiatan enzim (Buckle dkk., 2010). Kadar air terbentuk dalam minyak

Page 6: acara 3 _Kel 3

merupakan salah satu parameter untuk menentukan tingkat kemurnian

minyak dan berhubungan dengan kekuatan daya simpannya, sifat goreng, bau

dan rasa. Kadar air sangat menentukan kualitas dari minyak yang dihasilkan.

Kadar air berperan dalam proses oksidasi maupun hidrolisis minyak yang

akhirnya dapat menyebabkan ketengikan. Semakin tinggi kadar air, minyak

semakin cepat tengik (Mualifah, 2009).

Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis

enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Kemudian asam lemak bebas ini

membentuk lagi asam lemak trans dan radikal bebas. Jika kita mengkonsumsi

makanan yang mengandung kadar asam lemak bebas yang cukup tinggi maka

akan berakibat kepada menaikkan kadar LDL dan menurunkan kadar HDL

darah, mengurangi kemampuan tubuh mengendalikan gula darah karena dapat

mengurangi respons terhadap hormon insulin. Konsumsi asam lemak trans

5gr/hr saja dapat menaikkan resiko penyakit jantung hingga 25% hanya

dalam beberapa tahun saja. Dan akibat radikal bebas juga bisa menyebabkan

penyakit lever, jantung koroner, kolesterol, dan lain-lain (Hildayani, 2013).

Terjadinya kenaikan kadar asam lemak bebas juga disebabkan oleh

lamanya penyimpanan. Selama penyimpanan, minyak dan lemak mengalami

perubahan fisiko-kimia yang dapat disebabkan oleh proses hidrolisis maupun

oksidasi. Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat

menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida pada minyak lalu membentuk

gliserol dan asam lemak bebas (Sutiah dkk, 2008).

Dalam uji akrolein terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau

dalam lemak/ minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Gliserol

ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap

atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat

satu, dua, atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut

monigliserida, digliserida, atau trigliserida. Apabila gliserol dicampur dengan

KHSO4 dan dipanaskan hati-hati, akan timbul bau yang tajam khas seperti bau

lemak yang terbakar yang disebabkan oleh terbentuknya akrialdehida atau

akrolein. Oleh karena timbulnya bau yang tajam itu, akrolein mudah diketahui

Page 7: acara 3 _Kel 3

dan reaksi ini telah dijadikan reaksi untuk menentukan adanya gliserol atau

senyawa yang mengandung gliserol seperti lemak dan minyak. Bila lemak dan

minyak dicampur dengan KHSO4 dan dipanaskan hati-hati juga akan terjadi

akrolein (Poedjiadi, 2009).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya akrolein atau

akrilamida adalah adanya sumber nitrogen (khususnya gugus amina dan asam

amino) dan kondisi yang sesuai (seperti pemanasan dan pembakaran) (Sirait,

2011). Berikut hipotesis terbentuknya akrilamida dari lipid:

C. Metode Penelitian

1. Alat

a. Neraca analitik

b. Erlenmeyer

c. Alumunium foil

d. Pipet volume

e. Pipet tetes

f. Gelas ukur

g. Buret

h. Penjepit

i. Gelas beaker

j. Labu destilat

k. Alat destilasi

l. Tabung reaksi

m. Kompor listrik

n. Spektrofotometer

o. Bunsen

2. Bahan

a. Minyak kelapa

b. Lemak ayam

c. Lemak sapi

d. Minyak kemiri

e. Minyak kacang

j. Na2S2O3 0,1 N

k. Alkohol netral

l. Phenolphtalein (PP)

m. NaOH 0,1 N

n. HCl 4 M

Page 8: acara 3 _Kel 3

f. Minyak wijen

g. Larutan asam asetat khloroform

h. Larutan KI jenuh

i. Aquades

o. Pereaksi TBA

p. Gliserol

q. Kalium bisulfat

r. Larutan pati 1%

3. Cara Kerja

a. Penentuan Angka Peroksida

5 gram sampel

Dimasukkan dalam Erlenmeyer tertutup

30 ml Larutan asam asetat-khloroform

(3:2)

Digoyangkan sampai semua bahan larut

Ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh

Didiamkan selama 1 menit

Ditambahkan 30 ml aquades

Ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1%

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N

bahan

Ditimbang 20 gram dalam erlenmeyer50 ml alkohol netral panas dan 3

tetes PP

Dititrasi dengan NaOH 0,1 N

b. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)

Page 9: acara 3 _Kel 3

c. Penentuan Bilangan TBA

10 gram bahan

Dimasukkan dalam labu destilasi97,5 ml aquades dan 2,5 ml HCl 4

M

Destilat

Dilakukan proses destilasi dengan pemanasan tinggi

Dimasukkan dalam tabung reaksi tertutup

5 ml pereaksi TBA

Dicampur merata

Dipanaskan selama 30 menit dalam air mendidih

Setelah tabung reaksi dingin, diukur absorbansinya ᵡ 528 nm

3 tetes gliserol

3 tetes minyak

Dimasukkan dalam tabung reaksiKalium bisulfat 1 ml

Dipanaskan secara hati-hati

Dicium baunya dan dibandingkan

d. Tes Akrolein

Page 10: acara 3 _Kel 3

D. Hasil dan Pembahasan

Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada

golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut

dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter,

kloroform, benzena dan hidrokarbon lainnya. Selama penyimpanan, minyak

dan lemak mengalami perubahan fisiko-kimia yang dapat disebabkan oleh

proses hidrolisis maupun oksidasi. Proses hidrolisis akibat adanya air terutama

terjadi pada minyak atau lemak yang banyak mengandung asam lemak jenuh.

Lemak hewani atau nabati yang masih berada dalam jaringan biasanya

mengandung enzim lipase yang dapat menghidrolisa lemak, mengakibatkan

kerusakan enzimatis. Lemak juga bisa mengalami kerusakan mikrobiologis.

Mikrobia yang menyerang bahan pangan berlemak biasanya termasuk tipe

mikroba non pathologi, tapi umumnya dapat merusak lemak dengan

menghasilkan cita rasa tidak enak, di samping menimbulkan perubahan warna

(discoloration). Contoh mikroba penyebab kerusakan lemak dari jenis bakteri

yaitu Staphylococcus aureus, S. Pyogenes, Bacillus pyocyaneus, B.

Tuberculosis, Pseudomonas, serta dari jenis jamur/fungi yaitu Aspergilus,

Penicillium, Mucor, Rhizopus, Monilia, Oidium, Cladosporium. Kerusakan

yang umum pada minyak dan lemak adalah ketengikan yang dapat terjadi

karena reaksi oksidasi atmosfir. Reaksi oksidasi atmosfir terjadi antara oksigen

peroksida-peroksida yang bersifat labil dimana peroksida-peroksida kemudian

mengalami isomerasi, dekomposisi, atau bereaksi dengan air membentuk

aldehid, keton, dan asam yang mempunyai berat molekul rendah. Ketengikan

juga dapat terjadi karena aktifitas enzim maupun mikroba. Untuk menguji

tingkat ketengikan minyak dan lemak, bahan yang dibutuhkan adalah minyak

dan lemak yang telah disimpan lama (Muchtadi, 2010).

Page 11: acara 3 _Kel 3

Tabel 3.1 Angka Peroksida Lemak dan Minyak

Kel Minyak ml Na2S2O3 Angka peroksida

1Zaitun 13,5 270

Jelantah 15,2 304

2Jagung 16,9 338VCO 3,5 70

3Wijen 21 420Kelapa 25 500

Sumber : Laporan Sementara

Bilangan peroksida didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam

setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini berguna untuk

menunjukan tingkat kerusakan lemak atau minyak. Sudarmadji (2010),

menyatakan bahwa angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan

peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam

lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh

minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis. Menurut

Muchtadi (2010), prinsip penentuan bilangan peroksida adalah bahwa bilangan

peroksida biasanya didasarkan pada pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan

dari Kalium Iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang di

dalam medium asetat/kloroform.

Pada praktikum ini bertujuan untuk menentukan besarnya nilai bilangan

peroksida dari sampel minyak zaitun, minyak jelantah, minyak jagung, VCO,

minyak wijen, dan minyak kelapa. Semua sampel minyak yang digunakan pada

uji peroksida adalah minyak yang telah disimpan di dalam lemari es selama

satu tahun. Sampel minyak sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer

yang sebelumnya telah diselimuti dengan aluminium foil. Erlenmeyer harus

ditutup agar menciptakan kondisi gelap dan tertutup, tidak terkena paparan

cahaya dan udara dari luar. Kemudian sampel ditambah dengan 30 ml pelarut

(60% asam asetat glacial + 40% kloroform), dikocok sampai larut. Selanjutnya

ditambah 0,5 ml larutan KI jenuh, didiamkan selama 2 menit sambil digoyang

agar dapat bereaksi secara merata. Lalu ditambahkan 30 ml aquadest dan

ditambahkan 10 tetes amilum. Penambahan amilum berfungsi sebagai

indikator. Ketika sejumlah iod yang telah dibebaskan dari kalium iodida

Page 12: acara 3 _Kel 3

melalui reaksi oksidasi oleh peroksida maka iod yang bebas tersebut akan

mengikat amilum dan menghasilkan warna biru. Setelah ditetesi indikator

amilum, kemudian sampel minyak dititrasi dengan larutan Na2S2O3 (Natrium

thiosulfat) 0,01 N. Menurut Muchtadi (2010), apabila sejumlah sampel minyak

yang ditambahkan iod berlebih, kelebihan iod dititrasi dengan natrium tiosulfat

sehingga iod yang diabsorpsi oleh minyak dapat diketahui jumlahnya.

Selanjutnya diamati berapa ml Na-tiosulfat yang digunakan untuk titrasi hingga

berubah warna, dan dihitung miliekivalen peroksida dari masing-masing

sampel.

Pereaksi yang digunakan dalam pengujian bilangan peroksida antara

lain kloroform, asam asetat, KI, Na2S2O3, serta indikator amilum. Fungsi dari

pereaksi tersebut yaitu :

1. Kloroform digunakan untuk melarutkan minyak sehingga larut dengan

sempurna dan bisa diproses selanjutnya.

2. Asam asetat digunakan untuk menghidrolisis asam lemak dari minyak.

Asam lemak ini yang kemudian diukur jumlah peroksida yang terkandung

di dalamnya.

3. KI digunakan sebagai pereaksi perantara karena titrasi yang dilakukan yaitu

titrasi tidak langsung (indirect titration). Peroksida yang pecah pada minyak

akan mengeluarkan oksigen. Oksigen yang terlepas akan mengoksidasi KI

dan menghasilkan I2 yang setara dengan jumlah oksigen pada sampel.

4. Na2S2O3 digunakan untuk mentitrasi I2 sehingga bisa ditentukan jumlah

bilangan peroksida pada sampel minyak.

5. Amilum digunakan sebagai indikator. Mekanismenya adalah iod yang

dibebaskan akan masuk ke dalam struktur amilum sehingga menimbulkan

warna biru. Titrasi dihentikan jika warna larutan menjadi tidak berwarna

karena I2 telah habis tertirasi. Reaksi yang terjadi adalah :

RCOO- + KI RCO- + H2O + I2 + K+

I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S2O3 (Ketaren, 1986).

Berdasarkan hasil praktikum yang disajikan di Tabel 3.1 dapat

diketahui bahwa sampel yang memiliki angka peroksida terbesar yaitu minyak

Page 13: acara 3 _Kel 3

kelapa, dan yang terkecil adalah minyak VCO. Pada hasil praktikum, sampel

minyak kelapa menunjukkan angka peroksida 500 meq/kg. Menurut SNI 01-

2902-1992, syarat mutu angka peroksida minyak kelapa yaitu maksimal

sebesar 5,0 mg oksigen/100 gram sampel (Hidayati, 2008). Menurut Astuti

(2008), bahan pangan dinyatakan tengik apabila mengandung angka peroksida

lebih dari 10 meq/kg. Hasil praktikum menunjukkan penyimpangan yaitu

seluruh sampel minyak yang diuji memiliki angka peroksida yang sangat

tinggi. Terjadinya beberapa penyimpangan ini dipengaruhi oleh kesalahan yang

terjadi saat praktikum antara lain menggunakan erlenmeyer yang kurang rapat

tertutupi oleh aluminium foil sehingga sampel minyak dapat kontak dengan

udara dan cahaya yang merupakan katalisator terjadinya reaksi oksidasi pada

lipida, serta kesalahan prosedur misalnya kesalahan dalam penimbangan,

pembacaan pipet ukur, terlalu banyak titran dan lain sebagainya yang juga

dapat menyebabkan data hasil pengujian menjadi kurang valid.

Angka peroksida tinggi menandakan lemak atau minyak sudah

mengalami oksidasi. Semakin tinggi angka peroksida maka semakin tinggi pula

tingkat kerusakan minyak atau semakin rendah kualitasnya. Namun pada angka

yang lebih rendah tidak selalu menunjukkan angka peroksida yang masih dini.

Peroksida merupakan senyawa yang tidak stabil dan mudah terdegradasi

menjadi bentuk lainnya. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju

pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju

degradasinya menjadi senyawa lain seperti aldehida, keton, hidrokarbon, ester

(Hidayati dan Puspawati, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya

angka peroksida pada minyak yaitu besarnya derajat ketidakjenuhan minyak

dan lemak, tingginya suhu penggorengan dan penyimpanan minyak, adanya

air, adanya cahaya dan katalis logam, serta banyaknya oksigen di dalam bahan

yang mengandung lemak.

Page 14: acara 3 _Kel 3

Tabel 3.2 FFA Lemak dan Minyak

Sampel Kel BahanPerlakuan kerusakan

ml NaOH

% FFAAngka asam

Minyak baru

1 Kelapa (basah) - 1 0,1 0,28Kelapa (kering) - 1,2 0,12 0,336

2 Kemiri - 77 9,856 21,5846Lemak ayam - 1,4 0,1974 0,3938

3 Kacang tanah - 1,9 0,2679 0,5331Lemak sapi - 0,5 0,064 0,1402

Minyak rusak

1 Zaitun Wadah terbuka, tempat gelap

4,25 0,5993 1,3125Minyak jelantah 36,25 4,64 10,1616

2 Kelapa Wadah tertutup, tempat terang

1,6 0,16 0,128Kemiri 18,5 2,368 5,1859

3 Kelapa Tambah 5% air, dipanaskan

2,2 0,2816 0,7885Kemiri 1,4 0,1974 0,3928

Sumber : Laporan Sementara

Salah satu parameter kerusakan minyak adalah angka FFA dan angka

asam yang berhubungan dengan kandungan asam lemak bebas dalam lemak

atau minyak. Asam lemak bebas (Free Fatty Acid / FFA) adalah asam lemak

yang bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh

proses hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil

reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi ini

akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis

(enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar

asam lemak bebas yang terbentuk. Menurut Herlina dan Ginting (2002), angka

asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu

lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH

yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terrdapat dalam

satu gram lemak atau minyak. Semakin besar angka FFA dan angka asam

menunjukkan turunnya kualitas minyak akibat kerusakan.

Pada praktikum pengujian angka FFA dan angka asam ini digunakan

dua jenis sampel minyak, yaitu minyak baru dan minyak rusak. Sampel minyak

baru yang digunakan yaitu minyak kelapa (basah dan kering), minyak kemiri,

lemak ayam, minyak kacang tanah, dan lemak sapi. Sedangkan sampel minyak

rusak antara lain minyak zaitun dan minyak jelantah dengan perlakuan wadah

terbuka di tempat gelap, minyak kelapa dan minyak kemiri dengan perlakuan

Page 15: acara 3 _Kel 3

wadah tertutup di tempat terang, serta minyak kelapa dan minyak kemiri yang

ditambah 5% air lalu dipanaskan.

Sampel minyak atau lemak yang digunakan untuk analisis FFA harus

dalam keadaan cair agar mudah bereaksi dengan pelarut. Sampel minyak

ditimbang sebanyak 20 gram ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan 50 ml

alkohol netral yang panas dan 3 tetes phenolphtalein (PP) sebagai indikator.

Alkohol merupakan zat pelarut organik yang sering digunakan untuk

melarutkan lemak dalam proses analisa lemak. Fungsi penambahan alkohol

adalah untuk melarutkan lemak atau minyak dalam sampel agar  dapat bereaksi

dengan basa alkali. Alkohol dalam kondisi panas dan netral akan lebih baik

melarutkan sampel yang juga nonpolar. Dalam memanaskan alkohol, dilakukan

pemanas air karena titik didih alkohol lebih rendah daripada air. Selanjutnya

dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandardisasi. NaOH

digunakan untuk menetralisasi campuran minyak dan alkohol. Titik akhir titrasi

dicapai ketika larutan berubah warna menjadi merah jambu dan tidak hilang

selama 30 detik

Asam lemak yang dominan pada minyak kelapa adalah laurat. Pada

minyak kemiri, minyak jelantah dan lemak sapi adalah palmitat. Sedangkan

pada minyak kacang tanah, minyak zaitun dan lemak ayam adalah oleat. Jenis

asam lemak yang dominan pada masing-masing sampel perlu diketahui untuk

menentukan berat molekul asam lemak tersebut yang diperlukan dalam

menghitung %FFA sampel dan menentukan faktor konversi untuk menbubah

%FFA menjadi bentuk angka asam atau sebaliknya. Faktor koreksi ditentukan

dengan membagi berat molekul KOH dengan berat molekul asam lemak

dominan pada minyak yang diuji. Dimana faktor koreksi untuk oleat adalah

1,99; palmitat adalah 2,19; laurat adalah 2,80 dan linoleat adalah 2,01.

Berdasarkan Tabel 3.2, pada sampel jenis minyak baru yang memiliki

kadar asam lemak bebas tertinggi adalah minyak kemiri (9,856% FFA dan

angka asam 21,5846) serta yang terendah adalah lemak sapi (0,064% FFA dan

angka asam 0,1402). Pada sampel jenis minyak rusak yang memiliki kadar

asam lemak bebas tertinggi adalah minyak jelantah (4,64% FFA dan angka

Page 16: acara 3 _Kel 3

asam 10,1616) serta yang terendah yaitu minyak kelapa dengan perlakuan

wadah tertutup pada tempat terang (0,16% FFA dan angka asam 0,128).

Minyak jelantah memiliki kadar asam lemak bebas yang tinggi akibat

pemanasan suhu tinggi yang berulang-ulang dan adanya air menyebabkan

minyak mengalami hidrolisis menghasilkan asam lemak bebas.

Hasil yang diperoleh dari praktikum menunjukkan adanya

penyimpangan, yaitu kadar FFA minyak kemiri baru yang sangat tinggi dan

FFA lemak sapi yang rendah. Kedua jenis lemak ini mengandung asam lemak

dominan yaitu palmitat, namun minyak kemiri berbentuk cair pada suhu ruang

sedangkan lemak sapi berbentuk padat. Hal ini dikarenakan lemak sapi juga

banyak mengandung asam lemak jenuh seperti stearat yang menyebabkan

kenaikan titik lelehnya sehingga berbentuk padat pada suhu ruang. Sedangkan

minyak kemiri juga mengandung asam lemak tak jenuh. Dengan komponen

asam lemak dominan yang sama, seharusnya kadar FFA kedua sampel ini tidak

terlalu berbeda signifikan. Namun hasilnya menunjukkan demikian. Terjadinya

beberapa penyimpangan ini dipengaruhi oleh beberapa kesalahan prosedur

praktikum misalnya menggunakan alkohol yang kurang panas, kesalahan

dalam penimbangan sampel, terlalu banyak titran dan lain sebagainya yang

juga dapat menyebabkan validitas data hasil pengujian menjadi berkurang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya angka FFA dan angka asam

suatu minyak adalah lama penyimpanan, reaksi hidrolisis yang dipercepat oleh

pemanasan, adanya air, keasaman, paparan udara, cahaya, dan perombakan

oleh enzim lipase. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan

hidrolisis enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Kemudian asam lemak

bebas ini membentuk lagi asam lemak trans dan radikal bebas. Semakin tinggi

FFA dan angka asam maka semakin banyak minyak yang telah terhidrolisis

menjadi asam lemak bebas. Dengan demikian, kualitas minyak atau lemak

menjadi turun akibat kerusakan.

Page 17: acara 3 _Kel 3

Tabel 3.3 Nilai TBA Lemak dan Minyak

Sampel Kel BahanPerlakuan kerusakan

Absorbansi TBA

Minyak baru

1 Kelapa (basah) - 0,209 0,4891Kelapa (kering) - 0,127 0,2972

2 Kemiri - 1,936 4,5302Lemak ayam - 0,737 1,7246

3 Kacang tanah - 0,214 0,5008Lemak sapi - 0,745 1,7433

Minyak rusak

1 Kelapa Wadah terbuka, tempat gelap

0,345 0,8073Kemiri 3,068 7,1791

2 Kelapa Wadah tertutup, tempat terang

0,084 0,1966Kemiri 0,446 1,0436

3 Kelapa Tambah 5% air, Dipanaskan

0,063 0,1474Kemiri 2,834 6,6316

Sumber : Laporan Sementara

Nama lain dari asam thiobarbiturat adalah 4,6-Dihidroksi-2

mercaptopirimidin dan 2-mercapto-asam barbiturat. TBA mempunyai rumus

kimia C4H4O2N2S dengan berat molekul 144,15. Sifat fisika dan kimia dari

TBA termasuk padatan berwarna kuning terang, larut dalam air, dan titik

leburnya 2350C (455 F). Bilangan TBA merupakan salah satu parameter untuk

menentukan ketengikan thiobarbiturat dengan malonaldehida yang merupakan

hasil dekomposisi peroksida (Pomeranz and Clifton, 1994 dalam Mualifah,

2009). Senyawa malonaldehida sangat menentukan kerusakan minyak.

Semakin besar kadar malonaldehid dalam minyak, maka semakin tinggi nilai

TBA. Jika nilai TBA tinggi, maka kualitas minyak semakin turun atau

semakin tinggi kadar ketengikannya, hal ini disebabkan lemak yang tengik

mengandung aldehid dan kebanyakan sebagai malonaldehid.

Prinsip uji TBA adalah malonaldehid yang direaksikan dengan TBA

akan terbentuk kromogen MDA TBA yang berwarna merah. Intensitas warna

merah sesuai dengan jumlah malonaldehid yang terkandung dalam minyak.

Semakin besar jumlah malonaldehid maka warna yang terbentuk akan

semakin merah. Intensitas warna merah inilah yang diserap oleh alat

spektrofotometer dengan panjang gelombang 528 nm, yang akan menentukan

kadar TBA atau menunjukkan derajat ketengikan dalam minyak (Sudarmadji,

Page 18: acara 3 _Kel 3

2003 dalam Paramitha, 2012). Reaksi pembentukan kromagen MDA TBA

dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Reaksi Pembentukan kromagen MDA TBA

Dalam pengujian TBA ditambahkan HCl pada labu destilasi yang sudah

berisi sampel minyak dan aquades. Tujuan penambahan HCl untuk

menurunkan pH, sehingga suasana menjadi asam. Proses destilasi pada

pengujian TBA untuk mengetahui banyaknya malonaldehid. Melonaldehid

kemudian direaksikan dengan thiobarbiturat dan dilakukan proses pemanasan

sehingga terbentuk kompleks berwarna merah. Intensitas warna merah sesuai

dengan jumlah malonaldehid dan absorbansi dapat ditentukan dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm (Sudarmadji, 2010).

Besarnya angka TBA dinyatakan sebagai mg malonaldehid per kg

sampel. Menurut Sudarmadji (2010), angka TBA dapat diketahui dengan

rumus sebagai berikut:

Angka TBA = x besarnya absorbansi pada ᵡ 528 nm x 7,8.

Nilai absorbansi berbanding lurus dengan nilai TBA, semakin kecil nilai

absorbansi, semakin rendah angka TBA. Semakin besar absorbansi, maka

semakin besar pula angka TBA nya. Makin besar angka TBA, maka semakin

tengik suatu minyak.

Berdasarkan Tabel 3.3, dapat diketahui bilangan TBA berbagai macam

sampel minyak dan lemak. Minyak kelapa (basah) memiliki bilangan TBA

sebesar 0,4891. Minyak kelapa (kering) memiliki bilangan TBA sebesar

0,2972. Minyak kemiri, lemak ayam, minyak kacang, dan lemak sapi

mempunyai bilangan TBA secara berurutan sebesar 4,5302; 1,7246; 0,5008

Page 19: acara 3 _Kel 3

dan 1,7433. Bilangan TBA pada minyak kelapa dan minyak kemiri yang

disimpan dalam wadah terbuka dan tempat yang gelap sebesar 0,8073 dan

7,1791. Bilangan TBA pada minyak kelapa dan minyak kemiri yang disimpan

dalam wadah tertutup dan tempat yang terang sebesar 0,1966 dan 1,0436.

Sedangkan bilangan TBA pada minyak kelapa dan minyak kemiri yang

ditambah dengan 5% air dan dipanaskan sebesar 0,1474 dan 6,6316.

Bilangan TBA pada minyak kelapa yang disimpan pada tempat gelap

dengan wadah terbuka menunjukkan bilangan TBA yang lebih tinggi

dibanding minyak kelapa baru. Hal ini sesuai teori, karena minyak baru belum

mengalami ketengikan, sehingga absorbansi yang dihasilkan lebih rendah dan

bilangan TBA nya kecil. Pada minyak kelapa yang disimpan dengan wadah

tertutup di tempat terang dan minyak kelapa yang ditambah 5% air dan

dipanaskan, bilangan TBA nya lebih rendah dibanding minyak kelapa baru.

Hal ini menyimpang dari teori. Penyimpangan kemungkinan disebabkan

karena proses penyimpanan minyak kelapa belum terlalu lama, belum

terbentuk senyawa malonaldehid yang menyebabkan ketengikan, sehingga

absorbansinya masih rendah dan bilangan TBA nya lebih kecil. Selain itu,

dimungkinkan karena suhu pemanasan yang digunakan tidak terlalu tinggi,

sehingga belum terjadi dekomposisi peroksida menjadi senyawa

malonaldehid.

Minyak kemiri yang disimpan pada tempat yang gelap dengan wadah

terbuka dan yang ditambah 5% air kemudian dipanaskan memiliki bilangan

TBA yang lebih tinggi dibanding minyak kemiri baru. Hal ini sesuai dengan

teori. Minyak yang telah rusak akan menunjukkan bilangan TBA yang tinggi.

Penyimpangan terjadi pada minyak kemiri yang disimpan di wadah tertutup

dan tempat terang. Bilangan TBA yang dihasilkan lebih rendah dibanding

minyak kemiri baru.

Bilangan TBA dari lemak hewani seperti lemak ayam dan lemak sapi

lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati seperti minyak kelapa dan

kacang tanah. Hal ini mungkin dikarenakan lemak hewani dalam kondisi

ruang berbentuk padat sedangkan minyak nabati berbentuk cair. Untuk

Page 20: acara 3 _Kel 3

melakukan uji TBA ini lemak hewani dilakukan pemanasan dahulu supaya

menjadi cair. Diketahui bahwa TBA tidak stabil dan terurai dalam kondisi

yang panas dan tinggi asam, terutama bila ada peroksida. Produk uraian ini

dapat menyerap pada gelombang yang sama dengan TBA (Ketaren, 1986

dalam Suhairi, 2011). Sehingga menghasilkan nilai absorbansi yang tinggi dan

mempengaruhi bilangan TBA pada lemak hewani.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya TBA pada suatu minyak

yaitu tingginya derajat ketidakjenuhan minyak, angka peroksida, suhu

pemanasan dan penyimpanan, serta sumber minyak yang digunakan. Angka

peroksida yang terbentuk tinggi, akan menyebabkan MDA yang terbentuk

tinggi, sehingga semakin tinggi nilai TBA nya. Sumber minyak yang

digunakan juga akan mempengaruhi besarnya nilai TBA, karena sumber

minyak yang berbeda pastinya kandungan asam lemak dalam minyak tersebut

juga berbeda sehingga akan mempengaruhi besar bilangan TBA nya.

Page 21: acara 3 _Kel 3

Tabel 3.4. Uji AkroleinKelompok Sampel Keterangan

1

Minyak Kelapa Basah Kurang menyengat dibandingkan dengan gliserol

Minyak Kelapa Kering Kurang menyengat dibandingkan dengan gliserol

Minyak Kelapa Rusak (wadah terbuka, tempat gelap)

Kurang menyengat dibandingkan dengan gliserol

Minyak Kemiri Rusak (wadah terbuka, tempat gelap)

Kurang menyengat dibandingkan dengan gliserol

2

Lemak Ayam Lebih menyengat dibandingkan dengan gliserol

Minyak Kemiri Kurang menyengat dibandingkan dengan gliserol

Minyak Kelapa Rusak (wadah tertutup, tempat terbuka)

Kurang menyengat dibandingkan dengan gliserol

Minyak Kemiri (wadah tertutup, tempat terbuka)

Kurang menyengat dibandingkan dengan gliserol

3

Lemak Sapi Lebih menyengat dibandingkan dengan gliserol

Minyak Kacang Kurang menyengat dibandingkan dengan gliserol

Minyak Kelapa Rusak (ditambah 5% aquades, dipanaskan)

Kurang menyengat dibandingkan dengan gliserol

Minyak Kemiri (ditambah 5% aquades, dipanaskan)

Kurang menyengat dibandingkan dengan gliserol

Sumber : Laporan sementara

Tes akrolein bertujuan untuk mengetahui apakah lemak atau minyak

sudah mengalami hidrolisis. Hidrolisis merupakan salah satu kerusakan

minyak yang disebabkan oleh air. Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol

dalam bentuk bebas atau dalam lemak/ minyak menghasilkan aldehid akrilat

atau akrolein. Uji akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau

lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi

(KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke

dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein

Page 22: acara 3 _Kel 3

(CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai

dengan asap putih.

Dalam pengujiannya, tes akrolein ini terdiri dari beberapa langkah

pengujian. Langkah pertama dengan mempersiapkan alat dan bahan yang

digunakan yakni 2 tabung reaksi kering. Kedua tabung ini nantinya akan

digunakan dalam pengujian sebagai wadah sampel dan senyawa pereaksinya.

Tabung pertama diisi 3 tetes gliserol dan tabung kedua diisi 3 tetes minyak

sampel yang akan diuji. Kemudian ditambahkan kalium bisulfat sebanyak 1

ml ke dalam kedua tabung tersebut. Penambahan kalium bisulfat ke dalam

tabung reaksi adalah sebagai pereaksi yang akan mengubah trigliserida

menjadi asam lemak dan gliserol yang nantinya memberikan bau karakteristik

berupa bau tengik dengan bantuan pemanasan. Selanjutnya dipanaskan secara

hati-hati, hal ini untuk mempercepat hidrasi gliserol membentuk aldehid tidak

jenuh atau yang disebut akrolein. terakhir dicium bau yang terjadi,

dibandingkan mana yang lebih merangsang/tajam.

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom

karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol

dapat mengikat satu, dua, atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester,

yang disebut monigliserida, digliserida, atau trigliserida (Poedjiadi, 2009).

Gliserol merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak berbau dan merupakan

cairan kental yang memiliki rasa manis. Gliserol larut baik dalam air dan

tidak larut dalam eter. Fungsi gliserol dalam percobaan ini adalah sebagai

hasil pemecahan lemak pada suhu tinggi yang juga merupakan komponen

pokok pembentukan akrolein. Menurut Poedjiadi (2009) Apabila gliserol

dicampur dengan KHSO4 dan dipanaskan hati-hati, akan timbul bau yang

tajam khas seperti bau lemak yang terbakar yang disebabkan oleh

terbentuknya akrialdehida atau akrolein. Oleh karena timbulnya bau yang

tajam itu, akrolein mudah diketahui dan reaksi ini telah dijadikan reaksi untuk

menentukan adanya gliserol atau senyawa yang mengandung gliserol seperti

lemak dan minyak. Bila lemak dan minyak dicampur dengan KHSO4 dan

dipanaskan hati-hati juga akan terjadi akrolein.

Page 23: acara 3 _Kel 3

Menurut Sirait (2011), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

terbentuknya akrolein atau akrilamida adalah adanya sumber nitrogen

(khususnya gugus amina dan asam amino) dan kondisi yang sesuai (seperti

pemanasan dan pembakaran). Berikut hipotesis terbentuknya akrilamida dari

lipid:

Berdasarkan hasil praktikum dari keduabelas sampel yang digunakan

sebagian besar menghasilkan bau yang tidak lebih menyengat dibandingkan

dengan gliserol, sampel-sampel tersebut antara lain minyak kelapa basah,

minyak kelapa kering, minyak kelapa rusak (wadah terbuka, tempat gelap),

minyak kemiri rusak (wadah terbuka, tempat gelap), minyak kemiri, minyak

kelapa rusak (wadah tertutup, tempat terbuka), minyak kemiri (wadah

tertutup, tempat terbuka), minyak kacang, minyak kelapa rusak (ditambah 5%

aquades, dipanaskan), minyak kemiri (ditambah 5% aquades, dipanaskan).

Dari kesepuluh sampel tersebut rata-rata berbentuk minyak dan berasal dari

minyak nabati, struktur dari minyak kelapa umumnya memiliki rantai karbon

yang panjang dan tidak beraturan. Selain itu, jika minyak kelapa kopra

dibiarkan pada suhu yang lembab maupun pada suhu kamar akan

menyebabkan lepasnya asam lemak pada strukturnya sehingga mudah

menguap dan menghasilkan bau tengik pada minyak tersebut. Bau yang tidak

lebih tengik dibandingkan gliserol berarti menggambarkan bahwa dari

kesepuluh sampel minyak tersebut belum mengalami banyak kerusakan

hidrolisis, sehingga kandungan gliserolnya pun rendah. Hasil ini berbeda

dengan kedua sampel lainnya yakni sampel minyak yang berasal dari lemak

hewani yakni lemak ayam dan lemak sapi, kedua sampel ini menimbulkan

Page 24: acara 3 _Kel 3

bau yang lebih menyengat dibandingkan dengan gliserol. Hasil ini

menunjukkan bahwa minyak dari lemak ayam dan sapi banyak mengandung

gliserol atau sudah banyak mengalami kerusakan hidrolisis.

D. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum Acara III “Uji Kerusakan Minyak” dapat

diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Parameter kerusakan minyak yaitu angka peroksida, angka FFA, angka

asam, angka TBA, dan akrolein.

2. Angka peroksida pada sampel dari tertinggi hingga terndah yaitu minyak

kelapa (500 meq/kg), minyak wijen (420 meq/kg), minyak jagung (338

meq/kg), minyak jelantah (304 meq/kg), minyak zaitun (270 meq/kg), dan

minyak VCO (70 meq/kg).

3. Sampel minyak baru yang memiliki %FFA tertinggi hingga terendah

adalah minyak kemiri (9,856%), minyak kacang tanah (0,2679%), lemak

ayam (0,1974%), minyak kelapa kering (0,12%), minyak kelapa basah

(0,1% FFA), serta lemak sapi (0,064% FFA).

4. Sampel minyak baru yang memiliki angka asam tertinggi hingga terendah

adalah minyak kemiri (21,5846), minyak kacang tanah (0,5331), lemak

ayam (0,3938), minyak kelapa kering (0,336), minyak kelapa basah (0,28),

serta lemak sapi (0,1402).

5. Sampel minyak rusak yang memiliki %FFA tertinggi hingga terendah

adalah minyak jelantah (4,64%), minyak kemiri (2,368%), minyak zaitun

(0,5993%), minyak kelapa dengan perlakuan ditambah air 5% dipanaskan

(0,2816%), minyak kemiri (0,1974%), serta minyak kelapa dengan

perlakuan wadah tertutup pada tempat terang (0,16%).

6. Sampel minyak rusak yang memiliki angka asam tertinggi hingga terendah

adalah minyak jelantah (10,1616), minyak kemiri (5,1859), minyak zaitun

(1,3125), minyak kelapa dengan perlakuan ditambah air 5% dipanaskan

(0,7885), minyak kemiri (0,3928), serta minyak kelapa dengan perlakuan

wadah tertutup pada tempat terang (0,128).

Page 25: acara 3 _Kel 3

7. Sampel minyak baru yang memiliki angka TBA tertinggi hingga terendah

yaitu minyak kemiri (4,5302), lemak sapi (1,7433), lemak ayam (1,7246),

minyak kacang tanah (0,5008), minyak kelapa basah (0,4891), minyak

kelapa kering (0,2972).

8. Sampel minyak rusak yang memiliki angka TBA tertinggi hingga terendah

yaitu minyak kemiri dengan perlakuan wadah terbuka di tempat gelap

(7,1791), minyak kemiri dengan perlakuan tambah air 5% dipanaskan

(6,6316), minyak kemiri dengan perlakuan wadah tertutup tempat terang

(1,0436), minyak kelapa dengan perlakuan wadah terbuka di tempat gelap

(0,8073), minyak kelapa dengan perlakuan wadah tertutup tempat terang

(0,1966), minyak kelapa dengan perlakuan tambah air 5% dipanaskan

(0,1474).

9. Sampel minyak kelapa basah, minyak kelapa kering, minyak kelapa rusak

(wadah terbuka, tempat gelap), minyak kemiri rusak (wadah terbuka,

tempat gelap), minyak kemiri, minyak kelapa rusak (wadah tertutup,

tempat terbuka), minyak kemiri (wadah tertutup, tempat terbuka), minyak

kacang, minyak kelapa rusak (ditambah 5% aquades, dipanaskan), minyak

kemiri (ditambah 5% aquades, dipanaskan), menghasilkan bau yang tidak

lebih menyengat dibandingkan gliserol.

10. Sampel minyak lemak sapi dan ayam menghasilkan bau yang lebih

menyengat dibandingkan gliserol.

Page 26: acara 3 _Kel 3

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti, dkk. 2010. Penurunan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas (FFA) pada Proses Bleaching Minyak Goreng Bekas oleh Karbon Aktif Polong Buah Kelor (Moringa Oliefera. Lamk) dengan Aktivasi NaCl. Jurnal Alchemy Vol 1 No 2.

Astuti, Endang Puji. 2008. Pengaruh Penambahan Berbagai Tingkat Vitamin C Sebagai Antioksidan Dan Lama Simpan Terhadap Ketengikan Bungkil Kacang Tanah. Universitas Brawijaya Malang.

Herlina, Netti dan Ginting, M. Hendra S. 2002. Lemak dan Minyak. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.

Hidayati, Nur, dan Puspawati. 2011. Angka Peroksida Pada Minyak Kelapa Hasil Olahan Tradisional Dan Hasil Olahan Dengan Penambahan Buah Nanas Muda. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Setia Budi Surakarta

Hildayani, T. 2013. Kandungan Zat Gizi Makro Dan Pengaruh Bumbu Terhadap Asam Lemak Bebas Per Porsi Coto Makassar. Universitas Hasanuddin.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press,

Kostik, Vesna, Shaban Memeti, and Biljana Bauer. 2012. Fatty Acid Composition of Edible Oils and Fats. Journal of Hygienic Engineering and Design.

Meyer, L.H, 1960. Food Chemistry. Reinhold Publisher Co. New York.

Mualifah, S. 2009. Penentuan Angka Asam Thiobarbiturat dan Angka Peroksida pada Minyak Goreng Bekas Hasil Pemurnian dengan KArbon Aktif dari Biji Kelor. Skripsi. Universitas Islam Negeri. Malang.

Muchtadi, D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi, Bandung, CV. Alfabeta.

Muchtadi, T.R., Sugiyono, Ayustaningwarno, F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung.

Paramitha, A. R. A. 2012. Studi Kualitas Minyak Makanan Gorengan pada Penggunaan Minyak Goreng Berulang. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Sirait, SM., dkk. 2011. Analisis Akrilamida Dalam Minyak Goreng Bekas Pakai Secara Kromatografi Cari Kinerja Tinggi. Repository Universitas Sumatera Utara.

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sutiah, K., Sofjan Firdausi dan Budi W.S. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng Dengan Parameter Viskositas Dan Indeks Bias. Berkala Fisika, 11, 53-58.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 27: acara 3 _Kel 3

LAMPIRAN

1. Penentuan Angka Peroksida

a. Minyak wijen = 21 x 0,1 x 1000 = 420 meq/kg

5

b. Minyak kelapa = 25 x 0,1 x 1000 = 500 meq/kg

5

2. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)

a. Minyak kacang tanah (oleat)

%FFA = 1,9 x 0,1 x 282 x 100% = 0,2679%

20 x 1000

Angka asam = 1,99 x 0,2679 = 0,5331

b. Lemak sapi (palmitat)

%FFA = 0,5 x 0,1 x 256 x 100% = 0,064%

20 x 1000

Angka asam = 2,19 x 0,064 = 0,1402

c. Minyak kelapa (laurat)

%FFA = 2,2 x 0,1 x 200 x 100% = 0,22%

20 x 1000

Angka asam = 2,8 x 0,22 = 0,616

d. Minyak kemiri (palmitat)

%FFA = 1,4 x 0,1 x 256 x 100% = 0,1792%

20 x 1000

Angka asam = 2,19 x 0,1792 = 0,3924

3. Penentuan Bilangan TBA

Angka TBA = x besarnya absorbansi pada ᵡ 528 nm x 7,8.

a. Minyak kelapa (basah) = 3/10 x 0,209 x 7,8 = 0,4891

Page 28: acara 3 _Kel 3

b. Minyak kelapa (kering) = 3/10 x 0,127 x 7,8 = 0,2972

c. Minyak kemiri = 3/10 x 1,936 x 7,8 = 4,5302

d. Lemak ayam = 3/10 x 0,737 x 7,8 = 1,7246

e. Minyak kacang = 3/10 x 0,214 x 7,8 = 0,5008

f. Lemak sapi = 3/10 x 0,745 x 7,8 = 1,7433

g. Minyak kelapa (wadah terbuka, tempat gelap)=3/10 x 0,345 x 7,8 = 0,8073

h. Minyak kemiri (wadah terbuka, tempat gelap)=3/10 x 3,068 x 7,8 = 7,1791

i. Minyak kelapa (wadah tertutup, tempat terang)=3/10 x 0,084 x 7,8=0,1966

j. Minyak kemiri (wadah tertutup, tempat terang)=3/10 x 0,446 x 7,8=1,0436

k. Minyak kelapa (+5% air, dipanaskan) = 3/10 x 0,063 x 7,8 = 0,1474

l. Minyak kemiri (+5% air, dipanaskan) = 3/10 x 2,834 x 7,8 = 6,6316

Page 29: acara 3 _Kel 3

DOKUMENTASI

Uji Peroksida minyak wijen Uji peroksida minyak kelapa

Uji FFA minyak kemiri

Uji TBA minyak kacang dan lemak sapi

Sebelum titrasi Sesudah titrasi

Sebelum titrasi Sesudah titrasi